Professional Documents
Culture Documents
Makalah Fiqh Siyasah (Fitriana Dewi)
Makalah Fiqh Siyasah (Fitriana Dewi)
Oleh :
TAHUN 2022/2023
1
KATA PENGANTAR
َّ الر ْح ٰمن
الر ِح ْي ِم َّ ب ْس ِم ّٰالل ِه
ِ ِ
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, inayah,
taufik dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan artikel ini untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah FIQH SIYASAH dan JINAYAH yang berjudul “FIQH
SIYASAH DUSTURIYYAH” selesai tepat pada waktunya. Penulis berharap artikel ini
dapat menambah pengetahuan dan pemahaman bagi para pembaca dan penulis tentang
“FIQH SIYASAH DUSTURIYYAH”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan
artikel ini. Penulis menyadari bahwa dokumen ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis meminta kepada para pembaca untuk memberikan kontribusi yang
bermanfaat dan konstruktif untuk kesempurnaan artikel ini agar format dan isi artikel dapat
diperbaiki sehingga menjadi lebih baik di masa mendatang.
Penyusun
2
COVER………………………………………………………………………………..1
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………2
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….….3
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang…………………………………………..………………….…..4
b. Rumusan Masalah………………………………………………..………….….5
c. Tujuan……………………………………………………………….…...……..5
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan….……………………………………………………………………........14
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Adapun fiqh Siyasah dusturiyah merupakan komponen atau bagian dari fiqh
siyasah yang membahas tentang masalah perundang-undangan dalam suatu negara.
Dalam hal ini dibahas pula konsep konstitusi (hukum konstitusi suatu negara
dan sejarah lahirnya hukum di suatu negara), legislasi (bagaimana undang-undang
dirumuskan), institusi demokrasi dan pilar-pilar penting legislasi.
Selain itu, materi ini juga membahas tentang konsep negara hukum dalam
politik dan hubungan antara negara dan warga negara serta hak-hak warga negara
yang harus dilindungi. Semua pertanyaan tersebut dan pertanyaan fiqh siyasah
dusturiyah tidak dapat dipisahkan dari dua masalah pokok secara umum: pertama,
dalil kulliy, ayat-ayat baik Al-Qur’an maupun Hadits, maqosidu syari’ah dan
semangat ajaran Islam dalam mengatur kehidupan masyarakat, yang tidak akan
berubah. Karena argumen atau dalil-dalil kully tersebut sudah menjadi elemen
dinamis dalam mengatur perubahan masyarakat. Kedua, aturan yang dapat berubah
karena terjadinya perubahan situasi atau keadaan dalam masyarakat tersebut,
termasuk hasil ijtihad para ulama, walaupun tidak sepenuhnya.
4
Masalah fikih siyasah dusturiyah merupakan hubungan antara pemimpin di
satu pihak dengan umat dan lembaga yang ada di masyarakat di pihak lain. Oleh
karena itu, fikih siyasah dusturiyah pada umumnya hanya terbatas pada peraturan dan
perundang-undangan yang diperlukan dalam urusan negara yang sesuai dengan
prinsip-prinsip agama, yang juga merupakan perwujudan kemaslahatan umat dan juga
dalam pemenuhan kebutuhannya dalam bermasyarakat.
b. Rumusan Masalah
A. Bagaiimana Konsep atau Pengertian Fiqh Siyasah Dusturiyah?
B. Bagaimana Ruang Lingkup Fiqh Siyasah Dusturiyah?
C. Apa Saja Dasar Hukum Fiqh Siyasah Dusturiyah ?
c. Tujuan
A. Untuk mengetahui Konsep atau Pengertian Fiqh Siyasah Dusturiyah
B. Untuk mengetahui Ruang Lingkup Fiqh Siyasah Dusturiyah
C. Untuk mengetahui Dasar Hukum Fiqh Siyasah Dusturiyah
5
BAB II
PEMBAHASAN
Fiqh atau fikih berasal dari kata faqaha-yafquhu-fiqhan, yang secara bahasa
arti dari fiqh adalah pengertian yang sangat mendalam. Dalam pengertian Fiqh
merupakan ilmu tentang kaidah atau hukum yang merupakan perbuatan menurut
syari’ah, bersumber dari dalil-dalil yang fashil (secara rinci dari Al-Qur’an dan As-
Sunnah). Siyasah berasal dari kata sasa yang artinya mengurus, mengatur, mengawasi
atau mengendalikan. Secara linguistik, berarti tujuan siyasah adalah mengatur,
membimbing dan menciptakan kebijakan dalam sesuatu yang bersifat politik.1
Siyasah dusturiyah adalah bagian dari fikih siyasah yang membahas masalah-
masalah yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan negara. Bagian itu
1
Ali Akhbar Abaib Mas Rabbani Lubis, M.H,. ILMU HUKUM DALAM SIMPUL SIYASAH
DUSTURIYAH_Refleksi atas Teori dan Praktek Hukum Tata Negara di Indonesia. (Yogyakarta : Semesta
Aksara, 2019)., h. 11-12.
2
Agung Pangestu Adi Rahmana, “ Tinjauan Fiqih Siyasah Syar’iyah Terhadap Prinsip-Prinsip Good
Governance (Studi kasus Kelurahan Naga Pita, Kecamatan Siantar Martoba, Kota Pematangsiantar)”, Skripsi,
(Medan: UIN Sumatera Utara, 2018), hal. 78
6
membahas antara lain konsep ketatanegaraan (tata negara dan sejarah legislasi di
negara), legislasi (formula undang-undang), lembaga demokrasi dan siura yang
merupakan pilar penting legislasi. Tujuan dibuatnya peraturan perundang-undangan
adalah untuk mewujudkan kemaslahatan manusia dan memenuhi kebutuhan
manusia.3
Menurut kata dustur berarti seperangkat aturan yang mengatur dasar hubungan
dan kerjasama antara masyarakat dan negara, baik tidak tertulis (kontrak) maupun
tertulis (konstitusi). Siyasah dusturiyah, bagian dari fikih siyasah yang membahas
tentang undang-undang negara, yang juga membahas tentang konsep konstitusi,
perundang-undangan, lembaga demokrasi dan syura, lebih luas lagi bahwa siyasah
dusturiyah membahas tentang konsep negara hukum dalam siyasah dan hubungan
simbiosis antara pemerintah dan pemerintah warga negara dan hak – hak untuk
dilindungi.
3
Muhammad Iqbal, Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 177
4
H.A.Djazuli, Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syari’ah,
(Jakarta: Kencana, 2003), hlm. 47
7
Fiqh siyasah dusturiyah mencakup bidang kehidupan yang sangat luas dan
kompleks. Namun disiplin ini secara umum meliputi:
1. Al-sulthah al-tasyri'iyah
8
mengatur masalah-masalah kebangsaan, yang meliputi masalah Ahlul halli wa al-aqd,
hubungan antara umat Islam dan non-Muslim secara bersama-sama dalam suatu
negara, undang-undang dasar, peraturan perundang-undangan, dan peraturan daerah.
a) Pemerintah berhak menentukan hukum yang harus diikuti dalam masyarakat Islam.
Adapun fungsi lembaga legislative atau pembuat undang-undang yakni yang Pertama
dalam mengatur hal-hal yang ketentuannya sudah terdapat di dalam nash al-Qur’an
dan Sunnah.
Kedua, melaksanakan penalaran kreatif (ijtihad) tentang hal-hal yang tidak dijelaskan
secara eksplisit dalam teks. Mereka melakukan ijtihad untuk menentukan hukum
dengan qiyas (analogi). Mereka berusaha mencari sebab-sebab atau sebab-sebab
hukum dari timbulnya masalah dan menyesuaikannya dengan ketentuan-ketentuan
yang terdapat dalam nash-nash. Ijtihad mereka juga harus memperhatikan situasi dan
kondisi masyarakat, sehingga hasil peraturan yang akan ditetapkan sesuai dengan
keinginan masyarakat dan tidak membebani mereka. Tata cara yang dikeluarkan oleh
parlemen adalah undang-undang yang tidak kebal terhadap perkembangan zaman
yang konstan atau terus berjalan. Peraturan yang pernah dibuat oleh badan legislatif
ketika timbul masalah baru yang mengharuskan peraturan lama direvisi atau bahkan
diganti dengan peraturan perundang-undangan yang baru. Legislatif harus segera
gencar merevisi atau bahkan mengganti undang-undang sesuai dengan kondisi sosial
yang selalu berubah.
2. Al-sulthah al-tanfidziyyah
7
Ibid, h. 162
8
Ibid.
9
Al-sulthah al-tanfidziyyah adalah kekuasaan eksekutif yang meliputi urusan imam,
bai'ah, wizara dan waliy al-ahdi. Menurut Al-Maudud, kekuasaan eksekutif dalam
Islam diungkapkan dengan istilah ulil amri dan dipimpin oleh seorang emir atau
khalifah. Dalam sistem ketatanegaraan negara mayoritas muslim yang menganut
sistem presidensial seperti Indonesia, hanya ada kepala negara dan kepala
pemerintahan yang mengatur urusan pemerintahan dan negara melalui pelaksanaan
peraturan perundang-undangan. . Pada saat yang sama, politik dibuat ketika dianggap
perlu untuk memberi manfaat bagi orang banyak. Berdasarkan Al-Qur'an dan As-
Sunnah, umat Islam diperintahkan untuk tunduk kepada ulil amr, atau kepala negara,
selama pelaksana itu menaati Allah dan Rasul-Nya serta menjauhi dosa dan
kemaksiatan. Fungsi al-sulthah al-tanfidziyyah adalah untuk menegakkan hukum.
Negara memiliki kewenangan untuk menjabarkan dan melaksanakan peraturan
perundang-undangan yang akan disusun. Dalam hal ini, negara melaksanakan
kebijakan-kebijakan baik yang berkaitan dengan hubungan dalam negeri maupun
internasional (hubungan internasional)..9
3. Al-sulthah al-qadha’iyyah
Al-sulthah al-qadha'iyyah adalah kekuasaan kehakiman yang berkaitan dengan tugas
dan wewenang pengadilan untuk memutus perkara baik perdata maupun pidana, dan
juga berkaitan dengan sengketa administrasi yang berkaitan dengan negara, yaitu hal-
hal yang menentukan legalitas. undang-undang mulai berlaku, yang sebelumnya diuji
dalam isi konstitusi negara.10
Tujuan dari sistem peradilan adalah untuk melindungi kebenaran dan menjamin
terwujudnya keadilan, dan bertujuan untuk memperkuat negara dan memantapkan
kedudukan hukum kepala negara dan menjamin kepastian hukum di masing-masing
negara tersebut untuk kepentingan kemanusiaan. Dalam syariat Islam, tujuan
penetapan adalah untuk menghasilkan keuntungan. Pelaksanaan syariat Islam
memerlukan suatu lembaga untuk menegakkannya. Karena tanpa lembaga-lembaga
tersebut undang-undang tersebut tidak dapat dilaksanakan. Lembaga juga harus
memahami apa yang terkait dengan konstitusi negara, sehingga tidak bertentangan
dengan konstitusi negara ketika masalah diselesaikan.11
9
Ibid, h. 163
10
Ibid.
11
Ibid.
10
Peran al-sulthah al-qadha'iyyah adalah melindungi hukum dan peraturan yang
ditetapkan oleh parlemen. Dalam sejarah Islam, kekuasaan lembaga ini biasanya
meliputi lingkup al-hisbah (badan peradilan yang menangani pelanggaran ringan
seperti penipuan dan penipuan dalam bisnis), al-qadha (badan peradilan yang
memutuskan kasus-kasus warga negaranya sendiri). ). , baik dalam perkara perdata
maupun pidana. ) dan wilayah al-mazalim (badan peradilan yang menyelesaikan
kasus pejabat pemerintah yang merugikan dan melanggar kepentingan atau hak rakyat
dalam menjalankan tugasnya, seperti keputusan politik). dan tindakan pejabat
pemerintah yang melanggar hak-hak rakyat, salah satunya adalah perumusan
kebijakan pemerintah dan peraturan perundang-undangan.12
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur'an) dan Rasul
12
Ridwan HR, Fiqh Politik Gagasan, Harapan Dan Kenyataan, (Yogyakarta: FH UII Press, 2007), cet.
ke-1, h.273
11
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.13
2. Sunnah
Sunnah secara harfiah adalah cara hidup yang membudayakan atau pedoman
perilaku agar masyarakat yang mempercayainya menerima semua ucapan dan
perilaku Nabi. Proses membaca sunnah biasanya dilihat oleh sebagian orang yang
memiliki pengetahuan langsung tentang peristiwa tersebut, dan ditransmisikan
secara turun-temurun dari masa Nabi hingga akhir hayat, oleh seorang perawi
yang meriwayatkannya melalui rantai yang berkesinambungan. oleh perawi yang
mempelajarinya.14
3. Ijma’
Dalam hukum Islam, ijma' adalah keputusan bersama yang bertujuan untuk
menetapkan hukum bagi kemaslahatan umat melalui musyawarah. Refleksi ini
bersumber dari pemikiran para ulama, mufti, ahli fikih dan pejabat pemerintah.
jika dalam musyawarah ada beberapa orang yang tidak setuju dengan keputusan
mayoritas, maka ijma' batal. 15
4. Qiyas
Qiyas adalah metode logis untuk memecahkan masalah legalitas suatu bentuk
perilaku tertentu dengan membangun hubungan positif atau negatif antara satu
bentuk perilaku dan bentuk perilaku lainnya berdasarkan prinsip umum. Metode
qiyas ini biasanya digunakan untuk menetapkan hukum yang jelas ketika
subjeknya banyak dan kompleks. Qiyas biasanya menggunakan dalil dari Al-
Qur'an dan Hadits yang sama dengan perbuatan hukum..16
5. . Adat istiadat masyarakat yang tidak bertentangan dengan prinsip Alquran dan
Hadits.
Kebiasaan seperti itu tidak tertulis, sering disebut kontrak. Dan ada juga adat-
istiadat, persyaratan-persyaratan umum yang sudah diatur secara tertulis, yang
harus dibaca, yang harus diperhatikan..17
13
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Asy-syifa‟, 1998 ), cet. ke-1, h.69
14
Khalid Ibrahim Jindan, op. cit, h. 53
15
Ibid, h. 55.
16
Ibid, h.56
17
A. Djazuli‚op. cit., h. 53
12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
A.Pengertian
Siyasah dusturiyah adalah bagian dari fikih siyasah yang membahas masalah-
masalah yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan negara. Bagian itu
membahas antara lain konsep ketatanegaraan (tata negara dan sejarah legislasi di
negara), legislasi (formula undang-undang), lembaga demokrasi dan siura yang
merupakan pilar penting legislasi.
13
B. Ruang Lingkup Fiqh Siyasah Dusturiyyah
1. Al-sulthah al-tasyri'iyah
2. Al-sulthah al-tanfidziyyah
3. Al-sulthah al-qadha'iyyah
1. Al-Quran
2.Sunnah
3. Ijma'
4. Qiyas
5. Adat istiadat masyarakat yang tidak bertentangan dengan prinsip Alquran dan
Hadits.
DAFTAR PUSTAKA
Agung Pangestu Adi Rahmana(2018) “ Tinjauan Fiqih Siyasah Syar’iyah Terhadap Prinsip-
Prinsip Good Governance (Studi kasus Kelurahan Naga Pita, Kecamatan Siantar Martoba,
Kota Pematangsiantar)”, Skripsi, Medan: UIN Sumatera Utara
Ali Akhbar Abaib Mas Rabbani Lubis, M.H,.(2019) ILMU HUKUM DALAM SIMPUL
SIYASAH DUSTURIYAH_Refleksi atas Teori dan Praktek Hukum Tata Negara di Indonesia.
Yogyakarta : Semesta Aksara
14
Khalid Ibrahim Jindan,(1995) Teori Politik Islam Telaah kritis Ibnu Taimiyah Tentang
Pemerintahan Islam, Surabaya: Risalah Gusti
Ridwan HR,(2007) Fiqh Politik Gagasan, Harapan Dan Kenyataan, Yogyakarta: FH UII
Press
Suyuthi Pulungan(1994) Fiqh Siyasah, Jakarta: Raja Grafindo
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Asy-syifa‟, 1998)
15