Professional Documents
Culture Documents
Terapi Biologi Askep Perilaku Kekerasan
Terapi Biologi Askep Perilaku Kekerasan
KEKERASAN
Disusun oleh
KELOMPOK 3
ANANDA PRATIWI
SOFIA JAMILA
NOFIA
1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat tuhan yang maha esa, yang telah
melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga sehingga kami dapat
menyelesaikan askep yang berjudul: “TERAPI BIOLOGI PADAPASIEN GANGGUAN
JIWA PERILAKU KEKERASAN ”.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB I PENDALUAN.................................................................................................................................4
2.1 LATAR BELAKANG.......................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................5
2.1 Terapi biologi..................................................................................................................................5
2.1.3 Peran Perawat Dalam Pemberian Electroconvulsive Therapy – Ect................................9
BAB III TINJUAN TEORITIS...................................................................................................................14
BAB IV.................................................................................................................................................20
ASUHAN KEPERAWATAN....................................................................................................................20
BAB V...................................................................................................................................................33
PENUTUP.............................................................................................................................................33
Daftar Pustaka.....................................................................................................................................34
3
BAB I PENDALUAN
Terapi modalitas adalah berbagai macam alternatif terapi yang dapat diberikan pada
pasien gangguan jiwa. Gangguan jiwa merupakan berbagai bentuk penyimpangan perilaku
dengan penyebab pasti belum jelas. Oleh karenanya, diperlukan pengkajian secara mendalam
untuk mendapatkan faktor pencetus dan pemicu terjadinya gangguan jiwa. Selain itu, masalah
kepribadian awal, kondisi fisik pasien, situasi keluarga, dan masyarakat juga memengaruhi
terjadinya gangguan jiwa.
Maramis mengidentifikasi penyebab gangguan dapat berasal dari masalah fisik, kondisi
kejiwaan (psikologis), dan masalah sosial (lingkungan). Apabila gangguan jiwa disebabkan
karena masalah fisik, yaitu terjadinya gangguan keseimbangan neurotransmiter yang
mengendalikan perilaku manusia, maka pilihan pengobatan pada farmakologi. Apabila
penyebab gangguan jiwa karena masalah psikologis, maka dapat diselesaikan secara
psikologis. Apabila penyebab gangguan karena masalah lingkungan sosial, maka pilihan
terapi difokuskan pada manipulasi lingkungan. Dengan demikian, berbagai macam terapi
dalam keperawatan kesehatan jiwa dapat berupa somatoterapi, psikoterapi, dan terapi
lingkungan (Maramis, 1998 dalam Endang Hantik, 2015).
4
BAB II PEMBAHASAN
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana
gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep yang lain yang
memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak
pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal
dipercaya akibat adanya perubahan biokimiawi tertentu. Pasien dengan perilaku kekerasan
adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai diri sendiri dan individu lain yang
tidak menginginkan tingkah laku tersebut yang disertai dengan perilaku mengamuk yang
Terapi somatic adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan gangguan jiwa dengan
tujuan mengubah perilaku yang maladaptive menjadi perilaku yang adaptif dengan
melakukan tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik klien. Walaupun yang diberi perlakuan
Jenis terapi somatik pada klien gangguan jiwa perilaku kekerasan antara lain:
a. Pengikatan
1. Pengekangan fisik
utk pergelangan tangan & pergelang¬an kaki, serta seperai pengekang, begitu pula
5
isolasi, yaitu dengan menempatkan pasien dlm suatu ruangan dimana dia tdk dpt
2. Pengekangan mekanik
3. Indikasi pengekangan
a) Perilaku amuk
b. Isolasi
Pengertian
Isolasi adalah menempatkan pasien dlm suatu ruang di mana dia tdk dpt keluar dari
penempat¬an dalam ruangan yg tertutup, tapi tdk terkunci sampai pa¬da penempatan
dlm ruang terkunci dengan kasur tanpa seprei di lantai, kesempatan berkomunikasi yg
dibatasi, & pasien memakai pakaian rumah sakit atau kain terpal yang berat.
Penggunaan kain terpal kurang dpt diterima & hanya di¬gunakan untuk melindungi
Indikasi penggunaan
6
1. Pengendalian perilaku amuk yang potensial mem¬bahayakan pasien atau orang
lain dan tidak dapat di¬kendalikan oleh orang lain dengan intervensi
Kontraindikasi
4. Hukuman.
c. Fototerapi
Foto terapi atau terapi sinar adalah terapi somatik pilihan. Terapi ini diberikan dengan
memaparkan klien pada sinar terang 5-20x lebih terang daripada sinar ruangan. Klien
biasanya duduk, mata terbuka, 1,5 meter di depan klien diletakkan lampu setinggi
mata.
Waktu dilaksanakan foto terapi bervariasi dari orang per orang. Beberapa klien
berespon kalau terapi diberikan pada pagi hari, sementara yang lain lebih berespon
kalau diberikan pada sore hari. Efek terapi ditentukan selain oleh lamanya terapi juga
ditentukan oleh kekuatan cahaya yang digunakan. Dengan kekuatan cahaya sebesar
2500 lux yang diberikan selama 2 jam sehari efeknya sama dalam menurunkan
depresi dengan terapi dengan kekuatan cahaya sebesar 10.000 lux dalam waktu 30
menit sehari.
Terapi sinar sangat bermanfaat dan menimbulkan efek yang positif. Kebanyakan klien
membaik setelah 3-5 hari terapi kan tetapi bisa kambuh kembali segera setelah terapi
7
dihentikan. Keuntungan yg lain klien tdk akan mengalami toleransi terhadap terapi
ini.
1. Indikasi
Fototerapi dpt menurunkan 75% gejala depresi yg dialami klien akibat perubahan
cuaca (seasonal affective disorder (SAD)), misalnya pada musim hujan atau
musim dingin (winter) di mana terjadi hujan, mendung terus menerus yang bisa
2. Mekanisme Kerja :
Fototerapi bekerja berdasarkan ritme biologis sesuai pengaruh cahaya gelap terang
pd kondisi biologis. Dgn adanya cahaya terang terpapar pd mata akan merangsang
3. Efek Samping :
Kebanyakan efek samping yg terjadi meliputi ketegangan pada mata, sakit kepala,
cepat terangsang, insomnia, kelelahan, mual, mata menjadi kering, keluar sekresi
Terapi deprivasi tidur adalah terapi yg diberikan kepada klien degn cara mengurangi
jumlah jam tidur klien. Hasil penelitian ditemukan bahwa 60% klien depresi
2. Mekanisme Kerja:
8
Mekanisme kerja terapi deprivasi tidur ini adalah mengubah neuroendokrin
depresi.
3. Efek Samping :
Klien yg didiagnosa mengalami gangguan efektif tipe bipolar bila diberikan terapi ini
Terapi kejang listrik adalah suatu prosedur tindakan pengobatan pada pasien gangguan
jiwa, menggunakan aliran listrik untuk menimbulkan bangkitan kejang umum, berlangsung
sekitar 25–150 detik dengan menggunakan alat khusus yang dirancang aman untuk pasien.
Pada prosedur tradisional, aliran listrik diberikan pada otak melalui dua elektroda dan
ditempatkan pada bagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan) dengan kekuatan aliran
terapeutik untuk menimbulkan kejang. Kejang yang timbul mirip dengan kejang epileptik
tonik-klonik umum. Namun, sebetulnya yang memegang peran penting bukanlah kejang yang
1. Depresi berat dengan retardasi motorik, waham (somatik dan bersalah, tidak
ada perhatian lagi terhadap dunia sekelilingnya, ada ide bunuh diri yang
yang menonjol.
9
3. Mania.
3. Hipertensi Berat
1. Aritmia jantung.
2. Apnea berkepanjangan.
3. Reaksi toksik atau alergi terhadap obat-obatan yang digunakan untuk ECT.
Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum pelaksanaan ECT adalah sebagai berikut.
1. Persiapan
kontraindikasi).
10
a) Fungsi vital
b) EKG
d) EEG
e) CT scan
2. Pelaksanaan
longgar.
b. Bantalan gigi dipasang dan ditahan oleh seorang perawat pada rahang
bawah. Perawat yang lain menahan bagian bahu, pinggul, dan lutut
c. Aliran listrik diberikan melalui elektroda di pelipis kiri dan kanan yang
11
yang didahului oleh fase kejang tonik-klonik, serta timbul apnea
3. Observasi pasca-ECT
Pada fase ini perawat harus mengobservasi dan mengantisipasi tindakan yang harus
dilakukan karena kesadaran pasien belum pulih walaupun kondisi vital telah berfungsi
normal kembali (tetap monitor kondisi vital). Selain itu, harus tetap berada didamping pasien
agar pasien menjadi aman dan nyaman. ECT biasanya diberikan dalam satu seri yang terdiri
atas 6–12 kali (kadang-kadang diperlukan sampai 20 kali) pemberian dengan dosis 2–3 kali
per minggu
1. Perkenalan dengan klien dengan komunikasi yang baik secara lembut dan sabar
2. Mengajak klien melakukan diskusi secara empat mata dan mencoba berdiskusi secara
12
b) Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara menghardik, menghardik
merupakan cara untuk mengendalikan perilaku kekerasan saat perilaku kekerasan
muncul.
Ketika pasien bercakap cakap dengan orang lain maka akan terjadi distraksi yaitu
perhatian pasien akan beralih dari ke percakapan dengan orang lain.
SP 3 Melatih pasien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara melakukan aktivitas secara
terjadwal
Aktivitas yang terjadwal dapat membuat pasien tidak akan mempunyai waktu luang yang
seringkali menjadi pencetus terjadinya perilaku kekerasan. Intervensi yang dilakukan
perawat yaitu menjelaskan pentingnya aktivitas untuk mengatasi perilaku kekerasan.
mendiskusikan aktivitas apa yang mau dimasukan kedalam jadwal. melatih aktivitas
kepada pasien, Menyusun jadwal aktivitas sehari- hari sesuai dengan aktivitas yang di
latih, dan memantau pelaksanaan jadwal kegiatan pasien.
Perawat melakukan intervensi diantaranya yaitu menjelaskan kegunaan obat, akibat bila
putus obat, dan cara minum obat.
13
BAB III TINJUAN TEORITIS
Objektif
a. Mata melotot/pandangn tajam.
b. Tangan mengepal dan Rahang mengatup.
c. Wajah memerah.
d. Postur tubuh kaku.
e. Mengancam dan Mengumpat dengan kata-kata kotor
f. Suara keras.
g. Bicara kasar, ketus.
h. Menyerang orang lain dan Melukai diri sendiri/orang lain.
i. Merusak lingkungan.
j. Amuk/agresif.
2.2.3 Rentang Respon Marah
Adaptif Maladaptif
Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk
Keterangan :
14
1. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau
tanpa merendahkan harga diri orang lain.
2. Frustasi adalah respon yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi
dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat
menimbulkan kemarahan.
3. Pasif adalah respon dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
4. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif bisaanya tidak mau mengetahui hak orang lain. Dia berpendapat
bahwa setiap orang harus bertarung untuk mendapatkan kepentingan
sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama dari orang lain.
5. Amuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan control diri. Pada
keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
2.2.4 Etiologi
Penyebab dari perilaku kekerasan bukan terdiri cuman satu factor tetapi termasuk juga
faktor keluarga, media, teman, lingkungan,biologis. Perilaku kekerasan dapat menimbulkan
dampak sepertigangguan psikologis, merasa tidak aman, tertutup, kurng percaya diri,r siko
bunuh diri,depresi, harga diri rendah, ketidak berdayaan, isolasisosial (Putri, Arif &
Renidayati 2020).
Menurut Direja (2016), ada beberapa faktor penyebab perilakukekerasan seperti :
1. Faktor predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakanfaktor predisposisi, artinya
mungkinterjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut di alami oleh
individu :
a. Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian menyenagkan atau
perasaan ditolak, dihina, dianiaya, atau sanksi penganiayaan.
b. Perilaku reinforcement
Yang diterima saat melakukan kekerasan, dirumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Teori psikoanalitik
Menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Agresi
dapat meningkatkan citra diri serta memberikan arti dalam
hidupnya.
2. Faktor presipitasi Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
injuri fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Faktor pencetus sebagai berikut:
a. Klien : kelemahan fisik, keputusan, ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh agresif dan
masa lalu yang tidak menyenangkan.
b. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti, konflik, merasa terancam
baik internal maupun eksternal.
2.1.5 Penatalaksanaan
Penatalaksaan perilaku kekerasan bisa juga dengan melakukan terapirestrain. Restrain
adalah aplikasi langsung kekuatan fisik padaindividu, tanpa injin individu tersebut, untuk
15
mengatasi kebebasangerak, terapi ini melibatkan penggunaan alat mekanis atau manualuntuk
membatasi mobilitas fisik pasien. Terapi restraindapatdiindikasikan untuk melindungi pasien
atau orang lain dari cidera padasaat pasien lagi marah ataupun amuk (Hastuti, Agustina,
&Widiyatmoko 2019).
Tindakan yang dilakukan perawat untuk mengatasi resiko perilakukekerasan yaitu
melakukan Strategi Pelaksanaan (SP) yang dilakukanoleh klien dengan perilaku kekerasan
adalah diskusi mengenai caramengontrol perilaku kekerasan secara fisik, obat, verbal, dan
spiritual.Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dapat dilakukan dengancara latihan tarik
nafas dalam, dan pukul kasur atau bantal.Mengontrol secara verbal yaitu dengan cara
menolak dengan baik,meminta dengan baik, dan mengungkapka dengan baik.
Mengontrolperilaku kekerasan secara spiritual dengan cara shalat dan
berdoa.Sertamengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat secarateratur dengan prinsip
lima benar (benar klien, benar nama obat, benarcara minum obat, benar waktu minum obat,
dan benar dosis obat), (Sujarwo & Livana, 2018).
16
c) Yang kita temukan pada klien dengan prilakukekerasan pada saat pemeriksaan fisik (mata
melotot,pandangan tajam, tangan mengepal, rahangmengatup, wajah memerah)
d) Verbal (mengancam, mengupat kata-kata kotor,berbicara kasar dan ketus).
5. Psikososial
a) Genogram
Genogram dibuat 3 generasi keatas yang dapatmenggambarkan hubungan klien dengan
keluarga.Tiga generasi ini dimaksud jangkauan yang mudahdiingat oleh klien maupun
keluarga apa disaatpengkajian.
b) Konsep diri
Biasanya ada anggota tubuh klien yang tidak disukaiklien yang mempengaruhi keadaan klien
saatberhubungan dengan orang lain sehingga klienmerasa terhina, diejek dengan kondisinya
tersebut.
c) Identitas
Biasanya pada klien dengan prilaku kekerasan tidakpuas dengan pekerjaannya, tidak puas
denganstatusnya, baik disekolah, tempat kerja dan dalamlingkungan tempat tinggal
d) Harga diri
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasanhubungan dengan orang lain akan terlihat
baik,harmoni sata terdapat penolakan atau klien merasatidak berharga, dihina, diejek dalam
lingkungankeluarga maupun diluar lingkungan keluarga.
e) Peran diri
Biasanya klien memiliki masalah dengan peranatautugas yang diembannya dalam keluarga,
kelompokatau masyarakat dan biasanya klien tidak mampumelaksanakan tugas dan peran
tersebut dan merasatidak berguna.
f) Ideal diri
Biasanya klien memilki harapan yang tinggiterhadap tubuh, posisi dan perannya baik dalam
keluarga, sekolah, tempat kerja dan masyarakat.
6. Hubungan social
a) Orang yang berarti Tempat mengadu, berbicara
b) Kegiatan yang diikuti klien dalam masyarakat danapakahklien berperan aktif dalam
kelompok tersebut
c) Hambatan dalam berhubungan dengan oranglain/tingkat keterlibatan klien dalam
hubunganmasyarakat.
7. Spiritual
a) Nilai dan keyakinan
Biasanya klien mengatakan bahwa dia tidak mengalamigangguan jiwa.
b) Kegiatan ibadah
c) Biasaya dalam selama sakit klien jarang melakukanibadah.
8. Status mental
a) Penampilan.
b) Biasanya penampilan klien kotor.
c) Pembicaraan.
17
d) Biasanya pada klien prilaku kekerasan pada saatdilakukan pengkajian bicara cepat,keras,
kasar, nadatinggi dan mudah tersinggung.
e) Aktivitas motoric
f) Biasanya aktivitas motoric klien dengan prilakukekerasan akan terlihat tegang, gelisah,
gerakan ototmuka berubah-ubah, gemetar, tangan mengepal, danrahang dengan kuat.
g) Alam perasaan
Biasanya akan merasa sedih dan menyesali apa yangtelah dilakukan
h) Efek
Biasanya klien mudah tersinggung dan sering marahmarahtanpa sebab
i) Interaksi selama wawancara
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan akanterlihat bermusuhan, curiga, tidak
kooperatif, tidak maumenatap lawan bicara dan mudah tersinggung.
j) Persepsi
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan masih dapatmenjawab pertanyaan dengan jelas.
k) Isi Pikir
Biasanya klien meyakini dirinya tidak sakit, dan baikbaiksaja.
l) Tingkat kesadaran
Biasanya klien prilaku kekerasan kadang tampakbingung,m) MemoriBiasanya klien diwaktu
wawancara dapat mengingatkejadian yang terjadi dan mengalami gangguan dayaingat jangka
panjang.
n) Kemampuan penilaian
Biasanya klien mengalami kemampuan penilaian ringandan sedang dan tidak mampu
mengambil keputusan
o) Daya fikir diri
Biasanya klien mengingkari penyakit yang dideritanya
9. Kebutuhan persiapan pulang
a) Makan
Biasanya klien tidak mengalami perubahan
b) BAB/BAK
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan tidakada gangguan
c) Mandi
Biasanya klien jarang mandi, tidak menyikat gigi,jarang mencuci rambut dan bercukur atau
berhias.Badan klien sangat bau dan kotor, dan klien hanyamelakukan kebersihan diri jika
disuruh.
d) BerpakaianBiasanya klien jarang mengganti pakaian, dan tidakmau berdandan. Klien tidak
mampu mengenakanpakaian dengan sesuai dan klien tidak mengenakan alaskaki
e) Istirahat dan tidur
Biasanya klien tidak melakukan persiapan sebelumtidur, seperti: menyikat gigi, cucu kaki,
berdoa. Dansesudah tidur seperti: merapikan tempat tidur, mandiatau cuci muka dan
menyikat gigi. Frekuensi tidur klien1berubah-ubah, kadang nyenyak dan kadang gaduh atau
tidak tidur.
f) Penggunaan obat
18
Biasanya klien mengatakan minum obat 3 kali seharidan klien tidak mengetahui fungsi obat
dan akibat jika putus minum obat.
g) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya klien tidak memperhatikan kesehatannya, dantidak peduli tentang bagaimana cara
yang baik untuk merawat dirinya.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pohon masalah dari teori (Nursali,Damaiyanti, 2018)) bahwa perilaku
kekerasan disebabkanoleh halusinasi pendengaran, akan berakibat resikomencederai diri
sendiri dan orang lain, dan lingkungan, darihalusinasi dapat berakibat terjadi mencedarai
orang 12 lain.Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien denganperilaku kekerasan,
halusinasi pendengaran, isolasi sosialdan harga diri rendah.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosagangguan persepsi sensori
RPK meliputi pemberiantindakan keperawatan berupa terapi (Sulah, Pratiwi, &Teguh. 2016)
yaitu :
1. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik nafas
dalam dan memukul kasur/ bantal
2. Minum obat secara teratur.
3. kontrol perilaku kekerasan dengan cara berbicara baikbaik
4. spiritual
Strategi pelaksanaan pasien dengan risiko perilakukekerasan ada 4 cara antara lain SP 1
(identifikasipenyebab, tanda-tanda, jenis perilaku kekerasan yangdilakukan dan latihan
caramengontrol perilaku kekerasansecara fisik : tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal), SP
2 (Latihan minum obat), SP 3 (Latihan secara verbal 3 carayaitu mengungkapkan, meminta,
dan menolak denganbenar), SP 4 (Latihan cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan berdoa).
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakankeperawatan. Pada situasi nyata sering
pelaksanaan jauhberbeda dengan rencana, hal ini terjadi
karenaperawatbelumterbiasamenggunakan rencana tertulis dalammelaksanakan tindakan
keperawatan. Sebelummelaksanakan tindakan keperawatan yang sudahdirencanakan,
perawatperlu memvalidasi dengan singkatapakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan kliensesuai dengan kondisinya (here and now). Perawat jugamenilai diri sendiri,
apakah kemampuan interpersonal,
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah proses hasil atau sumatif dilakukan denganmembandingkan respon
klien pada tujuan umum dantujuan khusus yang telah ditentukan.RPK pendengarantidak
terjadi perilaku kekerasan, klien dapat membinahubungan saling percaya, klien dapat
mengenal RPKnya,klien dapat mengontrol RPK dari jangka waktu 4x24 jamdidapatkan data
subjektif keluarga menyatakan senangkarena sudah diajarkan teknik mengontrol RPK,
keluargamenyatakan pasien mampu melakukan beberapa teknikmengontrol RPK. Data
objektif pasien tampak berbicarasendiri saat RPK itu datang, pasien dapat
19
berbincangbincangdengan orang lain, pasien mampu melakukanaktivitas terjadwal, dan
minum obat secara teratur ( Aji,2019 )
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
KASUS
klien masuk ke yayasan pemenang jiwa yaitu klien suka marah marah dirumah dan suka
berbicara sendiri dan Klien pernah mengalami gangguan jiwa selama 5 tahun yang lalu.
Tidak ada anggota yang mengalami gagguan jiwa. Dalam keluarga hanya pasien yang
mengalami gangguan jiwa. .Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik klien tidak memiliki
TD:120/80 mmHg
○HR: 84 x/menit
Temp: 36,7 0C
RR: 24x/menit
Inisial : Ny. R
Umur : 31Tahun
20
3.2 Keluhan Utama
Keluhan klien masuk ke yayasan pemenang jiwa yaitu klien suka marahmarah dirumah dan
Klien pernah mengalami gangguan jiwa selama 5 tahun yang lalu. Tidak ada anggota yang
mengalami gagguan jiwa. Dalam keluarga hanya pasien yang mengalami gangguan jiwa.
3.4 Fisik
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik klien tidak memiliki keluhan, dan saat dilakukan TTV
didapatkan hasil :
TD:120/80 mmHg
○HR: 84 x/menit
Temp: 36,7 0C
RR: 24x/menit
TB: 158 cm
BB: 67 K
a) Gambaran diri
b) Identitas
21
Klien anak ke 5 dari 6 bersaudara, klien hanya lulusan SMP yang saatini tidak memiliki
pekerjaan
c) Peran
d) Ideal diri
Klien merasa malu karena klien dirawat di Yayasan Pemenang JiwaSumatera dan ingin cepat
pulang ke rumah.
e) Harga diri
Klien merasa tidak berarti lagi di keluarga karena tidak menikah,sehingga keluarga
Klien mengatakan bahwa keluarganya adalah orang yang sangat berarti baginya terutama
ibunya, pasien juga mengatakan menyesal telah berperilaku tidak baik pada keluarganya di
rumah.
Klien mengatakan sulit berinteraksi dan bersosial di luar lingkunganyayasan karena diawasi
sangat ketat. Tetapi untuk berinteraksi didalam yayasan pasien mengatakan tidak memiliki
hambatan
3.5.4 Spritual
22
1) Nilai dan Keyakinan : klien beragama kristen protestan dan yakindengan agama yang
dianutnya.
a) Penampilan
b) Pembicaraan
c) Aktivitas motoric
d) Alam perasaan
emosi.
e) Afek
g) Proses Pikir
Klien mampu berbicara sesuai topik pembicaraan dan dapat meresponumpan balik dan dapat
23
mengenali, waktu, orang dan tempat.
i) Memori
k) Kemampuan penilaian
Klien dapat membedakantempat yang bersih dan kotor. Daya tilik diriPasien mengatakan
Klien dapat mengambil makan dan minum dan dapat kekamar mandiuntuk BAB/BAK secara
mandiri.
2. Mandi, Berpakaian/berhias
Tidur Siang pukul13.00 wib s/d 16.30 wib,Tidur malam pukul 22.00 wibs/d 05.00 wib,
Klien mengatakan jika pada saat klien emosi selalu marah-marah dan ingin
Memukul
24
3.8 Masalah Psikososial Dan Lingkungan
Klien mengatakan jika sedang emosi dia delalu marah-marah dan inginmemukul sesuatu,
namun pasien tidak tau tentang gangguan jiwa yangdialaminya dan hanya mengetahui bahwa
ada obat yang harus terus dikonsumsi ketika pengawas di yayasan sudah memerintahkannya.
Diagnosa Medik :
2. Halusinasi Pendengaran
Terapi Medik :
1.11 Analisa
25
kenapa keluarganyamembawa dia ke yayasan, namun
marah-marah dirumah
DO:
DO:
memiliki pasangan,
DO:
b) Halusinasi Pendengaran
26
Gangguan Persepsi :
Halusinasi Pendengaran
1. Perilaku kekerasan Sp 1
Pasien mengatakan bahwa dia tarik nafas dalam dan memukul kasur/ bantal
DO: Sp 3
tangannya Spritual
2 Halusinasi Sp 1
27
Klien mengatakan sering situasi pencetus,perasaan dan respon
DO: Sp 2
Sp 3
Sp 4
kegiatan terjadwal
dipilih
Sp 3
dipilih 2
Sp 4
28
Melatih kegiatan sesuai kemampuan yang
dipilih 3
Tanggal
2021 tidakdihargai O:
halusinasi mandiri
29
kekerasan dengan Latihan fisik:
kasur bantal
4.RTL
maret mudah tersinggung ,suka menyendiri, dan merasa mengikuti yang diajarkan
30
P:
Minum obat
secara teratur
3.Tindakan Keperawatan P:
kasur / bantal , minum obat secara teratur , dan pukulkasur / bantal , minum
31
Risiko perilaku kekerasan : follow up dan spiritualyang sudah diatur
4 Resiko perilaku
pukul kasur
bantal
Latihanmelakukan
komunikasisecara verbal :
Melaksanakan kegiatan
spiritual
32
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada model medical di mana
gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini berbeda dengan model konsep yang lain yang
memandang bahwa gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak
pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam sindroma spesifik. Perilaku abnormal
Jenis terapi biologis meliputi terapi obat, terapi elektrokonvulsif dan terapi psikosurgery.
Pada gangguan jiwa di lakukan terapi biologis seperti pengikatan, isolasi, terapi kejang
5.2 Saran
Sampai dengan saat ini belum ada jenis terapi modalitas tunggal yang dapat
mengatasi semua masalah gangguan jiwa klien. Kombinasi terapi modalitas merupakan suatu
keharusan. Untuk itu perawat mempunyai peranan yang sangat penting untuk
mengkombinasikan berbagai terapi modalitas sehingga perubahan prilaku yang di capai akan
maksimal. Untuk mencapai langkah ini tentu di perlukan tingkatan kemampuan perawat
33
dalam melaksanakan berbagai pendekatan/strategi terapi modalitas ini. Belajar berkelanjutan
karenanya menjadi hal yang wajib di lakukan bagi setiap perawat jiwa
Daftar Pustaka
Sue, D., Sue, D. W., Sue, S. Understanding Abnormal Behavior. 2010. USA: Wadsworth,
Cengage Learning.
Yusuf, Ah.Rzky F,Hanik Endang. 2015. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika
Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Hulu, E. P. (2020). Efektivitas BehaviourTherapy Terhadap
Risiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Di RumahSakit Jiwa Prof. Dr.
Muhammad Ildrem Provsu Medan. Jurnal Mutiara Ners, 3(1),8-
14.http://114.7.97.221/index.php/NERS/article/ view/1005
34