You are on page 1of 18

MAKALAH PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

KELOMPOK 9

Disusun oleh :

1. Reni Oktaviani (201914500375)


2. Fitri Rahmawati (201914500401)
3. Nanda Diaz Corie (201914500433)
4. Siti Sepiah Nur Rohmah (201914500455)

Kelas R3E

Dosen : DIDI SUTARDI S.H, M.M

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

Tahun 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T karena telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga makalah ini yang berjudul “Pemutusan Hubungan Kerja” ini dapat
kami selesaikan pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
bidang studi Manajemen Sumber Daya Manusia. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang pentingnya pemutusanhubungankerja bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada Bapak Didi Sutardi, S.H, M.M selaku dosen
studi PendidikanEkonomi dengan mata kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
studi yang saya tekuni. Saya juga berterimakasih kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dengan memberikan ide dan pemikirannya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.

Penulis menyadarimakalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya kesempurnaan makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Jakarta, 23 September 2020

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

COVER (Halaman Judul).................................................................................


KATA PENGANTAR....................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................4
C. Tujuan Makalah..................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemutus Hubungan Kerja.................................................5
B. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja................................................6
C. Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja..........................................7
D. Pasal-pasal Pemutus Hubungan Kerja................................................8
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN ....................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................18

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setiap orang yang hidup sudah pasti membutuhkan biaya untuk dapat menyambung
hidupnya. Untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang harus mencari dan melakukan
pekerjaan. Di dalam melakukan sebuah pekerjaan, tentunya terdapat hubungan kerja antara
pekerja dan pemimpin perusahaan, dimana hubungan kerja tersebut dituangkan ke dalam
suatu bentuk perjanjian atau kontrak kerja.di dalam kontrak kerja tersebut memuat apa saja
yang menjadi hak dan kewajiban para pekerja dan pengusahanya seperti pendapatan upah/
gaji dan keselamatan kerja.
Hubungan kerja akan tetap ada selama pejanjian kerja mengikat kedua belah pihak. Apabila
perjanjian kerja masih mengikat kedua belah pihak, kemudian akan ada pemberhentian kerja
sepihak dari perusahaan maka disebut pemutus hubungan kerja. Pemutusan hubungan kerja
yang terjadi secara sepihak yaitu oleh pihak pengusahanya. Harapan untuk mendapatkan
penghasilan dan memenuhi kebutuhan hidup telah pupus begitu saja lantaran terjadinya PHK
yang tidak disangka-sangka oleh para pekerja. Hal ini dikarenakan kondisi kehidupan politik
yang goyah, dan kondisi perekonomian yang berdampak pada banyak industri yang harus
gulung tikar, dan berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan dengan sangat
tidak terencana. Namun, mau tidak mau para pekerja/buruh harus menerima kenyataan bahwa
mereka harus menjalani PHK.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Berdasarkan latar belakang diatas,maka kami merumuskan masalah sebagai berikut :


jelaskan mengenai Pemutusan Hubungan Pekerjaan?
2. Seperti apa prosedur pemutusan Hubungan kerja?
3. Jelaskan mengenai kompensasi Hubungan kerja?
4. Undang-undang pasal yang terkait dengan pemutusan hubungan kerja?

C. Tujuan Makalah
1. Memperluas wawasan dan pengetahuan bagi penulisnya.

2.Mengetahui mengapa PHK itu bisa terjadi dalam suatu perusahaan.

3. Memberikan manfaat bagi perkembangan konsep keilmuan maupun pemecahan masalah.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemutusan Hubungan Pekerjaan
Pemutusan Hubungan Pekerjaan adalah pengakhiran hubungan kerja antara pimpinan
perusahaan dengan pekerja karena berbagai sebab.

Menurut Pasal 1 ayat 4 Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-15A/MEN/1994,


Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ialah pengakhiran hubungan kerja antara pengusaha dan
pekerja berdasarkan izin Panitia Daerah atau Panitia Pusat.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian PHK


adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara buruh/pekerja dengan pengusaha. Pasal 124
menyebutkan bahwa “Perjanjian kerja bersama paing sedikit memuat : a). Hak dan kewajiban
pengusaha; b). Hak dan kewajiban sertifikat pekerja/sertifikat buruh serta pekerja/buruh; c).
Jangka waktu dan tanggal mulai berlakunya perjanjian kerja bersama; dan d). Tanda tangan
para pihak pembuat perjanjian kerja bersama. Hubungan kerja akan tetap ada selama
perjanjian kerja mengikat kedua belah pihak. Apabila perjanjian kerja masih megikat kedua
belah pihak kemudian ada pemberhentian kerja sepihak dari perusahaan maka disebut dengan
pemutusan hubungan kerja. Pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak boleh dilakukan
sewenang-wenang karena adanya persyaratan tertentu.

B. PROSEDUR PEMUTUS HUBUNGAN KERJA


Prosedur pemutus hubungan kerja yang harus dilalui yaitu dengan :
1. Musyawarah

Ketika terjadi PHK, prosedur pertama kali yang harus ditempuh adalah dengan melakukan
musyawarah oleh kedua belah pihak,  yaitu pihak karyawan dan perusahaan. Musyawarah ini
bertujuan untuk mendapatkan pemufakatan yang dikenal dengan istilah bipartit. Melalui
musyawarah ini, kedua belah pihak melakukan pembicaraan untuk menemukan solusi terbaik
untuk perusahaan maupun karyawan.

5
2). Media dengan Disnaker

Jika ternyata dalam permasalah yang terjadi tidak bisa diselesaikan dengan cara musyawarah,
maka bantuan tenaga dinas tenaga kerja (disnaker) setempat diperlukan.

Tujuannya adalah untuk menemukan cara penyelesaian apakah melalui mediasi atau
rekonsiliasi

3). Mediasi Hukum

Ketika pada tahap bantuan Disnaker tidak mampu menyelesaikan masalah antara kedua belah
pihak, maka upaya hukum bisa dilakukan hingga pengadilan. Jika memang pada hasil akhir
PHK tetap dilaksanakan, maka diajukan dengan melakukan permohonan secara tertulis
kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Lembaga ini biasa disebut
dengan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), disertai dengan alasan kenapa PHK
dilakukan.

4). Perjanjanjian bersama

Penetapan tidak diperlukan jika pekerja yang sedang dalam masa masa percobaan bilamana
telah dipersyaratkan secara tertulis, pekerja meminta untuk mengundurkan diri tanpa ada
indikasi adanya tekanan atau intimidasi dari pengusaha. Berakhirnya hubungan kerja sesuai
dengan perjanjian krja dengan waktu ertentu yaitu pekerja mencapai usia pensiun dan pekerja
meninggal dunia. Di dalam surat perjanjian tersebut harus ditandatangani oleh kedua belah
pihak.

5). Memberikan Uang Pesangon

Jika terjadi pemutusan hubungan kerja, perusahaan wajib memberikan uang pesangon atau
uang kompensasi kepada para pekerja yang alasan pemutus hubungan kerjsnys trnyata
ditemukan ketidakadilan. Jika pengusaha ingin mengurangi jumlah pekerja dalam perubahan
operasional, pengusiha harus berusaha merundingkannya dengan pekerja u serikat pekerji.
Jika perundingan tidak dihasilkan kesempatan, maka pengusaha maupun serikat pekerja
dapat mengajukn perselisihan tersebut kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial.Hal tersebut diatur dalam UU RI NO.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal
151,154 dan UU RI N0.2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial
pasal 1 sd pasal 5.

6
C. Kompensasi Hubungan Kerja
Kompensasi PHK berupa Uang Pesangon dan uang penghargaan masa kerja yang besarnya
disesuaikan dengan masa kerja seseorang di Perusahaan. Dalam hal ini terjadi Pemutusan
Hubungan Kerja, Pengusaha wajib memberikan Uang Pesangon(UP) atau Uang Penghargaan
Masa Kerja (UPMK) dan Uang Penggantian Hak (UPH) yang seharusnya diterima.
UP,UPMK, dan UPH dihitungberdasarkanupahpekerja dan masa kerjanya.

1. Uang Pesangon
Perhitungan Uang Pesangon (UP) paling sedikit sebagai berikut:
 Masa Kerja Uang Pesangon

a. Masa kerjakurangdari 1 tahun, 1(satu) bulanupah.


b. Masa kerja 1-2 tahun, 2 (dua) bulan upah.
c. Masa kerja 2-3 tahun, 3 (tiga) bulan upah.
d. Masa kerja 3-4 tahun, 4 (empat) bulan upah.
e. Masa kerja 4-5 tahun, 5 ( lima) bulan upah.
f. Masa kerja 5-6 tahun, 6 (enam) bulan upah.
g. Masa kerja 6-7 tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
h. Masa kerja 7-8 tahun, 8 (delapan) bulan upah.
i. Masa kerja 8 tahunataulebih, 9 (Sembilan) bulan upah.
 Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) ditetapkan sebagai berikut:
a. Masa kerja 3-6 tahun 2(dua) bulan upah.
b. Masa kerja 6-9 tahun 3(tiga) bulan upah.
c. Masa kerja 9-12 tahun 4 (empat) bulan upah.
d. Masa kerja 12-15 tahun 5(lima) bulan upah.
e. Masa kerja 15-18 tahun 6 (enam) bulan upah.
f. Masa kerja 18-21 tahun 7 (tujuh) bulan upah.
g. Masa kerja 21-24 tahun 8 (delapan) bulan upah.
h. Masa kerja 24 tahunataulebih 10 bulan upah.
 Uang Penggantian Hak yang seharusnya diterima (UPH) meliputi:
a. Cuti tahunan yang belum diambil dan belumgugur.
b. Biaya atau ongkos pulang untuk karyawan/buruh dan keluarganya ketempat
dimana karyawan/buruh diterima bekerja.
7
c. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari
uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat.
d. Hal – hal lain yang ditetapkaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau perjanjian kerjasama.
Ketentuan diatas diatur dalam:UU RI NO.13 TAHUN 2003, tentang “Ketenagakerjaan”,
Pasal 156-157, 162-168,172.

D. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA MENURUT UNDANG-UNDANG


Pada pasal 153 ayat 1, UU RI No,13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa pengusaha dilarang
melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan :

1. Pekerja/buruh berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter


selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus.
2. Pekerja/buruh berhalangan menjalankan pekerjaannya Karena memenuhi kewajiban
terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Pekerja/buruh menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya,
4. Pekerja/buruh menikah.
5. Pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui
bayinya.
6. Pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan
pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
7. Pekerja/buruh mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat
buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam
kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau bedasarkan ketentuan
yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama.
8. Pekerja/buruh yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib mengenai
perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan,
9. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis
kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.

8
10). Pekerja/buruh dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena
hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya
belum dapat dipastikan.
Pemutusan hubungan kerja menurut pasal 153 ayat 2 yaitu pemutusan hubungan kerja yang
dilakukan dengan alasan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) batal demi hukum dan
pengusaha wajib memperkerjakan kembali pekerjaan/buruh yang bersangkutan.

-Apabila pekerja/buruh melakukan tindakan yang tidak/kurang sesuai dengan ketentuan


yang berlaku, perusahaan masih memberikan kesempatan namun tetap mengikuti aturan
dalam Undang-undnag Ketenagakerjaan, hal tersebut tertuang pada pasal 155, yaitu 1).
Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 151
ayat (3) batal demi hukum; 2). Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial belunditetapkan baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap
melaksanakn segala kewajibannya. 3). Pengusaha dapat melakukan penyimpangan terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (2) berupa tindakan skorsing kepada
pekerja/buruh yang sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja dengan tetap wajib
membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.

 Pasal 157
1. Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang
pernghargaan masa kerja dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima
namun tertunda, terdiri dari upah pokok, segal macam tunjangan yang bersifat
tetap diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya. Termasuk harga pembelian
dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila
catu harus dibayat pekerja/buruh dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap
selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh
pekerja/buruh.
2. Dalam hal penghasilan pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan harian,
maka penghasilan sebulan adalah sama dengan 30kali penghasilan dalam sehari.
3. Dalam hal upah pekerja/buruh dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil,
potongan /borongan atau komisi.

9
4. Daam hal pekerjaan tergantung pada keadaan cuaca dan upahnya didasarkan pada
upah borongan, maka perhitungan upah sebulan dihitung dari upah rata-rata 12
(duabelas) bulan terakhir.
 Pasal 158
1. Pengusaha dapat memutuskan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan
alasan pekerja/buruh telah melakukan kesalahan berat sebagai berikut:
a. Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang ata uang milih
perusahaan.
b. Memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan
perusahaan.
c. Melakukan perbuatana susila atau perjudian di lingkungan kerja.
2. Kesalahan berat sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) harus di dukung
dengan bukti sebagai berikut :
a. Pekerja / buruhtertangkaptangan;
b. Ada pengakuan dari pekerja / buruh yang bersangkutan atau
c. Bukti lain berupa laporan kejadian yang dibuat oleh pihak yang bersewenang
di perusahaan yang bersangkutan dan di dukung oleh sekurang-kurangnya 2
(dua) orang saksi.
3. Pekerja / buruh yang diputus hubungan kerjanya berdasarkan alas an sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dapa t memperoleh uang penggantian hak sebagaimana
dimaksud dalam pasal 156 ayat (4).

 Pasal 159
Apabila pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana yang
dimaksud dalam pasal 158 ayat (1) pekerja/buruh yang bersangkutan dapat
mengajukan gugatan kelembagaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
 Pasal 160
1. Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak berwajib karena diduga melakukan tindak
pidana bukan atas pengaduan pengusaha,maka pengusaha tidak wajib membayar upah
tetapi wajib membayar bantuan kepada keluarga pekerja/buruh.

10
a. Untuk 1 (satu) orang tanggungannya: 25% (duapuluh lima perseratus) dari rupiah.

b. Untuk 2 (dua) orang tanggungann : 35% (tigapuluh lima perseratus) dari rupiah.

c. Untuk 3 (tiga) orang tanggungan: 45% (empatpuluh lima perseratus) dari rupiah.

d. Untuk 4 (empat) orang tanggunganataulebih 50% (lima puluhperseratus) dari


rupiah.

2. Bantuan sebagaimana dimaksud dalamayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam)
bulan takwin terhitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang
berwajib.

3. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh yang


setelah 6 bulan tidak dapat melakukan pekerjaan sebagaimana mestinya karena dalam
proses perkara sebagaimana dalamayat (1).

 Pasal 161

1. Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam


perjanjian kinerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerjabersama, pengusaha
dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara
berturut-turut.

2. Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku


paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja,
pertaturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

3. Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja dengan alasan


sebagaimana dimaksud dalamayat (1) memperoleh uang pesangon sebesar 1 kali
ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali
ketentuan pasal 156 ayat (4).

11
 Pasal 162

1. Pekerja/buruh yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri, memperoleh uang


penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4)11

2. Pekerja atau buruh yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) harus memenuh isyarat:

a. Mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya


30 (tigapuluh) hari sebelum tanggal pengunduran diri.

b. Tidak terkait dalam ikatan dinas; dan

c. Tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

3. Pemutusan hubungan kerja dengan alasan pengunduran diri atas kemauan sendiri
dilakukan tanpa penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial.

 Pasal 163

1. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhada ppekerja/ buruh


dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan
kepemilikan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan
kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai
ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan
pasal 153 ayat (3) dan uang pergantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4).

2. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh


Karena perubahan status, penggabungan, atau peleburan perushaan, dan
pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh diperusahannya, maka
pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal 156
ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan dalam pasal 156
ayat (3), dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam pasal 156 ayat (4).

12
 Pasal 164

1. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh


karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara
terus menerus selama dua tahun, atau keadaan memaksa, dengan ketentuan
pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156
ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156
ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4).

2. Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuktikan


dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan
publik.

3. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh


karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut
– turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan
melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon
sebesar 2 (dua) kali ketentuan pasal156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan pasal 156 ayat (4).

 Pasal 165

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh


karena perusahaan pailit dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pasangon
sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan pasal 156 ayat (4).

 Pasal 166

Dalam hal hubungkan kerja berakhir karena pekerja/buruh meninggal dunia. Kepada
ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besar perhitungannya sama dengan
perhitungan 2 (dua) kali uang pesangon sesuai ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4).

13
 Pasal 167

1. Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh


karena memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan
pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh
pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon sesuai
ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal
156 ayat (3) , tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal
156 ayat (4).

2. Dalam hal besarnya jaminan atau manfaat pensiun yang diterima sekaligus dalam
program pensiun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata lebih kecil
daripada jumlah uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2) dan uang
penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3), dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4), maka selisihnya dibayar oleh
pengusaha.

 Pasal 168

1. Pekerja/buruh yang mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut
tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah
dipanggil oleh pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis dapat diputus
hubungan kerjanya karena dikualifikasikan mengundurkan diri.

2. Keterangan tertulis dengan bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja/buruh masuk bekerja.

3. Pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pekerja/buruh


yang bersangkutan berhak menerima uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal
156 ayat (4) dan diberikan uang pisah yang besarnya dan pelaksanaannya diatur
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

14
 Pasal 169

1. Pekerja/buruh dapat mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja kepada


lembaga penyelesaian perselisihan hubungan insdustrial dalam hal pengusaha
melakukan perbuatan sebagai berikut :

a. Menganiaya, menghina secara kasar atau mengancam pekerja/buruh.

b. Membujuk atau menyuruh pekerja/buruh untuk melakukan perbuatan yang


bertentangan dengan peraturan perundang – undangan.

c. Tidak membayar upah tepat pada waktu yang telah ditentukan selama 3 (tiga)
bulan berturut – turut atau lebih.

d. Tidak melakukan kewajiban yang telah dijanjikan kepada pekerja/buruh.

e. Memerintahkan pekerja/buruh untuk melaksanakan pekerjaan diluar yang


diperjanjikan atau

f. Memberikan pekerjaan yang membahayakan jiwa, keselamatan, kesehatan,


dan kesusilaan pekerja/buruh sedangkan pekerjaan tersebut tidak dicantumkan
pada perjanjian kerja.

2. Pemutusan hubungan kerja dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pekerja/buruh berhak mendapat uang pasangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156
ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3),
dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4).

3. Dalam hal pengusaha dinyatakan tidak melakukan perbuatan sebagaimaana


dimaksud dalam ayat (1) oleh lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial maka pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja tanpa
penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan
pekerja/buruh yang bersangkutan tidak berhak atas uang pesangon sesuai
ketentuan pasal 156 ayat (2), dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan
pasal 156 ayat (3).

15
 Pasal 170

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan pasal 151 ayat
(3) dan pasal 168, kecuali pasal 158 ayat (1), pasal 160 ayat (3), pasal 162, dan pasal
169 batal demi hukum dan pengusah wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang
bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima.

 Pasal 171

Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan lembaga


penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang berwenang sebagaimana

dimaksud dalam pasal 158 ayat (1), pasal 160 ayat (3), dan pasal 162, dan
pekerja/buruh yang bersangkutan tidak dapat menerima pemutusan hubungan kerja
tersebut, maka pekerja/buruh dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak
tanggal dilakukan pemutusan hubungan kerjanya.

 Pasal 172

Pekerja/buruh yang mengalami sakit berkepanjangan, mengalami cacat akibat


kecelakaan kerja dan tidak dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas
12 (dua belas) bulan dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja dan diberikan ,
uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa
kerja 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (3), dan uang pengganti hak 1 (satu) kali
ketentuan pasal 156 ayat (4).

16
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan :
Pemutusan Hubungan Kerja merupakan dinamika dalam sebuah organisasi
perusahaan.dan jika dipandangan mengenai PHK itu negatif maka itu kurang tepat
karena PHK merupakan proses yang akan dialami semua karyawan misalnya
dengan pensiun atau kematian. Maka dari itu Pemutusan Hubungan Kerja dibagi
ke dalam dua bagian yakni Pemberhentian Hubungan Kerja Sementara dan
Pemberhentian Hubungan Kerja Permanen.Kemudian perusahaan setelah
Pemutusan Hubungan Kerja tidak langsung lepas tangan namun masih ada yang
harus diberikan perusahaan kepada karyawan yaitu berupa Uang Pesangon dan
Uang Penghargaan Masa Kerja yang disesuaikan dengan seberapa lama karyawan
itu bekerja untuk perusahaan.

Saran :
Adapun saran yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini, hendaknya dalam
Pemutusan Hubungan Kerja harus sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku
agar tidak ada perselisihan dan tidak ada pihak yang merasa di rugikan.

17
DAFTAR PUSTAKA

Redaksi Sinar Grafika, 2004, Undang-Undang No.13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan .
Sinar Grafika, Jakarta

https://www.google.co.id/amp/s/atikanafridayanti.wordpress.com/2013/11/21/pemutusan-
hubungan-kerja-phk/amp/com

Tim Redaksi BIP. 2018 Himpunan Peraturan Perundang-undangan Replubik Indonesia


Ketenagakerjaan. UURI Nomor 13 Tahun 2003 dan Penjelasannya Disertai Peraturan yang
Terkait. Jakarta: Penerbit Bhuana Ilmu.

https://gajimu.com/pekerjaan-yanglayak/kontrak-kerja/pemutusan-hubungan-kerja.com

18

You might also like