You are on page 1of 15

MAKALAH

“LEMBAGA KEUANGAN DI DALAM ERSPEKTIF AL-QUR'AN,


KLASIK, DAN MODERN”
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur Mata Kuliah Manajemen Perbankan
Syariah

Dosen pengampu :

Agus Achmad Faruk, S. Sos., M.M

Disusun oleh :

Chintia Elma Nurlela

Risma Khazijah Putri

Yuliyanti

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM KH RUHIYAT CIPASUNG

2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Dengan
selesainya makalah ini, tidak lepas dari bantuan banyak pihak yang telah memberikan banyak
masukan kepada kami.

Untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Agus Acmad Faruk. S. Sos.,
M.M. selaku dosen mata kuliah Manajemen Perbankan Syariah yang telah bersedia memeriksa
dan mengoreksi makalah kami. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan
makalah ini.

Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi tercapainya
kesempurnaan dari makalah ini.

Cipasung, Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ii

DAFTAR ISI ...............................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................................1

A. Latar Belakang .................................................................................................................1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................................1
C. Tujuan ..............................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................2

A. Konsep Keuangan dalam Al-Quran (Islam)......................................................................2


B. Mengetahui Lembaga Keuangan di Zaman Rosulullah....................................................3
C. Mengetahui Lembaga Keuangan di Zaman Khulafa Rasyidin.........................................6
D. Mengetahui Lembaga Keuangan Pada Masa Dinasti........................................................8
E. Mengetahui Lembaga Keuangan Syariah Modern............................................................8

BAB III PENUTUP.....................................................................................................................11

A. Kesimpulan.......................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................12

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyaknya lembaga keuangan syariah saat ini, baik bank maupun non-bank,
menimbulkan suatu pertanyaan, apakah lembaga keuangan tersebut telah ada konsepnya di
dalam Al-Quran? Dan bagaimana pandangan Al-Quran itu sendiri terhadap fenomena
lemabaga keuangan syari’ah.

Karena keberadaan Al-Quran sangat identik dengan Nabi Muhammad SAW. maka perlu
ditelusuri apakah sudah ada lembaga keuangan pada masa Rasulullah SAW? Hal ini
membutuhkan pengkajian lebih dalam agar diketahui hukum dari pengelolaan lembaga
keuangan syari’ah pada saat ini. Karena setelah Rasulullah SAW wafat, pemerintahan Islam
dilanjutkan oleh beberapa Kholifah, yang tidak lain adalah sahabat-sahabat Rasul sendiri,
maka juga perlu ditelusuri tentang keberadaan lembaga keuangan syariah pada saat itu dan
juga perlu pengkajian pada masa setelah khulafaur rasyidin, yaitu masa kejayaan Bani
Ummayah dan Bani Abbasiyah, agar lebih diketahui lagi bagaimana perkembangan lembaga
keuangan yang mengiringi perkembangan agama Islam. Dan perlu juga dikaji perkembagan
lembaga keuangan syariah pada saat ini, dan bagaimana awal mula berdirinya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Keuangan dalam Al-Quran (Islam)?
2. Bagaimana Lembaga Keuangan di Zaman Rosulullah?
3. Bagaimana Lembaga Keuangan di Zaman Khulafa Rasyidin?
4. Lembaga Keuangan Pada Masa Dinasti
5. Bagaimana Lembaga Keuangan Syariah Modern?
C. Tujuan
1. Mengetahui Konsep Keuangan dalam Al-Quran (Islam)
2. Mengetahui Lembaga Keuangan di Zaman Rosulullah
3. Mengetahui Lembaga Keuangan di Zaman Khulafa Rasyidin
4. Mengetahui Lembaga Keuangan Pada Masa Dinasti
5. Mengetahui Lembaga Keuangan Syariah Modern

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Lembaga Keuangan Dalam Al Qur'an (Islam)

Konsep lembaga tidak disebut secara eksplisit dalam Al- Qur'an. Namun jika dimaksud
lembaga itu sesuatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi serta hak
kewajiban, maka semua lembaga itu disebut secara jelas. Kata-kata seperti kaum, ummat
(kelompok masyarakat), muluk (pemerintah), balad (negeri), suq (pasar) dan sebagainya
mengindi-kasikan bahwa Al-Qur'an mengisyaratkan nama-nama itu memiliki fungsi dan
peran tertentu dalam perkembangan masyarakat. Demikian juga konsep-konsep yang
merujuk kepada ekonomi, seperti zakat, shadaqah, fai", ghanimah, bai, dain, mal dan
sebagainya memiliki konotasi fungsi yang dilaksanakan oleh peran tertentu.

Sebagaimana halnya lembaga politik yang tidak pernah disebut bentuknya apakah itu
kerajaan, republik, federal, nampaknya Al-Qur'an membebaskan kaum Muslimin untuk
memberi bentuk kepada prinsip-prinsip ekonomi yang diangkat darinya, apakah itu
perusahaan, bank, asuransi dan sebagainya. Pada akhimya lembaga- lembaga keuangan
tersebut bertindak seperti individu yang bisa melakukan transaksi ekonomi antara satu
dengan yang lainnya. Dalam fiqih lembaga ini disebut dengan istilah "syakhsyiyah i
tibanyyah atau "syakhsyiyah ma' nawiyyah Dengan demikian lembaga yang bertindak seperti
individu ini memiliki kewajiban yang sama seperti layaknya sebuah individu, seperti
membayar zakat dari keuntungan yang diperoleh dari usahanya.

Dalam hal akhlak, Al-Qur'an menyebutkan secara eksplisit, baik berupa kisah maupun
perintah. Konsep accountability, misalnya, terletak pada ayat yang paling panjang dan berupa
perintah. Demikian pula konsep trust (amanah) dengan keadilan. Sementara untuk menjaga
stabilitas lembaga disebut Al-Quran mengajarkan konsep tindakan tegas (amar ma' ruf nahi
munkar) dan teguran (tawsiah, sabar dan kebenaran). Al-Qur' an juga bahkan menjelaskan
perlunya hirarki manajemen sebagai satu struktur yang rapi untuk melakukan perjuangan
mencapai tujuan lembaga sebagai manifestasi kecintaan Tuhan. Ini menunjukan bahwa
fungsi sebuah lembaga tidak akan berjalan jika akhlak dalam melaksanakan fungsi itu tidak
sebagaimana mestinya. Karena itu dapat disimpulkan bahwa penekanan Al-Qur an terletak

2
bukan pada bentuk lembaga yang merupakan bangunan dari sebuah fungsi, tetapi pada
akhlak/etika lembaga tersebut. Namun kedua metode ini kita pakai dalam melihat
pembentukan dan perkembangan yang terjadi pada lembaga-lembaga, terutama keuangan,
dalam sejarah Islam.

B. Lembaga Keuangan di Zaman Rasulullah

Lembaga Keuangan pada masa Rasulullah menjadi komponen yang tidak bisa
dipisahkan. Karena bagaimana pun juga, Rasulullah SAW adalah sebuah aplikasi Al-Qur'an
di dunia nyata.

Sejak zaman Rasulullah SAW. praktek-praktek seperti pembiayaan telah ada, yakni
menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan
bisnis serta melakukan pengiriman uang. Dengan demikian, fungsi utama perbankan modern,
yaitu menerima deposit, menyalurkan dana dan melakukan transfer dana telah menjadi
bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW yang dikenal dengan julukan al-Amin dipercaya oleh masyarakat
Makkah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum hijrah ke Madinah,
Beliau meminta Ali Bin Abi Thalib r.a. untuk mengembalikan semua titipan itu kepada para
pemiliknya. Dalam konsep ini, pihak yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan.

Oleh karena itu seorang sahabat Rasulullah SAW yakni Zubair bin al-Awwanm r.a.
memilih tidak menerapkan konsep menerima titipan harta, ia lebih suka menerimanya dalam
bentuk pinjaman. Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda, yakni:

a) Dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman, ia mempunyai hak untuk


memanfaatkannya
b) Karena bentuknya pinjaman, ia berkewajiban untuk mengembalikannya secara
utuh.

Dalam riwayat yang lain disebutkan, Ibnu Abbas r.a. juga pernah melakukan pengiriman
uang dari Makkah ke adiknya Mis 'ab bin Zubair r.a. yang tinggal di Irak.

Sejak zaman Rasulullah SAW, terdapat lembaga keuangan yang mengurusi kepentingan
masyarakat, yaitu Baitul Maal dan Wilayatul Hisbah :

3
a) Baitul Maal

Lembaga Baitul Maal merupakan lembaga bisnis dan sosial yang pertama
dibangun oleh Nabi. Lembaga tersebut berfungsi sebagai tempat penyimpanan dana.
Aktivitas dari lembaga keuangan tersebut yakni proses penerimaan pendapatan
(revenue collection) dan pembelanjaan (expenditure) secara transparan dan bertujuan
seperti apa yang disebut sekarang sebagai welfare oriented. Konsep ini merupakan
konsep yang sangat baru kala itu, mengingat konsep sebelumnya masyarakat
mengumpulkan pajak- pajak dan pungutan hanya untuk para penguasa atau para raja.
Para penguasa di sekitar Jazirah Arabia seperti Romawi dan Persia menarik upeti dari
rakyat dan dibagi untuk para raja serta kepentingan kerajaan. Sedangkan mekanisme
Baitul Maal, tidak saja untuk kepentingan umat Islam, tetapi juga untuk melindungi
kepentingan kafir dhimmi.

Dalam menafsirkan Baitul Maal, para ahli ekonomi Islam dan sarjana ekonomi
Islam memiliki perbedaan dalam menafsirkannya Sebagian berpendapat, bahwa
Baitul Maal itu semacam bank sentral, seperti yang ada saat ini. Tentunya dengan
berbagai kesederhanaannya karena keterbatasan yang ada. Sebagian lagi berpendapat,
bahwa Baitul Maal itu semacam menteri keuangan atau bendahara negara. Hal ini
mengingat fungsinya untuk menyeimbang-kan antara pendapatan dan pembelanjaan
negara.

Namun dari berbagai pendapat tersebut, intinya kehadiran lembaga ini membawa
pembaruan yang besar. Dana-dana umat yang bersumber dari dana sosial, baik yang
wajib seperti zakat, jizyah dll. maupun yang tidak wajib seperti sedekah, denda (dam)
dikumpulkan melalui lembaga Baitul Maal dan disalurkan untuk kepentingan umat.

Arahan-arahan dari nabi Muhammad SAW mengenai pemungutan dan


pendistribusian kekayaan negara memberikan bentuk kesucian pada Baitul Maal
Lembaga ini sampai diidentifikasi sebagai lembaga trust (kepercayaan) umat Islam
dengan khalifah sebagai trustee. Ia bertanggung jawab atas setiap sen uang yang
terkumpul dan pendistribusiannya. Bagaimana pun dengan terjadinya degenerasi di
kalangan umat Islam konsep ini menjadi kabur dan oleh penguasa yang korup,
menjadikan Baitu Maal untuk kepentingan pribadi mereka.

4
b) Wilayatul Misbah

Wetul Hizbah merupakan lembaga pengontrol Wilayatul pemerintahan. Pada


masa nabi fungsi lembaga kontrol ini dipegang langsung oleh beliau. Konsep lembaga
kontrol ini merupakan fenomena baru bagi masyarakat Arab, mengingat waktu itu,
kerajaan hampir sama sekali tidak memiliki lembaga kontrol. Rasulullah berperan
langsung sebagai penyeimbang kegiatan muamalah, baik ekonomi, politik maupun
sosial. Rasulullah selalu menegur bahkan melarang langsung praktik bisnis yang
sifatnya merusak harga dan menzalimi. Pelarangan riba, monopoli, serta menimbun
barang dan sejenisnya menjadi bukti nyata bahwa terdapat lembaga pengontrol
aktivitas bisnis.

Keberadaan lembaga ini menjadi sangat strategis dan penting mengingat


kepentingan umat yang lebih besar. Diriwayatkan Rasulullah pemah menegur
seseorang yang menjual kurmanya dengan harga yang berbeda di pasar. Beliau juga
menolak permintaan sahabatnya untuk menentukan harga yang layak bagi kaum
Muslimin karena harga-harga yang ada dipasar terlalu tinggi. Diriwayatkan dari Anas
bahwa ia berkata: Harga pernah mendadak naik pada masa Rasulullah SAW. Para
sahabat mengatakan,

"Wahai Rasulullah, tentukan harga untuk kita. Beliau menjawab, "Sesungguhnya


Allah itu penentu harga, penahan dan pencurah serta pemberi rizki. Aku
mengharapkan dapat menemui Tuhanku di mana salah seorang dari kalian tidak
menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta." (H.R. Tirmidzi).

Pembangunan Etika Bisnis

Terdapat nilai-nilai dan prinsip-prinsip bisnis yang luhur dalam melakukan pembangunan
etika bisnis Rasulullah SAW, karena dalam hal melakukan kegiatan bisnisnya Rasulullah
selalu berpegangan teguh dengan Al Qur an.

Di samping itu adalah kelebihan Rasulullah SAW untuk mempraktekkan dan


memberikan contoh penerapan etika bisnis di dunia usaha yang riil dan berwawasan global
(pada jamannya jauh sebelum Beliau mengajarkan prinsip dan etika bisnis kepada umatnya
setelah menjadi Rasul kelak. Diriwayatkan oleh Abdurrazak dalam Sirah Ibn Hisham bahwa

5
Rasulullah SAW pemah bersabda: "para pengusaha yang jujur (dan menjunjung tinggi etika
bisnis) kelak akan bersama para nabi, syuhada dan shalihin di surga". Dapat dimengerti
betapa besarnya pahala yang dijanjikan oleh Allah SAW untuk para pengusaha yang jujur.

Karena memang hanya dengan jujurnya para pengusaha dan bersihnya para birokrat
dunia usaha akan maju dan berkembang dengan baik. Sebaliknya seandainya kedua aktor
utama dunia usaha ini dalam hubungannya banyak diwarnai dengan kolusi, korupsi dan
manipulasi atau kesalahan prosedur yang disengaja maka itulah pertanda dari tidak sehatnya
dunia usaha. Dimana pada gilirannya nanti akan mengakibatkan tidak transparannya dunia
usaha, ekonomi biaya tinggi, kebocoran uang negara dalam jumlah yang sangat besar serta
terpusatnya aset nasional yang hanya mengarah pada segelintir pengusaha atau pejabat.

C. Lembaga Keuangan di Zaman Khulafa Rasyidin

Sepeninggal Rasulullah, tradisi yang sudah dibangun oleh Nabi diteruskan oleh para
khalifah dimasa Khulafa Rasyidin. Dimulai oleh Abu Bakar yang meneruskan kebiasaan
memungut zakat sebagai bagian dari ajaran Islam dan menjadi sumber keuangan negara terus
ditingkatkan. Berbagai tantangan untuk Khalifah Abu Bakar seperti pertentangan para
pembangkang yang menolak membayar zakat atau berfikir bahwa zakat hanya berlaku pada
masa Rasul menimbulkan terjadinya peperangan antara sahabat yang taat kepada
kepemimpinan beliau melawan orang-orang yang membangkang atas perintah zakat.

Bahkan sampai terjadi peperangan antara sahabat yang taat kepada kepemimpinan beliau
melawan orang-orang yang membangkang atas perintah zakat (kaum riddah). Para
pembangkang yang menganggap bahwa kebiasaan membayar zakat merupakan kewajiban
yang dibayar pada masa Rasulullah. Tindakan khalifah ini didukung oleh hampir seluruh
kaum Muslimin yang berakhir pada kembalinya kaum Muslimin ke jalan yang benar.

Pada masa khulafa Rasyidin selanjutnya yakni masa Khalifah Umar bin Khattab, lembaga
Baitul Maal semakin mapan keberadaannya. Khalifah Umar meningkatkan basis
pengumpulan dana zakat serta sumber-sumber penerimaan lainnya. Sistem administrasinya
sudah mulai dilakukan penerbitan. Khalifah Umar juga memiliki kepedulian yang tinggi atas
kemakmuran rakyatnya. Dikisahkan bahwa beliau mendatangi langsung rakyatnya yang
masih miskin serta membawakan langsung makanan untuk rakyatnya. Ucapan beliau yang

6
sangat terkenal yakni, "Jika ada keledai yang terperosok di Iraq, ia akan ditanya Tuhan
mengapa ia tidak meratakan jalannya.

Pada masa Umar pula mulai dilakukan penertiban gaji dan pajak tanah. Terkait dengan
masalah pajak, Umar membagi warga negara menjadi dua bagian. Bagian pertama warga
negara muslim dan bagian kedua warga non muslim yang damai (dhimm). Bagi warga negara
muslim, mereka diwajibkan membayar zakat, sedangkan yang dhimmi diwajibkan membayar
kharaj dan jizyah.

Bagi muslim diperlakukan hukum Islam dan bagi dhimmi diperlakukan menurut adat dan
kebiasaan yang berlaku. Agar situasi tetap terkendali, Umar menetapkan wilayah jazirah
Arab untuk muslim dan wilayah luar jazirah Arab untuk non muslim. Sedangkan untuk
mencapai kemakmuran yang merata, wilayah Syiria yang pade penduduknya dinyatakan
tertutup untuk pendatang baru.

Pada masa Umar pula mata uang sudah mulai dibuat. Um sering berjalan sendiri untuk
mengontrol mekanisme pasar. Apaka telah terjadi kedzaliman yang merugikan rakyat dan
konsume Kalah memberlakukan kuota perdagangan kepada p perdagangan dari Romawi dan
Persia karena kedua negara tersebu memperlakukan hal yang sama kepada para pedagang
Madinah Kebijakan ini sama dengan Sistem perdagangan internasional modem yang dikenal
dengan principle of reciprocity.

Umar juga menetapkan kebijakan fiskal yang sangat popula tetapi mendapat kritikan dari
kalangan sahabat ialah menetapkan tanah taklukan Iraq bukan untuk tentara kaum Muslimin
sebagaimana biasanya tentang ghanimah, tetapi dikembalikan kepada pemiliknya Khalifah
kemudian menetapkan kebijakan kharaj (pajak bumi) kepada penduduk Iraq tersebut.

Semua kebijakan khalifah Umar Bin Khattab ditindak lanjut oleh khalifah selanjutnya,
yakni Usman Bin Affan dan Ali Bin Abi Tholib. Sangat menarik untuk diperhatikan ialah
bahwa Lembaga Keuangan Baitul Maal masih berfungsi sangat strategis sebagaimana
mestinya baik Masa Rasulullah maupun Khulafa' al-Rashidin. Melalui Baitul Maalini, para
pemimpin Islam ini sangat serius dan mampu dalam mengentaskan kemiskinan umat dan
membangun Sistem moneter Islami. Kesejahteraan rakyat menjadi fokus utama dalam
pembangunan ekonomi.

7
D. Lembaga Keuangan Pada Masa Dinasti

Ketika Ali bin Abi Thalib wafat dan diganti oleh Mu’awiyah, lalu diteruskan oleh
anaknya, Yazid maka lembaga syuro lembaga syuro dalam politik pemerintahan Islam telah
bergeser menjadi dinasti/kerajaan. Meskipun berubah, tetapi fungsi Baitul Maal tetap
berjalan sebagaimana mestinya. Kecuali bahwa mulai terjadi disfungsi pada pengeluaran-
pengeluaran disebabkan tingkat ketaatan agama mulai menurun. Hanya satu khalifah pada
dinasti ini yang dikagumi karena keadilan dan keshalehannya, yaitu Umar bin Abdul Aziz,
walaupun masa pemerintahannya sukup singkat yaitu 2,5 tahun, namun ia mampu
mendistribusikan pendapatan sedemikian rupa sehingga dapat mensejahterakan rakyatnya,
sehingga pada masa itu susah mencari orang yang menerima zakat. Dinasti Umayah di
Damaskus berakhir dengan naiknya dinasti Abasiyah, sepanjang pemerintahannya terjadi
perubahan pola ekonomi, sehingga disalah satu khalifahnya menciptakan standar uang bagi
kaum muslimin dikarenakan ada kecenderungan orang menurunkan nilai uang emas dan
perak, serta mencampurkan dengan logam yang lebih rendah. Pada zaman keemasan dinasti
ini fungsi Baitul Maal telah merambah kepada pengeluaran untuk riset ilmiah dan
penerjemahanbuku-buku Yunani, selain untuk biaya pertahanan dan anggaran rutin pegawai.

Dinasti Abasiyah pudar berganti dengan Turki Saljuq di Asia Tenggara, Sasanid di
Cordova dan Fathimiyah di Mesir dan berakhir Turki Usmani di Istambul. Selama itu
fungsi Baitul Maal berkembang menjadi perbendaharaan negara dan pengatur kebijakan
fiskal dan moneter. Runtuhnya Dinasti Usmaniyah di Turki menandakan menangnya
kolonialisme di negeri-negeri Islam, baik secara fisik dan pemikiran. Karena itu meskipun
kemudian negeri-negeri Islam merdeka dari penjajahan, namun Baitul Maal tidak pernah
muncul lagi.

E. Lembaga Keuangan Syariah Modern

Bagaimanapun penjajahan di negara-negara Islam telah berhasil mengubah sistem


pemerintahan, politik dan ekonomi. Meskipun sudah banyak negara Islam yang berhasil
merdeka, namun sisa-sisa penjajahan masih sangat terlihat dalam sistem ekonomi dan sosial.
Mereka dapat merdeka secara politik namun mungkin tidak secara ekonomi dan sosial
kemasyarakatan. Para pemimpin negara-negara Islam pasca kolonialisme umumnya mereka
yang telah mengenyam pendidikan dari penjajahnya. Paham sekularisme yang menjadi

8
doktrin kaum penjajah, secara tidak langsung mempengaruhi pola pikir dan bahkan
akidahnya. Sehingga sistem pemerintahannya masih menjiplak sistem pemerintahan kaum
penjajah. Bahkan nama Baitul Maal- pun sudah tersingkir dari kosa kata pemerintahan
mereka. Sistem ekonomi umumnya tidak bisa terlepas dari sistem politik. Warisan kaum
penjajah telah membentuk watak negara Islam menjadi individualis dan sekuler. Warisan
ekonomi sebagai akibat penjajahan, membawa masalah baru yang akan terus terjadi seperti
pengangguran, inflasi terpisahnya agama dan ekonomi serta politik. Berbagai warisan
tersebut ternyata tidak mampu membawa negara berhasil dalam pembangunan ekonomi.
Akhirnya negara Islam mencoba mencari terobosan baru untuk keluar dari masalah
ekonomi.  Yang lebih menarik upaya mencari solusi tersebut dikaitkan dan dikembalikan
kepada ideologi. Konsep kembali ke ideologi ini berangkat dari kesadaran para pemimpin
negara Islam, bahwa sistem ekonomi kaum penjajah tidak dapat mengatasi masalah.

Dalam bidang keuangan misalnya, ditemukan terminologi baru. Jika sistem bunga yang
ribawi telah dikenalkan oleh kaum penjajah seiring dengan menghilangnya Baitul Maal
dalam khazanah kenegaraan, maka kesadaran ini telah mengerahkan sistem keuangan yang
bebas riba. Gerakan lembaga keuangan yang bebas riba dengan sistem modern yang pertama
kali terdapat di desa Mith Gramer, tepi sungai Nil di Mesir. Didirikan pada tahun 1969 oleh
DR. Abdul Hamid al-Naghar. Bank ini semula hanya menerima simpanan lokal. Bank ini
tidak beroperasi dalam waktu lama. Karena masalah manajemen yang melilitnya, maka bank
ini terpaksa ditutup. Bagaimanapun juga, bank dengan sistem bagi hasil ini telah mencatatkan
sejarah yang berharga dalam khazanah ekonomi dan keuangan Islam. Kelahiran bank ini
telah mengilhami diadakannya konferensi ekonomi Islam yang pertama pada tahun 1975 di
Mekah. Dua tahun kemudian lahir Bank.

Pembangunan Islam (Islamic Development Bank/IDB). Kelahiran IDB merupakan hasil


serangkaian kajian yang mendalam dari pakar ekonomi dan keuangan juga para ahli hukum
Islam. Negara yang tergabung dalan Organisasi Konferensi Islam (OKI) menjadi motor
berdirinya IDB. Mesirlah yang pertama kali mengusulkan pendiriannya.

Pada sidang Menteri Luar Negeri negara anggota OKI di Karachi Pakistan tahun 1970,
Mesir mengusulkan perlunya mendirikan Bank Islam Dunia. Usulan tersebut ditulis dalam
bentuk proposal yang berisi tentang studi pendirian Bank Islam Internasional untuk

9
perdagangan dan pembangunan senta pendirian Federasi Bank Islam.Hasil kajian dari
proposal tersebut ditindaklanjuti pada sidang Menteri Luar Negeri negara OKI pada tahun
1973 di Benghazi Libya. Dalam sidang ini, terjadi kesepakatan tentang pentingnya OKI
memiliki bidang khusus yang menangani masalah ekonomi dan keuangan. Pada tahun yang
sama, komite ahli wakil dari negara-negara penghasil minyak bertemu kembali untuk
membicarakan secara lebih rinci rencana pendirian Bank Islam. Namun Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangganya baru selesai dibicarakan pada pertemuan lanjutan kedua tahun
1974.

Ada sidang Menteri Luar Negeri negara-negara anggota OKI pada tahun 1975 di Jeddah
telah menyetujui pendirian Bank Islam Internasional dengan nama Islamic Bank
Development (IBD) dan resmi berdiri pada tanggal 20 Oktober 1975. Modal disetor awalnya
2 milyar dinar, yang berasal dari semua anggota OKI. Pada awal tahun berdirinya, IDB
masih banyak mengalami kendala karena faktor politik. Namun demikian, IDB juga
mengalami perkembangan keanggotaannya, yakni dari 22 negara menjadi 44 negara. IDB
telah berhasil memberikan pinjaman bebas bunga kepada para anggotanya terutama untuk
pembangunan infrastruktur sebanding dengan partisipasi modalnya. Pada tahap awal model
pembiayaannya masih menggunkan sistem ijarah dan murabahah. Tujuan utama IDB adalah
untuk memupuk dan meningkatkan perkembangan ekonomi dan sosial negara-negara
anggota dan masyarakat muslim secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan
prinsip syariat Islam. Fungsi utama bank ini berperan serta dalam modal usaha dan bantuan
cuma-cuma untuk proyek produksi dan perusahaan di samping memberikan bantuan
keuangan bagi negara-negara anggota dalam bentuk lain untuk perkembangan ekonomi dan
sosial.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam lembaga keuangan, Al-Qur’an memberikan aturan-aturan dasar, agar transaksi


ekonomi dalam lembaga keuangan tersebut tidak sampai melanggar norma/ etika. Lebih jauh
dari itu, transaksi ekonomi dan keuangan lebih berorientasi pada keadilan dan kemakmuran
umat. Pada zaman Rasullah SAW kegiatan praktek-praktek seperti menerima titipan harta,
meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan
pengiriman uang, telah lazim dilakukan.

Lembaga keuangan yang ada pada masa Rasulullah yaitu Baitul maal dan wilayatul
hisbah. Rasulullah SAW adalah seorang yang sangat menjunjung nilai-nilai Al-Quran dalam
menjalankan bisnisnya (aktivitas perniagaan) . Kemudiaan ketika Rasulullah wafat, lembaga
keuangan yang diteruskan pada zaman Khulafaur Rasyidin. Dalam prakteknya masih tetapi
seperti tradisi yang Rasulullah lakukan, tetapi pada zaman ini,ada perkembangannya.
Selanjutnya setelah zaman Khulafaur Rasyidin berakhir dilanjutkan pada zaman Dinasti,
yaitu Dinasti Umayah dan Dinasti Abasiyah.

Pada zaman Dinasti ini fungsi lembaga keuangan hampir sama dengan zaman-zaman
sebelumnya, tetapi pada zaman ini ada perubahan pola ekonomi. Setelah peradaban Dinasti
berakhir maka berlanjut pada masa modern, Lembaga keuangan modern ini mengarah kepada
sistem keuangan yang bebas riba, daimana pada zamannya kaum penjajah telah mengenalkan
sisitem ribawi karenan hal ini seiring dengan menghilangnya Baitul Maal dalam khazanah
kenegaraan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Acmad F Agus. Manajemen Perbankan Syariah. Tasikmalaya

Muhammad.  2003. Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarka: UPP AMP YKPNIr.

Adiwarman A. Karim . 2010. Bank Islam . Jakarta : Raja Grafindo.

Nouruzzaman Shiddiqi. 1986. Tamadun Muslim, Jakarta: Bulan Bintang,

M. Abdul Manan. 1993. Islamic Economic Theory and Practice.Terjemahan M.


Nastangin, Yogyakarka: Dana Bakti Wakaf.
http://kembaraqolbu.wordpress.com/2010/08/22/etika-bisnis-ala-rasulullah-saw/
Surawardi K. Lubis, 2000, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta, Sinar Grafika.
Muhammad Ridwan, 2004, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, UII Pres, Jogjakarta.
Siti Maryam dkk, 2002, Sejarah Peradaban Islam, Jogjakarta, Fakultas Adab IAIN
Sunan Kalijaga dan LESFI.
Lestari Dwi. 2013. Lembaga Keuangan dalam Persperktif Al-Quran klasik dan modern.
Metro. STAIN Jurai Siwo Metro.

12

You might also like