Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 3 - 3a - Studi Kasus Kearifan Lokal
Kelompok 3 - 3a - Studi Kasus Kearifan Lokal
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan karunia-Nya,
sehingga dapat tersusun makalah yang berjudul “Kearifan Lokal Indonesia dengan Pendekatan
IPA (Importance Performance Analysis): Studi Kasus Petani Tradisional Samin di Desa
Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora.”
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Pertanian yang
diampu oleh Prof. Dr. U. Maman, M.Si.. Selain itu makalah ini juga dibuat bertujuan untuk
menambah wawasan kami dan mempelajari pembahasan ini lebih dalam.
Dalam proses penyusunan makalah ini, dibuat dengan bantuan beberapa pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penyusun akan mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. U. Maman, M.Si., selaku dosen mata kuliah Komunikasi Pertanian yang
telah memberikan pengarahan dan pengajaran selama satu semester ini.
2. Orang tua penyusun yang telah menyediakan fasilitas untuk menyusun makalah ini.
3. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan motivasi agar makalah ini dapat
tersusun dengan baik.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, bahkan jauh dari kata
sempurna, baik dalam teknik penyusunan maupun dalam isi yang disampaikan. Oleh sebab itu,
penyusun mengharapkan kepada para pembaca untuk memberikan kritik atau saran yang
membangun untuk penyempurnaan makalah.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang mempunyai berbagai macam suku, budaya dan adat
istiadat yang menjadi sebuah ciri khas di setiap wilayah Indonesia. Hal ini menjadikan
Indonesia sebagai negara yang penuh dengan keistimewaan terutama jika ditinjau dari aspek
masyarakat petani. Masyarakat Indonesia sebagian besar bertempat tinggal disebuah desa
pedesaan dan sebagian lainnya menetap di wilayah perkotaan, di mana inilah yang menjadi
ciri Indonesia sebagai negara agraris, yakni negara pertanian. Data BPS (2014) mencatat
bahwa terdapat sekitar 1.340 suku yang dimiliki oleh Indonesia dan tersebar di seluruh
penjuru nusantara. Suku-suku yang saat ini masih bertahan bermukim di wilayah pedesaan.
Melalui ritual-ritual adat tersebut dipercayai oleh masyarakat petani akan mendapatkan
1
hasil panen yang berlimpah sehingga akan berdampak pada keuntungan yang didapatkan
cukup besar untuk memenuhi kebutuhan. Dengan hal tersebut, maka petani tradisional
tentunya mempunyai pengetahuan lokal yang merupakan pengetahuan warisan leluhur
sehingga dapat bertahan hingga saat ini dan digunakan dalam usaha taninya dengan
menyakini pengetahuan tersebut sampai saat ini.
Salah satu masyarakat adat yang melakukan usahataninya sesuai dengan ketentuan-
ketentuan adat adalah Masyarakat Samin di Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo,
Kabupaten Blora. Petani tradisional Samin adalah masyarakat Adat Samin yang menjalankan
kehidupan pertaniannya dengan berlandaskan oleh adat istiadat Samin sejak Samin
Surosentiko datang ke desa mereka. Pertanian ini telah berjalan sejak tahun 1840 dan hingga
saat ini masih dilakukan oleh petani tradisional Samin dalam melakukan usahatani sesuai
dengan adat istiadat Samin.
1.3 Tujuan
2
BAB II
LANDASAN TEORI
3
Ajaran Saminisme awalnya sampai di Kabupaten Blora yang dipimpin oleh Samin
Surosentiko, dan menandai titik awal berkembangnya peradaban masyarakat Samin di
Kabupaten Blora. Samin merupakan seorang keturunan Jawa Tengah, lahir di Kabupaten
Blora pada tahun 1859. Raden Kohar adalah nama asli Samin Surosentiko. Ia adalah putra
dari Raden Mas Brotodiningrat atau Raden Surowodjoyo, seorang Bupati yang memerintah
dari tahun 1802 sampai 1826.
Pada tahun 1840, Raden Surowidjoyo memberanikan diri meninggalkan keraton dan
menyegel kemewahan, membentuk kelompok pemuda yang dikenal dengan nama Tiyang
Sami Amin. Raden Surowidjoyo memiliki seorang putra pada tahun 1859, yang kemudian
melanjutkan perjuangan ayahnya melawan Pemerintah Kolonial Belanda. Surowidyojo, putra
Raden, bernama Samin Surosentiko. Samin Surosentigo menawarkan berbagai doktrin yang
menyimpang dari kebiasaan umum hidup masyarakat Jawa. Samin Surosentiko dan para
pendukungnya menyebar ke seluruh Kabupaten Blora menentang kekuasaan pemerintah
Kolonial Belanda. Samin Surosentiko meninggal di pengasingan pada tahun 1914 dan
dimakamkan di Sawahlunto, Sumatera Barat.
Murid Samin Surosentiko yang berdedikasi, Mbah Engkrek, meneruskan ajaran Samin
setelah kematian guru komunitas Samin, Samin Surosentiko. Mbah Engkrek mewariskan
ilmu Samin kepada keturunan laki-lakinya yang dipercaya sebagai pewaris Samin untuk
melestarikan dan menyebarluaskan ajaran Samin. Mbah Lasio, keturunan Mbah Engkrek,
merupakan tokoh adat Samin saat ini. Ia bersama masyarakat Adat Samin lainnya mendiami
Dusun Karangpace, Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora. Mbah Lasio
masih menjalankan dan menyebarkan ajaran Samin kepada para pengikutnya yang setia
hingga saat ini.
4
masyarakat secara turun temurun yang hingga saat ini masih dipertahankan keberadaannya
oleh masyarakat hukum adat tertentu di daerah tertentu .Selanjutnya Istiawati (2016:5)
berpandangan bahwa kearifan lokal merupakan cara orang bersikap dan bertindak dalam
menanggapi perubahan dalam lingkungan fisik dan budaya. Suatu gagasan konseptual yang
hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran
masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral sampai dengan yang
profan (bagian keseharian dari hidup dan sifatnya biasa-biasa saja).
Kearifan lokal atau local wisdom dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat
local yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh
anggota masyarakatnya.Kearifan lokal menurut (Ratna,2011:94) adalah semen pengikat
dalam bentuk kebudayaan yang sudah ada sehingga didasari keberadaan. Kearifan lokal dapat
didefinisikan sebagai suatu budaya yang diciptakan oleh aktor-aktor lokal melalui proses
yang berulang-ulang, melalui internalisasi dan interpretasi ajaran agama dan budaya yang
disosialisasikan dalam bentuk norma-norma dan Dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-
hari bagi masyarakat.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti dapat mengambil benang merah bahwa
kearifan lokal merupakan gagasan yang timbul dan berkembang secara terus-menerus di
dalam sebuah masyarakat berupa adat istiadat, tata aturan/norma, budaya, bahasa,
kepercayaan, dan kebiasaan sehari-hari.
5
tentang dimensi pelayanan, dimana konsumen sangat menganggap penting dan serta
diarahkan dengan baik oleh ilustrasi-ilustrasi pelayanan tersebut. Setelah itu menggunakan
diagram kartesius IPA untuk menentukan stategi peningkatan kepuasan konsumen
6
BAB III
PEMBAHASAN
7
3.2 Kearifan Lokal Petani Tradisional Samin di Kabupaten Blora
Petani Samin dalam melakukan usaha taninya menggunakan metode-metode
tradisional termasuk dengan mematuhi aturan-aturan adat dalam bertani. Aturan-aturan
yang telah di ajarkan dalam Ajaran Samin diyakini oleh masyarakat petani dalam bentuk
hal-hal yang yang boleh dan tidak boleh dilakukan masyarakat petani Samin agar selalu
mendapatkan berkah dengan menghasilkan panen yang berlimpah.
Adapun macam-macam kearifan lokal petani tradisional Samin yang masih di jalani
sampai sekarang, diantaranya sebagai berikut :
3.2.1 Mempertahankan Lahan Pertanian Sebagai Warisan
Mempertahankan lahan dalam hal ini bermaksud untuk tidak membiarkan lahan
pertanian menjadi lahan non-pertanian, dengan kearifan lokal beranggapan bahwa lahan
tersebut merupakan warisan sebagai lahan pertanian. Dalam upaya menghentikan
konversi lahan sawah menjadi lahan non sawah, masyarakat petani tradisional Samin di
Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah
menggunakan kearifan lokal tersebut (Kurniasari et al. 2018). Masyarakat Samin adalah
keturunan dari pengikut Samin anak dari Bupati Blora berkuasa dari tahun 1802 – 1826,
yang meninggalkan segala kenyamanan hidup dan menetap di Desa Klopoduwur,
Kecamatan Banjarerjo, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Samin menanamkan nilai-nilai
kejujuran dan tanggung jawab kepada anaknya untuk kesejahteraan keluarganya (Kirom
2012). Kurniasari tahun 3018 menyatakan, mayoritas masyarakat Samin adalah petani
utun yang mempraktekkan cara bertani secara tradisional.
Kearifan lokal yang dimiliki Suku Samin berpotensi untuk mencegah lahan
pertanian agar tidak terkonversi dengan ditambah Berbagai upaya seperti pertanian
dengan sistem organik, dan usaha agar terjadi swasembada pangan dalam skala
masyarakat desa (Jumari et al. 2012). Suku Samin percaya bahwa sawah adalah milik
alam sehingga tidak boleh dijual kepada suku lain di luar suku Samin. Hanya
menggunakan pupuk organik, termasuk pupuk kandang dan kompos, dalam proses
pertanian karena rasa syukur dan hormat yang tulus terhadap alam dan lingkungan serta
keinginan untuk menghindari kerusakan. Suku Samin dilarang menjual seluruh hasil
pertaniannya terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan masing-masing rumah petani
kemudian menjual sisa hasil buminya untuk memenuhi kebutuhan lain dalam upaya
swasembada pangan di tingkat desa. Diharapkan petani dapaat mengolah pupuk kompos
8
dari pupuk kandang dengan memfermentasikannya menggunakan EM4 ataupun micro
organism local (MOL) demi berhasilnya sistem pertanian organik ini dan meningkatkan
produksi padi yang stabil dari waktu ke waktu (Lestari et al. 2014).
Pembuatan tumpeng dan pelaksanaan upacara Kadeso di dekat mata air sebagai
wujud penghargaan atas nasib baik mereka untuk membuat saluran irigasi selalu
mengalir lancar melewati persawahan tempat tinggal suku Samin. Masyarakat Samin
dilarang merusak hutan alam atau menebang pohon di sekitar sumber air dalam
melaksanakan kehidupan bermasyarakat. Sebagai salah satu bentuk pemeliharaan
peralatan penunjang kegiatan pertanian, suku Samin juga mengadakan upacara adat
untuk membersihkan alat-alat pertanian (Kurniasari et al. 2018).
Karena kearifan lokal suku Samin yang begitu mendukung upaya pencegahan
konversi lahan sawah menjadi non sawah dan menciptakan bahan pangan berkualitas
yang menopang keberlangsungan hidup masyarakat, dapat dijadikan contoh bagi daerah
pertanian di daerah lain. Lestari dan Pinasti tahun 2017 mengatakan kunci dari
keberhasilan kearifan lokal ini adalah karakteristik seperti patuhnya masyarakat pada
para tetua atau pemangku adat yang ada.
9
mangan’ (jangan sampai tidak bisa makan) berimbas pada usaha keras mereka untuk
berusahatani secara baik. Sebagai petani, sudah seharusnya petani bisa makan dari hasil
pertanian mereka sendiri. Prinsip ini sejalan dengan pandangan mereka yakni ‘petani
tukang gawe pangan, ojo nganti kantu’ dan prinsip ‘ojo sampe nempur, nek isoh ojo
ngutang’ (jangan sampai membeli beras dari luar, dan kalau bisa jangan sampai
berhutang untuk mencukupi kebutuhan pangan).
10
masih adanya kebersamaan dan kepatuhan terhadap adat. Sikap gotong-royong antar
warga desa Randugunting dapat dilihat melalui: Membersihkan lingkungan sekitar desa
secara bersama-sama untuk menjaga kebersihan desa, Saat memasak, beberapa warga
bersama-sama memasak lauk pauk yang nantinya digunakan dalam selamatan. Kegiatan
ini juga termasuk memudahkan bagi warga yang sibuk bekerja karena tidak sempat
menyiapkan ambengan atau nasi putih berbentuk kerucut yang berisi lauk pauk yang
diperlukan ketika selamatan, Mendirikan tenda dan mempersiapkan panggung wayang
kulit yang digunakan selamatan dan pertunjukan wayang kulit oleh panitia dan ada
beberapa warga yang membantu.
11
X3 Meningkatkan dan mengembangkan lahan
12
X21 Memilih tempat - tempat persembahan
13
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Petani Samin adalah petani tradisional yang sampai saat ini masih melakukan kegiatan
pertanian yang berlandaskan pada adat istiadat Ajaran Samin. Petani Samin menganggap
bahwa pekerjaan sebagai petani merupakan pekerjaan yang mulia karena pekerjaan tersebut
tidak mengganggu orang lain dan tidak merusak alam secara berlebihan. Petani Samin
mempunyai kearifan lokal, yakni dalam hal mempertahankan lahan pertanian hasil warisan
dengan tidak menjualnya kepada orang lain. Aturan ini dimaksudkan agar masyarakat Samin
mampu tetap bertahan di wilayah perkampungan mereka dan menjaga adat istiadat agar tidak
hilang. Petani Samin pula tidak menjual seluruh hasil panen yang dihasilkan karena mereka
akan menyimpannya untuk konsumsi keluarga serta untuk disumbangkan kepada keluarga
yang mempunyai hajat. Selain itu, petani Samin melakukan upacara adat Jamasan untuk
mensucikan alat-alat pertaniannya, seperti cangkul dan sabit serta melakukan upacara adat
Kadeso sebagai cara mengucap syukur kepada alam. Petani Samin mempercayai bahwa
dengan mensucikan alat-alat pertanian yang mereka gunakan dalam proses usaha taninya
dapat membawa keberkahan bagi mereka.
Apabila kearifan lokal petani tradisional Samin di Dusun Karangpace Desa
Klopoduwur, Kabupaten Blora melalui pendekatan IPA, melalui rantai prosesnya diperoleh
4 titik kontrol dari setiap langkah – langkahnya. Apabila titik kontrol ini dikembangkan lebih
lagi, maka dapat menghasilkan beraneka ragam atribut pertitik kontrolnya. Berdasarkan studi
kasus, titik kontrol ini meliputi: (1) Mempertahankan lahan warisan (2) Tidak menjual seluruh
panen (3) Upacara adat: Jamasan (4) Upacara persembahan: Kadeso. Pengambilan keputusan
atribut disesuaikan pada masing – masing titik kontrolnya. Apabila atribut tidak sesuai maka
akan menghasilkan ketidakrelevanan antara kepuasaan dengan kinerja nantinya, sehingga
perlu untuk melakukan perbaikan atribut - atributnya.
4.2 Saran
Berdasarkan dari hasil pembahasan mengenai kearifan lokal dengan pendekatan IPA
(Importance Performance Analysis) Petani Tradisional Samin di Desa Klopoduwur,
Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora maka terdapat beberapa saran sebagai berikut:
0
1. Petani Samin diharapkan tetap menjaga tradisi atau budaya yang sudah menjadi turun
temurun hingga saat ini dalam kegiatan pertanian serta tetap melestarikan alam sekitar
dan menggunakan alam sekitar dengan sewajarnya. Di samping itu, petani Samin
diharapkan dapat membuka diri sesuai perkembangan zaman dan tidak bersikap
eksklusif atau terpisah dengan masyarakat lain.
2. Perlu adanya peran pemerintah dalam memfasilitasi dan melestarikan kearifan lokal
petani Samin dalam bidang pertanian, seperti memberikan pemahaman terkait
pengelolaan pertanian sehingga petani Samin dapat meningkatkan hasil pertanian dan
mensejahterakan keluarga dan desanya.
3. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
melanjutkan penelitian yang ada serta dapat menambah variabel lain yang belum diteliti
sehingga nantinya dapat diketahui lebih lanjut tentang kearifan lokal petani Samin di
Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten Blora.
1
DAFTAR PUSTAKA
Kurniasari, D. A., Cahyono, E. D., & Yuliati, Y. (2018). Kearifan Lokal Petani Tradisional
Samin di Desa Klopoduwur, Kecamatan Banjarejo, Kabupaten
Blora. HABITAT, 29(1), pp.33–37. https://doi.org/10.21776/ub.habitat.2018.029.1.4
Yuliana, Devita. (2020). Ritus Peralihan Masyarakat Sedulur Sikep Dalam Perspektif Aqidah
Islam (Studi Kasus di Desa Klopoduwur Kecamatan Banjarejo Kabupaten Blora).
Skripsi pada Jurusan Aqidah Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin, 2020
Fitriana, Siti Nur. (2021). Etika Bisnis Islam pada Masyarakat Samin Kota Blora dalam
Mengembangkan Ekonomi Berbasis Kearifan Lokal. Skripsi pada Program Studi
Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam.