You are on page 1of 68

LAPORAN TAHUNAN

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI KES EHATAN

UPTD PUSKESMAS
RAWAT INAP KOTAKALER
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tahunan
Kegiatan Surveilans Epidemiologi Kesehatan di UPTD Puskesmas Rawat Inap Kotakaler
tahun 2021.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyajikan berbagai data upaya kegiatan
surveilans epidemiologi yang telah dilaksanakan oleh UPTD Puskesmas Rawat Inap
Kotakaler selama kurun waktu tahun 2021. Penulis menyadari laporan ini masih jauh dati
kata sempurna, oleh karena itu saran yang sifatnya membangun dan menyempurnakan
laporan ini dari semua pihak sangat penulis harapkan.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada atasan dan juga rekan
sejawat yang telah membantu dalam pelaksanaan kegiatan surveilans epidemiologi dan
dalam penyusunan laporan ini.

Sumedang, Januari 2022


Penulis,

Silsil Hilma, SKM


NIP. 19930511 201903 2 013

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR GRAFIK vi
PMK RI NO. 14 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN SURVEILANS KESEHATAN
TUPOKSI DAN URAIAN TUGAS EPIDEMIOLOGI KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………………………… 1
B. Tujuan ………………………………………………………………………………………………… 2
1. Tujuan Umum ………………………………………………………………………………….. 2
2. Tujuan Khusus ………………………………………………………………………………… 2
C. Manfaat ………………………………………………………………………………………………. 3

BAB II ANALISIS SITUASI


A. Situasi Umum ……………………………………………………………………………………….. 4
1. Letak dan Batas Wilayah …………………………………………………………………….. 1
2. Analisis Geografis …………………………………………………………………………….. 5
3. Sosial Ekonomi ………………………………………………………………………………… 6
4. Sumber Pembiayaan Program Surveilans Epidemiologi ………………………………. 6
B. Target Indikator Program Surveilans Epidemiologi …………………………………………. 7

BAB III HASIL KEGIATAN PROGRAM SURVEILANS EPIDEMIOLOGI KESEHATAN


A. Surveilans Penyakit DBD …………………………………………………………………………. 8
1. Pengertian ……………………………………………………………………………………… 8
2. Penyelidikan Epidemiologi ………………………………………………………………….. 8
3. Langkah-langkah Penyelidikan …………………………………………………………….. 9
4. Penemuak Kasus DBD di Wilayah Puskesmas Kotakaler ……………………………... 9
B. Surveilans Penyakit Campak …………………………………………………………………….. 10
1. Pengertian ……………………………………………………………………………………… 10
2. Penyelidikan Epidemiologi ………………………………………………………………….. 11
3. Langkah-langkah Epidemiologi …………………………………………………………….. 12
4. Pemberian Vitamin A Untuk Tatalaksana Kasus Campak ……………………………... 12
5. Distribusi Jumlah Kasus Campak Menurut Umur ………………………………………. 12

ii
C. Surveilans Penyakit AFP …………………………………………………………………………. 12
1. Pengertian ……………………………………………………………………………………… 12
2. Penyelidikan Epidemiologi ………………………………………………………………….. 12
3. Distribusi Jumlah Kasus APF ………………………………………………………………. 13
D. Surveilans Penanggulangan KLB ………………………………………………………………. 14
E. Surveilans Terpadu Puskesmas (STP) ………………………………………………………… 14
F. Surveilans W2 (Ewars) ……………………………………………………………………………. 17
G. Surveilans Epidemiologi Covid-19 ……………………………………………………………… 18
1. Pengertian ……………………………………………………………………………………… 18
2. Penyelidikan Epidemiologi ………………………………………………………………….. 18
3. Laporan Jumlah Kasus Covid-19 …………………………………………………………... 19
4. Capaian Testing ……………………………………………………………………………….. 20

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ………………………………………………………………………………………….. 21
B. Saran …………………………………………………………………………………………………. 21

LAMPIRAN
1. Photo Kegiatan Surveilans Epidemiologi Tahun 2021
2. PDCA Program Surveilans Epidemiologi Tahun 2021
3. Rencana Pelaksanaan RPK Tahun 2022 dan RUK 2023
4. Rencana Monitoring dan Evaluasi

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah Penduduk Per-Desa/Kelurahan di Wilayah UPTD Puskesmas


Rawat Inap Kotakaler ……………………………………………………… 6
Tabel 2.2 Target Indikator Kegiatan Surveilans Epidemiologi ……………………. 7
Tabel 3.1 Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) Menurut Jenis
Kelamin ……………………………………………………………………… 9
Tabel 3.2 Pemberian Dosis Vit. A Menurut Umur ………………………………….. 12
Tabel 3.3 Jumlah Kasus Campak/Umur Tahun 2021 ……………………………… 12
Tabel 3.4 Jumlah Penemuan Kasus AFP Tahun 2021 ……………………………. 13
Tabel 3.5 Analisa Laporan STP Tahun 2021 ……………………………………….. 16
Tabel 3.6 Sebaran Kasus Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Kotakaler …… 19
Tabel 3.7 Capaian Testing Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Kasus
Covid-19 di Wilayah Puskesmas Kotakaler …………………………………………. 20

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Rawat Inap Kotakaler …………………….. 5

v
DAFTAR GRAFIK

Grafik 3.1 Analisis Kelengkapan dan Ketepatan Pelaporan W2 ……………………………………... 17

vi
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 45 TAHUN 2014

TENTANG

PENYELENGGARAAN SURVEILANS KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kemampuan


pengelolaan data dan informasi kesehatan, diperlukan
sistem Surveilans Kesehatan secara nasional agar
tersedia data dan informasi secara teratur,
berkesinambungan, serta valid sebagai bagian dari
proses pengambilan keputusan dalam upaya
kesehatan, baik lokal maupun nasional, serta
memberikan kontribusi terhadap komitmen global;
b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi
Kesehatan perlu disesuaikan dengan perkembangan
dan kebutuhan hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1962 tentang


Karantina Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1962 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2373);
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang
Karantina Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1962 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2374);
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3273);

4. Undang-Undang …
-2-

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3447);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 8737);
8. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang
Sistem Kesehatan Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 193);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 585)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 35 Tahun 2013 (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 741);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menkes/
Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu
yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 503);
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2013
tentang Kejadian Luar Biasa Keracunan Pangan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 172);

MEMUTUSKAN …
-3-

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG


PENYELENGGARAAN SURVEILANS KESEHATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

1. Surveilans Kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan


terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit
atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan untuk
memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan
pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan efisien.
2. Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah timbulnya
atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang
bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya
wabah.
3. Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam
masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi
dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta
dapat menimbulkan malapetaka dan ditetapkan oleh Menteri.
4. Faktor Risiko adalah hal-hal yang mempengaruhi atau berkontribusi
terhadap terjadinya penyakit atau masalah kesehatan.
5. Kewaspadaan Dini KLB dan Respons adalah kesatuan kegiatan deteksi
dini terhadap penyakit dan masalah kesehatan berpotensi KLB beserta
faktor-faktor yang mempengaruhinya, diikuti peningkatan sikap tanggap
kesiapsiagaan, upaya-upaya pencegahan dan tindakan penanggulangan
yang cepat dan tepat, dengan menggunakan teknologi surveilans.
6. Penyelidikan Epidemiologi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk mengenal penyebab, sifat-sifat penyebab, sumber dan cara
penularan/penyebaran serta faktor yang dapat mempengaruhi
timbulnya penyakit atau masalah kesehatan yang dilakukan untuk
memastikan adanya KLB atau setelah terjadi KLB/Wabah.

7. Fasilitas …
-4-

7. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk


menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan promotif, preventif,
kuratif dan/atau rehabilitatif.
8. Pengelola Program adalah unit kerja struktural atau fungsional yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian,
pencegahan, pemberantasan, atau penanggulangan masalah kesehatan.
9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.

Pasal 2

Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan merupakan prasyarat program


kesehatan dan bertujuan untuk:
a. tersedianya informasi tentang situasi, kecenderungan penyakit, dan
faktor risikonya serta masalah kesehatan masyarakat dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya sebagai bahan pengambilan keputusan;
b. terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya
KLB/Wabah dan dampaknya;
c. terselenggaranya investigasi dan penanggulangan KLB/Wabah; dan
d. dasar penyampaian informasi kesehatan kepada para pihak yang
berkepentingan sesuai dengan pertimbangan kesehatan.

Pasal 3

(1) Sasaran penyelenggaraan Surveilans Kesehatan meliputi program


kesehatan yang ditetapkan berdasarkan prioritas nasional, spesifik lokal
atau daerah, bilateral, regional dan global, serta program lain yang
dapat berdampak terhadap kesehatan.
(2) Sasaran penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh Instansi Kesehatan Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota,
dan Instansi Kesehatan di pintu masuk negara.

BAB II …
-5-

BAB II
PENYELENGGARAAN

Bagian Kesatu
Jenis dan Kegiatan Surveilans Kesehatan

Pasal 4

(1) Berdasarkan sasaran penyelenggaraan, Surveilans Kesehatan terdiri


atas:
a. surveilans penyakit menular;
b. surveilans penyakit tidak menular;
c. surveilans kesehatan lingkungan;
d. surveilans kesehatan matra;dan
e. surveilans masalah kesehatan lainnya.
(2) Surveilans penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a paling sedikit meliputi:
a. surveilans penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi;
b. surveilans penyakit demam berdarah;
c. surveilans malaria;
d. surveilans penyakit zoonosis;
e. surveilans penyakit filariasis;
f. surveilans penyakit tuberkulosis;
g. surveilans penyakit diare;
h. surveilans penyakit tifoid;
i. surveilans penyakit kecacingan dan penyakit perut lainnya;
j. surveilans penyakit kusta;
k. surveilans penyakit frambusia;
l. surveilans penyakit HIV/AIDS;
m. surveilans hepatitis;
n. surveilans penyakit menular seksual;dan
o. surveilans penyakit pneumonia, termasuk penyakit infeksi saluran
pernafasan akut berat (severe acute respiratory infection).
(3) Surveilans penyakit tidak menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b paling sedikit meliputi:
a. surveilans penyakit jantung dan pembuluh darah;
b. surveilans diabetes melitus dan penyakit metabolik;
c. surveilans penyakit kanker;
d. surveilans penyakit kronis dan degeneratif;
e. surveilans gangguan mental; dan
f. surveilans gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.

(4) Surveilans …
-6-

(4) Surveilans kesehatan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


huruf c paling sedikit meliputi:
a. surveilans sarana air bersih;
b. surveilans tempat-tempat umum;
c. surveilans pemukiman dan lingkungan perumahan;
d. surveilans limbah industri, rumah sakit dan kegiatan lainnya;
e. surveilans vektor dan binatang pembawa penyakit;
f. surveilans kesehatan dan keselamatan kerja; dan
g. surveilans infeksi yang berhubungan dengan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
(5) Surveilans kesehatan matra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d paling sedikit meliputi:
a. surveilans kesehatan haji;
b. surveilans bencana dan masalah sosial; dan
c. surveilans kesehatan matra laut dan udara.
(6) Surveilans masalah kesehatan lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf e paling sedikit meliputi:
a. surveilans kesehatan dalam rangka kekarantinaan;
b. surveilans gizi dan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG);
c. surveilans gizi mikro kurang yodium, anemia gizi besi, kekurangan
vitamin A;
d. surveilans gizi lebih;
e. surveilans kesehatan ibu dan anak termasuk reproduksi;
f. surveilans kesehatan lanjut usia;
g. surveilans penyalahgunaan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif
dan bahan berbahaya;
h. surveilans penggunaan obat, obat tradisional, kosmetika, alat
kesehatan, serta perbekalan kesehatan rumah tangga; dan
i. surveilans kualitas makanan dan bahan tambahan makanan.
(7) Selain jenis Surveilans Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri dapat menetapkan jenis Surveilans Kesehatan lain sesuai
dengan kebutuhan kesehatan.

Pasal 5

(1) Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 4 dapat diselenggarakan secara terpadu.
(2) Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan secara terpadu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada pertimbangan efektifitas dan
efisiensi sesuai kebutuhan program.

(3) Ketentuan …
-7-

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Surveilans Kesehatan


secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur atau
dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri.

Pasal 6

(1) Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan dilakukan melalui pengumpulan


data, pengolahan data, analisis data, dan diseminasi sebagai satu
kesatuan yang tidak terpisahkan untuk menghasilkan informasi yang
objektif, terukur, dapat diperbandingkan antar waktu, antar wilayah,
dan antar kelompok masyarakat sebagai bahan pengambilan keputusan.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai
pedoman untuk pengambilan keputusan, meliputi:
a. besaran masalah;
b. faktor risiko;
c. endemisitas;
d. patogenitas, virulensi dan mutasi;
e. status KLB/Wabah;
f. kualitas pelayanan;
g. kinerja program; dan/atau
h. dampak program.
(3) Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus mampu memberikan gambaran epidemiologi yang tepat
berdasarkan dimensi waktu, tempat dan orang.

Pasal 7

(1) Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat


berbentuk kebijakan teknis, penetapan keputusan, atau pengaturan.
(2) Dalam proses pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat mempertimbangkan situasi dan kondisi:
a. sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat;
b. politik, keamanan, dan pertahanan;
c. potensi dampak yang dapat terjadi.

Bagian Kedua
Bentuk Penyelenggaraan

Pasal 8

(1) Berdasarkan bentuk penyelenggaraan, Surveilans Kesehatan terdiri


atas:

a. surveilans …
-8-

a. surveilans berbasis indikator; dan


b. surveilans berbasis kejadian.
(2) Surveilans berbasis indikator sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilakukan untuk memperoleh gambaran penyakit, Faktor Risiko
dan masalah kesehatan dan/atau masalah yang berdampak terhadap
kesehatan yang menjadi indikator program dengan menggunakan
sumber data yang terstruktur.
(3) Surveilans berbasis kejadian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dilakukan untuk menangkap dan memberikan informasi secara cepat
tentang suatu penyakit, Faktor Risiko, dan masalah kesehatan dengan
menggunakan sumber data selain data yang terstruktur.
(4) Pelaksanaan Surveilans Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diperkuat dengan uji laboratorium dan pemeriksaan penunjang
lainnya.

Pasal 9

(1) Pengumpulan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)


dilakukan dengan cara:
a. aktif; dan
b. pasif.
(2) Pengumpulan data secara aktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a dilakukan dengan cara mendapatkan data secara langsung dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya,
melalui kegiatan Penyelidikan Epidemiologi, surveilans aktif
puskesmas/rumah sakit, survei khusus, dan kegiatan lainnya.
(3) Pengumpulan data secara pasif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan dengan cara menerima data dari Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya, dalam bentuk rekam
medis, buku register pasien, laporan data kesakitan/kematian, laporan
kegiatan, laporan masyarakat dan bentuk lainnya.

Pasal 10

Pengolahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan


dengan cara perekaman data, validasi, pengkodean, alih bentuk (transform)
dan pengelompokan berdasarkan tempat, waktu, dan orang.

Pasal 11 …
-9-

Pasal 11

Analisis data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan


dengan metode epidemiologi deskriptif dan/atau analitik untuk
menghasilkan informasi yang sesuai dengan tujuan surveilans yang
ditetapkan.

Pasal 12

Diseminasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilakukan dengan


cara:
a. menyampaikan informasi kepada unit yang membutuhkan untuk
dilaksanakan tindak lanjut;
b. menyampaikan informasi kepada Pengelola Program sebagai sumber
data/laporan surveilans sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
c. memberikan umpan balik kepada sumber data dalam rangka perbaikan
kualitas data.

Pasal 13

(1) Surveilans Kesehatan harus dilakukan pada seluruh populasi dan


wilayah yang ditentukan dengan mengikutsertakan semua unit
pengumpul data.
(2) Unit pengumpul data yang dimaksud pada ayat 1 adalah masyarakat,
unit pelayanan kesehatan, kabupaten/kota dan provinsi.
(3) Dalam kebutuhan/kondisi tertentu, Surveilans Kesehatan dapat tidak
dilakukan pada seluruh populasi dan wilayah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) atau dilakukan secara sentinel.
(4) Surveilans Kesehatan secara sentinel sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dilakukan terhadap populasi, wilayah, dan kejadian tertentu.
(5) Kebutuhan/kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
antara lain meliputi:
a. pertimbangan kebutuhan program;
b. perkembangan epidemiologi;
c. keterbatasan sumber daya; dan
d. kondisi matra.

Bagian Ketiga …
- 10 -

Bagian Ketiga
Penyelenggara

Pasal 14

(1) Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan


Kabupaten/Kota, instansi kesehatan pemerintah lainnya, dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan wajib menyelenggarakan Surveilans Kesehatan
sesuai kewenangannya.
(2) Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan pada Kementerian Kesehatan,
Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan
instansi kesehatan pemerintah lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh masing-masing Pengelola Program.
(3) Dalam hal belum ada Pengelola Program terhadap masalah kesehatan
tertentu dan/atau dalam rangka Kewaspadaan Dini dan Respon KLB,
tugas penyelenggaraan Surveilans Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilaksanakan oleh unit kerja surveilans.

Pasal 15

Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dilaksanakan oleh masing-
masing Pengelola Program atau unit pengelola sistem informasi kesehatan
yang dimiliki.

Pasal 16

(1) Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan oleh Kementerian Kesehatan


meliputi wilayah negara dan/atau kawasan antar negara, dan pintu
masuk negara di pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas darat
negara.
(2) Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan oleh dinas kesehatan provinsi
meliputi seluruh wilayah kabupaten/kota termasuk kawasan dalam
suatu provinsi.
(3) Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan oleh dinas kesehatan
kabupaten/kota meliputi seluruh wilayah kecamatan, desa/kelurahan
atau kawasan dalam suatu kabupaten/kota.

Pasal 17

Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan harus didukung dengan tersedianya:


a. sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di bidang epidemiologi;
b. pendanaan yang memadai; dan

c. sarana …
- 11 -

c. sarana dan prasarana yang diperlukan termasuk pemanfaatan teknologi


tepat guna.

Pasal 18

(1) Sumber daya manusia di bidang epidemiologi sebagaimana dimaksud


pada Pasal 17 huruf a paling sedikit meliputi kompetensi untuk:
a. membuat pernyataan tentang situasi dan kecenderungan
penyakit/masalah kesehatan dan faktor risikonya;
b. menganalisis terjadinya kondisi luar biasa penyakit menular dan
masalah kesehatan lainnya yang dihadapi;
c. menganalisis potensi ancaman penyakit, sumber dan cara penularan,
serta faktor-faktor yang berpengaruh; dan/atau
d. menyusun rancangan rencana tindak dan respon cepat terhadap
faktor risiko, penyakit, serta masalah kesehatan lainnya.
(2) Standar kompetensi sumber daya manusia di bidang epidemiologi oleh
organisasi profesi ahli epidemiologi yang diakui pemerintah.

Pasal 19

(1) Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan harus sesuai dengan indikator


kinerja surveilans.
(2) Indikator kinerja surveilans sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling
sedikit meliputi:
a. kelengkapan laporan;
b. ketepatan laporan; dan
c. indikator kinerja surveilans lainnya yang ditetapkan pada masing-
masing program.
(3) Untuk menjamin penyelenggaraan Surveilans Kesehatan sesuai dengan
indikator kinerja surveilans sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dilakukan monitoring dan evaluasi.

Pasal 20

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Surveilans Kesehatan


tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

(2) Pengaturan …
- 12 -

(2) Pengaturan penyelenggaraan Surveilans Kesehatan untuk masing-


masing jenis Surveilans Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 dapat dikembangkan oleh masing-masing Pengelola Program dengan
mengacu pada pengaturan Surveilans Kesehatan dalam Peraturan
Menteri ini.

BAB III
KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN

Pasal 21

(1) Dalam rangka penyelenggaraan Surveilans Kesehatan, dibangun dan


dikembangkan koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan antar instansi
pemerintah dan pemangku kepentingan baik di pusat, provinsi, maupun
kabupaten/kota.
(2) Koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diarahkan untuk:
a. identifikasi masalah kesehatan dan/atau masalah yang berdampak
terhadap kesehatan;
b. kelancaran pelaksanaan investigasi dan respon cepat;
c. keberhasilan pelaksanaan penanggulangan KLB/wabah;
d. peningkatan dan pengembangan kapasitas teknis dan manajemen
sumber daya manusia; dan
e. pengelolaan sumber pendanaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi, jejaring kerja, dan
kemitraan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

BAB IV
PERAN MASYARAKAT

Pasal 22

(1) Masyarakat berperan dalam penyelenggaraan Surveilans Kesehatan


untuk meningkatkan kualitas data dan informasi.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. penyampaian data dan informasi;
b. pemberian bantuan sarana, tenaga ahli, dan pendanaan;
c. pengembangan teknologi informasi; dan

d. sumbangan …
- 13 -

d. sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan


penentuan kebijakan dan/atau penyelenggaraan Surveilans
Kesehatan.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 23

(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Surveilans


Kesehatan dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,
dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai tugas dan fungsi
masing-masing.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan untuk:
a. meningkatkan kualitas data dan informasi;
b. meningkatkan kewaspadaan dini KLB dan respons; dan
c. meningkatkan kemampuan penyelidikan epidemiologi.
(3) Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan dilakukan
melalui asistensi teknis, bimbingan teknis, dan audit.
(4) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
melibatkan organisasi profesi ahli epidemiologi.

Pasal 24

(1) Dalam rangka membantu pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan


Surveilans Kesehatan, di tingkat Nasional dapat dibentuk Komite Ahli
Surveilans Kesehatan untuk memberikan pertimbangan, asistensi, dan
rekomendasi terhadap kebijaksanaan teknis dan operasional Surveilans
Kesehatan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, keanggotaan dan
pembiayaan Komite Ahli Surveilans Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 26 …
- 14 -

Pasal 26

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 25 Juli 2014

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NAFSIAH MBOI
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 12 Agustus 2014

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 1113


- 15 -

LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 45 TAHUN 2014
TENTANG
PENYELENGGARAAN SURVEILANS
KESEHATAN

PENYELENGGARAAN SURVEILANS KESEHATAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan


mengamanatkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah dapat
melaksanakan surveilans terhadap penyakit menular dan tidak menular.
Ditegaskan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang
Sistem Kesehatan Nasional mengamanatkan agar pengelolaan kesehatan
dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat daerah sampai tingkat
pusat dengan memperhatikan otonomi daerah dan otonomi fungsional di
bidang kesehatan. Otonomi fungsional dimaksudkan berdasarkan
kemampuan dan ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan. Hal ini
menegaskan bahwa penyelenggaraan Surveilans Kesehatan harus
dilaksanakan di setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan, instansi
kesehatan mulai dari tingkat kabupaten/kota, propinsi dan instansi
kesehatan tingkat pusat.

Fungsi dasar Surveilans Kesehatan tidak hanya untuk kewaspadaan


dini penyakit yang berpotensi terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB),
tetapi juga sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan
program kesehatan jangka menengah dan jangka panjang. Untuk itu
hendaknya pelaksanaan Surveilans Kesehatan mencakup seluruh
pelaksanaan program di bidang kesehatan yang membutuhkan
pengamatan terus menerus, analisis dan diseminasi informasi. Hal ini
sejalan dengan kebutuhan data dan informasi yang terpercaya dan
mempunyai aspek kekinian.

Surveilans Kesehatan yang mengandalkan kecepatan, ketepatan dan


kualitas data dan informasi perlu menyesuaikan dengan kemajuan
teknologi informasi. Namun demikian prinsip epidemiologi dalam
Surveilans Kesehatan tidak boleh ditinggalkan.
- 16 -

Perkembangan dan akses media yang begitu luas dan cepat sampai ke
pelosok desa dan daerah terpencil memberikan kesempatan terhadap
perubahan sistem surveilans kesehatan. Pendekatan Surveilans
Kesehatan berbasis kejadian di masyarakat telah dikembangkan untuk
mendapatkan data dan informasi dari berita yang direkam dan dimuat di
media massa, media sosial dan media online. Hal ini meningkatkan
sensivitas Surveilans Kesehatan untuk menangkap informasi dengan
cakupan yang luas dan cepat.

Secara umum Surveilans Kesehatan diperlukan untuk menjamin


tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar pengambilan
keputusan dalam manajemen kesehatan.

Dalam pelaksanaan Surveilans Kesehatan diperlukan harmonisasi


secara lintas program dan lintas sektor yang diperkuat dengan jejaring
kerja surveilans kesehatan.
- 17 -

BAB II
KEGIATAN SURVEILANS KESEHATAN

Surveilans Kesehatan didefinisikan sebagai kegiatan pengamatan yang


sistematis dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian
penyakit atau masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah kesehatan
untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien. Surveilans Kesehatan
diselenggarakan agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara
efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data, pengolahan data,
analisis data, dan diseminasi kepada pihak-pihak terkait yang
membutuhkan.
Surveilans Kesehatan mengedepankan kegiatan analisis atau kajian
epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan
pentingnya kegiatan pengumpulan data dan pengolahan data.
Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan harus mampu memberikan
gambaran epidemiologi antara lain komponen pejamu, agen penyakit, dan
lingkungan yang tepat berdasarkan dimensi waktu, tempat dan orang.
Karakteristik pejamu, agen penyakit, dan lingkungan mempunyai peranan
dalam menentukan cara pencegahan dan penanggulangan jika terjadi
gangguan keseimbangan yang menyebabkan sakit.

Kegiatan Surveilans Kesehatan meliputi:

1. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara aktif dan pasif. Jenis data
Surveilans Kesehatan dapat berupa data kesakitan, kematian, dan
faktor risiko.
Pengumpulan data dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain
individu, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, unit statistik dan demografi,
dan sebagainya.
Metode pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara,
pengamatan, pengukuran, dan pemeriksaan terhadap sasaran.
Dalam melaksanakan kegiatan pengumpulan data, diperlukan
instrumen sebagai alat bantu. Instrumen dibuat sesuai dengan tujuan
surveilans yang akan dilakukan dan memuat semua variabel data yang
diperlukan.
- 18 -

2. Pengolahan data
Sebelum data diolah dilakukan pembersihan koreksi dan cek ulang,
selanjutnya data diolah dengan cara perekaman data, validasi,
pengkodean, alih bentuk (transform) dan pengelompokan berdasarkan
variabel tempat, waktu, dan orang.
Hasil pengolahan dapat berbentuk tabel, grafik, dan peta menurut
variabel golongan umur, jenis kelamin, tempat dan waktu, atau
berdasarkan faktor risiko tertentu. Setiap variabel tersebut disajikan
dalam bentuk ukuran epidemiologi yang tepat (rate, rasio dan proporsi).
Pengolahan data yang baik akan memberikan informasi spesifik suatu
penyakit dan atau masalah kesehatan. Selanjutnya adalah penyajian
hasil olahan data dalam bentuk yang informatif, dan menarik. Hal ini
akan membantu pengguna data untuk memahami keadaan yang
disajikan.

3. Analisis data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode epidemiologi
deskriptif dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi yang sesuai
dengan tujuan surveilans yang ditetapkan.
Analisis dengan metode epidemiologi deskriptif dilakukan untuk
mendapat gambaran tentang distribusi penyakit atau masalah
kesehatan serta faktor-faktor yang mempengaruhinya menurut waktu,
tempat dan orang. Sedangkan analisis dengan metode epidemiologi
analitik dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variable yang
dapat mempengaruhi peningkatan kejadian kesakitan atau masalah
kesehatan. Untuk mempermudah melakukan analisis dengan metode
epidemiologi analitik dapat menggunakan alat bantu statistik.
Hasil analisis akan memberikan arah dalam menentukan besaran
masalah, kecenderungan suatu keadaan, sebab akibat suatu kejadian,
dan penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan hasil analisis harus
didukung dengan teori dan kajian ilmiah yang sudah ada.

4. Diseminasi informasi.
Diseminasi informasi dapat disampaikan dalam bentuk buletin, surat
edaran, laporan berkala, forum pertemuan, termasuk publikasi ilmiah.
Diseminasi informasi dilakukan dengan memanfaatkan sarana teknologi
informasi yang mudah diakses.

Diseminasi informasi dapat juga dilakukan apabila petugas surveilans


secara aktif terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring
evaluasi program kesehatan, dengan menyampaikan hasil analisis.
- 19 -

BAB III
BENTUK PENYELENGGARAAN SURVEILANS KESEHATAN

A. Surveilans Berbasis Indikator


Surveilans berbasis indikator dilakukan untuk memperoleh gambaran
penyakit, faktor risiko dan masalah kesehatan dan/atau masalah yang
berdampak terhadap kesehatan yang menjadi indikator program dengan
menggunakan sumber data yang terstruktur.
Contoh data terstruktur antara lain:
a. Kunjungan Ibu hamil
b. Kunjungan neonatus
c. Cakupan imunisasi
d. Laporan bulanan data kesakitan puskesmas
e. Laporan bulanan kasus TB
f. Laporan mingguan kasus AFP
g. Laporan bulanan kasus campak
h. Laporan bulanan kematian rumah sakit
i. Laporan berkala STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat)
j. Registri penyakit tidak menular
Data tersebut dimanfaatkan dalam rangka kewaspadaan dini penyakit
atau masalah kesehatan. Hasil analisis dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran penyakit atau masalah kesehatan dan/atau masalah yang
berdampak terhadap kesehatan seperti: situasi dan kecenderungan,
perbandingan dengan periode sebelumnya, dan perbandingan antar
wilayah/daerah/kawasan. Kegiatan surveilans ini biasanya digunakan
untuk menetukan arah program/intervensi, serta pemantauan dan
evaluasi terhadap program/intervensi.
Pelaksanaan surveilans berbasis indikator dilakukan mulai dari
puskesmas sampai pusat, sesuai dengan periode waktu tertentu (harian,
mingguan, bulanan dan tahunan).
Pelaksanaan surveilans berbasis indikator di puskesmas, dilakukan
untuk menganalisis pola penyakit, faktor risiko, pengelolaan sarana
pendukung seperti kebutuhan vaksin, obat, bahan dan alat kesehatan,
persiapan dan kesiapan menghadapi kejadian luar biasa beserta
penanggulangannya.
- 20 -

Pelaksanaan surveilans berbasis indikator di kabupaten/kota, dilakukan


berdasarkan hasil analisis dari kegiatan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, kawasan tertentu, berbagai data dan informasi yang
bersumber dari lintas sektor, hasil kajian, untuk menganalisis pola
penyakit, faktor risiko, masalah kesehatan maupun masalah lain yang
berdampak terhadap kesehatan dalam rangka pengelolaan program
skala kabupaten/kota maupun kebijakan teknis operasional yang
dibutuhkan.
Pelaksanaan surveilans berbasis indikator di provinsi, dilakukan
berdasarkan hasil analisis dari kegiatan di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, analisis situasi dan kecenderungan lintas kabupaten/kota,
kawasan tertentu/khusus serta berbagai data dan informasi yang
bersumber dari lintas sektor, hasil kajian, untuk menganalisis pola
penyakit, faktor risiko, masalah kesehatan maupun masalah lain yang
berdampak terhadap kesehatan dalam rangka pengelolaan program
skala provinsi maupun kebijakan teknis operasional yang dibutuhkan.
Pelaksanaan surveilans berbasis indikator di pusat, dilakukan
berdasarkan hasil analisis situasi dan kecenderungan lintas provinsi,
kawasan tertentu/khusus serta berbagai data dan informasi yang
bersumber dari lintas sektor, hasil kajian, untuk menganalisis pola
penyakit, faktor risiko, masalah kesehatan maupun masalah lain yang
berdampak terhadap kesehatan dalam rangka pengelolaan program
skala nasional maupun kebijakan teknis yang dibutuhkan.

B. Surveilans Berbasis Kejadian


Surveilans berbasis kejadian dilakukan untuk menangkap dan
memberikan informasi secara cepat tentang suatu penyakit, faktor
risiko, dan masalah kesehatan, dengan menggunakan sumber data
selain data yang terstruktur. Surveilans berbasis kejadian dilakukan
untuk menangkap masalah kesehatan yang tidak tertangkap melalui
surveilans berbasis indikator. Sebagai contoh, beberapa KLB campak
diketahui dari media massa, tidak tertangkap melalui surveilans PD3I
terintegrasi (Penyakit yang dapat Dicegah Dengan Imunisasi).
Pelaksanaan surveilans berbasis kejadian dilakukan secara terus
menerus (rutin) seperti halnya surveilans berbasis indikator, dimulai
dari puskesmas sampai pusat. Sumber laporan didapat dari sektor
kesehatan (instansi/sarana kesehatan, organisasi profesi kesehatan,
asosiasi kesehatan, dan lain-lain), dan di luar sektor kesehatan (instansi
pemerintah non kesehatan, kelompok masyarakat, media, jejaring sosial
dan lain-lain).
- 21 -

Kegiatan surveilans berbasis kejadian di puskesmas, kabupaten/kota,


dan provinsi dilakukan melalui kegiatan verifikasi terhadap rumor
terkait kesehatan atau berdampak terhadap kesehatan di wilayah
kerjanya guna melakukan langkah intervensi bila diperlukan.
Kegiatan surveilans berbasis kejadian di pusat dilakukan untuk
verifikasi terhadap rumor terkait kesehatan atau berdampak terhadap
kesehatan yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang
berdampak secara nasional maupun internasional, guna mengambil
langkah intervensi bila diperlukan.

Penyelenggaraan surveilans berbasis indikator dan berbasis kejadian


diaplikasikan antara lain dalam bentuk PWS (Pemantauan Wilayah
Setempat) yang didukung dengan pencarian rumor masalah kesehatan.
Setiap unit penyelenggaraan Surveilans Kesehatan melakukan
Pemantauan Wilayah Setempat dengan merekam data, menganalisa
perubahan kejadian penyakit dan atau masalah kesehatan menurut
variable waktu, tempat dan orang (surveilans berbasis indikator).

Selanjutnya disusun dalam bentuk tabel dan grafik pemantauan wilayah


setempat untuk menentukan kondisi wilayah yang rentan KLB. Bila
dalam pengamatan ditemukan indikasi yang mengarah ke KLB, maka
dilakukan respon yang sesuai termasuk penyelidikan epidemiologi.

Selain itu dilakukan juga pencarian rumor masalah kesehatan secara


aktif dan pasif (surveilans berbasis kejadian) untuk meningkatkan
ketajaman hasil PWS. Contoh aplikasi lain adalah operasionalisasi
Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR). Dalam SKDR dilakukan
pengamatan gejala penyakit yang mengarah ke suatu penyakit potensial
KLB secara mingguan dengan format tertentu (surveilans berbasis
indikator). Bila dalam pengamatan mingguan ditemukan sinyal
peningkatan jumlah gejala penyakit yang mengarah ke suatu penyakit
potensial KLB, dilakukan respon untuk memverifikasi kebenaran
kejadian peningkatan dan respon lain yang diperlukan termasuk
penyelidikan epidemiologi (surveilans berbasis kejadian).
- 22 -

BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring Surveilans Kesehatan dilaksanakan secara berkala untuk


mendapatkan informasi atau mengukur indikator kinerja kegiatan.
Monitoring dilaksanakan sebagai bagian dalam pelaksanaan surveilans yang
sedang berjalan. Disamping itu monitoring akan mengawal agar tahapan
pencapaian tujuan kegiatan sesuai target yang telah ditetapkan. Bila dalam
pelaksanaan monitoring ditemukan hal yang tidak sesuai rencana, maka
dapat dilakukan koreksi dan perbaikan pada waktu yang tepat.

Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur hasil dari Surveilans Kesehatan


yang telah dilaksanakan dalam perode waktu tertentu. Disebabkan
banyaknya aspek yang berpengaruh dalam pencapaian suatu hasil, maka
evaluasi objektif harus dapat digambarkan dalam menilai suatu pencapaian
program. Peran dan kontribusi Surveilans Kesehatan terhadap suatu
perubahan dan hasil program kesehatan harus dapat dinilai dan
digambarkan dalam proses evaluasi.
- 23 -

BAB V
KOORDINASI, JEJARING KERJA, DAN KEMITRAAN

A. Koordinasi
Koordinasi dalam penyelenggaraan Surveilans Kesehatan diarahkan
untuk menyelaraskan, mengintegrasikan, mensinergikan dan
memaksimalkan pengelolaan data dan/atau informasi agar proses
pengambilan keputusan dalam rangka intervensi lebih berhasil dan
berdaya guna.

Koordinasi dalam penyelenggaraan Surveilans Kesehatan dilakukan oleh


seluruh unit surveilans kesehatan, maupun antar unit di instansi
pemerintah serta pihak pihak tertentu yang memiliki peran yang relevan
dengan kegiatan surveilans.

B. Jejaring Kerja

Jejaring kerja surveilans adalah suatu mekanisme koordinasi kerja antar


unit penyelenggara Surveilans Kesehatan, sumber-sumber data, pusat
penelitian, pusat kajian dan penyelenggara program kesehatan, meliputi
tata hubungan Surveilans Kesehatan antar wilayah Kabupaten/Kota,
Provinsi dan Pusat.

Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan dilaksanakan melalui jejaring


kerja Surveilans Kesehatan antara unit surveilans dengan sumber data,
pusat penelitian dan kajian, program intervensi kesehatan, dan unit
surveilans lainnya. Jejaring kerja Surveilans Kesehatan bertujuan untuk
menguatkan kapasitas surveilans, tersedianya data dan informasi yang
komperehensif, meningkatkan kemampuan respon cepat terhadap
kejadian penyakit dan faktor risiko dalam rangka menurunkan angka
kesakitan, kematian serta kecacatan.

Jejaring kerja Surveilans Kesehatan diselenggarakan oleh seluruh unit


penyelenggara Surveilans Kesehatan baik di pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota berupa pertukaran data dan informasi epidemiologi,
serta peningkatan kemampuan Surveilans Kesehatan yang terdiri dari :
1. Jaringan kerjasama antara unit-unit surveilans dengan
penyelenggara pelayanan kesehatan, laboratorium dan unit
penunjang lainnya.
2. Jaringan kerjasama antara unit-unit Surveilans Kesehatan dengan
pusat-pusat penelitian dan kajian, program intervensi kesehatan dan
unit-unit surveilans lainnya.
- 24 -

3. Jaringan kerjasama unit-unit Surveilans Kesehatan antara


kabupaten/kota, provinsi dan nasional.
4. Jaringan kerjasama unit surveilans dengan berbagai sektor terkait
nasional, bilateral negara, regional, dan internasional.

Penyelenggaraan jejaring kerja Surveilans Kesehatan dilaksanakan oleh


unit penyelenggara Surveilans Kesehatan baik di unit-unit utama pusat
danUPT pusat (UPT Kementerian Kesehatan), pusat-pusat penelitian dan
pengembangan, pusat-pusat data dan informasi, Dinas Kesehatan
Provinsi dan UPT Dinas Kesehatan Provinsi, serta Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan UPT Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, baik pada
kondisi normal maupun sedang terjadi KLB atau wabah.

C. Kemitraan

Kemitraan merupakan hubungan kerjasama antar berbagai pihak yang


strategis, bersifat sukarela, dan berdasar prinsip saling membutuhkan,
saling mendukung, dan saling menguntungkan dengan disertai
pembinaan dan pengembangan secara timbal balik. Dalam hal
kesehatan, kemitraan diperlukan untuk melaksanakan program
kesehatan hingga mencapai tujuan yang diharapkan.

Untuk mengembangkan kemitraan di bidang Surveilans Kesehatan


secara konsep terdiri 3 tahap:
1. Kemitraan lintas program di lingkungan sektor kesehatan sendiri
2. Kemitraan lintas sektor di lingkungan institusi pemerintah
3. Membangun kemitraan yang lebih luas, lintas program, lintas sektor.
lintas bidang dan lintas organisasi yang mencakup :
a. Unsur pemerintah,
b. Unsur swasta atau dunia usaha,
c. Unsur LSM dan organisasi masa
d. Unsur organisasi profesi.

Secara skematis dapat digambarkan jejaring kerja Surveilans Kesehatan


diantara unit-unit utama di Kementerian Kesehatan dan Unit Pelaksana
Teknis Pusat (UPT Kemenkes), pusat penelitian dan pengembangan
(Puslitbang) dan pusat data dan informasi, diantara unit kerja Dinas
Kesehatan Provinsi (lembaga pemerintah di Provinsi yang
bertanggungjawab dalam bidang kesehatan) dan UPT Dinas Kesehatan
Provinsi, dan diantara unit-unit kerja Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
(lembaga pemerintah di Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab dalam
bidang kesehatan) dan UPT Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Jejaring
Surveilans Kesehatan juga terdapat antara Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota serta mitra nasional dan internasional.
- 25 -

Konsep koordinasi, Jejaring Kerja, dan Kemitraan Surveilans Kesehatan


dapat digambarkan dalam bagan berikut:

Puslitbang
Jejaring • Perguruan
UPT surveilans Tinggi
Kemenkes kesehatan unit-
Pusat • BPS
unit utama di
Data dan • BMKG
Kemenkes
Informasi • LSM
• Organisasi
Profesi
• Badan POM
UPT Dinkes • Badan
Provinsi Jejaring surveilans internasional,
unit-unit kerja di regional,
Dinkes Provinsi bilateral
• Kementerian/
Swasta
Lembaga
terkait
UPT Dinkes
Jejaring surveilans • Dsb
unit-unit kerja di
Kab/kota Dinkes Kab/kota

Hubungan struktural / komando


Hubungan koordinatif / konsultatif

Bagan tersebut diatas terbagi dalam 2 bagian jejaring kerja. Pertama


adalah proses jejaring internal surveilans kesehatan, dimana proses
kegiatan unit kerja ini merupakan data dan informasi pokok dan utama.

Unit kerja ini melakukan Surveilans Kesehatan untuk kepentingan


organisasinya. Kedua adalah dukungan dari proses ekternal jejaring
Surveilans Kesehatan dimana data dan informasi merupakan pendukung
atas proses di jejaring pertama atau dapat dikatatan instansi sektoral.

Jejaring surveilans ditingkat pusat merupakan penggambaran situasi


nasional, deskripsi keadaan kawasan antar Negara dan wilayah, antar
provinsi maupun antar kabupaten namun dipotret dalam skala nasional.
Interkoneksi dengan jejaring di provinsi, dan jejaring kabupaten kota,
sesuai dengan konsep dan tujuan program kesehatan.
- 26 -

Interkoneksi ini penting untuk memudahkan pertukaran data,


perbandingan dan periodisasi di setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
instansi kesehatan mulai dari tingkat kabupaten/kota, propinsi dan
instansi kesehatan tingkat pusat yang menyelenggarakan surveilans
kesehatan.

Dukungan data dan informasi sektoral diperlukan untuk penguatan


surveilans kesehatan. Misalnya proyeksi jumlah penduduk kelompok
umur tertentu kabupaten kota tertentu dapat diperoleh dari Badan Pusat
Statistik, informasi curah hujan, suhu dan kelembaban dan prediksinya
dapat diperoleh dari Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika, dan
sebagainya.
- 27 -

BAB VI
PENUTUP

Surveilans Kesehatan sangat penting artinya bagi pengambil keputusan di


bidang kesehatan dalam rangka upaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk terselenggaranya
Surveilans Kesehatan yang optimal diperlukan peran serta semua sektor,
terutama seluruh fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah ataupun
masyarakat, instansi kesehatan baik di daerah maupun di pusat. Demikian
pula daerah diharapkan dapat mengembangkan surveilans berdasarkan
kemampuan dan sumber daya yang dimiliki dengan berpedoman pada
pengaturan Surveilans Kesehatan yang ditetapkan di tingkat pusat.

MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

NAFSIAH MBOI
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan akan
mempengaruhi cara hidup dan perkembangan pola penyakit, termasuk
penyakit yang dapat menimbulkan wabah. Perbaikan kesehatan
masyarakat dilakukan melalui upaya peningkatan pencegahan,
penyembuhan, dan pemulihan dengan mendekatkan dan memeratakan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Pembangunan kesehatan
ditujukan kepada peningkatan pemberantasan penyakit menular,
peningkatan keadaan gizi rakyat, peningkatan pengadaan sarana air
bersih terhadap bahaya narkotika dan penggunaan obat yang tidak
memenuhi syarat serta penyuluhan kesehatan masyarakat untuk
memasyarakatkan prilaku hidup sehat yang di mulai sedini mungkin.
Suatu jenis penyakit yang semula tidak merupakan masalah dapat
menjadi masalah atau sebaliknya. Yang dimaksud pola penyakit adalah
keadaan atau situasi penyakit yang memberi kejelasan mengenal jenis
penyakit dan sifat-sifat epidemiologis penyakit yaitu tentang distribusi,
frekuensi, waktu kejadian, serta semua factor penentu yang
mempengaruhi jalannya penyakit. Pola penyakit tersebut dapat
dipengaruhi oleh perkembangan lalu lintas internasional dan perubahan
lingkungan hidup.
Wabah yang dapat menimbulkan malapetaka dari dulu sampai
sekarang maupun masa yang akan datang tetap merupakan ancaman
terhadap kelangsungan hidup dan kehidupan. Selain wabah
mmbahayakan kesehatan masyarakat karena dapat mengakibatkan sakit,
cacat, dan kematian, juga akan mengakibatkan hambatan dalam
pelaksanaan pembangunan nasional. Kesehatan merupakan komponen
penting dari kesejahteraan.
2

Salah satu fungsi utama survailans adalah menyediakan informasi


epidemiologi yang peka terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat.
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit akan sangat efektif
apabila kegiatan survailans tersebut dilakukan secara sistematis dan terus
menerus melalui proses pengumpulan data, pengolahan data dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program.
Untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan diselenggarakan
berbagai upaya kesehatan secara menyeluruh, berjenjang dan terpadu.
Puskesmas adalah penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan
untuk jenjang tingkat pertama. Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
tersebut bagi setiap Puskesmas wajib untuk melihat sejauh mana
Puskesmas mampu menggerakkan semua sumber daya yang ada untuk
menghasilkan capaian Program yang diharapkan dan memberi daya
ungkit terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Untuk itu
harus dibuat laporan pelaksanaan kegiatan setiap tahun dalam bentuk
Laporan Tahunan Puskesmas.
Dari penyusunan laporan ini, kegiatan surveilans epidemiologi
dapat dievaluasi sehingga hambatan, peluang dan kekuatan dapat
diketahui. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis menyusun laporan
tahunan 2021 yang memuat hasil pencapaian kegiatan surveilans
epidemiologi yang telah direncanakan sebelumnya di awal tahun 2021.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan gambaran secara keseluruhan kegiatan surveilans
epidemiologi yang telah dilaksanakan pada tahun 2021.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui seluruh kegiatan surveilans epidemiologi
b. Mengetahui cakupan indikator kegiatan surveilans epidemiologi
c. Sebagai bahan penyusunan perencanaan selanjutnya.
3

C. Manfaat
1. Menilai keberhasilan kegiatan surveilans epidemiologi di wilayah UPTD
Puskesmas Rawat Inap Kotakaler tahun 2021
2. Meningkatkan sistem kewaspadaan dini dan respon penyakit di
wilayah UPTD Puskesmas Rawat Inap Kotakaler
3. Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan
dan evaluasi kegiatan surveilans epidemiologi secara terpadu di
wilayah UPTD Puskesmas Rawat Inap Kotakaler
4. Merencanakan pengembangan kegiatan surveilans epidemiologi di
wilayah UPTD Puskesmas Rawat Inap Kotakaler
5. Sebagai alat advokasi bagi penentu kebijakan di wilayah UPTD
Puskesmas Rawat Inap Kotakaler
4

BAB II
ANALISIS SITUASI

A. Situasi Umum
1. Letak dan Batas Wilayah UPTD Puskesmas Rawat Inap Kotakaler
UPTD Puskesmas Rawat Inap Kotakaler merupakan salah
satu Puskesmas di Kabupaten Sumedang yang terletak di sebelah
utara kota Kabupaten Sumedang yang berjarak 2 kilometer, dengan
waktu tempuh 10 menit menggunakan kendaraan roda 4. Keadaan
geografis dataran rendah dengan suhu maksimum 24 derajat celsius,
dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari.
Luas Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Rawat Inap Kotakaler
adalah 463,415 Ha.
a. Kotakaler : 156,400 Ha
b. Talun : 55 Ha
c. Rancamulya : 252,015 H
Secara administrasi UPTD Puskesmas Kotakaler Rawat Inap
berbatasan dengan :
a. Sebelah utara berbatasan dengan wilayah Puskesmas Cimalaka
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Puskesmas
Sumedang Selatan
c. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Puskesmas Ganeas
d. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Puskesmas Situ
5

Kotakaler

Ranca Mulya
Puskesmas

Talun

Gambar 2.1
Peta Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Rawat Inap Kotakaler

Keterjangkauan pelayanan kesehatan salah satunya dapat


dilihat dari geografis wilayah, dimana secara geografis dapat
digambarkan jarak dan waktu tempuh ke fasilitas kesehatan dalam hal
ini Puskesmas. Daerah – daerah yang ada di wilayah kerja UPTD
Puskesmas Rawat Inap Kotakaler pada dasarnya dapat dijangkau
dengan kendaraan roda 2 atau 4.
Dimana waktu tempuh terlama yaitu dari dusun Andir desa
Rancamulya selama 15 menit dengan biaya menggunakan angkot
sebesar 5000 rupiah.

2. Analisis Demografi
UPTD Puskesmas Rawat Inap Kotakaler pada tahun 2021
mempunyai jumlah penduduk sebanyak 32.307 orang terdiri dari laki-
laki 16.512 dan perempuan sebanyak 15.795 orang dengan jumlah
KK sebanyak 8.323 KK.
6

Tabel 2.1
Jumlah Penduduk Per Desa/Kelurahan
Di Wilayah UPTD Puskesmas Rawat Inap Kotakaler
Tahun 2021
NO. NAMA DESA/KEL. JML RW JML RT LAKI-LAKI PEREMPUAN JML JIWA

1. KOTAKALER 15 4.555 9.432 8.983 18.415

2. TALUN 7 2.095 3.331 3.249 6.580

3. RANCAMULYA 9 1.673 3.749 3.563 7.312

JUMLAH 31 8.323 16.512 15.795 32.307


Sumber : Data sasaran Kecamatan Sumedang Utara, 2021

3. Sosial Ekonomi
Pada dasarnya kondisi alam di wilayah UPTD Puskesmas
Rawat Inap Kotakaler sama dengan wilayah Kabupaten Sumedang
pada umumnya, yaitu potensi alam yang berpotensi yang sangat
mendukung dan menguntungkan untuk kegiatan budidaya pertanian,
sementara itu mata pencaharian pokok masyarakat di wilayah UPTD
Puskesmas Rawat Inap Kotakaler sebagian masih pada sektor
pertanian dan perkebunan. Akan tetapi sebagian besar sebagai
pedagang karena dilihat lingkungan sosialnya, wilayah UPTD
Puskesmas Rawat Inap Kotakaler memiliki lingkungan yang cukup
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat terutama di Kelurahan
Kotakaler dan Talun merupakan daerah pusat pembelanjaan dan
perdagangan dimana mobilitas penduduk akan berpengaruh terhadap
dinamika kehidupan masyarakat, terutama tingginya aktivitas sangat
tinggi ekonomi di wilayah perkotaan daya beli sangat tinggi.

4. Sumber Pembiayaan Kegiatan Surveilans Epidemiologi


a. Bantuan Operasional Kesehatan ( BOK )
b. APBD
c. APBN
7

B. Target Indikator Kegiatan Surveilans Epidemiologi


Tabel 2.2
Target Indikator Kegiatan Surveilans Epidemiologi

No Indikator Target

Tertanganinya KLB penyakit menular berpotensi Wabah


1 100 %
dalam waktu < 24 jam

2 Penemuan kasus AFP 100 %

3 Meningkatnya Surveilans Epidemiologi 100 %

4 Ketepatan dan Kelengkapan laporan W2 100 %

5 Cakupan angka Testing untuk mencegah penularan Covid-19 1.664 / Tahun

6 Insiden Rate DBD < 49/100000 Penduduk

7 Case Fatality Rate (CFR) DBD <1%


8

BAB III
HASIL KEGIATAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI KESEHATAN

A. SURVEILANS PENYAKIT DBD


1. Pengertian
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yaitu penyakit yang
ditandai dengan demam tinggi mendadak 2-7 hari tanpa penyebab
yang jelas. Terdapat tanda-tanda perdarahan (bintik-bintik
merah/ptekie) misalnya perdarahan pada gusi, muntah atau berak
darah, ada pembesaran hati dan dapat timbull syok (pasien gelisah,
nadi cepat dan lemah, extremitas dingin, kulit lembab, kesadaran
menurun).
Sumber penularan penyakit adalah manusia dan nyamuk Aedes.
Manusia tertular melalui gigitan nayamuk Aedes yang telah terinfeksi
virus dengue, sebaliknya nyamuk terinfeksi ketika menggigit manusia
dalam stadium viremia. Viremia terjadi pada sebelum awalnya
munculnya gejala dan selama kurang lebih lima hari sejak timbulnya
gejala.
2. Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan Epidemologi diarahkan untuk mengidentifikasikan
faktor risiko, populasi yang berisiko tertular, selingga bisa menetapkan
program prioritas program penanggulanagan wabah/KLB dan
melakukan perbaikan keadaan yang menyebabkan timbulnya
kerentanan popoulasi yang nanatinya dapat dijadikan bahan
penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini KLB.Penyelidikan
Epidemologi KLB DBD lebih diarahkan pada identifikasi faktor risiko
berupa vektor (nyamuk aedes aegypti) dan tempat perindukan vektor
tanpa mengesampaingkan faktor manusia sebagai populasi risiko.
9

3. Langkah-langkah Penyelidikan
a. Koordinasikan tim (medis, promosi Kesehatan, Kesehatan
lingkungan)
b. Penyiapan administrasi, alat, dan bahan, (surat tugas, surat izin
investigasi, kuesioner, dll)
c. Pengumpulan data dengan cara :
Petugas melakukan wawancara dengan penderita/keluarga, baik
yang masih dirawat di rumah sakit, puskesmas atau yang sudah
pulang, serta kasus tersangka yang dilaporkan oleh masyarakat .
Data dikumpulkan dengan maksud antara lain :
1) Penetapan diagnosis DBD
2) Identifikasi faktor risiko
3) Pencarian kasus tambahanDBD
4) Pengolahan Data
5) Analisa Data
6) Membuat laporan hasil Penyelidikan
4. Penemuan Kasus DBD, Incidence Rate (IR) dan Case Fatality Rate
(CFR) di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Rawat Inap Kotakaler
Tahun 2021
Tabel 3.1
Jumlah Kasus Demam Berdarah Dengue (Dbd) Menurut Jenis Kelamin
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
DESA/
NO JUMLAH KASUS MENINGGAL CFR (%)
KELURAHAN
L P L+P L P L+P L P L+P
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
1 KOTAKALER 13 16 29 0 0 0 0,00 0,00 0,00
2 TALUN 5 3 8 0 0 0 0,00 0,00 0,00
3 RANCAMULYA 6 2 8 0 0 0 0,00 0,00 0,00
JUMLAH 24 21 45 0 0 0 0 0 0
INCIDENCE RATE (%) 0,14

Dari table di atas dapat kita lihat bahwa sebaran kasus BDB tahun
2021 paling banyak berada di wilayah Kelurahan Kotakaler yaitu
sebanyak 29 kasus.
10

B. SURVEILANS PENYAKIT CAMPAK


1. Pengertian
Campak merupakan penyakit menular akut. Penyakit ini
disebabkan oleh virus golongan Paramyxoviridae (RNA) jenis
Morbilivirus dengan masa inkubasi antara 8-13 hari atau rata – rata 10
hari. Virus mudah rusak terhadap panas dan cahaya. Sumber
penularan yaitu manusia sebagai Penderita. Penularan terjadi dari
orang ke orang melaui batuk, bersin, (sekrasi hidung) sampai 2 Jam
setelah seseorang dengan campak meninggalkan ruangan. Penularan
dapat terjadi 1 – 3 hari Sebelum panas. Waktu penularan yang paling
sering adalah 4 hari sebelum dan 4 hari setelah Rash.
Penularan maksimum pada 3 – 4 hari setelah rash. Sangat
menular, lebih dari 90 % diantara Kelompok rentan. Virus campak
pertama kali dikenal pada abad ke 7. Sangat mudah menular, dan
pada Umumnya terjadi pada anak-anak. Gejala penyakit campak
adalah sebagai berikut :
a. Hari 1 – 3 :
1) Panas makin hari makin tinggi
2) Mata merah dan sakit bila kena cahaya
3) Anak batuk/pilek
b. Hari 3 – 4 :
1) Panas agak turun
2) Timbul bercak-bercak merah pada kulit dimulai di belakang
telinga menjalar ke muka
3) Mata bengkak terdapat cairan kuning kental
4) Seluruh tubuh terlihat bercak-bercak
c. Hari 4 – 6
1) Bercak berubah menjadi kehitaman dan mulai mongering
2) Selanjutnya mengelupas secara berangsur-angsur
3) Akhirnya kulit kembali seperti semula tanpa menimbulkan
bekas.
11

2. Penyelidikan Epidemologi
Surveilans campak diperlukan untuk mengidentifikasi kasus dan
populasi resiko,deteksi dan investigasi KLB serta evaluasi strategi
imunisasi untuk meningkatkan pencegahan campak.KLB campak
ditetapkan jika di temukan minimal 5 kasus suspek campak yang
mengelompok dalam satu wilayah epidrmiologi dalam periode 3
minggu berturut-turut.
3. Langkah-langkah Epidemologi
Langkah penanggulangan/pencegahan yang harus dilakukan oleh
surveilans apabila ditemukan kasus campak meliputi :
a. Koordinasi tim penyelidikan sesuai dengan bidang keahliannya
atau yang memahami penyakit campak
(laboratories,dokter,epidemiologist (dll)
b. Ambil specimen darah dari 5 kasus saja dengan rash > 3 hari – 28
hari
c. Penyiapan penyelidikan epidemiologi (surat tugas,Kuisioner,Surat
izin investigasi dll)
d. Pengumpulan data (data primer,data sekunder)pengolahan data
dan analisa data kemudian laporkan hasil investigasi ke dinas
kesehatan kab.Cirebon secepatnya
e. Malakukan langkah kolaborasi medis untuk memberikan
pengobatan simtomatis dan antibiotika dan pemberian vit.A dosis
tinggi pada kasus yang ditemukan dilapangan
f. Pemberian vit.A dosis tinggi pada populasi balita beresiko disekitar
daerah KLB
g. Jika diperlikan melakukan vaksinasi campak pada populasi rentan
12

4. Pemberian Vit.A Untuk Tatalaksana Kasus Campak


Tabel 3.2
Pemberian Dosis Vit. A Menurut Umur
Pada saat Hari *2 mgg
Umur
diagnosis berikutnya kemudian
6-11 bulan 100.000 IU 100.000 IU 100.000 IU
>/12 bulan 200.000 IU 200.000 IU 200.000 IU

5. Distribusi Jumlah Kasus Campak Menurut Umur


Tabel 3.3
Jumlah Kasus Campak/Umur Tahun 2021

DESA/ UMUR (TH)


KELURAHAN 1 1-4 5-19 20-44 45-59
Wanayasa 0 0 0 0 0
Sindangkasih 0 0 0 0 0
Sindanghayu 0 0 0 0 0
Jumlah 0 0 0 0 0

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa pada tahun 2021 tidak
terdapat sebaran kasus Campak.

C. SURVEILANS PENYAKIT AFP


1. Pengertian
AFP (Acute Flaccid Paralysis) atau biasa dikenal dengan lumpuh
layuh merupakan kelumpuhan yang sifatnya lemas, terjadi mendadak
dalam 1 – 14 hari dan bukan disebabkan ruda paksa/trauma yang
dialami oleh anak usia < 15 tahun.
2. Penyelidikan Epidemiologi
AFP dapat ditularkan dari feses penderita yang
mengkontaminasi makanan dan minuman yang dikonsumsi calon
penderita. Salah satu pencegahan AFP adalah dengan memberikan
imunisasi polio secara rutin dan sesuai jadwal, mejaga kebersihan
13

lingkungan dan membiasakan mencuci tangan pakai sabun sebelum


dan sesudah makan.
Surveilans AFP harus dapat menemukan semua kasus AFP
dalam satu wilayah yang diperkirakan minimal 2 kasus AFP diantara
100.000 penduduk usia < 15 tahun pertahun. Strategi penemuan kasus
AFP ini dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, melalui system
surveilans aktif rumah sakit (Hospital Based Surveillance / HBS) dan
melalui system surveilans berbasis masyarakat (Community Based
Surveillance / CBS). Setiap kasus AFP yang ditemukan harus segera
dilacak dan dilaporkan ke unit pelaporan yang lebih tinggi selambat-
lambatnya dalam waktu 48 jam setelah laporan di terima.
3. Distribusi Jumlah Kasus AFP Tahun 2021
Tabel 3.4
Jumlah Penemuan Kasus AFP Tahun 2021
JENIS KELAMIN
NO BULAN
LAKI-LAKI PEREMPUAN
1 Januari 0 0
2 Februari 0 0
3 Maret 0 0
4 April 0 0
5 Mei 0 0
6 Juni 0 0
7 Juli 0 0
8 Agustus 0 0
9 September 0 0
10 Oktober 0 0
11 November 0 0
12 Desember 0 0

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa tidak ditemukan kasus AFP
dalam kurun waktu 1 tahun, sehingga dapat disimpulkan bahwa
kegiatan penemuan kasus APF dirasa belum maksimal.
14

D. SURVEILANS PENANGGULANGAN KLB


Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan
merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilakukan secara
terpadu oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Meliputi:
penyelidikan epidemiologi, penatalaksanaan penderita, yang mencakup
kegiatan pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan isolasi penderita,
termasuk tindakan karantina, pencegahan dan pengebalan, pemusnahan
penyebab penyakit, penanganan jenazah akibat KLB/wabah, penyuluhan
kepada masyarakat, dan upaya penanggulangan lainnya, mengacu pada
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1501/Menteri/Per/X/2010.
Sepanjang tahun 2021, tidak terjadi kasus Kejadian Luar Biasa
(KLB) di wilayah kerja UPTD Puskesmas Rawat Inap Kotakaler, sehinggu
target Indikator Kegiatan Surveilans Epidemiologi pada point Tertanganinya
KLB penyakit menular berpotensi Wabah dalam waktu < 24 jam dapat tercapai
100%.
E. SURVEILANS TERPADU PUSKESMAS (STP)
Laporan STP dilaporkan paling telat tanggal 7 tiap bulannya. Isi
laporan mengacu pada ICD X. Sumber data di dapat dari register rawat
jalan baik dari pelayanan dalan gedung maupun pelayanan luar gedung
misalnya Posyandu, BP Desa atau Pusling dan register rawat inap di
puskesmas. Kasus yang tercatat adalah kasus yang terdata dan
berdomisili dalam wilayah puskesmas kotakaler.
Kasus yang dilaporkan adalah kasus baru, total kunjungan berarti
total kasus baru yang tercatat selama 1 bulan, sedangkan untuk total
kunjungan adalah keseluruhan kunjungan baik kunjungan lama atau
kunjungan baru. Analisa STP dilaksanakan minimal 1 tahun sekali untuk
perencanaan di tingkat kabupaten,umpan balik dari pelaporan STP
15

dilaksanakan melalui pertemuan validasi data dan pertemuan evaluasi


program surveilans setiap triwulan atau minimal 1 tahun Analisa dapat
berupa :
1. Analisa pola penyakit terbanyak
2. Pola peyakit pergolongan umur
3. Incidence Rate (IR)
16

Tabel 3.5
Analisa Laporan STP Tahun 2021
17

F. SURVEILANS W2 (EWARS)
Lapaoran W2 (EWARS) dilaporkan rutin setiap minggu pada hari
selasa. Isi laporan mengacu pada kasus-kasus mingguan dan wabah
serta penyakit-penyakit yang potensial menjadi KLB. Misalnya Diare,
Campak, TBC, DBD, Pneumonia, Influensa dll. Data di dapat dari register
rawat jalan baik dari pelayanan dalam gedung maupun pelayanan luar
gedung misalnya Posyandu dan register rawat inap di puskesmas. Kasus
yang terdata dan berdomisili dalam wilayah puskesmas.
Grafik 3.1
Analisis Kelangkapan dan Ketepatan Pelaporan W2 Tahun 2021

ANALISIS PELAPORAN W2
120%

100%

80%

60%

40%

20%

0%
M gu 11
M gu 13
M gu 15
M gu 17
M gu 19
M gu 21
M gu 23
M gu 25
M gu 27
M gu 29
M gu 31
M gu 33
M gu 35
M gu 37
M gu 39
M gu 41
M gu 43
M gu 45
M gu 47
u 9
51
M gu 1
M gu 3
M gu 5
M ggu 7
M gu 9

gg 4
in ke
in ke
in ke
in ke
g ke
in ke
in ke
in ke
in ke
in ke
in ke
in ke
in ke
in ke
in ke
in ke
in ke
in ke
in ke
in ke
in ke
in ke
in ke
in ke
in ke
ke
M gu
g
g
g
g
in

g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
g
in
M

Kelengkapan Ketepatan

Dari grafik di atas dapat di lihat ada beberapa minggu yang


pelaporannya tidak tepat waktu (ketepatan < 100%) yaitu pada minggu 26
sampai minggu 35.
18

G. SURVEILANS EPIDEMIOLOGI COVID-19


1. Pengertian
Corona Virus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan
penyakit mulai dari gejala ringan dampai berat. Ada setidaknya 2 (dua)
jenis corona virus yang diketahui menyebabkan penyakit yang dapat
menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory Syndrome
(MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrom (SARS).
Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) adalah penyakit jenis
baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia.
Virus penyebaba Covid-19 ini dinamakan Sars-CoV-2.
2. Penyelidikan Epidemiologi
Langkah penyelidikan epidemiologi untuk kasus COVID-19 sama
dengan penyelidikan KLB pada untuk kasus Mers. Tahapan
penyelidikan epidemiologi secara umum meliputi:
a. Konfirmasi awal KLB
Petugas surveilans atau penanggung jawab surveilans
puskesmas/Dinas Kesehatan melakukan konfirmasi awal untuk
memastikan adanya kasus konfirmasi COVID-19 dengan cara
wawancara dengan petugas puskesmas atau dokter yang
menangani kasus.
b. Pelaporan segera
Mengirimkan laporan W1 ke Dinkes Kab/Kota dalam waktu <24
jam, kemudian diteruskan oleh Dinkes Kab/Kota ke Provinsi dan
PHEOC.
c. Persiapan penyelidikan
1) Persiapan formulir penyelidikan sesuai form
2) Persiapan Tim Penyelidikan
3) Persiapan logistik (termasuk APD) dan obat-obatan jika
diperlukan
19

d. Penyelidikan epidemiologi
1) Identifikasi kasus
2) Identifikasi faktor risiko
3) Identifikasi kontak erat
4) Pengambilan spesimen di rumah sakit rujukan
5) Penanggulangan awal
Ketika penyelidikan sedang berlangsung petugas sudah harus
memulai upaya-upaya pengendalian pendahuluan dalam rangka
mencegah terjadinya penyebaran penyakit kewilayah yang lebih
luas. Upaya- upaya tersebut dilakukan terhadap masyarakat
maupun lingkungan, antara lain dengan :
1) Menjaga kebersihan/ higiene tangan, saluran pernapasan.
2) Penggunaan APD sesuai risiko pajanan.
3) Sedapat mungkin membatasi kontak dengan kasus yang
sedang diselidiki
4) Asupan gizi yang baik guna meningkatkan daya tahan tubuh.
5) Apabila diperlukan untuk mencegah penyebaran penyakit
dapat dilakukan tindakan isolasi dan karantina.
e. Pengolahan dan analisis data
f. Penyusunan laporan penyelidikan epidemiologi
3. Laporan Jumlah kasus Covid-19 Tahun 2021
Tabel 3.6
Sebaran Kasus Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Kotakaler
20

4. Capaian Testing
Tabel 3.7
Capaian Testing Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Kasus
Covid-19 di Wilayah Kerja Puskesmas Kotakaler Tahun 2021
JUMLAH TESTING
NO BULAN
PCR ANTIGEN
1 Januari 33 121
2 Februari 14 104
3 Maret 38 75
4 April 22 124
5 Mei 57 125
6 Juni 138 500
7 Juli 25 416
8 Agustus 17 119
9 September 208 265
10 Oktober 137 152
11 November 0 207
12 Desember 0 228
Jumlah 689 2.436
Total 3.125 Sampel
21

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Penanganan KLB penyakit menular berpotensi wabah dapat tertangani
dalam kurun waktu < 24 jam
2. Penemuan kasus AFP masih belum maksimal (belum mencapai target)
3. Kelengakapan pelaporan W2 telah 100% namun untuk ketepatan
pelaporan masih ada beberapa laporan yang < 100% (81%)
4. Target capaian angka testing dalam rangka pencegahan penyebaran
penyakit Covid-19 telah tercapai yaitu sebanyak 3.125 Sampel / tahun.
5. Target Incidence Rate (IR) kasus DBD adalah 49/100.000 penduduk.
Jumlah kasus DBD selama 1 (satu) tahun adalah 45 kasus sehingga
target indicator tidak tercapai
6. Case Fatality Rate kasus DBD 0% (target < 1%)

B. Saran
1. Dilakukan penyuluhan yang lebih intens untuk menanggulangi
tingginya angka kasus DBD (Incidence Rate)
2. Dilakukan advokasi baik itu lintas program ataupun lintas sektoral guna
meningkatkan capaian kegiatan surveilans epidemiologi
3. Perkuat system surveilans aktif rumah sakit (Hospital Based
Surveillance / HBS) untuk penemuan kasus AFP.
Lampiran 2 PDCA Kegiatan Surveilans Epidemiologi

A. Latar Belakang
Mewujudkan masyarakat yang berbudaya sehat tentu
merupakan salah satu cita-cita pembangunan nasional yang telah
terpatri sejak bangsa ini mendeklarasikan kemerdekaannya. Negara
sudah sepatutnya menjamin setiap sendi-sendi kehidupan masyarakat
tak terkecuali kesehatan setiap orang. Menciptakan masyarakat yang
sehat artinya pemerintah juga mempersiapkan sumber daya manusia
yang berkompeten dan mampu bersaing dari segi intelektualitas.
UU no. 36 tahun 2014 tentang kesehatan menyebutkan bahwa
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan
perikemanuaiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan,
penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan
nondiskriminatil dan norma-norma agama. Serta memiliki tujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat
bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setingi-tinginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya
manusia yang produktif secara sasial dan ekonomis.
Salah satu langkah nyata yang telah dilakukan oleh pemerintah
adalah dengan menyediakan pusat pelayanan kesehatan masyarakat
(puskesmas) sebagai wadah untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Puskesmas memiliki banyak peranan vital, mulai dari
peran preventif, promotif, kuratif, hingga rehabilitatif, sehingga
dianggap sebagai unit pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
paling banyak digunakan oleh masyarakat. Maka perlu kiranya bagi
pemerintah untuk melestarikan keberadaan puskesmas dan terus
melakukan perbaikan bukan hanya pada sumber daya yang ada di
puskesmas itu sendiri melainkan pula sumber daya manusia yang ada
di puskesmas secara berkesinambungan.
Peraturan Menteri Kesehatan no. 75 Tahun 2014 Tentang
Puskesmas yang menyebutkan bahwa prinsip penyelenggaraan
Puskesmas meliputi paradigma sehat, sehingga pelayanan promotif
dan pelayanan preventif kesehatan lebih ditekanankan namun tidak
melupakan upaya pelayanan kuratif maupun rehabilitatif. Sehingga
pelayanan wajib yang ada di Puskesmas yaitu : pelayanan promosi
kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan
ibu, anak, dan keluarga berencana, pelayanan gizi, pelayanan
pencegahan dan pengendalian penyakit, rawat jalan, pelayanan gawat
darurat, pelayanan satu hari (one day care), home care dan rawat
inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.
Puskesmas secara detail juga memiliki fungsi untuk mencatat
bagaimana penyebaran penyakit yang terjadi di suatu wilayah. Itulah
kenapa kemudian peranan tenaga epidemiologi di puskesmas menjadi
sangat penting. Secara menyeluruh, tenaga epidemiologi bertanggung
jawab dalam mengelola prevalensi dan insidensi penyakit dan
memperhatikan betul bagaimana bentuk evaluasi dari temuan
penyakit tersebut. Belum lagi kegiatan surveilans epidemiologi di
puskesmas yang secara umum bertugas untuk mengumpulkan,
mengelola, interpretasi, hingga evaluasi nyata dengan memperhatikan
beberapa faktor risiko seperti lingkungan, perilaku, dan hal lainnya.
Pola pencatatan penyakit terbanyak di puskesmas setiap
tahunnya perlu menjadi perhatian setiap petugas puskesmas. Dengan
adanya tampilan data terkait jumlah kejadian penyakit, maka
pemerintah dapat lebih efektif dalam menentukan prioritas
permasalahan apa yang harus segera ditanggulangi. Pengamatan
yang detail disertai data-data yang real mendorong semua oknum
kesehatan untuk melakukan evaluasi terkait kinerja dan kebutuhan
apa yang harus segera dipenuhi.
B. Tujuan
Mengetahui prioritas masalah dan alternatif pemecahan
masalah dari kegiatan surveilans epidemiologi yang ada di UPTD
Puskesmas Rawat Inap Kotakaler.

C. Analisa Hasil dan Langkah Penyelesaian

No Indikator
Target Hasil Kesenjangan
(%) (%) (%)
Tertanganinya KLB penyakit menular
1 berpotensi Wabah dalam waktu < 24 100 % 100 % -
jam

2 Penemuan kasus AFP 100 % 0% 100%

3 Meningkatnya Surveilans Epidemiologi 100 % 100 % -

Ketepatan dan Kelengkapan laporan


4 100 % 81 % 19%
W2

Cakupan angka Testing untuk 1.664 / 3.125 /


5 -
mencegah penularan Covid-19 Tahun Tahun

6 Insiden Rate DBD 0.049 % 0.14 % 0.091 %

7 Case Fatality Rate (CFR) DBD <1% 0 -

D. Penentuan Prioritas Masalah


Ditinjau dari sudut pelaksanaan program kesehatan,
penentuan prioritas masalah kesehatan dipandang sangat penting
dilakukan, hal ini dikarenakan terbatasnya sumber daya yang tersedia
sehingga tidak mungkin untuk menyelesaikan semua masalah, selain
itu juga adanya hubungan antara satu masalah dengan masalah
lainnya sehingga tidak perlu semua masalah diselesaikan. Dengan
adanya prioritas masalah tersebut, maka akan memudahkan dalam
perencanaan dan pemecahan masalah kesehatan selanjutnya.
Prioritas masalah kesehatan harus dibedakan dengan prioritas
program kesehatan. Prioritas masalah kesehatan dilakukan untuk
menentukan masalah kesehatan mana yang perlu mendapat
perhatian lebih dari masalah kesehatan lainnya, sedangkan prioritas
program kesehatan dilakukan untuk menentukan intervensi kesehatan
apa yang sebaiknya dilakukan untuk eradikasi/eliminasi masalah
prioritas tersebut.
Untuk mencari prioritas masalah kesehatan dilakukan dengan
metode USG (Urgency, Seriuosness, Growth). Metode USG adalah
salah satu alat untuk menyusun urutan prioritas isu yang harus
diselesaikan. Caranya dengan menentukan Tingkat Urgensi,
Keseriusan, dan Perkembangan Isu dengan menentukan sakala nilai
1-5. Isu yang memilik Skor Tertinggi merupakan isu Prioritas. USG
Dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Urgency
Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan
waktu yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut
untuk memcahkan masalah yang menyebabkan isu.
b. Seriuosness
Sebarapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan
akibat yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang
menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah
masalah lain kalau masalah penyebab isu tidak di pecahkan.
Dalam keadaan yang sama suatu masalah yang dapat
menimbulkan masalah lain adalah lebish serius bila dibandingkan
dengan suatu masalah lain yang berdiri sendiri.
c. Growth
Seberapa kemungkinan-kemungkinannya isu tersebut menjadi
berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan
makin memburuk kalau dibiarkan.
URGENCY SERIOUSNESS GROWTH
NO MASALAH JUMLAH RANGKING
(U) (S) (G)

1 Penemuan kasus AFP 5 3 1 10 3

Ketepatan dan
2 5 3 3 11 2
Kelengkapan Laporan W2

3 Incidence Rate (IR) DBD 6 3 4 13 1

E. Analisis Penyebab Masalah


Mencari akar masalah dapat dilakukan dengan menggunakan
metode Fishborn Diagram atau Diagram Tulang Ikan adalah salah
satu metode untuk menganalisa penyebab dari sebuah masalah atau
kondisi. Fungsi dari diagram Fishborn (Tulang Ikan) cause end effect
(sebab dan akibat). Ishikawa adalah mengidentifikasi dan
mengorganisasi penyebab-penyebab yang mungkin timbul dari suatu
efek spesifik dan kemudian memisahkan akar penyebabnya.
Program surveilans epidemiologi Puskesmas Rawat Inap
Kotakaler membuat Metode Fishborn berdasarkan urutan Prioritas
masalah mulai dari 1 sampai dengan 3 masalah, yaitu :
a. Incidence Rate (IR) DBD
b. Ketepatan dan Kelengkapan Laporan W2
c. Penemuan Kasus AFP
MAN
MATERIAL

Mind Set Masyarakat terkait


pencegahan DBD adalah
Fogging bukan PSN 3M+

Kurangnya gerakan PSN


3M+ secara serempak
Kurangnya pemahaman
masyarakat terkait Gerakan
pencegahan DBD (PSN 3M+)

Incidence Rate (IR) DBD > 0.049 %


Atau
> 49 kasus / 100.000 Penduduk

Lingkungan
luar rumah
yang belum 1. Kesalahan teknis pelaksanaan
terawat saat dilakukan Gerakan PSN
dengan baik 3M+
dan benar 2. Kesalahan teknis pelaksanaan
saat dilakukan fogging

ENVIRONMENT
METHOD
MAN

Terhambatnya pengumpulan
data saat pandemic sedang
memuncak

Kurangnya tenaga surveilans


saat pandemic sedang
memuncak

Kelengkapan dan Ketepatan


Pelaporan W2 < 100% (81%)

Pengumpulan data
yang tidak tepat waktu
dari polindes

METHOD
MAN
MATERIAL

Kurang aktif nya peran kader Kesehatan


dan pemangku kebijakan wilayah terkait
screening kasus AFP/Polio
Alat untuk memeriksa
sampel terduga AFP belum
tersedia banyak
Kurangnya pemahaman masyarakat
terkait penyakit AFP/Lumpuh Layuh/Polio

Penemuan Kasus AFP < 100%

Masih banyak wilayah yang


kondisi sanitasinya tidak
memenusi syarat kesehatan
lingkungan
Cara pemeriksaan sampel
masih rumit sehingga
menghambat dalam
pelaksanaan screening AFP

ENVIRONMENT
METHOD
NO IDENTIFIKASI MASALAH PENYEBAB ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH
1 2 3 4
1 Incidence Rate (IR) DBD 1. Masyarakat belum sepenuhnya sadar dan 1. Penyuluhan terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, baik
masih diatas 49/100.000 bertanggungjawab akan kebersihan lingkungan di tatanan rumah tangga, lingkup Rt dan lingkup Rw
penduduk nya masing-masing 2. Penyuluhan terkait tatacara PSN serempak dalam rangka
2. Masyarakat belum sepenuhnya faham terkait mencegah timbulnya penyakit DBD
pelaksanaan PSN 3M+ 3. Edukasi tentang pelaksanaan fogging yang benar
3. Kesalahan teknis pelaksanaan fogging ataupun 4. Membuat Gerakan wajib PSN Serempak 1 minggu 1 kali
saat PSN Serempak
4. Mindset masyarakat yang masih menganggap
bahwa pencegahan DBD adalah fogging bukan
PSN
2 Kelengkapan dan Kurangnya tenaga surveilans saat pandemic Ditambahkan tenaga bantuan untuk pengolahan data
Ketepatan Laporan W2 < sedang memuncak sehingga proses pengumpulan
100% (81%) data terhambat
3 Penemuan Kasus AFP < 1. Masyarakat belum sepenuhnya faham ap aitu 1. Penyuluhan terkait penyakit AFP/Lumpuh Layuh kepada
100% AFP/Lumpuh Layuh masyarakat
2. Kurangnya pemahaman kader kesehatan dan 2. Tingkatkan korrdinasi dengan lintas sector dalam
aparat pemangku kebijakan wilayah terkait penemuan kasus AFP
pelaporan kasus AFP
3. Teknik dan tempat pemeriksaan sampel terduga
AFP masih belum terjangkau
Lampiran 3

RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN (RPK)


UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP KOTAKALER
PROGRAM SURVEILANS EPIDEMIOLOGI TAHUN 2022
Lampiran 4

RENCANA MONITORING DAN EVALUASI


UPTD PUSKESMAS RAWAT INAP KOTAKALER
PROGRAM SURVEILANS EPIDEMIOLOGI TAHUN 2022

Target Penanggung Volume Rincian


No. Kegiatan Tujuan Sasaran Jadwal
Sasaran Jawab Kegiatan Pelaksanaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Incidence Rate (IR) Incidence Rate Masyarakat 100% Surveilans 6 kali Februari, Penyuluhan dan
(IR) DBD dapat Maret, April, Gerakan PSN
DBD masih diatas
menurun September, Serempak
49/100.000 Oktober,
November
penduduk
2. Kelengkapan dan Capaian PJ Unit dan 100% Surveilans 12x Maret, Pemantauan
Pelaporan W2 Pembina Desa September distribusi vitamin
Ketepatan Laporan
100% A
W2 < 100% (81%)
3. Penemuan Kasus Dapat Masyarakat, 85% Surveilans 2x Juni, Sweeping
ditemukan Kader November penemuan
AFP < 100%
kasus terduga Kesehatan dan kasus AFP
AFP Pemangku
Kebijakan

You might also like