You are on page 1of 6

LAPORAN PENDAHULUAN

RDS ( Respiratory Distress Syndrom )


DI RUANGAN NICU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA MAKASSAR

DISUSUN OLEH:

ROBERTO ASMAT SELUNG


C017201005

CI LAHAN CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

2022
1.1. Definisi
Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris disebut neonatal
respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea
atau hiperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali per menit; sianosis; merintih
waktu ekspirasi (expiratory grunting); dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal,
intekostal pada saat inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan
masukan udara dalam paru.
Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan terdapatnya kumpulan
gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya kelainan di dalam atau
di luar paru. Beberapa kelainan paru yang menunjukkan sindrom ini adalah
pneumotoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH), pneumonia aspirasi,
dan sindrom Wilson-mikity (Ngastiyah, 2005).
Salah satu yang akan dibahas dalam makalah ini adalah idiopatic respiratory distress
syndrome (IRDS) atau disebut juga penyakit membran hialin (PMH).
Syndrome distress pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai
hyaline membrane disease (HMD) (Suriadierita Yulianni, 2006).
Sindrom gawat napas (respiratory distress syndrome, RDS) adalah istilah yang
digunakan untuk disfungsi pernapasan pada neonatus (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
RDS adalah penyakit paru yang akut dan berat, terutama menyerang bayi-bayi
preterm, hal ini dapat terlihat pada 3% sampai 5% bayi-bayi cukup bulan (Donna L. Wong,
2003).

1.2. Etiologi
RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik dengan usia
kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu. Semakin tinggi
kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah
kejadian RDS (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu,
15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu
dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu
diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin, persalinan
seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi
sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih (Nelson,
1999).

1.3. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk
berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam
terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan
oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga
tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu memohon sisa udara fungsional
(kapasitas residu fungsional ) (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga menyebabkan
ekspansi yang merata dan jarang ekspansi paru pada tekanan intraalveolar yang rendah.
Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi
saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga
parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan
parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi), sehingga untuk bernapas berikutnya
dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang
lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi sukar seperti saat pertama kali
pernapasan (saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin lebih banyak menghabiskan oksigen
untuk menghasilkan energi ini daripada ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan.
Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya,
ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelektasis.
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vaskular
resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi
hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping
itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan
arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi pulmonal yang
menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal yang
menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan metabolisme
anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi
asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke
organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang
menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-
sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran
hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas.
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa
pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH menyebabkan vasokonstriksi
yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan
menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi
surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli.
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal, asfiksia,
hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan hipovolemia, hipotensi
dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru dapat juga terkena
trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang
mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut (Asrining Surasmi, dkk, 2003).
Secara singkat dapat diterangkan bahwa dalam tubuh terjadi lingkaran setan yang

sampai terjadi penyembuhan atau kematian bayi (Staf Pengajar IKA, FKUI, 1985).
A. PENYIMPANGAN KDM

Depresi sistem saraf kelainan neurolofis efusi pleura trauma


Pusat primer kecelakaan

Ventilasi tidak adekuat gangguan medula penumpukan cairan cidera kepala

Pernapasan dangkal gangguan ventilasi ekspansi paru kesadaran

Obstruksi jalan napas

RDS

Pola nafas tidak efektif Gangguan pertukaran gas Kelebihan volume Gangguan perfusi
b.d. penurunan ekspansi berhubungan dengan jaringan b.d.
cairan b.d. edema
abnormalitas ventilasi- penurunan curah
pulmo
perfusi sekunder terhadap jantung.
hipoventilasi
B. Diagnosa Keperawatan

RDS adalah penyakit paru yang akut dan berat, terutama menyerang bayi-bayi
preterm, hal ini dapat terlihat pada 3% sampai 5% bayi-bayi cukup bulan (Donna L. Wong,
2003).
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan gangguan oksigenasi
adalah:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus banyak.
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau hiperventilasi
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi.

C. RENCANA KEPERAWATAN
Perencanaan keperawatan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan.
Langkah ini, perawat perlu menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan untuk pasien
dan merencanakan intervensi keperawatan dalam membuat perencanaan ini perawat
membutuhkan pemikiran kritis, yang diterapkan melalui pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah. Tindakan yang telah direncanakan penulis diantaranya anjurkan dan
pantau pasien dalam mengkonsumsi jus jambu biji merah rasional mencegah terjadi
perdarahan. Dalam intervensi yang telah direncanakan, penulis melakukan semua
intervensi tersebut karena pasien dan keluarga mau bekerjasama dengan perawat .

D. EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi merupakan tahap akhir untuk dapat menentukan keberhasilan dalam


asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya adalah membandingkan status keadaan
kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah diterapkan. Evaluasi
perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasil tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Ed. III. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius

Doengoes, E. Marylinn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.III. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8. Vol. 3.
Jakarta : EGC
Doenges dan Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi : Pedoman untuk Perencanaan dan
Dokumentasi Perawatan Klien. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 3. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.

Surasmi, A, dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC.

Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta
: Sagung Seto.

Wong L. Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.

You might also like