You are on page 1of 35

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok

Mata kuliah : Bahasa Indonesia

Dosen pengampu : Ewin Sanjaya Gajah, M.Pd.

Disusun oleh:

KELOMPOK 1

Indah Rizka Rahim Zega 0301192106

Krisna Bayu 0301221002

Tri Sugiono 0301221003

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATRA UTARA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya untuk Allah yang telah memberikan rahmat dan hidayah sehingga
kami kelompok 1 bisa menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Shalawat beriringkan salam
kita berikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Terima kasih saya haturkan kepada dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia,
Bapak Ewin Sanjaya Gajah, M.Pd. . Dengan arahan serta bimbingan yang telah ibu berikan
kami dapat menyiapkan makalah ini.

saya haturkan Terima Kasih terhadap seluruh yang menolong pembuatan makalah ini.
Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan mereka. Harapan penulis semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik masa kini maupun masa akan datang. Kritik dan
saran yang bersifat membangun dari para pembaca sangat kami harapkan.

Medan, 20 maret 2023

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

1.1........................................................................................................................................
Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2........................................................................................................................................
Tujuan Penulisan............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3

2.1 Sejarah dan Perkembangan Bahasa Indonesia Pada Zaman Pra kemerdekaan............3
2.2 Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman Kemerdekaan.....................................6
2.3 Perkembangan Bahasa Indonesia pada Zaman reformasi sampai sekarang ................12

BAB III PENUTUP...........................................................................................................31

3.1 Kesimpulan...................................................................................................................31
3.2 Saran.............................................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumpah Pemuda yang dihasilkan Kongres Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928
berisi tiga deklarasi tentang nasionalisme Indonesia terkait dengan kesatuan bangsa, kesatuan
tanah air, dan bahasa persatuan Indonesia.

Kebermaknaan Sumpah Pemuda sebagai deklarasi atas kebangsaan, tanah air, dan
bahasa, karena kita bangsa Indonsia terdiri atas beribu-ribu pulau (13 ribu lebih), banyak
suku bangsa (652), beratus-ratus bahasa daerah (742), serta beragam keyakinan keagamaan.
Oleh karena itu, bangsa Indonesia mengenal falsafah bhinneka tunggal ika. Antara bahasa
Indonesia dengan rasa kebangsaan Indonesia terdapat hubungan kejiwaan yang saling
menentukan (Muslich dan Oka, 2010: 72).

Bahkan dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan simbiosis antara bahasa Indonesia
dan nasionalisme kita. Kesamaan lingua franca (bahasa Melayu) antarsuku bangsa turut
memicu lahirnya nasionalisme kita, dan sebaliknya nasionalisme kita memperkuat posisi
bahasa Melayu sebagai lingua franca yang akhirnya menjadi bahasa nasional bangsa
Indonesia.

Indonesia merupakan sebuah negara berkembang di kawasan Asia Tenggara. Dengan


letak geografis Negara Indonesia yang terdiri dari beberapa pulau yang terpisah oleh lautan,
mengakibatkan Indonesia memiliki banyak sekali perbedaan. Budaya yang berbeda dan
bahasa yang berbeda menjadi keunikan tersendiri bagi Negara Indonesia itu sendiri.

Apabila ditinjau dari prespektif historis Negara Indonesia, bahasa Indonesia diadopsi
dari prototipe bahasa Melayu. Bahasa Melayu merupakan salah satu bahasa daerah yang
berada di Negara Indonesia. Bahasa Melayu telah dipakai sebagai lingua franca selama
berabadabad sebelumnya di seluruh kawasan tanah air kita. Berdasarkan bukti-bukti sejarah
yang ditemukan, seperti: prasasti yang ditemukan di Palembang, Jambi dan Bangka, dapat
diambil sebuah analisia bahwa bahasa Melayu sudah dipergunakan sejak dulu di beberapa
wilayah Indonesia khususnya di wilayah-wilayah sumatera dan terdapat beberapa kerajaan
besar yang berpengaruh pada saat itu. Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar
yang terletak di wilayah Sumatera. Seiring dengan kejayaan kerajaan Sriwijaya, bahasa
Melayu mengalami perkembangan yang signifikan. Perubahan sosio kultural pada tata
kehidupan masyarakat terus berlangsung searah dengan perkembangan zaman, termasuk
perubahan kedudukan bahasa Melayu bagi bangsa Indonesia. Pada saat perjuangan
kemerdekaan, bangsa Indonesia memerlukan alat pemersatu dalam berinteraksi antar suku
bangsa yang ada di Indonesia.

Dipilihlah bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu bangsa di Indonesia. Pada


peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 ditetapkan bahasa Melayu menjadi
bahasa Indonesia. Penetapan itu pun merupakan awal bahasa Indonesia berkedudukan
sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia pertama kali di akui sebagai bahasa nasional

1
bertepatan dengan sebuah peristiwa bersejarah dalam perjalanan Bangsa Indonesia, peristiwa
tersebut sering kita kenal dengan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Tujuan dari
lahirnya bahasa Indonesia pada saat sumpah pemuda pada dasarnya agar bangsa Indonesia
memiliki bahasa persatuan yang dapat mempersatukan bangsa Indonesia melalui bahasa yang
dilatar belakangi oleh banyaknya bahasa daerah yang ada. Sebelum adanya bahasa Indonesia,
belum ada bahasa yang memiliki fungsi untuk mempersatukan bangsa dalam prespektif
persatuan dan kesatuan bangsa.

Berkaitan dengan tema tulisan ini, yaitu sejarah dan perkembangan bahasa indonesia,
permasalahan yang dibahas adalah sejarah bahasa Indonesia pra kemerdekaan, pada masa
kemerdekaan dan pada masa reformasi, Tulisan ini dibuat sebagai hasil kajian pustaka atas
topik ini.

1.2 Tujuan Penulisan


Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas kelompok dalam mengikuti proses
pembelajaran mata kuliah Bahasa Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Dan Perkembangan Bahasa Indonesia Pada Zaman Pra Kemerdekaan
A. Sejarah Bahasa Indonesia

Kongres II bahasa Indonesia tahun 1954 mengakui bahwa bahasa Indonesia


berasal dari bahasa Melayu. Dalam catatan bahwa bahasa Melayu memiliki sejarah
yang cukup panjang. Dari batubatu bertulis yang ditemukan, seperti Kedukan Bukit,
Talang Tuwo, Kota Kapur, Karang Brahi, Gandasuli, Bogor, dan Pagaruyung, maka
yang paling awal bertahun 683 M. Hal ini menunjukkan bahwa sejak abad ke-7, bahasa
Melayu sudah ditemukan dalam tulisan dengan aksara Pallawa (Collins, 2009: 78;
Adul, 1981: 1-2).

Dari bukti ini dapat diduga bahwa secara lisan beberapa abad sebelumnya bahasa
Melayu sudah digunakan masyarakat penuturnya (orang Melayu). Ada 5 faktor yang
mendorong tersebarnya bahasa Melayu di nusantara ini. Pertama, bahasa Melayu
adalah bahasa yang digunakan oleh kerajaan Sriwijaya sebagai salah satu kerajaan di
nusantara ini yang berpusat di Sumatera bagian Selatan dan Riau (Ophuijsen, 1983).
Kerajaan Sriwijaya pada masanya pernah menguasai wilayah yang cukup luas di
nusantara ini, sehingga bahasa Melayu sebagai bahasa kerajaan menyebar seiring
dengan meluasnya wilayah kerajaan Sriwijaya.

Faktor kedua, pusat kerajaan Sriwijaya merupakan wilayah pusat perdagangan


internasional. Di wilayah ini terjadi pertemuan dagang antarpedagang di nusantara ini
dengan pedagang yang datang dari luar nusantara. Dalam pertemuan perdagangan
tersebut terjadi komunikasi dengan menggunakan bahasa Melayu sehingga secara tidak
langsung para pedagang dari pelosok nusantara ini dan juga pedagang yang datang dari
luar, mau tidak mau mesti berkomunikasi dalam bahasa Melayu.

Faktor ketiga, pusat kerajaan Sriwijaya menjadi pusat pendidikan, kebudayaan,


dan keagamaan agama Buddha. Sebagai pusat pembelajaran agama Buddha, membuat
wilayah ini didatangi oleh para pembelajar agama Buddha dari berbagai wilayah,
termasuk yang berasal dari Cina, Champa dan Kamboja dengan bahasa pengantar
bahasa Melayu Kuno. Dalam kaitan ini terjadilah persentuhan antara penutur bahasa
Melayu dengan penutur yang berbahasa asing. Sebagai pusat pendidikan, kebudayaan,
dan keagamaan, intensitas hubungan berbahasa sangat kuat sehingga berdampak
terhadap penguasaan dan pemakaian bahasa Melayu.

Faktor keempat, letak geografis kerajaan Sriwijaya ini di selat Melaka menjadi
pintu masuk para pedagang dari dan ke nusantara sehingga frekuensi dan intensitas
pertemuan dan komunikasi sangat tinggi di jalur ini.

Faktor kelima adalah bahasa dan sastra Melayu. Bahasa Melayu memiliki sistem
bahasa yang sangat sederhana, tidak mengenal tingkat kebahasaan, serta terbuka,

3
sehingga mudah dipelajari, sedangkan dari segi kesusastraan, sastra Melayu sudah
demikian tinggi yang berarti bahwa bahasa Melayu sudah mempunyai tradisi
kesusastraan yang sudah sangat baik.

Kelima faktor di atas yang membuat bahasa Melayu tersebar dan digunakan di
nusantara ini dalam komunikasi antarsuku dan antarbangsa, bagi kepentingan
perdagangan, kebudayaan, pendidikan, dan keagamaan. Dalam kondisi ini
memposisikan bahasa Melayu tidak hanya sebagai bahasa daerah, tetapi sudah menjadi
bahasa perantara ‘lingua franca’ dari berbagai suku dan bangsa yang berbeda bahasa di
nusantara ini. Bahkan oleh Van Ophuijsen (1983) disebutnya sebagai bahasa
internasional.

Pendidikan sebagai bentuk politik etis dari pemerintah Hindia Belanda di


nusantara dengan bahasa pengantar adalah bahasa daerah yang bersifat lokal, bahasa
Melayu, dan bahasa Belanda. Pelaksanaan pendidikan ini dapat dinikmati oleh rakyat di
tanah air maupun oleh segelintir rakyat di Belanda dalam bidang hukum, kedokteran,
ekonomi, dan teknik menumbuhkan benih-benih nasionalisme dalam tubuh rakyat dan
masyarakat. Tumbuh rasa hak asasi sebagai manusia yang harus merdeka dari
penjajahan. Rasa nasionalisme ini berpadu dengan rasa anti penjajahan yang dilakukan
oleh berbagai gerakan pemberontakan dan peperangan dengan berbagai tokohnya.
Kristalisasi dari nasionalisme dan anti penjajahan ini dituangkan dalam satu deklarasi
nasionalisme hasil Kongres Pemuda Indonesia, 28 Oktober 1928 berupa Sumpah
Pemuda.

Ketika pembahasan dalam Kongres Pemuda Indonesia tersebut dijelaskan bahwa


tidak ada satu pun dari para pemuda yang berasal dari semua daerah di nusantara ini
yang keberatan menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan dan sebagai
bahasa nasional Indonesia. Sumpah Pemuda dengan 3 deklarasi tersebut oleh A. Teeuw
disebut sebagai pentasmiahan nama Indonesia bagi bangsa, tanah air, dan bahasa
sehingga dengan peritiwa ini memposisikan bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan
dan bahasa nasional bangsa Indonesia.

Pendirian Komisi Bacaan Rakyat tahun 1908 dan kemudian diubah menjadi Balai
Pustaka pata tahun 1917 sebagai lembaga pemerintah Hindia Belanda yang
menerbitkan dan menyediakan bahan bacaan rakyat dalam berbagai sektor kehidupan
dalam bahasa Melayu membuat berkembangnya dan tersebarnya bahasa Melayu di
seluruh wilayah nusantara. Demikian pula terbitnya majalah Pujangga Baru oleh Sutan
Takdir Alisjahbana dan kawan-kawan yang berwawasan nasionalisme dan kebudayaan
modern menjadikan bahasa Indonesia sebagai media perjuangan bangsa bagi kemajuan
kehidupan yang maju dan modern juga memberi andil dalam perkembangan dan
pertumbuhan bahasa Indonesia. Masa pendudukan Jepang di wilayah Hindia Belanda
setelah Jepang mengalahkan Belanda nusantara ini merupakan masa yang amat berarti
bagi perkembangan bahasa Indonesia. Jepang sebagai penguasa baru tidak ingin segala
hal yang berbau Belanda digunakan, termasuk bahasa. Jepang berkeinginan agar bahasa
Jepang yang digunakan di wilayah pendudukan ini. Namun penguasaan bahasa tidak

4
semudah menguasai suatu wilayah, penguasaan dan penggunaan bahasa memerlukan
proses yang panjang. Dalam kondisi transisi ini, pertimbangan yang sangat realistis
adalah digunakannya bahasa pribumi.

Dalam hal ini, dipilihlah bahasa Melayu (Indonesia) sebagai bahasa dalam
pemerintahan dan pendidikan atau pengajaran sehingga pada masa pendudukan Jepang
ini bahasa Indonesia digunakan secara resmi sebagai bahasa pemerintahan dan
pendidikan atau pengajaran. Perjuangan pergerakan kemerdekaan yang dilakukan oleh
rakyat Indonesia, baik perlawanan fisik berupa peperangan maupun dalam bentuk
politik, ditunjang pula oleh perkembangan dan kondisi wilayah Hindia Belanda di
nusantara ini. Kekalahan Belanda atas Jepang dan kemudian kekalahan Jepang atas
sekutu menyebabkan terjadinya kevakuman kekuasaan di wilayah Hindia Belanda ini.

Kondisi ini dimanfaatkan oleh para pejuang untuk memproklamasikan diri


menjadi negara dan bangsa yang merdeka dan berdaulat oleh Bapak Soekarno – Hatta
atas nama rakyat Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Sidang PPKI pada tangal 18
Agustus 1945 menetapkan UUD RI 1945 serta mengangkat Ir. Soekarno dan Drs. Muh.
Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI. Dalam UUD 1945 bab 15 pasal 36
ditetapkan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Dengan demikian, dapat
kita ketahui bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu sebagai salah satu
bahasa daerah di nusantara ini, kemudian berkembang menjadi bahasa perantara ‘lingua
franca’ antarmasyarakat. Kemudian Kongres Pemuda Indonesia, 28 Oktober 1928
menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional bangsa
Indonesia. Setelah merdeka, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi Negara.
Berkaitan dengan hal tersebut Slametmulyana mengemukakan bahwa dipilihnya bahasa
Melayu yang dijadikan bahasa nasional Indonesia karena 4 faktor, yaitu (1) bahasa
Melayu sudah merupakan lingua franca di nusantara. (2) sistem bahasa Melayu
sederhana sehingga mudah dipelajari. (3) suku Jawa, suku Sunda, dan suku lainnya
dengan suka rela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional, dan (4) bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai
bahasa kebudayaan dalam arti luas (Arifin dan Tasai, 2008: 8). Di samping itu,
Moeliono (1981: 44) mengemukakan bahwa bahasa Melayu bukan merupakan bahasa
asing di nusantara, dan karena bahasa Melayu merupakan bahasa dengan penutur yang
sangat kecil (4,9%) sementara bahasa Jawa digunakan oleh penutur 47% dan bahasa
Sunda digunakan oleh penutur 14.5% sehingga tidak ada perasaan kalah dan menang,
sehingga dalam hubungan ini, Sutan Takdir Alisjahbana mengatakan sebagai mukjizat
dan Sapardi Djoko Damono menganggap sebagai keajaiban.

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, namun bahasa Indonesia bukan
bahasa Melayu, karena bahasa Indonesia sudah sangat berbeda dengan bahasa Melayu.
Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia sangat banyak menyerap kosakata dari
berbagai bahasa, baik bahasa asing maupun bahasa daerah di Indonesia. Bahasa asing
yang berkontribusi dalam pengembangan bahasa Indonesia meliputi bahasa Sanskerta,
bahasa India, bahasa Tamil, bahasa Portugis, bahasa Parsi, bahasa China, bahasa
Jepang, bahasa Belanda, bahasa Jerman, bahasa Arab, dan bahasa Inggris, sedangkan

5
dari bahasa daerah meliputi bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Batak, bahasa Minang,
bahasa Palembang, bahasa Bugis, bahasa Banjar, bahasa dari Papua, bahasa dari
Maluku, dan lain-lain.

2.2 Perkembangan Bahasa Indonesia Pada Zaman Kemerdekaan

Bangsa indonesia menyatalan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.


Keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus di tatapkanya Undang-Undang Dasar
Tahun 19451.

1. Sejarah perkembangan bahasa Indonesia pada Masa Pascakemerdekaan

Berhubung dengan menyebar Bahasa Melayu ke pelosok nusantara bersamaan


dengan menyebarnya agama islam di wilayah nusantara. Serta makin berkembang dan
bertambah kokoh keberadaannya, karena bahasa Melayu mudah diterima oleh
masyarakat nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau, antar suku, antar
pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan. Perkembangan bahasa Melayu di wilayah
nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa
persatuan bangsa Indonesia oleh karena itu para pemuda Indonesia yang tergabung
dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi
bahasa Indonesia yang menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda
dari berbagai pelosok Nusantara berkumpul dalam rapat, para pemuda berikrar:
a) Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah
Air Indonesia.
b) Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa
Indonesia.
c) Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku menjunjung tinggi bahasa persatuan,
bahasa Indonesia.
Ikrar para pemuda ini di kenal dengan nama “Sumpah Pemuda”. Unsur yang
ketiga dari “Sumpah Pemuda” merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa indonesia
merupakan bahasa persatuan bangsa indonesia. Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di
kokohkan kedudukannya sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia di nyatakan
kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat
itu Undang-Undang Dasar 1945 di sahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara

1
M. Junaedi, Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia, PT. Mitra Aksara Paitan, Jakarta 2019, hal : 52.

6
Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 di sebutkan bahwa “Bahasa Negara Adalah
Bahasa Indonesia,(pasal 36). Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa indonesia
secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa indonesia di pakai oleh
berbagai lapisan masyarakat indonesia2.

2. Peristiwa penting dalam perkembangan bahasa Indonesia yang terjadi pada


masa kemerdekaan.

Peristiwa penting lainnya yang berkaitan dengan perkembangna bahasa Indonesia


pada masa kemerdekaan sampai sebelum masa reformasi antara lain:

a) Kongres bahasa Indonesia II di Medan pada tanggal 28 Oktober s.d 2


November 1954 salah satu perwujudan tekat bangsa Indonesia untuk terus
menerus menyempurnakan bahasa indonesia yang diangkat sebagai bahasa
kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa Negara.
b) Pada tanggal 17 Agustus 1972 Presidan Republik Indonesia H.M. Soeharto,
meresmikan penggunaan Ejaan resmi bahsa indonesia yang disempurnakan
(EYD) melalui pidato kenegaraan dihadapan sidang DPR Yang dikuatkan pula
dengan Kepres No. 57, tahun 1972.
c) Pada tanggal 31 Agustus 1972 Mentri pendidikan dan kebudayaan menetapkan
pedoman umum Ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan dan pedoman
umum pembentukan istilah resmi berlaku di selutuh wilayah indonesia
(Kawasan Nusantara).
d) Kongres bahasa indonesia III yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28
oktober s.d 2 November 1978 merupakan peristiwa pentin bagi kehidupan
bangsa Indonesia. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Hari
Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan,
pertumbuhan, dan perkembangan bahsa Indonesia sejak tahun 1928, juga
berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahsa Indonesia.
e) Kongres bahsa Indonesia IV yang diselenggarakan di Jakiarta pada tanggal 21-
26 Novembeer 1983. Kongres ini deselenggarakn dalam rangka memperingati
hari sumpah pemuda yang ke-55. Dalam putusan yang disebut dalam

2
Ahmad Muhsin, “SEJARAH dan STANDARISASI BAHASA INDONESIA,”SINAR BARU ALGESINDO, (2020) hal : 25-
27.

7
pembinaan dan perkembangan bahsa Indonesia harus lebih ditingkatkan
sehingga amanat yang tercantum dalam garis-garis besar haluan negara, yang
mewajibkan pada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
f) Kongres bahasa indonesia V yang diadakan di Jakarta pada tanggal 28 Oktober
s.d 3 November 1988. Yang dihadiri oleh 700 pakar bahasa indonesia dari
seluruh Nusantara (sebutan bagi Nergara Indonesia) dan peserta tamu dari
Negara sahabat seperti Brunai Darussalam, Jerman, Malaysia, Singapura,
Belanda, dan Australia. Kongres itu ditandai dengan dipersembahkannya karya
besar pusat pembinaan dan pengenbangan bahasa kepada pecinta bahasa di
Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata bahasa Baku
Bahasa Indonesia.
g) Kongres bahasa Indonesia VI yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 28
Oktober s.d 2 November 1993. Peserta sebanyak 770 pakar bahasa dari
Indonesia dan meliputi 53 peserta tamu dari manca Negara seperti Brunai
Darussalam, Australia, Jerman, Hongkong, India, Jepang, Korea Selatan, dan
Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar pusat pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia, serta diusulkan agar disusunnya UU bahasa
Indonesia.
h) Pada tahun 1953, Kanus Besar Bahasa Indonesia muncul pertama kalinya yang
disusun oleh Poerwodaminta. Dikamus tersebut tercatat jumalah Lema (kata)
dalam bahasa Indonesia mencapai 23.000 kata.
i) Pada 1976, Pusat Bahasa menerbitkan Kamus Bahasa Indonesia, dan terdapat
menambah 1.000 kata baru.
j) Pada tahun 1988, terjadi loncatan yang luar biasa dalam bahasa Indonesia.
Dari 23.000 kata, telah berkembang menjadi 62.000 pada tahun 1988.
Selainitu, setelah bekerjasam dengan dewan nahasa dan pustaka Brunai,
berhasil dibuat 340.000 istilah baru di berbagai bidang ilmu.
k) Pada tahun 1980-an ketika terjadi peledakan ekonomi secara luar biasa, saat
properti masuk ke perkantoran dan pusat perbelanjaan, banyak istilah asing
masuk ke Indonesia. Istilah asing arak digunakan sehingga pemerintah
khawatir.

8
l) Pada tahun 1995 terjadi pencanangan berbahasa Indonesia yang baik dan
benar. Nama-nama gedung, perumahan dan pusat perbelanjaan yang berbau
asing di ganti dengan nama yang berbahasa indonesia.
m) Kongres bahasa Indonesia VII: Kongres bahasa Indonesia ketujuh
dilaksanakan pada tanggal 26-30 Oktober 1998 di Jakarta. Hasil dari kongres
bahasa Indonesia ke tujuh yaitu mengusulkan dibentuknya Badan
Pertimbangan Bahasa Indonesia.
n) Kongres Bahasa Indonesia VIII: Kongres bahasa Indonesia kedelapan
diselenggarakan pada tanggal 14-17 Oktober 2003 di Jakarta. Pada kongres
bahasa Indonesia ke tujuh menghasilkan kesepakatan pengusulan bulan
Oktober dijadikan bulan bahasa. Agenda pada bulan bahasa adalah
berlangsungnya seminar bahasa Indonesia di berbagai lembaga yang
memperhatikan bahasa Indonesia.
o) Kongres Bahasa Indonesia IX: Kongres bahasa Indonesia kesembilan
dilaksanakan pada tanggal 28 Oktober-1 November 2008 di Jakarta. Kongres
bahasa Indonesia ke lima membahas lima hal utama, yakni bahasa Indonesia,
bahasa daerah, penggunaan bahasa asing, pengajaran bahasa dan
sastra, serta bahasa media massa. Kongres bahasa ini berskala internasional
yang menghadirkan pembicara-pembicara dari dalam dan luar negeri.
Kongres ini membahas lima hal utama, yakni bahasa Indonesia, bahasa daerah
penggunaan bahasa asing, pengajaran bahasa dan sastra, serta bahasa media
massa. Kongres bahasa ini berskala internasional yang menghadirkan
pembicara-pembicara dari dalam dan luar negeri. Pakar bahasa dan
sastra yang selama ini telah melakukan penelitian dan mengembangkan bahasa
Indonesia di luar negeri diberi kesempatan untuk memaparkan pandangannya
dalam Kongres Bahasa Indonesia IX ini.
p) Kongres Bahasa Indonesia X: Kongres bahasa Indonesia yang kesepuluh
dilaksanakan pada tanggal 28-31 Oktober 2013 di Jakarta. Hasil dari kongres
bahasa Indonesia ke sepuluh merekomendasikan yaitu Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud), merekomendasikan hal-hal yang perlu dilakukan
pemerintah3.

3
Ade Suryani Nasution, “SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA,”JURNAL MULTI DISIPLIN DEHASEN
(MUDE), Vol 1 No. 3 (2022) hal : 201

9
3. Perkembangan Ejaan Bahasa Indonesia Pada Masa Kemerdekaan

Ejaan merupakan cara atau aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut
disiplin ilmu bahasa. Dengan adanya ejaan diharapkan para pemakai menggunakan
bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai aturan-aturan yanga ada. Sehingga
terbentuklah kata dan kalimat yang mudah dan enak didengar dan dipergunankan dalam
komonikasi sehari hari. Sesuai dengan apa yang telah diketahui bahwa penyempurnaan
ejaan bahsa Indonesia terdiri dari :

a). Ejaan van Ophuijsen

Ejaan ini merupakan ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Charles
Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad
Taib Soetan Ibrahim menyusun ejaan baru ini pada tahun 1896. Pedoman tata
bahasa yang kemudian dikenal dengan nama ejaan van Ophuijsen itu resmi
diakui pemerintah kolonial pada tahun 1901.Ciri - ciri dari ejaan ini yaitu:
Huruf ï untuk membedakan antara huruf i sebagai akhiran dan karenanya
harus disuarakan tersendiri dengan diftong seperti mulaï dengan ramai. Juga
digunakan untuk menulis huruf y seperti dalam Soerabaïa, Huruf j untuk
menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang, dsb, Huruf oe untuk menuliskan
kata-kata goeroe, itoe, oemoer, dsb, Tanda diakritik, seperti koma ain dan
tanda trema, untuk menuliskan katakata ma’moer, ’akal, ta’, pa’, dsb.

b). Ejaan Soewandi

Ejaan Soewandi adalah ketentuan ejaan dalam Bahasa Indonesia yang


berlaku sejak 17 Maret 1947. Ejaan ini kemudian juga disebut dengan nama
edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu. Ejaan ini
mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku
sejak tahun 1901. Huruf oe diganti dengan u pada kata-kata guru, itu, umur,
dsb. Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k pada kata-kata tak, pak,
rakjat, dsb. Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2 seperti pada kanak2, ber-
jalan2, kebarat2-an. Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis
serangkai dengan kata yang mendampinginya.

c). Ejaan Yang Disempurnakan

10
Ejaan Yang Disempurnakan ( EYD ) adalah ejaan Bahasa Indonesia
yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya,
Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan
bersama telah ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu,
Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan
untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua
negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16
Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972,
berlakulah sistem ejaan Latin ( Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia )
bagi bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini
dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama ( ERB ). Selanjutnya Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian
berjudul “Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”.

Pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa


Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, menerbitkan buku
“Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan” dengan
penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975
memberlakukan “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah”.

Perbedaan - perbedaan antara EYD dan ejaan sebelumnya adalah :

‘tj’ menjadi ‘c’ : tjutji → cuci

‘dj’ menjadi ‘j’ : djarak → jarak

‘oe’ menjadi ‘u’ : oemoem → umum

‘j’ menjadi ‘y’ : sajang → sayang

‘nj’ menjadi ‘ny’ : njamuk → nyamuk

‘sj’ menjadi ‘sy’ : sjarat → syarat

‘ch’ menjadi ‘kh’ : achir → akhir

11
Awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ dibedakan penulisannya. Kata depan
‘di’pada contoh “di rumah”, “di sawah”, penulisannya dipisahkan dengan
spasi, sementara ‘di-’ pada dibeli, dimakan ditulis serangkai dengan kata
yang mengikutinya.

Perbedaan - perbedaan antara ejaan Soewandi dengan ejaan Van Ophuijsen ialah:

a). huruf ‘oe’ menjadi ‘u’, seperti pada goeroe → guru. Bunyi hamzah dan bunyi
sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (‘) ditulis dengan ‘k’, seperti
pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat. Kata ulang boleh ditulis dengan
angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2an.

b). Awalan ‘di-’ dan kata depan ‘di’ kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata
yang mengikutinya. Kata depan ‘di’ pada contoh dirumah, disawah, tidak
dibedakan dengan imbuhan ‘di-’ pada dibeli, dimakan. Ejaan Soewandi ini
berlaku sampai tahun 1972 lalu digantikan oleh Ejaan Yang Disempurnakan (
EYD ) pada masa menteri Mashuri Saleh4.

2.3 Perkembangan Bahasa Indonesia Pada Zaman Reformasi


A. Eksistensi Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang digunakan untuk menyatakan


tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami, baik secara
inividu maupun kolektif. Perkembangan di dalam kehidupan yang meliputi berbagai aspek
akan terjadi pada diri manusia, demikian pula bagi perkembangan bahasanya. Ada unsur-
unsur yang datangnya dari dalam maupun dari luar. Artinya perkembangan bahasa itu dapat
bersifat internal maupun eksternal. Perkembangan yang diperoleh dari penggalian terhadap
bentuk-bentuk lama itu yang disebut perkembangan internal, sedangkan penyerapan dari
bahasa lain itu yang disebut perkembangan eksternal.

Penguasaan terhadap sebuah bahasa akan meliputi berbagai aspek pula yaitu: aspek
fonologi, morfologi, sintaksis leksikon, bahkan sampai wacana. Dengan penguasaan seperti
itu, pada setiap penutur bahasa selalu mempunyai dua kecendrungan, sebagaimana
dinyatakan oleh Martinet (1967), yakni (1) keinginan untuk melakukan komunikasi secara

4
Zetty Karyati, “ANTARA EYD DAN PUEBI: SUATU ANALISIS KOMPARATIF,”Jurnal SAP Vol. 1 No. 2 (2016) hal :
176-178

12
efektif yaitu supaya pesan yang disampaikan atau di komunikasikan dapat diterima secara
lengkap, dan (2) keinginan untuk bertindak ekonomis, yaitu menghemat energi (mental dan
fisik) dalam bahasa, yang berakibat pada ringkasnya unsur bahasa yang digunakan. Kedua
kecendrungan itu seringkali bertolak belakang, meskipun secara alamiah setiap penutur yang
“bijaksana” akan berusaha menjaga keseimbangan antara kedua kecendrungan itu.
Penguasaan keterampilan berbahasa juga termasuk tingkat penalaran didalamnya. Oleh
karena itu orang memiliki kemampuan untuk memilih bentuk-bentuk kebahasaan yang
diinginkan.

Penguasaan bahasa secara mendalam terlebih terhadap bahasa nasional seperti bahasa
indonesia misalnya, atau bahasa daerah sebaagai bahasa ibu seseorang, akan tetap menjaga
keberadaannya, kendati seseorang menguasai banyak bahasa asing (daerah lain) dalam
kehidupannya secara struktutral sebuah bahasa dibangun oleh kaidah-kaidahnya, yang
sekaligus menjaga kerangka, yang sekaligus menjadi kerangka banguna tersebut. Sebagai
kerangka suatu bangunan dalam bahasa, struktur merupakan suatu aspek yang tidak mudah
berubah karena berada didalam kognisi para pemakainya. Kaidah-kaidah tersebut hidup
didalam suatu masyarakat bahasa sehingga akan terpelihara dalam pemakaian dan tidak akan
mudah hilang atau terganti oleh bahasa lain.

B. Perkembangan Bahasa

Dalam pergerakan dan perjalanan jaman bahasa indonesia juga ikut bergerak dan
berkembang. Meskipun demikian perkembangan itu tidak sampai kepada taata bahasanya ,
melainkan lebih kearah kosa kata, ungkapan maupun konotasi. Pada era global mau tak mau
indonesia ikut mengalir dalam arus tersebut. Segala sesuatu bersifat universal. Yang
dimaksud globalisai adalah suatu proses masuknya kedalam suatu masyarakat unsur-unsur

kebudayaan luar yang bersifat mendunia dan berciri internasional. Dalam kenyataan dewasa
ini, kebudayaan internasional itu adalah kebudayaan nasional dari berbagai masyarakat
negara maju indonesia ialah bahasa melayu disesuaikan dengan pertumbuhan dalam
masyarakat indonesia.

Bahasa merupakan suatu alat yang sangat penting digunakan oleh manusia untuk
saling berinteraksi, komunikasi, dan mengekspresikan diri dengan orang lain disekitarnya.

13
Dengan bahasa orang akan bisa mengerti apa yang hendak disampaikan dan ditujukan kepada
oranglain. Selain itu bahasa juga memiliki kedudukan penting dalam suatu negara yaitu
sebagai identitas negara itu sendiri. Namun pada era globalisasi sekarang ini, perkembangan
bahasa semakin pesat, terutama bahasa-bahasa asing yang ramai bermunculan tidak hanya
dalam media massa lokal tapi jugaluar negeri. Seperti misalnya perekrutan karyawan di
perusahaan-perusahaan asing yang disyaratkan untuk bisa berbahasa Inggris dengan lancar.
Seperti yang kita ketahui bahwa Bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang
digunakan sebagai pengantar dalam berkomunikasi antar bangsa. Dengan ditetapkannya
bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, maka orang akan cenderung memilih untuk
menguasai bahasa Inggris agar mereka tidak kalah dalam persaingan di kancah internasional
serta tidak buta akan informasi dunia. Mempelajari bahasa asing memang penting untuk
mengembangkan kemampuan kita agar bisa bersaing di dunia internasional, tapi kita juga
jangan membiarkan bahasa negeri sendiri dilupakan, kita harus tetap menjaga, melestarikan
dan membudayakan bahasa nasionalkita yakni Bahasa Indonesia.

Oleh karena itu untuk memperdalam mengenai Bahasa Indonesia, kita perlu
mengetahui bagaimana sejarah perkembangan bahasa Indonesia saat ini agar kita terus dapat
melestarikannya kepada generasi-generasi kita yang akan datang.

Sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, bahasa Indonesia merupakan salah


satu dialek bahasa Melayu (melayao). Telah berabad-abad bahasa Melayu dipakai sebagai
alat perhubungan antar penduduk Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan bahasa. Pada
masa penjajahan Belanda, bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan yang
luas. Bahkan komunikasi antara pemerintah Belanda dan penduduk Indonesia yang memiliki
berbagai macam bahasa juga menggunakan bahasa Melayu.

Pada tahun 1928 saat dilangsungkannya Kongres Pemuda pada tanggal 28 Oktober,
bahasa Melayu diubah namanya menjadi bahasa Indonesia dan diikrarkan sebagai bahasa
persatuan atau bahasa nasional dalam Sumpah Pemuda.

Pada masa penjajahan Jepang, pemerintah Jepang melarang penggunaan bahasa


Belanda. Pelarangan ini mempunyai dampak yang positif terhadap perkembangan bahasa
Indonesia. Saat itu pemakaian bahasa Indonesia semakin meluas. Bahasa Indonesia dipakai
dalam berbagai aspek kehidupan termasuk kehidupan politik dan pemerintahan yang
sebelumnya lebih banyak menggunakan bahasa Belanda.

14
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, pada
tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat pasal yang
menyatakan bahwa “Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia”. Pernyataan dalam pasal
tersebut mengandung konsekuensi bahwa selain menjadi bahasa nasional bahasa Indonesia
juga berkedudukan sebagai bahasa negara sehingga dipakai dalam semua urusan yang
berkaitan dengan pemerintahan dan negara.

Pada masa kemerdekaan, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang amat


pesat. Setiap tahun jumlah pemakai bahasa Indonesia semakin bertambah. Perhatian
pemerintah Indonesia terhadap perkembangan bahasa Indonesia juga sangat besar. Hal ini
terbuktu dengan dibentuknya sebuah lembaga yang mengurus masalah kebahasaan yang saat
ini dikenal dengan nama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Berbagai upaya
mengembangkan bahasa Indonesia telah ditempuh, seperti adanya perubahan ejaan dari ejaan
Van Ophuijsen, ejaan Suwandi, Ejaan yang Disempurnakan (EYD), hingga sekarang yang
berlaku adalah Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan
Bahasa Indonesia.

C. Sejarah perkembangan bahasa indonesia pada masa reformasi

Perkembangan bahasa Indonesia masa reformasi, diawali dengan Kongres Bahasa


Indonesia VII yang diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober
1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan
sebagai berikut.

Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian
terhadap bahasa dan sastra.Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Selain itu sampai tahun 2007, Pusat Bahasa berhasil menambah kira-kira 250.000 kata
baru. Dengan demikian, sudah ada 590.000 kata di berbagai bidang ilmu. Sementara kata
umum telah berjumlah 78.000. Namun, angin reformasi yang muncul sejak tahun 1998 justru
membawa perubahan buruk bagi bahasa Indonesia. Kerancuan penggunaan bahasa Indonesia
makin marak di era reformasi. Penggunaan bahasa asing kembali marak dan bahasa Indonesia

15
sempat terpinggirkan. Pada zaman reformasi salah satu pihak yang memiliki andil dalam
perkembangan bahasa Indonesia adalah media massa baik cetak maupun elektronik. Tokoh
pers Djafar Assegaf menuding sekarang ini kita tengah mengalami “krisis penggunaan bahasa
Indonesia” yang amat serius. Media massa sudah terjerumus kepada situasi “tiada tanggung
jawab” terhadap pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Media massa kini
cenderung menggunakan bahasa asing padahal dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa
Indonesia. Ini menunjukkan penghormatan terhadap bahasa Indonesia sudah mulai memudar.
Hal ini disebabkan antara lain oleh perubahan zaman, reformasi yang tidak ada konsep yang
utuh, sikap tidak percaya diri dari wartawan, redaktur, pemimpin redaksi dan pemilik
perusahaan pers karena mereka cenderung memikirkan pangsa pasarnya, persaingan usaha
antarmedia dan selera pribadi. Ada dua kecenderungan dalam pers saat ini yang dapat
menimbulkan kekhawatiran akan perkembangan bahasa Indonesia. Pertama, bertambahnya
jumlah kata-kata singkatan (akronim). Kedua, banyak penggunaan istilah-istilah asing atau
bahasa asing dalam surat kabar.

Namun, pers juga telah berjasa dalam memperkenalkan istilah baru, kata-kata dan
ungkapan baru seperti KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), kroni, konspirasi, proaktif,
rekonsiliasi, provokator, arogan, hujat, makar dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut memang
terdapat di kamus, tetapi tidak digunakan secara umum atau hanya terbatas di kalangan
tertentu saja.

Selain itu, saat ini bahasa Indonesia sudah mulai bergeser menjadi bahasa kedua
setelah bahasa Inggris ataupun bahasa gaul. Di kalangan pelajar dan remaja sendiri lahir
sebuah bahasa baru yang merupakan pencampuran antara bahasa asing, bahasa Indonesia,
dan bahasa daerah. Bahasa tersebut biasa disebut dengan bahasa gaul. Keterpurukan bahasa
Indonesia tersebut umumnya terjadi pada generasi muda. Bahkan sudah ada beberapa
kalangan yang beranggapan dan meyakini bahwasanya kaum dengan alasan globalisasi,
percampuran bahasa Indonesia dengan bahasa asing justru semakin marak. Kata-kata seperti
“new arrival”, “sale”, “best buy”, “discount”, terpampang dengan jelas di berbagai toko dan
pusat perbelanjaan. Media pun ikut mempengaruhi penggunaan bahasa Indonesia yang salah.
Malahan tidak sedikit media yang memberikan judul acara dengan kata-kata dalam bahasa
asing.

Saat ini penggunaan bahasa Indonesia baik oleh masyarakat umum, maupun pelajar
mengalami maju-mundur. Perkembangan teknologi saat ini membuat penyebaran bahasa

16
Indonesia hingga ke pelosok daerah semakin mudah dan berkembang pesat. Bahasa Indonesia
semakin dikenal masyarakat. Jika pada awalnya masyarakat Indonesia yang terdiri dari
multisuku, multietnis, multiras, dan multiagama susah bergaul antara sesama karena terdapat
perbedaan bahasa, kini dengan adanya bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, semua
elemen bangsa dapat berkomunikasi dengan yang lainnya. Ini merupakan salah satu bentuk
kemajuan dalam bahasa Indonesia. Selain mengalami kemajuan, bahasa Indonesia juga
memiliki kemunduran. Akibat pengaruh globalisasi dan pengaruh besar dari negara - negara
besar seperti Amerika Serikat, bahasa Indonesia menjadi terpinggirkan. Bahkan dari kalangan
masyarakat dan pelajar di Indonesia sendiri.

Banyak yang menganggap sepele bahasa Indonesia dan lebih mementingkan bahasa
lain seperti bahasa Inggris, bahasa Spanyol, bahasa Arab, bahasa Perancis, bahasa Jerman,
bahasa Mandarin dan bahasa lainnya. Pelajar dan para pemuda juga menganggap sepele
bahasa Indonesia. Kebanyakan dari mereka mengganggap bahasa Indonesia terlalu kaku,
tidak bebas dan terasa kurang akrab. Mereka lebih menyukai bahasa baru yang dikenal
dengan bahasa gaul yang merupakan campuran dari bahasa daerah, bahasa asing, dan bahasa
Indonesia. Keadaan ini berbalik 180 derajat dari keadaan 78 tahun yang lalu, di saat para
pelajar dan pemuda dengan semangat cinta tanah air menetapkan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan, bukan bahasa lainnya seperti Bahasa Belanda ataupun bahasa daerah.
Alhasil, akibat pelajar menganggap sepele pelajaran bahasa Indonesia, banyak dari pelajar itu
sendiri mendapatkan nilai yang rendah dalam pelajaran bahasa Indonesia. Parahnya lagi,
sebagian penyebab banyaknya pelajar yang tidak lulus Ujian Nasional adalah karena
mengganggap sepele pelajaran bahasa Indonesia.

Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia itu menganggap remeh


pelajaran bahasa Indonesia. Pertama, karena masyarakat Indonesia merasa tidak perlu lagi
belajar bahasa Indonesia karena mereka sudah berbangsa dan bisa berbahasa Indonesia
seadanya. Padahal sebenarnya belum tentu mereka bisa dan mampu berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar. Kedua, karena adanya kemunduran dan kemerosotan ekonomi
Indonesia sejak beberapa tahun terakhir sehingga timbul rasa malu berbahasa Indonesia di
kalangan masyarakat Indonesia dalam pergaulan internasional. Ketiga, sebagai akibat adanya
globalisasi yang membuat timbulnya pengaruh terhadap penggunaan bahasa Indonesia
dikalangan masyarakat Indonesia.

17
Sejak zaman reformasi tahun 1998 Bahasa Indonesia mengalami penurunan minat
mempelajarinya di beberapa negara di dunia. Minat orang asing belajar bahasa Indonesia
menurun akibat kondisi pengajaran bahasa Indonesia belakangan ini menunjukkan gejala
penurunan. Gejala penurunan itu baik dari aspek intensitas penyelenggaraan maupun dari segi
jumlah peminatnya. Penurunan intensitas penyelenggaraan pengajaran bahasa Indonesia
untuk penutur asing ini disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain, dari dalam negeri
menurunnya minat itu akibat penyelenggaraan pengajaran untuk penutur asing itu sendiri
maupun kondisi dari dalam negeri sendiri.

Penurunan minat itu terjadi di negara seperti Australia, Belanda, dan Jerman. Hal itu
akibat politik di negara tersebut, di Jerman bahkan pelajaran bahasa Indonesia di kampus-
kampus peminatnya berkurang. Kalau sampai ditutup program ini, tertutup juga upaya untuk
meningkatkan citra Indonesia di sana. Kurangnya minat mempelajari Bahasa Indonesia di
beberapa negara diantaranya juga karena kurangnya sumber daya manusia. Namun sejak itu
pun ada peningkatan mempelajari Bahasa Indonesia dari negara seperti China, Jepang, AS,
Mesir, dan negara Arab, serta negara serumpun berkembang pesat.

Salah satu upaya pemerintah Indonesia mengembangkan pengajaran bahasa Indonesia untuk
penutur asing, dengan pemasyarakatan alat uji bahasa Indonesia yang disebut Uji Kemahiran
Berbahasa Indonesia (UKBI). Pusat Bahasa juga mencoba mensosialisasikan setiap
programnya kepada instansi lain seperti membuka pusat-pusat kebudayaan Indonesia di
beberapa negara. Pusat Kebudayaan ini sekaligus sebagai ajang promosi Indonesia pada
masyarakat dunia. Saat ini pusat kebudayaan Indonesia itu sudah diupayakan didirikan di
Canbera Australia, Los Angles AS, dan Washington DC AS.intelek adalah mereka-mereka
yang menggunakan bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari mereka, baik yang total
memakai bahasa asing ataupun mencampuradukkan bahasa asing tersebut ke dalam bahasa
Indonesia.

munculnya Bahasa media massa (bahasa Pers) yaitu,

1. Bertambahnya jumlah kata-kata singkatan (akronim)

2. Banyak penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing adalam surat kabar.

Pers telah berjasa dalam memperkenalkan istilah, kata-kata dan ungkapan baru,
seperti korupsi, polusi, Nepotisme, kroni, konspirasi, proaktif, rekonsiliasi,

18
propokator,arogan, hujat, makar, dan sebagainya.Bahasa Indonesia sudah mulai bergeser
menjadi bahasa kedua setelah Bahasa Inggris ataupun bahasa gaul. Selain itu, dipengaruhi
pula oleh media iklan maupun artis yang menggunakan istilah baru yang merupakan
penyimpangan dari kebenaran cara berbahasa Indonesia maupun Mencampuradukkan bahasa
Inggris dan bahasa Indonesia.

salah satu media viral seperti instagram saat kunjungan di masyarakat, pidato
kenegaraan dan lain-lain dengan caption (keterangan foto) yang cenderung membangun citra
mereka.

Selain itu di era ini bahasa memiliki penyelewengan makna yang sering diutarakan
oleh kalangan masyarakat kita seperti misalnya muncul istilah “melempar bola panas”. Selain
aspek politik, di dalam aspek sosial masyarakat lebih miris lagi. Perkembangan bahasa
Indonesia cenderung mengalami anarkisme bahasa jika di dalam aspek sosial. Hal ini dapat
dilihat dari fenomena hari ini bahwa penggunaan bahasa Indonesia seringkali digunakan
sebebas mungkin dengan bahasa lain seperti fenomena “kids jaman now.”

Setiap penyelenggaraan lomba kejuaraan seringkali menggunakan bahasa Inggris


seperti “Sudirman Cup”, “Jakarta Fair” atau dalam pengungkapan suka cita terhadap hari
kelahiran seseorang dengan istilah yang datang dari bahasa arab contohnya “barakallah fii
umrik”.

Dalam aspek ekonomi pun demikian. Di era ini bahasa jika kita analisis lebih jauh
dapat ditemukan bahwa bahasa terindustrialisasikan, dibatasi dan dibawa ke wacana pasar
bebas. Seperti yang kita ketahui pasar bebas merupakan wacana ekonomi global dengan
karakteristiknya yang bebas bagi arus investasi dan transfer ketenagakerjaan. Baru-baru ini
pemerintah melalui Menaker menghapus kebijakan penggunaan bahasa Indonesia oleh TKA
di negara tempat ia bekerja. Seperti yang dikutip dari pemberitaan kompas.com, Menaker
melalui kebijakan ini menegaskan bahwa kebijakan ini tidak lain untuk menumbuhkan iklim
investasi yang besar-besaran di Indonesia.

Dalam melanggengkan kekuasaan pemerintah hari ini pun menggunakan bahasa


sebagai alat politik identitasnya dengan menggaungkan istilah “NKRI Harga Mati”.
Munculnya wacana gerakan radikalisme juga berujung pada Perpu Ormas. Dikeluarkannya
istilah ini jika kita telisik kembali adalah suatu bentuk ke-fasisan Negara. Mengapa
melambangkan ke-fasis-an? Karena dengan istilah itu mindset publik jelas akan terarah

19
bahwa salah benar ini Negaraku, atau muncul opini lanjutan “jangan tanyakan apa yang
diberikan Negara padamu tapi tanyakan apa yang kamu berikan pada Negaramu.”

Oleh karena itu dapat ditarik kesimpulan mengenai perkembangan Bahasa Indonesia
pada era ini sangat mengalami kemunduran yang cukup drastis dari penggunaannya dan
cenderung dipolitisasi menuju wacana rezim yang belum jelas dan cenderung fasis. Selain itu
alih-alih akan menginternasionalkan bahasa Indonesia, jelas melalui menaker terkait TKA
akan bahasa Indonesia merupakan bentuk pembatasan yang nyata. Ditambah dengan
anarkisme bahasa di kalangan masyarakat jelas akan berimbas pada pudarnya bahasa sebagai
identitas nasional.

Perkembangan bahasa Indonesia masa reformasi, diawali dengan Kongres Bahasa


Indonesia VII yang diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober
1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan
sebagai berikut.

a. Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai


kepedulian terhadap bahasa dan sastra.

b. Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan Pengembangan


Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa.

Selain itu sampai tahun 2007, Pusat Bahasa berhasil menambah kira-kira 250.000 kata
baru. Dengan demikian, sudah ada 590.000 kata di berbagai bidang ilmu. Sementara kata
umum telah berjumlah 78.000.

Namun, angin reformasi yang muncul sejak tahun 1998 justru membawa perubahan
buruk bagi bahasa Indonesia. Kerancuan penggunaan bahasa Indonesia makin marak di era
reformasi.

Penggunaan bahasa asing kembali marak dan bahasa Indonesia sempat terpinggirkan.
Pada zaman reformasi salah satu pihak yang memiliki andil dalam perkembangan bahasa
Indonesia adalah media massa baik cetak maupun elektronik. Tokoh pers Djafar Assegaf
menuding sekarang ini kita tengah mengalami “krisis penggunaan bahasa Indonesia” yang
amat serius. Media massa sudah terjerumus kepada situasi “tiada tanggung jawab” terhadap

20
pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Media massa kini cenderung menggunakan
bahasa asing padahal dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Ini menunjukkan
penghormatan terhadap bahasa Indonesia sudah mulai memudar. Hal ini disebabkan antara
lain oleh perubahan zaman, reformasi yang tidak ada konsep yang utuh, sikap tidak percaya
diri dari wartawan, redaktur, pemimpin redaksi dan pemilik perusahaan pers karena mereka
cenderung memikirkan pangsa pasarnya, persaingan usaha antarmedia dan selera pribadi. Ada
dua kecenderungan dalam pers saat ini yang dapat menimbulkan kekhawatiran akan
perkembangan bahasa Indonesia. Pertama, bertambahnya jumlah kata-kata singkatan
(akronim). Kedua, banyak penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing dalam surat
kabar. Namun, pers juga telah berjasa dalam memperkenalkan istilah baru, kata-kata dan
ungkapan baru seperti KKN (korupsi, kolusi, nepotisme), kroni, konspirasi, proaktif,
rekonsiliasi, provokator, arogan, hujat, makar dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut memang
terdapat di kamus, tetapi tidak digunakan secara umum atau hanya terbatas di kalangan
tertentu saja.

Selain itu, saat ini bahasa Indonesia sudah mulai bergeser menjadi bahasa kedua
setelah bahasa Inggris ataupun bahasa gaul. Di kalangan pelajar dan remaja sendiri lahir
sebuah bahasa baru yang merupakan pencampuran antara bahasa asing, bahasa Indonesia,
dan bahasa daerah. Bahasa tersebut biasa disebut dengan bahasa gaul. Keterpurukan bahasa
Indonesia tersebut umumnya terjadi pada generasi muda. Bahkan sudah ada beberapa
kalangan yang beranggapan dan meyakini bahwasanya kaum intelek adalah mereka-mereka
yang menggunakan bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari mereka, baik yang total
memakai bahasa asing ataupun mencampuradukkan bahasa asing tersebut ke dalam bahasa
Indonesia.

Dengan alasan globalisasi, percampuran bahasa Indonesia dengan bahasa asing justru
semakin marak. Kata-kata seperti “new arrival”, “sale”, “best buy”, “discount”, terpampang
dengan jelas di berbagai toko dan pusat perbelanjaan. Media pun ikut mempengaruhi
penggunaan bahasa Indonesia yang salah. Malahan tidak sedikit media yang memberikan
judul acara dengan kata-kata dalam bahasa asing.

Saat ini penggunaan bahasa Indonesia baik oleh masyarakat umum, maupun pelajar
mengalami maju-mundur. Perkembangan teknologi saat ini membuat penyebaran bahasa
Indonesia hingga ke pelosok daerah semakin mudah dan berkembang pesat. Bahasa Indonesia
semakin dikenal masyarakat. Jika pada awalnya masyarakat Indonesia yang terdiri dari

21
multisuku, multietnis, multiras, dan multiagama susah bergaul antara sesama karena terdapat
perbedaan bahasa, kini dengan adanya bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, semua
elemen bangsa dapat berkomunikasi dengan yang lainnya. Ini merupakan salah satu bentuk
kemajuan dalam bahasa Indonesia. Selain mengalami kemajuan, bahasa Indonesia juga
memiliki kemunduran. Akibat pengaruh globalisasi dan pengaruh besar dari negara - negara
besar seperti Amerika Serikat, bahasa Indonesia menjadi terpinggirkan.

Bahkan dari kalangan masyarakat dan pelajar di Indonesia sendiri. Banyak yang
menganggap sepele bahasa Indonesia dan lebih mementingkan bahasa lain seperti bahasa
Inggris, bahasa Spanyol, bahasa Arab, bahasa Perancis, bahasa Jerman, bahasa Mandarin dan
bahasa lainnya. Pelajar dan para pemuda juga menganggap sepele bahasa Indonesia.
Kebanyakan dari mereka mengganggap bahasa Indonesia terlalu kaku, tidak bebas dan terasa
kurang akrab. Mereka lebih menyukai bahasa baru yang dikenal dengan bahasa gaul yang
merupakan campuran dari bahasa daerah, bahasa asing, dan bahasa Indonesia. Keadaan ini
berbalik 180 derajat dari keadaan 78 tahun yang lalu, di saat para pelajar dan pemuda dengan
semangat cinta tanah air menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bukan
bahasa lainnya seperti Bahasa Belanda ataupun bahasa daerah. Alhasil, akibat pelajar
menganggap sepele pelajaran bahasa Indonesia, banyak dari pelajar itu sendiri mendapatkan
nilai yang rendah dalam pelajaran bahasa Indonesia. Parahnya lagi, sebagian penyebab
banyaknya pelajar yang tidak lulus Ujian Nasional adalah karena mengganggap sepele
pelajaran bahasa Indonesia. Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat Indonesia itu
menganggap remeh pelajaran bahasa Indonesia. Pertama, karena masyarakat Indonesia
merasa tidak perlu lagi belajar bahasa Indonesia karena mereka sudah berbangsa dan bisa
berbahasa Indonesia seadanya. Padahal sebenarnya belum tentu mereka bisa dan mampu
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Kedua, karena adanya kemunduran dan
kemerosotan ekonomi Indonesia sejak beberapa tahun terakhir sehingga timbul rasa malu
berbahasa Indonesia di kalangan masyarakat Indonesia dalam pergaulan internasional.
Ketiga, sebagai akibat adanya globalisasi yang membuat timbulnya pengaruh terhadap
penggunaan bahasa Indonesia dikalangan masyarakat Indonesia.

Sejak zaman reformasi tahun 1998 Bahasa Indonesia mengalami penurunan minat
mempelajarinya di beberapa negara di dunia. Minat orang asing belajar bahasa Indonesia
menurun akibat kondisi pengajaran bahasa Indonesia belakangan ini menunjukkan gejala
penurunan. Gejala penurunan itu baik dari aspek intensitas penyelenggaraan maupun dari segi
jumlah peminatnya.

22
Penurunan intensitas penyelenggaraan pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur
asing ini disebabkan oleh beberapa faktor. Antara lain, dari dalam negeri menurunnya minat
itu akibat penyelenggaraan pengajaran untuk penutur asing itu sendiri maupun kondisi dari
dalam negeri sendiri. Penurunan minat itu terjadi di negara seperti Australia, Belanda, dan
Jerman. Hal itu akibat politik di negara tersebut, di Jerman bahkan pelajaran bahasa
Indonesia di kampus-kampus peminatnya berkurang. Kalau sampai ditutup program ini,
tertutup juga upaya untuk meningkatkan citra Indonesia di sana. Kurangnya minat
mempelajari Bahasa Indonesia di beberapa negara diantaranya juga karena kurangnya sumber
daya manusia. Namun sejak itu pun ada peningkatan mempelajari Bahasa Indonesia dari
negara seperti China, Jepang, AS, Mesir, dan negara Arab, serta negara serumpun
berkembang pesat.

Salah satu upaya pemerintah Indonesia mengembangkan pengajaran bahasa Indonesia


untuk penutur asing, dengan pemasyarakatan alat uji bahasa Indonesia yang disebut Uji
Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). Pusat Bahasa juga mencoba mensosialisasikan
setiap programnya kepada instansi lain seperti membuka pusat-pusat kebudayaan Indonesia
di beberapa negara. Pusat Kebudayaan ini sekaligus sebagai ajang promosi Indonesia pada
masyarakat dunia. Saat ini pusat kebudayaan Indonesia itu sudah diupayakan didirikan di
Canbera Australia, Los Angles AS, dan Washington DC AS.

Perkembangan bahasa indonesia massa reformasi, diawali dengan kongres bahasa


indonesia VII yang diselenggarakan di hotel indonesia, jakarta pada tanggal 26-30 oktober
1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya badan pertimbangan bahasa dengan ketentuan
sebagai berikut:

a. keanggotaannya terdiri dari dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai
kepedulian terhadap bahasa dan sastra
b. tugasnya memberikan nasihat kepada pusat pembinaan dan pengembangan
bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan pusat pembinaan
dan pengembangan bahasa.

Selain itu sampai tahun 2007, pusat bahasa berhasil menambah kira-kira 250.000 kata
baru. Dengan demikian sudah ada 590.000 kata diberbagai bidang ilmu. Sementara kata
umum telah berjumlah 78.000.

Namun angin reformasi yang muncul sejak tahun 1998 justru membawa perubahan
buruk bagi bangsa indonesia. Keracunan penggunaan bahasa indonesia makin marak di era

23
reformasi. Penggunaan bahasa asing kembali memarak dan bahasa indonesia sempat
terpinggirkan. Pada jaman reformasi salah satu pihak yang memiliki andil dalam
perkembangan bahasa indonesia adalah media massa baik cetak maupun elektronik. Media
massa kini cendrung mebggunakan bahasa asing padahal dapat diterjemahkan kedalam
bahasa indonesia. Ini menunjukkan penghormatan kepada bahasa indonesia sudah mulai
memudar.

Hal ini disebabkan antara lain perubahan jaman, reformasi yang tidak ada konsep
yang utuh, sikap tidak percaya diri dari wartawan, redaktur, pemimpin redaksi dan pemilik
perusahaan pers karena mereka cendrung memikirkan pangsa pasarnya, persaingan antar
media dan selera pribadi. Ada dua kecendrungan dalam pers saat ini yang dapat menimbulkan
kekhawatiran akan perkembangan bahasa indonesia. Pertama, bertambahnya jumlah kata-kata
singkatan (akronim). Kedua, banyak penggunaan istilah-istilah asing atau bahasa asing dalam
surat kabar. Namun pers juga telah berjasa dalam memperkenalkan istilah baru, kata-kata dan
ungkapan baru seperti KKN (korupsi,kolusi,nepotisme), kroni, konspirasi, proaktif,
rekonsilisasi, provokator, arogan, hujat, makar dan sebagainya. Istilah-istilah tersebut
memang terdapat di kamus, tetapi tidak digunakan secara umum atau hanya terbatas
dikalangan tertentu saja.

Selain itu, saat ini bahasa indonesia sudah mulai bergeser menjadi bahasa kedua
setelah bahasa inggris ataupun bahasa gaul. Dikalangan pelajar maupun remaja sendiri lahir
sebuah bahasa baru yang merupakan percampuran antara bahasa asing, bahasa indonesia dan
bahasa daerah. Bahasa tersebut disebut dengan bahasa gaul. Keterpurukan bahasa indonesia
tersebut umumnya terjadi pada generasi muda. Bahkan sudah ada beberapa kalangan yang
beranggapan dan meyakini bahwasannya kaum intelek adalah mereka-mereka yang
menggunakan bahasa asing dalam kehidupan sehari-hari mereka, baik yang total memaakai
bahasa asing ataupun mencampuradukkan bahasa asing tersebut kedalam bahasa indonesia.

Dengan alasan globalisasi percampuran bahasa asing dengan bahasa indonesia justru
semakin marak. Kata-kata seperti “new arrival”, “sale”, “best buy”, “discount” terpampang
dengan jelas diberbagai toko dan pusat perbelanjaan. Media pun ikut mempengaruhi
penggunaan bahasa indonesia yang salah.

Malahan tidak sedikit media yang memberikan judul acara dengan kata-kata asing. Saat ini
penggunaan bahasa indonesia baik oleh masyarakat umum maupun pelajar mengalami maju
mundur. Perkembangan teknologi saat ini membuat penyebaran bahasa indonesia hingga ke

24
pelosok daerah semaakin mudah dan berkembang pesat. Bahasa indonesia semakin dikenal
masyarakat. Jika pada awalnya masyarakat indonesia yang terdiri dari multisuku, multietnis,
multiras dan multiagama susah bergaul antara sesama karena terdapat perbedaan bahasa, kini
dengan adanya bahasa indonesia semua elemen bangsa dapat berkomunikasi, ini merupakan
suatu bentuk kemajuan bahasa indonesia. Selain mengalami kemajuan, bahasa indonesia juga
mengalami kemunduran. Akibat pengaruh globalisasi dan pengaruh besar dari negara0negara
besar seperti Amerika serikat, bahasa indonesia menjadi terpinggirkan. Bahkan dari kalangan
masyarakat dan pelajar di indonesia sendiri. Banyak yang menganggap sepele bahasa
indonesia dan lebih mementingkan bahasa lain seperti bahasa inggris. Pelajar dan para
pemuda juga menganggap sepele bahasa indonesia. Meteka lebih menyukai bahasa baru yang
dikenal dengan bahasa gaul.

Salah satu upaya pemerintah indonesia mengembangkan pengajaran bahasa indonesia


untuk penutur asing, dengan persyaratan alat uji bahasa indonesia yang disebut uji kemahiran
berbahasa indonesia (UKBI). Pusat bahasa juga mencoba mensosialisasikan setiap
programnya kepada instansi lain seperti membuka pusat-pusat kebudayaan indonesia di
berbagai negara.

Kees Groeneboer dalam tulisannya yang berjudul “Politik Bahasa pada Masa Hindia
Belanda” di jurnal Wacana, No. 1 tahun 1999 mencatat bahwa pada tahun 1941 bahasa
Melayu menjadi pelajaran wajib di MULO dan di Sekolah Dagang. Yang dimaksud bahasa
Melayu di sini tidak lain adalah bahasa Indonesia yang sudah diposisikan sebagai bahasa
persatuan.

Adapun secara politis, keberadaan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional di


Indonesia dikukuhkan semenjak Proklamasi 17 Agustus 1945 karena sejak saat itu kita
menjadi bangsa yang berdaulat. Memang, semasa pendudukan Jepang pun, bahasa Indonesia
sudah mulai dipergunakan dalam beberapa aspek untuk urusan pemerintahan dan
kemasyarakatan. Namun, hal itu lebih ditekankan pada kepentingan pihak penjajah, bukan
untuk membangun dan membangkitkan kebanggaan nasional.

Selain bahasa Jepang, pemerintah mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia,


misalnya penggunaan bahasa Indonesia dalam media massa. Akan tetapi di pihak lain, bahasa
daerah tidak diberi kesempatan hidup dan berkembang, kecuali sebatas untuk keperluan
komunikasi antar penduduk saja. Oleh karena itu, sesaat setelah memasuki zaman merdeka,
bangsa kita sudah mengenal dan mulai menggunakan bahasa Indonesia. Bukankah teks

25
proklamasi pun dirumuskan dan disusun dalam bahasa Indonesia? Demikian pula pada
penyusunan UUD 1945.

Di zaman merdeka, peran dan fungsi bahasa Indonesia bertambah jelas. Hal itu
tercermin pada bunyi Pasal 36, Bab XV, UUD 1945 yang dengan sendirinya membangkitkan
masyarakat dalam penggunaan bahasa Indonesia, misalnya saja pada masa berkecamuknya
revolusi 1945. Pada masa itu banyak semboyan yang berasal dari inisiatif warga masyarakat
yang ditulis dalam bahasa Indonesia.

Salah satu tonggak penting dalam perkembangan bahasa Indonesia di masa itu adalah
mulai diterapkannya ejaan Soewandi pada tahun 1947. Ejaan Soewandi merupakan
penyempurnaan terhadap ejaan van Ophuijsen yang semula diperuntukkan bagi bahasa
Melayu.

Perkembangan bahasa Indonesia masa reformasi, diawali dengan Kongres Bahasa


Indonesia VII yang diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober
1998. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa dengan ketentuan
sebagai berikut.

Keanggotaannya terdiri dari tokoh masyarakat dan pakar yang mempunyai kepedulian
terhadap bahasa dan sastra.Tugasnya memberikan nasihat kepada Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa serta mengupayakan peningkatan status kelembagaan Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Selain itu sampai tahun 2007, Pusat Bahasa berhasil menambah kira-kira 250.000 kata
baru. Dengan demikian, sudah ada 590.000 kata di berbagai bidang ilmu. Sementara kata
umum telah berjumlah 78.000. Namun, angin reformasi ya…Sumatra Utara pada naskahnya
yang berjudul “Kongres Bahasa Indonesia dari Masa ke Masa”,

KBI III yang dihadiri oleh 419 peserta ini mendiskusikan masalah kebahasaan yang
dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu (a) fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana
pemersatu bangsa Indonesia dan sarana perhubungan antardaerah dan antarbudaya di
Indonesia; (b) fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana pemerintahan dan ketahanan nasional,
sebagai unsur pendidikan dan pengajaran, sebagai sarana pendukung pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan sebagai sarana komunikasi; dan (c) pembinaan dan
pengembangan bahasa daerah.

26
Kesimpulan diskusi pada KBI III menghasilkan rekomendasi, yaitu pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia dalam kaitannya dengan (1) kebijaksanaan kebudayaan,
keagamaan, sosial, politik, dan ketahan nasional; (2) bidang pendidikan; (3) bidang
komunikasi; (4) bidang kesenian; (5) bidang linguistik; dan (6) bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Kongres-kongres bahasa Indonesia selanjutnya dilaksanakan setiap lima tahun sekali.


Pada KBI IV yang diselenggarakan di Jakarta, pada tanggal 21—26 November 1983, jumlah
peserta mencapai 485 orang yang umumnya berasal dari perguruan tinggi dalam dan luar
negeri. Kongres ini diketuai oleh Prof. Dr. Amran Halim dan dibantu oleh beberapa anggota
panitia lainnya termasuk A. Latief, M.A. sebagai wakil ketua.

Persoalan yang dibahas pada KBI IV tidak hanya persoalan yang terkait kebahasaan,
tetapi juga kesastraan dalam hubungannya dengan pelaksanaan pembangunan nasional serta
kaitannya dengan komunikasi massa serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern.

Kongres ini juga bertujuan untuk memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
sebagai sarana komunikasi pemerintahan, sarana pengembangan kebudayaan, sarana
pendidikan dan pengajaran, serta sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
modern.

Tahun 1988, tepatnya pada tanggal 28 Oktober—3 November 1988, KBI V digelar di
Jakarta. Kongres ini bertujuan untuk memantapkan peran bahasa Indonesia sehubungan
dalam memperlancar usaha pencerdasan bangsa sebagai jembatan untuk mencapai
kesejahteraan sosial yang adil dan merata. Adapun tema yang diusung dalam KBI IV ini
adalah ”Menjunjung Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan dalam Konteks
Pembangunan Nasional”.

Kongres ini juga mengangkat tiga subtema, yaitu (a) Peningkatan Mutu dan Peran
Bahasa Indonesia Memperlancar Usaha Pencerdasan Bangsa, (b) Bahasa Indonesia
Merupakan Sarana Pemantapan Pembangunan Ketahanan Nasional, (c) Kemampuan
Berbahasa Merupakan Jembatan Menuju Kesejahteraan yang Adil dan Merata.

Kongres Bahasa Indonesia VI diselenggarakan pada tanggal 28 Oktober—2


November 1993 di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres yang diketuai oleh Dr. Hasan Alwi ini
membahas lima masalah terkait kebahasaan dan kesastraan. Lima masalah itu meliputi (1)

27
Peran Bahasa dan Sastra dalam Pembangunan Bangsa (11 judul); (2) Pengembangan Bahasa
dan Sastra (8 judul); (3) Pembinaan Bahasa dan Sastra (8 judul); (4) Pengajaran Bahasa dan
Sastra (2 judul); dan (5) Perkembangan Bahasa Indonesia di Luar Negeri (5 judul).

Selain 770 peserta yang berasal dari seluruh Indonesia, kongres ini juga diikuti oleh
52 peserta dari luar negeri, seperti Amerika Serikat, Jepang, Brunei Darussalam, Rusia,
Jerman, Cina, Korea Selatan, Malaysia, India, Hongkong, Italia, Singapura, dan Belanda.
Pada akhir kongres, para peserta berhasil merumuskan delapan putusan umum dan lima
putusan khusus, yaitu (a) Peran Bahasa dan Sastra dalam Pembangunan Bangsa (14 putusan);
(b) Pengembangan Bahasa dan Sastra (12 putusan); (c) Pembinaan Bahasa dan Sastra (15
putusan); (d) Pengajaran Bahasa dan Sastra (7 putusan); dan (e) Perkembangan Bahasa
Indonesia di Luar Negeri (6 putusan).

Seiring berkembangannya isu globalisasi, Kongres Bahasa Indonesia VII lebih


berfokus pada peran bahasa dan sastra dalam era globalisasi. Kongres yang diselenggarakan
di Jakarta pada tanggal 26—30 Oktober 1998 bertepatan dengan peringatan 70 tahun Hari
Sumpah Pemuda. Kongres yang dihadiri oleh 700 peserta dari dalam dan luar negeri ini
mengusung tema “Pemantapan Peran Bahasa sebagai Sarana Pembangunan Bangsa dalam
Era Globalisasi”.

Selain itu, penyelenggara kongres ini juga menetapkan tiga subtema, yaitu (1)
Memperkukuh Kedudukan Bahasa dalam Era Globalisasi, (2) Meningkatkan Mutu Bahasa
sebagai Sarana Komunikasi, dan (3) Meningkatkan Daya Cipta dan Apresiasi Sastra.
Keseluruhan masalah yang dibahas itu dituangkan ke dalam kurang lebih 80 judul makalah.
Kongres kali ini juga diiringi dengan pelaksanaan pameran.

Selanjutnya, Kongres Bahasa Indonesia VIII diselenggarakan di Hotel Indonesia,


Jakarta pada tanggal 14 – 17 Oktober 2003. Pelaksanaan kongres ini dilatarbelakangi oleh
komitmen untuk memantapkan posisi bahasa Indonesia sebagai lambang jati diri bangsa dan
alat pemersatu berbagai kelompok etnis dalam satu kesatuan bangsa di tengah terjadinya
berbagai perkembangan dan perubahan kehidupan masyarakat Indonesia sebagai akibat
bergulirnya gerakan reformasi yang terjadi sejak 1998.

Runtuhnya kekuasaan Orde Baru dan lahirnya gerakan reformasi tentu saja mengubah
tatanan kehidupan yang awalnya serba sentralistik menjadi desentralistik yang secara
langsung maupun tidak langsung memengaruhi bidang kebahasaan dan kesastraan. Pada era

28
reformasi, masalah bahasa dan sastra Indonesia menjadi kewenangan pemerintah pusat,
sedangkan masalah bahasa dan sastra daerah menjadi urusan pemerintah daerah.

Sesuai perkembangannya, kongres kedelapan ini mengusung tema “Pemberdayaan Bahasa


Indonesia Memperkukuh Ketahanan Budaya Bangsa dalam Era Globalisasi” yang dijabarkan
ke dalam tiga pokok bahasan dengan cakupan sebagai berikut.

1. Bahasa

Beberapa cakupan dalam pokok pembahasan bahasa adalah

a. pemantapan peran bahasa Indonesia dalam menghadapi budaya global;


b. peningkatan mutu bahasa Indonesia dalam memanfaatkan perkembangan ilmu dan
teknologi informasi;
c. peningkatan mutu penggunaan bahasa Indonesia dalam upaya memantapkan
kesadaran berbangsa;
d. peningkatan mutu pendidikan bahasa Indonesia dalam membangun kehidupan
masyarakat madani
e. perkembangan pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa asing (BIPA);
f. peningkatan mutu pengajaran bahasa asing di Indonesia; dan
g. pemantapan peran bahasa daerah dalam memperkukuh ketahanan budaya bangsa

2. Sastra

Beberapa cakupan dalam pokok pembahasan bahasa adalah

a. pemantapan peran sastra Indonesia dalam menghadapi budaya global;


b. peningkatan mutu karya sastra Indonesia dalam kaitannya dengan pemanfaatan
ilmu dan teknologi informasi;
c. peningkatan apresiasi sastra Indonesia dalam upaya memantapkan kesadaran
bangsa;
d. peningkatan mutu pendidikan sastra Indonesia dalam membangun kehidupan
masyarakat madani; dan
e. pemantapan peran sastra daerah dalam memperkukuh ketahanan budaya bangsa.

3. Media Massa

Beberapa cakupan dalam pokok pembahasan bahasa adalah

29
a. peran media massa dalam meningkatkan mutu penggunaan bahasa Indonesia dan
penyebaran hasil pengembangan bahasa;
b. peran media massa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui penggunaan
bahasa Indonesia yang baik;
c. dampak pemakaian bahasa Indonesia dalam media massa terhadap dunia
pendidikan
d. peran media massa dalam memasyarakatkan dan meningkatkan apresiasi sastra
e. peran media massa di daerah dalam memelihara bahasa dan budaya daerah.

Kongres Bahasa Indonesia VIII ini diikuti oleh sekitar 1.000 orang yang terdiri atas
tokoh masyarakat, pakar, sastrawan, budayawan, pejabat pemerintah, peminat bahasa dan
sastra, serta wakil organisasi profesi dari dalam dan luar negeri. Selain mendiskusikan 80
makalah terkait kebahasaan dan kesastraan, panitia kongres juga menyelenggarakan pameran
dan pentas seni dengan menampilkan (a) dokumen tertulis salinan makalah atau guntingan
surat kabar dari penyaji utama Kongres Bahasa Indonesia I—VII; (b) buku terbitan tentang
kebahasaan dan kesastraan di Indonesia; (c) poster/foto kegiatan pertemuan
nasional/internasional kebahasaan dan kesastraan; (d) slogan kampanye penggunaan bahasa
Indonesia dan pemasyarakatan sastra; (e) peta bahasa dan Uji Kemahiran Berbahasa
Indonesia dan sistem informasi kebahasaan.

Menteri Pendidikan, H.A. Malik Fadjar pada kongres tersebut menyampaikan materi
mengenai “, Pendidikan Nasional, dan Kehidupan Berbangsa”. Ia menegaskan bahwa
pendidikan nasional saat ini memperkenalkan dan memasyarakatkan orientasi baru yang
disebut dengan keterampilan hidup (life skill) yang di dalamnya juga Bahasa Indonesia
terdapat kompetensi berkomunikasi. Dengan demikian, orientasi ini sejalan dengan harapan
agar kita mahir berbahasa Indonesia.

30
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sejarah bahasa indonesia pada masa pra kemrdekaan dimulai dari bahasa Indonesia
diadopsi dari prototipe bahasa Melayu. Bahasa Melayu merupakan salah satu bahasa daerah
yang berada di Negara Indonesia. Bahasa Melayu telah dipakai sebagai lingua franca selama
berabadabad sebelumnya di seluruh kawasan tanah air kita. Berdasarkan bukti-bukti sejarah
yang ditemukan, seperti: prasasti yang ditemukan di Palembang, Jambi dan Bangka, dapat
diambil sebuah analisia bahwa bahasa Melayu sudah dipergunakan sejak dulu di beberapa
wilayah Indonesia khususnya di wilayah-wilayah sumatera dan terdapat beberapa kerajaan
besar yang berpengaruh pada saat itu. Kerajaan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar
yang terletak di wilayah Sumatera. Seiring dengan kejayaan kerajaan Sriwijaya, bahasa
Melayu mengalami perkembangan yang signifikan. Perubahan sosio kultural pada tata
kehidupan masyarakat terus berlangsung searah dengan perkembangan zaman, termasuk
perubahan kedudukan bahasa Melayu bagi bangsa Indonesia. Pada saat perjuangan
kemerdekaan, bangsa Indonesia memerlukan alat pemersatu dalam berinteraksi antar suku
bangsa yang ada di Indonesia.

Perkembangan bahasa Indonesia masa reformasi, diawali dengan Kongres Bahasa


Indonesia VII yang diselenggarakan di Hotel Indonesia, Jakarta pada tanggal 26-30 Oktober
1998. Kongres ini juga bertujuan untuk memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia sebagai sarana komunikasi pemerintahan, sarana pengembangan kebudayaan,
sarana pendidikan dan pengajaran, serta sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern. Kongres ini juga menetapkan tiga subtema, yaitu (1) Memperkukuh
Kedudukan Bahasa dalam Era Globalisasi, (2) Meningkatkan Mutu Bahasa sebagai Sarana
Komunikasi, dan (3) Meningkatkan Daya Cipta dan Apresiasi Sastra. Keseluruhan masalah
yang dibahas itu dituangkan ke dalam kurang lebih 80 judul makalah. Kongres kali ini juga
diiringi dengan pelaksanaan pameran.
Sesuai perkembangannya, kongres kedelapan ini mengusung tema “Pemberdayaan
Bahasa Indonesia Memperkukuh Ketahanan Budaya Bangsa dalam Era Globalisasi” yang
dijabarkan ke dalam tiga pokok bahasan dengan cakupan yaitu:bahasa;sastra dan media masa.

3.2 Saran

Demikianlah makalah ini kami sajikan kami. Adapun kritik dan saran dari para
pembaca selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

31
DAFTAR PUSTAKA

Sukartha, I Nengah, dkk. 2010. Bahasa Indonesia Akademik Untuk Perguruan Tinggi.
Bali: Udayana University Press Nasucha, Yakub. 2010.
Bahasa Indonesia untuk Penulisan Karya Ilmiah. Yogyakarta: Media Perkasa. Lawson,
F.R 1981. Conference, Convention & Exhibition Facilities. London
Mestika, Zed. 2004. Metode Penelitihan Kepustakaan. Jakarta: Yayasan bogor
Indonesia
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Dharmojo. 2004. Sarana Retorika dalam Penuturan Munaba Waropen Papua. Vidya
Karya, Jurnal Kependidikan dan Kebudayaan, 1(1): 84-94.
Endraswara, Suwardi. 2006. Metodologi Penelitian Sastra, Epistemologi, Model, Teori,
dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Metode Linguistik, Ancangan Metode Penelitian dan
Kajian. Bandung: Eresco.
Eneste, Pamusuk. 1994. Kamus Sastra untuk Pelajar. Ende, Flores, NTT: Nusa Indah.
Keraf, Gorys. 2002. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Minderop, Albertine. 2005. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Pateda, Mansoer. 1995. Kosakata dan Pengajarannya. Ende, Flores, NTT: Nusa Indah.
Rafiek, Muhammad dan Anis, M. Zainal Arifin. 2004. Eksistensi Wiramartas dalam
Hikayat Banjar.
Wiramartas, Jurnal Sosial dan Pendidikan, 1 (1): 1-10.
Rafiek, Muhammad. 2005a. Analisis Realitas Mitologis dan Realitas Ideologis dalam
Naskah Hikayat Carita Raja Banjar dan Raja Kota Waringin dengan Pendekatan
Strukturalisme Hermeneutika Claude Levi-Strauss. Laporan tidak diterbitkan.
Banjarmasin: Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP,
Unlam.
Rafiek, Muhammad. 2005b. Analisis Realitas Mitologis dalam Naskah Hikayat Carita
Raja Banjar dan Raja Kota Waringin dengan Pendekatan Strukturalisme
Hermeneutika Claude Levi-Strauss. Tesis tidak diterbitkan. Banjarmasin:
Program Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan sastra Indonesia dan Daerah, FKIP,
Unlam.

32

You might also like