Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10-30 tahun. Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut
pada kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat. Apendisitis merupakan kasus bedah gawat darurat pada
bagian abdomen kerena adanya peradangan apendiks vermiformis yang menjadi
salah satu penyebab pasien mengalami abdomen akut. Istilah apendisitis
dikalangan masyarakat sering disebut sebagai usus buntu padahal apendisitis
adalah sekum (Wedjo. 2019).
Berdasarkan data World Health Organization di beberapa negara berkembang
seperti di negara Singapura memiliki pravelensi apendisitis yang tinggi yaitu
berjumlah 15% terjadi pada anak- anak, 16,5% pada dewasa, Thailand 7% terjadi
pada anak dan 10% pada dewasa, dan dibagian negara maju seperti Amerika
Serikat berjumlah 7% penderita apendisitis dan terdapat lebih dari 200.000
apendiktomi dilakukan di Amerika Serikat setiap tahunnya, sedangkan di
Indonesia yang memiliki apendisitis cukup tinggi terlihat dengan adanya
peningkatan jumlah pasien dari tahun ketahun (Wedjo. 2019).
Berdasarkan data yang diperoleh dari (Riskedas, 2018) kasus apendisitis
pada tahun 2017 sebanyak 65.755 orang dan pada tahun 2018 jumlah pasien
apendisitis sebanyak 75.601 orang.
Dinkes sulawesi selatan menyebutkan pada tahun 2018 jumlah kasus
apendisitis sebanyak 5.980 penderita dan 177 penderita diantaranya
menyebabkan kematian (Dinas Kesehatan, 2018). Angka kejadian penyakit
apendisitis di RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba pada tahun 2019
2
jumlah kasus apendisitis sebanyak 86 orang dan pada tahun 2020 sebanyak 29
orang.
Gejala klinis apendiksitis biasanya adanya rasa nyeri dan tegangnya otot pada
bagian umbilikus yang menjalar bagian bawah, Dan biasanya pasien merasakan
mual, muntah dan nyeri tekan ada bagian perumbilikal, rasa sakit akan bertambah
apabila pasien terlambat penanganannya usus dapat menjadi bengkak, busuk dan
pecah. Dampak nyeri pada pasien post op akan meningkat dan mempengaruhi
penyembuhan nyeri. Kontrol nyeri yang penting setelah operasi, nyeri yang dapat
dibebaskan mengurangi kecemasan, pernafasan yang lebih mudah dan dalam
mobilitas dengan cepat. Pengkajian nyeri dan obat analgetik dapat mengurangi
nyeri yang dirasakan (Faridah, 2015).
Penanganan terhadap orang yang mengidap penyakit apendisitis ini sangat
bermacam - macam tergantung dari jenis apendisitis. Pada apendisitis akut dapat
dilakukan pembedahan Apendiktomi Terbuka atau Laparoskopi. Pada era baru–
baru ini terdpt teknik baru yang sekarang ini banyak digunakan untuk
pengangkatan apendiks veriformis yang meradang, teknik tersebut adalah teknik
Laparoskopi ini memiliki banyak keuntungan bagi pasien yang ingin terapi pada
kasus apendisitis akut (Smeltzer and Bare, 2014).
Tindakan pengobatan terhadap apendisitis dapat dilakukan dengan cara
operasi. Operasi apendiks dilakukan dengan cara apendiktomy yang merupakan
suatu tindakan pembedahan membuang apendiks. Adapun respon yang timbul
setelah tindakan apendiktomy untuk kerusakan jaringan dan rusaknya ujung –
ujung syaraf yang memyebabkan timbul masalah keperawatan kerusakan
intergritas jaringan (Saputro. 2018).
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa
serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil
yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang
dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara
umum maupun secara khusus pada klien apendiktomi. Pada penatalaksanaan ini
perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen, dan dependen.
3
Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai
oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang
dimiliknya. Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan
dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam perawatan
maupun pelayanan kesehatan. Sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang
dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain (Nurlina, 2020).
Penanganan yang cepat dan akurat dibutuhkan untuk pencegahan komplikasi
yang dapat membahayakan diri pasien. Hal tersebut dikarenakan pasien pasca
operasi seringkali dihadapkan pada permasalahan adanya proses peradangan akut
dan nyeri yang mengakibatkan keterbatasan gerak. Akibat dari nyeri pasca
operasi pasien menjadi immobilisasi yang merupakan kontradiksi yang dapat
mempengaruhi kondisi seseorang. Setiap tindakan operasi atau pembedahan pasti
akan menimbulkan rasa nyeri yang berakibat memberikan rasa ketakutan
pada pasien untuk dapat bergerak atau mobilisasi yang dapat menurunkan
kualitas hidup, bahkan nyeri merupakan sumber frustasi. Pengkajian dan
intervensi yang tepat dan cepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang dapat
membahayakan pasien.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan
pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medik
appendiktomi
2. Tujuan khusus
a. Untuk Mengidentifikasi pengkajian keperawatan pada klien dengan
diagnosa medik appendiktomi
b. Untuk Mengidentifikasi diagnosis keperawatan pada klien dengan
diagnosa medik appendiktomi
c. Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada klien dengan diagnosa
medik appendiktomi
4
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks
vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.
Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini
dikenal dan digunakan dimasyarakat kurang tepat, karena yang merupakan
usu buntu sebenarnya adalah sekum (Haryono, 2014).
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun (Wijaya and Putri, 2015).
2. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik (Wijaya and Putri, 2015).
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala
apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat. Apendisitis akut dibagi menjadi :
1) Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
6
5) Apendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nnanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal
dan pelvikal
6) Apendisitis Perforasi
Pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan
pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.
Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh
jaringan nekrotik
b. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria
mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
3. Etiologi
Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya makanan
keras yang masuk ke dalam usus buntu dan tidak bisa keluar lagi. Setelah isi
usus tercemar dan usus meradang timbulah kuman-kuman yang dapat
memperparah keadaan tadi (Haryono, 2014).
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. berbagai hal sebagai faktor
pencetusnya:
a. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan
cacing askaris.
b. Penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E. hystolitica.
c. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan
yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat timbulnya
tekanan intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon
8
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
a. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya fekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus.
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendiks yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks
4. Patofisiologi
Appendicitis terjadi karena penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan
mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus
tersumbat makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan piningkatan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat
inilah terjadi appendicitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
9
distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk
(Smeltzer and Bare, 2014).
6. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi apabila terjadi keterlambatan penanganan.
Faktor keterlambatan dapat terjadi dari pasien ataupun tenaga medis. Faktor
penderita dapat berasal dari pengetahuan dan biaya. Faktor tenaga medis
dapat berupa kesalahan dalam mendiagnosa, keterlambatan mengangani
maslah dan keterlambatan dalam merujuk ke rumah sakit dan
penangggulangan. Hal ini dapat memacu meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas. Proporsi yang sering adalah terjadi pada anak kecil dan orang tua.
Komplikasi 93% lebih sering terjadi pada anak kecil dibawah usia 2
tahun dan 40-75%% terjadi pada orang tua. Pada anak-anak dinding apendiks
masih sangat tips, omentum lebh pendek, dan belum berkembang secara
sempurna sehingga mudah terjadi apendisitis. Sedangkan pada orang tua,
terjadi gangguan pada pembuluh darah.Adapun jenis omplikasi diantaranya
(Smeltzer and Bare, 2014):
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-
mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung
pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi
oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
11
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah
defisit volume cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi
yang disebabkan oleh gangguan potensial atau aktual pada saluran
gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan mencapai nutris
yang optimal.
2) Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai
jalur Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik
(bila terbukti ada ileus paralitik), jangan berikan laksatif.
3) Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik
narkotik sesuai program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.
4) Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-
tanda obstruksi usus halus, hemoragi sekunder atau abses sekunder
(Brunner and Suddarth, 2014).
13
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pegkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.
Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data
adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan
klien. Status kesehatan klien yang normal maupun yang senjang hendaknya
dapat dikumpulkan, dan hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pola
fungsi kesehatan klien, baik yang efektif maupun yang bermasalah (Mubarak
et al., 2015).
Data yang diperoleh haruslah mampu menggambarkan status
kesehatan klien ataupun masalah utama yang dialami oleh klien. Dalam
melakukan pengkajian, diperlukan teknik khusus dari seorang perawat,
terutama dalam menggali data, yaitu dengan menggunakan komunikasi yang
efektif dan teknik terapeutik (Nikmatur and Walid, 2016). Pengkajian fokus
pada klien post operasi appendiktomi antara lain:
a. Identitas
Identitas klien post operasi appendiktomi yang menjadi pengkajian dasar
meliputi: nama, umur, jenis kelamin, no rekam medis.
b. Keluhan utama
Berisi keluhan utama pasien saat dikaji, klien post operasi appendiktomi
biasanya mengeluh nyeri pada luka operasi.
c. Riwayat penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat Penyakit Sekarang ditemukan saat pengkajian yaitu
diuraikan dari masuk tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian.
Keluhan sekarang dikaji dengan menggunakan PQRST (Provokatif,
Quality, Region, Severitys cale and Time). Klien yang telah menjalani
operasi appendiktomi pada umumnya mengeluh nyeri pada luka
operasi yang akan bertambah saat digerakkan atau ditekan dan
14
g. Kebiasaan sehari-hari
Klien yang menjalani operasi pengangkatan apendiks pada umumnya
mengalami kesulitan dalam beraktivitas karena nyeri yang akut dan
kelemahan. Klien dapat mengalami gangguan dalam perawatan diri. Klien
akan mengalami pembatasan masukan oral sampai fungsi pencernaan
kembali ke dalam rentang normalnya. Kemungkinan klien akan
mengalami mual muntah dan konstipasi pada periode awal post operasi
karena pengaruh anastesi. Intake oral dapat mulai diberikan setelah fungsi
pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Klien juga dapat
mengalami penurunan haluaran urin karena adanya pembatasan masukan
oral. Pola istirahat klien dapat terganggu maupun tidak terganggu,
tergantung toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakan.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Klien post appendiktomi mencapai kesadaran penuh setelah beberapa
jam kembali dari meja operasi, penampilan menunjukkan keadaan
sakit ringan sampai berat tergantung periode akut rasa nyeri. Tanda
vital (tensi darah, suhu tubuh, respirasi, nadi) umumnya stabil kecuali
akan mengalami ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi
apendiks.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling),
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
b) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng
Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
c) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di
angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas
Sign).
d) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila
pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
16
e) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
3) Sistem Pernafasan
Klien post appendiktomi akan mengalami penurunan atau peningkatan
frekuensi nafas (takipneu) serta pernafasan dangkal, sesuai rentang
yang dapat ditoleransi oleh klien.
4) Sistem Kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon terhadap stress
dan hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap
nyeri), hipotensi (kelemahan dan tirah baring). Pengisian kapiler
biasanya normal, dikaji pula keadaan konjungtiva, adanya sianosis
dan auskultasi bunyi jantung.
5) Sistem Pencernaan
Adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan bawah saat
dipalpasi. Klien post appendiktomi biasanya mengeluh mual muntah,
konstipasi pada awitan awal post operasi dan penurunan bising usus.
Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah bekas
sayatan operasi.
6) Sistem Perkemihan
Awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah output
urin, hal ini terjadi karena adanya pembatasan intake oral selama
periode awal post appendiktomi. Output urin akan berlangsung
normal seiring dengan peningkatan intake oral.
7) Sistem Muskuloskeletal
Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah baring
post operasi dan kekakuan. Kekuatan otot berangsur membaik seiring
dengan peningkatan toleransi aktivitas.
8) Sistem Integumen
17
d. Resiko perdarahan.
e. Resiko infeksi.
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh,
prosedur bedah.
3. Perencanaan Keperawatan
Menurut standar intervensi keperawatan indonesia, intervensi
keperawatan yang direncanakan pada kasus post operasi mioma uteri adalah
sebagai berikut (SIKI, 2018) :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (proses pembedahan).
Luaran Keperawatan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x….jam diharapkan mampu mengontrol nyeri dengan kriteria hasil :
1) Nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Sikap protektif menurun
4) Gelisah menurun.
Intervensi keperawatan SIKI :
Manajemen nyeri
Observasi:
1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus
2) Identifikasi Skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan meringankan nyeri
Terapeutik:
5) Ajarkan tekhnik non farmakologis untuk mengurasngi rasa nyeri
seperti teknik relaksasi napas dalam dan distraksi
Edukasi:
6) Jelaskan strategi meredakan nyeri
19
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengkajian hasil analisis data DS: klien mengeluh nyeri di
lokasi operasi pada perut, nyeri terasa seperti tersayat, nyeri tekan pada
abdomen, klien mengeluh mual dan muntah, klien mengatakn minum kurang
lebih 500 cc, klien mengeluh lemas, dan DO: nyeri sedang skala nyeri 4 dari
skala 10 berlangsung ketika klien bergerak, ekspresi wajah nampak meringis,
bersikap protektif (klien nampak melindungi area yang sakit), klien nampak
lemah, TD 110/70 mmhg, Nadi 80 x/i, Suhu 36,8 0C, Pernafasan 20 x/i, Pada
abdomen tampak ada luka bekas operasi.
2. Sesuai dengan hasil pengkajian, menemukan 3 diagnosis keperawatan sesuai
kasus tersebut yaitu: Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
(prosedur invasif), Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan
Prosedur pembedahan mayor dan Risiko infeksi berhubungan dengan efek
prosedur invasif
3. Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan yang
ditemukan pada kasus. Dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang
muncul pada pasien selama perawatan dibutuhkan intervensi keperawatan
yang didalamnya terdapat tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan serta
rencana tindakan yang akan dilakukan.
4. Peneliti melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang
telah disusun serta dipilh sesuai dengan kondisi kesehatan saat itu. rencana
tindakan dari masing-masing masalah tidak semua bisa dilaksanakan. Hal ini
berkaitan dengan implementasi yang dilakukan selalu berdasarkan kondisi
dan kebutuhan pasien yang diperlukan,
28
B. Saran
1. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi perpustakaan dan wawasan
mahasiswa Stikes Panrita Husada Bulukumba mengenai asuhan keperawatan
pada klien dengan diagnosa medik appendiktomi.
2. Dapat menambah informasi dan masukan bagi petugas kesehatan agar dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikandan diharapkan
juga akan memberikan manfaat kepada masyarakat dalam hal informasi
tentang pentingnya asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medik
appendiktomi.
3. Bagi penelitian keperawatan diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan
mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medik
appendiktomi.
29
DAFTAR PUSTAKA
Aribowo, H & Andrifiliana, 2011, Infeksi Luka Operasi (Surgical Site Infection),
Yogyakarta, SMF Bedah RSUP Dr. Sarjito.
Faridah. 2015. Deep Breathing Exercise (Dbe) Dan Tingkat Intensitas Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Laparatomi. 3(1), 31–41.
Hastomo, M.T., Suryadi, B., 2018. Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Skala
Nyeri Pada Saat Pemasangan Infus Di Instalasi Gawat Darurat. J. Ilm. Ilmu
Keperawatan Indones. 8, 436–442.
Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan.
Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
Nikmatur Rohmah & Saiful Walid. 2016. Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi.
Jogjkarta : AR-Ruzz Media.
Nurlina Ilda Evril. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Sdr. S Dengan Diagnosa Medis
Post Operasi Apendiktomi Di Ruang Dahlia Rs Brawijaya Tk Iii Surabaya.
Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo
Risnanto Dan Insani, Uswatun. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan. Yogyakarta:
Deepublish
30
Saputro Novi Eko. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Apendisitis
Dengan Masalah Keperawatan Kerusakan Integritas Jaringan (Studi Di Ruang
Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Jombang). Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang
Smeltzer, S. C & Brenda G. Bare, 2014, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth’s Edisi 10, Jakarta, EGC.
Sriyanto. 2016. Upaya Penanganan Kerusakan Integritas Jaringan Pada Pasien Post
Orif Fraktur Radius Ulna Hari Ke 0 Di Rsop. Dr. Soeharso Surakarta. Karya
Tulis Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
Utami, W. (2016). Perawatan Post Operasi Mioma Uteri. Jurnal Kesehatan Ibu
Dan Anak Akademi Kebidanan An-Nur, 1(1), 9–14.
Wedjo Musa Aditio Mangngi. 2019. Asuhan Keperawatan Pada An. R. L Dengan
Apendisitis Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aman Nyaman Di Wilayah Rsud
Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang.
Shenoy dan Nileswar. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid Dua. Tangerang Selatan ;
Karisma Publishing Group.
Wijaya and Putri. 2015. Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan Dewasa Teori
dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.
31