You are on page 1of 9

Buletin Kaffah, No.

296
20 Dzulqa’dah 1444 H
9 Juni 2023 M

NEGARA WAJIB MELINDUNGI


KEPENTINGAN RAKYAT

S etelah dua puluh tahun ekspor pasir laut dilarang,


Presiden Jokowi, melalui Peraturan Pemerintah nomor
26 tahun 2023, justru kembali memberikan izin. Alasan-
nya, yang ditambang adalah sedimentasi, bukan pasir laut
yang katanya akan menjaga kelestarian ekosistem dan me-
nguntungkan alur pelayaran. Selain itu, adanya pemberian izin
dan pengawasan terhadap penambangan pasir laut akan men-
jaga keamanan pantai dari penambangan ilegal. Apalagi, kata-
nya, penambangan secara legal akan memberikan pemasukan
bagi negara.
Akan tetapi, banyak kalangan meragukan penjelasan Peme-
rintah. Sudah banyak bukti rusaknya alam karena pertamba-
ngan pasir pantai. Apalagi ternyata pemasukan yang didapat
Negara juga kecil. Hanya menguntungkan segelintir pengusa-

01
ha. Bahkan secara teritori dampak penambangan bisa membe-
rikan ancaman terhadap Negara.

Merusak!
Kekhawatiran akan rusaknya lingkungan akibat penamba-
ngan pasir pantai tidak mengada-ada. Di banyak negara,
penambangan pasir pantai menimbulkan dampak buruk ter-
hadap lingkungan dan warga. Environmental Reporting
Collective (ERC) merilis laporan dampak negatif penamba-
ngan pasir di 12 negara yakni Indonesia, Singapura, Kamboja,
Vietnam, Thailand, Filipina, Tiongkok, Taiwan, India, Nepal, Sri
Lanka hingga Kenya.
Ada sejumlah dampak merusak yang diakibatkan oleh
penambangan pasir pantai yang selama ini sudah berjalan.
Pertama: Penambangan pasir pantai menyebabkan abrasi
besar-besaran yang dapat menenggelamkan pulau yang men-
jadi kawasan pertambangan. Menurut catatan WALHI, akibat
penambangan pasir pantai pada masa lampau, sekitar 20
pulau kecil di sekitar Riau, Maluku dan kepulauan lainnya
tenggelam. Disebutkan juga, ada 115 pulau kecil yang teran-
cam tenggelam di wilayah perairan Indonesia.
Kedua: Akibat penambangan pasir secara massif, ekosistem
terganggu, baik karena pengerukan pasir maupun pencema-
ran yang ditimbulkan. Hal ini akan mengancam biota laut,

02
seperti ikan, juga terumbu karang. Dilaporkan, banyak ikan
yang semakin berkurang populasinya bahkan terancam punah
akibat rusaknya keseimbangan alam.
Ketiga: Rusaknya biota laut juga berdampak pada nafkah
para nelayan. Apalagi kawasan pantai dan laut Indonesia juga
sudah lama terdampak pencemaran industri merusak lingku-
ngan. Akibatnya, ada sekitar 35 ribu keluarga nelayan di Indo-
nesia sudah kehilangan ruang hidupnya. Sebanyak 6081 desa
pesisir, kawasan perairannya, juga telah tercemari limbah per-
tambangan. Sampai dengan tahun 2040, Pemerintah telah
merencanakan proyek pertambangan di wilayah pesisir, laut
dan pulau-pulau kecil seluas 12.985.477 hektar.
Keadaan ini selanjutnya akan kian mencekik ekonomi
masyarakat nelayan sehingga akan menambah jumlah rakyat
miskin di Tanah Air. Menurut data Badan Pusat Statistik atau
BPS pada 2018, 20%-48% nelayan di Indonesia masih miskin.
Bahkan data pada 2019 menunjukkan kurang dari 14,58 juta
jiwa atau sekitar 90% dari 16,2 juta nelayan belum berdaya
secara ekonomi maupun politik dan berada di bawah garis
kemiskinan.
Keempat: Ekspor pasir pantai untuk tujuan reklamasi
negara lain juga mengancam kepentingan dalam negeri dan
hanya menguntungkan pihak asing. Luas wilayah Singapura
sejak tahun 1965 telah bertambah 25% karena kebijakan

03
reklamasi pantai. Kini luas wilayah Singapura maju sejauh 12
km ke arah perbatasan Indonesia mendekati pulau terluar,
Pulau Nipah, Kepulauan Riau. Perairan di pulau tersebut
mengalami kenaikan yang menyisakan daratan beberapa
meter dari permukaan laut. Ini bisa menyebabkan wilayah
perairan internasional, termasuk lebar jalur pelayaran antara
Singapura dan Batam, akan tergeser. Perubahan itu otomatis
juga akan menggeser masuk wilayah perairan Indonesia, kare-
na lebar jalur pelayaran dihitung dari titik terluar garis pantai.
Sementara itu, Pemerintah Cina yang mengimpor pasir
pantai terus mereklamasi kawasan Laut Cina Selatan, terma-
suk Kepulauan Spratlys yang tengah disengketakan dengan
Filipina dan Vietnam. Diduga kuat Cina melakukan reklamasi
tanah dengan fasilitas yang berpotensi untuk kepentingan
militer. Bukankah ini merupakan ancaman bagi kedaulatan
bangsa?

Wajib Melindungi Kepemilikan Umum


Dalam Islam, pantai termasuk kepemilikan umum (mil-
kiyyah ‘ammah). Semua rakyat boleh memanfaatkan pantai
baik untuk wisata, penelitian, ataupun untuk lahan usaha
seperti para nelayan. Karena itu pemberian konsesi yang
menghalangi hak warga untuk memanfaatkan kepemilikan
umum, termasuk pantai, adalah haram.

04
Hal ini berdasarkan hadis bahwa para Sahabat pernah
mengajukan kepada Rasulullah saw. untuk membangunkan
tempat tinggal untuk beliau di Mina. Namun, Rasulullah saw.
bersabda:
‫ﺎخ َﻣ ْﻦ َﺳﺒَ َﻖ‬ ِ
ُ َ‫ ﻣ ًﲎ ُﻣﻨ‬،َ‫ﻻ‬
Tidak perlu. Mina adalah tempat singgah bagi siapa saja yang
datang lebih dulu (HR at-Tirmidzi).

Syaikh ‘Abdul Qadim Zallum dalam Kitab Al-Amwâl fî Dawlah


al-Khilâfah menjelaskan bahwa Mina adalah tempat yang
sudah sangat terkenal. Ia terletak di luar Makkah al-Mukarra-
mah, Mina adalah tempat singgah jamaah haji setelah menye-
lesaikan wukuf di Arafah dengan tujuan untuk melaksanakan
syiar-syiar ibadah haji yang sudah ditentukan, seperti melontar
jumrah, menyembelih hewan had (hewan denda), memotong
hewan kurban dan bermalam di sana. Makna dari munakh[un]
man sabaq (tempat singgah bagi siapa saja yang datang lebih
dulu) adalah bahwa Mina merupakan milik seluruh kaum
Muslim. Siapa saja yang lebih dulu sampai ke suatu bagian
tempat di Mina, lalu menempati tempat itu, maka tempat
tersebut adalah bagi dirinya. Ini karena Mina merupakan milik
bersama di antara kaum Muslim, bukan milik perorangan yang
menjadikan orang lain dilarang memiliki (menempati) tempat
tersebut (Zallum, Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah, hlm. 68).

05
Dengan demikian segala tindakan dan kebijakan yang
menyebabkan warga terhalangi dari mengambil manfaat
kepemilikan umum—seperti pantai—adalah haram. Karena
itu pemberian konsesi atas kepemilikan umum untuk diolah
oleh pribadi atau korporat adalah kebijakan batil dan zalim.
Rasulullah saw. telah melarang para Sahabat duduk-duduk di
jalan umum karena menghalangi hak pemakai jalan. Sabda
beliau:
ِ َ‫اﳉﻠُﻮس ﻋﻠَﻰ اﻟﻄﱡﺮﻗ‬
‫ﺎت‬ ُ َ َ ُْ ‫إِ ﱠ� ُﻛ ْﻢ َو‬
Janganlah kalian duduk-duduk di jalan-jalan (umum) (HR al-
Bukhari).

Jelas, Nabi saw. telah melarang orang untuk sekadar


duduk-duduk di jalan-jalan umum karena akan menghalangi
orang yang lalu-lalang. Apalagi pemberian konsesi pertamba-
ngan kepada korporat yang bukan saja menghalangi hak
warga, tetapi juga merusak lingkungan secara luar biasa. Ini
lebih patut untuk dibatalkan.

Wajib Mencegah Bahaya


Selain merampas kepemilikan umum dan melimpahkannya
pada swasta, pembukaan pertambangan pasir juga terbukti
telah menyebabkan kemadaratan (kerugian) baik bagi ling-
kungan maupun pada ekonomi warga. Ini adalah bahaya yang

06
wajib dicegah oleh Negara. Islam telah tegas mengharamkan
segala hal yang menimbulkan bahaya. Nabi saw. bersabda:
‫ﺿَﺮَر َوﻻَ ِﺿَﺮ َار‬
َ َ‫ﻻ‬
Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang
lain (HR Malik).

Saat perjalanan menuju Perang Tabuk Baginda Nabi saw.


pernah melarang para Sahabat minum air dari sumur di Hijr,
melarang berwudhu menggunakan airnya, dan adonan te-
pung yang telah dibuat dengan air tersebut agar jangan dima-
kan sedikitpun. Beliau juga melarang para Sahabat keluar pada
malam hari tanpa ditemani Sahabat lainnya. Beliau melarang
hal tersebut karena tahu bahaya yang akan menimpa kaum
Muslim jika melakukan hal tersebut.
Syariah Islam mewajibkan Negara untuk mencegah hal-hal
yang dapat menimbulkan bahaya seperti pencemaran, peng-
rusakan alam, hilangnya mata pencaharian warga, dsb. Pengu-
asa dalam Islam didudukkan sebagai pelindung rakyat, bukan
pelayan korporat. Sabda Nabi saw.:
‫إِﱠﳕَﺎ ا ِﻹ َﻣ ُﺎم ُﺟﻨﱠﺔٌ ﻳـُ َﻘﺎﺗَ ُﻞ ِﻣ ْﻦ َوَراﺋِِﻪ َوﻳـُﺘﱠـ َﻘﻰ ﺑِِﻪ‬
Sungguh Imam (pemimpin) itu (laksana) perisai. Di belakang dia
orang-orang berperang dan kepada dirinya mereka berlindung
(HR al-Bukhari dan Muslim).

07
Inilah bedanya sistem politik dan negara dalam Islam
dengan sistem demokrasi. Dalam demokrasi, meski dikatakan
kedaulatan di tangan rakyat, realitanya rakyat tak berdaya
ketika penguasa atau wakil rakyat mereka mengesahkan atu-
ran yang merugikan dan merampas hak-hak mereka. Negara
dalam demokrasi tunduk pada kepentingan modal dengan
dalih pemasukan untuk negara. Padahal jutaan rakyat terdam-
pak dan menderita karena kebijakan tersebut.
Di dalam sistem demokrasi, aturan juga kerap dibuat karena
unsur kepentingan para pembuatnya. Mantan Komisioner
KPK, Saut Situmorang, mengatakan pembukaan izin ekspor
pasir pantai berpotensi jadi “lapak baru” praktik korupsi.
Sebabnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadi
regulator serta pengawas dan pemberi izin “pemanfaatan”
hasil sedimentasi laut yang mencakup pasir laut.
Saut Situmorang juga menyoroti kerancuan PP yang me-
ngacu pada Undang-Undang Kelautan, dan bukan mengacu
Undang-Undang Pertambangan Mineral, dan Batubara. Hal itu
tertera dalam Pasal 21 dan 22 PP Nomor 26 Tahun 2023. Menu-
rut Saut, terjadi tumpang tindih regulasi yang menyebabkan
conflict of interest antar instansi dan pelaksananya.
Selain itu, sering kebijakan konsesi jadi ajang kongkalikong
pengusaha dan penguasa. Para pengusaha berlomba-lomba
memberikan sogokan agar diberi konsesi dan dilindungi

08
usahanya. Agar usahanya langgeng, para pengusaha juga akan
memberikan dukungan politik ataupun upeti pada elit politik,
parpol dan penguasa agar tetap duduk di kekuasaan. Hasilnya,
rakyat lagi yang jadi korban. Jelas, ini tak boleh dibiarkan.
Alhasil, di sinilah pentingnya syariah Islam diberlakukan,
termasuk dalam pengaturan kepemilikan umum, juga
pentingnya sanksi hukum diberlakukan secara tegas atas siapa
saja yang merugikan kepentingan umum.
WalLâhu a’lam. []

HIKMAH:

Rasulullah saw. bersabda:


‫ إِﻻﱠ‬،‫ش ﻟَِﺮﻋِﻴﱠﺘِ ِﻪ‬
‫ﻮت َو ُﻫ َﻮ َﻏﺎ ﱞ‬
ُ َُ‫ﻮت ﻳـَ ْﻮَم ﳝ‬
ِ ِِ ٍ ِ
ُ َُ‫ ﳝ‬،ً‫َﻣﺎ ﻣ ْﻦ َﻋْﺒﺪ ﻳَ ْﺴ َْﱰﻋﻴﻪ ﷲُ َرﻋﻴﱠﺔ‬
ْ ‫َﺣﱠﺮَم ﷲُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ‬
َ‫اﳉَﻨﱠﺔ‬
Tidaklah seorang hamba—yang telah Allah beri wewenang
untuk mengurus rakyat—mati pada hari kematiannya,
sementara dia dalam keadaan menipu rakyatnya, melainkan
Allah akan mengharamkan atas dirinya surga. (HR al-Bukhari).

09

You might also like