Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
RAHMAT SHAFARI ABDILLAH
2021250033
Asisten:
Royhan A.M.
Dosen Pengampuh :
Khodijah Al Qubro, S.T., M.T.
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan kita nikmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas besar "PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA" tepat pada waktunya.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Khodijah Al-Qubro, S.T., M.T., selaku
dosen pembimbing mata kuliah Perencanaan Geometrik Jalan Raya, yang telah
membimbing saya dalam mengerjakan tugas besar ini, sehingga dapat meningkatkan
wawasan dan kemampuan kami dalam membuat tugas besar.
Tujuan penulisan tugas besar ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu Khodijah
AlQubro, S.T., M.T., pada mata kuliah Perencanaan Geometrik Jalan Raya. Selain itu,
penulisan tugas besar ini juga bertujuan untuk menambah wawasan pembaca dan penulis
tentang Perencanaan Geometrik Jalan Raya.
Saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan dalam tugas besar
ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang dapat membantu dan
membangun kami untuk kemajuan di masa depan.
Penulis
1
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………………………………..
Daftar isi…………………………………………………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..........................................
BAB II LANDASAN TEORI …………………………………………..........................................
BAB III METODELOGI………………………………………………………………………..................
BAB IV ANALISA PERHITUNGAN …………………………………………………..………………….
2
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
3
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Bab 1
Pendahuluan
4
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Bab 1
Pendahuluan
1. Latar Belakang
Perancangan geometrik jalan adalah proses merencanakan dan merancang elemen-
elemen fisik dari sebuah jalan, seperti lebar jalan, tikungan, kemiringan, perpotongan,
dan fasilitas terkait. Tujuan dari perancangan geometrik jalan adalah untuk menciptakan
jalan yang aman, efisien, dan nyaman bagi pengguna jalan. Yang menjadi dasar
perancangan geometrik adalah sifat sifat, gerakan, ukuran kendaraan, sifat pengemudi
dalam mengendalikan gerakan kendaraannya dan karakteristik lalu lintas. Dalam
perancangan geometrik ada tiga elemen penting yaitu alinyemen horizontal (trase jalan),
terutama dititik beratkan pada perancangan sumbu jalan; alinyemen vertikal (penampang
memanjang jalan) dan penampang melintang jalan. Dalam perancangan alinyemen
vertikal, pengambilan atau penentuan kelandaian memberi pengaruh pada gerakan
kendaraan terutama kendaraan berat (seperti truk dan bus). Pengaruh dari kelandaian ini
dapat dilihat dari berkurangnya kecepatan kendaraan atau mulai dipergunakannya gigi
rendah.
Bina Marga sebagai institusi yang berwenang dalam pembinaan jalan sudah
mengeluarkan pedoman/standar dalam menentukan landai maksimum dan panjang kritis.
Standar-standar tersebut banyak mengacu pada hasil-hasil penelitian yang dipublikasikan
oleh American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO)
dalam bentuk buku pedoman “A Policy on Geometric Design of Highway and Street”.
sedangkan oleh Bina Marga diterbitkan beberapa buku pedoman seperti “Spesifikasi
Standar Untuk Perancangan Geometrik Jalan Luar Kota (Rancangan Akhir)1990” dan
“Tata Cara Perancangan Geometrik Jalan Antar Kota 1997”.
Dalam menentukan besaran landai maksimum dan panjang kritis, kendaraan yang
dipakai AASHTO dan Bina Marga tidak sama dengan kondisi kendaraan berat yang
beroperasi di Indonesia sekarang, dimana kondisi sekarang kekuatan (horse power)
kendaraan berat keluaran baru mempunyai daya angkut yang lebih berat, dilain pihak
barang yang diangkut kebanyakan sudah melebihi beban standar yang ditentukan (over
load). Disamping itu masih banyak juga kendaraan lama yang dioperasikan.
5
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Terkadang suatu ruas jalan diperuntukkan hanya bagi kendaraan yang turun (seperti
turunan Plelen, Kabupaten Batang). Dalam kasus tersebut perencana mengabaikan
batasan panjang kritis dengan asumsi bahwa panjang kritis yang ditentukan itu hanya
berlaku untuk jalur pendakian saja. Bila panjang kritis diabaikan, maka problem yang
timbul adalah seringnya pengemudi tidak bisa menguasai kendaraannya dikarenakan
adanya kerusakan pada sistem rem. Tetapi batasan panjang kritis untuk jalur turunan
memang tidak ditentukan, maka untuk itu perlu diadakan penelitian tentang panjang
kristis yang ideal untuk jalur turunan. Bila suatu panjang kritis telah terlampaui (tanjakan
terlalu panjang), maka perencana harus membuat landai antara atau landai peralihan (bisa
berupa turunan atau datar). Landai peralihan ini diperlukan agar kecepatan kendaraan
kembali normal sebelum memasuki tanjakan lagi. Panjang Landai Peralihan ini belum
ada ketentuannya. Sehingga dengan melihat fenomena tersebut perlu dilakukan
pengkajian ulang terhadap penentuan landai maksimum dan panjang kritis yang telah
ditetapkan oleh instansi yang berwenang (Bina Marga) serta perlu ditetapkan panjang
landai peralihan ideal.
6
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Bab 2
Landasan Teori
2. Teori-Teori
KLASIFIKASI JALAN MENURUT FUNGSINYA
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 disebutkan bahwa
jalan adalah suatu prasarana transportasi yang meliputi segala bagian jalan termasuk
bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang
berada di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel. Jalan mempunyai
peranan penting terutama yang menyangkut perwujudan perkembangan antar wilayah
yang seimbang, pemerataan hasil pembangunan serta pemantapan pertahanan dan
keamanan nasional dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional.
Berdasarkan fungsinya, maka jalan dibedakan menjadi beberapa fungsi, yaitu:
a. Jalan Arteri
- Arteri Primer Jalan arteri primer merupakan jalan yang secara efisien menghubungkan
pusat kegiatan nasional atau antar pusat kegiatan. nasional dengan pusat kegiatan
wilayah. Didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 km per jam, lebar
badan jalan minimal 11 meter, jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar
dari volume lalu lintas rerata, dan kegiatan lokal persimpangan pada jalan arteri primer
diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintasnya,
- Arteri Sekunder: Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan
yang disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan
kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi
sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Didesain
berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 km per jam dengan lebar badan jalan
minimal 11 meter, dan lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
7
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
b. Jalan Kolektor
- Kolektor Primer: Jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antara pusat
kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara
pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. Didesain berdasarkan berdasarkan
kecepatan rencana paling rendah 40 km per jam dengan lebar badan jalan minimal 9
meter, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan Lokal
- Lokal Primer: Jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan
lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan
lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan. Didesain berdasarkan kecepatan
rencana paling rendah 20 km per jam dengan lebar badan jalan minimal 7,5 meter, dan
tidak boleh terputus di kawasan perdesaan.
8
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
a. Jalan Kelas I
Jalan Kelas I adalah jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi
18.000 milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan sumbu terberat
10 ton.
b. Jalan Kelas II
Jalan Kelas II adalah jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan
muatan sumbu terberat 8 ton.
Jalan Kelas III adalah jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 meter, ukuran panjang
tidak melebihi 9.000 milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 milimeter, dan muatan
sumbu terberat 8 ton.
Dalam keadaan tertentu daya dukung Jalan Kelas III dapat ditetapkan muatan sumbu
terberat kurang dari 8 ton
9
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Jalan Kelas Khusus adalah jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan
ukuran lebar melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 milimeter,
ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton.
GEOMETRIK JALAN
-Penampang melintang.
-Bagian-bagian jalan yang utama dapat dikelompokan sebagai berikut :
A. Bagian yang langsung berguna untuk lalu lintas
• Jalur lalulintas
• Lajur lalulintas
• Bahu jalan
• Trotoar
• Median
B. Bagian yang berguna untuk drainase jalan
• Saluran samping
• Kemiringan melintang jalur lalulintas
• Kemiringan melintang bahu
• Kemiringan lereng
10
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
ELEMEN GEOMETRIK
Elemen dari perencanaan geometrik jalan adalah:
• Alinyemen Horisontal
• Alinyemen Vertikal
• Alinyemen pada tikungan (curved alignment)
• Jalur pendakian (climbing lane)
• Jalur samping (frontage road)
• Pengaturan jalan masuk (acces control)
• Ruang bebas jalan (clearance of road)
• 8.panjang kritis tanjakan
• pelebaran tikungan
KOMPONEN GEOMETRIK
• Jari-jari lengkungan/tikungan
• .Derajat Kelengkungan
• kelandaian
• superelevasi Jalan
• Lengkung Peralihan
• Bagian tangen
• Bagian lengkung (curved section)
• Daerah bebas samping
• Pelebaran tikungan
11
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
12
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Pada dasarnya seorang perencana bila dihadapkan pada suatu profil lahan (peta
topografi, peta udara dll) sudah harus berfikir bahwa perancangan geometriknya
berdasarkan situasidan mengadaptasi karakteristik pengendara, lalulintas dan kendaraan
untuk mendapatkandIsain yang optimal, agar jalan memenuhi persyaratan aman,
nyaman, dan ekonomis.Penetapan dan Pemetaan Trase Jalan memerlukan tahapan
survei sebagai berikut:
1. Survei Awal(Reconnaisance Survey)
Mendapatkan peta dasar dalam batas koridor rencana jalan sehingga dapatdigambarkan
rencana trase jalan.
2. Survei Pendahuluan(Preliminary Survey)
Jalur trase jalan terpilih, selanjutnya dipetakan dan diukur kembali secara teliti
untukmendapatkan rencana penentuan trase jalan yang pasti3.
ALINYEMEN HORIZONTAL
Alinyemen horizontal adalah kumpulan titik-titik yang membentuk garis (lurus dan
lengkung) sebagai proyeksi sumbu atau as jalan pada bidang horizontal. Rencana
Alinyemen horizontal pada peta perencanaan juga dikenal sebagai Trase jalan. Aspek-
aspek penting pada alinyemen horizontal mencakup :
1. Gaya sentrifugal.
2. Bentuk-bentuk busur peralihan.
3. Bentuk-bentuk tikungan.
4. Diagram Superelevasi.
5. Pelebaran Perkerasan pada tikungan.
6. Jarak pandang pada tikungan.
13
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Δ = Sudut Tikung
O = Titik Pusat Tikung
TC = Tangen to Circle
CT = Circle to Tangen
Rc = Jari – jari busur lingkar
Tc = Panjang Tangen (jarak dari TC ke PI atau PI ke TC)
Lc = Panjang Busur Lingkaran
Ec = Jarak Luar dari PI ke busur lingkaran
14
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
- Spiral-circle-spiral (SCS) yaitu tikungan yang terdiri atas 1 lengkung circle dan 2
lengkung spiral.
15
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
16
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Lengkung peralihan
Lengkung peralihan (Ls) diperlukan agar supaya pengemudi dapat menyesuaikan
manuver kendaraan pada bagian-bagian geometrik jalan yang bertransisi dari alinyemen
lurus ke lingkaran, atau dari lurus ke lurus atau juga dari alinyemen llingkaran ke
lingkaran.
17
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
-Bentuk-bentuk lengkung peralihan yang digunakan pada desain alinyemen jalan, antara
lain sebagai berikut : a) Spiral-Circle-Spiral (S-C-S), digunakan sebagai peralihan dari
alinyemen lurus (tangent) kea linemen lingkaran (circle) pada tikungan. b) Spiral-Spiral
(S-S), digunakan sebagai peralihan dari alinyemen lurus pada tikungan. Namun bentuk
lengkung peralihan ini diupayakan untuk dihindari. c) Compound Spiral, digunakan
sebgai peralihan dari alinyemen lingkaran kea linemen lingkaran dengan besar jari0-jari
yang berbeda. d) Compound Circle, digunakan sebagai peralihan dari alinyemen
lingkaran kea linyemen lingkaran dengan besar jari-jari yang berbeda. Cenderung
digunakan ke compound spiral dalam pengembangan karena menggunakan program
komputer. e) Full circle, digunakan dengan mempertimbangkan kondisi medan.
18
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Jari-jari tikungan
Jari-jari tikungan Perencanaan alinyemen horizontal radius tikungan dipengaruhi oleh
nilai e dan f serta nilai kecepatan rencana yang ditetapkan. Artinya terdapat nilai radius
minimum untuk nilai superelevasi maksimum dan koefisien gesekan melintang
maksimum. Untuk superelevasi maksimum 8% dan 10% serta untuk koefisien gesekan
melintang maksimum sehubungan dengan nilai kecepatan rencana yang dipilih,
19
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
ALINYEMEN VERTIKAL
Alinyemen vertikal terdiri atas bagian landai vertikal dan bagian lengkung vertikal, di
tinajau dari titik awal perencanaan bagian landai vertikal dapat berupa landai positif
(tanjakan), landau negatif (turunan),atau landai nol (datar) lalu bagian lengkung vertikal
dapat berupa lengkung cembung dan lengkung cekung.
Landai Maksimum
Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan bergerak terus
tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Kelandaian maksimum didasarkan pada
kecepatan truk yang bermuatan penuh yang mampu bergerak.
20
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
21
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
22
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Koordinasi Alinyemen
Alinyemen vertikal, alinyemen horisontal dan potongan melintang jalan arteri perkotaan
harus dikoordinasikan sedemikian sehingga menghasilkan suatu bentuk jalan yang baik
dalam arti memudahkan pengemudi mengemudikan kendaraannya dengan aman dan
nyaman. Bentuk kesatuan ketiga elemen jalan tersebut diharapkan dapat memberikan
kesan atau petunjuk kepada pengemudi akan bentuk jalan yang akan dilalui di
depannya, sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal. Koordinasi
alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal harus mempengaruhi ketentuan sebagai
berikut : - Lengkung horisontal sebaiknya berhimpit dengan lengkung vertikal, dan
secara ideal alinyemen horisontal lebih panjang sedikit melingkupi alinyemen vertikal. -
Tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau pada bagian
atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan. - Lengkung vertikal cekung pada
landai jalan yang lurus dan panjang, harus dihindarkan. - Dua atau lebih lengkung
vertikal dalam satu lengkung
horisontal harus dihindarkan. - Tikungan yang tajam diantara dua bagian jalan yang
lurus dan panjang harus dihindarkan
23
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
JARAK PANDANG HENTI (Jh) Jh terdiri atas 2 (dua) elemen jarak, yaitu:
-Jarak Tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak pengemudi
melihat suatu halangan yang menyebabkannya harus berhenti sampai saat pengemudi
menginjak rem.
-Jarak Pengereman (Jhr)
24
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
25
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
- d1
- jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)
= jarak tempuh selama pengamatan + waktu reaksi + waktu mulai memakai jalur lain
26
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
dengan:
T1 : waktu penyesuaian awal = 2,12 + 0,026 VR (±3,7 – 4,3 detik)
a : percepatan rata-rata kendaraan yang menyiap (km/jam/detik), = 2,052 + 0,0036 VR
VR : kecepatan kendaraan yang menyiap
m : selisih kecepatan kendaraan yang menyiap dan disiap (biasanya diambil 10-15
km/jam) ) 2 . 0,278. .( 1 1 1 aT d = T VR − m + 17 d2
- jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula (m)
= Jarak tempuh kendaraan yang menyiap di jalur lawan
- d2
-jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan kembali ke lajur semula (m)
= Jarak tempuh kendaraan yang menyiap di jalur lawan
- d3
-jarak kendaraan menyiap di akhir gerakan dengan kendaraan di arah lawan
-diambil 100-300 ft (1m = 3,28 ft)
27
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
-Daerah mendahului harus disebar di sepanjang jalan dengan jumlah panjang minimum
30% dari panjang total ruas jalan tersebut
-Pengaruh kelandaian:
- Pada pendakian
-Pada penurunan
-Jarak pandang malam:
-Ditentukan oleh jarak pandang henti
-Asumsi tinggi 60 cm sudut 1° ke atas
28
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
29
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
DRAINASE
Drainase didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha untuk
mengalirkan air yang berlebih dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu (S.N.1997).
Kurang perencanaan dimensi drainase jalan yang sesuai dapat menjadi salah satu
penyebab kerusakan konstruksi jalan, karena banyaknya air drainase yang masuk ke
badan jalan sehingga aspal jalan mudah terkelupas karena musuh dari aspal adalah air.
Maka perlunya perencanaan sistem drainase jalan harus dilaksanakan dengan baik dan
terencana.
30
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
31
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
32
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
33
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
34
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Bab 3
Metodologi
35
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Yang menjadi dasar perencanaan geometri adalah sifat gerakan dan ukuran medan
kendararan,sifat pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya dan karakteristik
lalu lintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencanaan sehingga
dihasilkan bentuk dan ukuran jalan,serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi
jenyamanan dan keamanan yang diharapkan.
Elemen dari perencanaan jalan adalah:
• Penampang melintang jalan
• Alinyemen Horizontal
• Alinyemen Vertikal
36
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
37
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
38
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
39
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
KEMIRINGAN MEDAN
Dalam pemilihan route,karakteristik dari terrain akan mempengaruhi karakteristik
pada lokasi route terrain pada umumnya diklasifikasikan sebagai datar,perbukitan
(bukit) dan pegunungan.
a. Pada daerah pendataran
Dibuat tikungan-tikungan kecil pada daerah basah/genangan air untuk
menghindarkan pondasi yang buruk atau mengurangi proses kerusakan yang
cepat.
b. Pada daerah bukit
Pola lokasi terganutung orientasi lembah dan bukit.Arah garis lembah,dengan
orientasi sejajar akan diperoleh kelandaian yang cukup datar,banyak
tikungan,banyak gorong-gorong dan jembatan,lebih banyak timbunan daripada
galian. Arah garis bukit akan ditemui permasalahan alinyemen dan drainase
yang sederhana.
c. Pada daerah gunung
Terrain gunung merupakan beban bagi regu survei,karena tidak ada pola atau
ketetntuan pasti yang dapat memenuhi situasi ini. Untuk itu kelandaian
maksimal menurut ketetntuan perlu ditambahkan batas toleransi.
40
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
ALINYEMEN HORIZONTAL
Alinyemen horizontal (trase jalan) adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horisontal.
Alinyemen horisontal tersusun atas garis lurus dan garis lengkung (busur) atau lebih
dikenal dengan istilah tikungan. Busur terdiri atas busur lingkaran saja (full-circle),
busur peralihan saja (spiral-spiral), atau gabungan busur lingkaran dan busur peralihan
(spiral-circlespiral).
F=ma
F = (G.V^2)/(g.R)
Dimana :
F = gaya sentrifugal
m = massa kendaraan
a = percepatan sentrifugal
G = berat kendaraan
g = gaya gravitasi
V = kecepatan kendaraan
R = jari-jari tikungan
41
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
D = (25/π.R) . 360
D = 1432.39 / R
Radius lengkung (R) sangat dipengaruhi oleh besarnya superelevasi (e) dan koefisien
gesek (f) serta kecepatan
rencana (V) yang ditentukan. Untuk nilai superelevasi dan koefisien gesek melintang
maksimum pada suatu kecepatan yang telah ditentukan akan meghasilkan lengkung
tertajam dengan radius minimum (Rmin).
42
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Secara teori pada tikungan akan terjadi perubahan dari radius lengkung tidak berhingga
(R~) pada bagian lurus menjadi radius lengkung tertentu (Rc)pada bagian lengkung dan
sebaliknya. Untuk mengimbangi perubahan gaya sentrifugal secara bertahap diperlukan
lengkung yang merupakan peralihan dari R~ menuju Rc dan kembali R~
Lengkung peralihan ini sangat dipengaruhi oleh sifat pengemudi, kecepatan kendaraan,
radius lengkung dan superelevasi jalan. Pencapaian superelevasi dari en menjadi emaks
dan kembali menjadi en dilakukan pada awal sampai akhir lengkung secara bertahap.
Panjang lengkung peralihan (Ls) diperhitungkan dari superelevasi sebesar en sampai
superelevasi mencapai emaks.
Panjang lengkung peralihan (Ls) yang digunakan dalam perencanaan adalah yang
terpanjang dari pemenuhan persyaratan untuk:
• Kelandaian relatif maksimum
43
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Berdasarkan panjang perjalanan selama waktu tempuh 3 detik (Bina Marga) atau 2 detik
(AASHTO)Ls = (V/3.6) . T
Diagram Superelevasi
Merupakan penggambaran pencapaian superelevasi dari lereng normal (en) sampai
lereng maksimal (e maks), sehingga dapat ditentukan diagram penampang melintang
setiap titik (stationing) pada suatu tikungan yang direncanakan.
44
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Jenis-Jenis Tikungan
• Full Circle,
• Spiral – Circle – Spiral,
• Spiral – Spi
Full Circle
45
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Karena hanya terdiri dari lengkung sederhana saja, maka perlu adanya lengkung
peralihan fiktif (Ls`) untuk mengakomodir perubahan superelevasi secara bertahap.
Bina marga menempatkan ¾ Ls` pada bagian lurus dan ¼ Ls` pada bagian lengkung
• AASHTO menmpatkan 2/3 Ls` pada bagian lurus dan 1/3 Ls` pada bagian lengkung.
Spiral – Circle – Spiral
46
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Rc yang dipilih harus sedemikian rupa sehingga Ls berdasarkan landai relatif lebih
besar dari pada Ls berdasarkan modifikasi SHORT serta Ls berdasarkan panjang
perjalanan selama 3 detik (Bina Marga) atau selama 2 detik (AASHTO).
47
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
48
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
ALINYEMEN VERTIKAL
Kelandaian
Landai minimum; landai idealnya sebesar 0% (datar), landai 0.15% disarankan untuk
jalan menggunakan kerb, landai 0.3 – 0.5% disarankan untuk jalan di daerah galian
menggunakan kerb. Landai maksimum; adalah kelandaian tertentu dimana kelandaian
akan mengakibatkan berkurangnya kecepatan yang masih lebih besar dari setengah
kecepatan rencana.
49
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Panjang kritis (meter) sangat diperlukan sebagai batasan kelandaian maksimum agar
pengurangan kecepatan tidak lebih dari kecepatan rencana (tabel di bawah)
Kelandaian
Vr (Km/jam) (%)
4 5 6 7 8 9 10
80 630 460 360 270 230 230 200
60 320 210 160 120 110 90 80
Pada jalan berlandai dengan LHR yang tinggiperlu dibuat lajur pendakian untuk
menampung kendaraan (khususnya kend berat) yang sering mengalami penurunan
kecepatan agar tidak mengganggu lalu lintas dengan kecepatan yang lebih tinggi.
50
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
51
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
BAB 4
Laporan
52
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
PETA DAN
MEDAN
53
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
54
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
55
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
56
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
3) Perhitungan Azimuth
𝑥2−𝑥1
-) ∝ 𝐴=tan-1 (𝑦2−𝑦1)
= 37 ° 22’
𝑥3−𝑥2
-) ∝ 𝐴=tan-1 ( )
𝑦3−𝑦2
= 78 ° 8’49’’
𝑥4−𝑥3
-) ∝ 𝐴=tan-1 (𝑦4−𝑦3)
= 36 ° 7’30’’
4) Perhitungan jarak
-) ∝ 𝐴 = 𝑃𝐼 1 = √(𝑥 2 + 𝑥1 )2+√(𝑦 2 + 𝑦1 )2
= √653500
= 808,39
-) ∝ 𝑃𝐼 1 – 𝑃𝐼 2 = √(𝑥 3 + 𝑥 2 )2+√(𝑦 3 + 𝑦 2 )2
57
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
-) ∝ 𝑃𝐼 2 – B = √(𝑥 4 + 𝑥 3 )2+√(𝑦 4 + 𝑦 3 )2
= √3925100
= 1981,19
= 78 ° 8’49’’- 37 ° 22’
= 40 ° 46’49”
= 180° - 40 ° 46’49”
- S 𝑃𝐼 2 = ∝ 𝑃𝐼 1 - 𝑃𝐼 2
= 78 ° 8’49’’- 36 ° 7’30’’
= 40 ° 1’19”
= 180° - 40 ° 1’19”
58
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
59
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
60
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
𝜀% 𝑘𝑒𝑚𝑖𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛
- Jenis Medan = 𝑛
1,18401%
= 50
= 0,036802 %
- Klasifikasi Medan
• Rata-Rata = 0,02322 %
• Maksimum = 0,05721 %
• Minimum = 0,00029 %
61
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
ALINYEMEN
HORIZONTAL
62
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
ALINYEMEN HORIZONTAL
DASAR TEORI
A) Bagian lurus
Panjang maksimum bagian lurus harus dapat ditempu dalam sesuai Vr
dengan pertimbangan keselamatan pengemudi akibat dari kelelahan saat
berkendara.
B) Bagian tikungan
Bila kendaraan melintasi suatu tikungan dengan suatu kecepatan
tertentu kendaraan akan menerima gaya sentrifugal yang akan mengurangi
kenyamanan berkendara. untuk mengimbangi gaya tersebut perlu dibuat
suatu kemiringan melintang jalan disebut super elevasi (e) yang bertujuan
untuk memperoleh komponen gaya berat yang dapa mengimbangi gaya
sentrifugal tersebut.
63
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
64
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
𝑉𝑟 2
Rmin = 127 (𝐸𝑚𝑎𝑘𝑠+𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠)
652
= 127 (0,1+0,153)
= 131,49
Rmin = 175 diabaikan dulu, diambil R dari tabel yang paling kecil yang masih memenuhi
syarat Rmin = 175 → yaitu R = 150 m
R = 60 m
e.p tabel = 0,1
Ls tabel = 60 m
Dari tabel metrik Ls diambil yang terbesar, karena lebih landai diambil dengan rumus
dibawah ini :
65
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Ls = b . m (ep + en)
100,2 = 5 . m (0,10 + 0,02)
100,2 = 0,5 + 0,1
100,2 = 0,6 m
100,2
m = 0,6
1 1
m = 167 = 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 167 MEMENUHI√
66
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
❖ Tikungan 2
𝑉𝑟 2
Rmin = 127 (𝐸𝑚𝑎𝑘𝑠+𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠)
652
= 127 (0,1+0,153)
= 131,49
Rmin = 175 diabaikan dulu, diambil R dari tabel yang paling kecil yang masih memenuhi
syarat Rmin = 175 → yaitu R = 150 m
R = 60 m
e.p tabel = 0,1
Ls tabel = 60 m
Dari tabel metrik Ls diambil yang terbesar, karena lebih landai diambil dengan rumus
dibawah ini :
67
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Ls = b . m (ep + en)
100,2 = 5 . m (0,10 + 0,02)
100,2 = 0,5 + 0,1
100,2 = 0,6 m
100,2
m = 0,6
1 1
m = 167 = 𝑚𝑎𝑘𝑠 = 167 MEMENUHI√
68
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
• Tikungan 1
Dik : R = 150 m
ep = 0,1
Ls = 106,7 m
∆ pI = 40,78°
𝐿𝑠 360°
❖ QS = .
2𝑅 2𝜋
106,7 360°
= .
2.150 2.3,14
= 0.334 . 57,32484
= 19,1465°
❖ ∆C = ∆ - 2.Ɵs
= 40,78° - 2.(19,1465°)
= 40,78° - 38,293°
= 2,487° = 2 ° 29’13’’
∆𝐶 ×2𝜋𝑅 ×𝑅𝐶
❖ Lc = 360°
2,487°×2.3,14×150
= 360°
69
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
𝐿𝑠 3
❖ Xc = Ls -
40.R 2
106,73
= 106,7 -
40.1502
= 106,7 – 1,34974
= 105,35
❖ K = XC-R.sin 𝜃s
= 105,35 - 150sin 20,39°
= 105,35 - 52,26127
= 53,09 (syarat ± ½ Ls)
❖ P = yc – R(1-cos 𝜃s)
= 11,1556 - 150(1-cos 20,39°)
= 11,1556 – 9,398
= 1,7576
𝛥
❖ Ts = (R+P)tan 2 + K
= (150 +1,7576) tan 20,39 ° + 53,09
= 151,7576 . 0,372 + 53,09
= 109,54472
(𝑅+𝑃)
❖ Es = 𝛥 -R
cos
2
(150+1,7576)
= -150
cos 20,39°
151,7576
= – 150
0,372
= 257,95
❖ L.Total = 2. Ls
= 2 . 106,7
= 213,4 m
70
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
71
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
𝐿𝑠 360°
❖ QS = .
2𝑅 2𝜋
104,7 360°
= .
2.150 2.3,14
= 0.334 . 57,32484
= 19,1465°
❖ ∆C = ∆ - 2.Ɵs
= 40,02° - 2.(19,1465°)
= 40,02° - 38,293°
= 2,487° = 2 ° 29’13’’
∆𝐶 ×2𝜋𝑅 ×𝑅𝐶
❖ Lc = 360°
2,487°×2.3,14×150
= 360°
72
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
❖ P = yc – R(1-cos 𝜃s)
= 11,1556 - 150(1-cos 20,01°)
= 11,1556 – 9,398
= 1,7576
𝛥
❖ Ts = (R+P)tan 2 + K
= (150 +1,7576) tan 20,01 ° + 31,09
= 151,7576 . 0,372 + 31,09
= 103,2738
(𝑅+𝑃)
❖ Es = 𝛥 -R
cos
2
(150+1,7576)
= -150
cos 20,39°
151,7576
= – 150
0,372
= 257,95
❖ L.Total = 2. Ls
= 2 . 104,7
= 209,4 m
73
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
74
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
75
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
76
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
ALINYEMEN
VERTIKAL
77
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
ALINYEMEN VERTIKAL
Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang
permukaan perkerasaan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau
melalui tepi dalammasing-masing perkerasan untuk jalan dengan median. Seringkali
disebut juga sebagni penampang memanjang jalan.
Landai jalan (kelandaian) adalah suatu besar sudut tanjakan atau turunan vertikal dalam
suatu jarak horizontal (mendatar) dalam persen (%). Adapun pengaruh kelandaian sangat besar
terhadap :
a. kecepatan
b. kemampuan percepatan
c. kemampuan perlambatan
d. kemampuan untuk berhenti
e. jarak pandang
f. kenyamanan pengemudi kendaraan tersebut.
Perencanaan alinyemen vertikal memerlukan penetapan
suatu kecepatan rencana yang sesuai dani kouragaman, Pemakaian /operasional jalan yang harus
dicapai, schulungan dengan bentuk-bentuk geometrik yang harus direncanakan:
78
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Adapun hal yang sangat perlu diperhatikan dalam pe- rancangan adalah:
• Pengaruh kelan daian terhadap kecepatan kendaraan dan karakteris- bik kendaraan
(kemampuan)
• Panjang kritis suatu landar jalan.
Lengkung Vertikal
Definisi lengkung vertikal adalah lengkung untuk melakukan peralihan secara berangsur-
angsur jalan Kelandalan jalan berikutnya: dan suatu landai
• Kenyamanan
• Drainase
• Keindahan bentuk.
Sudut luar yang dan sudut yang dibentuk oleh kedua landa jalan yang berdekatan biasa disebut
sudut landai Jalan.
Landai Jalan
Landai jalan disebut "kelandaian" (graden). Landai jalan adalah suatu besaran yang
menunjukkan nilai tonjokkon atau turunan vertikal dalam suatu satuan jarak horizontal.
• Kelandaian (graden)
ℎ
g = (%)
𝐿
79
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
• Landai jalan maksimum adalah yang menyebabkan penurunan kecepatan truck yang
mengakibatkan tingkat gangguan yang berarti terhadap arus lalu lintas secara
keseluruhan
80
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
81
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
82
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
STASIONING
83
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
ALINYEMEN VERTIKAL
G1 = 𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑉1−𝐸𝐿𝐸V𝐴𝑆𝐼 𝐴
𝑥 100%
𝑆𝑇𝐴 𝑃𝑉1−𝑆𝑇𝐴 𝐴
85,60 – 85,53
= 𝑥 100%
650 - 0
= 0,32%
𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝑃𝑉2−𝐸𝐿𝐸𝑉𝐴𝑆𝐼 𝑃𝑉1
G2 = 𝑥 100%
𝑆𝑇𝐴 𝑃𝑉2−𝑆𝑇𝐴 𝑃𝑉1
88,19 – 85,60
= 𝑥 100%
1550 - 650
= -0,287%
𝐸𝑙𝑒𝑣𝑎𝑠𝑖 𝐵−𝐸𝐿𝐸𝑉𝐴𝑆𝐼 𝑃𝑉2
G3 = 𝑥 100%
𝑆𝑇𝐴 𝐵−𝑆𝑇𝐴 𝑃𝑉2
85,40 – 88,19
= 𝑥 100%
2550 - 1550
84
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
A = g2-g1
= (- 0,287% - 0,32%)
= 0,607 %
Dik : Vr : 65 km/jam
S-> interpolasi (Tabel TPUAK)
(𝑦1−𝑦0)
P(90) = Y + (𝑥1−𝑥0) (x-x0)
(120−75)
= 75 (65 - 60)
(80−60)
= 86,25
𝐴𝑆 2
S < Lv : Lv =
100 (√2.ℎ1)+(√2(ℎ2 )2
(0,607)(86,25)2
=
100 (√2.(1,2)+(√2(0,1 )2
= 11,33
100 (√2.ℎ1)+(√2(ℎ2 )2
S > Lv : Lv = 2 . 𝑠 − 𝐴
100 (√2.(1,2)+(√2(0,1 )2
= 2 . (86,25) −
0,607
= -1140,73
85
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Karena L berdasarkan dua rumus diatas tidak memenuhi, maka nilai S = L = 85,25
𝐴 . 𝑥2 0,607 . 𝑥 2 𝑥2
𝑦= = =
200 𝐿 200 . 86,25 28418,45
• STA 0 + 500
1. Terletak pada bagian lurus berlandai 0,32%
2. Berada jauh (650 – 500)m = 150 m di kiri PVI1
3. Pvi1 mempunyai elevasi 85,60
4. Elevasi sumbu jalan = Elevasi PVI1 ± g1 (jarak STA)
= 86,60 – 0,32%
= 85,28 m
• STA 0 + 550
1. Terletak pada bagian lurus berlandai 0,607%
2. Berada jauh (650 – 550)m = 100 m di kiri PVI1
3. Pvi1 mempunyai elevasi 85,60
4. Elevasi sumbu jalan = Elevasi PVI1 ± g1 (jarak STA)
= 86,60 – 0,607%
= 84,99 m
• STA 0 + 600
1. Terletak pada bagian vertical sebelah kiri PVI1
2. Elevasi bagian tangen = 85,60 – 0,32%(650-600)
= 85,44
Elevasi sumbu jalan STA 0+600 adalah elevasi bagian tangen dikurangi
Y1 untuk X1 ( 650 – 600) = 50 m dari PVI1
502
Elevasi sumbu jalan = 85,44 - 28418,45
= 85,35 m
86
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
• STA 0 + 650
1. Terletak tepat pada PVI1
2. PVI1, mempunyai elevasi 85,60
(650−550)
3. Elevasi sumbu jalan = 85,60 - 28418,45
= 85,60 m
• STA 0 + 700
1. Terletak pada lengkung vertical sebelah kanan titik PVI1
2. Elevasi bagian awal tangen pada STA 0 + 700
= 85,60 – 0,287% (700-650)
= 85,46 m
Elevasi sumbu jalan STA 0+600 adalah elevasi bagian tangen dikurangi
Y1 untuk X1 ( 700 – 650 ) = 50 m dari PVI1
502
Elevasi sumbu jalan = 85,46 - 28418,45
= 85,37 m
• STA 0 + 750
1. Terletak pada akhir lengkung berlandai -0,287%
2. Verada jauh ( 750 – 650 ) m = 100 m di kanan PVI1
3. Elevasi sumbu jalan = 85,60 – 0,287% .100
= 85,31 m
• STA 1 + 000
1. Terletak pada akhir lengkung berlandai -0,287%
2. Verada jauh ( 1000 – 650 ) m = 350 m di kanan PVI1
3. Elevasi sumbu jalan = 85,60 – 0,287% .350
= 84,59 m
87
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
A = g3 – g2
= (- 0,279% - (- 0,287%))
= 0,008%
Dik : Vr : 65 km/jam
S-> interpolasi (Tabel TPUAK)
(𝑦1−𝑦0)
P(90) = Y + (𝑥1−𝑥0) (x-x0)
(120−75)
= 75 (65 - 60)
(80−60)
= 86,25
𝐴𝑆 2
S < Lv : Lv =
150 (√2.ℎ1)+(√2(ℎ2 )2
(0,008)(86,25)2
=
150 (√2.(1,2)+(√2(0,1 )2
= 0,126
150 (√2.ℎ1)+(√2(ℎ2 )2
S > Lv : Lv = 2 . 𝑠 − 𝐴
150 (√2.(1,2)+(√2(0,1 )2
= 2 . (86,25) −
0,008
= - 56028,8
88
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Karena L berdasarkan dua rumus diatas tidak memenuhi, maka nilai S = L = 85,25
𝐴 . 𝑥2 0,008 . 𝑥 2 𝑥2
𝑦= = =
200 𝐿 200 . 86,25 2156250
• STA 1 + 425
1. Terletak pada bagian lurus berlandai -0,287%
2. Berada jauh (1550 - 1425)m = 125 m di kiri PVI2
3. Pvi1 mempunyai elevasi 85,19
4. Elevasi sumbu jalan = Elevasi PVI1 ± g1 (jarak STA)
= 86,19 – 0,287% . 125
= 85,83 m
• STA 1 + 450
1. Terletak pada bagian lurus berlandai -0,287%
2. Berada jauh (1550 - 1450)m = 100 m di kiri PVI2
3. Elevasi sumbu jalan = 86,19 – 0,287% . 100
= 84,99 m
• STA 1 + 500
1. Terletak pada bagian vertical sebelah kiri PVI2
2. Elevasi bagian tangen = 85,19– 0,287%(1550 - 1500)
= 88,33 m
Elevasi sumbu jalan STA 1 + 500 adalah elevasi bagian tangen dikurangi
Y1 untuk X1 ( 1550 - 1500) = 50 m dari PVI2
502
Elevasi sumbu jalan = 85,33 - 2156250
= 85,328 m
89
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
• STA 1 + 550
1. Terletak tepat pada PVI2
2. PVI1, mempunyai elevasi 85,19
(1550−1450)
3. Elevasi sumbu jalan = 85,19 - 2156250
= 85,19 m
• STA 1 + 600
1. Terletak pada lengkung vertical sebelah kanan titik PVI2
2. Elevasi bagian awal tangen pada STA 1 + 600
= 85,19 – 0,279% (1600 - 1550)
= 85,33 m
Elevasi sumbu jalan STA 0+600 adalah elevasi bagian tangen dikurangi
Y1 untuk X1 ( 1600 - 1550 ) = 50 m
502
Elevasi sumbu jalan = 85,33 - 2156250
= 85,328 m
• STA 1 + 650
1. Terletak pada akhir lengkung berlandai - 0,279%
2. Verada jauh ( 1650 - 1550 ) m = 100 m di kanan PVI2
3. Elevasi sumbu jalan = 85,19 – 0,279% . 100
= 84,911 m
• STA 2 + 050
1. Terletak pada akhir lengkung berlandai -0,279%
2. Verada jauh ( 2050 - 1550 ) m = 500 m di kanan PVI2
3. Elevasi sumbu jalan = 85,19 – 0,279% . 500
= 84,79 m
90
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
LAMPIRAN
91
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
92
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
93
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
94
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
95
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
96
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
97
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
98
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
JARAK PANDANG
Jarak Pandang
adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat
mengemudi, sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan
yang membahayakan, maka pengemudi dapat melakukan sesuatu
tindakan untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman jarak pandang
melingkupi :
• Jarak pandang henti
• Jarak pandang menyiap
• Jarak pandang malam dan
• Jarak pandang pada tikungan
• Jarak pandang simpang
Jarak pandang henti
Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk
menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya
halangan di depan. Jalan harus direncanakan sehingga dapat memberikan
jarak pandang yang paling besar atau paling sedikit sama dengan jarak
pandangan henti minimum tersebut.105 cm dan tinggi halangan 15 cm
yang diukur dari permukaan jalan
99
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
100
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
101
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
= 95,54
• Daerah datar
𝑉2
D = 0,278 . V .t + 0,039
𝑎
Dik :
Sehingga
𝑉2
Jh = 0,278 . V .t + 0,039
𝑎
65 2
= 0,278 . 65. 2,5 + 0,039
3,4
= 45,175 + 48,46
= 93,638 m
102
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
Daerah Berlandai
𝑉 2
Jh = 0,278 . Vr .t+( )
245(𝑓𝑚+𝐿)
65 2
= 0,278 . 65 . 2,5+( )
245(0,33+0,05)
= 45,66
𝑉2
Jh = 0,278 . V .t + 0,039
𝑎
65 2
= 0,278 . 65. 2,5 + 0,039
3,4
= 93,638 m
Daerah Berlandai
𝑉 2
Jh = 0,278 . Vr .t+( )
245(𝑓𝑚+𝐿)
65 2
= 0,278 . 65 . 2,5+( )
245(0,33+0,05)
= 45,175 + 45,381
= 90,556
Jd = d1+d2+d3+d4
D2 = 0,278 . V. T2
D3 = 30-75m d4 = 2/3 d2
103
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
T1 = 2,12 + 0,026 x V
= 2,12 + 0,026 x 65
= 3,81
a= 2,052 + 0,0036 x V
= 2,052 + 0,0036 x 65
= 2,28
2,28 . 3,81
D1= 0,278 . 3,81 (65 – 15 + )
2
= 1,059 ( 50 + 4,34 )
= 57,55
D2 = 0,278 + V. T2
T2 = 6,56 + 0,048 x V
= 6,56 + 0,048 x 65
= 9,68
D2 = 0,278 + 65 . 9,2
= 598,278
D3 = 30
D4 = 2/3 . D2
= 2/3 . 598,278
= 398,852
104
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
105
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI
106