A. Pasal (Hal 111-118) Ketika Rasulullah SAW hendak untuk bersujud maka beliau bertakbir tanpa mengangkat kedua tangannya. Namun ada riwayat lain yang menyebutkan bahwasanya beliau bersujud seraya mengangkat kedua tangannya, dan inilah pendapat yang tsiqah. Ketika hendak sujud Rasulullah SAW meletakkan lututnya dahulu, kemudian tangannya, kemudian diikuti oleh dahi dan hidungnya. Adapun hadits yang berkaitan dengan hal ini, terdapat dua riwayat; Riwayat pertama ialah hadits dari Wail bin Hujr dengan redaksi yang sesuai dengan tata cara Rasul diatas. Sedangkan riwayat kedua ialah hadits dari Abu Hurairoh yang berisi larangan untuk sujud seperti menderumnya seekor unta, namun perintah yang ada pada hadits ini ialah untuk meletakkan tangan terlebih dahulu, kemudian diikuti oleh lutut. Perintah yang ada pada hadits Abu Hurairah ini menyelisihi larangan yang ada didalamnya. Jika seseorang mendahulukan tangannya daripada lututnya ketika sujud maka ia telah menyerupai unta yang tengah menderum. Karena unta ketika menderum itu meletakkan tangannya dahulu kemudian lututnya, dan inilah yang Rasulullah SAW larang dan menyuruh untuk berbuat sebaliknya. Sederhananya ketika hendak turun (sujud), maka dahulukan yang terdekat dengan tanah (lutut). Dan ketika hendak bangkit maka dahulukan yang terjauh dari tanah (kepala). Namun barangkali hadits Abu Hurairah ini matannya terbalik. Diantara ahlul ilmi yang berpandangan bahwa lutut harus diletakkan sebelum tangan ialah: Umar bin Khattab ra, Muslim bin Yasar, imam Tsauri, imam Syafi’i, imam Ahmad, dan Abu Hanifah. Sedangkan ahlul ilmi yang berpandangan bahwa tangan harus diletakkan sebelum lutut ialah: Imam Malik, Imam Auza’i. Hadits Wail bin Hujr lebih utama untuk dipilih karena beberapa segi: Haditsnya memiliki taabi’ dan syawahid dari hadits Ibnu Umar ra. Hadits ini menjadi rujukan para sahabat seperti Umar bin Khattab ra, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud. Hadits Abu Hurairah dipandang mudhtharib secara matan karena banyaknya perbedaan matan. Rasulullah SAW bersujud diatas tanah, terkadang menggunakan tikar kecil dan terkadang tanpa tikar sehingga terasa basah. Ketika sujud Rasul menempelkan dahi dan hidungnya ketanah, kemudian merenggangkan tangannya hingga terlihat putihnya ketiak. Dan jika seekor domba kecil melewati ketiaknya maka sungguh akan masuk. Adapun posisi tangannya diletakkan diantara bahu dan telinganya dengan keadaan dibentangkan jari- jarinya. Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk memperbanyak doa dikala sujud karena sesungguhnya doa dikala sujud itu dekat untuk diterima oleh Allah SWT. B. Pasal (Hal 118-120) Orang-orang berselisih antara qiyam dan sujud, manakah yang lebih utama? Sebagian golongan menganggap bahwa qiyam lebih utama berdasarkan firman Allah Qs. Al- Baqarah: 238 dan sabda Rasul “Shalat yang paling utama adalah sepanjang qunut”. Sedangkan sebagian lain menganggap sujud lebih utama karena merupakaan keadaan dimana seorang hamba itu sangat dekat dengan rabb-nya, juga berdasarkan kepada Qs. Al-Alaq ayat terakhir. Golongan lain berpendapat bahwa qiyam itu utama nya pada malam hari, sedangkan memperbanyak ruku dan sujud lebih utama di siang hari. Dan yang benar ialah keduanya sama-sama afdhal. Qiyam lebih utama dengan dzikir-nya (bacaannya) sedangkan sujud lebih utama dari segi keadaannya. Dan yang dicontohkan oleh Rasulullah ialah beliau memanjangkan qiyam juga memanjangkan ruku dan sujudnya, panjangnya bahkan hampir sama diantara semuanya. C. Pasal (Hal 120-121) Rasulullah SAW Ketika duduk iftirasy menduduki kaki kirinya dan meluruskan (menegakkan) kaki kanannya dan membuat jari-jarinya menghadap ke arah kiblat. Kemudian Rasulullah meletakkan tangannya diatas pahanya dalam artian sikut nya diatas paha dan ujung tangannya berada di lututnya, kemudian membuat lingkaran dengan kedua jarinya seraya menegakkan jari telunjuknya, ia berdoa dan menggerak- gerakkannya. Pendapat yang menggerak-gerakkan bersumber dari hadits Wail bin Hujr, Adapun yang tidak menggerak-gerakkannya bersumber dari hadits Abu Daud. Rasulullah SAW mencontohkan kepada umatnya untuk memanjangkan bagian duduk iftirasy dengan kadar yang sama dengan sujudnya. Dan sunnah ini begitu banyak orang yang meninggalkannya. D. Pasal (Hal 121-128) Rasulullah SAW ketika bangkit dari sujud, beliau bangkit dengan bertumpu kepada bagian depan telapak kakinya dan kedua lututnya, dan tangannya ia sandarkan ke pahanya. Dan inilah yang dinamakan duduk istirahat. Ketika bangkit, Nabi SAW langsung membukanya dengan bacaan, beliau tidak membaca iftitah kembali juga tidak membaca isti’adzah kembali karena satu iftitah dan isti’adzah sudah mencukupi keseluruhan shalat. Pada raka’at kedua Nabi SAW tidak bertakbiratul Ihram dan tidak memanjangkan bacaannya sebagaimana raka’at pertama. Pada saat duduk tasyahud, Nabi SAW meletakkan tangan diatas pahanya, kemudian menunjuk dengan jari telunjuknya namun beliau tidak menegakkannya dan tidak juga menidurkannya, melainkan menggerak-gerakkannya dengan pelan. Beliau menggenggam jari kelingking dan jari manis, kemudian membentuk lingkaran dengan jari tengah dan ibu jarinya, dan kemudian berdoa. Posisi duduk disaat tasyahud awal itu sama dengan duduk diantara dua sujud, sedangkan posisi duduk tasyahud akhir ialah menidurkan kaki kiri dibawah kani kanan seraya menegakkan kaki kanan. Rasulullah SAW hanya membaca al-fatihah saja tanpa diiringi bacaan lainnya. Ada yang berpendapat bahwasanya disunnahkan untuk membaca selain al-fatihah di dua raka’at yang akhir, namun pada hasilnya berdasarkan berbagai riwayat, intinya Rasulullah SAW membaca Al-Fatihah di setiap rakaat shalat. Adapun pendapat tadi ini seperti apa yang Rasul lakukan pada shalat shubuh terkadang beliau qunut dan terkadang beliau tidak qunut. Sehingga barangkali Rasul terkadang membaca al-fatihah saja dan terkadang dengan surat lain. Rasulullah SAW tidak mencontohkan untuk menoleh ketika shalat, beliau juga bersabda, “Hal itu adalah pencurian yang dilakukan setan dari shalatnya seorang hamba”. Rasulullah SAW sangat mengingkari orang yang menganggap dirinya pernah menoleh ke kiri dan ke kanan ketika shalat. Adapun kejadian ketika Rasulullah SAW menoleh ketika shalat ialah karena tersibukkan dalam keadaan jihad. Dapat disimpulkan bahwa Rasulullah memanjangkan dua raka’at yang pertama dari dua raka’at yang kedua, dan memanjangkan raka’at pertama dari raka’at kedua. Selain itu Rasulullah SAW memanjangkan bacaan shalat dikala shalat shubuh karena merupakan satu-satunya shalat wajib yang tidak ditambah raka’at nya. Adapun shalat maghrib merupakan witir penutup siang hari. Danwitir nya malam ada pada akhir qiyamullail. E. Pasal (Hal 128-129) Rasulullah SAW ketika duduk pada tasyahud akhir, beliau duduk tawarruk, dengan mengedepankan kaki kirinya dan menegakkan kaki kanannya kemudian membiarkan duduk di tempat duduknya. Dan riwayat duduk tawarruk ini hanya ada pada duduk tasyahud yang setelahnya diikuti oleh salam. F. Pasal (Hal 129-131) Adapun tempat-tempat doa yang ada pada shalat itu ada tujuh tempat, yaitu: Setelah takbiratul ihram ketika membaca istiftah Sebelum ruku’ dan setelah selesai bacaan ketika witir dan qunut Setelah I’tidal dari ruku’ Pada saat ruku’ Pada saat sujud Diantara dua sujud Setelah tasyahud dan sebelum salam