Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 1 3A HubunganAlihFungsiLahandenganTingkatProduktivitasSayuranDiBanten
Kelompok 1 3A HubunganAlihFungsiLahandenganTingkatProduktivitasSayuranDiBanten
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara alih fungsi lahan dengan tingkat produktivitas
sayuran di provinsi banten. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa alih fungsi lahan di Indonesia
menjadi suatu tantangan bagi sektor pertanian. Di daerah banten menujukan bahwa kegiatan alih fungsi
lahan ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Di lain sisi, permintaan masyarakat akan sayuran pun
meningkat. Apabila kedua variabel ini berjalan bersamaan maka harus ada salah satu variabelnya yang
dikorbankan. Jumlah ketersediaan lahan yang semakin berkurang menimbulkan kendala dalam aktivitas
produksi komoditi sayuran. Hal ini juga memengaruhi tingkat produkvitas dari sayur – sayuran yang
dihasilkan.
ABSTRACT
This research aims to determine the relationship between land conversion and the level of vegetable
productivity in Banten Province. As we know that land conversion in Indonesia is a challenge for the
agricultural sector. In the Banten region, it shows that land conversion activities are increasing from year
to year. On the other hand, the people's need for vegetables has also increased. If these two variables go
together then one of the variables must be sacrificed. The decreasing availability of land causes the
production of vegetable commodities to be hampered. This also affects the level of productivity of the
vegetables produced.
I. PENDAHULUAN
Tantangan-tantangan terhadap alih fungsi lahan ini akan terus berkembang dan tidak
dapat kita pungkiri bahwa lahan pertanian yang tersedia seakan-akan terus bersaing
dengan lahan yang akan dimanfaatkan untuk pembangunan dan semakin tergerusnya
lahan-lahan pertanian akibat ulah manusia yang mengubah lahan pertanian menjadi
tempat pemukiman, bangunan perkantoran, hotel, pembangunan infrastuktur, bahkan
pembangunan industri, sehingga kegiatan pengalihfungsian ini masif terjadi pada
wilayah-wilayah di perkotaan. Hal ini didasarkan salah satu faktor di mana semakin
bertambahnya penduduk di Indonesia.
Padahal, pemerintah memiliki wewenang untuk dapat memutuskan perihal alih fungsi
lahan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomer 41 pada Tahun 2009 terkait
Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan (LP2B) dengan mengeluarkan sebuha
program perlindungan lahan pertanian pangan berkelajutan (PLP2B) melalui prinsip
mengutamakan nilai solidaritas, kemampuan dalam berkeadilan, berkelanjutan, memiliki
wawasan akan lingkungan, mandiri, serta dapat menjaga dalam menyeimbangkan,
memajuan, dan menyatukan perekonomian nasional.
Akan tetapi, saat ini pun alih fungsi lahan masih kerap terjadi berdampak pada
menurunkan produktivitas bahan pangan pertanian, seperti sayur-sayuran, buah-buahan,
bahkan makanan pokok. Sebagaimana provinsi Banten yang kini mengalami penurunan
produktivitas sayur-sayuran akibat terjadinya alih fungsi lahan dan berdampak pada
menipisnya pasokan bahan pangan lokal atau nasional di Indonesia.
15. Bagaimana peran nyata dari pemerintah dalam menangani kasus tersebut?
1.3 Tujuan
II. PEMBAHASAN
Utomo (dalam lestari 2009) mengatakan bahwa alih fungsi lahan atau yang
dikenal dengan konversi lahan, yakni adanya perubahan dari satu pemakaian lahan ke
pemakaian lahan untuk lainnya.
Sementara, alih fungsi tanah menurut Adi Sasono dalam Ali Sofyan Husein di tahun
1995 adalah peralihan aktivitas dalam menggunakan tanah menjadi aktivitas lainnya yang
disebabkan adanya peningkatan jumlah penduduk dan bertambahnya kebutuhan akan
tanah yang hal ini dapat mengubah struktur kepemilihan dan pemakaian tanah secara
kontinu. Adanya perkembangan besar dari struktur industri mengakibatkan terjadinya
konversi tanah secara habis-habisan. Selain mengalihkan fungsi tanah sebagai kebutuhan
akan industri, aktivitas merugikan bagi pertanian ini pun dilakukan dalam memenuhi akan
kebutuhan perumahan yang totalnya jauh lebih besar dari kebutuhan industri.
Alih fungsi lahan pertanian telah menjadi ancaman yang besar dalam upaya
negara mencapai ketahanan dan kedaulatan pangan, di mana aktivitas ini berdampak
serius terhadap produksi pangan yang dihasilkan, lingkungan fisik, hingga pada
kesejahteraan masyarakat dan petani desa yang hanya bergantung terhadap lahannya
dalam menunjang kebutuhan hidupnya.
Alih fungsi lahan yang terjadi pada sektor pertanian telah didasarkan oleh adanya
faktor-faktor penyebabnya, di antara lain :
Alih fungsi lahan sejatinya memiliki dampak yang negatif dalam sektor pertanian.
Pertanian memelurkan luas lahan yang besar untuk dapat meningkatkan produksi pangan
nasional, sehingga kebutuhan pangan dalam negeri dapat tercapai. Akan tetapi, dengan
adanya alih fungsi lahan (konversi lahan) menimbulkan dampak pada lingkungan yang
cenderung mudah rusak akibat berkurangnya zona resapan air, sehingga dengan mudah
mendorong terjadinya banjir dan kekeringan
Selain itu, alih fungsi lahan yang masif dilakukan menyebabkan petani memiliki
kesulitan dalam mencari lapangan pekerjaan yang baru, sehingga menimbulkan
pengangguran yang semakin banyak sebagaimana hal ini telah disampaikan oleh
Sihaloho, dkk di tahun 2007. Sementara itu, dampak yang sangat dirasakan dengan
adanya alih fungsi lahan adalah produksi komoditas-komoditas pertanian yang dihasilkan
akan cenderung mengalami penurunan secara drastis karena lahan pertanian yang
dibutuhkan berkurang, sehingga hal ini akan merugikan tidak hanya bagi petani yang
kehilangan banyak modal, tetapi bagi masyarakat yang akan membeli bahan hasil
pertanian dengan harga yang jauh lebih mahal.
Sementara itu, dampak negatif yang dirasakan bagi sektor non pertanian yakni
bertambahnya bangunan-bangunan infrastuktur yang berdampak signifikan terhadap
wilayah hunian yang semakin padat.
Provinsi Banten adalah salah satu provinsi di Indonesia yang berdiri secara
administratif berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Provinsi Banten
mempunyai jumlah penduduk sebanyak 12.548.986 Jiwa yang tersebar di masing-masing
4 Kabupaten dan kota, yakni : Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten
Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Kota Serang, Kota Tangerang Selatan, Kota
Tangerang, serta Kota Cilegon.
Dengan jumlah populasi penduduk yang cukup banyak tersebut tidak membuat
Banten menjadi Provinsi yang bersih dari alih fungsi lahan. Sebagaimana pula, masih
terdapat Kabupaten atau Kota yang melakukan aktivitas alih fungsi lahan tersebut dengan
beberapa alasan.
2.4.1. Alih Fungsi Lahan di Kota Serang
Kota Serang dalam perkembangannya berfokus pada penekanan aspek sarana dan
prasarana dalam mendorong aktivitas kotanya. Dengan adanya jumlah penduduk yang
meningkat sebagaimana berdasarkan data BPS Kota Serang pada tiga tahun terakhir,
yakni dari 2019-2021, tercatat jumlah penduduk Kota Serang di tahun 2019 sebesar
688.603 ribu jiwa dan di tahun 2020 jumlah penduduk Kota Serang sebanyak 692.101
ribu jiwa, sementara pada tahun 2021 jumlah penduduk Kota Serang mencapai 704.618
ribu jiwa. Hal tersebut kemudian menimbulkan peningkatan akan kebutuhan ruang dan
wilayah pemukiman serta perkotaan.
Menurut data yang diperoleh dari BPS (2018), Kota Serang menggunakan lahan
terbesar untuk sektor pertanian sebesar 69,82%, kawasan pemukiman sebesar 19,85%,
kawasan industri sebesar 5%, serta kawasan perusahaan sebesar 4,40%. Pada dasarnya,
alih fungsi lahan yang dilakukan di Kota Serang akan sangat diuntungkan bagi penduduk
karena adanya perubahan yang terjadi akan menampung berbagai aktivitas dalam sektor
perdagangan dan jasa, sehingga berdampak pula dalam meningkatkan ekonomi
penduduk.
Namun, perlu diperhatikan bahwa luasan tanah yang tersedia di Kota Serang juga
dapat terjadi ancaman terjadinya alih fungsi lahan. Ancaman tersebut jika dibandingkan
antara jumlah lahan pertanian yang tersedia dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
sebagaimana hal tersebut sesuai dengan perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
2010-2030 Nomor Nomor 6 Tahun 2011 yang menjelaskan bahwa luasan lahan pertanian
sebanyak 4.319,15 ha, sementara di dalam usuluan pengubahan perda Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) dari 2010 sampai 2030 Nomor Nomor 6 Tahun 2011 terdapat
pengurangan sebesar 3.480,95 Ha. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan aturan
RTRW, maka adanya ancaman terhadap alih fungsi lahan sebanyak 838,58 Ha, sehingga
pada kondisi lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kota Serang ini akan mengalami
beralih fungsian dengan luas lahan 838,58 ha.
Jika mengacu pada perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah
dilaksanakan, Kota Serang akan mengalami alih fungsi lahan pada kurun waktu 2010-
2030 seluas 1.454,73 ha, sehingga menyebabkan dalam mengembangkan dan melindungi
lahan pertanian pangan di Kota Serang akan berdampak untuk sulit diwujudkan.
Sementara itu, di dalam pola Tata Ruang Wilyah Kota Serang, terdapat sebagaian
besar dari lahan pertanian yang ada di Kota Serang akan mengalami ancaman untuk
dialihfungsikan dalam memenuhi kebutuhan akan kawasan pemukiman seluas 360,77 Ha,
pergudangan dengan luas 142,51 Ha, serta untuk industri dengan luas 359,74 Ha.
Sementara itu, jika dilihat dari luas baku lahan sawah yang sudah ditetapkan melalui
SK penetapan luas lahan baku bawah oleh Menteri ATR/BPN di Kota Serang, yakni
seluas 8.455,91 ha. Sedangkan, jika ditinjau dari Perda RTRW Kota Serang yang sudah
di revisi, maka luas lahan baku sawah dialokasikan seluas 3.480,95 Ha. Berdasarkan hal
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat ancaman alih fungsi lahan baku sawah
di Kota Serang seluas 4.974,96 Ha.
Adanya alih fungsi lahan yang telah terjadi di Kota Serang ditimbulkan karena adanya
perizinan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam menggunakan lahan di Kota
Serang, contohnya pemerintah mengeluarkan izin untuk membangun bangunan (IMB)
yang berasal dari adanya potensi tersedianya lahan yang ada di Kota Serang dengan luas
lahan yang telah diberikan izin IMB, yakni seluas 615,18 ha dari total penyediaan luas
lahan sebanyak 1.863,02 Ha. Akan tetapi, dalam melakukan alih fungsi lahan tersebut
haruslah seimbang dengan peraturan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Serang, yaitu sebesar 1.863,02 Ha. Kawasan-kawasan permukiman tidak
diizinkan untuk dibangun diwilayah lahan yang dilindungi untuk lahan pertanian dengan
irigasi. Jika perizinan yang dilakukan oleh pemerintah tidak diperketat dan terus
dibiarkan, tentu alih fungsi lahan yang terjadi di Kota Serang ini akan terus terjadi hingga
mencapai luasan lahan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Serang, yaitu sebesar 1.863,02 Ha.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan alih fungsi lahan yang
dilakukan di Provinsi Banten harus sesuai dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
berdasarkan luasan lahan yang diberikan disetiap sektor dan perlu diimbangi dengan
melihat kondisi dan situasi lahan yang dibutuhkan terhadap lahan yang tersedia pada
masing-masing sektor, khususnya sektor pertanian yang sampai saat ini masih menjadi
korban dalam pengalih fungsian lahan untuk pembangunan di sektor lainnya.
Kegiatan yang ditujukan untuk menghasilkan output dengan mengubah suatu input
dan meningkatkan nilai tambah dan guna barang disebut dengan kegiatan produksi. Di
dalam produksi, tingkat efisien dalam menghasilkan barang itu kerap disebut dengan
produktivitas. Menurut Elbandiansyah (2019:250), Riyanto menjelaskan bahwa
produktivitas merupakan suatu perbandingan antara ouput (produk yang dihasilkan)
dengan input (sumber daya yang dipakai).
Lahan yang akan ditanami terlebih dahulu digemburkan melalu proses pembajakan.
Umumnya, di desa bisanya menggunakan hewan seperti sapi ataupun kerbau untuk
membantu pembajakan. Namun, pembajakan juga dapat dilakukan dengan cara
mencangkul-cangkul tanah dan menggunakan traktor. Tentu saja metode-metode yang
digunakan masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Untuk
memperoleh hasil yang maksimal, perlu memperhatikan standar-standar dalam penyiapan
lahan yaitu :
Pemupukan adalah kegiatan pemberian nutrisi tanah yang beguna dalam petumbuhan
tanaman. Pada proses pemupukan harus tepat dan tidak boleh berlebihan ataupun kurang
baik dosis, waktu, hingga metodenya.
Pupuk yang diberikan ke tanaman memiliki kandung unsur hara (makro & mikro) dan
sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pupuk juga harus memiliki kualitas yang tinggi.Dosis
pupuk yang diberikan ke tanaman bervariasi tergantung luas tanahnya. Dalam pemberian
pupuk pada tanaman, perlu memperhatikan langkah-langkah berikut :
a. Pupuk yang dipakai disarankan pupuk organik.
b. Pupuk tidak memiliki dampak buruk bagi lingkungan sekitar.
c. Pupuk yang berbahan kotoran manusia perlu diolah dengan baik terlebih dahulu.
2.6.4. Tahap Pemeliharaan Tanaman
Proses pemanenan dilakukan apabila hasil produk tanaman telah masak dan layak
dikonsumsi. Namun, dalam penentuan panen ini bersifat opsional. Produk yang panen
disesuaikan dengan kebutuhan dan penggunaannya. Berikut adalah standar panen yang
baik :
Umur Petani sangat menentukan tingkat produktivitas suatu pertanian. Saat ini
kondisi pertanian di Indonesia pada saat ini terbilang cukup memprihatinkan dan tengah
berada di ambang kritis. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2011
terdapat sebanyak 29,18% generasi muda yang bekerja di bidang ini dan angka ini terus
mengalami kemerosotan hingga 10 tahun berikutnya hingga mencapai 19,18% pada tahun
2021.
Pada Hasil Sensus Pertanian 2013 diketahui bahwa mayoritas petani adalah golongan
yang terbilang tua dengan rentan usia 45 – 54 tahun atau sebanyak 7.325.714 jiwa. Hal
ini perlu dicarikan jalan keluarnya. Karena semakin bertambahnya umur, kondisi fisik
petani pun semakin rendah dan berdampak buruk bagi kegiatan budidaya maupun
produksi yang dapat menurunkan tingkat produktivitas suatu pertanian. Petani dengan
umur yang masih muda lebih memiliki motivasi dan berani bertindak dibandingkan
dengan petani yang lebih tua (Musafuru, 2016).
2.7.3. Pengalaman
2.7.4. Upah
Tujuan dari sebagian besar petani selain untuk mencukupi kebutuhan pokonya dari
hasil pertanian adalah memperoleh bayaran atau gaji dari hasil kerja keras mereka. Upah
juga termasuk kedalam usaha untuk meningkatkan produktivitas kerja karena dapat
memberikan dukungan kepada petani.
Tenaga kerja dalam petani pedesaan biasanya mencakup ayah, ibu, dan anak-anaknya.
Masing-masing orang memiliki perannya dalam kegiatan pertanian. Setiap orang
bertanggung jawab akan peran tersebut seperti ayah membajak sawah, ibu yang
menyiapkan dan memilah benih yang baik. Dari situ akan diperoleh strategi yang terbaik
yang untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian.
Ukuran lahan yang digunakan dalam aktivitas pertanian memiliki pengaruh pada
jumlah output yang dihasilkan. Sukarwati (2002, h. 20) mengatakan bahwa lahan adalah
fakto yang jadi penentu jumlah produksi. Semakin lebar penggunaan lahannya maka
semakin banyak produksi yang dihasilkan. Dengan begitu para petanipun akan
memperoleh pendapatan yang tinggi. Pemaksimalan luas lahan juga dapat menjadi faktor
utama untuk meningkatkan produktivitas.
Tahun
Komoditas
2019 2020 2021
Bawang Merah (Ton) 1.580.247 1.815.445 2.004.590
Bawang Putih (Ton) 88.816 81.805 45.092
Bawang Daun (Ton) 590.596 579.748 627.853
Kentang (Ton) 1.314.657 1.282.768 1.361.064
Kubis (Ton) 1.413.060 1.406.985 1.434.670
Kembang Kol (Ton) 183.816 204.238 203.385
Petsai/Sawi (Ton) 652.727 667.473 727.467
Wortel (Ton) 674.634 650.858 720.090
Lobak (Ton) 24.248 24.902 -
Kacang Merah (Ton) 61.520 66.210 -
Kacang Panjang (Ton) 352.700 359.158 383.685
Cabai Besar (Ton) 1.214.419 1.264.190 1.360.571
Cabai Rawit (Ton) 1.374.217 1.508.404 1.386.447
Tomat (Ton) 1.020.333 1.084.993 1.114.399
Terung (Ton) 575.393 575.392 676.339
Buncis (Ton) 299.311 305.923 320.774
Ketimun (Ton) 435.975 441.286 471.941
Labu Siam (Ton) 407.963 511.014 516.954
Kangkung (Ton) 295.556 312.336 341.196
Bayam (Ton) 160.306 157.024 171.706
Melinjo (Ton) 238.419 255.985 292.167
Paprika (Ton) 19.358 17.822 12.665
Jamur (Kg) 33.163.188 3.316.319 90.420
Petai (Ton) 310.103 350.638 387.691
Jengkol (Ton) 96.926 129.143 152.609
Total 46.548.488 17.370.059 14.803.775
Tahun
Komoditas
2.019 2.020 2.021
Bawang Merah (Ton) 1.545 1.404 1.190
Bawang Putih (Ton) - - 1
Bawang Daun (Ton) 414 274 258
Kentang (Ton) 13 - 4
Kubis (Ton) 21 3 51
Kembang Kol (Ton) 1 4 87
Petsai/Sawi (Ton) 7.403 7.054 6.786
Wortel (Ton) 300 124 216
Lobak (Ton) - - -
Kacang Merah (Ton) - - -
Kacang Panjang (Ton) 11.948 16.056 14.372
Cabai Besar (Ton) 7.104 6.947 6.406
Cabai Rawit (Ton) 5.019 5.861 3.993
Tomat (Ton) 830 1.894 1.190
Terung (Ton) 5.042 5.042 5.387
Buncis (Ton) 100 63 55
Ketimun (Ton) 13.712 19.325 17.858
Labu Siam (Ton) 91 225 33
Kangkung (Ton) 10.701 13.244 12.388
Bayam (Ton) 8.018 9.035 8.972
Melinjo (Ton) 54.529 49.567 47.680
Paprika (Ton) - - -
Jamur (Kg) 163.258 16.326 329
Petai (Ton) 10.741 11.997 10.657
Jengkol (Ton) 6.357 12.202 8.605
Total 307.147 176.647 146.518
Pasar menurut kajian ilmu ekonomi adalah suatu tempat atau proses transaksi antara
permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) dari suatu barang/jasa tertentu, sehingga
akhirnya dapat menetapkan harga keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang
diperdagangkan. Pasar adalah satu dari berbagai sistem institusi, prosedur, hubungan
social dan infrastruktur dimana usaha menjual barang, jasa, dan tenaga kerja untuk orang-
orang dengan imbalan uang. Pasar bervariasi dalam ukuran, jangkauan, skala geografis,
lokasi jenis dan berbagai komunitas manusia, serta jenis barang dan jasa yang
diperdagangkan.
2.10.2.1.Pasar Tradisional
Pasar tradisional merupakan pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah,
swasta, koperasi atau swadaya masyarakat dengan tempat usaha berupa toko, kios, los,
dan tenda, yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dan menengah, dan koperasi,
dengan usaha skala kecil dan modal kecil, dan dengan proses jual beli melalui tawar
menawar. Pasar tradisional merupakan sektor perekonomian yang sangat penting bagi
mayoritas penduduk di Indonesia. Masyarakat kurang mampu yang bergantung
kehidupannya pada pasar tradisional tidak sedikit, dan menjadi pedagang di pasar
tradisional merupakan alternatif pekerjaan ditengah banyaknya pengangguran di
Indonesia.
Pasar tradisional juga merupakan sebuah tempat yang terbuka dimana terjadi proses
transaksi jual beli yang dimungkinkan proses tawar-menawar. Di pasar tradisional
pengunjung tidak selalu menjadi pembeli, namun pengunjung bisa menjadi penjual,
bahkan setiap orang bisa menjual dagangannya di pasar tradisional. Pasar tradisional
merupakan sektor perekonomian yang sangat penting bagi mayoritas penduduk di
Indonesia. Masyarakat miskin yang bergantung kehidupannya pada pasar tradisional
tidak sedikit, menjadi pedagang di pasar tradisional merupakan alternatif pekerjaan di
tengah banyaknya pengangguran di Indonesia (Masitoh, 2013).
Pasar modern merupakan pasar yang dibangun oleh pemerintaah, swasta, atau
koperasi yang pengelolaannya dilaksanakan secara modern dan mengutamakan
kenyamanan dari pembeli dan penjual. Barang yang dijual disini memiliki variasi jenis
yang beragam dengan penataan barang yang rapi sesuai dengan jenis barangnya. Barang
yang dijual relatif lebih bersih dan terjamin. Berikut ciri-ciri pasar modern adalah sebagai
berikut :
a. Mempunyai penataan ruang bersih yang membuat nyaman dan betah para
pelanggan untuk berbelanja di pasar modern.
b. Pelanggan sendiri yang melakukan pembelian, memilih barang sesuai keinginan
dan mengisi keranjang belanja yang dibawa.
Menurut Winardi (1993 : 121) ada hal yang membedakan supermarket dengan
perusahaan perdagangan eceran lainnya yaitu :
c. Branch Swalayan, adanya perpindahan penduduk antar keluar daerah maka setiap
supermarket cenderung untuk mendirikan cabang (branch store) dalam usahanya
untuk tetap mempertahankan omset penjualan serta laba mereka. Ciri khas
swalayan cabang adalah bahwa swalayan tersebut dikendalikan oleh swalayan
utama, dimana produk-produk yang dibeli swalayan utama disimpan dan
didistribusikan ke swalayan cabang tersebut.
Pasar digital adalah suatu usaha untuk melakukan pemasaran sebuah brand atau
produk melaluidunia digital atau internet. Tujuannya ialah untuk menjangkau
konsumen maupun calon konsumen secara cepat dan tepat waktu. Secara mudahnya
ialah, pasar digital ialah suatu cara untuk mempromosikan produk atau brand tertentu
melalui media internet. Bisa melalui iklan di internet, facebook, youtube, ataupun
media sosial lainnya. Pasar digital sangat fleksibel dan efisien karena beroperasi
dengan biaya pencarian dan transaksi yang sangat kecil, biaya menu yang lebih rendah,
diskriminasi harga, dan kemampuan untuk mengubah harga dengan dinamis yang
disesuaikan dengan kondisi pasar.
E-Commerce secara umum dapat diartikan sebagai transaksi jual beli secara
elektronik melalui media internet. Selain itu, E-Commerce juga dapat diartikan
sebagai suatu proses berbisnis dengan memakai teknologi elektronik yang
menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi
elektronik dan pertukaran atau penjualan barang, servis, dan informasi secara elektronik.
Menurut Sukarmi (2008), Sebuah transaksi dapat dikatakan sebagai E-Commerce jika
memiliki komponen-komponen sebagai berikut :
Sektor pertanian merupakan sektor yang tidak luput dari lahan sebagai faktor utama
dalam mendorong laju produksi pangan di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa lahan
telah menjadi isu strategis, khususnya pada permasalahan alih fungsi lahan. Pada
dasarnya, ketersediaan akan lahan relatif tetap, namun dengan banyaknya faktor
pendorong terjadinya peralihan fungsi lahan yang salah satu penyebabnya adalah
peningkatan sumber daya manusia hingga berdampak pada kebutuhan pembangunan
yang terjadi di Indonesia. Hal ini membuat kebutuhan lahan terus mengalami peningkatan
yang cukup signifikan, berbanding terbalik dengan banyaknya lahan yang tersedia,
sehingga lahan-lahan yang diperuntukkan bagi sektor pertanian di alih fungsikan untuk
kebutuhan non pertanian. Alih fungsi lahan tersebut tentunya sangat berdampak kepada
produktivitas komoditas-komoditas pertanian yang diproduksi, contohnya adalah sayur-
sayuran.
Tabel (3) Produksi Pertanian di Indonesia
Tahun
Komoditas
2019 2020 2021
Bawang Merah (Ton) 1.580.247 1.815.445 2.004.590
Bawang Putih (Ton) 88.816 81.805 45.092
Bawang Daun (Ton) 590.596 579.748 627.853
Kentang (Ton) 1.314.657 1.282.768 1.361.064
Kubis (Ton) 1.413.060 1.406.985 1.434.670
Kembang Kol (Ton) 183.816 204.238 203.385
Petsai/Sawi (Ton) 652.727 667.473 727.467
Wortel (Ton) 674.634 650.858 720.090
Lobak (Ton) 24.248 24.902 -
Kacang Merah (Ton) 61.520 66.210 -
Kacang Panjang (Ton) 352.700 359.158 383.685
Cabai Besar (Ton) 1.214.419 1.264.190 1.360.571
Cabai Rawit (Ton) 1.374.217 1.508.404 1.386.447
Tomat (Ton) 1.020.333 1.084.993 1.114.399
Terung (Ton) 575.393 575.392 676.339
Buncis (Ton) 299.311 305.923 320.774
Ketimun (Ton) 435.975 441.286 471.941
Labu Siam (Ton) 407.963 511.014 516.954
Kangkung (Ton) 295.556 312.336 341.196
Bayam (Ton) 160.306 157.024 171.706
Melinjo (Ton) 238.419 255.985 292.167
Paprika (Ton) 19.358 17.822 12.665
Jamur (Kg) 33.163.188 3.316.319 90.420
Petai (Ton) 310.103 350.638 387.691
Jengkol (Ton) 96.926 129.143 152.609
Total 46.548.488 17.370.059 14.803.775
Provinsi Banten adalah salah satu provinsi di Indonesia yang cukup berdampak
dengan adanya kegiatan alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian. Fakta tersebut
dapat terlihat dari data BPS pada Provinsi Banten dalam tiga tahun berturut-turut
sebagaimana yang terlampir berikut :
Tahun
Komoditas
2019 2020 2021
Bawang Merah (Ton) 1.545 1.404 1.190
Bawang Putih (Ton) - - 1
Bawang Daun (Ton) 414 274 258
Kentang (Ton) 13 - 4
Kubis (Ton) 21 3 51
Kembang Kol (Ton) 1 4 87
Petsai/Sawi (Ton) 7.403 7.054 6.786
Wortel (Ton) 300 124 216
Lobak (Ton) - - -
Kacang Merah (Ton) - - -
Kacang Panjang (Ton) 11.948 16.056 14.372
Cabai Besar (Ton) 7.104 6.947 6.406
Cabai Rawit (Ton) 5.019 5.861 3.993
Tomat (Ton) 830 1.894 1.190
Terung (Ton) 5.042 5.042 5.387
Buncis (Ton) 100 63 55
Ketimun (Ton) 13.712 19.325 17.858
Labu Siam (Ton) 91 225 33
Kangkung (Ton) 10.701 13.244 12.388
Bayam (Ton) 8.018 9.035 8.972
Melinjo (Ton) 54.529 49.567 47.680
Paprika (Ton) - - -
Jamur (Kg) 163.258 16.326 329
Petai (Ton) 10.741 11.997 10.657
Jengkol (Ton) 6.357 12.202 8.605
Total 307.147 176.647 146.518
1. Petani Semakin Miskin. Akibat dari penggunaan input yang tak tebayarkan
dengan produktivitas pertanian yang rendah menimbulkan efek negatif pada
jumlah pendapatan petani. Pada dasarnya hidup petani hanya mengandalkan dari
sawah yang mereka punya saja. Apabila produksi tidak membuahkan hasil, petani
dilanda kerugian yang amat besar.
2. Impor Meninggi. Ketidakcukupan pangan atau bahan – bahan yang dibutuhkan
negara dari sektor petanian mendesak negara untuk melakukan aktivitas impor
bahan pertanian. Sehingga, devisa negara yang masuk akan semakin rendah pula.
Apabila dibiarkan maka sentimen ekonomi Indonesia diprediksi akan banyak
berubah. Murahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar memungkin masyarakat
Indonesia lebih memilih dollar disbanding rupiah.
3. Habisnya Area Pertanian. Diketahui bahwa, produktivitas menjadi tonggak
usaha petani yang menjamin perekonomiannya. Apabila produktivitas semakin
goyang, sudah tidak mengejutkan lagi bila petani enggan untuk melanjutkan
hidupnya menjadi petani lagi. Lalu banyak dari mereka yang akhirnya menjual
seluruh asset pertaniannya karena kehidupannya tak terjamin.
Alih fungsi lahan pertanian bukan merupakan hal yang baru. Dengan semakin
meningkatnya taraf hidup dan terbukanya kesempatan untuk menciptakan peluang
kerja, yang ditandai oleh semakin banyaknya investor ataupun masyarakat dan
pemerintah dalam melakukan pembangunan, maka semakin meningkat pula kebutuhan
akan lahan. Dipihak lain jumlah lahan yang terbatas sehingga menimbulkan penggunaan
lahan yang seharusnya beralih ke penggunaan non-pertanian. Alih fungsi lahan
pertanian ke non-pertanian merupakan isu yang perlu diperhatikan karena
ketergantungan masyarakat terhadap sektor pertanian. Konversi lahan atau alih fungsi
lahan adalah berubahnya satu penggunaan lahan ke penggunaan lainnya, sehingga
permasalahan yang timbul akibat konversi lahan, banyak terkait dengan kebijakan
tataguna tanah (Ruswandi, 2005). Menurut Kustiawan (1997), alih fungsi atau
konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian
sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Alih fungsi lahan
umumnya terjadi di wilayah sekitar perkotaan dan dimaksudkan untuk
mendukung perkembangan sektor industri dan jasa. Dalam kegiatan alih fungsi lahan
sangat erat kaitannya dengan permintaan dan penawaran lahan.
Bila dilihat dari perkembangan luas sawah dan jumlah penduduk Kabupaten
Tangerang sampai dengan tahun 2015, maka rata-rata penyusutan lahan sawah sebesar
971.2 Ha atau 2,4% pertahun, sedangkan tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar
193.787.28 jiwa atau 7,73% pertahun. Dapat dilihat bila pertumbuhan penduduk
Kabupaten Tangerang dari tahun ke tahun sangat tinggi, dengan meningkatnya
pertumbuhan penduduk, maka permintaan akan lahan (sawah) tidak bisa dihindarkan lagi,
dengan penyusutan luas sawah rata-rata 2,4% per tahun dirasa penulis cukup tinggi.
Permintaan akan lahan untuk berbagai keperluan baik itu perumahan, industri,
perdagangan, infrastruktur, pasar dan lain-lain akan terus meningkat dari tahun ke tahun,
sehingga pihak pemerintah daerah harus membuat suatu aturan yang tegas untuk
membatasi penyusutan lahan (sawah) tersebut.
Kedudukan Kabupaten Tangerang yang merupakan salah satu kota satelit yaitu suatu
kota kecil di tepi sebuah kota besar yang meskipun merupakan komunitas mandiri,
sebagian besar penduduknya tergantung dengan kehidupan kota besar. Biasanya
penghuni kota satelit ini adalah komuter dari kota besar tersebut. Sedangkan kota satelit
ini merupakan daerah penunjang bagi kota-kota besar di sekitarnya dan merupakan
“jembatan” masuk akses untuk menuju ke kota besar. Karena kota satelit juga berfungsi
sebagai penunjang kota besar, maka implikasi dari pada kota satelit sebagai penunjang
akan tampak pada hidup keseharian warganya. Kota satelit bisa juga sebagai pemasok
barang- barang kebutuhan warga kota besar karena semakin besar dan berkembangnya
suatu kota maka sikap warganya untuk memproduksi barang-barang untuk kebutuhan
mereka juga akan semakin menurun. Hal inilah, maka fungsi kota satelit sebagai
penunjang kebutuhan hidup masyarakat kota juga akan semakin tampak.
Banyak penduduk Kabupaten Tangerang yang bekerja di Jakarta, tetapi tinggal di
Kabupaten Tangerang. Hal tersebut menyebabkan menjamurnya pemukiman-pemukiman
baru di Kabupaten Tangerang, di tunjang lagi dengan pesatnya pembangunan
infrastruktur jalan bebas hambatan (jalan TOL) yang menghubungkan antara DKI Jakarta
dengan Kabupaten Tangerang. Serta Kabupaten Tangerang dengan kota-kota lain di
sekitarnya, sehingga menjadi daya tarik para investor untuk menanamkan investasinya di
Kabupaten Tangerang, salah satunya di bidang property (bangunan), baik itu berupa
perumahan, pergudangan, pertokoan, maupun pembangunan kawasan industri.
2.13. Dampak Alih Fungsi Lahan Persawahan Terhadap Produksi Beras Dan
Ketahanan Pangan
Peran Kabupaten Tangerang sebagai daerah penyangga bagi DKI Jakarta selain itu
juga merupakan daerah satelit telah mengubah struktur perekonomian Kabupaten
Tangerang ke sektor industri dan jasa dan merupakan daerah tujuan migrasi masuk untuk
mencari pekerjaan maupun tujuan tempat tinggal bagi yang bekerja di daerah DKI Jakarta
dan sekitarnya, sehingga dapat dipastikan jumlah penduduk di Kabupaten Tangerang
terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam rangka ketahanan pangan kebutuhan akan
beras juga akan terus meningkat.
Jumlah produksi padi sawah dari tahun 2009-2010 mengalami peningkatan sebesar
57.257 Ton GKG atau 14,54% hal ini disebabkan adanya pemanfaatan teknologi
pertanian yang baik serta ditunjang dengan sosialisasi cara bertanam yang baik oleh dinas
pertanian dan peternakan Kabupaten Tangerang, sehingga resiko gagal panen (puso)
dapat dihindari, namun antara tahun 2010- 2011 jumlah produksi padi sawah mengalami
penurunan sebesar 12.890 Ton GKG atau 2,85%. Setelah terjadi konversi dari gabah
kering giling ke beras maka pada tahun 2009-2010 terdapat kenaikan sebesar 35.923 ton
atau 14,54%. namun pada tahun 2010-2011 terjadi penurunan produksi beras sebesar
8.087.62 ton atau 2,86% sehingga bila dilihat tahun data 2009-2011 terjadi kenaikan
produksi beras sebesar 27.835,38 atau 11,27%.
Bila dibandingkan antara kebutuhan beras dengan produksi beras yang dihasilkan
oleh Kabupaten Tangerang, maka kebutuhan akan beras jauh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan produksi beras itu sendiri. Rata-rata kekurangan beras yang harus
dipenuhi oleh pemerintah daerah sebesar 321.366 ton atau 18,16% sehingga untuk
memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah daerah harus membeli beras dari daerah
penghasil beras lainnya, misalnya Cianjur, Subang, Karawang, dan lain sebagainya. Bila
kebutuhan akan beras tersebut dapat dipenuhi secara mandiri, anggaran yang sekiranya
untuk membeli beras dari daerah lain dapat dialokasikan untuk kesejahteraan warga yang
lainnya.
Untuk menuju kemandirian pangan yang berpijak pada produksi padi secara mandiri
diperlukan peran serta dari berbagai pihak baik dari pemerintah daerah yaitu melalui dinas
pertanian dan peternakan yang harus menerapkan suatu kebijakan atau suatu metode
bercocok tanam yang bagus sehingga hasil panen bisa diharapkan untuk memenuhi
kebutuhan akan beras di Kabupaten Tangerang. Dinas tata ruang juga harus dengan tegas
menetapkan kawasan mana yang bisa dialihfungsikan dan kawasan mana yang tidak
dapat dialihfungsikan sehingga para investor tidak bisa dengan sesuka hatinya membeli
tanah (sawah) warga dengan tujuan untuk dialihfungsikan (Puwiyanto, 2011).
Selain diperlukan suatu perundangan yang ketat dan tegas serta para aparat juga harus
dengan displin dan konsekuen melaksanakan peraturan dan perundangan yang berlaku.
Pemetaan lahan abadi seperti usulan dari dinas pertanian dan peternakan, maka dinas tata
ruang juga perlu melakukan koordinasi dengan dinas pengairan sehingga diketahui lahan
di wilayah yang mempunyai tingkat kesuburan dengan kualitas serta irigasi yang baik
serta seberapa luas lahannya. Dari hasil koordinasi dengan beberapa dinas tersebut, maka
dinas tata ruang akan membuatkan suatu draf peraturan tentang lahan abadi serta
pemetaan wilayahnya.
3. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA) dengan
berbagai kebutuhan dan manfaat bagi segala sektor, khususnya sektor pertanian yang
terus menjadi tumpuan negara dalam membangun kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan nasional. Namun, SDA itu lama - kelamaan semakin tergerus oleh aktivitas
peralihan lahan pertanian. yakni perubahan lahan dari satu pemakaian ke pemakaian lahan
untuk lainnya. Alih fungsi lahan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu berupa faktor
penduduk, faktor kebutuhan lahan dalam pembangunan real estate, industri, faktor
infrastuktur, faktor ekonomi, faktor sosial budaya, faktor degradasi lingkungan, faktor
kebijakan, otonomi daerah dan perundang-undangan lemah.
Banten merupakan daerah yang terdampak dari alih fungsi lahan ini. Salah satunya
adalah terjadi penurunan tingkat efisien dalam menghasilkan barang atau produktivitas
pertanian sayuran di daerah tersebut. Akibatnya, masih banyak petani yang masih miskin
di daerah – daerah banten, tak hanya itu tingkat impor melambung tinggi akibat lemahnya
bahan pangan yang di produk. Tanggerang contohnya, ketahanan pangan daerah ini
menjadi terancam akibat kurangnnya kebutuhan bahan pokok berupa beras. Untuk
mengatasi masalah ini perlu adanya usaha - usaha untuk menjaga produktivitas yaitu :
perlu dilakukannya intensifikasi pertanian atau pengolahan lahan pertanian dengan
sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan berbagai
sarana. Selain itu juga perlu dilakukannya pembangunan gudang - gudang, pabrik
pengolahan hasil pertanian. Pemberian dan penyaluran berbagai subsidi dan insentif
modal kepada para petani juga perlu dilakukan, agar petani dapat meningkatkan produksi
pertaniannya. Kemudian, diperlukan suatu perundangan yang ketat dan tegas serta para
aparat juga harus dengan displin dan konsekuen melaksanakan peraturan dan
perundangan yang berlaku. Dengan upaya – upaya ini diharapkan tingkat produktivitas
produksi sayur – sayur dan bahan pangan dapat terjaga dengan baik.
3.2. Saran
Erilia, E. (2021, November 25). Tahapan Proses Produksi Budidaya Tanaamn Pangan di
Bidang Pertanian. Diambil kembali dari Tirto.id: https://tirto.id/tahapan-proses-
produksi-budidaya-tanaman-pangan-di-bidang-pertanian-glE7
Mahdi, M. I. (2022, April 3). Krisis Petani Muda di Negara Agraris. Diambil kembali dari
DataIndonesua.id: https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/krisis-petani-muda-di-
negara-agraris
Ningrum, V. (2017, September 20). Indonesia di Ambang Krisis Petani. Diambil kembali dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: http://lipi.go.id/lipimedia/indonesia-di-
ambang-krisis-
petani/19056#:~:text=Dia%20menuturkan%20sebagian%20besar%20petani,sebagai
%20petani%2C''%20jelasnya.
Perkasa, A. (2016, Maret 11). Masalah Ini Masih Hambat Produktivitas Sektor Pertanian.
Diambil kembali dari Bisnis.com:
https://ekonomi.bisnis.com/read/20160311/99/527215/lima-masalah-ini-masih-
hambat-produktivitas-sektor-pertanian
Sujaya, D. H., Hardiyanto, T., & Isyanto, A. Y. (2018). Faktor - Faktor yang Berpengaruh
terhadap Produktivitas Usahatani Mina Padi di Kota Tasikmalaya. Jurnal Pemikiran
Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis .
Yuliana. (2014). Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Petani Padi Sawah di
Gampong Pante Rakyat Kecamatan Babahot Kabopaten Aceh Barat Daya. Aceh
Barat: Universitas Teuku Umar.
Rereantica, A.M (2021). E-commerce: Pasar Digital dan Barang Digital. Universitas Mercu
Buana
Kurniawan, M. (2016). Bab II Tinjauan Pustaka Deskripsi Pasar Modern dan Tradisional.
Karini, D. M. (2013). Dampak Alih Fungsi Lahan Persawahan Terhadap Produksi Beras Dalam
Rangka Ketahanan Pangan (Studi Kasus di Kabupaten Tangerang). Jurnal Ketahanan
Nasional, 19(1).
Kusumastuti, A.C., Kolopaking, L. M., & Barus, B. (2018). Faktor yang Mempengaruhi Alih
Fungsi lahan Pertanian Pangan di Kabupaten Pandeglang. Sodality, Jurnal Sosiologi
Pedesaan, 6(2).
Hidayati, F., Yonariza, Y., Nofialdi, N., & Yuzaria, D. (2019, January). Intensifikasi lahan
melalui sistem pertanian terpadu: Sebuah tinjauan. In Unri Conference Series:
Agriculture and Food Security (Vol. 1, pp. 113-119).
Novana Ardani, M,. Alih Fungsi Lahan Pertanian Ditinjau Dari Penyelenggaraan Pangan
(Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan). Law, Development &
Justice Review. Vol. 3 (2), 2020. E-ISSN:2655-1942.
Rustiati Ridwan, I,. Faktor-Faktor Penyebab dan Dampak Konversi Lahan Pertanian.
Isa, I., Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Badan Pertanahan Nasional.
Ketut Suratha, I. (2017). Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan.
ISSN 0216-8138. Diakses pada 12 Oktober 2022 pada pukul 11.13 dari Website
Resmi Provinsi Banten
https://bantenprov.go.id/profilprovinsi/geografi#:~:text=Banten%20merupakan%20
provinsi%20yang%20berdiri,Kota%20Cilegon%2C%20dengan%20luas%209.160%
2C