You are on page 1of 13

MAKALAH

MANAJEMEN ZAKAT & WAKAF


“PENGELOLAAN ZAKAT & WAKAF”

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Manajemen Zakat & Wakaf

Dosen Pengampu : Arif Nurrahman,MM.

Disusun Oleh :
Aria Satriani 200415006

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMMADIYAH BANDUNG
TAHUN AKADEMIK 2022-2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah
Manajemen Resiko & Investasi ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang Pengelolaan
Zakat dan Wakaf berdasarkan materi yang penulis dapatkan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat buat rekan-rekan sekalian, khususnya pada diri penulis sendiri
dan semua yang membaca makalah ini, dan mudah-mudahan juga dapat
memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. walaupun makalah ini
memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami mohon untuk saran dan kritiknya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Bandung, 29 Januari 2023

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................................
BAB I PENGELOLAAN ZAKAT
A. UU. No .23 Tahun 2011 ..............................................................
B. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2014 ..................................
C. Surat Keputusan BAZNAS No. 64 Tahun 2019 .........................
D. UU. No. 38 Tahum 1999 .............................................................
BAB II PENGELOLAAN WAKAF
A. UU. No. 41 Tahun 2004 ..............................................................
B. Peraturan Pemerintah Tahun 2006 ..............................................
C. Peraturan BWI No. 4 Tahun 2010 ...............................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENGELOLAAN ZAKAT.
Salah satu kewajiban yang diperintahkan Allah SWT kepada manusia
selain shalat adalah perintah berzakat, dan amar berzakat telah dimulai sejak Nabi
Muhammad SAW hijrah ke Kota Madinah al-Munawwarah. Zakat menjadi
sumber dana bagi kesejahteraan umat terutama untuk mengentaskan dari
kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial. Selain itu, pentingnya
eksistensi zakat dalam implementasinya terhadap ajaran Islam, tentunya sudah
banyak perjuangan menegakkan zakat sejak zaman Nabi hingga sahabat
Zakat adalah sarana utama dalam pendistribusian asset dan kekayaan
ummat. Melalui zakat diharapkan sumber-sumber ekonomi tidak hanya
terkonsentrasi pada orang-orang kaya saja, tapi juga terdistribusikan kepada para
fakir miskin, sehingga mereka juga ikut merasakan nikmatnya. Dalam Islam,
zakat merupakan rukun agama, sedangkan dalam perekonomian, zakat merupakan
sarana terpenting dalam distribusi kesejahteraan. Sedangkan Pajak punya konsep
tersendiri, ia diatur oleh negara, bukan agama. Aturan-aturan yang ada dipajak
bersifat berubah-ubah disesuaikan sepanjang kebutuhan. Walaupun di Indonesia
mayoritas muslim dan terhitung Negara yang kaya, disisi lain tingkat kemiskinan
semakin mengalami peningkatan ditingkat nasional maupun di daerah.
A. UU. Nomor 23 Tahun 2011
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat. Negara menjamin kemerdekaan setiap
masyarakat untuk memeluk dan beribadah menurut agama dan
kepercayaanya masing-masing. Menunaikan zakat adalah suatu kewajiban
bagi umat Muslim yang mampu sesuai dengan syariat Islam. Zakat
memiliki tujuan untuk meningkatkan dan menjunjung tinggi keadilan,
kesejahteraan, dan menanggulangi kemiskinan masyarakat.
Demi meningkatkan pendayagunaannya dan hasilnya, zakat harus
dikelola secara melembaga sesuai dengan aturan Islam yang amanah, adil,
bermanfaat, adanya kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas agar
dapat meningkatkam efektifutas dan efisiensi pelayan dan pengelolaan
zakat.
Dalam suatu upaya tercapainya tujuan pengelolaan zakat, dibentuk
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota
negara , BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten atau kota. BAZNAS
adalah lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan
bertanggungjawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS adalah
lembaga yang mempunyai wewenang melakukan tugas pengelolaan zakat
dalam skala nasional. Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5
tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Tugas BAZNAS adalah mengumpulkan, mendistribusikan, dan
mendayagunakan zakat. Untuk membantu tugasnya BAZNAS, masyarakat
dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). Pembentukan LAZ harus
mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. LAZ
harus
melaporkan secara berkala kepada  BAZNAS atas pelaksanaan pengumpul
an, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Zakat wajib didistribusikan
kepada mustahik sesuai dengan aturan Islam.
Pendistribusian harus dilakukan berdasarkan jangkauan prioritas
dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif. Selain menerima zakat,
BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial
keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah,
dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan aturan Islam.
B. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2014
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat. Demi upaya melaksanakan pengel
olaan zakat yang melembaga dan profesional dibutuhkan suatu lembaga
yang secara organisatoris yang kuat dan kredibel. Maka dibentuk Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) yang mempunyai wewenang untuk
melakukan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat
secara nasional. . Penguatan kelembagaan BAZNAS dengan wewenang
tersebut bertujuan agar memberikan perlindungan, pembinaan, dan
pelayanan kepada muzaki, mustahik, dan pengelola zakat serta agar
menjamin adanya kepastian hukum dalam pengelolaan zakat.
Dengan adanya pertimbangan luasnya jangkauan dan tersebarnya
umat muslim di seluruh wilayah Indonesia dan juga besarnya tugas dan
tanggung jawab BAZNAS dalam mengelola zakat, maka dalam
pelaksanaannya dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten/kota. BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota ini
mempunyai tugas dan bertanggung jawab dalam pengelolaan zakat di
wilayah provinsi dan kabupaten/kota masing-masing. Demi membantu
pengumpulan zakat, BAZNAS sesuai dengan tingkat dan kedudukannya
dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) pada lembaga negara,
kementerian/lembaga pemerintah non kementerian, badan usaha milik
negara, perusahaan swasta nasional dan asing, perwakilan Republik
Indonesia di luar negeri, kantor-kantor perwakilan negara asing/lembaga
asing, dan masjid-masjid.
Pada keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 86/PUU-X/2012
tanggal 31 Oktober 2013 perihal pengujian Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, pembentukan LAZ oleh
masyarakat dapat dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan Islam yang
mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial, atau lembaga berbadan
hukum setelah memenuhi persyaratan yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan dan mendapat izin Menteri atau pejabat
yang ditunjuk oleh Menteri.
Sedangkan untuk perkumpulan orang, perseorangan, tokoh umat
Islam, atau pengurus masjid/musholla di suatu daerah dan wilayah yang
belum terjangkau oleh BAZ dan LAZ, dapat melakukan kegiatan
pengelolaan zakat dengan memberitahukan secara tertulis kepada pejabat
yang berwenang. Lalu, dalam upaya melakukan pembinaan dan
pengawasan LAZ untuk melaksanakan tugasnya, maka LAZ harus
membuat laporan secara berkala untuk disampaikan kepada BAZNAS dan
pemerintah daerah sesuai dengan tingkat dan kedudukan LAZ masing-
masing tempat.
C. Surat Keputusan Ketua BAZNAS Nomor 64 Tahun 2019
Berdasarkan Surat Keputusan Ketua BAZNAS No. 64 Tahun 2019
tentang Pedoman Pelaksanaan Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat
di Lingkungan Badan Amil Zakat Nasional. Menjadi suatu rujukan bagi
BAZNAS provinsi, BAZNAS kab/kota, dan LAZ dalam melaksanakan
kegiatan pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Pengelolaan zakat
adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pengkoordinasian dalam
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Zakat adalah
zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya kecuali
dinyatakan berdasarkan pedoman ini.
Amil zakat ialah seseorang atau sekelompok yang diangkat atau
diberi kewenangan oleh pemerintah. baik daerah, badan, atau lembaga
yang diberikan izin mendapat mandat dari pimpinan pengelola zakat untuk
mengelola zakat. Asnaf zakat diberikan kepada Fakir, Miskin, Mualaf,
Riqab, Gharimin, Sabilillah, Ibnu Sabil dan Amil. Penyaluran dan
pendistribusian zakat dilakukan pada bidang Pendidikan, Kesehatan,
Kemanusiaan, serta Dakwah dan Advokasi.
Pelaksanaan pendistribusian dan pendayagunaan zakat dapat
dilakukan oleh lembaga program. Lembaga program adalah lembaga yang
ditetapkan oleh ketua baznas dan berada dibawah koordinasi direktorat
pendistribusian dan pendayagunaan BAZNAS, serta bertugas untuk
melakukan pendistribusian dan pendayagunaan ZIS dan DSKL kepada
masyarakat yang tergolong mustahik sesuai dengan mandat pendiriannya.
Baznas dapat memberikan tugas pembantuan penyaluran kepada
unit pengumpul zakat ( UPZ). Penyaluran melaui UPZ paling banyak 70%
dari total pengumpulan UPZ tersebut. UPZ merupakan objek audit internal
BAZNAS, baik audit keuangan maupun audit kepatuhan syariah.
BAZNAS dapat melakukan penyaluran kepada mustahik melalui lembaga
mitra. Lembaga mitra dalam penyaluran dapat meliputi BAZNAS
provinsi, BAZNAS kab, LAZ disetiap tingkatkan, Badan hukum
dilingkungan negara RI yang terverifikasi oleh BAZNAS, Komunitas
masyarakat yang terverifikasi oleh BAZNAS, dan Lembaga internasional
yang terverifikasi oleh BAZNAS.
Surat keputusan ketua BAZNAS tentang penggunaan zakat dari
asnaf sabilillah dan penyaluran infak/sedekah dan DSKL untuk
pembiayaan operasional fungsi koordinasi dan penguatan kapasitas
kelembagaan ditetapkan dengan terlebih dahulu meminta pertimbangan
syariah dan anggota yang melakukan supervisi pendistribusian dan
pendayagunaan yang dituangkan dalam notulensi rapat.
Komite pendistribusian dan pendayagunaan terdiri dari ketua,
wakil
ketua, anggota, dan direktur utama. Komite pendistribusian dan pendayagu
naan melakukan rapat minimal satu kali dalam sebulan dan rapat dapat
dilaksanakan minimal setengah dari total anggota komite. Hasil keputusan
rapat komite dituangkan dalam bentuk risalah dan ditandatangani oleh
anggota komite yang hadir saat rapat. Tujuan rapat untuk menetapkan
kebijakan umum, menetapkan dokumen persetujuan penyaluran dan
melakukan evaluasi.
Penyaluran zakat meliputi penyaluran kepada amil dan no
mustahik non amil lalu dana yang disalurkan kepada amil digunakan
sebagai dana amil untuk dana operasional paling banyak besarnya 12,5%
dari total
pengumpulan zakat/tahun, penyaluran infaq/sedekah sebesar 20%, penyalu
ran dana tanggungjawab sosial perusahaan sebesar 15% dan penyaluran
keagaaman lainnya sebesar 12,5%. Manfaat penyaluran berupa uang,
barang atau jasa. Penyaluran zakat fitrah pelaksanaanya selama bulan
Ramadhan hingga sebelum Idul Fitri.
D. UU. Nomor 38 Tahun 1999
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Zakat. Memajukan kesejahteraan umum
merupakan salah satu tujuan nasional dari negara Republik Indonesia
yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk
mewujudkan tujuan nasional tersebut, maka bangsa Indonesia senantiasa
melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materiil dan mental agar
terciptanya suasana kehidupan beragama yang penuh keimanan dan
ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan akhlak mulia,
terwujudnya kerukunan hidup umat beragama yang dinamis sebagai
landasan persatuan dan kesatuan bangsa, dan meningkatnya peran serta
masyarakat dalam pembangunan nasional. Agar tercapai tujuan tersebut,
perlu dilakukan berbagai upaya, antara lain dengan menggali dan
memanfaatkan dana melalui zakat.
Zakat sebagai rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim
yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang
berhak menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik, zakat merupakan
sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk memajukan
kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat. Agar menjadi sumber dana
yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk
mengentaskan masyarakat dari kemiskinan dan menghilangkan kesenjanga
n sosial, perlu adanya pengelolaan zakat secara profesional dan
bertanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah.
Dalam hal ini pemerintah berkewajiban memberikan perlindungan,
pembinaan, dan pelayanan kepada muzakki, mustahiq, dan pengelola
zakat. Untuk maksud tersebut, perlu adanya undang-undang tentang
pengelolaan zakat yang berasaskan iman dan takwa dalam rangka
mewujudkan keadilan sosial, kemaslahatan, keterbukaan, dan kepastian
hukum sebagai pengamalan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tujuan pengelolaan zakat adalah meningkatnya kesadaran
masyarakat dalam penunaian dan dalam pelayanan ibadah zakat,
meningkatkan fungsi dan peranan penata keagamaan dalam upaya
mewujudkan keadilan sosial, serta meningkatnya hasil guna dan daya guna
zakat. Undang-undang tentang Pengelolaan Zakat juga mencakup
pengelolaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat dengan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan agar
menjadi pedoman bagi muzakki dan mustahiq, baik perseorangan maupun
badan hukum dan/atau badan usaha.
Agar menjamin pengelolaan zakat sebagai amanah agama, dalam
undang-undang ini ditentukan adanya unsur pertimbangan dan unsur
pengawas yang terdiri atas ulama, kaum cendekia, masyarakat, dan
pemerintah serta adanya sanksi hukum terhadap pengelola. Dengan
dibentuknya Undang-undang tentang Pengelolaan Zakat, diharapkan dapat
ditingkatkan kesadaran muzakki untuk menunaikan kewajiban zakat dalam
rangka menyucikan diri terhadap harta yang dimilikinya, mengangkat
derajat mustahiq, dan meningkatnya keprofesionalan pengelola zakat, yang
semuanya untuk mendapatkan ridha Allah SWT.
BAB II
PENGELOLAAN WAKAF
Wakaf adalah menahan harta milik Wakif untuk diambil manfaatnya tanpa
memusnahkan, menjual-belikan, menghibahkan harta tersebut. Wakaf adalah
suatu ibadah yang menyangkut pada kegiatan sosial ekonomi dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sosial. Wakaf menjadi salah satu strategi
pemerintah dalam mewujudkan tujuan negara Republik Indonesia yang tercantum
pada UUD 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum. Dalam agama islam,
wakaf
menjadi salah satu bagian untuk mencapai tujuan ekonomi islam dalam mewujudk
an kesejahteraan umat islam.
Di Indonesia, peran wakaf mulai tampak dengan dibangunnya hotel
dan rumah sakit-rumah sakit Islam sebagian mendapatkan dana dari Badan Wakaf
Indonesia. Pengelolaan wakaf mulai mendapatkan perhatian dari pemerintah
diawali dengan berlakunya peraturan perwakafan yaitu PP No. 28 tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah Milik. Pada Peraturan tersebut masih mengatur seputar
wakaf tanah saja seperti tanah masjid,makam, madrasah, dan lainnya yang
fungsinya sebatas pada pelaksanaan kegiatan agama.
Dalam pengembangan pengelolaannya, sosialisasi terhadap masyarakat
mengenai wakaf tunai sangatlah penting. Wakaf tunai mempunyai peluang untuk
terciptanya investasi pada bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan sosial.
Wakaf tidak hanya ditujukan dalam bentuk konsumtif tapi juga dimanfaatkan
dalam bentuk produktif. Contohnya harta wakaf digunakan untuk kegiatan
pertanian, perkebunan, saham, dan lainnya.
A. UU. Nomor 41 Tahun 2004
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2004 tentang wakaf. Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan
kesejahteraan umum, perlu meningkatkan peran wakaf sebagai tatanan
keagamaan yang tidak hanya bertujuan menyediakan berbagai sarana
ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan ekonomi yang berpotensi,
antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu
dikembangkan pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah
Berdasarkan pertimbangan tersebut untuk memenuhi kebutuhan
hukum dalam rangka pembangunan hukum nasional perlu dibentuk
Undang-Undang tentang Wakaf. Pada dasarnya ketentuan mengenai
perwakafan berdasarkan syariah dan peraturan perundang-undangan
dicantumkan kembali dalam Undang-Undang ini, namun terdapat pula
berbagai pokok pengaturan yang baru.
Agar menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna
melindungi harta benda wakaf, Undang-Undang ini menegaskan bahwa
perbuatan hukum wakaf wajib dicatat dan dituangkan dalam akta ikrar
wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang pelaksanaannya dilakukan
sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan.
Ruang lingkup wakaf yang dipahami secara umum cenderung
terbatas pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan,
menurut Undang-Undang ini Wakif dapat pula mewakafkan sebagian
kekayaannya berupa harta benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak
berwujud yaitu uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak
kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak lainnya. Dalam hal
benda bergerak berupa uang, Wakif dapat mewakafkan melalui Lembaga
Keuangan Syariah. Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah
adalah badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang bergerak di bidang keuangan
syariah, misalnya badan hukum di bidang perbankan syariah.
Undang- undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf Ind
onesia yang dapat mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan kebutu
han. Badan tersebut merupakan lembaga independen yang melaksanakan t
ugas di bidang perwakafan yang melakukan pembinaan terhadap Nazhir,m
elakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasi
onal daninternasional, memberikan persetujuan atas perubahan peruntukan
dan status harta benda wakaf, dan memberikan saran dan pertmbangan kep
ada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
B. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42
Tahun 2006 tentang wakaf. Nazhir merupakan salah satu unsur wakaf dan
memegang peran penting dalam mengelola dan mengembangkan harta
benda wakaf sesuai dengan peruntukannya. Nazhir dapat merupakan perse
orangan, organisasi atau badan hukum yang wajib didaftarkan pada
Menteri melalui Kantor Urusan Agama atau perwakilan BWI yang ada di
provinsi atau kabupaten/kota, guna memperoleh tanda bukti pendaftaran
Nazhir.
Ketentuan mengenai syarat yang harus dipenuhi oleh Nazhir dan
tata cara pendaftaran, pemberhentian dan pencabutan status Nazhir serta
tugas dan masa bakti Nazhir dimaksudkan untuk memastikan keberadaan
Nazhir
serta pengawasan terhadap kinerja Nazhir dalam memelihara,mengembang
kan potensi harta benda wakaf. Ketentuan mengenai ikrar wakaf baik
secara lisan maupun tertulis yang berisi pernyataan kehendak Wakif untuk
berwakaf kepada Nazhir memerlukan pengaturan rinci tentang tata cara
pelaksanaannya dan harta benda wakaf yang akan diwakafkan. Ikrar wakaf
diselenggarakan dalam Majelis Ikrar Wakaf yang dihadiri oleh Wakif,
Nazhir, dua orang Saksi serta wakil dari Mauquf alaih apabila ditunjuk
secara khusus sebagai pihak yang akan memperoleh manfaat dari harta
benda wakaf berdasarkan kehendak Wakif.
Berdasarkan pertimbangan tentang diperlukannya harta benda
wakaf diatur secara rinci, maka Peraturan Pemerintah ini mencantumkan
ketentuan mengenai wakaf benda tidak bergerak berupa tanah, bangunan,
tanaman dan benda lain yang terkait dengan tanah, wakaf benda bergerak
berupa uang, dan benda bergerak selain uang, yang sejauh mungkin
diselaraskan dengan konsepsi hukum benda dalam keperdataan dan
peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
Lembaga Keuangan Syariah yang ditunjuk Menteri berdasarkan
saran dan pertimbangan BWI diberi kewenangan menerima wakaf uang
dan menerbitkanSertifikat Wakaf Uang yang selanjutnya menyerahkan
wakaf uang tersebut kepada nazhir yang ditunjuk oleh Wakif.
C. Peraturan Badan Wakaf Indonesia (BWI) Nomor 4 Tahun 2010
Berdasarkan Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 4 Tahun
2010 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda
Wakaf. Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf
sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. Dalam mengelola harta
benda wakaf Nazhir dapat bekerja sama dengan pihak lain. Nazhir
mendapatkan imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan
pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10%.
Ketentuan lebih lanjut tentang remunerasi Nazhir akan diatur
dalam peraturan BWI tersendiri.Nazhir dilarang melakukan perubahan
peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis dari
BWI. Penyaluran manfaat hasil pengelolaan dan pengembangan harta
benda wakaf harus sesuai dengan peruntukannya dan dapat dilakukan
secara langsung dan tidak langsung.
Penyaluran manfaat hasil pengelolaan dan pengembangan Harta
Benda Wakaf secara tidak langsung dapat dilakukan melalui lembaga yaitu
lembaga pengelola zakat, baitul mal wa tamwil, lembaga kemanusiaan
nasional, Lembaga pemberdayaan masyarakat nasional,yayasan/perkumpu
lan/organisasi kemasyarakatan, lembaga lain baik berskala nasional
maupun internasional yang melaksanakan program pembinaan dan
pemberdayaan masyarakat sesuai dengan syariah dan peraturan
perundang-undangan.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Zakat adalah sarana utama dalam pendistribusian asset dan
kekayaan ummat. Zakat menjadi sumber dana bagi kesejahteraan umat
terutama untuk mengentaskan dari kemiskinan dan menghilangkan
kesenjangan sosial. Dalam Islam, zakat merupakan rukun agama,
sedangkan dalam perekonomian, zakat merupakan sarana terpenting dalam
distribusi kesejahteraan. Sedangkan Pajak punya konsep tersendiri, ia
diatur oleh negara, bukan agama. Pengelolaan zakat di Indonesia diatur
dalam Undang-undang No 23 tahun 2004, Peraturan Pemerintah No. 14
tahun 2014, Surat Keputusan BAZNAS No. 64 tahun 2019 dan Undang-
undang No. 38 tahun 1999. Wakaf adalah menahan harta milik Wakif
untuk diambil manfaatnya tanpa memusnahkan, menjual-belikan,
menghibahkan harta tersebut. Dalam pengembangan pengelolaannya,
sosialisasi terhadap masyarakat mengenai wakaf tunai sangatlah penting.
Republik Indonesia yang tercantum pada UUD 1945 yaitu memajukan
kesejahteraan umum. Pengelolaan wakaf di Indonesia diatur dalam
Undang-undang No. 41 tahun 2004, Peraturan Pemerintah No. 42 tahun
2006 dan Peraturan BWI No. 2010.
DAFTAR PUSTAKA
Pangkiuk, Ambok. (2020). Pengelolaan Zakat di Indonesia. Praya : FP. Aswaja
Muslich, Ahmad. (2016). Peluang dan Tantangan dalam Pengelolaan Wakaf.
Universitas Muhammadiyah Ponorogo. Ponorogo.
Fikiri Arsalan, Muhaamad. (2021). Pengelolaan Wakaf di Indonesia.
Universitas Andalas.
Undang-undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Peratuan Pemerintah No. 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Zakat.
Surat Keputusan Ketua BAZNAS No. 64 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Zakat
Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Wakaf.
Peraturan BWI No. 4 Tahun 2010 tentang Wakaf.

You might also like