Professional Documents
Culture Documents
Tmdi - K.H Ahmad Dahlan
Tmdi - K.H Ahmad Dahlan
Khusnul Qotimah
MATKUL : Teologi Modern Dalam Islam II
MATERI : Pemikiran Teologi Kyai H. Ahmad Dahlan
A. Biografi Singkat
K.H Ahmad Dahlan lahir di Kauman, Yogyakarta pada tahun 1868.
Kauman adalah sebuah kampung di jantung Kota Yogyakarta yang berusia hampir
sama tuanya dengan Keraton Ngayogyakarta hadiningrat. Sejak ratusan tahun
lampau, kampung ini memiliki peran besar dalam gerakan keagamaan Islam. Di
masa perjuangan kemerdekaan, kampung ini menjadi tempat berdirinya
Persyarikatan Muhammadiyah. K.H Ahmad Dahlan yang menjadi pendiri gerakan
tersebut merasa prihatin karena banyak warga terjebak dalam hal-hal mistik. Di
luar itu, K.H Ahmad Dahlan menyempurnakan kiblat shalat 24 derajat ke arah
Barat Laut (arah Masjidil Haram di Mekkah), serta menghilangkan kebiasaan
selamatan untuk orang meninggal. Ayahnya bernama K.H Abu Bakar bin Kyai
Sulaiman, seorang khatib tetap di Masjid Agung. Ketika lahir, Abu Bakar
memberi nama putranya Muhammad Darwis (nama kecil K.H. Ahmad Dahlan).
Darwis merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang semua
saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah Darwis termasuk
keturunan ke-12 dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali terkemuka di antara
Wali Songo yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan
Islam di Tanah Jawa. Ibunda Muhammad Darwis bernama Siti Aminah binti K.H.
Ibrahim, penghulu besar Yogyakarta. Darwis mengawali pendidikan di pangkuan
ayahnya di rumah sendiri. Sejak usia balita, kedua orang tuanya sudah
memberikan pendidikan agama. Ketika usia 8 tahun, Darwis sudah bisa membaca
al-Qur’an dengan lancar sampai khatam.
Menjelang dewasa, Darwis mulai mengaji dan menuntut ilmu fiqh kepada
K.H. Muhammad Saleh. Dia menuntut ilmu nahwu kepada K.H. Muhsin. Kedua
guru tersebut merupakan kakak ipar sekaligus tetangganya di Kauman. Setelah
beberapa bulan menikah dengan Siti Walidah, Darwis harus berangkay ke
Mekkah untuk berhaji karena desakan orang tuanya. Di Mekkah, ia mendatangi
para ulama Indonesia yang ada di sana. Pada fase ini pula Darwis memperdalam
ilmu-ilmu keIslaman, seperti Qira’at, Fiqh, Tasawuf, ‘ilm Mantiq, ‘Ilm Falq,
‘Aqidah, dan Tafsir. Darwis juga mulai berinteraksi dengan pemikiran para
pembaharu dalam Islam seperti Muhammad Abduh, Jamaluddin al-Afghani,
Muhammad Rasyid Ridha, dan Ibn Taimiyah. Selama bulan syawal, seusai ‘Idul
Fitri, jamaah Haji biasanya diantar oleh Muthawwif-nya masing-masing dan
menemui para ulama untuk mengganti nama dari Indonesia menjadi nama Arab
dan ditambah kata Haji. Muhammad Darwis pun menemui Imam Syafi’i Sayid
Bakri Syatha. Darwis mendapat nama Haji Ahmad Dahlan.