You are on page 1of 31

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10-30 tahun. Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut
pada kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat. Apendisitis merupakan kasus bedah gawat darurat pada
bagian abdomen kerena adanya peradangan apendiks vermiformis yang menjadi
salah satu penyebab pasien mengalami abdomen akut. Istilah apendisitis
dikalangan masyarakat sering disebut sebagai usus buntu padahal apendisitis
adalah sekum (Wedjo. 2019).
Berdasarkan data World Health Organization di beberapa negara berkembang
seperti di negara Singapura memiliki pravelensi apendisitis yang tinggi yaitu
berjumlah 15% terjadi pada anak- anak, 16,5% pada dewasa, Thailand 7% terjadi
pada anak dan 10% pada dewasa, dan dibagian negara maju seperti Amerika
Serikat berjumlah 7% penderita apendisitis dan terdapat lebih dari 200.000
apendiktomi dilakukan di Amerika Serikat setiap tahunnya, sedangkan di
Indonesia yang memiliki apendisitis cukup tinggi terlihat dengan adanya
peningkatan jumlah pasien dari tahun ketahun (Wedjo. 2019).
Berdasarkan data yang diperoleh dari (Riskedas, 2018) kasus apendisitis
pada tahun 2017 sebanyak 65.755 orang dan pada tahun 2018 jumlah pasien
apendisitis sebanyak 75.601 orang.
Dinkes sulawesi selatan menyebutkan pada tahun 2018 jumlah kasus
apendisitis sebanyak 5.980 penderita dan 177 penderita diantaranya
menyebabkan kematian (Dinas Kesehatan, 2018). Angka kejadian penyakit
apendisitis di RSUD H. Andi Sulthan Daeng Radja Bulukumba pada tahun 2019
2

jumlah kasus apendisitis sebanyak 86 orang dan pada tahun 2020 sebanyak 29
orang.
Gejala klinis apendiksitis biasanya adanya rasa nyeri dan tegangnya otot pada
bagian umbilikus yang menjalar bagian bawah, Dan biasanya pasien merasakan
mual, muntah dan nyeri tekan ada bagian perumbilikal, rasa sakit akan bertambah
apabila pasien terlambat penanganannya usus dapat menjadi bengkak, busuk dan
pecah. Dampak nyeri pada pasien post op akan meningkat dan mempengaruhi
penyembuhan nyeri. Kontrol nyeri yang penting setelah operasi, nyeri yang dapat
dibebaskan mengurangi kecemasan, pernafasan yang lebih mudah dan dalam
mobilitas dengan cepat. Pengkajian nyeri dan obat analgetik dapat mengurangi
nyeri yang dirasakan (Faridah, 2015).
Penanganan terhadap orang yang mengidap penyakit apendisitis ini sangat
bermacam - macam tergantung dari jenis apendisitis. Pada apendisitis akut dapat
dilakukan pembedahan Apendiktomi Terbuka atau Laparoskopi. Pada era baru–
baru ini terdpt teknik baru yang sekarang ini banyak digunakan untuk
pengangkatan apendiks veriformis yang meradang, teknik tersebut adalah teknik
Laparoskopi ini memiliki banyak keuntungan bagi pasien yang ingin terapi pada
kasus apendisitis akut (Smeltzer and Bare, 2014).
Tindakan pengobatan terhadap apendisitis dapat dilakukan dengan cara
operasi. Operasi apendiks dilakukan dengan cara apendiktomy yang merupakan
suatu tindakan pembedahan membuang apendiks. Adapun respon yang timbul
setelah tindakan apendiktomy untuk kerusakan jaringan dan rusaknya ujung –
ujung syaraf yang memyebabkan timbul masalah keperawatan kerusakan
intergritas jaringan (Saputro. 2018).
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa
serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil
yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang
dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara
umum maupun secara khusus pada klien apendiktomi. Pada penatalaksanaan ini
perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen, dan dependen.
3

Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai
oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang
dimiliknya. Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan
dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam perawatan
maupun pelayanan kesehatan. Sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang
dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain (Nurlina, 2020).
Penanganan yang cepat dan akurat dibutuhkan untuk pencegahan komplikasi
yang dapat membahayakan diri pasien. Hal tersebut dikarenakan pasien pasca
operasi seringkali dihadapkan pada permasalahan adanya proses peradangan akut
dan nyeri yang mengakibatkan keterbatasan gerak. Akibat dari nyeri pasca
operasi pasien menjadi immobilisasi yang merupakan kontradiksi yang dapat
mempengaruhi kondisi seseorang. Setiap tindakan operasi atau pembedahan pasti
akan menimbulkan rasa nyeri yang berakibat memberikan rasa ketakutan
pada pasien untuk dapat bergerak atau mobilisasi yang dapat menurunkan
kualitas hidup, bahkan nyeri merupakan sumber frustasi. Pengkajian dan
intervensi yang tepat dan cepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang dapat
membahayakan pasien.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan
pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medik
appendiktomi
2. Tujuan khusus
a. Untuk Mengidentifikasi pengkajian keperawatan pada klien dengan
diagnosa medik appendiktomi
b. Untuk Mengidentifikasi diagnosis keperawatan pada klien dengan
diagnosa medik appendiktomi
c. Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada klien dengan diagnosa
medik appendiktomi
4

d. Mengidentifikasi implementasi atau tindakan keperawatan yang sudah


direncanakan pada klien dengan diagnosa medik appendiktomi
e. Mengidentifikasi evaluasi tindakan keperawatan yang telah diberikan
pada klien dengan diagnosa medik appendiktomi
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
Bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi hasil penelitian
ini dapat dijadikan sebagai bahan dalam pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang keperawatan maternitas khususnya asuhan
keperawatan pada klien dengan diagnosa medik appendiktomi.
2. Manfaat aplikatif
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu literature dan
menjadi tambahan informasi yang berguna bagi para pembaca untuk
meningkatkan mutu pendidikan keperawatan, serta diharapkan dapat
digunakan sebagai masukan bagi tenaga kesehatan yang melakukan
edukasi dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa
medik appendiktomi guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
5

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks
vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.
Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini
dikenal dan digunakan dimasyarakat kurang tepat, karena yang merupakan
usu buntu sebenarnya adalah sekum (Haryono, 2014).
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering
menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun (Wijaya and Putri, 2015).
2. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik (Wijaya and Putri, 2015).
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala
apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri
viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam
beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik
setempat. Apendisitis akut dibagi menjadi :
1) Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa
disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen
6

appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang


mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan
kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus,
mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan
2) Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan
menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan
edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa
sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam
lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan
peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney,
defans muskuler dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan
defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan
tanda-tanda peritonitis umum
3) Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri
mulai terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain
didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks mengalami gangren pada
bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau
merah kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat
mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen.
4) Apendisitis Infiltrat
Proses radang apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi
oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan
yang lainnya.
7

5) Apendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nnanah (pus),
biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal
dan pelvikal
6) Apendisitis Perforasi
Pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan
pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.
Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh
jaringan nekrotik
b. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan
adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang
kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria
mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding
3. Etiologi
Penyebab terjadinya apendisitis dapat terjadi karena adanya makanan
keras yang masuk ke dalam usus buntu dan tidak bisa keluar lagi. Setelah isi
usus tercemar dan usus meradang timbulah kuman-kuman yang dapat
memperparah keadaan tadi (Haryono, 2014).
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteri. berbagai hal sebagai faktor
pencetusnya:
a. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor
pencetus disamping hyperplasia jaringan limfe, tumor apendiks dan
cacing askaris.
b. Penyebab lain penyebab apendiks karena parasit seperti E. hystolitica.
c. Penelitian Epidemiologi mengatakan peran kebiasaan makan makanan
yang rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis.
Konstipasi akan menarik bagian intrasekal, yang berakibat timbulnya
tekanan intrasekal dan terjadi penyumbatan sehingga meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon
8

Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
a. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
2) Adanya fekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus.
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendiks yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks
4. Patofisiologi
Appendicitis terjadi karena penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan
mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus
tersumbat makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan piningkatan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat
inilah terjadi appendicitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
9

akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai


peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di darah kanan bawah.
Keadaan ini disebut appendicitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri
terganggu akan terjadi infark dinding appendiks yang dan apendiks lebih
panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah. Diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
appendicitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah, akan terjadi
appendicitis perforasi (Shenoy and Nileswar, 2014).
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu masa lokal
yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih
pendek.
5. Manifestasi klinik
Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh
demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal
pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin
akan dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat
konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi
appendiks. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri
tekan dapat terasa di daerah lumbal; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-
tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi
menunjukkan bahwa ujung appendiks dekat dengan kandung kemih atau
ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi
Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri,
yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah
kanan. Apabila appendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar;
10

distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk
(Smeltzer and Bare, 2014).
6. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi apabila terjadi keterlambatan penanganan.
Faktor keterlambatan dapat terjadi dari pasien ataupun tenaga medis. Faktor
penderita dapat berasal dari pengetahuan dan biaya. Faktor tenaga medis
dapat berupa kesalahan dalam mendiagnosa, keterlambatan mengangani
maslah dan keterlambatan dalam merujuk ke rumah sakit dan
penangggulangan. Hal ini dapat memacu meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas. Proporsi yang sering adalah terjadi pada anak kecil dan orang tua.
Komplikasi 93% lebih sering terjadi pada anak kecil dibawah usia 2
tahun dan 40-75%% terjadi pada orang tua. Pada anak-anak dinding apendiks
masih sangat tips, omentum lebh pendek, dan belum berkembang secara
sempurna sehingga mudah terjadi apendisitis. Sedangkan pada orang tua,
terjadi gangguan pada pembuluh darah.Adapun jenis omplikasi diantaranya
(Smeltzer and Bare, 2014):
a. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-
mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung
pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi
oleh omentum
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri
menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama
sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat
diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang
timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak
toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis terutama
11

polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas


maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
c. Peritontis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa
sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan
leukositosis.
Komplikasi menurut (Brunner and Suddarth, 2014):
a. Komplikasi utama adalah perforasi apendiks yang dapat menyebabkan
peritonitis pembentukan abses (tertampungnya materi purulen), atau
flebilitis portal.
b. Perforasi biasanya terjadi setelah 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala yang
muncul antara lain: Demam 37,7’C, nyeri tekan atau nyeri abdomen.
7. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnose
apendisitis telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk
mengurangi risiko perforasi.
2) Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan pemebedahan
dilakukan.
3) Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
4) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus
dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi).
Penundaan apendiktomi dengan cara pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks dilakukan
drainage (Brunner and Suddarth, 2014).
12

b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah
defisit volume cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko infeksi
yang disebabkan oleh gangguan potensial atau aktual pada saluran
gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan mencapai nutris
yang optimal.
2) Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan, mulai
jalur Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang nasogastrik
(bila terbukti ada ileus paralitik), jangan berikan laksatif.
3) Setelah operasi, posisikan pasien fowler tinggi, berikan analgetik
narkotik sesuai program, berikan cairan oral apabila dapat ditoleransi.
4) Jika drain terpasang di area insisi, pantau secara ketat adanya tanda-
tanda obstruksi usus halus, hemoragi sekunder atau abses sekunder
(Brunner and Suddarth, 2014).
13

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pegkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.
Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data
adalah kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan
klien. Status kesehatan klien yang normal maupun yang senjang hendaknya
dapat dikumpulkan, dan hal ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pola
fungsi kesehatan klien, baik yang efektif maupun yang bermasalah (Mubarak
et al., 2015).
Data yang diperoleh haruslah mampu menggambarkan status
kesehatan klien ataupun masalah utama yang dialami oleh klien. Dalam
melakukan pengkajian, diperlukan teknik khusus dari seorang perawat,
terutama dalam menggali data, yaitu dengan menggunakan komunikasi yang
efektif dan teknik terapeutik (Nikmatur and Walid, 2016). Pengkajian fokus
pada klien post operasi appendiktomi antara lain:
a. Identitas
Identitas klien post operasi appendiktomi yang menjadi pengkajian dasar
meliputi: nama, umur, jenis kelamin, no rekam medis.
b. Keluhan utama
Berisi keluhan utama pasien saat dikaji, klien post operasi appendiktomi
biasanya mengeluh nyeri pada luka operasi.
c. Riwayat penyakit
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat Penyakit Sekarang ditemukan saat pengkajian yaitu
diuraikan dari masuk tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian.
Keluhan sekarang dikaji dengan menggunakan PQRST (Provokatif,
Quality, Region, Severitys cale and Time). Klien yang telah menjalani
operasi appendiktomi pada umumnya mengeluh nyeri pada luka
operasi yang akan bertambah saat digerakkan atau ditekan dan
14

umumnya berkurang setelah diberi obat dan diistirahatkan. Nyeri


dirasakan seperti ditusuk-tusuk dengan skala nyeri lebih dari lima (0-
10). Nyeri akan terlokalisasi di daerah operasi dapat pula menyebar
diseluruh abdomen dan paha kanan dan umumnya menetap sepanjang
hari. Nyeri mungkin dapat mengganggu aktivitas seperti rentang
toleransi klien masing- masing.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Berisi pengalaman penyakit sebelumnya, apakah memberi
pengaruh kepada penyakit apendisitis yang diderita sekarang serta
apakah pernah mengalami pembedahan sebelumnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang
menderita sakit yang sama seperti klien menderita penyakit
apendisitis, dikaji pula mengenai adanya penyakit keturunan atau
menular dalam keluarga.
d. Riwayat psikologis
Secara umum klien dengan post appendisitis tidak mengalami
penyimpangan dalam fungsi psikologis. Namun demikian tetap perlu
dilakukan mengenai kelima konsep diri klien (citra tubuh, identitas diri,
fungsi peran, ideal diri dan harga diri).
e. Riwayat Sosial
Klien dengan post operasi appendiktomi tidak mengalami gangguan
dalam hubungan sosial dengan orang lain, akan tetapi harus dibandingkan
hubungan sosial klien antara sebelum dan sesudah menjalani operasi.
f. Riwayat Spiritual
Pada umumnya klien yang menjalani perawatan akan mengalami
keterbatasan dalam aktivitas begitu pula dalam hal ibadah. Perlu dikaji
keyakinan klien terhadap keadaan sakit dan motivasi untuk
kesembuhannya.
15

g. Kebiasaan sehari-hari
Klien yang menjalani operasi pengangkatan apendiks pada umumnya
mengalami kesulitan dalam beraktivitas karena nyeri yang akut dan
kelemahan. Klien dapat mengalami gangguan dalam perawatan diri. Klien
akan mengalami pembatasan masukan oral sampai fungsi pencernaan
kembali ke dalam rentang normalnya. Kemungkinan klien akan
mengalami mual muntah dan konstipasi pada periode awal post operasi
karena pengaruh anastesi. Intake oral dapat mulai diberikan setelah fungsi
pencernaan kembali ke dalam rentang normalnya. Klien juga dapat
mengalami penurunan haluaran urin karena adanya pembatasan masukan
oral. Pola istirahat klien dapat terganggu maupun tidak terganggu,
tergantung toleransi klien terhadap nyeri yang dirasakan.
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Klien post appendiktomi mencapai kesadaran penuh setelah beberapa
jam kembali dari meja operasi, penampilan menunjukkan keadaan
sakit ringan sampai berat tergantung periode akut rasa nyeri. Tanda
vital (tensi darah, suhu tubuh, respirasi, nadi) umumnya stabil kecuali
akan mengalami ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi
apendiks.
2) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi: Akan tampak adanya tanda pembengkakan (swelling),
rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
b) Palpasi: Dibagian perut kanan bawah akan terasa nyeri (Blumbeng
Sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendsitis akut.
c) Dengan tindakan tungkai dan paha kanan ditekuk kuat / tungkai di
angkat tingi-tinggi, maka rasa nyeri akan semakin parah (Psoas
Sign).
d) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin parah apabila
pemeriksaan dubur dan vagina terasa nyeri.
16

e) Suhu dubur atau rectal yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih
menunjang lagi adanya radang usus buntu.
3) Sistem Pernafasan
Klien post appendiktomi akan mengalami penurunan atau peningkatan
frekuensi nafas (takipneu) serta pernafasan dangkal, sesuai rentang
yang dapat ditoleransi oleh klien.
4) Sistem Kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon terhadap stress
dan hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap
nyeri), hipotensi (kelemahan dan tirah baring). Pengisian kapiler
biasanya normal, dikaji pula keadaan konjungtiva, adanya sianosis
dan auskultasi bunyi jantung.
5) Sistem Pencernaan
Adanya nyeri pada luka operasi di abdomen kanan bawah saat
dipalpasi. Klien post appendiktomi biasanya mengeluh mual muntah,
konstipasi pada awitan awal post operasi dan penurunan bising usus.
Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah bekas
sayatan operasi.
6) Sistem Perkemihan
Awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah output
urin, hal ini terjadi karena adanya pembatasan intake oral selama
periode awal post appendiktomi. Output urin akan berlangsung
normal seiring dengan peningkatan intake oral.
7) Sistem Muskuloskeletal
Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah baring
post operasi dan kekakuan. Kekuatan otot berangsur membaik seiring
dengan peningkatan toleransi aktivitas.
8) Sistem Integumen
17

Selanjutnya akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan


bawah bekas sayatan operasi disertai kemerahan. Turgor kulit akan
membaik seiring dengan peningkatan intake oral.
9) Sistem Persarafan
Pengkajian fungsi persarafan meliputi: tingkat kesadaran, saraf kranial
dan reflek.
10) Sistem Pendengaran
Pengkajian yang dilakukan meliputi: bentuk dan kesimetrisan telinga,
ada tidaknya peradangan dan fungsi pendengaran.
11) Sistem Endokrin
Klien post appendiktomi tidak mengalami kelainan fungsi endokrin.
Akan tetapi petap perlu dikaji keadekuatan fungsi endokrin (tiroid dan
lain-lain).
12) Pemeriksaan Laboratorium
Di lihat dari kenaikan leukosit 10.000-18.000/mm3, bila lebih maka
sudah terjadi perforasi. Normalnya Tidak terjadinya peningkatan
leukosit melebihi batas normal.
13) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan USG
b) Normal: Tidak tampak ada peradangan pada bagian Mc. Burney.
c) Foto polos
d) Normal: Tidak tampak ada kelainan pada organ.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut standar diagnosis keperawatan indonesia diagnosa keperawatan
yang muncul pada kasus post operasi mioma uteri adalah sebagai berikut
(SDKI, 2016) :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (proses pembedahan).
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur pembedahan.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, prosedur
pembedahan.
18

d. Resiko perdarahan.
e. Resiko infeksi.
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh,
prosedur bedah.
3. Perencanaan Keperawatan
Menurut standar intervensi keperawatan indonesia, intervensi
keperawatan yang direncanakan pada kasus post operasi mioma uteri adalah
sebagai berikut (SIKI, 2018) :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (proses pembedahan).
Luaran Keperawatan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x….jam diharapkan mampu mengontrol nyeri dengan kriteria hasil :
1) Nyeri menurun
2) Meringis menurun
3) Sikap protektif menurun
4) Gelisah menurun.
Intervensi keperawatan SIKI :
Manajemen nyeri
Observasi:
1) Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus
2) Identifikasi Skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi faktor yang memperberat dan meringankan nyeri
Terapeutik:
5) Ajarkan tekhnik non farmakologis untuk mengurasngi rasa nyeri
seperti teknik relaksasi napas dalam dan distraksi
Edukasi:
6) Jelaskan strategi meredakan nyeri
19

7) Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa


nyeri yang dirasakan, dan antisipasi dari ketidak nyamanan akibat
prosedur
Kolaborasi:
8) Kolaborasi pemberian analgesic, jika perlu.
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan prosedur pembedahan.
Luaran Keperawatan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x…. jam diharapkan Status integritas jaringan membaik dengan
kriteria Hasil:
1) Penyembuhan luka Meningkat
2) integritas jaringan Meningkat
Intervensi Keperawatan SIKI :
Perawatan luka
Tindakan
Observasi :
1) Monitor karakteristik luka (Misal drainase, ukuran, warna, bau)
2) Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik :
3) Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
4) Cukur rambut disekitar luka, jika perlu
5) Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai
kebutuhan
6) Bersihkan jaringan nekrotik
7) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika perlu
8) Pasang balutan sesuai jenis luka
9) Pertahankan tekhnik steril saat melakukan perawatan luka
10) Ganti balutan sesuai jenis eksudat dan drainase
11) Jadwalkan perubahan posisi tiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
12) Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kg/BB/hari dan protein 1,25-1,5
g/kg/BB/hari
20

13) Berikan suplemen vitamin dan mineral (misal, vitamin A, vitamin C,


Zinc, asam amino), sesuai indikasi
14) Berikan terpai TENS (stimulasi saraf transkutaneous), jika perlu
Edukasi :
15) Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
16) Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
17) Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi:
18) Kolaborasi prosedur debridement (mis, enzimatik, biologis, mekanis,
autolitik), jika perlu
19) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, prosedur
pembedahan.
Luaran Keperawatan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x…. jam diharapkan Status mobilitas fisik membaik dengan kriteria
Hasil:
1) Mobilitas fisik Meningkat ( 5 )
2) Kekuatan otot Meningkat ( 5 )
3) Tonus otot meningkat (5)
Intervensi Keperawatan SIKI :
Manajemen mobilitas fisik
Tindakan
Observasi :
1) identifikasi tanda-tanda hambatan mobilitas fisik
2) Monitor pakaian yang terlalu ketat
Terapeutik :
3) Sediakan tempat tidur yang rendah
4) Dorong pasien untuk duduk ditempat tidur, atau di kursi, sebagaimana
yang dapat ditoleransi
5) Instruksikan ketersediaan perangkat pendukung, jika sesuai
21

6) Dorong klien untuk mengambil posisi yang nyaman


7) Dapatkan perilaku yang menunjukkan terjadinya relaksasi, misalnya
bernapas dalam, menguap, pernapasan perut, atau bayangkan
bayangan yang menyenangkan
8) Bantu pasien untuk berpindah, sesuai kebutuhan
Edukasi :
9) Gambarkan rasional dan manfaat terapi
10) Pertimbangkan keinginan pasien untuk berpartisipasi, kemampuan
berpartisipasi
11) Berikan penjelasan tentang tindakan
Kolaborasi:
12) Kolaborasi pada ahli terapi fisik mengenai rencana ambulasi, sesuai
kebutuhan
d. Resiko perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan.
Luaran Keperawatan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x….jam diharapkan perdarahan tidak terjadi dengan kriteria Hasil :
1) Risiko perdarahan Menurun
2) Nyeri Menurun
3) Penyembuhan luka membaik
Intervensi Keperawatan SIKI :
Pencegahan perdarahan
Tindakan
Observasi :
1) Monitor Tanda dan gejala perdarahan
2) Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah kehilangan
darah
3) Monitor tanda-tanda vital ortostik
4) Monitor koagulasi
Terapeutik
5) Pertahankan bed rest selama perdarahan
22

6) Batasi tindakan invasif, jika perlu


7) Gunakan kasur pencegah dekubitus
8) Hindari penggunaan suhu rektal
Edukasi
9) Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
10) Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk mencegah konstipasi
11) Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulasi
12) Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
13) Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
14) Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan jika perlu
15) Kolaborasi pemberian produk darah jika perlu
e. Resiko Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh
primer.
Luaran Keperawatan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x….jam diharapkan Tingkat Infeksi Menurun dengan kriteria Hasil :
1) Kebersihan tangan meningkat ( 5 )
2) Demam Menurun ( 5 )
3) Kemerahan Menurun ( 5 )
4) Nyeri Menurun ( 5 )
5) Bengkak Menurun ( 5 )
Intervensi Keperawatan SIKI :
Pencegahan Infeksi
Tindakan
Observasi :
1) Monitor Tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
2) Batasi jumlah pengunjung
3) Berikan perawatan kulit pada daerah yang edema.
23

4) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan


lingkungan pasien.
5) Pertahankan tehnik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
6) Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
7) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
8) Ajarkan etika batuk.
9) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi.
10) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
11) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
12) Kolaborasi pemberian imunisasi jika perlu
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan proses perubahan fungsi
tubuh, prosedur bedah.
Luaran Keperawatan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
…..x….jam diharapkan citra tubuh membaik dengan kriteria Hasil :
1) Citra tubuh Meningkat ( 5 )
Intervensi Keperawatan SIKI :
Promosi citra tubuh
Tindakan
Observasi :
1) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
2) Identifikasi agama, budaya, jenis kelamin, dan umur terkait citra
tubuh
3) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
4) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
5) Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang berubah.
Terapeutik :
6) Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
7) Diskusikan perubahan penampilan fisik terhadap harga diri
24

8) Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi citra tubuh (misal luka,


penyakit, pembedahan)
9) Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
Edukasi :
10) Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
11) Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
12) Latih peningkatan penampilan diri
4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria
hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada
klien terkait dengan dukungan dan pengobatan dan tindakan untuk
memperbaiki kondisi dan pendidikan untuk klien-keluarga atau tindakan
untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien dan faktor-
faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan dan strategi
implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi. Implementasi
keperawatan adalah kegiatan mengkoordinasikan aktivitas pasien, keluarga,
dan anggota tim kesehatan lain untuk mengawasi dan mencatat respon pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Jadi, implemetasi
keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang
berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk
membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan
kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat
respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan (Mubarak
et al., 2015).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk
25

mengatasi suatu masalah. Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui


seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah
tercapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperwatan
tetapi tahap ini merupakan bagian integral pada setiap tahap proses
keperawatan. Pengumpulan data perlu direvisi untuk menentukan kecukupan
data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang observasi.
Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya.
Evaluasi juga diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan apakah
tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif (Mubarak et al., 2015).
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan (Nikmatur and Walid, 2016). Tehnik Pelaksanaan SOAP
a. S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien
setelah tindakan diberikan.
b. O (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
c. A (Analisis) adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebahagian, atau tidak teratasi.
d. P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa.
6. Discharge Planning
Menurut (Nursalam, 2017) discharge planning merupakan proses
mulainya pasien mendapatkan pelayanan kesehatan sampai pasien merasa
siap kembali ke lingkungannya. Dengan demikian discharge planning
merupakan tindakan yang bertujuan untuk dapat memandirikan pasien
setelah pemulangan.
Menurut Discharge Planning Association tujuan dari discharge
planning adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik pasien untuk
26

dapat mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang.


Discharge planning juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk
menjamin keberlanjutan asuhan yang berkualitas (Nursalam, 2017).
Meskipun pasien telah dipulangkan, penting bagi pasien dan keluarga
mengetahui apa yang telah dilaksanakan dan bagaimana mereka dapat
meneruskan untuk meningkatkan status kesehatan pasien. Selain itu,
ringkasan pulang tersebut dapat disampaikan oleh perawat praktisi/perawat
home care dan mungkin dikirim ke dokter primer/dokter yang terlibat untuk
dimasukkan dalam catatan institusi untuk meningkatkan kesinambungan
perawatan dengan kerja yang kontinu ke arah tujuan dan pemantauan
kebutuhan yang berubah (Mubarak et al., 2015).
27

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengkajian hasil analisis data DS: klien mengeluh nyeri di
lokasi operasi pada perut, nyeri terasa seperti tersayat, nyeri tekan pada
abdomen, klien mengeluh mual dan muntah, klien mengatakn minum kurang
lebih 500 cc, klien mengeluh lemas, dan DO: nyeri sedang skala nyeri 4 dari
skala 10 berlangsung ketika klien bergerak, ekspresi wajah nampak meringis,
bersikap protektif (klien nampak melindungi area yang sakit), klien nampak
lemah, TD 110/70 mmhg, Nadi 80 x/i, Suhu 36,8 0C, Pernafasan 20 x/i, Pada
abdomen tampak ada luka bekas operasi.
2. Sesuai dengan hasil pengkajian, menemukan 3 diagnosis keperawatan sesuai
kasus tersebut yaitu: Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
(prosedur invasif), Risiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan
Prosedur pembedahan mayor dan Risiko infeksi berhubungan dengan efek
prosedur invasif
3. Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosis keperawatan yang
ditemukan pada kasus. Dalam menyelesaikan masalah keperawatan yang
muncul pada pasien selama perawatan dibutuhkan intervensi keperawatan
yang didalamnya terdapat tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan serta
rencana tindakan yang akan dilakukan.
4. Peneliti melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang
telah disusun serta dipilh sesuai dengan kondisi kesehatan saat itu. rencana
tindakan dari masing-masing masalah tidak semua bisa dilaksanakan. Hal ini
berkaitan dengan implementasi yang dilakukan selalu berdasarkan kondisi
dan kebutuhan pasien yang diperlukan,
28

B. Saran
1. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi perpustakaan dan wawasan
mahasiswa Stikes Panrita Husada Bulukumba mengenai asuhan keperawatan
pada klien dengan diagnosa medik appendiktomi.
2. Dapat menambah informasi dan masukan bagi petugas kesehatan agar dapat
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikandan diharapkan
juga akan memberikan manfaat kepada masyarakat dalam hal informasi
tentang pentingnya asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medik
appendiktomi.
3. Bagi penelitian keperawatan diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan
mengenai asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medik
appendiktomi.
29

DAFTAR PUSTAKA

Aribowo, H & Andrifiliana, 2011, Infeksi Luka Operasi (Surgical Site Infection),
Yogyakarta, SMF Bedah RSUP Dr. Sarjito.

Faridah. 2015. Deep Breathing Exercise (Dbe) Dan Tingkat Intensitas Nyeri Pada
Pasien Post Operasi Laparatomi. 3(1), 31–41.

Herdman T Heather. 2015. Nanda Internationl Inc Diagnosis Keperawatan Definisi


& Klarifikasi 2015-2017. Jakarta.ECG

Haryono. 2014. Keperawatan medikal bedah sistem pencernaan. Yogyakarta ;


Gosyen Publishing.

Hastomo, M.T., Suryadi, B., 2018. Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Skala
Nyeri Pada Saat Pemasangan Infus Di Instalasi Gawat Darurat. J. Ilm. Ilmu
Keperawatan Indones. 8, 436–442.

Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan.
Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.

Nikmatur Rohmah & Saiful Walid. 2016. Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi.
Jogjkarta : AR-Ruzz Media.

Nurlina Ilda Evril. 2020. Asuhan Keperawatan Pada Sdr. S Dengan Diagnosa Medis
Post Operasi Apendiktomi Di Ruang Dahlia Rs Brawijaya Tk Iii Surabaya.
Akademi Keperawatan Kerta Cendekia Sidoarjo

Nursalam. (2017). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan (2nd Ed.; T. Editor S. Medika, Ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Risnanto Dan Insani, Uswatun. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan. Yogyakarta:
Deepublish
30

Saputro Novi Eko. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Operasi Apendisitis
Dengan Masalah Keperawatan Kerusakan Integritas Jaringan (Studi Di Ruang
Mawar Rumah Sakit Umum Daerah Jombang). Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang

Smeltzer, S. C & Brenda G. Bare, 2014, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth’s Edisi 10, Jakarta, EGC.

Sriyanto. 2016. Upaya Penanganan Kerusakan Integritas Jaringan Pada Pasien Post
Orif Fraktur Radius Ulna Hari Ke 0 Di Rsop. Dr. Soeharso Surakarta. Karya
Tulis Ilmiah. Universitas Muhammadiyah Surakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.

Utami, W. (2016). Perawatan Post Operasi Mioma Uteri. Jurnal Kesehatan Ibu
Dan Anak Akademi Kebidanan An-Nur, 1(1), 9–14.

Wedjo Musa Aditio Mangngi. 2019. Asuhan Keperawatan Pada An. R. L Dengan
Apendisitis Dalam Pemenuhan Kebutuhan Aman Nyaman Di Wilayah Rsud
Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Politeknik Kesehatan Kemenkes Kupang.

Shenoy dan Nileswar. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid Dua. Tangerang Selatan ;
Karisma Publishing Group.

Wijaya and Putri. 2015. Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan Dewasa Teori
dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.
31

Yusuf, 2013, Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka


Post Appendictomy Di RSUD Prof. Dr. Aloei Saboe Kota Gorontalo Tahun
2013, Skripsi, Fakultas Ilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri
Gorontalo.

You might also like