Professional Documents
Culture Documents
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqih Kontemporer
Disusun Oleh:
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena dengan izin
dan kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada
waktunya. Tujuan penulis membuat makalah ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Fiqih Kontemporer. Penulis berharap agar pembaca dapat
memahami isi dari makalah ini agar lebih memahami lebih mendalam tentang
poligami, poliandri, dan monogami.
Walaupun makalah ini telah penulis selesaikan tetapi penulis sadar masih
banyak kekurangan dalam makalah ini dan penulis merasa tidak puas dengan apa
yang dicapai. Oleh karena itu penulis momohon untuk memberikan kritik dan
saran yang membangun.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
ABSTRAK..............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................
A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujuan Penulisan .....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................
A. Definisi Poligami......................................................................................................
a. Dasar Hukum Poligami......................................................................................
b. Poligami Rasulullah...........................................................................................
c. Poligami dalam Berbagai Sudut Pandang..........................................................
d. Hukum Poligami di Indonesia............................................................................
e. Rukun, Syarat dan Hikmah Poligami.................................................................
B. Definisi Poliandri...................................................................................................
a. Dasar Hukum Poliandri....................................................................................
b. Hukum Poliandri di Indonesia.........................................................................
c. Faktor Terjadinya Poliandri.............................................................................
d. Hikmah Larangan Poliandri.............................................................................
C. Definisi Monogami................................................................................................
a. Asas Monogami dalam Perkawinan di Indonesia............................................
BAB III KESIMPULAN......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
ii
ABSTRAK
Perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci, kuat, kokoh untuk hidup
bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk
membentuk rumah tangga yang kekal, santun menyantuni dan kasih mengasihi.
Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai
dengan norma agama dan tata kehidupan masyarakat. Persoalan mengenai
poligami memang sudah sering dibahas. Islam membolehkan laki-laki untuk
berpoligami. Selain poligami, ada istilah poliandri yaitu peremuan yang menikahi
lebih dari satu laki-laki. Untuk poliandri, Islam melarang para perempuan untuk
melakukan poliandri, hal ini disebabkan karena jika perempuan tersebut hamil,
maka akan sulit menetukan ayah biologis dari sang anak. Meskipun di larang,
akan tetapi ada perempuan yang melakukan poliandri. Hal ini disebabkan oleh
beberapa faktor, yaitu mulai dari aspek ekonomi, jarak, suami yang tidak
bertanggung jawab, dan masih banyak lagi.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
PEMBAHASAN
A. Definisi Poligami
Secara etimologi poligami berasal dari bahasa yunani yaitu apolus yang
artinya banyak dan gamos yang artinya perkawinan. Dengan demikian
poligami berarti perkawinan yang banyak. Secara terminologi poligami
adalah sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini
beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.1 Dalam kamus Umum
Bahasa Indonesia poligami adalah adat seorang suami beristri lebih dari satu. 2
Walaupun ada juga yang memahami ayat tentang poligami dengan batasan
empat atau bahkan lebih dari Sembilan isteri. Konsep poligami (ta’addud al-
zaujāt) dalam ilmu fikih secara umum dipahami sebagai seorang suami dalam
waktu bersamaan yang mengumpulkan dua sampai empat istri. Poligami tidak
dapat diketahui secara pasti awal mula kemunculannya. Sejak ribuan tahun
silam, sebelum datangnya Islam poligami sudah menjadi tradsi yang dianggap
wajar.3
Singkatnya, poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak
(suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) isteri dalam waktu yang
bersamaan. Laki-laki yang melakukan bentuk perkawinan seperti itu
dikatakan bersifat poligami.4
a. Dasar Hukum Poligami
Dasar hukum mengenai poligami dalam pernikahan disebutkan secara
jelas dan tegas dalam al-Qur‟an. Ayat yang sering menjadi rujukan para
ulama dalam hal poligami adalah QS. al-Nisa ayat 3 yaitu:
1
Haris Hidayatulloh, “Adil Dalam Poligami Perspektif Ibnu Hazm”, Religi: Jurnal Studi Islam,
Vol. 6 No. 2 (Oktober, 2015), 212
2
W.J.S. Poerwadarminta (1987), Kamus Umum Bahasa Indonesia (cet 10), Jakarta: Balai Pustaka,
hal. 763
3
Andi Intan Cahyani, “Poligami dalam Perspektif Hukum Islam”, Al-Qadau, Vol. 5 No. 2
(Desember, 2018), 273
4
Haris Hidayatulloh, “Adil Dalam Poligami Perspektif Ibnu Hazm”, Religi: Jurnal Studi Islam,
Vol. 6 No. 2 (Oktober, 2015), 212
3
4
bisa memahami dengan jelas maksud dan tujuan dari praktik poligami
Rasulullah dapat dilihat dari persoalan atau sebab mengapa beliau
berpoligami. Diantaranya:
1. Rasulullah diutus untuk menyebarkan kasih dan sayang kepada
seluruh alam oleh Allah swt. Sejalan firman Allah dalam QS. al-
Anbiyā (21):107
2. Rasulullah diutus menjadi contoh suri tauladan untuk umat
manusia. Ini dijelaskn dalam QS. al-Ahzab (33): 21
3. Rasulullah diutus untuk melindungi dan mengangkat martabat
kaum wanita, anak-anak yatim, para budak, dan kaum tertindas
lainnya. Ini dalam QS. al-Nisā (4): 127
4. Rasulullah menyuruh umatnya untuk berumah tangga untuk
membentuk keluarga yang sejahtera, bahagia dan menumbuhkan
generasi Islami yang kuat dimasa depan. Bukan semata-mata untuk
menyalurkan fitrah seksnya.
5. dengan banyaknya wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah saw.
maka perlu mengkaji agar makna yang terkandung menjadi jelas
dan dicontohkan secara nyata sesuai dengan makna kandungannya.
Dengan mengetahui makna yang tersirat, maka dengan jelas
terlihat alasan-alasan dibalik praktik poligami yang dilakukan
Rasulullah tersebut.
Praktik poligami Rasulullah saw. secara jelas tidak berdasar pada
kebutuhan biologis, atau hanya untuk mendapatkan keturunan. Dalam
perkawinan Rasulullah, poligami yang beliau lakukan dengan mengawini
perempuan yang sudah lanjut usia kecuali Aisyah, dan juga poligami
dilakukan bukan pada kondisi atau situasi yang normal, melainkan dalam
situasi perang jihad, perjuangan dan pengabdian yang tujuan utamanya
untuk berdakwa dan menegakkan syiar Islam. Dengan mengetahui sejarah
poligami yang dilakukan Rasulullah saw. berserta alasan serta tujuannya
yang mempunyai prinsip mulia,secara jelas sangat jauh berbeda dengan
poligami yang berkembang dalam kehidupan masyarakat pada umumnya,
6
7
Andi Intan Cahyani, “Poligami dalam Perspektif Hukum Islam”, Al-Qadau, Vol. 5 No. 2
(Desember, 2018), 274-275
8
Ibid, h. 276
7
9
Ibid, h. 277
10
Ibid, h. 277
8
11
Ibid, h. 277
12
Ibid, h. 278
9
13
Ibid, h. 279
10
kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dihalalkan bagi kamu
selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu, yakni kamu mencari
(istri) dengan hartamu (mahar) untuk menikahinya, bukan untuk berzina.
Karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah
kepada mereka imbalannya (maskawinnya) sebagai suatu kewajiban.
Tidak ada dosa bagi kamu mengenai sesuatu yang saling kamu relakan
sesudah menentukan kewajiban (itu). Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana.”
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani berkata: “Diharamkan menikahi
wanita-wanita yangbersuami. Allah menamakan mereka dengan al-
muhshanat karena mereka menjaga (ahshana) farji (kemaluan)
mereka dengan menikah.”Pendapat tersebut sejalan dengan
pendapat Imam Syafi’i yang menyatakan, bahwa kata muhshanat yang
dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah bermakna wanita merdeka
(al-harair), tetapi wanita yang bersuami (dzawah al-azwaj). Imam
Syafi’imenafsirkan ayat di atas lebih jauh dengan mengatakan: “Wanita-
wanita yang bersuami baik wanita merdeka atau budak diharamkan
atas selain suami-suami mereka, hingga suami-suami mereka
berpisah dengan mereka karena kematian, cerai, atau fasakh nikah,
kecuali as-sabȃyȃ(yaitu budak-budak perempuan yang dimiliki karena
perang, yang suaminya tidak ikut tertawan bersamanya).”16
Dengan demikian jelas, bahwa wanita yang bersuami haram
dinikahi oleh laki-laki lain. Dengan kata lain, ayat di atas merupakan dalil
Al-Qur`an atas haramnya poliandri. Hashana itu berarti mencegah,
di antara kata yang memiliki akar kata itu adalah kata hishn yang
berarti benteng. Namun makna ini bisa bergeser sesuai dengan
konteks pembicaraan dan sebabnya, misalnya Islam itu hishn (benteng),
kemerdekaan itu hishn, nikah itu hishn, dan ‘iffah (menjaga diri) juga
16
Ibid, h. 190
12
hishn. Allah SWT berfirman, “Dan apabila mereka telah menjaga diri,
kemudian mereka mengerjakan perbuatan yang keji (zina)”.17
Untuk itu jelas bahwa wanita yang bersuami haram dinikahi oleh laki-
laki lain. Dengan kata lain bahwa ayat di atas merupakan dalil Alquran
atas haramnya poliandri. Adapun dalil al-Sunnah yang melarang poliandri
adalah hadis Rasulullah yang berbunyi:
“Siapa saja wanita yang dinikahkan oleh kedua orang wali, maka
(pernikahan yang sah) wanita itu adalah bagi (wali) yang pertama dari
keduanya”
Hadits tersebut di atas secara tersirat menunjukkan bahwa jika dua
orang wali menikahkan seorang wanita dengan dua orang laki-laki secara
berurutan, maka yang dianggap sah adalah akad nikah yang dilakukan wali
yang pertama, dengan kata lain hadis tersebut menunjukkan bahwa
tidaklah sah pernikahan seorang wanita kecuali dengan satu orang suami
saja. Dengan demikian jelaslah bahwa poliandri haram hukumnya atas
wanita muslimah, baik berdasarkan dalil Al-Qur’an maupun dalil al-
Sunnah sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.18
b. Hukum Poliandri di Indonesia
Demikian juga dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 secara
tegas disebutkan bahwa asas perkawinan adalah monogami. Hal ini
sebagaimana dinyatakan pada pasal 3 ayat 1 bahwa pada asasnya dalam
sautu perkawinan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
Meskipun asas ini berlaku untuk pria (suami) dan wanita (istri), namun
dalam prakteknya yang dilarang adalah bagi wanita, di mana wanita haram
menikah lebih dari seorang suami (poliandri). 19 Dalam Kompilasi Hukum
Islam di terangkan juga pada BAB IV pada pasal 40 huruf a dan b
dilarangnya untuk melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan
seorang wanita dalam keadaan tertentu yaitu wanita yang bersangkutan
17
Ibid, h. 190
18
A. Ja’far, “Larangan Muslimah Poliandri: Kajian Filosofis, Normatif Yuridis, Psikologis, dan
Sosiologis”, AL-‘ADALAH, Vol. 10 No. 3 (Januari, 2012), 327
19
Ibid, h. 328
13
masih terikat satu perkawinan dan wanita yang masih berada dalam masa
iddah dengan pria lain. Tidaklah sah pernikahan seorang istri yang masih
terikat dengan perkawinan lalu kawin dengan pria lain sangat dilarang di
Indonesia dan tidak diizinkan karena melanggar aturan negara baik hukum
positif dan hukum Islam.20
c. Faktor-faktor Terjadinya Poliandri
Pernikahan poliandri biasanya memang sangat jarang terungkap di
khalayak ramai akan tetapi ditemukannya perkawinan yang disebut
poliandri pada masyarakat Bunut. Padahal suami pertama belum dan tidak
pernah menceraikan istrinya ataupun mengucapkan talak terhadap istrinya.
Pernikahan tersebut di laksanakan secara resmi dan tanpa sepengetahuan
suami pertama, pernikahan poliandri ini hanya di ketahui oleh beberapa
pihak keluarga.21
Kebanyakan karena mereka bekerja sebagai ibu rumah tangga,
sedangkan gaji dari suami yang tidak dapat memenuhi kebutuhan rumah
tangga, sehingga istri mencari nafkah sendiri. Ada yang menjadi Tenaga
Kerja Wanita (TKW), ada menjadi tukang cuci, buruh dan lain-lain.
Sedangkan suami yang kurang memberi kasih sayang terhadap istri,
kurang rasa nyaman dan harmonis di dalam rumah tangga, suami yang
sering mabuk-mabukan, narkoba, sering memukul istri, jarak dengan
suami berjauhan dan kurangnya iman sebagai kontrol sosial
mengakibatkan istri melakukan poliandri. Dari sampel yang di dapat dari
responden terlihat faktor-faktor penyebab poliandri di kalangan
masyarakat muslim di Kelurahan Bunut yaitu22:
1. Faktor Ekonomi
Tidak di pungkiri bahwa faktor utama untuk penunjang dalam
rumah tangga adalah kestabilan ekonomi yang harus dijaga. Stabil
atau tidaknya ekonomi dapat memberikan pengaruh ada keharmonisan
20
Hasliza Lubis, “Poliandri di Kalangan Masyarakat Muslim: Studi Sosiologis di Kelurahan
Bunut Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan”, Al-Istinbath: Jurnal Hukum Islam, Vol. 5
No. 1 (2020), 8
21
Ibid, h. 11
22
Ibid, h. 12
14
23
Ibid, h. 13
15
24
Ibid, h. 13
25
Ibid, h. 14
16
sangat jauh, suami yang jarang pulang karena bekerja di luar daerah dan
istri tidak terpenuhi hasrat biologisnya. Dalam kasus Ibu Afni karena
jarak dengan suami sedangkan suaminya bekerja di kalimantan sebagai
supir jadi suami jarang pulang mengakibatkan Ibu Afni melakukan
poliandri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ibu Afni bahwa dia
melakukan perkawinan lagi tanpa adanya ucapan talak dari suami
pertamanya karena suami jauh dan pergi sudah lama.26
Tidak hanya di keluarahan Bunut saja, kasus poliandri pun terjadi di
Kabupaten Pidie Jaya, dan faktor-faktor nya pun kurang lebih sama seperti
yang sudah dijelaskan sebelumnya, mulai dari aspek ekonomi, jarak, tidak
terpenuhi nafkah batin, usia suami yang sudah lanjut dan sakit-sakitan,
kurangnya keharmonisan dan juga kurangnya iman dan lemahnya
pemahaman agama sebagai kontrol sosial.
Praktik poliandri bermula dari ketidak berdayaan ekonomi masing-
masing pasangan suami istri. Kebanyakan dari pasangan itu bergantung
pada suami, yaitu hasil dari kerja suami. Sebagaimana manusia dewasa
lainnya, apalagi bagi yang telah berkeluarga, kebutuhan bukan hanya
nafkah lahir, seperti pemenuhan kebutuhan ekonomi, akan tetapi juga
nafkah batin, seperti kasih sayang, perhatian, serta pemenuhan kebutuhan
biologis bersama pasangan. Faktor-faktor tersebut adalah kendala-kendala
yang sulit dihindari oleh TKW yang hidup berjauhan dari suami dan
keluarga. Inilah Faktor-Faktor pelaku melakukan poliandri yaitu aspek
ekonomi, aspek jarak, aspek tidak terpenuhnya hasrat biologis, aspek usia
suami yang sudah lanjut dan aspek kurangnya iman dan lemahnya
pemahaman agama sebagai kontrol sosial.27
d. Hikmah Larangan Melakukan Poliandri
Kaitannya dengan Poliandri, secara logis dari sisi medis dapat
dijelaskan bilamana seorang laki-laki memiliki banyak istri,
26
Ibid, h. 15
27
Muza Agustina, “Faktor-Faktor terjadinya Poliandri di Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten
Pidie Jaya)”, Samarah: Jurnal Hukum Keluarga Islam dan Hukum Islam, Vol. 1 No. 1 (Januari-
Juni 2017), 267
17
kemudian salah satu istrinya hamil, maka akan mudah diketahui siapa
ayah calon bayi dalam kandungan istrinya. Sedangkan
poliandri, bilamana seorang wanita bersuami lebih dari satu, maka
saat hamil sulit diketahui siapa ayahnya. Secara medis memang ada
kemungkinan wanita bisa memiliki dua telur, meski kebanyakan satu telur
sebulan. Kondisi tersebut menimbulkan kebingungan. Karena itu,
poliandri cenderung tidak dilakukan, agama juga melarang. Bentuk
perkawinan poliandri memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi.
Hubungan antara seorang ayah dan anak-anaknya tidak dapat diidentifikasi
secara jelas. Kehidupan keluarga yang merupakan pembentukan
zona aman serta nyaman bagi generasi selanjutnya serta ikatan antara
generasi sebelumnya dan generasi selanjutnya, adalah sebuah tuntutan
fitrah manusia.28
C. Definisi Monogami
Monogami berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari kata monos yang berarti
satu atau sendiri, dan gamos yang berarti pernikahan. Monogami merupakan
suatu kondisi dimana seseorang hanya memiliki satu pasangan pada
pernikahan. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, monogami ialah
perkawinan seseorang (seorang laki-laki dan seorang perempuan saja)29
Monogami berarti relasi personal yang mendalam dan eksklusif antara
suami dan istri yang setara dan paling sesuai dengan martabat manusia.
Mereka berdua hidup sebagai mitra yang saling membutuhkan, saling
melengkapi dan saling memperkaya. Kesatuan itu merupakan kesatuan yang
eksklusif, disebut eksklusif karena kesatuan menunjuk pada kesatuan cinta
suami dan istri yang tak terbagi kepada orang lain. Monogami sesungguhnya
adalah komitmen bersama untuk menghormati perkawinan dengan membatasi
pengalaman paling intim dalam hubungan perkawinan.30
28
Ima Nur Hayati, “Hikmah Dilarangnya Poliandri (Kajian Normatif Yuridis, Psikologis dan
Sosiologis)”, Jurnal Qolamuna, Vol. 3 No. 2 (Februari, 2018), 201
29
W.J.S. Poerwardarminta (1987), Kamus Umum Bahasa Indonesia (cet 10), Jakarta: Balai
Pustaka, h. 654
30
Brendah Pua, “Kedudukan Asas Monogami Dalam Pengaturan Hukum Perkawinan di
Indonesia”, NUSANTARA: Jurnal Ilu Pengetahuan Sosial, Vol. 9 No. 6 (2022), 2380
18
memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang
apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yag bersangkutan. Formalitas untuk
beristri lebih dari satu ini diatur dalam pasa 4 dan 5 UU Perkawinan. Yaitu
harus dengan mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah
tempat tinggalnya.34
34
Brendah Pua, “Kedudukan Asas Monogami Dalam Pengaturan Hukum Perkawinan di
Indonesia”, NUSANTARA: Jurnal Ilu Pengetahuan Sosial, Vol. 9 No. 6 (2022), 2380
BAB III
KESIMPULAN
Persoalan yang paling banyak dibicarakan dalam lingkup perkawinan
adalah poligami. Islam membolehkan poligami untuk tujuan kemaslahatan yang
ditetapkan bagi tuntunan kehidupan. Allah paling mengetahui kemaslahatan
hamba-Nya. Hukum poligami dibolehkan dan telah didahului oleh agama-agama
samawi, seperti agama Yahudi dan Nasrani. Islam membolehkan poligami
meskipun dengan persyaratan khusus suami berpoligami atau mempunyai istri
lebih dari satu, akan tetapi dalam kenyataan yang terjadi sekarang terdapat istri
yang mempunyai suami lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan atau disebut
poliandri. Berbeda dengan poligami yang hukumya dibolehkan, hukum mengenai
poliandri dalam pandangan Islam sangat dilarang, karena akan menimbulkan
mudharat yaitu dari segi keturunan, ketidaktahuan menentukan ayah biologis dari
anak yang dilahirkan sangat tinggi.
20
DAFTAR PUSTAKA
Ath-Thabari, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir. Jami’ Al-Bayan An-Ta’wil Al-
Qur’an. Penerj. Ahsan Askan. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.