You are on page 1of 32

Hubungan Alih Fungsi Lahan Terhadap Tingkat Produktivitas

Sayuran di Provinsi Banten

The Relationship between Land Transfer and Vegetable Productivity in Banten


Province
Detia Agustin1, Kanjeng Bhaihaqi Aruma2, Muhamad Raehan3
Fakultas Sains dan Teknologi
Program Studi Agribisnis
Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta
Email : kakanaruma@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan antara alih fungsi lahan dengan tingkat produktivitas
sayuran di provinsi banten. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa alih fungsi lahan di Indonesia
menjadi suatu tantangan bagi sektor pertanian. Di daerah banten menujukan bahwa kegiatan alih fungsi
lahan ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Di lain sisi, permintaan masyarakat akan sayuran pun
meningkat. Apabila kedua variabel ini berjalan bersamaan maka harus ada salah satu variabelnya yang
dikorbankan. Jumlah ketersediaan lahan yang semakin berkurang menimbulkan kendala dalam aktivitas
produksi komoditi sayuran. Hal ini juga memengaruhi tingkat produkvitas dari sayur – sayuran yang
dihasilkan.

Kata kunci : Alih Fungsi Lahan, Produksi, Produktivitas, Sayuran

ABSTRACT

This research aims to determine the relationship between land conversion and the level of vegetable
productivity in Banten Province. As we know that land conversion in Indonesia is a challenge for the
agricultural sector. In the Banten region, it shows that land conversion activities are increasing from year
to year. On the other hand, the people's need for vegetables has also increased. If these two variables go
together then one of the variables must be sacrificed. The decreasing availability of land causes the
production of vegetable commodities to be hampered. This also affects the level of productivity of the
vegetables produced.

Keywords : Land conversion, Production, Productivity, Vegetables

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA) dengan
berbagai kebutuhan dan manfaat bagi segala sektor, khususnya sektor pertanian yang
terus menjadi tumpuan negara dalam membangun kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan nasional. Pembangunan tersebut didorong dengan berbagai aspek penting
yang terlibat dapat proses di sektor pertanian, contohnya adalah lahan yang kini telah
menjadi concern bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal ini didasarkan karena
banyaknya fakta yang menggambarkan betapa seringnya lahan pertanian di alih fungsikan
menjadi lahan non pertanian.

Tantangan-tantangan terhadap alih fungsi lahan ini akan terus berkembang dan tidak
dapat kita pungkiri bahwa lahan pertanian yang tersedia seakan-akan terus bersaing
dengan lahan yang akan dimanfaatkan untuk pembangunan dan semakin tergerusnya
lahan-lahan pertanian akibat ulah manusia yang mengubah lahan pertanian menjadi
tempat pemukiman, bangunan perkantoran, hotel, pembangunan infrastuktur, bahkan
pembangunan industri, sehingga kegiatan pengalihfungsian ini masif terjadi pada
wilayah-wilayah di perkotaan. Hal ini didasarkan salah satu faktor di mana semakin
bertambahnya penduduk di Indonesia.

Padahal, pemerintah memiliki wewenang untuk dapat memutuskan perihal alih fungsi
lahan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomer 41 pada Tahun 2009 terkait
Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan (LP2B) dengan mengeluarkan sebuha
program perlindungan lahan pertanian pangan berkelajutan (PLP2B) melalui prinsip
mengutamakan nilai solidaritas, kemampuan dalam berkeadilan, berkelanjutan, memiliki
wawasan akan lingkungan, mandiri, serta dapat menjaga dalam menyeimbangkan,
memajuan, dan menyatukan perekonomian nasional.

Akan tetapi, saat ini pun alih fungsi lahan masih kerap terjadi berdampak pada
menurunkan produktivitas bahan pangan pertanian, seperti sayur-sayuran, buah-buahan,
bahkan makanan pokok. Sebagaimana provinsi Banten yang kini mengalami penurunan
produktivitas sayur-sayuran akibat terjadinya alih fungsi lahan dan berdampak pada
menipisnya pasokan bahan pangan lokal atau nasional di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan ini, rumusan masalah yang dapat berikan, yakni :


1. Apa yang dimaksud dengan alih fungsi lahan?
2. Apa saja aktor-faktor yang menyebabkan alih fungsi lahan dan bagaimana
dampaknya terhadap sektor pertanian?
3. Daerah apa saja yang telah mengalami alih fungsi lahan khususnya pada
provinsi Banten?
4. Apa yang dimaksud dengan produksi, produktivitas, petani, dan budidaya?
5. Apa saja faktor-faktor dalam mendorong dan meningkatkan produktivitas
sayuran?
6. Bagaimana tahap-tahapam dalam memproduksi?
7. Bagaimana hambatan-hambatan dalam proses produksi?
8. Bagaimana jumlah produksi sayuran di Indonesia saat ini?
9. Berapakah luas lahan pertanain yang dimiliki daerah di Provinsi Banten?
10. Bagaimana pola pemasaran sayuran?
11. Bagaimana reaksi yang ditimbulkan antara tingkat produktivitas terhadap alih
fungsi lahan.
12. Alasan apakah yang teah mendorong terjadinya alih fungsi lahan di provinsi
Banten?
13. Bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh alih fungsi lahan pertanian di
provinsi Banten.
14. Bagaimana solusi dan peran mahasiswa dalam menghadapi alih fungsi lahan
yang terjadi?

15. Bagaimana peran nyata dari pemerintah dalam menangani kasus tersebut?

1.3 Tujuan

Berdasarkan hasil rumusan masalah, maka dapat disimpulkan bahwa :


1. Mengetahui pengertian akan alih fungsi lahan.
2. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan alih fungsi lahan dan bagaimana
dampaknya terhadap sektor pertanian.
3. Mengetahui daerah apa saja yang telah mengalami alih fungsi lahan
khususnya pada provinsi Banten.
4. Mengetahui pengertian terkait produksi, produktivitas, petani, dan budidaya.
5. Mengetahui faktor-faktor dalam mendorong dan meningkatkan produktivitas
sayuran.
6. Mengetahui tahap-tahapan dalam memproduksi.
7. Mengetahui hambatan-hambatan yang timbul dalam proses produksi.
8. Mengetahui jumlah produksi sayuran di Indonesia saat ini.
9. Mengetahui luas lahan pertanain yang dimiliki daerah di Provinsi Banten.
10. Mengetahui pola pemasaran sayuran.
11. Mengetahui reaksi yang ditimbulkan antara tingkat produktivitas terhadap alih
fungsi lahan.
12. Mengetahui alasan yang mendorong terjadinya alih fungsi lahan di provinsi
Banten.
13. Mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh alih fungsi lahan pertanian di
provinsi Banten.
14. Mengetahui solusi dan peran mahasiswa dalam menghadapi alih fungsi lahan
yang terjadi.
15. Mengetahui peran nyata dari pemerintah dalam menangani kasus tersebut.

II. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Alih Fungsi Lahan (Tanah)

Utomo (dalam lestari 2009) mengatakan bahwa alih fungsi lahan atau yang
dikenal dengan konversi lahan, yakni adanya perubahan dari satu pemakaian lahan ke
pemakaian lahan untuk lainnya.

Alih fungsi lahan pertanian berkelanjutan sebagaimana menurut Undang-Undang


Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
merupakan peralihan dari fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan menjadi non lahan
pertanian pangan berkelanjutan, di mana hal ini dilakukan secara menetap ataupun hanya
untuk sementara.

Sementara, alih fungsi tanah menurut Adi Sasono dalam Ali Sofyan Husein di tahun
1995 adalah peralihan aktivitas dalam menggunakan tanah menjadi aktivitas lainnya yang
disebabkan adanya peningkatan jumlah penduduk dan bertambahnya kebutuhan akan
tanah yang hal ini dapat mengubah struktur kepemilihan dan pemakaian tanah secara
kontinu. Adanya perkembangan besar dari struktur industri mengakibatkan terjadinya
konversi tanah secara habis-habisan. Selain mengalihkan fungsi tanah sebagai kebutuhan
akan industri, aktivitas merugikan bagi pertanian ini pun dilakukan dalam memenuhi akan
kebutuhan perumahan yang totalnya jauh lebih besar dari kebutuhan industri.

Alih fungsi lahan pertanian telah menjadi ancaman yang besar dalam upaya
negara mencapai ketahanan dan kedaulatan pangan, di mana aktivitas ini berdampak
serius terhadap produksi pangan yang dihasilkan, lingkungan fisik, hingga pada
kesejahteraan masyarakat dan petani desa yang hanya bergantung terhadap lahannya
dalam menunjang kebutuhan hidupnya.

2.2 Faktor-Faktor Penyebab Alih Fungsi Lahan

Alih fungsi lahan yang terjadi pada sektor pertanian telah didasarkan oleh adanya
faktor-faktor penyebabnya, di antara lain :

1. Faktor Penduduk : Bertambahnya jumlah populasi penduduk di Indonesia tidak


dapat dipungkuri telah menjadi faktor penyebab kebutuhan akan tempat tinggal,
industri, infrastuktur pun akan semakin bertambah. Dengan bertambahnya
populasi tersebut juga berdampak pada meningkatnya taraf hidup masyarakat
Indonesia yang hal ini berdampak pada bertambahnya permintaan akan lahan
untuk kegiatan masyarakat.
2. Faktor Kebutuhan Lahan dalam Pembangunan Real Estate, Industri,
Infrastuktur, dan lainnya : Faktor-faktor tersebut dalam pembangunannya
membutuhkan luas lahan yang besar, di mana sebagian lahan yang dipergunakan
berasal dari lahan pertanian. Hal ini lah yang juga turut meningkatkan laju alih
fungsi lahan.
3. Faktor Ekonomi : Salah satu yang alasan petani mengalihfungsikan lahan
pertanian menjadi non pertanian atau menjual lahan yang dimilikinya adalah
karena adanya desakan dalam memenuhi kebutuhan dan keperluan keluarganya,
seperti biaya pendidikan, biaya rumah tangga, dan lain sebagainya.
4. Faktor Sosial Budaya : Adanya hukum waris telah berdampak dalam
memecahkan fungsi lahan pertanian, akibatnya lahan yang diperlukan tidak
mampu memenuhi skala ekonomi untuk membuat usaha menguntungkan dalam
batas minimum yang ditetapkan.
5. Faktor Degradasi Lingkungan : Kemarau panjang yang terjadi di Indonesia
berdampak pada berkurangnya jumlah ketersedian air yanng dibutuhkan bagi
pertanian, khususnya sawah. Selain itu, adanya pencemaran air irigasi yang
menyebabkan lingkungan sawah menjadi rusak pun telah menjadi alasan alih
fungsi lahan.
6. Faktor Kebijakan, Otonomi Daerah dan Perundang-undangan Lemah :
Terdapatnya undang-undang mengenai pemeliharaan tanah, sebagaimana dalam
Pasal 15 Undang-undang nomer 5 pada tahun 1960 terkait Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria, tidak pula terlaksana dengan seharusnya, serta belum adanya
pertimbangan dalam segala aspek, baik dalam pencegahan konversi lahan
pertanian yang produktif dalam ketetapan pembentukan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW). selain itu, dalam aspek regulasi yang telah pemerintah pusat
dan daerah keluarkan berkaitan dengan transfigurasi fungsi lahan pertanian, di
mana pada peraturan itu senditi memiliki kelemahan dalam hal kekuatan hukum,
sanksi yang diterapkan jika adanya pelanggaran, dan ketelitian terhadap sasaran
lahan yang tidak diperbolehkan untuk dialih fungsikan.

2.3 Dampak Alih Fungsi Lahan bagi Pertanian

Alih fungsi lahan sejatinya memiliki dampak yang negatif dalam sektor pertanian.
Pertanian memelurkan luas lahan yang besar untuk dapat meningkatkan produksi pangan
nasional, sehingga kebutuhan pangan dalam negeri dapat tercapai. Akan tetapi, dengan
adanya alih fungsi lahan (konversi lahan) menimbulkan dampak pada lingkungan yang
cenderung mudah rusak akibat berkurangnya zona resapan air, sehingga dengan mudah
mendorong terjadinya banjir dan kekeringan

Selain itu, alih fungsi lahan yang masif dilakukan menyebabkan petani memiliki
kesulitan dalam mencari lapangan pekerjaan yang baru, sehingga menimbulkan
pengangguran yang semakin banyak sebagaimana hal ini telah disampaikan oleh
Sihaloho, dkk di tahun 2007. Sementara itu, dampak yang sangat dirasakan dengan
adanya alih fungsi lahan adalah produksi komoditas-komoditas pertanian yang dihasilkan
akan cenderung mengalami penurunan secara drastis karena lahan pertanian yang
dibutuhkan berkurang, sehingga hal ini akan merugikan tidak hanya bagi petani yang
kehilangan banyak modal, tetapi bagi masyarakat yang akan membeli bahan hasil
pertanian dengan harga yang jauh lebih mahal.

Sementara itu, dampak negatif yang dirasakan bagi sektor non pertanian yakni
bertambahnya bangunan-bangunan infrastuktur yang berdampak signifikan terhadap
wilayah hunian yang semakin padat.

2.4 Alih Fungsi Lahan di Daerah-Daerah di Provinsi Banten

Gambar 1. Lambang Provinsi Banten


Sumber : Pemprov Banten

Provinsi Banten adalah salah satu provinsi di Indonesia yang berdiri secara
administratif berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000. Provinsi Banten
mempunyai jumlah penduduk sebanyak 12.548.986 Jiwa yang tersebar di masing-masing
4 Kabupaten dan kota, yakni : Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten
Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Kota Serang, Kota Tangerang Selatan, Kota
Tangerang, serta Kota Cilegon.

Dengan jumlah populasi penduduk yang cukup banyak tersebut tidak membuat
Banten menjadi Provinsi yang bersih dari alih fungsi lahan. Sebagaimana pula, masih
terdapat Kabupaten atau Kota yang melakukan aktivitas alih fungsi lahan tersebut dengan
beberapa alasan.
2.4.1. Alih Fungsi Lahan di Kota Serang

Gambar 1. Lambang Kota Serang


Sumber : Wikipedia

Kota Serang dalam perkembangannya berfokus pada penekanan aspek sarana dan
prasarana dalam mendorong aktivitas kotanya. Dengan adanya jumlah penduduk yang
meningkat sebagaimana berdasarkan data BPS Kota Serang pada tiga tahun terakhir,
yakni dari 2019-2021, tercatat jumlah penduduk Kota Serang di tahun 2019 sebesar
688.603 ribu jiwa dan di tahun 2020 jumlah penduduk Kota Serang sebanyak 692.101
ribu jiwa, sementara pada tahun 2021 jumlah penduduk Kota Serang mencapai 704.618
ribu jiwa. Hal tersebut kemudian menimbulkan peningkatan akan kebutuhan ruang dan
wilayah pemukiman serta perkotaan.

Menurut data yang diperoleh dari BPS (2018), Kota Serang menggunakan lahan
terbesar untuk sektor pertanian sebesar 69,82%, kawasan pemukiman sebesar 19,85%,
kawasan industri sebesar 5%, serta kawasan perusahaan sebesar 4,40%. Pada dasarnya,
alih fungsi lahan yang dilakukan di Kota Serang akan sangat diuntungkan bagi penduduk
karena adanya perubahan yang terjadi akan menampung berbagai aktivitas dalam sektor
perdagangan dan jasa, sehingga berdampak pula dalam meningkatkan ekonomi
penduduk.

Namun, perlu diperhatikan bahwa luasan tanah yang tersedia di Kota Serang juga
dapat terjadi ancaman terjadinya alih fungsi lahan. Ancaman tersebut jika dibandingkan
antara jumlah lahan pertanian yang tersedia dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
sebagaimana hal tersebut sesuai dengan perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
2010-2030 Nomor Nomor 6 Tahun 2011 yang menjelaskan bahwa luasan lahan pertanian
sebanyak 4.319,15 ha, sementara di dalam usuluan pengubahan perda Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) dari 2010 sampai 2030 Nomor Nomor 6 Tahun 2011 terdapat
pengurangan sebesar 3.480,95 Ha. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan aturan
RTRW, maka adanya ancaman terhadap alih fungsi lahan sebanyak 838,58 Ha, sehingga
pada kondisi lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kota Serang ini akan mengalami
beralih fungsian dengan luas lahan 838,58 ha.

Jika mengacu pada perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah
dilaksanakan, Kota Serang akan mengalami alih fungsi lahan pada kurun waktu 2010-
2030 seluas 1.454,73 ha, sehingga menyebabkan dalam mengembangkan dan melindungi
lahan pertanian pangan di Kota Serang akan berdampak untuk sulit diwujudkan.

Sementara itu, di dalam pola Tata Ruang Wilyah Kota Serang, terdapat sebagaian
besar dari lahan pertanian yang ada di Kota Serang akan mengalami ancaman untuk
dialihfungsikan dalam memenuhi kebutuhan akan kawasan pemukiman seluas 360,77 Ha,
pergudangan dengan luas 142,51 Ha, serta untuk industri dengan luas 359,74 Ha.

Sementara itu, jika dilihat dari luas baku lahan sawah yang sudah ditetapkan melalui
SK penetapan luas lahan baku bawah oleh Menteri ATR/BPN di Kota Serang, yakni
seluas 8.455,91 ha. Sedangkan, jika ditinjau dari Perda RTRW Kota Serang yang sudah
di revisi, maka luas lahan baku sawah dialokasikan seluas 3.480,95 Ha. Berdasarkan hal
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat ancaman alih fungsi lahan baku sawah
di Kota Serang seluas 4.974,96 Ha.

Adanya alih fungsi lahan yang telah terjadi di Kota Serang ditimbulkan karena adanya
perizinan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam menggunakan lahan di Kota
Serang, contohnya pemerintah mengeluarkan izin untuk membangun bangunan (IMB)
yang berasal dari adanya potensi tersedianya lahan yang ada di Kota Serang dengan luas
lahan yang telah diberikan izin IMB, yakni seluas 615,18 ha dari total penyediaan luas
lahan sebanyak 1.863,02 Ha. Akan tetapi, dalam melakukan alih fungsi lahan tersebut
haruslah seimbang dengan peraturan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Serang, yaitu sebesar 1.863,02 Ha. Kawasan-kawasan permukiman tidak
diizinkan untuk dibangun diwilayah lahan yang dilindungi untuk lahan pertanian dengan
irigasi. Jika perizinan yang dilakukan oleh pemerintah tidak diperketat dan terus
dibiarkan, tentu alih fungsi lahan yang terjadi di Kota Serang ini akan terus terjadi hingga
mencapai luasan lahan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Serang, yaitu sebesar 1.863,02 Ha.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penerapan alih fungsi lahan yang
dilakukan di Provinsi Banten harus sesuai dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
berdasarkan luasan lahan yang diberikan disetiap sektor dan perlu diimbangi dengan
melihat kondisi dan situasi lahan yang dibutuhkan terhadap lahan yang tersedia pada
masing-masing sektor, khususnya sektor pertanian yang sampai saat ini masih menjadi
korban dalam pengalih fungsian lahan untuk pembangunan di sektor lainnya.

2.5 Pengertian Produksi, Produktivitas, Petani, dan Budidaya

Kegiatan yang ditujukan untuk menghasilkan output dengan mengubah suatu input
dan meningkatkan nilai tambah dan guna barang disebut dengan kegiatan produksi. Di
dalam produksi, tingkat efisien dalam menghasilkan barang itu kerap disebut dengan
produktivitas. Menurut Elbandiansyah (2019:250), Riyanto menjelaskan bahwa
produktivitas merupakan suatu perbandingan antara ouput (produk yang dihasilkan)
dengan input (sumber daya yang dipakai).

Pada sektor pertanian, tingkat produktivitas sangat menentukan keuntungan dan


pendapatan seorang petani dalam proses budidaya komoditi yang ditanam. Hadiutomo
(2012:2) menerangkan bahwa petani yaitu orang yang bekerja dalam kegiatan – kegiatan
pertanian kebun, sawah, ladang, dan lainnya pada sebidang tanah yang bertujuan untuk
memperoleh keuntungan. Di dalam aktivitas – aktivitas pertanian terdapat kegiatan
budidaya yang meliputi kegiatan pemuliaan tanaman, perkembangbiakan tanaman,
penanaman, perawatan, pengolahan lahan dan lainnya yang mana ini merupakan
gabungan-gabungan dari seluruh rangkaian kegiatan produksi.

2.6 Tahap-Tahap Produksi

2.6.1. Tahap Pengolahan Lahan

Lahan yang akan ditanami terlebih dahulu digemburkan melalu proses pembajakan.
Umumnya, di desa bisanya menggunakan hewan seperti sapi ataupun kerbau untuk
membantu pembajakan. Namun, pembajakan juga dapat dilakukan dengan cara
mencangkul-cangkul tanah dan menggunakan traktor. Tentu saja metode-metode yang
digunakan masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Untuk
memperoleh hasil yang maksimal, perlu memperhatikan standar-standar dalam penyiapan
lahan yaitu :

a. Lahan tidak tekontaminasi racun.


b. Proses pengolahan harus dilakukan sebaik mungkin untuk menghasilkan tanah
gembur.
c. Dalam proses pengolahan tidak merusak struktur tanahnya sehingga
menyebabkan erosi, kerusakan sumber daya lahan, dan lainnya.

2.6.2. Tahap Persiapan

Benih berpengaruh dalam keberhasilan produksi pertanian. Kunci utama kegiatan


tanam menanam adalah kualitas dari benih yang ditanam harus berkualitas dan baik.
Benih diambil dari varietas unggul, sehat, vigornya baik, dan tidak terdapat organisme
penganggu tanaman merupakan ciri-ciri benih yang baik. Pada proses menyiapkan benih
perlu memerhatikan hal-hal berikut :
a. Apabila benih berasal dari daerah endemis dan ekplosif maka seed treatment perlu
dilakukan dalam upaya pencegahan OPT.
b. Musim penanaman harus sesuai dan tepat
c. Pada proses penanaman harus mengikuti teknik budidaya yang dianjurkan.
d. Perlu sediakan antisipasi dalam pengamatan proses penumbuhan.

2.6.3. Tahap Pemupukan

Pemupukan adalah kegiatan pemberian nutrisi tanah yang beguna dalam petumbuhan
tanaman. Pada proses pemupukan harus tepat dan tidak boleh berlebihan ataupun kurang
baik dosis, waktu, hingga metodenya.

Pupuk yang diberikan ke tanaman memiliki kandung unsur hara (makro & mikro) dan
sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pupuk juga harus memiliki kualitas yang tinggi.Dosis
pupuk yang diberikan ke tanaman bervariasi tergantung luas tanahnya. Dalam pemberian
pupuk pada tanaman, perlu memperhatikan langkah-langkah berikut :
a. Pupuk yang dipakai disarankan pupuk organik.
b. Pupuk tidak memiliki dampak buruk bagi lingkungan sekitar.

c. Pupuk yang berbahan kotoran manusia perlu diolah dengan baik terlebih dahulu.
2.6.4. Tahap Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman, pemangkasan. Penyulaman, dan pembubuhan merupakan aktivitas-


aktivitas dalam pemeliharaan tanaman. Tindakan pemeliharaan harus disesuaikan dengan
masing – masing jenis tanaman yang ditanam karena masing – masing memiliki
karakteristik yang berbeda.

2.6.5. Tahap Pengendalian Organisme Penganggu Tanaman (OPT)

Penyemprotan pestisida merupakan salah satu tindakan pencegahan dan pengurangan


hama penganggu tanaman. Namun, terkadang residu pestisda meninggalkan residu pada
buah atau sayuran yang dihasilkan. Terdapat standar dalam penggunaan pestisida, yaitu :

a. Penggunaan pestisida harus bijak dan tepat.


b. Pengunaan pestisida tidak membahayakan keselamatan dan kesehatan
penyemprot atau petani serta lingkungan.
c. Penggunaan pestisida harus sesuai dengan saran yang tertera pada label kemasan.
d. Dilarang melakukan penyemprotan pestisida dengan residu yang berbahaya
menjelang panen.

2.6.6. Tahap Panen dan Pasca Panen

Proses pemanenan dilakukan apabila hasil produk tanaman telah masak dan layak
dikonsumsi. Namun, dalam penentuan panen ini bersifat opsional. Produk yang panen
disesuaikan dengan kebutuhan dan penggunaannya. Berikut adalah standar panen yang
baik :

a. Teknik pemanenan harus sesuai anjuran agar produk tidak rusak.


b. Untuk mencegah kontaminasi, wadah perlu dijaga baik suhu maupun
kesterilannya.

2.7 Faktor – Faktor Pendukung Produksi dan Produktivitas

2.7.1. Usia Petani

Umur Petani sangat menentukan tingkat produktivitas suatu pertanian. Saat ini
kondisi pertanian di Indonesia pada saat ini terbilang cukup memprihatinkan dan tengah
berada di ambang kritis. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2011
terdapat sebanyak 29,18% generasi muda yang bekerja di bidang ini dan angka ini terus
mengalami kemerosotan hingga 10 tahun berikutnya hingga mencapai 19,18% pada tahun
2021.

Sumber : Badan Pusat Statistik

Pada Hasil Sensus Pertanian 2013 diketahui bahwa mayoritas petani adalah golongan
yang terbilang tua dengan rentan usia 45 – 54 tahun atau sebanyak 7.325.714 jiwa. Hal
ini perlu dicarikan jalan keluarnya. Karena semakin bertambahnya umur, kondisi fisik
petani pun semakin rendah dan berdampak buruk bagi kegiatan budidaya maupun
produksi yang dapat menurunkan tingkat produktivitas suatu pertanian. Petani dengan
umur yang masih muda lebih memiliki motivasi dan berani bertindak dibandingkan
dengan petani yang lebih tua (Musafuru, 2016).

2.7.2. Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan yang ditempuh petani, memiliki pengaruh kepada tingkat


produktivitas pertanian. Apabila semakin tinggi pendidikan yang telah ditempuh maka
semakin tinggi tingkat produktivitasnya. Hal ini karena pandangan petani lebih terbuka
untuk mengadaptasi teknologi pertanian (Isyanto, 2011). Pendidikan juga menjadi salah
satu faktor kuat pada peningkatan pendapatan petani.

2.7.3. Pengalaman

Pengalaman telah yang ditempuh petani berkorelasi terhadap peningkatkan


produktivitas pertanian. Petani yang menempuh waktu yang lebih lama cenderung
mengalami peningkatan keterampilan dalam bertani, sehingga hal ini dapat membuat
produktivitas semakin meningkat pula.

2.7.4. Upah
Tujuan dari sebagian besar petani selain untuk mencukupi kebutuhan pokonya dari
hasil pertanian adalah memperoleh bayaran atau gaji dari hasil kerja keras mereka. Upah
juga termasuk kedalam usaha untuk meningkatkan produktivitas kerja karena dapat
memberikan dukungan kepada petani.

2.7.5. Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam petani pedesaan biasanya mencakup ayah, ibu, dan anak-anaknya.
Masing-masing orang memiliki perannya dalam kegiatan pertanian. Setiap orang
bertanggung jawab akan peran tersebut seperti ayah membajak sawah, ibu yang
menyiapkan dan memilah benih yang baik. Dari situ akan diperoleh strategi yang terbaik
yang untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pertanian.

2.7.6. Luas Lahan

Ukuran lahan yang digunakan dalam aktivitas pertanian memiliki pengaruh pada
jumlah output yang dihasilkan. Sukarwati (2002, h. 20) mengatakan bahwa lahan adalah
fakto yang jadi penentu jumlah produksi. Semakin lebar penggunaan lahannya maka
semakin banyak produksi yang dihasilkan. Dengan begitu para petanipun akan
memperoleh pendapatan yang tinggi. Pemaksimalan luas lahan juga dapat menjadi faktor
utama untuk meningkatkan produktivitas.

2.8 Hambatan-Hambatan dalam Kegiatan Produksi

Terdapat beberapa hambatan-hambatan dalam sektor pertanian yang terdiri dari :

a. Kecilnya skala usaha pertanian


b. Modal yang dimiliki terbatas
c. Penggunaan teknologi yang belum penuh
d. Musim yang tak menentu
e. Ketergantungan terhadap tenaga kerja keluarga
f. Sulitnya akses penyedia modal dan jangkauan pasar
g. Monopoli pasar oleh pedagang besar
h. Alih fungsi lahan yang semakin banyak
i. Kurangnya benih bekualitas
j. Rusaknya jalur irigasi di beberapa tempat
k. Upah yang semakin mengecil
l. Susut hasil yang semakin meninggi
m. Tidak terpenuhinya permintaan pupuk yang berkualitas

2.8. Jumlah Produksi Sayuran Indonesia


Tabel (1) Total Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 2019 - 2021

Tahun
Komoditas
2019 2020 2021
Bawang Merah (Ton) 1.580.247 1.815.445 2.004.590
Bawang Putih (Ton) 88.816 81.805 45.092
Bawang Daun (Ton) 590.596 579.748 627.853
Kentang (Ton) 1.314.657 1.282.768 1.361.064
Kubis (Ton) 1.413.060 1.406.985 1.434.670
Kembang Kol (Ton) 183.816 204.238 203.385
Petsai/Sawi (Ton) 652.727 667.473 727.467
Wortel (Ton) 674.634 650.858 720.090
Lobak (Ton) 24.248 24.902 -
Kacang Merah (Ton) 61.520 66.210 -
Kacang Panjang (Ton) 352.700 359.158 383.685
Cabai Besar (Ton) 1.214.419 1.264.190 1.360.571
Cabai Rawit (Ton) 1.374.217 1.508.404 1.386.447
Tomat (Ton) 1.020.333 1.084.993 1.114.399
Terung (Ton) 575.393 575.392 676.339
Buncis (Ton) 299.311 305.923 320.774
Ketimun (Ton) 435.975 441.286 471.941
Labu Siam (Ton) 407.963 511.014 516.954
Kangkung (Ton) 295.556 312.336 341.196
Bayam (Ton) 160.306 157.024 171.706
Melinjo (Ton) 238.419 255.985 292.167
Paprika (Ton) 19.358 17.822 12.665
Jamur (Kg) 33.163.188 3.316.319 90.420
Petai (Ton) 310.103 350.638 387.691
Jengkol (Ton) 96.926 129.143 152.609
Total 46.548.488 17.370.059 14.803.775

Sumber : Badan Pusat Statistik


2.9. Jumlah Produksi Sayuran di Provinsi Banten
Tabel (2) Total Produksi Sayuran di Provinsi Banten Tahun 2019 – 2021

Tahun
Komoditas
2.019 2.020 2.021
Bawang Merah (Ton) 1.545 1.404 1.190
Bawang Putih (Ton) - - 1
Bawang Daun (Ton) 414 274 258
Kentang (Ton) 13 - 4
Kubis (Ton) 21 3 51
Kembang Kol (Ton) 1 4 87
Petsai/Sawi (Ton) 7.403 7.054 6.786
Wortel (Ton) 300 124 216
Lobak (Ton) - - -
Kacang Merah (Ton) - - -
Kacang Panjang (Ton) 11.948 16.056 14.372
Cabai Besar (Ton) 7.104 6.947 6.406
Cabai Rawit (Ton) 5.019 5.861 3.993
Tomat (Ton) 830 1.894 1.190
Terung (Ton) 5.042 5.042 5.387
Buncis (Ton) 100 63 55
Ketimun (Ton) 13.712 19.325 17.858
Labu Siam (Ton) 91 225 33
Kangkung (Ton) 10.701 13.244 12.388
Bayam (Ton) 8.018 9.035 8.972
Melinjo (Ton) 54.529 49.567 47.680
Paprika (Ton) - - -
Jamur (Kg) 163.258 16.326 329
Petai (Ton) 10.741 11.997 10.657
Jengkol (Ton) 6.357 12.202 8.605
Total 307.147 176.647 146.518

Sumber : Badan Pusat Statistik

2.10. Pemasaran Sayuran

2.10.1. Pengertian Pasar


Santoso (2017), mengatakan bahwa pasar merupakan tempat jual beli barang dengan
jumlah penjual lebih dari satu, baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan pasar
tradisional, pertokoan, mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.
Pengertian pasar dapat dititik beratkan dalam arti ekonomi yaitu untuk transaksi jual dan
beli. Pada prinsipnya, aktivitas perekonomian yang terjadi di pasar didasarkan dengan
adanya kebebasan dalam bersaing, baik itu untuk pembeli maupun penjual. Penjual
mempunyai kebebasan untuk memutuskan barang atau jasa apa yang seharusnya untuk
diproduksi serta yang akan di distribusikan. Sedangkan bagi pembeli atau konsumen
mempunyai kebebasan untuk membeli dan memilih barang atau jasa yang sesuai dengan
tingkat daya beli. Pasar di dalamnya terdapat tiga unsur, yaitu : penjual, pembeli, dan
barang atau jasa yang keberadaannya tidak dapat dipisahkan.

Pasar menurut kajian ilmu ekonomi adalah suatu tempat atau proses transaksi antara
permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) dari suatu barang/jasa tertentu, sehingga
akhirnya dapat menetapkan harga keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang
diperdagangkan. Pasar adalah satu dari berbagai sistem institusi, prosedur, hubungan
social dan infrastruktur dimana usaha menjual barang, jasa, dan tenaga kerja untuk orang-
orang dengan imbalan uang. Pasar bervariasi dalam ukuran, jangkauan, skala geografis,
lokasi jenis dan berbagai komunitas manusia, serta jenis barang dan jasa yang
diperdagangkan.

Kotler dan Amstrong berpendapat bahwa pengertian pasar merupakan seperangkat


pembeli aktual dan juga potensial dari suatu produk atau jasa. Ukuran dari pasar itu
sendiri tergantung dengan jumlah orang yang menunjukkan tentang kebutuhan,
mempunyai kemampuan dalam bertransaksi. Banyak pemasaran yang memandang bahwa
penjual dan pembeli sebagai sebuah pasar, dimana penjual tersebut akan mengirimkan
produk serta jasa yang mereka produksi dan juga guna menyampaikan atau
mengkomunikasikan kepada pasar. Sebagai gantinya, mereka akan mendapatkan uang
dan informasi dari pasar tersebut.

2.10.2. Jenis-Jenis Pasar

Berdasarkan Keputusan dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor


23/MPP/Kep/1/1998 tentang lembaga-lembaga usaha perdagangan, yang menurut kelas
mutu pelayanan, dapat digolongkan menjadi pasar tradisional, pasar modern, dan
supermarket. Namun, seiring dengan berkembangnya teknologi, pasar mulai berkembang
menjadi pasar digital atau E-commerce.

2.10.2.1.Pasar Tradisional

Pasar tradisional merupakan pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah,
swasta, koperasi atau swadaya masyarakat dengan tempat usaha berupa toko, kios, los,
dan tenda, yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dan menengah, dan koperasi,
dengan usaha skala kecil dan modal kecil, dan dengan proses jual beli melalui tawar
menawar. Pasar tradisional merupakan sektor perekonomian yang sangat penting bagi
mayoritas penduduk di Indonesia. Masyarakat kurang mampu yang bergantung
kehidupannya pada pasar tradisional tidak sedikit, dan menjadi pedagang di pasar
tradisional merupakan alternatif pekerjaan ditengah banyaknya pengangguran di
Indonesia.

Pasar tradisional juga merupakan sebuah tempat yang terbuka dimana terjadi proses
transaksi jual beli yang dimungkinkan proses tawar-menawar. Di pasar tradisional
pengunjung tidak selalu menjadi pembeli, namun pengunjung bisa menjadi penjual,
bahkan setiap orang bisa menjual dagangannya di pasar tradisional. Pasar tradisional
merupakan sektor perekonomian yang sangat penting bagi mayoritas penduduk di
Indonesia. Masyarakat miskin yang bergantung kehidupannya pada pasar tradisional
tidak sedikit, menjadi pedagang di pasar tradisional merupakan alternatif pekerjaan di
tengah banyaknya pengangguran di Indonesia (Masitoh, 2013).

Menurut Wicaksono dkk. (2011) pasar tradisional merupakan tempat bertemunya


penjual dan pembeli serta ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara
langsung, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka
yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Pasar tradisional cenderung
menjual barang-barang lokal dan kurang ditemui barang impor, karena barang yang dijual
dalam pasar tradisional cenderung sama dengan pasar modern, maka barang yang dijual
pun kualitasnya relatif sama dengan pasar modern. Secara kualitas, pasar tradisional
umumnya mempunyai persediaan barang yang jumlahnya sedikit sesuai dengan modal
yang dimiliki pemilik atau permintaan dari konsumen, namun memiliki keberagaman
jenis barang. Dari segi harga, pasar tradisional tidak memiliki label harga yang pasti
karena harga yang pasti karena harga disesuaikan dengan besarnya keuntungan yang
diinginkan oleh setiap pemilik usaha sendiri-sendiri. Selain itu, harga pasar selalu
berubah-ubah, sehingga bila menggunakan label harga lebih repot karena harus
mengganti-ganti label harga sesuai dengan perubahan harga yang ada di pasar (Dewi dan
Winarni, 2011).
Pasar tradisional di pedesaan juga terhubung dengan pasar tradisional di perkotaan
yang biasa menjadi sentral kulakan bagi pedagang pasar-pasar pedesaan dan di
sekitarnya. Pasar tradisional merupakan penggerak ekonomi masyarakat. Saat ini pasar
tradisional tengah mengalami banyak tantangan. Persaingan menjadi tidak seimbang
karena perbedaan modal antara pedagang di pasar tradisional dengan pasar modern
(Masitoh, 2013). Namun, pasar tradisional juga memiliki kelebihan-kelebihan
dibandingkan dengan pasar modern. Kelebihan tersebut diantaranya adalah :

a. Di pasar tradisional pembeli dapat melakukan tawar menawar harga dengan


pedagang.
b. Harga yang ditawarkan cukup terjangkau.
c. Secara budaya pasar tradisonal merupakan tempat publik dimana terjadi interaksi
sosial (Masitoh, 2013).

2.10.2.2. Pasar Modern

Pasar modern merupakan pasar yang dibangun oleh pemerintaah, swasta, atau
koperasi yang pengelolaannya dilaksanakan secara modern dan mengutamakan
kenyamanan dari pembeli dan penjual. Barang yang dijual disini memiliki variasi jenis
yang beragam dengan penataan barang yang rapi sesuai dengan jenis barangnya. Barang
yang dijual relatif lebih bersih dan terjamin. Berikut ciri-ciri pasar modern adalah sebagai
berikut :

a. Mempunyai penataan ruang bersih yang membuat nyaman dan betah para
pelanggan untuk berbelanja di pasar modern.
b. Pelanggan sendiri yang melakukan pembelian, memilih barang sesuai keinginan
dan mengisi keranjang belanja yang dibawa.

2.10.2.3. Pasar Swalayan (Supermarket)

Menurut George H. Lucas et all (1994:43), supermarket adalah “Supermarket is vast


retail organization that offet consumers both wide variety and deep assortment within
product mix” (Supermarket adalah suatu organisasi perdagangan eceran yang
menawarkan berbagai macam produk yang mendalam kepada konsumen mereka).
Supermarket menurut Marwan Asri (1991 : 289) adalah salah satu bentuk usaha eceran
yang menyediakan beraneka macam kebutuhan konsumen. Satu supermarket mungkin
menjual pakaian wanita, pria, anak-anak, alat rumah tangga, alat olah raga, perhiasan serta
alat tulis, makanan, minuman, barang-barang kosmetik bahkan obat-obatan, seperti Giant,
Luwes, Yogya, Mitra, Superindo, Foodhall, Carrfour, TipTop, dan lain sebagainya.

Menurut Winardi (1993 : 121) ada hal yang membedakan supermarket dengan
perusahaan perdagangan eceran lainnya yaitu :

a. Supermarket menitikberatkan pada penjualan Shopping Goods dan beberapa


macam Specilty Goods.
b. Supermarket merupakan suatu swalayan yang besar dan membutuhkan banyak
sekali tenaga kerja.

Tiga aspek penting dalam bidang operasional Supermarket yaitu:

a. Basement Store (Swalayan dibawah lantai) Biasanya swalayan bawah (basement


store) menjual produk-produk jenis umum seperti convenience goods (barang-
barang kebutuhan sehari-hari)
b. Leased Departement (Bagian-bagian yang disewakan) Sebuah leased departement
adalah sebuah bagian yang dikendalikan serta diawasi oleh pihak manajemen
swalayan, sedangkan ruangan tersebut disewakan kepada pihak penyewa.
Keuntungan utama menyewakan bagian-bagian dari supermarket adalah bahwa
supermarket tersebut dapat menawarkan produk-produk dan pelayanan secara
lengkap kepada konsumen tanpa harus mengalihkan usaha-usaha manajemennya
kebidang usaha lain.

c. Branch Swalayan, adanya perpindahan penduduk antar keluar daerah maka setiap
supermarket cenderung untuk mendirikan cabang (branch store) dalam usahanya
untuk tetap mempertahankan omset penjualan serta laba mereka. Ciri khas
swalayan cabang adalah bahwa swalayan tersebut dikendalikan oleh swalayan
utama, dimana produk-produk yang dibeli swalayan utama disimpan dan
didistribusikan ke swalayan cabang tersebut.

2.10.2.4. Pasar Digital atau E-Commerce

Pasar digital adalah suatu usaha untuk melakukan pemasaran sebuah brand atau
produk melaluidunia digital atau internet. Tujuannya ialah untuk menjangkau
konsumen maupun calon konsumen secara cepat dan tepat waktu. Secara mudahnya
ialah, pasar digital ialah suatu cara untuk mempromosikan produk atau brand tertentu
melalui media internet. Bisa melalui iklan di internet, facebook, youtube, ataupun
media sosial lainnya. Pasar digital sangat fleksibel dan efisien karena beroperasi
dengan biaya pencarian dan transaksi yang sangat kecil, biaya menu yang lebih rendah,
diskriminasi harga, dan kemampuan untuk mengubah harga dengan dinamis yang
disesuaikan dengan kondisi pasar.

E-Commerce secara umum dapat diartikan sebagai transaksi jual beli secara
elektronik melalui media internet. Selain itu, E-Commerce juga dapat diartikan
sebagai suatu proses berbisnis dengan memakai teknologi elektronik yang
menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi
elektronik dan pertukaran atau penjualan barang, servis, dan informasi secara elektronik.
Menurut Sukarmi (2008), Sebuah transaksi dapat dikatakan sebagai E-Commerce jika
memiliki komponen-komponen sebagai berikut :

a. Ada kontrak dagang.


b. Kontrak tersebut dijalankan pada media elektronik (digital).
c. Kehadiran fisik dari penyedia barang atau jasa dan konsumen tidak diperlukan.

2.11. Dampak Alih Fungsi Lahan terhadap Produktivitas

Sektor pertanian merupakan sektor yang tidak luput dari lahan sebagai faktor utama
dalam mendorong laju produksi pangan di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa lahan
telah menjadi isu strategis, khususnya pada permasalahan alih fungsi lahan. Pada
dasarnya, ketersediaan akan lahan relatif tetap, namun dengan banyaknya faktor
pendorong terjadinya peralihan fungsi lahan yang salah satu penyebabnya adalah
peningkatan sumber daya manusia hingga berdampak pada kebutuhan pembangunan
yang terjadi di Indonesia. Hal ini membuat kebutuhan lahan terus mengalami peningkatan
yang cukup signifikan, berbanding terbalik dengan banyaknya lahan yang tersedia,
sehingga lahan-lahan yang diperuntukkan bagi sektor pertanian di alih fungsikan untuk
kebutuhan non pertanian. Alih fungsi lahan tersebut tentunya sangat berdampak kepada
produktivitas komoditas-komoditas pertanian yang diproduksi, contohnya adalah sayur-
sayuran.
Tabel (3) Produksi Pertanian di Indonesia

Tahun
Komoditas
2019 2020 2021
Bawang Merah (Ton) 1.580.247 1.815.445 2.004.590
Bawang Putih (Ton) 88.816 81.805 45.092
Bawang Daun (Ton) 590.596 579.748 627.853
Kentang (Ton) 1.314.657 1.282.768 1.361.064
Kubis (Ton) 1.413.060 1.406.985 1.434.670
Kembang Kol (Ton) 183.816 204.238 203.385
Petsai/Sawi (Ton) 652.727 667.473 727.467
Wortel (Ton) 674.634 650.858 720.090
Lobak (Ton) 24.248 24.902 -
Kacang Merah (Ton) 61.520 66.210 -
Kacang Panjang (Ton) 352.700 359.158 383.685
Cabai Besar (Ton) 1.214.419 1.264.190 1.360.571
Cabai Rawit (Ton) 1.374.217 1.508.404 1.386.447
Tomat (Ton) 1.020.333 1.084.993 1.114.399
Terung (Ton) 575.393 575.392 676.339
Buncis (Ton) 299.311 305.923 320.774
Ketimun (Ton) 435.975 441.286 471.941
Labu Siam (Ton) 407.963 511.014 516.954
Kangkung (Ton) 295.556 312.336 341.196
Bayam (Ton) 160.306 157.024 171.706
Melinjo (Ton) 238.419 255.985 292.167
Paprika (Ton) 19.358 17.822 12.665
Jamur (Kg) 33.163.188 3.316.319 90.420
Petai (Ton) 310.103 350.638 387.691
Jengkol (Ton) 96.926 129.143 152.609
Total 46.548.488 17.370.059 14.803.775

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Berdasarkan (tabel.1), dapat disimpulkan bahwa Indonesia telah mengalami


penurunan produktivitas sayur-sayuran pada tiga tahun berturut-turut, yakni pada tahun
2019, 2020, dan 2021 dengan total produksi di setiap tahunnya sebesar 46.548.488 ton,
17.370.059 ton, dan 14.803.775 ton. Berlandaskan data tersebut, penurunan produktivitas
sayur-sayuran yang cukup signifikan terjadi di rentang tahun 2019-2020 sebesar
29.178.429 ton. Dengan adanya menurunkan produktivitas sayur-mayur di Indonesia
yang disebabkan oleh alih fungsi lahan, tentunya berdampak pada hal yang sama pula di
beberapa Provinsi di Indonesia.

Provinsi Banten adalah salah satu provinsi di Indonesia yang cukup berdampak
dengan adanya kegiatan alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian. Fakta tersebut
dapat terlihat dari data BPS pada Provinsi Banten dalam tiga tahun berturut-turut
sebagaimana yang terlampir berikut :

Tabel (4) Produksi Pertanian Provinsi Banten

Tahun
Komoditas
2019 2020 2021
Bawang Merah (Ton) 1.545 1.404 1.190
Bawang Putih (Ton) - - 1
Bawang Daun (Ton) 414 274 258
Kentang (Ton) 13 - 4
Kubis (Ton) 21 3 51
Kembang Kol (Ton) 1 4 87
Petsai/Sawi (Ton) 7.403 7.054 6.786
Wortel (Ton) 300 124 216
Lobak (Ton) - - -
Kacang Merah (Ton) - - -
Kacang Panjang (Ton) 11.948 16.056 14.372
Cabai Besar (Ton) 7.104 6.947 6.406
Cabai Rawit (Ton) 5.019 5.861 3.993
Tomat (Ton) 830 1.894 1.190
Terung (Ton) 5.042 5.042 5.387
Buncis (Ton) 100 63 55
Ketimun (Ton) 13.712 19.325 17.858
Labu Siam (Ton) 91 225 33
Kangkung (Ton) 10.701 13.244 12.388
Bayam (Ton) 8.018 9.035 8.972
Melinjo (Ton) 54.529 49.567 47.680
Paprika (Ton) - - -
Jamur (Kg) 163.258 16.326 329
Petai (Ton) 10.741 11.997 10.657
Jengkol (Ton) 6.357 12.202 8.605
Total 307.147 176.647 146.518

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Berdasarkan (tabel.2), terlihat bahwa adanya penurunan produktivitas sayur-sayuran


di tiga tahun berturut-turut, yakni pada tahun 2019, 2020, dan 2021, sayur-sayuran
diproduksi hingga mencapai total 307.147 ton, 176.647 ton, dan 146.518 ton disetiap
tahunnya. Total produksi tersebut menggambarkan di mana Provinsi Banten mengalami
penurunan tingkat produktivitas sayur-sayuran yang cukup signifikan terutama pada
penurunan produktivitas sayur-sayuran di tahun 2020 yang mencapai penurunan sebesar
130.500 ton dari tahun sebelumnya. Hal ini relevan dengan penurunan produktivitas
sayur-sayuran di Indonesia di mana mengalami penurunan yang signifikan pada rentang
tahun 2019-2020.

Dengan terjadinya penurunan produktivitas sayur-sayuran yang cukup substansial ini,


terutama di Provinsi Banten, maka hal ini tidak hanya berdampak pada sektor pertanian
saja. Akan tetapi, di sektor lain seperti sektor ekonomi juga akan berimbas cukup besar.
Berikut merupakan dampak – dampak alih fungsi lahan terhadap sektor ekonomi :

1. Petani Semakin Miskin. Akibat dari penggunaan input yang tak tebayarkan
dengan produktivitas pertanian yang rendah menimbulkan efek negatif pada
jumlah pendapatan petani. Pada dasarnya hidup petani hanya mengandalkan dari
sawah yang mereka punya saja. Apabila produksi tidak membuahkan hasil, petani
dilanda kerugian yang amat besar.
2. Impor Meninggi. Ketidakcukupan pangan atau bahan – bahan yang dibutuhkan
negara dari sektor petanian mendesak negara untuk melakukan aktivitas impor
bahan pertanian. Sehingga, devisa negara yang masuk akan semakin rendah pula.
Apabila dibiarkan maka sentimen ekonomi Indonesia diprediksi akan banyak
berubah. Murahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar memungkin masyarakat
Indonesia lebih memilih dollar disbanding rupiah.
3. Habisnya Area Pertanian. Diketahui bahwa, produktivitas menjadi tonggak
usaha petani yang menjamin perekonomiannya. Apabila produktivitas semakin
goyang, sudah tidak mengejutkan lagi bila petani enggan untuk melanjutkan
hidupnya menjadi petani lagi. Lalu banyak dari mereka yang akhirnya menjual
seluruh asset pertaniannya karena kehidupannya tak terjamin.

2.12. Penyebab Alih Fungsi Lahan Persawahan

Alih fungsi lahan pertanian bukan merupakan hal yang baru. Dengan semakin
meningkatnya taraf hidup dan terbukanya kesempatan untuk menciptakan peluang
kerja, yang ditandai oleh semakin banyaknya investor ataupun masyarakat dan
pemerintah dalam melakukan pembangunan, maka semakin meningkat pula kebutuhan
akan lahan. Dipihak lain jumlah lahan yang terbatas sehingga menimbulkan penggunaan
lahan yang seharusnya beralih ke penggunaan non-pertanian. Alih fungsi lahan
pertanian ke non-pertanian merupakan isu yang perlu diperhatikan karena
ketergantungan masyarakat terhadap sektor pertanian. Konversi lahan atau alih fungsi
lahan adalah berubahnya satu penggunaan lahan ke penggunaan lainnya, sehingga
permasalahan yang timbul akibat konversi lahan, banyak terkait dengan kebijakan
tataguna tanah (Ruswandi, 2005). Menurut Kustiawan (1997), alih fungsi atau
konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian
sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Alih fungsi lahan
umumnya terjadi di wilayah sekitar perkotaan dan dimaksudkan untuk
mendukung perkembangan sektor industri dan jasa. Dalam kegiatan alih fungsi lahan
sangat erat kaitannya dengan permintaan dan penawaran lahan.

Pertumbuhan penduduk suatu wilayah selain di pengaruhi oleh fertilitas dan


mortalitas juga dipengaruhi dengan faktor migrasi. Dari data (Bambang, 2005). BPS
Kabupaten Tangerang selama tahun 2008-2010 terjadi peningkatan jumlah penduduk
yang sangat tinggi dengan rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk 164.827 jiwa atau
6,57% per tahun. Angka ini merupakan gabungan dari fertilitas, mortalitas, dan migrasi.
Jika dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten Tangerang yang luasnya sebesar
959.61 Km2 , maka kepadatan penduduk mencapai 2.958 jiwa/Km (Bappeda
Kab.Tangerang, 2010).

Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi di Kabupaten Tangerang karena


tingginya migrasi disebabkan oleh pertumbuhan perekonomian di Kabupaten Tangerang
yaitu dengan dibangunnya pusat-pusat industri, pertokoan, pusat perdagangan dan jasa,
serta peran Kabupaten Tangerang sebagai kota satelit DKI Jakarta merupakan daya tarik
bagi imigran. Dibuktikan dengan kepadatan penduduk tertinggi terjadi di wilayah yang
dekat dengan daerah perindustrian atau pusat perekonomian serta wilayah perbatasan
DKI Jakarta, Tangerang Selatan serta Kota Tangerang yang merupakan daerah kawasan
industri.

Bila dilihat dari perkembangan luas sawah dan jumlah penduduk Kabupaten
Tangerang sampai dengan tahun 2015, maka rata-rata penyusutan lahan sawah sebesar
971.2 Ha atau 2,4% pertahun, sedangkan tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar
193.787.28 jiwa atau 7,73% pertahun. Dapat dilihat bila pertumbuhan penduduk
Kabupaten Tangerang dari tahun ke tahun sangat tinggi, dengan meningkatnya
pertumbuhan penduduk, maka permintaan akan lahan (sawah) tidak bisa dihindarkan lagi,
dengan penyusutan luas sawah rata-rata 2,4% per tahun dirasa penulis cukup tinggi.
Permintaan akan lahan untuk berbagai keperluan baik itu perumahan, industri,
perdagangan, infrastruktur, pasar dan lain-lain akan terus meningkat dari tahun ke tahun,
sehingga pihak pemerintah daerah harus membuat suatu aturan yang tegas untuk
membatasi penyusutan lahan (sawah) tersebut.

Pertumbuhan perekonomian yang pesat dan banyaknya industri yang berkembang di


Kabupaten Tangerang dari dinas tenaga kerja Kabupaten Tangerang tercatat pada tahun
2010 jumlah industri sebanyak 2.589 yang mengalami peningkatan sebanyak 152 dari
tahun 2009 yang sebanyak 2.437 perusahaan. Hal ini merupakan salah satu faktor penarik
bagi imigran untuk melakukan perpindahan penduduk dari daerah asal ke Kabupaten
Tangerang. Selain itu peranan Kabupaten Tangerang sebagai kota satelit menyebabkan
Kabupaten Tangerang sebagai tempat tinggal para pekerja yang bekerja di daerah DKI
Jakarta dan sekitarnya hal tersebut juga diperkuat dengan letak Kabupaten Tangerang
yang cukup strategis.

Pesat pertumbuhan Kabupaten Tangerang dipercepat pula dengan keberadaan


bandara internasional Soekarno-Hatta, yang sebagian arealnya masuk dalam wilayah
administrasi Kabupaten Tangerang, selain itu adanya rencana pembangunan dryport di
Kecamatan Mauk, yang keduanya merupakan gerbang perhubungan udara dan laut yang
telah membuka peluang bagi pengembangan kegiatan perdagangan dan jasa secara
meluas di Kabupaten Tangerang.

Kedudukan Kabupaten Tangerang yang merupakan salah satu kota satelit yaitu suatu
kota kecil di tepi sebuah kota besar yang meskipun merupakan komunitas mandiri,
sebagian besar penduduknya tergantung dengan kehidupan kota besar. Biasanya
penghuni kota satelit ini adalah komuter dari kota besar tersebut. Sedangkan kota satelit
ini merupakan daerah penunjang bagi kota-kota besar di sekitarnya dan merupakan
“jembatan” masuk akses untuk menuju ke kota besar. Karena kota satelit juga berfungsi
sebagai penunjang kota besar, maka implikasi dari pada kota satelit sebagai penunjang
akan tampak pada hidup keseharian warganya. Kota satelit bisa juga sebagai pemasok
barang- barang kebutuhan warga kota besar karena semakin besar dan berkembangnya
suatu kota maka sikap warganya untuk memproduksi barang-barang untuk kebutuhan
mereka juga akan semakin menurun. Hal inilah, maka fungsi kota satelit sebagai
penunjang kebutuhan hidup masyarakat kota juga akan semakin tampak.
Banyak penduduk Kabupaten Tangerang yang bekerja di Jakarta, tetapi tinggal di
Kabupaten Tangerang. Hal tersebut menyebabkan menjamurnya pemukiman-pemukiman
baru di Kabupaten Tangerang, di tunjang lagi dengan pesatnya pembangunan
infrastruktur jalan bebas hambatan (jalan TOL) yang menghubungkan antara DKI Jakarta
dengan Kabupaten Tangerang. Serta Kabupaten Tangerang dengan kota-kota lain di
sekitarnya, sehingga menjadi daya tarik para investor untuk menanamkan investasinya di
Kabupaten Tangerang, salah satunya di bidang property (bangunan), baik itu berupa
perumahan, pergudangan, pertokoan, maupun pembangunan kawasan industri.

Dengan meningkatnya kawasan pemukiman, pergudangan, pertokoan maupun


kawasan industri menjadikan permintaan akan lahan juga semakin meningkat, sehingga
praktik alih fungsi lahan persawahan juga semakin meningkat dan tidak bisa dihindarkan
lagi.

Terjadinya transformasi struktur perekonomian yang mengarah pada meningkatnya


peranan sektor industri dan jasa, mengubah besaran dan laju penggunaan faktor produksi
seperti tenaga kerja, modal, dan lahan antar sektor. Letak geografis yang strategis
memungkinkan Kabupaten Tangerang sebagai kota satelit, serta pertumbuhan penduduk
yang terus meningkat membawa konsekuensi terhadap perubahan alokasi sumberdaya
khususnya sumberdaya lahan. Akibatnya akan terjadi realokasi sumberdaya lahan antar
sektor, di mana realokasinya lebih diprioritaskan kepada penggunaan yang memiliki rate
of return (tingkat pengembalian) yang tertinggi yaitu seperti penggunaan untuk kegiatan
industri sebagai kegiatan utama yang dapat menarik perkembangan kegiatan lainnya
seperti pemukiman, perdagangan dan prasarana lainnya, sehingga konversi lahan tidak
dapat dielakkan. (Pemda Kab. Tangerang, 2010).

2.13. Dampak Alih Fungsi Lahan Persawahan Terhadap Produksi Beras Dan
Ketahanan Pangan

Peran Kabupaten Tangerang sebagai daerah penyangga bagi DKI Jakarta selain itu
juga merupakan daerah satelit telah mengubah struktur perekonomian Kabupaten
Tangerang ke sektor industri dan jasa dan merupakan daerah tujuan migrasi masuk untuk
mencari pekerjaan maupun tujuan tempat tinggal bagi yang bekerja di daerah DKI Jakarta
dan sekitarnya, sehingga dapat dipastikan jumlah penduduk di Kabupaten Tangerang
terus meningkat dari tahun ke tahun. Dalam rangka ketahanan pangan kebutuhan akan
beras juga akan terus meningkat.

Jumlah produksi padi sawah dari tahun 2009-2010 mengalami peningkatan sebesar
57.257 Ton GKG atau 14,54% hal ini disebabkan adanya pemanfaatan teknologi
pertanian yang baik serta ditunjang dengan sosialisasi cara bertanam yang baik oleh dinas
pertanian dan peternakan Kabupaten Tangerang, sehingga resiko gagal panen (puso)
dapat dihindari, namun antara tahun 2010- 2011 jumlah produksi padi sawah mengalami
penurunan sebesar 12.890 Ton GKG atau 2,85%. Setelah terjadi konversi dari gabah
kering giling ke beras maka pada tahun 2009-2010 terdapat kenaikan sebesar 35.923 ton
atau 14,54%. namun pada tahun 2010-2011 terjadi penurunan produksi beras sebesar
8.087.62 ton atau 2,86% sehingga bila dilihat tahun data 2009-2011 terjadi kenaikan
produksi beras sebesar 27.835,38 atau 11,27%.

Bila dibandingkan antara kebutuhan beras dengan produksi beras yang dihasilkan
oleh Kabupaten Tangerang, maka kebutuhan akan beras jauh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan produksi beras itu sendiri. Rata-rata kekurangan beras yang harus
dipenuhi oleh pemerintah daerah sebesar 321.366 ton atau 18,16% sehingga untuk
memenuhi kebutuhan tersebut pemerintah daerah harus membeli beras dari daerah
penghasil beras lainnya, misalnya Cianjur, Subang, Karawang, dan lain sebagainya. Bila
kebutuhan akan beras tersebut dapat dipenuhi secara mandiri, anggaran yang sekiranya
untuk membeli beras dari daerah lain dapat dialokasikan untuk kesejahteraan warga yang
lainnya.

Untuk menuju kemandirian pangan yang berpijak pada produksi padi secara mandiri
diperlukan peran serta dari berbagai pihak baik dari pemerintah daerah yaitu melalui dinas
pertanian dan peternakan yang harus menerapkan suatu kebijakan atau suatu metode
bercocok tanam yang bagus sehingga hasil panen bisa diharapkan untuk memenuhi
kebutuhan akan beras di Kabupaten Tangerang. Dinas tata ruang juga harus dengan tegas
menetapkan kawasan mana yang bisa dialihfungsikan dan kawasan mana yang tidak
dapat dialihfungsikan sehingga para investor tidak bisa dengan sesuka hatinya membeli
tanah (sawah) warga dengan tujuan untuk dialihfungsikan (Puwiyanto, 2011).

2.14. Upaya dan Solusi untuk Menjaga Tingkat Produktivitas


Solusi yang sekiranya bisa diterapkan demi menjaga tingkat produktivitas pada lahan
pertanian yang kian menyusut adalah dengan intensifikasi lahan. Intensifikasi pertanian
yaitu pengolahan lahan pertanian yang ada dengan sebaik-baiknya untuk
meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan berbagai sarana. Usaha-usaha
meningkatkan hasil pertanian dapat dilakukan antara lain dengan cara membangun
gudang-gudang, pabrik pengolahan hasil pertanian, memberikan berbagai subsidi dan
insentif modal kepada para petani agar petani dapat meningkatkan produksi pertaniannya,
menyempurnakan sistem kelembagaan usahatani melalui pembentukan kelompoktani
dan Koperasi Unit Desa (KUD) di seluruh pelosok daerah yang bertujuan untuk
memberikan motivasi produksi dan mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi para
petani

Selain diperlukan suatu perundangan yang ketat dan tegas serta para aparat juga harus
dengan displin dan konsekuen melaksanakan peraturan dan perundangan yang berlaku.
Pemetaan lahan abadi seperti usulan dari dinas pertanian dan peternakan, maka dinas tata
ruang juga perlu melakukan koordinasi dengan dinas pengairan sehingga diketahui lahan
di wilayah yang mempunyai tingkat kesuburan dengan kualitas serta irigasi yang baik
serta seberapa luas lahannya. Dari hasil koordinasi dengan beberapa dinas tersebut, maka
dinas tata ruang akan membuatkan suatu draf peraturan tentang lahan abadi serta
pemetaan wilayahnya.

3. PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam (SDA) dengan
berbagai kebutuhan dan manfaat bagi segala sektor, khususnya sektor pertanian yang
terus menjadi tumpuan negara dalam membangun kesejahteraan masyarakat dan
pembangunan nasional. Namun, SDA itu lama - kelamaan semakin tergerus oleh aktivitas
peralihan lahan pertanian. yakni perubahan lahan dari satu pemakaian ke pemakaian lahan
untuk lainnya. Alih fungsi lahan ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu berupa faktor
penduduk, faktor kebutuhan lahan dalam pembangunan real estate, industri, faktor
infrastuktur, faktor ekonomi, faktor sosial budaya, faktor degradasi lingkungan, faktor
kebijakan, otonomi daerah dan perundang-undangan lemah.
Banten merupakan daerah yang terdampak dari alih fungsi lahan ini. Salah satunya
adalah terjadi penurunan tingkat efisien dalam menghasilkan barang atau produktivitas
pertanian sayuran di daerah tersebut. Akibatnya, masih banyak petani yang masih miskin
di daerah – daerah banten, tak hanya itu tingkat impor melambung tinggi akibat lemahnya
bahan pangan yang di produk. Tanggerang contohnya, ketahanan pangan daerah ini
menjadi terancam akibat kurangnnya kebutuhan bahan pokok berupa beras. Untuk
mengatasi masalah ini perlu adanya usaha - usaha untuk menjaga produktivitas yaitu :
perlu dilakukannya intensifikasi pertanian atau pengolahan lahan pertanian dengan
sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil pertanian dengan menggunakan berbagai
sarana. Selain itu juga perlu dilakukannya pembangunan gudang - gudang, pabrik
pengolahan hasil pertanian. Pemberian dan penyaluran berbagai subsidi dan insentif
modal kepada para petani juga perlu dilakukan, agar petani dapat meningkatkan produksi
pertaniannya. Kemudian, diperlukan suatu perundangan yang ketat dan tegas serta para
aparat juga harus dengan displin dan konsekuen melaksanakan peraturan dan
perundangan yang berlaku. Dengan upaya – upaya ini diharapkan tingkat produktivitas
produksi sayur – sayur dan bahan pangan dapat terjaga dengan baik.

3.2. Saran

1. Sebaiknya, petani mencari cara agar tetap menjaga dan mempertahankan


produktivitas petaniannya
2. Lebih baik, pembangunan infrastruktur tidak terpusat untuk mengambil alih lahan
pertanian saja
3. Pemerintah alangkah lebih baik dapat segera memperketat peraturan yang
berkaitan pada hak lahan pertanian
4. Ketahanan pangan sangat tepengaruh akibat alih fungsi lahan dan turunnya tingkat
produktivitas maka perlu adanya kesadaran masyarakat luas akan hal ini
5. Untuk mengurangi kegiatan impor yang berlebih, maka perlu untuk selalu
mengawasi kendala – kendala yang dapat berakibat pada turunnya produksi
pertanian
DAFTAR PUSTAKA

Caesar Isabela, M. A. (2022, April 29). Faktor Penghambat Pengembangan Agrikultur di


Indonesia. Diambil kembali dari Kompas.com:
https://nasional.kompas.com/read/2022/03/29/03000081/faktor-penghambat-
pengembangan-agrikultur-di-indonesia

Erilia, E. (2021, November 25). Tahapan Proses Produksi Budidaya Tanaamn Pangan di
Bidang Pertanian. Diambil kembali dari Tirto.id: https://tirto.id/tahapan-proses-
produksi-budidaya-tanaman-pangan-di-bidang-pertanian-glE7

Mahdi, M. I. (2022, April 3). Krisis Petani Muda di Negara Agraris. Diambil kembali dari
DataIndonesua.id: https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/krisis-petani-muda-di-
negara-agraris

Ningrum, V. (2017, September 20). Indonesia di Ambang Krisis Petani. Diambil kembali dari
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia: http://lipi.go.id/lipimedia/indonesia-di-
ambang-krisis-
petani/19056#:~:text=Dia%20menuturkan%20sebagian%20besar%20petani,sebagai
%20petani%2C''%20jelasnya.

Perkasa, A. (2016, Maret 11). Masalah Ini Masih Hambat Produktivitas Sektor Pertanian.
Diambil kembali dari Bisnis.com:
https://ekonomi.bisnis.com/read/20160311/99/527215/lima-masalah-ini-masih-
hambat-produktivitas-sektor-pertanian

Sujaya, D. H., Hardiyanto, T., & Isyanto, A. Y. (2018). Faktor - Faktor yang Berpengaruh
terhadap Produktivitas Usahatani Mina Padi di Kota Tasikmalaya. Jurnal Pemikiran
Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis .

Yuliana. (2014). Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Petani Padi Sawah di
Gampong Pante Rakyat Kecamatan Babahot Kabopaten Aceh Barat Daya. Aceh
Barat: Universitas Teuku Umar.

Rereantica, A.M (2021). E-commerce: Pasar Digital dan Barang Digital. Universitas Mercu
Buana
Kurniawan, M. (2016). Bab II Tinjauan Pustaka Deskripsi Pasar Modern dan Tradisional.

Karini, D. M. (2013). Dampak Alih Fungsi Lahan Persawahan Terhadap Produksi Beras Dalam
Rangka Ketahanan Pangan (Studi Kasus di Kabupaten Tangerang). Jurnal Ketahanan
Nasional, 19(1).

Puwiyanto, H. 2011. Tantangan Ketahanan Pangan Nasional. SEAFAST Center – LPPM.


Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor. www. sea-
fast.ipb.ac.id.

Kusumastuti, A.C., Kolopaking, L. M., & Barus, B. (2018). Faktor yang Mempengaruhi Alih
Fungsi lahan Pertanian Pangan di Kabupaten Pandeglang. Sodality, Jurnal Sosiologi
Pedesaan, 6(2).

Hidayati, F., Yonariza, Y., Nofialdi, N., & Yuzaria, D. (2019, January). Intensifikasi lahan
melalui sistem pertanian terpadu: Sebuah tinjauan. In Unri Conference Series:
Agriculture and Food Security (Vol. 1, pp. 113-119).

Novana Ardani, M,. Alih Fungsi Lahan Pertanian Ditinjau Dari Penyelenggaraan Pangan
(Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan). Law, Development &
Justice Review. Vol. 3 (2), 2020. E-ISSN:2655-1942.

Rustiati Ridwan, I,. Faktor-Faktor Penyebab dan Dampak Konversi Lahan Pertanian.

Isa, I., Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian. Badan Pertanahan Nasional.

Ketut Suratha, I. (2017). Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan Pangan.
ISSN 0216-8138. Diakses pada 12 Oktober 2022 pada pukul 11.13 dari Website
Resmi Provinsi Banten
https://bantenprov.go.id/profilprovinsi/geografi#:~:text=Banten%20merupakan%20
provinsi%20yang%20berdiri,Kota%20Cilegon%2C%20dengan%20luas%209.160%
2C

You might also like