You are on page 1of 6

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/320281320

Perbandingan Metode Interpolasi Terhadap Hasil Pembentukan Digital


Terrain Model (DTM)

Conference Paper · October 2016

CITATIONS READS

2 8,931

2 authors:

Danang Budi Susetyo Agung Syetiawan


National Research and Innovation Agency Badan Riset dan Inovasi Nasional
35 PUBLICATIONS   45 CITATIONS    40 PUBLICATIONS   47 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Topographic Mapping Acceleration Research View project

Coastal Inundation View project

All content following this page was uploaded by Danang Budi Susetyo on 09 October 2017.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


FIT-ISI dan CGISE 2016

Perbandingan Metode Interpolasi Terhadap Hasil


Pembentukan Digital Terrain Model (DTM)
Danang Budi Susetyo, Agung Syetiawan
Badan Informasi Geospasial
Jl. Raya Jakarta Bogor Km. 46, Cibinong, Jawa Barat 16911
Email: danang.budi@big.go.id

ABSTRACT

Digital Terrain Model (DTM) is one of the outputs in topographical mapping Indonesia (RBI). DTM is
formed from elements such hipsografi masspoint, ridge line and waters. Elements such hipsografi
interpolation to obtain elevation data in raster format that can be used for many purposes spatial
analysis. Selection of interpolation methods affect the quality of the resulting DTM. One important
parameter in quality DTM is a vertical accuracy and we examine some of the interpolation method on
vertical accuracy DTM. Interpolation method was tested among others Inverse Distance Weighting (IDW),
Kriging, Natural Neighbor, Spline and Triangulated Irregular Network (TIN) converted into raster data.
The data used is data RBI region of Aceh, which was tested in three types of topography: densely, beaches,
and mountains. Validation is done by comparing the actual elevation with elevation values extracted from
the data DTM at the same point. Masspoint test points taken from random sampling, with a percentage of
10% of the total masspoint on each type of topography. The results of this study indicate IDW has the best
accuracy in all types of topography with RMSE values respectively are 0.2440 (densely), 0.2248 (the
beach), and 0.8874 (mountains).

Keywords: DTM, interpolasi, akurasi vertikal

Pendahuluan data, kompleksitas terrain, metode interpolasi dan


parameter interpolasi (Mohamed, 2011). Kerapatan
Digital Terrain Model (DTM) merupakan salah satu
data dan kompleksitas terrain dilakukan uji coba
output dalam pemetaan rupabumi Indonesia (RBI)
dengan mengambi tiga tipe topografi berbeda:
yang dibentuk dari unsur-unsur hipsografi seperti
pegunungan, pantai dan pemukiman padat. Wilayah
masspoint, garis punggung bukit dan perairan.
yang diuji adalah Provinsi Aceh, menggunakan data
Unsur-unsur tersebut dibentuk menggunakan teknik
Rupabumi Indonesia (RBI) yang dibuat pada tahun
fotogrametri menggunakan stereo image, dimana
2014.
pada skala besar umumnya menggunakan foto udara,
sedangkan pada skala menengah digunakan data citra Penelitian ini bertujuan untuk menentukan metode
(radar dan optis). Proses interpolasi dilakukan untuk interpolasi terbaik dalam pembentukan DTM di
menghasilkan DTM dari titik-titik yang mempunyai Indonesia, karena hingga saat ini tidak ada ketentuan
informasi ketinggian (Setiyoko & Kumar, 2012) khusus mengenai metode interpolasi yang seharusnya
digunakan dalam pembentukan DTM dalam proses
Interpolasi adalah metode yang dilakukan untuk
pemetaan RBI. Semakin bagus DTM yang dihasilkan
memprediksi nilai grid yang tidak diwakili oleh titik
(ditunjukkan dengan nilai error yang kecil), maka
sampel (Childs, 2011). Beberapa metode interpolasi
akan semakin menggambarkan kenampakan muka
antara lain: Inverse Distance Weighting (IDW),
bumi mendekati dengan keadaan yang sebenarnya.
Kriging, Natural Neighbor, Spline dan Triangulated
Irregular Network (TIN). Akurasi dari DTM Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat
tergantung dari metode interpolasi yang digunakan menjadi salah satu referensi dalam memilih metode
oleh sebab itu diperlukan penelitian lebih lanjut interpolasi yang tepat meskipun setiap metode
mengenai perbandingan dari metode-metode interpolasi memiliki kelebihan dan kekurangan
interpolasi tersebut (Arun, 2013). masing-masing. Metode yang terbaik itu nantinya
akan digunakan untuk menghasilkan DTM sesuai
Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas DTM
dengan karakteristik wilayah di Indonesia.
antara lain: metode sampling data, kerapatan/densitas

| 40
FIT-ISI dan CGISE 2016

Metodologi Pemukiman padat untuk mewakili wilayah dengan


kompleksitas terrain akan mengambil sampel wilayah
Penelitian ini membandingkan tiga metode interpolasi
Banda Aceh, kawasan pantai mengambil sampel
terhadap hasil pembentukan DTM. Seluruh metode
Kabupaten Aceh Barat Daya, sedangkan kawasan
tersebut diuji coba pada tiga tipe topografi yang
pegunungan mengambil sampel perbatasan
berbeda: pegunungan, pantai dan pemukiman padat.
Kabupaten Aceh Selatan dan Aceh Tenggara.

Gambar 1. Wilayah penelitian.

Validasi dilakukan dengan membandingkan nilai


elevasi sebenarnya dengan nilai elevasi yang Gambar 2. Metode interpolasi IDW (Childs, 2011).
diekstrak dari data DTM pada titik yang sama. Titik
Kriging
uji diambil dari masspoint secara random sampling
dengan prosentase 10% dari total masspoint pada Kriging menghasilkan estimasi nilai z berdasarkan
masing-masing jenis topografi. Angka 10% mengacu bobot rata-rata dari lokasi yang nilainya sudah
pada penelitian yang dilakukan oleh Liu & Zhang diketahui pada suatu area tertentu (Setianto &
(2007), yang mengambil 10% dari keseluruhan data Triandini, 2013). Kriging sesuai digunakan ketika
point LiDAR sebagai check point untuk menguji hubungan jarak atau arah dari data yang akan
kerapatan/densitas data LiDAR terhadap DEM yang diproses sudah diketahui, dan metode ini banyak
dihasilkan. digunakan pada aplikasi ilmu tanah dan geologi
(Childs, 2011).
Inverse Distance Weighting (IDW)
Inverse Distance Weighting menentukan cell value
dengan kombinasi pembobotan linear, dimana bobot
adalah fungsi jarak dari titik input terhadap lokasi cell
output (Childs, 2011). Metode ini membuat data
dilakukan pembobotan selama interpolasi, sehingga
pengaruh satu titik relatif terhadap titik lainnya dan
semakin berkurang ketika jarak terhadap node grid
semakin besar (Yang, Kao, Lee, & Hung, 2004).

Gambar 3. Metode interpolasi Kriging (Childs, 2011).


Natural Neighbor
Konsep interpolasi natural neighbor adalah bobot
yang didefinisikan oleh proporsi overlap antara
poligon Voronoi (Thiessen Poligon) baru yang
terbentuk diantara titik-titik interpolasi dengan
poligon Voronoi awal yang menghubungkan titik-titik

| 41
FIT-ISI dan CGISE 2016

yang berdekatan (Garnero & Godone, 2013). Secara sama dengan metode interpolasi sebelumnya. TIN
algoritma, metode natural neighbor identik dengan raster menginterpolasi nilai z pada setiap grid dari
IDW (Childs, 2011). Metode ini dikenal juga sebagai data input TIN pada resolusi atau interval sampling
interpolasi Sibson atau “Area-Stealing” (Pasaribu & tertentu untuk menghasilkan output data raster (Esri,
Haryani, 2012) 2014).

Gambar 6. TIN to raster (Esri, 2014).


HASIL DAN PEMBAHASAN
Data input berupa unsur hipsografi seperti masspoint,
garis punggung bukit dan perairan di-generate untuk
menghasilkan DTM dengan resolusi spasial 10 m
(sesuai dengan spesifikasi DTM pada skala 1:25.000).
DTM tersebut dianalisis dengan membandingkan
hasil menggunakan lima metode interpolasi yang
diuji dalam penelitian ini.
Gambar 4. Metode interpolasi natural neigbor (Childs,
Analisis dilakukan dengan menghitung RMSE dari
2011).
titik uji. Seperti dituliskan pada metode penelitian,
Spline titik uji diambil dari masspoint secara random
sampling, dengan prosentase 10% dari total
Spline menggunakan fungsi matematis untuk
masspoint pada masing-masing jenis topografi.
meminimalisir lengkungan permukaan (Binh & Thuy,
Perbandingan dilakukan antara nilai yang diekstrak
2008; Childs, 2011) dan menghasilkan permukaan
dari DTM hasil interpolasi dengan nilai sebenarnya,
yang smooth yang sesuai dengan titik input (Arun,
yaitu nilai ketinggian yang dihasilkan saat proses
2013). Metode ini tepat digunakan untuk
stereoplotting. Selain itu, dilakukan juga analisis
merepresentasikan fenomena permukaan yang
visual terhadap DTM yang dihasilkan.
bervariasi secara smooth, seperti temperatur (Childs,
2011). Kelebihan dari metode spline ini adalah Titik uji pada wilayah pemukiman padat adalah
kemampuan untuk menghasilkan akurasi permukaan sejumlah 18.370 titik. Hasil ekstraksi ketinggian titik
yang cukup baik walaupun data yang digunakan uji pada wilayah pemukiman padat menghasilkan
hanya sedikit (Pasaribu & Haryani, 2012). Selain beberapa nilai yang tidak sesuai pada interpolasi
temperatur model ini baik digunakan untuk membuat natural neighbor dan TIN to raster karena data DTM
permukaan seperti ketinggian permukaan bumi, yang tidak ter-generate pada area titik tersebut.
ketinggian muka air tanah ataupun konsentrasi polusi Beberapa nilai yang tidak sesuai juga terjadi pada
udara. wilayah pantai dan pegunungan dengan metode
interpolasi yang sama. Titik-titik outlier tersebut tidak
digunakan dalam perhitungan RMSE. Titik uji pada
wilayah pantai adalah 16.527 titik, sedangkan pada
wilayah pegunungan adalah 53.864 titik.
Hasil RMSE pada masing-masing tipe topografi dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 5. Hasil RMS error topografi menggunakan beberapa
metode interpolasi

Natural TIN to
IDW Kriging Spline
Neighbor Raster
Pemukiman
0.24400 1.24180 1.33200 0.49481 0.54864
padat
Pantai 0.22482 2.59522 2.07318 0.60924 0.72394
Gambar 5. Metode interpolasi spline (Childs, 2011).
Pegunungan 0.88748 1.86245 5.34944 1.83203 2.04183
Triangulated Irregular Network (TIN)
Berdasarkan tabel 1, IDW memiliki ketelitian paling
Penelitian ini menguji data DTM dalam format raster, baik di semua jenis topografi. Wilayah pantai
sehingga DTM yang dihasilkan dengan metode memiliki RMSE paling kecil, sedangkan pegunungan
interpolasi Triangulated Irregular Network (TIN) memiliki RMSE paling besar. Hal itu diakibatkan
dikonversi ke dalam format raster dengan resolusi kerapatan yang semakin tinggi dari wilayah pantai,

| 42
FIT-ISI dan CGISE 2016

pemukiman, kemudian pegunungan, sehingga


semakin banyak titik yang diinterpolasi dalam satu
grid DTM.
Meski dalam penelitian ini secara statistik IDW
memiliki ketelitian paling baik, namun secara visual
DTM hasil interpolasi IDW terlihat bergerigi,
sehingga mengurangi nilai estetika dari data yang
dihasilkan.
Selain itu, pada wilayah pemukiman padat (gambar
7a), visualisasi garis pantai tidak terlihat jelas.
Gambar 7 adalah visualisasi dari DTM hasil
interpolasi IDW pada ketiga jenis topografi. Gambar 9. Hasil interpolasi TIN to raster.
Hasil interpolasi yang baik dipengaruhi oleh
distribusi titik-titik masukan (input), dimana titik-titik
masukan memiliki persebaran yang merata, sehingga
pada saat proses interpolasi dilakukan akan
memetakan secara halus dengan mengambil nilai
diantara titik-titik masukan tersebut (Pasaribu &
Haryani, 2012).
Secara visual, DTM hasil interpolasi TIN to raster
juga lebih baik dibandingkan IDW. Selain lebih halus
dan logis, kenampakan objek-objek pembentuk DTM
pada hasil interpolasi TIN to raster juga terlihat lebih
jelas dan tegas, seperti terlihat pada wilayah
pemukiman padat berikut ini.

Gambar 7. Visualisasi DTM menggunakan metode IDW:


(a) pemukiman padat, (b) pantai, (c) pegunungan.

Spline dan TIN to raster menghasilkan RMSE paling


baik setelah IDW, dengan wilayah pemukiman padat
dan pegunungan menghasilkan nilai dibawah 1.
Meski demikian, pada wilayah pantai, TIN to raster
lebih baik secara visual karena membentuk garis
pantai dan wilayah laut dengan lebih logis
dibandingkan dengan metode interpolasi spline.

Gambar 8. Hasil interpolasi spline.


Gambar 10. DTM hasil interpolasi (a) IDW dan (b) TIN to
raster.
Kriging dan natural neighbor memiliki RMSE di atas

| 43
FIT-ISI dan CGISE 2016

1 di semua jenis topografi, sehingga dalam penelitian http://doi.org/10.1016/j.ejrs.2013.09.001


ini tidak direkomendasikan sebagai metode Binh, T. Q., & Thuy, N. T. (2008). Assessment of
interpolasi DTM hasil pemetaan RBI. Meski Influence of Interpolation Techniques on The
demikian, penelitian lanjutan mengenai dua metode Accuracy of Digital Elevation Model. Journal
tersebut di wilayah lain di Indonesia diperlukan untuk of Sciences, 24, 176–183.
memvalidasi ketelitian dari kedua metode interpolasi
Childs, C. (2011). Interpolating Surfaces in ArcGIS
tersebut.
Spatial Analyst. Education, 4.
Esri. (2014). TIN to Raster (3D Analyst).
KESIMPULAN DAN SARAN Garnero, G., & Godone, D. (2013). Comparisons
between different interpolation techniques.
Berdasarkan penelitian ini, metode interpolasi IDW
International Archives of the Photogrammetry,
menghasilkan RMSE paling kecil atau secara
Remote Sensing and Spatial Information
ketelitian paling baik dibandingkan keempat metode
Sciences - ISPRS Archives, 40(5W3), 139–144.
interpolasi lainnya, yaitu 0.2440 (pemukiman padat),
http://doi.org/10.5194/isprsarchives-XL-5-W3-
0.2248 (pantai), dan 0.8874 (pegunungan).
139-2013
Penggunaan metode interpolasi IDW memberikan
gambaran permukaan daerah penelitian mendekati Mohamed, G. I. (2011). Impact of Spatial
dengan kondisi sebenarnya. Meski demikian, secara Interpolation Methods on Digital Elevation
visual, metode TIN to raster menghasilkan DTM Models Quality. Khartoum University …, 1(2),
yang lebih baik dibandingkan IDW karena selain 29–39.
lebih halus dan logis, kenampakan objek-objek Pasaribu, J. M., & Haryani, N. S. (2012).
pembentuk DTM pada hasil interpolasi TIN to raster Perbandingan Teknik Interpolasi DEM SRTM
juga terlihat lebih jelas dan tegas. Dengan Metode Inverse Distance Weighted
( IDW ), Natural Neighbor dan Spline. Jurnal
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan metode
Penginderaan Jauh, 9(2), 126–139.
IDW dan TIN to raster dapat direkomendasikan untuk
menjadi metode interpolasi dalam tahap pembentukan Setianto, A., & Triandini, T. (2013). Comparison of
DTM pada proses pemetaan RBI. Meski demikian, Kriging and Inverse Distance Weighted (IDW)
perlu kajian serupa di wilayah lain di Indonesia serta Interpolation Methods in Lineament Extraction
dengan skala pemetaan yang berbeda untuk and Analysis. Journal of Southeast Asian
memutuskan metode interpolasi yang paling tepat, Applied Geology, 5(1), 21–29.
termasuk terhadap dua metode interpolasi lainnya Setiyoko, A., & Kumar, A. (2012). Comparison
yang dalam penelitian ini nilai RMSE-nya paling Analysis of Interpolation Techniques for DEM
besar, yaitu Kriging dan natural neighbor. Dengan Generation Using Cartosat-1 Stereo Data.
demikian ke depannya metode interpolasi yang paling International Journal of Remote Sensing and
tepat akan digunakan untuk pembentukan DTM di Earth Sciences, 9(2), 78–87.
Indonesia, sehingga dapat menggambarkan Yang, C., Kao, S., Lee, F., & Hung, P. (2004). Twelve
kenampakan muka bumi mendekati dengan keadaan Different Interpolation Methods : a Case Study.
yang sebenarnya. Proceedings of the XXth ISPRS Congress, 35,
UCAPAN TERIMA KASIH 778–785.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusat


Pemetaan Rupabumi dan Tominim yang sudah
berkenan memberikan data-data yang mendukung
penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Pusat Penelitian, Promosi dan Kerja Sama
Badan Informasi Geospasial yang sudah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk mempresentasikan
hasil penelitian ini pada Forum Ilmiah Tahunan
Ikatan Surveyor Indonesia 2016.
DAFTAR PUSTAKA
Arun, P. V. (2013). A comparative analysis of
different DEM interpolation methods. The
Egyptian Journal of Remote Sensing and Space
Science, 16(2), 133–139.

| 44

View publication stats

You might also like