You are on page 1of 34

TERAPI BIOLOGI PADA PASIEN GANGGUAN JIWA PERILAKU

KEKERASAN

Disusun oleh

KELOMPOK 3

ANANDA PRATIWI

SOFIA JAMILA

NOFIA

Akademi keperawatan justitia palu

Prodi DIII Keperawatan

Tahun ajaran 2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat tuhan yang maha esa, yang telah
melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga sehingga kami dapat
menyelesaikan askep yang berjudul: “TERAPI BIOLOGI PADAPASIEN GANGGUAN
JIWA PERILAKU KEKERASAN ”.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB I PENDALUAN.................................................................................................................................4
2.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................5
2.1 Terapi biologi..................................................................................................................................5
2.1.3 Peran Perawat Dalam Pemberian Electroconvulsive Therapy – Ect................................9
BAB III TINJUAN TEORITIS...................................................................................................................14
BAB IV.................................................................................................................................................20
ASUHAN KEPERAWATAN....................................................................................................................20
BAB V...................................................................................................................................................33
PENUTUP.............................................................................................................................................33
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................34

3
BAB I PENDALUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Terapi modalitas adalah berbagai macam alternatif terapi yang dapat diberikan pada
pasien gangguan jiwa. Gangguan jiwa merupakan berbagai bentuk penyimpangan perilaku
dengan penyebab pasti belum jelas. Oleh karenanya, diperlukan pengkajian secara mendalam
untuk mendapatkan faktor pencetus dan pemicu terjadinya gangguan jiwa. Selain itu, masalah
kepribadian awal, kondisi fisik pasien, situasi keluarga, dan masyarakat juga memengaruhi
terjadinya gangguan jiwa.

Maramis mengidentifikasi penyebab gangguan dapat berasal dari masalah fisik, kondisi
kejiwaan (psikologis), dan masalah sosial (lingkungan). Apabila gangguan jiwa disebabkan
karena masalah fisik, yaitu terjadinya gangguan keseimbangan neurotransmiter yang
mengendalikan perilaku manusia, maka pilihan pengobatan pada farmakologi. Apabila
penyebab gangguan jiwa karena masalah psikologis, maka dapat diselesaikan secara
psikologis. Apabila penyebab gangguan karena masalah lingkungan sosial, maka pilihan
terapi difokuskan pada manipulasi lingkungan. Dengan demikian, berbagai macam terapi
dalam keperawatan kesehatan jiwa dapat berupa somatoterapi, psikoterapi, dan terapi
lingkungan (Maramis, 1998 dalam Endang Hantik, 2015).

Konsep terapi modalitas dalam keperawatan kesehatan jiwa terus mengalami


perkembangan disesuaikan dengan masalah yang dialami pasien, intervensi keperawatan
disesuaikan dengan penyebab utama terjadinya masalah keperawatan. Pada pemberian
somatoterapi (terapi somatik), peran perawat difokuskan pada pengenalan jenis farmakoterapi
yang diberikan, mengidentifikasi efek samping, dan kolaborasi penanganan efek samping
obat. Pada pemberian terapi kejang listrik (electroconvulsive therapy—ECT) peran perawat
adalah menyiapkan pasien dan mengevaluasi kondisi pasien

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah itu terapi biologis dan pasien perilaku kekerasan ?
2. Apa saja jenis dari terapi biologis ?
3. Bagaimana peran perawat dalam pemberian ETC?

4
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Terapi biologi


2.1.1 Pengertian Terapi Biologis dan Pasien perilaku kekerasan

Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana

gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep yang lain yang

memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak

mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model medical adalah

pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal

dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu. Pasien dengan perilaku kekerasan

adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai diri sendiri dan individu lain yang

tidak menginginkan tingkah laku tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang

tidak dapat dibatasi

Terapi somatic adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan

tujuan mengubah perilaku yang maladaptive menjadi perilaku yang adaptif dengan

melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang diberi perlakuan

adalah fisik klien tetapi target terapi adalah prilaku klien.

2.1.2 JENIS TERAPI BIOLOGIS

Jenis terapi somatik pada klien gangguan jiwa perilaku kekerasan antara lain:

a. Pengikatan

1. Pengekangan fisik

Pengekangan fisik termasuk penggunaan pengekangan me¬kanik, seperti manset

utk pergelangan tangan & pergelang¬an kaki, serta seperai pengekang, begitu pula

5
isolasi, yaitu dengan menempatkan pasien dlm suatu ruangan dimana dia tdk dpt

keluar atas kemauannya sendiri.

2. Pengekangan mekanik

Jenis pengekangan mekanik adalah

a) camisoles (jaket pengekang)

b) pengekang dgn manset utk pergelangan tangan

c) pengekangan dgn manset untuk pergelangan kaki.

d) pengekangan dengan seprei.

3. Indikasi pengekangan

Indikasi pengekangan yaitu:

a) Perilaku amuk

b) Perilaku agitasi yang tidak dapat dikendalikan dengan pengobatan

c) Ancaman terhadap infegritas fisik

d) Permintaan pasien utk pengendalian perilaku eksternal

b. Isolasi

 Pengertian

Isolasi adalah menempatkan pasien dlm suatu ruang di mana dia tdk dpt keluar dari

ruangan tersebut sesuai kehen¬daknya. Tingkatan pengisolasian dpt berkisar dari

penempat¬an dalam ruangan yg tertutup, tapi tdk terkunci sampai pa¬da penempatan

dlm ruang terkunci dengan kasur tanpa seprei di lantai, kesempatan berkomunikasi yg

dibatasi, & pasien memakai pakaian rumah sakit atau kain terpal yang berat.

Penggunaan kain terpal kurang dpt diterima & hanya di¬gunakan untuk melindungi

pasien aiau orang lain.

 Indikasi penggunaan

6
1. Pengendalian perilaku amuk yang potensial mem¬bahayakan pasien atau orang

lain dan tidak dapat di¬kendalikan oleh orang lain dengan intervensi

pe¬ngekangan yang longgar, seperti kontak interpersonal atau pengobatan

2. Reduksi stimulus lingkungan, terutama jika diminta oleh pasien.

 Kontraindikasi

1. Kebutuhan untuk pengamatan masalah medik

2. Risiko tinggi untuk bunuh diri

3. Potensial tidak dapat mentoleransi deprivasi sensori

4. Hukuman.

c. Fototerapi

Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan

memaparkan klien pada sinar terang 5-20x lebih terang daripada sinar ruangan. Klien

biasanya duduk, mata terbuka, 1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi

mata.

Waktu dilaksanakan foto terapi bervariasi dari orang per orang. Beberapa klien

berespon kalau terapi diberikan pada pagi hari, sementara yang lain lebih berespon

kalau diberikan pada sore hari. Efek terapi ditentukan selain oleh lamanya terapi juga

ditentukan oleh kekuatan cahaya yang digunakan. Dengan kekuatan cahaya sebesar

2500 lux yang diberikan selama 2 jam sehari efeknya sama dalam menurunkan

depresi dengan terapi dengan kekuatan cahaya sebesar 10.000 lux dalam waktu 30

menit sehari.

Terapi sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek yang positif. Kebanyakan klien

membaik setelah 3-5 hari terapi kan tetapi bisa kambuh kembali segera setelah terapi

7
dihentikan. Keuntungan yg lain klien tdk akan mengalami toleransi terhadap terapi

ini.

1. Indikasi

Fototerapi dpt menurunkan 75% gejala depresi yg dialami klien akibat perubahan

cuaca (seasonal affective disorder (SAD)), misalnya pada musim hujan atau

musim dingin (winter) di mana terjadi hujan, mendung terus menerus yang bisa

mencetuskan depresi pada beberapa orang.

2. Mekanisme Kerja :

Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai pengaruh cahaya gelap terang

pd kondisi biologis. Dgn adanya cahaya terang terpapar pd mata akan merangsang

sistem neurotransmiter serotonin & dopamin yang berperanan pada depresi.

3. Efek Samping :

Kebanyakan efek samping yg terjadi meliputi ketegangan pada mata, sakit kepala,

cepat terangsang, insomnia, kelelahan, mual, mata menjadi kering, keluar sekresi

dari hidung dan sinus.

d. Terapi deprivasi tidur

Terapi deprivasi tidur adalah terapi yg diberikan kepada klien degn cara mengurangi

jumlah jam tidur klien. Hasil penelitian ditemukan bahwa 60% klien depresi

mengalami perbaikan yg bermakna setelah jam tidurnya dikurangi selama 1 malam.

Umumnya lama penurangan jam tidur efektif sebanyak 3,5 jam.

1. Indikasi : Terapi deprivasi tidur dianjurkan untuk klien depresi.

2. Mekanisme Kerja:

8
Mekanisme kerja terapi deprivasi tidur ini adalah mengubah neuroendokrin

yang berdampak anti depresan. Dampaknya adalah menurunnya gejala-gejala

depresi.

3. Efek Samping :

Klien yg didiagnosa mengalami gangguan efektif tipe bipolar bila diberikan terapi ini

dapat mengalami gejala mania

2.1.3 Peran Perawat Dalam Pemberian Electroconvulsive Therapy – Ect

Terapi kejang listrik adalah suatu prosedur tindakan pengobatan pada pasien gangguan

jiwa, menggunakan aliran listrik untuk menimbulkan bangkitan kejang umum, berlangsung

sekitar 25–150 detik dengan menggunakan alat khusus yang dirancang aman untuk pasien.

Pada prosedur tradisional, aliran listrik diberikan pada otak melalui dua elektroda dan

ditempatkan pada bagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan) dengan kekuatan aliran

terapeutik untuk menimbulkan kejang. Kejang yang timbul mirip dengan kejang epileptik

tonik-klonik umum. Namun, sebetulnya yang memegang peran penting bukanlah kejang yang

ditampilkan secara motorik, melainkan respons bangkitan listriknya di otak yang

menyebabkan terjadinya perubahan faali dan biokimia otak.

Indikasi pemberian terapi ini adalah sebagai berikut.

1. Depresi berat dengan retardasi motorik, waham (somatik dan bersalah, tidak

ada perhatian lagi terhadap dunia sekelilingnya, ada ide bunuh diri yang

menetap, serta kehilangan berat badan yang berlebihan).

2. Skizofrenia terutama yang akut, katatonik, atau mempunyai gejala afektif

yang menonjol.

9
3. Mania.

Kontraindikasi pemberian terapi ini antara lain sebagai berikut.

1. Tumor intrakranial, hematoma intrakranial.

2. Infark miokardiak akut.

3. Hipertensi Berat

Efek samping pemberian terapi ini meliputi hal berikut.

1. Aritmia jantung.

2. Apnea berkepanjangan.

3. Reaksi toksik atau alergi terhadap obat-obatan yang digunakan untuk ECT.

Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum pelaksanaan ECT adalah sebagai berikut.

1. Persiapan

a. Kelengkapan surat informed consent.

b. Alat-alat yang diperlukan.

1) Tempat tidur beralas papan

2) Alat ECT lengkap

3) Kasa basah untuk lapisan elekroda

4) Alat untuk mengganjal gigi

5) Tabung oksigen dan perlengkapannya

6) Alat pengisap lendir

7) Alat suntik dan obat-obat untuk persiapan kondisi gawat darurat

c. Tindakan perawat pada tahap persiapan sesuai dengan

peran sebagai pelaksanan dan pendidik.

1) Melakukan pemeriksaan fisik pasien secara menyeluruh sebelum

diputuskan untuk melakukan ECT (walaupun tidak ada

kontraindikasi).

10
a) Fungsi vital

b) EKG

c) Rontgen kepala dan rontgen toraks serta rontgen tulang belakang

d) EEG

e) CT scan

f) Pemeriksaan darah dan urine

2) Menjelaskan kepada pasien untuk berpuasa (tidak makan dan

minum) minimal 6 jam sebelum ECT.

3) Menjelaskan kepada pasien akan diberikan premedikasi.

4) Mengobservasi keadaan pasien dan menjelaskan tentang ECT agar

pasien tidak cemas.

5) Menanyakan dan menjelaskan kepada pasien untuk tidak memakai

gigi palsu, perhiasan, ikat rambut, ikat pinggang.

d. Tenaga perawat yang akan membantu sebanyak 3–4 orang.

2. Pelaksanaan

a. Pasien ditidurkan dalam posisi terlentang tanpa bantal dan pakaian

longgar.

b. Bantalan gigi dipasang dan ditahan oleh seorang perawat pada rahang

bawah. Perawat yang lain menahan bagian bahu, pinggul, dan lutut

secara fleksibel agar tidak terjadi gerakan yang mungkin menimbulkan

dislokasi atau fraktur akibat terjadinya kejang-kejang.

c. Aliran listrik diberikan melalui elektroda di pelipis kiri dan kanan yang

telah dilapisi dengan kasa basah. Sebelumnya dokter/psikiater telah

mengatur waktu dan besarnya aliran listrik yang diberikan.

d. Sesaat setelah aliran listrik diberikan, maka akan terjadi kejang-kejang

11
yang didahului oleh fase kejang tonik-klonik, serta timbul apnea

beberapa saat dan baru terjadi kembali pernapasan spontan.

e. Saat menunggu pernapasan kembali merupakan saat yang penting. Bila

apnea berlangsung terlalu lama, maka perlu dibantu dengan pemberian

oksigen dan pernapasan buatan atau tindakan lain yang diperlukan.

3. Observasi pasca-ECT

Pada fase ini perawat harus mengobservasi dan mengantisipasi tindakan yang harus

dilakukan karena kesadaran pasien belum pulih walaupun kondisi vital telah berfungsi

normal kembali (tetap monitor kondisi vital). Selain itu, harus tetap berada didamping pasien

agar pasien menjadi aman dan nyaman. ECT biasanya diberikan dalam satu seri yang terdiri

atas 6–12 kali (kadang-kadang diperlukan sampai 20 kali) pemberian dengan dosis 2–3 kali

per minggu

2.1.4 Langkah-langkah Terapi Biologi

1. Perkenalan dengan klien dengan komunikasi yang baik secara lembut dan sabar

dengan prinsip bina hubungan saling percaya

2. Mengajak klien melakukan diskusi secara empat mata dan mencoba berdiskusi secara

mendalam mengenai perasaan klien, hal apa yang membuatnya terbebani.

3. Melaksanakan tindakan strategi pelaksanaan halusinasi dengan tujuan mengurangi

frekuensi halusinasi pada klien, dengan cara sebagai berikut:

SP 1: Menghardik perilaku kekerasan

a) Membantu pasien mengenali perilaku kekerasan , perawat menggali informasi kepada


pasien tentang isi perilaku kekerasan (apa yang di dengar), waktu terjadi perilaku
kekerasan , frequensi terjadinya perilaku kekerasan, situasi yang menyebabkan
perilaku kekerasan muncul, dan respon pasien saat perilaku kekerasan muncul.

12
b) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara menghardik, menghardik
merupakan cara untuk mengendalikan perilaku kekerasan saat perilaku kekerasan
muncul.

SP 2 Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara bercakap-cakap dengan


orang lain

Ketika pasien bercakap cakap dengan orang lain maka akan terjadi distraksi yaitu
perhatian pasien akan beralih dari ke percakapan dengan orang lain.

SP 3 Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara melakukan aktivitas secara
terjadwal

Aktivitas yang terjadwal dapat membuat pasien tidak akan mempunyai waktu luang yang
seringkali menjadi pencetus terjadinya perilaku kekerasan. Intervensi yang dilakukan
perawat yaitu menjelaskan pentingnya aktivitas untuk mengatasi perilaku kekerasan.
mendiskusikan aktivitas apa yang mau dimasukan kedalam jadwal. melatih aktivitas
kepada pasien, Menyusun jadwal aktivitas sehari- hari sesuai dengan aktivitas yang di
latih, dan memantau pelaksanaan jadwal kegiatan pasien.

SP 4: Melatih menggunakan obat secara teratur

Perawat melakukan intervensi diantaranya yaitu menjelaskan kegunaan obat, akibat bila
putus obat, dan cara minum obat.

13
BAB III TINJUAN TEORITIS

3 .1 Konsep Risiko Perilaku Kekerasan


2.2.1 Defenisi
Perilaku kekerasan adalah merupakan bentuk kekerasan dan pemaksaan secara fisik
maupun verbal ditunjukkan kepada diri sendiri maupun orang lain. Perilaku kekerasan adalah
salah satu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologi. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan seringdipandang sebagai rentang dimana
agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yanglain. Suatu keadaan
yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi, benci atau marah.Hal ini akan mempengaruhi
perilaku seseorang. Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut terkadang perilaku
menjadi agresif atau melukai karena penggunaan koping yang kurang bagus.(Kandar &
Iswanti, 2019).
2.2.2 Tanda Dan Gejala
Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan standar asuhan keperawatan jiwa
dengan masalah risiko perilaku kekerasan, (Pardede, 2020) :
Subjektif
a. Mengungkapkan perasaan kesal atau marah.
b. Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
c. Klien suka membentak dan menyerang orang lain.

Objektif
a. Mata melotot/pandangn tajam.
b. Tangan mengepal dan Rahang mengatup.
c. Wajah memerah.
d. Postur tubuh kaku.
e. Mengancam dan Mengumpat dengan kata-kata kotor
f. Suara keras.
g. Bicara kasar, ketus.
h. Menyerang orang lain dan Melukai diri sendiri/orang lain.
i. Merusak lingkungan.
j. Amuk/agresif.
2.2.3 Rentang Respon Marah
Adaptif Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk
Keterangan :

14
1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau
tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi
dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat
menimbulkan kemarahan.
3. Pasif adalah respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif bisaanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat
bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan
sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
5. Amuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan control diri. Pada
keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
2.2.4 Etiologi
Penyebab dari perilaku kekerasan bukan terdiri cuman satu factor tetapi termasuk juga
faktor keluarga, media, teman, lingkungan,biologis. Perilaku kekerasan dapat menimbulkan
dampak sepertigangguan psikologis, merasa tidak aman, tertutup, kurng percaya diri,r siko
bunuh diri,depresi, harga diri rendah, ketidak berdayaan, isolasisosial (Putri, Arif &
Renidayati 2020).
Menurut Direja (2016), ada beberapa faktor penyebab perilakukekerasan seperti :
1. Faktor predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakanfaktor predisposisi, artinya
mungkinterjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut di alami oleh
individu :

a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian menyenagkan atau
perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau sanksi penganiayaan.
b. Perilaku reinforcement
Yang diterima saat melakukan kekerasan, dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Teori psikoanalitik
Menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi
dapat meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam
hidupnya.
2. Faktor presipitasi Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
injuri fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Faktor pencetus sebagai berikut:
a. Klien : kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh agresif dan
masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam
baik internal maupun eksternal.
2.1.5 Penatalaksanaan
Penatalaksaan perilaku kekerasan bisa juga dengan melakukan terapirestrain. Restrain
adalah aplikasi langsung kekuatan fisik padaindividu, tanpa injin individu tersebut, untuk

15
mengatasi kebebasangerak, terapi ini melibatkan penggunaan alat mekanis atau manualuntuk
membatasi mobilitas fisik pasien. Terapi restraindapatdiindikasikan untuk melindungi pasien
atau orang lain dari cidera padasaat pasien lagi marah ataupun amuk (Hastuti, Agustina,
&Widiyatmoko 2019).
Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengatasi resiko perilakukekerasan yaitu
melakukan Strategi Pelaksanaan (SP) yang dilakukanoleh klien dengan perilaku kekerasan
adalah diskusi mengenai caramengontrol perilaku kekerasan secara fisik, obat, verbal, dan
spiritual.Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dapat dilakukan dengancara latihan tarik
nafas dalam, dan pukul kasur atau bantal.Mengontrol secara verbal yaitu dengan cara
menolak dengan baik,meminta dengan baik, dan mengungkapka dengan baik.
Mengontrolperilaku kekerasan secara spiritual dengan cara shalat dan
berdoa.Sertamengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat secarateratur dengan prinsip
lima benar (benar klien, benar nama obat, benarcara minum obat, benar waktu minum obat,
dan benar dosis obat), (Sujarwo & Livana, 2018).

3.2 Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Riwayat ketidakjelasan nama atau identitas serta pendidikanyang rendah, atau riwayat putus
sekolah yangmengakibatkan perkembangan kurang efektif. Status sosialtuna wisma,
kehidupan terisolasi (kehilangan kontak sosial,misal pada lansia). Agama dan keyakinan
klien tidak bisamenjelaskan aktivitas keagamaan secara rutin (MelliaTrisyani Putri, 2020).
2. Alasan masuk
Biasanya klien masuk dengan alasan sering mengamuktanpa sebab, memukul, membanting,
mengancam,menyerang orang lain, melukai diri sendiri, mengganggulingkungan, bersifat
kasar dan pernah mengalami gangguanjiwa dimasa lalu kambuh karena tidak mau minum
obatsecara teratur (Keliat,2016).
3. Faktor Predisposisi
a) Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwapada masa lalu dan pernah dirawat atau
baru pertamakali mengalami gangguan jiwa (Parwati, Dewi &Saputra 2018).
b) Biasanya klien berobat untuk pertama kalinyakedukun sebagai alternative serta memasung
dan bilatidak berhasil baru di bawa kerumah sakit jiwa.
c) Trauma. Biasnya klien pernah mengalami ataumenyaksikan penganiayaan fisik, seksual,
penolakan, dari lingkungan.
d) Biasanya ada anggota keluarga yang mengalamigangguan jiwa, kalau ada hubungan
dengankeluarga, gejala, pengobatan dan perawatan.
e) Biasanya klien pernah mengalami pengalaman masalalu yang tidak menyenangkan
misalnya, perasaanditolak, dihina, dianiaya, penolakan dari lingkungan
4. Fisik
Pengkajian fisik
a) Ukur dan observasi tanda-tanda vital seperti tekanandarah akan bertambah naik, nadi
cepat, suhu,pernapasan terlihat cepat.
b) Ukur tinggi badan dan berat badan.

16
c) Yang kita temukan pada klien dengan prilakukekerasan pada saat pemeriksaan fisik (mata
melotot,pandangan tajam, tangan mengepal, rahangmengatup, wajah memerah)
d) Verbal (mengancam, mengupat kata-kata kotor,berbicara kasar dan ketus).
5. Psikososial
a) Genogram
Genogram dibuat 3 generasi keatas yang dapatmenggambarkan hubungan klien dengan
keluarga.Tiga generasi ini dimaksud jangkauan yang mudahdiingat oleh klien maupun
keluarga apa disaatpengkajian.
b) Konsep diri
Biasanya ada anggota tubuh klien yang tidak disukaiklien yang mempengaruhi keadaan klien
saatberhubungan dengan orang lain sehingga klienmerasa terhina, diejek dengan kondisinya
tersebut.
c) Identitas
Biasanya pada klien dengan prilaku kekerasan tidakpuas dengan pekerjaannya, tidak puas
denganstatusnya, baik disekolah, tempat kerja dan dalamlingkungan tempat tinggal
d) Harga diri
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasanhubungan dengan orang lain akan terlihat
baik,harmoni sata terdapat penolakan atau klien merasatidak berharga, dihina, diejek dalam
lingkungankeluarga maupun diluar lingkungan keluarga.

e) Peran diri
Biasanya klien memiliki masalah dengan peranatautugas yang diembannya dalam keluarga,
kelompokatau masyarakat dan biasanya klien tidak mampumelaksanakan tugas dan peran
tersebut dan merasatidak berguna.
f) Ideal diri
Biasanya klien memilki harapan yang tinggiterhadap tubuh, posisi dan perannya baik dalam
keluarga, sekolah, tempat kerja dan masyarakat.
6. Hubungan social
a) Orang yang berarti Tempat mengadu, berbicara
b) Kegiatan yang diikuti klien dalam masyarakat danapakahklien berperan aktif dalam
kelompok tersebut
c) Hambatan dalam berhubungan dengan oranglain/tingkat keterlibatan klien dalam
hubunganmasyarakat.
7. Spiritual
a) Nilai dan keyakinan
Biasanya klien mengatakan bahwa dia tidak mengalamigangguan jiwa.
b) Kegiatan ibadah
c) Biasaya dalam selama sakit klien jarang melakukanibadah.
8. Status mental
a) Penampilan.
b) Biasanya penampilan klien kotor.
c) Pembicaraan.

17
d) Biasanya pada klien prilaku kekerasan pada saatdilakukan pengkajian bicara cepat,keras,
kasar, nadatinggi dan mudah tersinggung.
e) Aktivitas motoric
f) Biasanya aktivitas motoric klien dengan prilakukekerasan akan terlihat tegang, gelisah,
gerakan ototmuka berubah-ubah, gemetar, tangan mengepal, danrahang dengan kuat.
g) Alam perasaan
Biasanya akan merasa sedih dan menyesali apa yangtelah dilakukan
h) Efek
Biasanya klien mudah tersinggung dan sering marahmarahtanpa sebab
i) Interaksi selama wawancara
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan akanterlihat bermusuhan, curiga, tidak
kooperatif, tidak maumenatap lawan bicara dan mudah tersinggung.
j) Persepsi
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan masih dapatmenjawab pertanyaan dengan jelas.
k) Isi Pikir
Biasanya klien meyakini dirinya tidak sakit, dan baikbaiksaja.
l) Tingkat kesadaran
Biasanya klien prilaku kekerasan kadang tampakbingung,m) MemoriBiasanya klien diwaktu
wawancara dapat mengingatkejadian yang terjadi dan mengalami gangguan dayaingat jangka
panjang.
n) Kemampuan penilaian
Biasanya klien mengalami kemampuan penilaian ringandan sedang dan tidak mampu
mengambil keputusan
o) Daya fikir diri
Biasanya klien mengingkari penyakit yang dideritanya
9. Kebutuhan persiapan pulang
a) Makan
Biasanya klien tidak mengalami perubahan
b) BAB/BAK
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan tidakada gangguan
c) Mandi
Biasanya klien jarang mandi, tidak menyikat gigi,jarang mencuci rambut dan bercukur atau
berhias.Badan klien sangat bau dan kotor, dan klien hanyamelakukan kebersihan diri jika
disuruh.
d) BerpakaianBiasanya klien jarang mengganti pakaian, dan tidakmau berdandan. Klien tidak
mampu mengenakanpakaian dengan sesuai dan klien tidak mengenakan alaskaki
e) Istirahat dan tidur
Biasanya klien tidak melakukan persiapan sebelumtidur, seperti: menyikat gigi, cucu kaki,
berdoa. Dansesudah tidur seperti: merapikan tempat tidur, mandiatau cuci muka dan
menyikat gigi. Frekuensi tidur klien1berubah-ubah, kadang nyenyak dan kadang gaduh atau
tidak tidur.
f) Penggunaan obat

18
Biasanya klien mengatakan minum obat 3 kali seharidan klien tidak mengetahui fungsi obat
dan akibat jika putus minum obat.
g) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya klien tidak memperhatikan kesehatannya, dantidak peduli tentang bagaimana cara
yang baik untuk merawat dirinya.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pohon masalah dari teori (Nursali,Damaiyanti, 2018)) bahwa perilaku
kekerasan disebabkanoleh halusinasi pendengaran, akan berakibat resikomencederai diri
sendiri dan orang lain, dan lingkungan, darihalusinasi dapat berakibat terjadi mencedarai
orang 12 lain.Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien denganperilaku kekerasan,
halusinasi pendengaran, isolasi sosialdan harga diri rendah.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosagangguan persepsi sensori
RPK meliputi pemberiantindakan keperawatan berupa terapi (Sulah, Pratiwi, &Teguh. 2016)
yaitu :
1. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas
dalam dan memukul kasur/ bantal
2. Minum obat secara teratur.
3. kontrol perilaku kekerasan dengan cara berbicara baikbaik
4. spiritual
Strategi pelaksanaan pasien dengan risiko perilakukekerasan ada 4 cara antara lain SP 1
(identifikasipenyebab, tanda-tanda, jenis perilaku kekerasan yangdilakukan dan latihan
caramengontrol perilaku kekerasansecara fisik : tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal), SP
2 (Latihan minum obat), SP 3 (Latihan secara verbal 3 carayaitu mengungkapkan, meminta,
dan menolak denganbenar), SP 4 (Latihan cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan berdoa).
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakankeperawatan. Pada situasi nyata sering
pelaksanaan jauhberbeda dengan rencana, hal ini terjadi
karenaperawatbelumterbiasamenggunakan rencana tertulis dalammelaksanakan tindakan
keperawatan. Sebelummelaksanakan tindakan keperawatan yang sudahdirencanakan,
perawatperlu memvalidasi dengan singkatapakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan kliensesuai dengan kondisinya (here and now). Perawat jugamenilai diri sendiri,
apakah kemampuan interpersonal,
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah proses hasil atau sumatif dilakukan denganmembandingkan respon
klien pada tujuan umum dantujuan khusus yang telah ditentukan.RPK pendengarantidak
terjadi perilaku kekerasan, klien dapat membinahubungan saling percaya, klien dapat
mengenal RPKnya,klien dapat mengontrol RPK dari jangka waktu 4x24 jamdidapatkan data
subjektif keluarga menyatakan senangkarena sudah diajarkan teknik mengontrol RPK,
keluargamenyatakan pasien mampu melakukan beberapa teknikmengontrol RPK. Data
objektif pasien tampak berbicarasendiri saat RPK itu datang, pasien dapat

19
berbincangbincangdengan orang lain, pasien mampu melakukanaktivitas terjadwal, dan
minum obat secara teratur ( Aji,2019 )

BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
klien masuk ke yayasan pemenang jiwa yaitu klien suka marah marah dirumah dan suka

berbicara sendiri dan Klien pernah mengalami gangguan jiwa selama 5 tahun yang lalu.

Tidak ada anggota yang mengalami gagguan jiwa. Dalam keluarga hanya pasien yang

mengalami gangguan jiwa. .Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik klien tidak memiliki

keluhan, dan saat dilakukan TTV didapatkan hasil :

 TD:120/80 mmHg

 ○HR: 84 x/menit

 Temp: 36,7 0C

 RR: 24x/menit

Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

4.1 Identitas Klien

Inisial : Ny. R

Alamat : Jln. Anggrek Simpang selayang no.76

Tanggal Pengkajian : 25 Februari 2021

Umur : 31Tahun

Agama : Kristen Protestan

Status : Belum Menikah

Infoment : Status pasien dan komunikasi dengan pasien

20
3.2 Keluhan Utama

Keluhan klien masuk ke yayasan pemenang jiwa yaitu klien suka marahmarah dirumah dan

suka berbicara sendiri

3.3 Faktor Predisposisi

Klien pernah mengalami gangguan jiwa selama 5 tahun yang lalu. Tidak ada anggota yang

mengalami gagguan jiwa. Dalam keluarga hanya pasien yang mengalami gangguan jiwa.

Masalah keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan

3.4 Fisik

Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik klien tidak memiliki keluhan, dan saat dilakukan TTV

didapatkan hasil :

 TD:120/80 mmHg

 ○HR: 84 x/menit

 Temp: 36,7 0C

 RR: 24x/menit

 TB: 158 cm

 BB: 67 K

3.5. Konsep Diri

a) Gambaran diri

Klien menyukai seluruh tubuhnya dan tidak ada yang cacat

b) Identitas

21
Klien anak ke 5 dari 6 bersaudara, klien hanya lulusan SMP yang saatini tidak memiliki

pekerjaan

c) Peran

Klien berperan sebagai anak dikeluarga, klien tinggal bersamakeluarganya

d) Ideal diri

Klien merasa malu karena klien dirawat di Yayasan Pemenang JiwaSumatera dan ingin cepat

pulang ke rumah.

e) Harga diri

Klien merasa tidak berarti lagi di keluarga karena tidak menikah,sehingga keluarga

mengasingkan, klien mengatakan merasa bosanberada di Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera

Masalah keperawatan : Harga Diri Rendah

3.6 Hubungan Sosial

a) Orang yang berarti

Klien mengatakan bahwa keluarganya adalah orang yang sangat berarti baginya terutama

ibunya, pasien juga mengatakan menyesal telah berperilaku tidak baik pada keluarganya di

rumah.

b) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat

Klien mengatakan tidak mengikuti kegiatan di masyarakat tetapi mengikuti kegiatan

kelompok seperti beribadah

c) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Klien mengatakan sulit berinteraksi dan bersosial di luar lingkunganyayasan karena diawasi

sangat ketat. Tetapi untuk berinteraksi didalam yayasan pasien mengatakan tidak memiliki

hambatan

3.5.4 Spritual

22
1) Nilai dan Keyakinan : klien beragama kristen protestan dan yakindengan agama yang

dianutnya.

2) Kegiatan Ibadah : Selama dirawat diyayasan pemenang jiwa klienselalu mengikuti

kegiatan beribadah terjadwal setiap harinya.

3.5.5 Status Mental

a) Penampilan

Penampilan pasien rapi seperti berpakaian biasa pada umumnya.

b) Pembicaraan

Klien berbicara lambat dan pandangan kebawah.

c) Aktivitas motoric

Klien mengatakan bisa melakukan aktivitas sehari-hari.

d) Alam perasaan

Klien tidak mampu megespresikan perasaan sesuai kondisi pada saat

emosi.

Masalah keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan

e) Afek

klien merespon saat di panggil tetapi pandangan kebawah.

Masalah Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan.

f) Interaksi selama wawancara

Selama diwawancara pasien bersifat koperatif.

g) Proses Pikir

Klien mampu berbicara sesuai topik pembicaraan dan dapat meresponumpan balik dan dapat

mengulang hal penting yang disampaikanperawat.

h) Tingkat Kesadaran Pasien tidak mengalami gangguan orientasi, pasien

23
mengenali, waktu, orang dan tempat.

i) Memori

Klien mampu mengingat kejadian-kejadian saat melakukan pemukulankepada ibunya

Masalah Keperawata : Risiko Perilaku Kekerasan.

j) Tingkat Konsentrasi dan berhitung

Klien mampu menjawab pertanyaan berupa hitungan sederhana

k) Kemampuan penilaian

Klien dapat membedakantempat yang bersih dan kotor. Daya tilik diriPasien mengatakan

sadar dirinya mengalami gangguan jiwa, namunpasien menggikarinya.

Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah

3.6 Kebutuhan Persiapan Pulang

1. Makan, Minum, BAB/BAK

Klien dapat mengambil makan dan minum dan dapat kekamar mandiuntuk BAB/BAK secara

mandiri.

2. Mandi, Berpakaian/berhias

Klien megatakan mampu untuk mandi dan berpakaian secara mandiri.

3. Istrahat dan tidur

Tidur Siang pukul13.00 wib s/d 16.30 wib,Tidur malam pukul 22.00 wibs/d 05.00 wib,

Kegiatan sebelum/sesudah : Beribadah sesuai jadwal danmengikuti jalan santai.

3.7 Mekanisme Koping

Klien mengatakan jika pada saat klien emosi selalu marah-marah dan ingin

Memukul

Masalah Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan

24
3.8 Masalah Psikososial Dan Lingkungan

Masalah dengan dukungan kelompok, spesifik : klien megatakan dukunganpsikososial dan

lingkungan di Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera sangat baik

3.9 Pengetahuan Kurang Tentang

Klien mengatakan jika sedang emosi dia delalu marah-marah dan inginmemukul sesuatu,

namun pasien tidak tau tentang gangguan jiwa yangdialaminya dan hanya mengetahui bahwa

ada obat yang harus terus dikonsumsi ketika pengawas di yayasan sudah memerintahkannya.

Masalah Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan.

3.10 Aspek Medis

Diagnosa Medik :

1. Risiko Perilaku Kekerasan

2. Halusinasi Pendengaran

3. Harga Diri Rendah

Terapi Medik :

1. Pemberian/minum obat kepada pasien secara teratur.

a. Resperidone(RSP) tablet 2 mg 2x1

1.11 Analisa

NO Identifikasi Data Diagnosa Keperawatan

1 DS : Resiko perilaku kekerasaan

Klien mengatakan bahwa dia tidak taualasannya

25
kenapa keluarganyamembawa dia ke yayasan, namun

pasien sadar bahwa keluarganya takut kalau dia

marah-marah dirumah

DO:

Klien tampak memandang orang laindengan tatapan

seperti bermusuhan dan mengepalkan tangannya

2 DS: Halusinasi pendengaran

Klien mengatakan sering mendengansuara bisikan

yang menyuruhnya untukmarah-marah

DO:

Klien tampak senyum-senyum dan berbicara sendiri

3 DS: Harga diri rendah

Klien merasa minder dengan orang lain yang

memiliki pasangan,

DO:

Klien tampak sering menunduk

3.11 Daftar Masalah Keperawatan

a) Resiko Perilaku Kekerasan

b) Halusinasi Pendengaran

c) Harga Diri Rendah

3.12 Pohon Masalah

Resiko Perilaku Kekerasan

26
Gangguan Persepsi :

Halusinasi Pendengaran

Gangguan Konseop Diri :

Harga Diri Rendah

3.13 Diagnosa Prioritas

Resiko Perilaku Kekerasan

3.14 Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Keperawatan Intervensi

1. Perilaku kekerasan Sp 1

DS: Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara

Pasien mengatakan bahwa dia tarik nafas dalam dan memukul kasur/ bantal

suka marah-marah dan bawaanya Sp 2

ingin memukul orang Kontrol perilaku kekerasan dengan cara

Lain meminum obat secara teratur

DO: Sp 3

Klien tampak memandang orang kontrol perilaku kekerasan dengan cara

lain dengan tatapan seperti berbicara baik-baik

bermusuhan dan mengepalkan Sp 4

tangannya Spritual

2 Halusinasi Sp 1

DS: Mengidentifikasi isi, frekuensi,waktu terjadi,

27
Klien mengatakan sering situasi pencetus,perasaan dan respon

mendengar bisik-bisikan yang halusinasi.

menyuruhnya untuk marahmarah Mengontrol halusinasi dengan caramenghardik

DO: Sp 2

Pasien tampak senyum-senyum Mengontrol halusinasi dengan cara meminum

dan berbicara sendiri oabat secara teratur

Sp 3

Mengontrol halusinasi dengan cara berbicara-

bicara dengan orang lain

Sp 4

Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan

kegiatan terjadwal

3 Harga Diri Redndah Sp 1

DS: Mengidentifikasi kemampuan danaspek positif

Pasien merasa minder dengan yang dimiliki olehpasien

orang lain yang memiliki Sp 2

pasangan,  Menilai kemampuan yangdigunakan

DO:  Menetapkan/ memilikikegiatan sesuai

Pasien tampak sering menunduk kemampuan

 Melatih kegiatan sesua ikemampuan yang

dipilih

Sp 3

Melatih kegiatan sesua ikemampuan yang

dipilih 2

Sp 4

28
Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang

dipilih 3

implementasi dan evaluasi keperawatan

Hari / Implementasi Evaluasi

Tanggal

Selasa, 1.Data : S : klien merasasemangat

16 Tanda dan gejala : mudah marah,tatapan sinis, dalammengikuti intruksi

maret mudah tersinggung ,suka menyendiri, dan merasa dariperawat

2021 tidakdihargai O:

10.00 2.Diagnosa Keperawatan :  Klien mampumelakukan

wib  risiko perilaku kekerasan tariknafas dalamdengan

 halusinasi mandiri

 harga diri rendah  Klien

3.Tindakan Keperawatan : mampumelakukanpukul

SP 1 Risiko Perilaku Kekerasan kasur danbantal secara

 mengidentifikasi penyebab risikoperilaku mandiri

kekerasan yaitu jikakemauan klien tidak diturutin A: Risiko perilaku kekerasan

 mengidentifikasi tanda dangejala risiko (+)

perilaku kekerasanyaitu pasien marah, P:

mengamuktanpa alasan yang jelas,  Tarik nafas

merusakbarang-barang dan cenderungMmelukai dalam 1x/ hari

orang lain  Pukul kasur

 menyebutkan cara mengontrol risiko perilaku bantal 1x/ hari

29
kekerasan dengan Latihan fisik:

a) tarik nafas dalam

b) pukul kasur bantal

 Membantu klien tarik nafas dalam dan pukul

kasur bantal

4.RTL

SP 2 Risiko Perilaku Kekerasan

 Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara

minum obat secarateratur

Kamis 1.Data S: klien merasa bahagiadan

18 Tanda dan gejala : mudah marah,tatapan sinis, bersemangat setelah

maret mudah tersinggung ,suka menyendiri, dan merasa mengikuti yang diajarkan

2021 tidakdihargai oleh perawat

11.00 2.Diagnosa Keperawatan O:

wib  Risiko Perilaku Kekerasan  Klien mampu melakukan

3.Tindakan Keperawatan teknik relaksasi nafas dalam

SP 2 Risiko Perilaku Kekerasan  Klien mampu pukul

 Mengevaluasi kemampuan klienuntuk tarik kasur/

nafas dalam danpukul kasur bantal bantal secara mandiri

 Memberikan informasipenggunaan obat secara  Klien mampu mengontrol

teratur dengan cara minum obat

4.RTL secara teratur

SP 3 Risiko perilaku kekerasanKomunikasi A : Risiko perilaku

secara verbal : asertif / berbicara baik-baik kekerasan (+)

30
P:

 Latihan tarik nafas dalam

dan pukul kasur

bantal 1x/ hari

 Minum obat

secara teratur

 Klien mampu melakukan

Komunikasi secara verbal :

asertif/ berbicara baik-baik

Selasa 1.Data S : klien merasa senang

22 Tanda dan gejala : mudah marah, mudah dan bersemangat

maret tersinggung, dan suka menyendiri Kemampuan O : klien mampu

2021 yang dimiliki : menyapu halaman dan mencuci melaksanakan beribadah

10.00 baju dengan baik

wib 2.Diagnosa Keperawatan A : Resiko perilaku

 Resiko Perilaku Kekerasan kekerasan (+)

3.Tindakan Keperawatan P:

SP 4 Risiko Perilaku Kekerasan  Latihan tarik

 Mengevaluasi kemampuan pasien dalam pasien dalam melakukan

melakukan teknik relaksasi nafas dalam, pukul teknikrelaksasi nafas dalam,

kasur / bantal , minum obat secara teratur , dan pukulkasur / bantal , minum

berbicara baik-baik obatsecara teratur , dan

 Melatih pasien untukmelaksanakan kegiatan berbicarabaik-baik

spiritual yang sudah diatur  Melatih pasien untuk

4.RTL melaksanakan kegiatan

31
Risiko perilaku kekerasan : follow up dan spiritualyang sudah diatur

evaluasi SP 1-4 Resiko perilaku kekerasan 4.RTL

Risiko perilaku kekerasan :

follow up dan evaluasi SP 1-

4 Resiko perilaku

Kekerasan nafas dalam dan

pukul kasur

bantal

 Minum obat secara teratur

 Latihanmelakukan

komunikasisecara verbal :

asertif /berbicara baikbaik

 Latihan klien untuk

Melaksanakan kegiatan

spiritual

32
BAB V

PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana

gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep yang lain yang

memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak

mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model medical adalah

pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal

dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu.

Jenis terapi biologis meliputi terapi obat, terapi elektrokonvulsif dan terapi psikosurgery.

Pada gangguan jiwa di lakukan terapi biologis seperti pengikatan, isolasi, terapi kejang

listrik, dan fototerapi

5.2 Saran

Sampai dengan saat ini belum ada jenis terapi modalitas tunggal yang dapat

mengatasi semua masalah gangguan jiwa klien. Kombinasi terapi modalitas merupakan suatu

keharusan. Untuk itu perawat mempunyai peranan yang sangat penting untuk

mengkombinasikan berbagai terapi modalitas sehingga perubahan prilaku yang di capai akan

maksimal. Untuk mencapai langkah ini tentu di perlukan tingkatan kemampuan perawat

33
dalam melaksanakan berbagai pendekatan/strategi terapi modalitas ini. Belajar berkelanjutan

karenanya menjadi hal yang wajib di lakukan bagi setiap perawat jiwa

Daftar Pustaka

.Vithiya Chandra Sagaran1, Menkher Manjas Rosfita Rasyid3, 589.Ann, ISACCS.


(2009 ). Keprawatan Kesehatan Jiwa Dan Psikiatrik 

Sue, D., Sue, D. W., Sue, S. Understanding Abnormal Behavior. 2010. USA: Wadsworth,
Cengage Learning.

Yusuf, Ah.Rzky F,Hanik Endang. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika

Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Hulu, E. P. (2020). Efektivitas BehaviourTherapy Terhadap
Risiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Di RumahSakit Jiwa Prof. Dr.
Muhammad Ildrem Provsu Medan. Jurnal Mutiara Ners, 3(1),8-
14.http://114.7.97.221/index.php/NERS/article/ view/1005

Pitayanti, A., & Hartono, A. (2020). Sosialisasi Penyakit Skizofrenia DalamRangka


Mengurangi Stigma Negatif Warga di Desa Tambakmas Kebonsari-Madiun. Journal of
Community Engagement in Health, 3(2), 300-
303.https://jceh.org/index.php/JCEH/article/view/83/78

34

You might also like