You are on page 1of 6

A.

PRINSIP KIMIA HIJAU

Kimia hijau bukan hanya terkait dengan penggunaan dan produksi bahan kimia yang
aman saja. Prinsip kimia hijau dapat Kalian terapkan sendiri di rumah. Bahan kimia apa saja
yang digunakan di rumah? Bagaimana cara Kalian menggunakannya? Bagaimana agar
penggunaan bahan kimia di rumah dapat memberikan kontribusi terhadap prinsip kimia hijau?
Menggunakan bahan kimia secukupnya, membuang bahan kimia pada tempatnya, menyimpan
bahan kimia dengan cara yang benar, mengganti bahan kimia yang berbahaya dengan bahan
alam yang lebih ramah lingkungan, serta menggunakan kembali bahan plastik merupakan
wujud kontribusi Kalian terhadap prinsip kimia hijau. Prinsip kimia hijau sangat memberikan
kontribusi terhadap pelestarian lingkungan.

Gambar 1. Hasil aktivitas penerapan prinsip kimia hijau

Gambar 2. Eco Enzyme dari limbah dapur


Pada tahun 1998, Paul Anastas bersama dengan John C. Warner mengembangkan
prinsip yang dijadikan sebagai pdanuan dalam praktik kimia hijau. Kedua belas prinsip tersebut
membahas berbagai cara untuk mengurangi dampak dari produksi bahan-bahan kimia terhadap
lingkungan dan kesehatan manusia, serta juga menunjukkan prioritas penelitian dalam
pengembangan teknologi kimia hijau. Dua belas prinsip kimia hijau yang dikembangkan oleh
Paul Anastas dan John Warner, yaitu

1. Mencegah timbulnya limbah dalam proses

Lebih baik mencegah daripada menanggulangi atau membersihkan limbah yang timbul setelah
proses sintesis, karena biaya untuk menanggulangi limbah sangat besar.

2. Mendesain produk bahan kimia yang aman

Pengetahuan mengenai struktur kimia mendukung seorang kimiawan untuk mengkarakterisasi


toksisitas dari suatu molekul serta mampu mendesain bahan kimia yang aman.

3. Mendesain proses sintesis yang aman


Metode sintesis yang digunakan harus didesain dengan menggunakan dan menghasilkan bahan
kimia yang tidak berdampak terhadap manusia dan lingkungan.

4. Menggunakan bahan baku yang dapat terbarukan

Penggunaan bahan baku yang dapat lebih disarankan daripada menggunakan bahan baku yang
tak terbarukan berdasarkan alasan ekonomi.

5. Menggunakan katalis

Penggunaan katalis selektifitas yang lebih baik, rendemen hasil yang meningkat, serta mampu
mengurangi produk samping.
6. derivatisasi dan modifikasi sementara dalam reaksi kimia

Derivatisasi yang tidak diperlukan seperti penggunaan gugus pelindung, proteksi/deproteksi,


dan modifikasi sementara pada proses fisik atau kimia harus diminimalkan atau sebisa mungkin
dihindari karena setiap tahapan derivatisasi memerlukan tambahan reagen yang nantinya
memperbanyak limbah.

7. Memaksimalkan atom ekonomi

Metode sintesis yang digunakan harus dirancang untuk meningkatkan produk yang diinginkan
dibandingkan dengan bahan dasar.

8. Menggunakan pelarut yang aman

Penggunaan bahan kimia seperti pelarut, ekstraktan, atau bahan kimia tambahan yang lain
harus dihindari penggunaannya.
9. peningkatan efisiensi energi dalam reaksi
Energi yang digunakan dalam suatu proses kimia harus mempertimbangkan efek terhadap
lingkungan dan aspek ekonomi.
10.Mendesain bahan kimia yang mudah terdegradasi

Bahan kimia harus dirancang dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, oleh karena itu
suatu bahan kimia harus mudah terdegradasi dan tidak terakumulasi di lingkungan.

11. penggunaan metode analisis secara langsung untuk mengurangi polusi

Metode analisis yang dilakukan secara real-time dapat mengurangi pembentukan produk yang
tidak diinginkan.

12. Meminimalisasi potensi kecelakaan

Bahan kimia yang digunakan dalam reaksi kimia harus dipilih sedemikian rupa sehingga
potensi kecelakaan yang dapat mengakibatkan masuknya bahan kimia ke lingkungan, ledakan
dan api dapat dihindari.

Prinsip-prinsip teknologi hijau didasarkan pada pengembangan Rekayasa Hijau (Green


Engineering) oleh Paul Anastas dan Julie Zimmerman. Prinsip-prinsip rekayasa ini
menjelaskan tentang proses atau produk kimia yang lebih hijau, dengan 12 prinsip (ACS,
2018b) sebagai berikut:

1. Inherent Rather Than Circumstantial (Inheren daripada Sirkumtansial). Para perancang


harus memastikan input dan output bahan dan energi bersifat tidak berbahaya.

2. Prevention instead of Treatment (Pencegahan daripada Pengolahan). Lebih baik mencegah


limbah daripada mengolah atau membersihkan limbah setelah terbentuk.

3. Design for Separation (Desain untuk Pemisahan). Operasi pemisahan dan pemurnian harus
dirancang untuk meminimalkan konsumsi energi dan penggunaan bahan.

4. Maximize Efficiency (Memaksimalkan Efisiensi). Produk, proses, dan sistem harus


dirancang untuk memaksimalkan efisiensi pemakaian massa, energi, ruang, dan waktu.

5. Output-Pulled Versus Input-Pushed (Mengambil keluaran daripada Mendorong Masukan).


Produk, proses, dan sistem harus dilakukan dengan “mengambil output” daripada
“memperbesar input” melalui penggunaan energi dan material.
6. Converse Complexity (Konservasi Kompleksitas). Entropi dan kompleksitas yang melekat
harus dilihat sebagai investasi pada saat membuat pilihan desain pada daur ulang, penggunaan
kembali, atau disposisi yang bermanfaat.

7. Durability Rather Than Immortality (Tahan lama Daripada Lekas rusak). Sasaran desain
ditujukan pada masa pakai produk tahan lama, bukan sekali pakai dan cepat rusak.
8. Meet Need, Minimize Excess (Memenuhi Kebutuhan, Meminimalkan Kelebihan). Desain
untuk kapasitas atau kemampuan yang tidak perlu harus dianggap sebagai cacat desain
(misalnya, “satu ukuran cocok untuk semua”).

9. Minimize Material Diversity (Meminimalkan Keragaman Material). Keragaman material


dalam produk multikomponen harus diminimalkan untuk memudahkan pembongkaran dan
pemrosesan kembali.
10. Integrate Material Flow dan Energy (Mengintegrasikan Aliran Bahan dan Energi). Desain
produk, proses, dan sistem harus mencakup integrasi dan interkoneksi dengan aliran energi dan
material yang tersedia.

11. Design for Commercial “Afterlife” (Desain untuk Komersial “Pascapakai”). Produk,
proses, dan sistem harus dirancang untuk kinerja komersial pascapakai.
12. Renewable Rather Than Depleting (Terbarukan Daripada Kelangkaan). Input material dan
energi harus dapat diperbarui daripada menggunakan sumber daya yang habis dan tak
terbarukan.
B. PENERAPAN KIMIA HIJAU
Para ahli kimia dapat mengakses berbagai sumber informasi mengenai potensi bahaya
molekul zat kimia yang akan dirancang dan zat pendukung yang akan dipilih. Saat ini para ahli
kimia hijau sudah terlatih untuk mengintegrasikan berbagai informasi tersebut untuk
merancang molekul dengan menghindari atau mengurangi sifat racun/toksik dari molekul
tersebut. Sebagai contoh, mereka mungkin merancang molekul yang cukup besar ukurannya
sehingga tidak dapat menembus jauh ke dalam paru-paru manusia atau hewan, yaitu tempat
efek toksik dapat terjadi. Cara lain adalah mengubah sifat-sifat suatu molekul untuk mencegah
absorpsi oleh kulit atau untuk memastikan molekul tersebut akan mudah terurai di lingkungan.
Sumber: Institute for Agricultural and Trade Policy, 2007
Peran MST dalam Mendukung Urban Lifestyle yang Berkualitas 181 Dengan kemajuan
di bidang teknologi pembuatan partikel nano, maka perlu diperhatikan atau dibuat peraturan
untuk mengurangi dampak kesehatan dan lingkungan yang disebabkan partikel nano ini
termasuk aplikasi teknologi dan partikel nano di dunia kedokteran, seperti pencitraan,
pemberian obat, disinfektasi, dan perbaikan jaringan (Albrecht, Evans, & Raston, 2006).
Partikel nano ini dapat masuk ke tubuh manusia melalui paru, usus besar, kulit, serta dapat
masuk ke jaringan otak yang kemungkinan besar dapat menimbulkan masalah kesehatan,
meskipun penelitian mengenai ini belum tuntas. Aturan dan regulasi terkait nano partikel dan
kesehatan serta lingkungan perlu dikembangkan berdasarkan 12 prinsip kimia hijau. Albrechts
et al., (2006) menguraikan dampak nano partikel dan berbagai kemungkinan alternatif yang
tidak berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan untuk pemanfaatan nano partikel di berbagai
aspek kehidupan. Manfaat pendekatan kimia hijau adalah mengurangi berbagai risiko pada
siklus produksi dan pemanfaatan zat kimia. Pendekatan pembaharuan berkelanjutan dalam hal
penemuan atau inovasi akan membawa kepada proses dan produk yang aman di dalam
ekosistem alami, dan mudah terurai, sehingga menjadi zat gizi untuk alam atau dapat didaur
ulang.
CAT RAMAH LINGKUNGAN
Senyawa organik yang mudah menguap atau volatile organic compounds (VOC) biasa
diidentifikasi sebagai bau sesuatu yang baru dicat, bersifat berbahaya bagi kesehatan dan
lingkungan. Sejak dulu ada cat yang larut dalam air berbentuk bubuk, tetapi tidak mudah
didapat. Perusahan cat di Inggris berhasil membuat cat yang sedikit sekali atau tidak
mengandung VOC tetapi tetap menarik, misalnya cat yang berbasis pelarut dari tanaman yang
tidak berbau, mudah dibersihkan, dan berdaya tutup yang baik. Cat-cat yang diiklankan di
Indonesia juga sudah mulai memperhatikan keamanan terhadap kesehatan dan lingkungan.
PLASTIK RAMAH LINGKUNGAN
Sudah ada produk-produk plastik yang berbahan dasar gula dari tanaman hasil pertanian
yang terbarukan, seperti jagung, kentang, dan gula dari buah bit, untuk mulai menggantikan
plastik yang berasal dari 182 Peran MST dalam Mendukung Urban Lifestyle yang Berkualitas
petroleum. Beberapa perusahaan di negara maju telah menghasilkan produk-produk plastik
yang ramah lingkungan. Sebagai contoh, perusahaan di Amerika yang memasarkan polimer
PLA dari tumbuhan yang berasal dari jagung, digunakan dalam kemasan makanan dan
minuman. Perusahaan ini juga berhasil membuat serat yang berasal dari jagung dinamakan
Ingeo dan digunakan untuk membuat selimut serta hasil tekstil lain. Pabrik yang memakai
polimer PLA sebagai bahan dasarnya juga mengintegrasikan prinsip-prinsip kimia hijau
termasuk dalam memilih zat warna untuk produkproduk mereka. Di Amerika Serikat, terdapat
perusahaan yang mengganti bahan penguat karpet yang biasanya terdiri atas aspal, polivinil
klorida (PVC), dan poliuretan, dengan resin poliolefin, yang berasal dari tanaman dan lebih
rendah toksisitasnya. Karpet jenis ini memiliki daya rekat yang tinggi dan tidak mudah
menyusut. Saat ini karpet yang ramah lingkungan ini telah digunakan untuk bangunan rumah,
sekolah, rumah sakit, dan kantor. Saat ini sudah ada Pedoman Pemanfaatan Biomaterial
Berkelanjutan (Sustainable Biomaterials Guidelines) yang memberi arahan untuk pendekatan
komprehensif terhadap siklus produksi, pemanfaatan dan pengolahan limbah untuk praktik
pertanian sampai dengan daur ulang dan pembuatan pupuk. Pedoman tersebut memberi saran
bagaimana mengolah limbah tumbuhan seperti kayu, rumput kering, tanaman, dan berbagai
bahan mentah pertanian untuk dimanfaatkan kembali. Pedoman tersebut sesuai dengan prinsip
kimia hijau yang ke tujuh yaitu memanfaatkan bahan baku pertanian yang dapat didaur ulang,
seperti yang digambarkan pada Gambar 2. Prinsip ini mendasari usaha para ahli kimia untuk
memanfaatkan material yang dapat diperbaharui, seperti bahan bakar biogas dan pakan ternak,
menghemat penggunaan energi, dan memproduksi zat-zat kimia yang ramah lingkungan pada
pengolahan bahan makanan.

You might also like