You are on page 1of 10

NEGARA DAN HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah PPKN


Dosen Pengampu :
Wahdi Sayuti, M.Ag.

Disusun oleh :
Nawfal Rifqi Syahlan (11230110000004)
Ahmad Algifari (11230110000015)
Dwi Tuhfatus Sania (11230110000017)
Nabila Ariyani Najmuddin (11230110000020)
Rahma Adzkia (11230110000024)
Salsa Maulida Handayani (11230110000025)
Fathia Kharisma Nurfayza (11230110000030)
Arief Rahman (0602521007)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKILTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2023 M / 1444 H
KATA PENGANTAR

Alhamdulliahirabbil alamin wa bihinastain wa’ala umuriddunya waddin wa’ala alihi wa


sahbihi ajma’in. Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan kita berbagai macam nikmat
diantaranya nikmat iman, nikmat islam, serta nikmat ihsan dan sehat panjang umur. Serta petunjuk
dan berkah-Nya sehingga tim penulis dapat menyelesaikan makalah.
Shalawat serta salam taklupa kita panjatkan kepada baginda Nabi Muhammad saw yang telah
membawa kita dari zaman Jahilliyah hingga zaman Ilmiyyah seperti sekarang ini.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi
Islam yang telah dipercayai bapak Wahdi Sayuti, M.Ag. kepada kelompok 3 serta mengambil hikmah
dan pelajaran dari materi ini yang mudah mudahan selalu mendapat keberkahan dan dimasukkan
kedalam syurganya Allah swt sesuai dengan hadis Nabi Muhmmad saw :

‫ط ِريقًا ِإلَى ا ْل َجنَّ ِة‬


َ ‫َّللاُ لَهُ ِب ِه‬ َ ‫س فِي ِه ِع ْل ًما‬
َّ ‫س َّه َل‬ ُ ِ‫ط ِريقًا َي ْلتَم‬
َ َ‫سلَك‬
َ ‫َو َم ْن‬
Artinya : ‘’Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya
jalan menuju surga.’’ (HR. Muslim, no. 2699)

Kami sadar, makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun, guna penulisan makalah yang lebih
baik lagi dimasa yang akan datang.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................... iii

BAB I .......................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................... 4


1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 4

BAB II ......................................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 5

2.1 Konsep Dasar Negara ................................................................................................ 5


2.2 Teori Terbentuknya Negara ..................................................................................... 6
2.3 Bentuk-bentuk Negara .............................................................................................. 7
2.4 Relasi Negara dan Agama ......................................................................................... 7
2.5 Hubungan Islam dan Negara di Indonesia ................................................................ 8

BAB III ........................................................................................................................................ 9

PENUTUP ................................................................................................................................... 9

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................ 9


DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara merupakan organisasi sekelompok orang yang bersama-sama mendiami dan
tinggal di satu wilayah dan mengakui suatu pemerintahan. Unsur-unsur terbentuknya suatu
negara secara konstitutif adalah wilayah, rakyat, dan pemerintahan. Sesuai dengan UUD 1945
pasal 26 ayat 1, warga negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-
orang bangsa lain yang bertempat tinggal di Indonesia, dan mengakui Indonesia sebagai tanah
airnya dan bersikap setia kepada NKRI yang disahkan dengan UU. Indonesia menganut sistem
pemerintahan demokrasi sesuai dengan Pancasila. Dimana warga negaranya diberi kebebasan
untuk menyalurkan aspirasinya tetapi tentunya dalam konteks yang positif. Sistem demokrasi
ini menandakan bahwa Indonesia sangat menghargai warga negaranya sebagai mahluk ciptaan
Allah SWT dan mengakui persamaan derajat manusia. (Kewarganegaraan et al., 2020)

Negara adalah insititusi yang dibentuk oleh kumpulan orang-orang yang hidup dalam
wilayah tertentu dengan tujuan sama yang terikat dan taat terhadap perundang-undangan serta
memiliki pemerintahan sendiri”. Negara dibentuk atas dasar kesepakatan bersama yang
bertujuan untuk mengatur kehidupan anggotanya dalam memperoleh hidup dan memenuhi
kebutuhan mereka. Untuk mengatur bagaimana anggota masyarakat dalam menjalankan
aktivitasnya sebagai warga negara, negara memberikan batasan-batasan dalam wujud aturan
dan hukum. Dan setiap negara memiliki bentuk-bentuk tersendiri. (Gabriel, 2020)

Negara memiliki tujuan utama yaitu memajukan kesusilaan manusia baik sebagai
individu maupun kelompok. Hal ini untuk membentuk manusia yang beradab, beretika, dan
bermoral. Untuk mencapai tujuan tersebut, negara harus menegakkan seperangkat nilai yang
wajib dipatuhi oleh seluruh warganya.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa pengertian negara secara bahasa maupun istilah?
1.2.2 Bagaimana bentuk teori terbentuknya suatu negara?
1.2.3 Bagaimana dengan bentuk-bentuk negara?
1.2.4 Bagaimana relasi negara dan agama itu sendiri?
1.2.5 Apa saja hubungan islam dan negara di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui pengertian negara menurut bahasa dan istilah
1.3.2 Untuk mengetahui hubungan islam dan negara di Indonesia
1.3.3 Untuk mengetahui bentuk-bentuk negara
1.3.4 Untuk mengetahui teori terbentuknya negara

4
BAB II

PEMBAHASAN

1. Konsep Dasar Negara


Secara etimologis istilah “negara” merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yaitu state (bahasa
Inggris), staat (bahasa Jerman dan Belanda), dan etat (bahasa Prancis). Kata state, staat, dan etat itu
diambil oleh orang-orang Eropa dari bahasa Latin pada abad ke-15, yaitu dari kata statum atau status
yang berarti keadaan yang tegak dan tetap, atau sesuatu yang bersifat tetap dan tegak. (Negara, n.d.)
Di Indonesia sendiri, istilah “Negara” berasal dari bahasa Sansekerta nagara atau nagari, yang
berarti kota. Sekitar abad ke-5, istilah nagara sudah dikenal dan dipakai di Indonesia. Hal ini
dibuktikan oleh adanya penamaan Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Selain itu, istilah nagara
juga dipakai sebagai penamaan kitab Majapahit Negara Kertagama yang ditulis Mpu Prapanca. Jadi,
istilah “negara” sudah dipakai terlebih dahulu di Indonesia jauh sebelum bangsa Eropa.
Didalam bukunya Politica Aristoteles merumuskan pandangannya tentang negara. Menurutnya
negara adalan persekutuan dari keluarga dan desa guna memperoleh hidup yang sebaik-baiknya.
Negara yang dimaksud adalah negara hukum yang didalamnya terdapat sejumlah warga negara yang
ikut serta dalam permusyawaratan negara (ecclesia). Yang dimaksud negara hukum ialah negara yang
berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan pada warga negaranya. (Belakang, 2013)
Sedangkan Menurut kamus besar bahasa indonesia pengertian negara adalah organisasi dalam
suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. secara umum
yaitu suatu daerah tertentu,yang ditempati oleh sekumpulan orang. Dikelola orang seorang pemimpin
yang diakui oleh bawahannya sebagai pemilik kedaulatan.
Secara terminologi, negara diartikan sebagai organisasi tertinggi di antara satu kelompok
masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan, dan mempunyai
pemerintahan yang berdaulat. Pengertian di atas mengandung nilai konstitutif yang pada galibnya
dimiliki oleh suatu negara berdaulat: masyarakat (rakyat), wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat.

• Rakyat yaitu sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh persamaan dan bersama-sama
mendiami suatu wilayah tertentu.
• Wilayah adalah unsur negara yang harus terpenuhi karena tidak mungkin ada negara tanpa
batas-batas teritorial yang jelas. Umumnya, wilayah dalam sebuah negara biasanya mencakup
daratan, perairan (samudra, laut, dan sungai), dan udara.
• Pemerintah adalah alat kelengkapan negara yang bertugas memimpin organisasi negara untuk
mencapai tujuan bersama didirikannya sebuah negara

Unsur pengakuan oleh negara lain hanya bersifat menerangkan tentang adanya negara. Hal ini
hanya bersifat deklaratif, bukan konstutif, sehingga tidak bersifat mutlak. Ada dua macam pengakuan
suatu negara, yakni pengakuan de facto dan pengakuan de jure. Pengakuan de facto ialah pengakuan
atas fakta adanya negara. Pengakuan ini didasarkan adanya fakta bahwa suatu masyarakat politik telah
memenuhi tiga unsur utama negara (wilayah, rakyat, dan pemerintah yang berdaulat). Adapun
pengakuan de jure merupakan pengakuan akan sahnya suatu negara atas dasar pertimbangan yuridis
menurut hukum. Dengan memperoleh pengakuan de jure, maka suatu negara mendapat hak-haknya
di samping kewajiban sebagai anggota keluarga bangsa sedunia. (Bloom & Reenen, 2013)

5
2. Teori Terbentuknya Negara
a. Teori Kontrak Sosial
Pemikiran atau teori kontrak sosial dimulai dengan asumsi mengenai kondisi
alami manusia dan masyarakatnya yang dikenal dengan konsep State of nature. Di
dalam kondisi alami kehidupan bersama, pada saatnya manusia akan terjebak oleh
situasi konflik (perang). Kontrak sosial merupakan konsepsi tentang hubungan
kekuasaan baru di antara penguasa dengan rakyat, yang dirumuskan untuk menjawab
tuntutan pembaharuan politik yang memerlukan keberlanjutan, bukan kemandekan
apalagi kemunduran. Itulah sebabnya maka para pemikir tersebut, m engetengahkan
kontrak sosial guna menegaskan bahwa bukan raja, akan tetapi rakyat yang merupakan
pemilik kedaulatan. Bahwa penguasa harus memperoleh kepercayaan rakyat supaya
bisa memerintah secara sah. Bahwa untuk itu, baik penguasa maupun rakyat harus
mempunyai tanggung jawab masing-masing, atas keterkaitan mereka satu sama lain di
dalam negara. (Sanit, 2016)

b. Teori Ketuhanan (Teokrasi)


Teori ketuhanan dikenal juga dengan istilah dokrin teokritis. Teori ini
ditemukan di Timur maupun di belahan dunia Barat. Teori ketuhanan ini memperoleh
bentuknya yang sempurna dalam tulisan-tulisan para sarjana Eropa pada Abad
Pertengahan yang menggunakan teori ini untuk membenarkan kekuasaan mutlak para
raja.
Teori ketuhanan adalah teori yang ada saat agama - agama besar telah tersebar
ke dunia ini contohnya Islam dan Kristen. Teori ini sesuai namanya tentu saja
dipengaruhi oleh paham keagamaan. Dan berdasarkan itulah, teori ketuhanan
terbentuknya negara didasari anggapan bahwa negara terbentuk atas dasar keinginan
Tuhan. (Jamka, n.d.) Doktrin ini memiliki pandangan bahwa hak memerintah yang
dimiliki para raja berasal dari Tuhan. Mereka mendapat mandat Tuhan untuk bertakhta
sebagai penguasa.

c. Teori Kekuatan
Secara sederhana teori ini dapat diartikan bahwa negara terbentuk karena
adanya dominasi negara kuat melalui penjajahan. Menurut teori ini, kekuatan menjadi
pembenaran (raison d’etre) dari terbentuknya sebuah negara. Melalui proses
penaklukan dan pendudukan oleh suatu kelompok (etnis) atas kelompok tertentu
dimulailah proses pembentukan suatu negara. Dengan kata lain, terbentuknya suatu
negara karena pertarungan kekuatan di mana sang pemenang memiliki kekuatan untuk
membentuk sebuah negara.

Bentuk penaklukan yang paling nyata di masa modern adalah penaklukan


dalam bentuk penjajahan Barat atas bangsa-bangsa Timur. Setelah masa penjajahan
berakhir di awal abad ke-20, dijumpai banyak negara-negara baru yang
kemerdekaannya banyak ditentukan oleh penguasa kolonial. Negara Malaysia dan
Brunei Darussalam bisa dikategorikan ke dalam jenis ini.

6
3. Bentuk-bentuk Negara
a. Negara Kesatuan (Unitarianisme)
Negara kesatuan adalah negara yang bersusunan tunggal. Tidak ada negara dalam
negara. Pemerintah pusat mempunyai wewenang tertinggi dalam pemerintahan atau mengatur
seluruh daerah. Merupakan suatu bentuk negara yang merdeka dan berdaulat dengan satu
pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Namun dalam pelaksanaannya,
negara kesatuan ini terbagi dalam dua macam sistem pemerintahan yaitu pemerintahan sentral
dan otonomi.
1) Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi adalah sistem pemerintahan yang langsung
dipimpin oleh pemerintahan pusat, dan pemerintahan dibawahnya melaksanakan
kebijakan pemerintahan pusat. (Pemerintahan Orde Baru)

2) Negara kesatuan dalam sistem desentralisasi adalah kepala daerah diberikan


kesempatan dan kewenangan untuk mengurus urusan pemerintah diwilayahnya
sendiri. Ciri-ciri dari negara kesatuan adalah:

1. Satu UUD / konstitusi


2. Satu kepala negara
3. Satu dewan menteri/cabinet
4. Satu lembaga perwakilan.

b. Negara Serikat (Federasi)


Negara serikat adalah negara yang tersusun dari beberapa negara yang semula berdiri
sendiri. Negara-negara itu mengadakan kerjasama yang efektif. Sebagian urusan diserahkan
kepada pemerintah federal, sebagian urusan ditangani negara bagian masing-masing. Ciri- ciri
negara serikat antara lain:
1. Ada negara dalam negara
2. Ada beberapa UUD/konstitusi
3. Ada beberapa kepala negara
4. Ada beberapa dewan dan lembaga perwakilan
4. Relasi Negara dan Agama
Agama adalah kekuatan ghaib yang diyakini berada di atas kekuatan manusia didorong oleh
kelemahan dan keterbatasannya. Manusia merasa berhajat akan pertolongan dengan cara menjaga
dan membina hubungan baik dengan kekuatan ghaib tersebut. Definisi dan pengertian agama
memiliki perbedaan-perbedaan pokok dan luas antara maksud-maksud agama pada kata ‘agama’
dalam bahasa Sansekerta, dengan kata ‘religio’ bahasa latin, dan kata ‘din’ dalam bahasa Arab.
Namun secara terminologis, ketiganya memiliki inti yang sama, yaitu suatu gerakan di segala
bidang menurut kepercayaan kepada Tuhan dan suatu rasa tanggung jawab batin untuk perbaikan
pemikiran dan keyakinan, untuk mengangkat prinsip-prinsip tinggi moralitas manusia, untuk
menegakkan hubungan baik antar anggota masyarakat serta melenyapkan setiap bentuk
diskriminasi buruk.
Pendapat para pakar berkenaan dengan relasi agama dan negara dalam Islam dapat dibagi atas
tiga pendapat yakni paradigma integralistik, paradigma simbiotik, dan paradigma sekularistik :

a. Paradigma Integrafistik
Paradigma Terintegrasi adalah cara memandang yang menempatkan agama dan negara
dalam satu kesatuan dan tidak terpisahkan. Paradigma ini didasarkan pada gagasan bahwa
Islam adalah agama yang komprehensif dan universal yang mengatur semua aspek kehidupan,
7
sehingga negara, dalam memperoleh legitimasi politiknya, harus berdasarkan pada aturan
agama. Melalui Nabi Muhammad, Tuhan menyampaikan seperangkat aturan guna mengatur
kehidupan manusia di dunia. Aturan agama itu pasti benar dan adil, maka manusia
sebagaipengganti Allah (khalifah) di bumi, berkewajiban untuk mengelola kehidupan ini
sesuai dengan aturan yang telah Allah tetapkan.

b. Paradigma Simbiotik
Menurut paradigma simbiotik, hubungan agama berada pada posisi saling
membutuhkan dan bersifat timbal balik (simbiosis mutualita). Dalam pandangan ini, agama
membutuhkan negara sebagai instrumen dalam melestarikan dan mengembangkan agama.
Begitu juga sebaliknya, negara juga memerlukan agama sebagai sumber moral, etika, dan
spiritualitas warga negaranya. Menurut paradigma ini, Islam hanya menetapkan prinsip-
prinsip peradaban manusia, termasuk prinsip dalam bernegara. Jadi, Islam tidak mempunyai
sistem pemerintahan. Dengan kata lain umat Islam bisa membuat sistem pemerintah yang
sesuai dengan prinsip-prinsip universal yang ditetapkan oleh Islam. (Khalwani, 2019)

c. Paradigma Sekularistik
Paradigma sekularistik beranggapan bahwa ada pemisahan yang jelas antara agama
dan negara. Agama dan negara merupakan dua bentuk yang berbeda dan satu sama lain
memiliki garapan masing-masing, sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh
satu sama lain melakukan intervensi. Negara adalah urusan publik, sementara agama
merupakan wilayah pribadi masing-masing warga negara.

5. Hubungan Islam dan Negara di Indonesia


a. Hubungan Bersifat Antagonistik
Hubungan antagonistik adalah sifat hubungan yang mencirikan adanya ketegangan
antara negara dengan Islam sebagai sebuah agama. Contohnya pada masa kemerdekaan
sampai pada masa revolusi politik Islam pernah dianggap sebagai pesaing kekuasaan yang
dapat mengusik basis kebangsaan negara. Sehingga persepsi tersebut membawa implikasi
keinginan negara untuk berusaha menghalangi dan melakukan domestika terhadap idiologi
politik Islam. Hal ini disebabkan pada tahun 1945 dan dekade 1950-an ada dua kubu idiologi
yang memperebutkan negara Indonesia, yaitu gerakan Islam dan nasionalis. Hubungan agama
dan negara pada masa ini dikenal dengan antagonistik, di mana negara betul-betul mencurigai
Islam sebagai kekuatan potensial dalam menandingi eksistensi negara. Di sisi lain, umat Islam
sendiri pada masa itu memiliki ghirah atau semangat yang tinggi untuk mewujudkanIslam
sebagai sumber ideologi dalam menjalankan pemerintahan. (Antara & Dan, 2022)

b. Hubungan Bersifat Komodatif


Hubungan akomodatif adalah sifat hubungan di mana negara dan agama satu sama lain
saling mengisi bahkan ada kecenderungan memiliki kesamaan untuk mengurangi konflik.
Pemerintah menyadari bahwa umat Islammerupakan kekuatan politik yang potensial, sehingga
negara mengakomodasi Islam. Hal ini ditandai dengan semakin dilonggarkannya wacana
politik Islamserta dirumuskannya sejumlah kebijakan yang dianggap positif oleh sebagian
(besar) masyarakat Islam. (Zulfahmi, 2022)

8
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Pancasila telah memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental bagi umat bangsa
Indonesia untuk hidup secara damai dalam kehidupan beragama. Dalam hal ini, negara
memberikan jaminan kebebasan bagi setiap warga negara untuk memeluk suatu agama dan
menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaannya itu.
Setiap agama memiliki keyakinan dan ajaran yang berbeda satu sama lain, namun pada
dasarnya setiap agama mengajarkan sikap saling menghormati, menghargai, serta hidup
berdampingan secara damai dengan pemeluk agama yang lain. Maka, negara dan
masyarakat berkewajiban mengembangkan kehidupan beragama yang penuh dengan
toleransi dan saling menghargai.
Tidak akan ada negara tanpa warga negara. Warga negara merupakan unsur terpenting
dalam hal terbentuknya negara. Warga negara dan negara merupakan satu kesatuan yang
tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling berkaitan dan memiliki hak dan kewajiban masing-
masing yang berupa hubungan timbal balik. Warga negara mempunyai kewajiban untuk
menjaga nama baik negara dan membelanya. Sedangkan negara mempunyai kewajiban
untuk memenuhi dan mensejahterakan kehidupan warga negaranya.
Dapat dipahami bahwa pemikiran Islam tentang hubungan agama dan negara saling
berkaitan antara satu dengan lainnya, khususnya dalam aspek ketatanegaraan, demokrasi
dan hak asasi manusia, dengan kesimpulan sebagai berikut: (Gunawan et al., 2014)

1) Relasi antara agama dan negara dalam pemikiran Islam yaitu, Islam memberi prinsip-
prinsip terbentuknya suatu negara dengan adanya konsep khalīfah, dawlah, atau
hukūmah. Dengan prinsip-prinsip ini, maka terdapat tiga paradigma tentang pandangan
agama Islam dan negara, yakni; paradigma integratif, paradigma simbiotik, dan
paradigma sekularistik;

2) Relasi antara agama dan demokrasi, dalam hal ini Islam menekankan pada nilai
demokrasi itu sendiri, yakni kebenaran dan keadilan. Dengan demokrasi ini pula, maka
aturan permainan politik yang baik dapat terwujud. Karena itu konsep demokrasi
seperti ini, sangat sesuai dengan Islam, karena Islam adalah agama yang selalu
mengedepankan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Antara, H., & Dan, A. (2022). Al-Madãris. 3(1), 44–53.


Belakang, A. L. (2013). ( State, Etat ). 1–20.
Bloom, N., & Reenen, J. Van. (2013). 済無No Title No Title No Title. NBER Working Papers, 89.
http://www.nber.org/papers/w16019
Gabriel, E. (2020). Pengertian Dan Bentuk-Bentuk Negara. 1–16.
Gunawan, E., Al Hikmah, J., & Gunawan, O. : E. (2014). Relasi Agam dan Negara RELASI AGAMA
DAN NEGARA (Perspektif Pemikiran Islam). 2, 188–208.
Jamka, J. (n.d.). Pertumbuhan Negara Primer.
Kewarganegaraan, P., Negara, A., Dan, A., Negara, W., Ani, H., Sekolah, I., Ilmu, T., Balikpapan,
H., Dewasa, A., Belakang, L., Negara, M., & Swt, A. (2020). Volume 1, No 2 Juli (2020). 1(2),
1–15.
Khalwani, A. (2019). Relasi Agama dan Negara Dalam Pandangan Ibnu Khaldun. Resolusi: Jurnal
Sosial Politik, 2(2), 107–120. https://doi.org/10.32699/resolusi.v2i2.993
Negara, M. B. (n.d.). Pengertian & macam-macam bentuk negara.
Sanit, A. (2016). Kontrak Sosial dan Pemilihan Umum. Jurnal Penelitian Politik, 1(1), 3–4.
Zulfahmi, Z. (2022). Hubungan Antara Agama Dan Negara Dalam Perspektif Pemikiran Islam. Al-
Madaris Jurnal Pendidikan Dan Studi Keislaman, 3(1), 44–53.
https://doi.org/10.47887/amd.v3i1.78

10

You might also like