You are on page 1of 12

MACAM-MACAM QIYAS DALAM KAJIAN USHUL FIQH

M. Auritsniyal Firdaus

Program Doktoral UIN Sunan Gunung Djati Bandung

mauritsniyalfirdaus@gmail.com

Abstrak

Paper ini bertujuan untuk mengetahui berbagai macam varian qiyas dalam kajian
ushul fiqh. Jenis penelitian kualitatif dengan fokus kepustakaan (library research).
Pembahasan makalah ini, pertama dibahas tentang ruang lingkup qiyas dalam kajian ushul
fiqh, yaitu qiyas secara etimologis berarti mengukur, secara terminologi dapat diketahui
hakikatnya, yaitu: terdapat dua permasalahan yang mempunyai 'illat yang sama, salah satu di
antara dua permasalahan yang bersamaan 'illat-nya itu sudah ada hukumnya yang ditetapkan
berdasarkan nash, dan mengacu pada 'illat yang sama. Adapun macam-macam qiyas dapat
dibagi berdasarkan beberapa segi. Dari segi kekuatan 'illat yang terdapat pada furu',
dibandingkan pada 'illat yang terdapat pada ashal, yaitu qiyas awlawi , qiyas musawi, dan
qiyas adwan. Dari segi kejelasan 'illat, yaitu qiyas jali dan qiyas khafi. Dari segi keserasian
'illat-nya dengan hukum, yaitu qiyas muatssir dan qiyas mulaim. Dari segi dijelaskan atau
tidaknya 'illat, yaitu: qiyas ma'na, qiyas illat, dan qiyas dilalah. Dari segi metode (masalik)
yang digunakan dalam ashal dan dalam furu', yaitu: qiyas ikhalah, qiyas syabah, qiyas
sabru, dan qiyas thard.

Kata kunci: qiyas, analogi, ushul, fiqh

Pendahuluan

Ushul fiqh secara sederhana adalah metode untuk menetapkan suatu hukum. Metode

dalam menetapkan hukum diantaranya adalah menggunakan ra’yu. Ra'yu sebagai alat untuk

menggali hukum syara' pada hal-hal tertentu yang nash al-Qur'an dan Sunnah tidak

menetapkan hukumnya secara jelas, maka salah satunya dengan cara menggunakan qiyas.

Ada dua ketentuan dalam menggunakan ra'yu, yaitu: ra'yu yang masih menggunakan

terhadap nash ra'yu secara bebas tanpa menggunakan pada nash. Qiyas termasuk ra’yu yang

masih menggunakan nash. Meskipun qiyas tidak menggunakan nash secara langsung, tetapi
karena masih merujuk kepada nash, maka dapat dikatakan bahwa qiyas juga sebenarnya

menggunakan nash, namun tidak secara langsung.

Pijakan pemikiran qiyas itu ialah adanya kaitan yang erat antara hukum dengan sebab.

Hampir semua hukum di luar bidang ibadah makhdlah, dapat diketahui alasan rasional

ditetapkannya hukum itu oleh Allah. Alasan hukum yang rasional itu oleh ulama disebut

"illat hukmi”. Dari uraian di atas secara singkat dapat diketahui bahwa qiyas merupakan

metode penetapan hukum dengan ra’yu dengan merujuk nash yang erat kaitannya dengan

illat hukmi (alasan hukum), maka tentu qiyas mempunyai banyak varian pembagian dan

macamnya dalam menetapkan hukum. Dari hal tersebut penulis tertarik untuk membahas

macam-macam qiyas dalam kajian ushul fiqh.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah termasuk penelitian kualitatif, karena sifat data yang akan

dikumpulkan bercorak kualitatif. Penelitian ini terfokus pada penelitian kepustakaan (library

research) atau studi teks. Maka penelitian ini akan lebih memusatkan perhatian pada

pengkajian-pengkajian terhadap teks, dan termasuk jenis penelitian kualitatif. Penelitian

kepustakaan dilakukan karena sumber-sumber datanya, baik yang utama (primary resources)

maupun pendukung (secondary resources) seluruhnya adalah teks. Dalam hal ini sumbernya

adalah kitab-kitab dan buku-buku tentang ushul fiqh.

Pembahasan

1. Ruang Lingkup Qiyas

Qiyas secara etimologis berarti mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk

diketahui adanya persamaan antara keduanya 1 Qiyas secara terminologi terdapat beberapa

definisi, antara lain sebagai berikut:

a. Al-Ghazali dalam al-Mustashfa memberi definisi qiyas:

1
Ibnu Yazid, Ushul Fikih dan Ilmu Ushul Fikih, (Medan: Fakultas Sosial Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara, 2006), Hlm. 15

2
‫حول هعلىم على هعلىم فً إثبات حكن لهوا أو ًفيه عٌهوا بأهر جاهع بيٌهوا هي إثبات حكن أو‬

‫ًفيه عٌهن‬

Artinya: menanggungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui

dalam hal menetapkan hukum keduanya disebabkan ada hal yang sama antara

keduanya, dalam penetapan hukum atau penindaan hukum. definisi di pada keduanya

atau meniadakan. 2

b. Ibnu Subki dalam bukunya Jam'u al-Jawdmi' memberikan definisi sebagai berikut:

‫حول هعلىم على هعلىم لوساواته فً علة حكوه عٌذ الحاهل‬

Artinya: menghubungkan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui

karena kesamaannya dalam 'illat hukumnya menurut pihak yang menghubungkan

(mujtahid). 3

c. Abu Zahrah memberikan definisi qiyas sebagai berikut:

‫الحاق أهر غير هٌصىص على حكوـه بـأهر آخر هٌصىص على حكوه الشتراكها فً علة الحكن‬

Artinya: menghubungkan sesuatu perkara yang tidak ada nash tentang hukumny

kepada perkara lain yang ada nash hukumnya karena keduanya berserikat dalam 'illat

hukum. 4

d. Wahbah az-Zuhaili mendefinisikan qiyas sebagai berikut:

‫الحاق اهر غير هٌصىص على حكوه الشرعً باسر هٌصىص على كوه الشتراكهوا فً علة‬

Artinya: menghubungkan (menyamakan hukum) sesuatu yang tidak ada ketentuan

hukumnya dengan sesuatu yang ada ketentuan hukumnya karena ada persoavunau

illat antara kedtianya. 5

2
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1, (Jakarta: Kencana, 2008), Hlm. 158.
3
Ibn as-Subkhi, Taj ad-Din Abd al-Wahab, Jam’u al-Jawami’, Jilid 2, (Semarang: Usaha Keluarga, tt), Hlm.
202.
4
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1, ..., Hlm. 158.
5
Wahbah az-Zuhailly, Ushul Fiqh al-Islami, Juz 1, (Beirut: Dar al-Fikr, 2001), Hlm. 603.

3
Beberapa terminologi qiyas tersebut dapat diketahui hakikat qiyas dari berbagai

pandangan di atas, yaitu: 6

a. Terdapat dua permasalahan yang mempunyai 'illat yang sama.

b. Salah satu di antara dua permasalahan yang bersamaan 'illat-nya itu sudah ada

hukumnya yang ditetapkan berdasarkan nash, sedangkan permasalahan yang satu lagi

belum diketahui hukumnya.

c. Berdasarkan 'illat yang sama, seorang mujtahid menetapkan hukum pada

permasalahan yang tidak ada nash-nya itu seperti hukum yang berlaku pada

permasalahan yang hukumnya telah ditetapkan berdasarkan nash.

Dari uraian mengenai hakikat qiyas tersebut, terdapat empat unsur (rukun) pada

setiap qiyas, yaitu:7

a. Terdapat suatu wadah atau hal yang telah ditetapkan sendiri hukumnya oleh pembuat

hukum. Ini disebut "maqis 'alaih" atau "ashal" atau "musyabbah bihi".

b. Ada suatu wadah atau hal yang belum ditemukan hukumnya secara jelas dalam nash

syara'. Ini disebut "maqis" atau "furu"" atau "musyabbah".

c. Hukum yang disebutkan sendiri oleh pembuat hukum (syari') pada ashal. Berdasarkan

kesamaan ashal itu dengan furu' dalam 'illat-nya, para mujtahid dapat menetapkan

hukum pada furu'. Ini disebut "hukum ashal".

d. 'Illat hukum yang terdapat pada ashal dan terlihat pula oleh mujtahid pada furu'.

2. Macam-Macam Qiyas dalam Kajian Ushul fiqh

Macam-macam qiyas dapat dilihat dari beberapa segi sebagai berikut:

6
Sudirman Suparmin, Ushul Fiqh : Metode Penetapan Hukum Islam, (Bandung: Ciptapustaka Media,
2014),Hlm. 74
7
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1, ..., Hlm. 164. Lihat juga Sudirman Suparmin, Ushul Fiqh : Metode
Penetapan Hukum Islam, ... ,Hlm. 74 – 80. Lihat juga Ibnu Yazid, Ushul Fikih dan Ilmu Ushul Fikih, .., Hlm.
15. Lihat juga Ahmad Masfuful Fuad, Qiyas Sebagai Salah Satu Metode Istinbath Al-Hukm, Mazahib Vol XV,
No. 1, Juni 2006, Jurnal Pemikiran Hykum Islam, Hlm. 45 -51

4
a. Qiyas dari segi kekuatan 'illat yang terdapat pada furu', dibandingkan pada 'illat yang

terdapat pada ashal. Dalam hal ini qiyas terbagi tiga macam yaitu:8

1) Qiyas awlawi (‫)قياس أولىي‬, yaitu qiyas yang pemberlakuan hukum pada furu’ lebih

kuat dibandingkan daripada pemberlakuan hukum pada ashal karena kekuatan

illat pada furu‟. Contohnya yaitu meng-qiyas-kan keharaman memukul orang tua

kepada ucapan "uf" (berkata kasar) terhadap orang tua dengan „illat "menyakiti.

Hal itu ditegaskan Allah dalam surat al-Isra‟ (17):23:

ٍّ ّ ُ ‫فَ ََل تَقُل لَّ ُه َوا أ‬


‫ف َو َال ت َ ٌْ َه ْرهُ َوا‬

Artinya: maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya

perkataan "uf" dan janganlah kamu membentak mereka.”

Keharaman pada perbuatan "memukul" lebih kuat dari pada keharaman pada

ucapan "uf", karena sifat menyakiti yang terdapat pada memukul lebih kuat dari

yang terdapat pada ucapan"uf".

2) Qiyas musawi (‫ ;)قياس هساوي‬yaitu qiyas yang pemberlakuan hukum pada furu'

sama keadaanya dengan berlakunya hukum pada ashal karena kekuatan 'illat-nya

sama. Contohnya yaitu meng-qiyas-kan membakar harta anak yatim kepada

memakannya secara tidak patut dalam menetapkan hukum haramnya. Hal ini

difirmankan Allah dalam surat an-Nisa' (4):2:

‫ب ۖ َو َال ت َأْكُلُ ْىا ا َ ْه َىالَ ُه ْن‬ َّ ‫ْث ِب‬


ِ ‫الط ِّي‬ َ ‫َواتُىا ْاليَتوى ا َ ْه َىالَ ُه ْن َو َال تَتَبَذَّلُىا ْال َخ ِبي‬

Artinya: “dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah dewasa) harta

mereka, janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk, dan janganlah

kamu makan harta mereka bersama hartamu.”

8
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1, ..., Hlm. 219 - 221. Lihat juga Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih,
(Beirul: dar al-Fikr, 1978), Hlm. 77 – 78. Lihat juga Sakirman, Metodologi Qiyas dalam Istinbath Hukum, ...,
Hlm. 53.

5
Jadi membakar harta anak yatim atau memakannya secara tidak patut adalah

sama-sama merusak harta anak yatim. Maka dari itu hukum yang berlaku pada

membakar harta anak yatim persis sama dengan hukum haram pada memakannya

secara tidak patut.

3) Qiyas adwan (‫ ;)قياس األدواى‬yaitu qiyas yang pemberlakuan hukum pada furu’ lebih

lemah dibandingkan dengan pemberlakuan hukum pada ashal, meskipun qiyas

tersebut memenuhi persyaratan. Contonya yaitu meng-qiyas-kan apel kepada

gandum dalam menetapkan berlakunya riba fadhal bila dipertukarkan dengan

barang yang sejenis. Illat-nya bahwa ia adalah makanan. Memberlakukan hukum

riba pada apel lebih rendah dari pada berlakunya hukum riba pada gandum karena

'illat-nya lebih kuat.

b. Qiyas dari segi kejelasan 'illat terbagi kepada dua macam:9

1) Qiyas jali (ً‫ ;)قياس جل‬yaitu 'illat dari qiyas ditetapkan dalam nash berbarengan atau

bersamaan dengan penetapan hukum ashal atau tidak ditetapkan 'illat itu dalam

nash, namun titik perbedaan antara ashal dengan furu' dapat dipastikan tidak ada

pengaruhnya.

Contoh bentuk pertama: qiyas memukul orang tua kepada ucapan "uf"

dengan "illat menahan menyakiti orang tua yang dalam ayat al-Qur'an disuruh

berbuat baik kepada orang tua. Bentuk kedua umpamanya meng-qiyas-kan

perempuan kepada laki-laki dalam kebolehan qashar shalat di perjalanan, karena

meskipun terdapat perbedaan jenis kelamin, namun perbedaan itu dapat

dikesampingkan.

Al-Mahalli dalam syarah matan Jam'ul Jawami' mengatakan bahwa qiyas

jali itu mencakup qiyas awlawi dan qiyas musawi. Sedangkan dalam syarah al-
9
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1, ..., Hlm. 221. Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqih, ..., Hlm. 77 – 78.
Lihat juga Sakirman, Metodologi Qiyas dalam Istinbath Hukum, Yudisia Vol 9, No. 1, Januari – Juni 2008,
Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam, Hlm. 52 – 53.

6
Mukhtasar, ia mengatakan bahwa qiyas jali itu hanya berlaku terhadap qiyas

awlawi.

2) Qiyas khafi (ً‫ ;)قياس خف‬yaitu 'illat pada qiyas tidak disebutkan dalam nash.

Maksudnya, diistinbatkan dari hukum ashal yang memungkinkan kedudukan

'illat-nya bersifat zhanni. Contohnya yaitu meng-qiyas-kan pembunuhan dengan

benda berat kepada pembunuhan dengan benda tajam dalam penetapan hukum

qishash dengan 'illat pembunuhan yang disengaja dalam bentuk permusuhan. 'Illat

ini kedudukannya dalam ashal lebih jelas dibandingkan dengan kedudukannya

dalam furu'. Qiyas adwan termasuk ke dalam qiyas khafi karena kedudukannya

yang lebih rendah disebabkan oleh lemahnya 'illat pada furu'.

c. Qiyas dari segi keserasian 'illat-nya dengan hukum terbagi kepada dua, yaitu: 10

1) Qiyas muatssir (‫ )قياس هؤثر‬dapat diketahui dengaan dua definisi Pertama, qiyas

yang 'illat penghubung antara ashal dan furu‟ ditetapkan dengan nash yang sharih

atau ijma'. Kedua qiyas yang 'ain sifat (sifat itu sendiri) yang menghubungkan

ashal dengan furu' itu berpengaruh terhadap 'ain hukum. Contoh pertama yaitu

meng-qiyas-kan kewalian nikah anak di bawah umur kepada kewalian atas

hartanya dengan 'illat "belum dewasa"nya. "Illat ini ditetapkan berdasarkan ijma.‟

Contoh kedua yaitu meng-qiyas-kan minuman keras selain yang dibuat dari

anggur kepada khamar dengan 'illat "memabukkan". "Illat memabukkan itu

termasuk pada 'illat yang hubungannya dengan hukum haram adalah berbentuk

muatssir.

2) Qiyas mulaim (‫ ;)قياس هَلئن‬yaitu qiyas yang 'illat hukum ashal dalam hubungannya

dengan hukum haram adalah dalam bentuk munasib mulaim. Umpamanya qiyas

pembunuhan dengan benda berat kepada pembunuhan dengan benda tajam yang

10
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1, ..., Hlm. 222.

7
'illat-nya pada ashal dalam hubungannya dengan hukum pada ashal adalah dalam

bentuk munasib mulaim.11

d. Qiyas dari segi dijelaskan atau tidaknya 'illat pada qiyas itu, terbagi tiga macam:12

1) Qiyas ma'na (‫ ) قياس الوعٌى‬atau qiyas dalam makna ashal, yaitu qiyas yang

meskipun 'illat-nya tidak dijelaskan dalam qiyas namun antara ashal dengan furu’

tidak dapat dibedakan, sehingga furu' itu seolah-olah ashal itu sendiri. Contohnya

yaitu hukum membakar harta anak yaitm yang di-qiyas-kan kepada memakannya

secara tidak patut dengan 'illat merusak harta anak yatim itu. Oleh karena adanya

kesamaan itu maka furu’ tersebut seolah ashal itu sendiri.

2) Qiyas „illat (‫ ;)قياس علة‬yaitu qiyas yang 'illat-nya dijelaskan dan 'illat tersebut

merupakan pendorong bagi berlakunya hukun dalam ashal. Contohnya yaitu

meng-qiyas-kan nabiz kepada khamar dengan 'illat rangsangan yang kuat yang

jelas terdapat dalam ashal dan furu'.

3) Qiyas dilalah (‫)قياس الذاللة‬, yaitu qiyas yang 'illat-nya bukan pendorong bagi

penetapan hukum itu sendiri, namun ia merupakan keharusan (kelaziman) bagi

'illat yang memberi petunjuk akan adanya 'illat. Contohnya yaitu meng-qiyas-kan

nabiz kepada khamar dengan menggunakan alasan "bau yang menyengat". Bau itu

merupakan akibat yang lazim dari rangsangan kuat dalam sifat memabukkan.

e. Qiyas dari segi metode (masalik) yang digunakan dalam ashal dan dalam furu',

terbagi menjadi empat macam, yaitu: 13

1) Qiyas ikhalah (‫)قياس اإلخالة‬, yaitu qiyas yang 'illat hukumnya ditetapan melalui

metode munasabah dan ikhalah. Munasabah, yaitu sifat nyata yang terdapat pada

suatu hukum, dapat diukur dan dapat di nalar, merupakan tujuan yang

11
Munasib Mulaim adalah kesesuaian atau munasib yang berlakunya 'ain ‘illat untuk 'ain hukum secara
langsung bukan di tetapkan oleh nash atau ijma.'
12
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1, ..., Hlm. 222 - 224.
13
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1, ..., Hlm. 224.

8
dikandunghukum itu, yaitu berupa pencapaian terhadap suatu kemaslahatan atau

penolakan terhadap kemudharatan, munasabah ini disebut juga oleh para ahli

ushul fiqh dengan ikhalah, yang artinya diduga bahwa suatu sifat itu merupakan

(‘illat) hukum. Atau disebut juga dengan takhrij al-manath yaitu mendapat ‘illat

pada hukum ashl semata-mata mengaitkan antara munasabah dengan hukum.

Contoh munasabah adalah perbuatan zina, perzinaan itu merupakan suatu

sifat perbuatan yang dapat diukur dan menurut nalar sejalan dengan hukum

diharamkannya zina tersebut, untuk suatu kemaslahatan, yaitu memelihara

keturunan atau menolak kemudrotan/kemafsadatan, berupa tercampurnya nasab

dan tidak dapat membedakan suatu ketururnan.

Akan tetapi, apakah munasabah tersebut dengan sendirinya dapat menjadi

“illat hukum”. Ulama Hanafiyah dan Syafi‟iyah berpendapat bahwa munasabah

itu dapat menjadi illat apabila didukung oleh nash atau ijma‟. 14

2) Qiyas syabah (‫)قياس الشبة‬, yaitu qiyas yang 'illat hukum ashal-nya ditetapkan

melalui metode syabah. Syabah berarti sifat yang memiliki kesamaan. Syabah ini

terdiri dari dua bentuk, yaitu: Pertama, qiyas yang sama antara hukum dan sifat

sangat dominan; yaitu menghubungkan furu' yang mempunyai kesamaan dengan

dua ashal, namun kesamaan dengan salah satu diantaranya lebih dominan di

bandingkan dengan yang satu lagi. Contohnya terkait penetapan ganti rugi bagi

hamba sahaya dihubungkan kepada harta dari segi dimilikinya atau kepada orang

merdeka dari segi dikenai beban hukum. Karena kesamaannya yang lebih

dominan dengan orang merdeka, maka dalam hal penetapan ganti rugi ia

dihubungkan kepada orang merdeka. Kedua, qiyas shuri, yaitu mengqiyaskan

14
Abber Hasibuan, Qiyas Sebagai Salah Satu Penggalian Hukum Syara’, Makalah, Hlm. 10 – 11.

9
sesuatu hanya karena kesamaan bentuknya; seperti mengqiyaskan kuda kepada

keledai dalam hal tidak dikenai kewajiban zakat.

3) Qiyas sabru (‫)قياس السبر‬, yaitu qiyas yang 'illat hukum ashal-nya ditetapkan

melalui metode sabru wa taqsim. Sabru wa taqsim menurut harfiyah berarti

memperhitungkan dan menyingkirkan. Maksudnya adalah meneliti kemungkinan

sifat yang terdapat dalam ashal, kemudian meneliti dan menyingkirkan sifat-sifat

yang tidak pantas menjadi 'illat, maka sifat yang tertinggal itulah yang menjadi

'illat untuk hukum ashal tersebut. Contoh qiyas ini adalah hukum riba fadhal yang

terdapat dalam hadits Nabi

‫البر بالبر والشعير بالشعير‬

Artinya: “gandum dengan gandum, jelai dengan jelai.”

Hadits tersebut tidak disebutkan 'illat-nya secara langsung maupun tidak

langsung. Dalam mencari sifatnya ditampilkan segala kemungkinan sifat yang

terdapat di dalamnya yaitu bahwa ia adalah makanan, barang yang ditimbang, dan

barang yang ditakar. Kemudian sifat-sifat ini diteliti satu persatu dan disaring

mana yang pantas menjadi 'illat dan mana yang tidak. Pada contoh tersebut, ulama

Syafi'iyyah menetapkan "keadaan makanan" itulah yang dijadikan sifat ('illat)

untuk berlakunya riba fadhal, yaitu bila dilakukan pertukaran dua barang yang

sejenis dalam ukuran yang berbeda. Sifat-sifat lain yang mungkin terdapat di situ,

setelah disaring dan dipandang tidak pantas, maka disingkirkan dari perhitungan.

4) Qiyas thard (‫)قياس الطرد‬, yaitu qiyas yang 'illat hukum ashal-nya ditetapkan

melalui metode thard. Thard merupakan penyertaan hukum dengan sifat tanpa

adanya titik keserasian yang berarti. Ketika penyebutan hukum itu disebutkan pula

sifatnya, namun antara hukum dengan sifat itu tidak ada kaitannya sama sekali.

contohnya ucapan, "Hukumlah penjahat yang buruk rupa itu." Pada contoh

10
tersebut sudah dijelaskan hukumnya, yaitu keharusan menghukum penjahat

disertai penjelasan sifatnya, namun antara sifat dengan hukum tidak ada

keserasian. Artinya, tidak ada sangkut paut antara penetapan hukuman dengan

buruk rupa dalam ucapan tersebut.

Kesimpulan

Qiyas secara etimologis berarti mengukur sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk

diketahui adanya persamaan antara keduanya. Qiyas dapat diketahui hakikatnya, yaitu:

terdapat dua permasalahan yang mempunyai 'illat yang sama, salah satu di antara dua

permasalahan yang bersamaan 'illat-nya itu sudah ada hukumnya yang ditetapkan

berdasarkan nash, dan mengacu pada 'illat yang sama.

Adapun macam-macam qiyas dapat dibagi berdasarkan beberapa segi. Qiyas dari

kekuatan 'illat yang terdapat pada furu', dibandingkan pada 'illat yang terdapat pada ashal,

yaitu qiyas awlawi , qiyas musawi, dan qiyas adwan. Qiyas dari segi kejelasan 'illat, yaitu

qiyas jali dan qiyas khafi. Qiyas dari segi keserasian 'illat-nya dengan hukum, yaitu qiyas

muatssir dan qiyas mulaim. Qiyas dari segi dijelaskan atau tidaknya 'illat, yaitu: qiyas ma'na,

qiyas illat, dan qiyas dilalah. Qiyas dari segi metode (masalik) yang digunakan dalam ashal

dan dalam furu', yaitu: qiyas ikhalah, qiyas syabah, qiyas sabru, dan qiyas thard.

Referensi

as-Subkhi, Ibn, Taj ad-Din Abd al-Wahab, Jam’u al-Jawami’, Jilid 2, Semarang Usaha
Keluarga, tt.

az-Zuhailly, Wahbah, Ushul Fiqh al-Islami, Juz 1, Beirut, Dar al-Fikr, 2001.

Fuad, Ahmad Masfuful, Qiyas Sebagai Salah Satu Metode Istinbath Al-Hukm, Mazahib Vol
XV, No. 1, Juni 2006, Jurnal Pemikiran Hykum Islam.

Hasibuan, Abber, Qiyas Sebagai Salah Satu Penggalian Hukum Syara’, Makalah.

11
Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqih, Beirul: dar al-Fikr, 1978.

Sakirman, Metodologi Qiyas dalam Istinbath Hukum, Yudisia Vol 9, No. 1, Januari – Juni
2008, Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam.

Suparmin, Sudirman, Ushul Fiqh : Metode Penetapan Hukum Islam, Bandung, Ciptapustaka
Media, 2014.

Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Jilid 1, Jakarta, Kencana, 2008.

Yazid, Ibnu, Ushul Fikih dan Ilmu Ushul Fikih, Medan, Fakultas Sosial Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara, 2006.

12

You might also like