Professional Documents
Culture Documents
Mega Prahesti
Mahasiswa Magister IAT UINSU, Medan
Email: mega.prahesti@uinsu.ac.id
Arifinsyah
Dosen Pascasarjana IAT UINSU, Medan
Email: arifinsyah@uinsu.ac.id
Abtract:
There are various interpretations of the meaning of min nafsin wahidatin. The equivalent
word has implications for where the first woman was created. Is it true from the rib of
Prophet Adam or is it only from one type and not from the rib of Prophet Adam. All of
these interpretations are represented by two interpretation studies from the classical and
contemporary eras, namely Tafsir Jalalain and Tafsir Al-Manar. This research is an
observation from library research and its review in Islamic Epistemology. Where after
observing the two interpretations, the meaning of min nafsin wahidatin from Tafsir Al-
Manar is that the first woman (Hawa) is not from the part of the Prophet Adam and
means only the same type, while according to Tafsir Jalalain it is one soul, absolutely
means Prophet Adam. These two interpretations are the application of the Islamic
epistemology of Bayani and Burhani. Where, when reviewing this interpretation from the
point of view of Islamic Epistemology, it is not the realm of seeking correct opinions and
questioning opinions that are believed to be incorrect, but to broaden one's point of view.
The various meanings of min nafsin wahidatin also have implications for life
psychologically, socio-culturally, educationally and even politically.
Keywords: Min Nafsin Wahidatin, Jalalain Interpretation, Al-Manar Interpretation,
Islamic Epistemology.
Abstrak:
Terdapat ragam penafsiran terhadap makna min nafsin wahidatin. Padanan kata
tersebut berimplikasi kepada dari mana wanita pertama diciptakan. Apakah benar dari
bagian tulang rusuk Nabi Adam atau apakah hanya dari jenis yang satu dan tidak dari
tulang rusuk Nabi Adam. Segala interprestasi tersebut diwakili dengan dua kajian tafsir
dari era klasik dan kontemporer yakni Tafsir Jalalain dan Tafsir Al-Manar. Penelitian
ini merupakan pengamatan dari pelaksanaan kajian kepustakaan (library research) dan
peninjauannya dalam Epistemologi Islam. Dimana setelah mengamati kedua tafsir
terbut, maka makna min nafsin wahidatin dari Tafsir Al-Manar yakni wanita pertama
(Hawa) bukan dari bagian Nabi Adam dan maksudnya hanya jenis yang sama, sedang
menurut Tafsir Jalalain adalah jiwa yang satu, mutlak berarti Nabi Adam. Kedua
penafsiran ini merupakan aplikasi dari epistemologi Islam Bayani dan Burhani.
Kata Kunci: Min Nafsin Wahidatin, Tafsir Jalalain, Tafsir Al-Manar, Epistemologi
Islam
Pendahuluan
Kitab suci yang haq dan mutlak kebenarannya, diyakini sepanjang masa ialah dan
hanyalah Al-Qur’an. Sesuai dengan fungsi diturunnya kepada manusia yakni sebagai
pelajaran, obat, petunjuk dan rahmat bagi manusia.1 Maka, apa yang termaktub di
dalamnya adalah kebenaran dan kebaikan. Allah ‘azza wa jalla tatkala menurunkannya
juga memastikan manusia terbaik yang menerimanya, yakni Nabi Muhammad
shallallahu ‘alahi wa sallam. Al-Qur'an dibacakan dalam Beliau, atau bahasa Arab.2 ini
perlu dipahami oleh setiap orang, baik yang sudah beriman maupun yang belum paham
maknanya.3
Gaya linguistik yang digunakan dalam Al-Qur'an dicirikan oleh fitur sastra dan
retorisnya yang unik, yang dikenal sebagai i'jaz, yang intrinsik dengan Al-Qur'an. Setiap
huruf dan kata di dalamnya mengandung makna yang tidak hanya berfungsi sebagai
pembacaan literal saja namun mengandung sesuatu yang mampu tertanam dalam kognisi
pembaca. Pemahaman yang didapat ini lahir dari telaah mendalam terhadap setiap kata
di dalam Al-Qur’an. Diantaranya terkait huruf jar seperti kata min () ِمن. Kata min bukan
saja diartikan “daripada” namun juga “puncak suatu perkara”, “sebahagian”, “untuk
menjelaskan mengapa sesuatu seperti itu dan hal seperti apa itu”. 4 Oleh karenanya
pemaknaan huruf dalam bahasa Arab itu sangatlah luas. Satu kaidah ‘bila sebuah kata
memiliki beberapa makna, maka makna tersebut disesuaikan dengan konteks ayatnya’5.
Contohnya kata nafs yang terkait di berbagai tempat di dalam Al-Qur’an.
Sejalan dengan paparan tersebut, maka ada satu padanan kata di pada Al-Qur’an
yang menjadi kontroversial di dalam memahaminya. Yakni kalimat ‘min nafsin
wahidatin.’ Ia termaktub dalam QS. An-Nisa ayat 1:
Padanan kata ini ramai dibahas sebab berimplikasi kepada asal usul penciptaan
wanita yang pertama yakni Hawa. Terdapat dua argumen besar terhadap teori penciptaan
Hawa, Pertama; oleh kalangan mufasir klasik yang menyatakan bahwa min nafsin
wahidatin diartikan sebagai wanita pertama, yakni Hawa yang berasal dari tulang rusuk
Nabi Adam ‘alaihi as salam, seperti apa yang dipaparkan dalam kitab Jami’ al Bayan fi
1
Lihat QS. Yunus ayat 57
2
Lihat QS. Yusuf ayat 22, Ar-Ra’d ayat 37, Taha ayat 113, Az-Zumar ayat 28, Fusshilat ayat 3.
3
Syukron Affani, Tafsir Al-Qur’an dalam Sejarah Perkembangannya, 2019, Jakarta; Kencana, h 2
4
Muhammad Saleh, Thesis, Penciptaan Hawa dalam Al-Qur’an, PTIQ Jakarta, h. 107.
5
Khalid bin ‘Utsman as-Sabt, Qawa’idu at-Tafsir Jam’an wa Dirasatan, t.th, Dar Ibnu ‘Affar, h 423
6
Ibnu Jarir ath-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, Beirut; Dar al Kutub al-Ilmiyah, 1978, Juz
I, h. 287
7
Al-Qurthubi, al-Jami’ al-Ahkam al-Qur’an, 1966, Beirut; Dar al Kutub al-Ilmiyah, Juz I, h. 3
8
Fakhruddin ar-Razi, Mafatih al-Ghaib, 1995, Beirut; Dar el-Fikr li at-Thib’ah wa an-Nasyr waat-Tauzi,
Juz IX, h. 167-168
9
Akan dijelaskan lebih lanjut pada halaman 7-8.
10
Akan dijelaskan lebih lanjut pada halaman 8
11
Muhammad Abid al-Jabiri, Bunyat Aqli al-Arabi: Dirosat Ta’liliyyat Naqdiyyat Linadhmi al-ma’rafah
fi al-Saqofah al-Arrobiyyat, 1990, Beirut: Markas al-Wahdah al-Arobiah, h. 556
12
Achmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir, 1986, Surabaya: Pustaka
Progresif, h. 1075
13
Achmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir... h. 1446
14
Achmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir... h. 1586
15
Masduha, Al-Alfaazh; Buku Pintar Memahami Kata-Kata Al-Qur’an, 2013, Jakarta: Pustaka Kautsar,
h. 766, sedangkan kata wahidah menunjukkan makna ‘taukid’ (penguatan) yang mengatakan bahwa itu
diartikan sebagai kata Adam. Artinya, ‘benar-benar satu’ dan tidak ada selainnya. Dan indikasi lainnya
ialah penyebutan ‘minhuma’ yang berarti Adam dan Hawa.
16Wahyudi Syakur, Biografi Ulama Pengarang Kitab Salaf (Jombang: Dar al-Hikmah, 2008), h.
75.
17
Muhammad Husain adz-Dzahabi, Tafsir Wa al-Mufassirun Terj. Muhammad Sofyan (Medan:
Penerbit Perdana Mulya Sarana, 2015), h. 21
18
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h.
111.
19
Muhammad Husain adz-Dzahabi, Tafsir Wa al-Mufassirun Terj. Muhammad Sofyan... h. 22
20
Abdullah Taufiq, dkk, Ensiklopedi Islam Cet VII (Jakarta: PT. Ichtiar Baru), h. 198
21
Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 388.
22
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir al-Qur’an...h. 139.
23
Nofri Andi, “Tafsir al-Manar: Magnum Opus Muhammad Abduh”, dalam Jurnal UlunnuhaNomor 1,
(2016), h. 58
24
Nofri Andi, “Tafsir al-Manar: Magnum Opus Muhammad Abduh”... h. 60-62
25
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir al-Qur’an...h. 145
26
Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir al-Qur’an...h. 147-148.
30
Siti Munasaroh, “Penciptaan Perempuan dalam Tafsir al-Manar”... h. 92
31
Siti Munasaroh, “Penciptaan Perempuan dalam Tafsir al-Manar”... h. 85
32
Khudori Soleh, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer, 2016, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, h.
187
33
M. Zainal Abidin, Tafsir Filsafat atas Kehidupan, 2007, Yogyakarta: Pondok UII, h. 98. Lihat juga R.
Haree, The Philosophies of Science: An Introductory Survei, London: Oxford University Press, 1978, h.
5.
34 35
Disini Al-Jabiri mengatakan Epistemologi Arab, namun hemat penulis ini dapat pula difahami
sebagai Epistemologi Islam, Lihat Muhammad Abid al-Jabiri, Bunyat Aqli al-Arabi: Dirosat Ta’liliyyat
Naqdiyyat Linadhmi al-ma’rafah fi al-Saqofah al-Arrobiyyat, 1990, Beirut: Markas al-Wahdah alArobiah,
h. 556.
35
Muhammad Abid al-Jabiri, Bunyat Aqli al-Arabi,… h. 556.
36
Khudori Soleh, Filsafat Islam Dari Klasik Hingga Kontemporer..................... h. 187.
37
Muhammad Abid al-Jabiri, Bunyat Aqli al-Arabi,… h. 383-384
38
Muhammad Abid al-Jabiri, Bunyat Aqli al-Arabi,… h. 252.
إذا لقيته فسلم: حق المسلم على المسلم:عن أبي هريرة رضي هللا عنه أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال
فأجبه دعاك واذا عليه
وإذا عطس فحمد هللا فيه واذا مرض,واذا استنصحك فانصح له
Penafsiran Jalaluddin al Mahalli dan as-Suyuthi ini yang berlandaskan pada
hadis di atas, bahwa wanita tercipta dari tulang rusuk (wanita) ini mampu memberikan
sebuah asumsi bahwa perempuan merupakan cabang atau sub-ordinat dari laki-laki.
Dampaknya, muncullah kaum feminis yang mempertentangkan pernyataan wanita
yang dinilai merendahkan wanita tersebut dan ini serupa dengan berimplikasi pada
bias gender, tafsir misoginis.39 Akibatnya pula, pada akhirnya segala pertentangan ini
dalam kehidupan berimplikasi pada ranah psikologis, sosial budaya, pendidikan juga
politik.
Kesimpulan
Makna min nafsin wahidatin secara bahasa ialah dari jiwa yang satu. Namun,
padanan kata ini menjadi sebuah polemik sebab ditafsirkan beragam di kalangan para
mufasirin. Min nafsin wahidatin ini menjadi pernyataan mengenai asal mula wanita
diciptakan. Diantara pendapat yang terkemuka dan kontroversial mengenai dari
manusia wanita diciptakan tersebut hadir pada tafsir era klasik dan kontemporer. Tafsir
Al-Manar dan tafsir Jalalain, mewakili dua pendapat besar terhadap makna kata
tersebut. Dalam tafsir Jalalain min nafsin wahidatin diartikan sebagai jiwa yang satu
yakni, Adam. Artinya, wanita diciptakan dari tulang rusuk Adam. Sedang, menurut
Rasyid Ridha dalam tafsir Al-Manar, min nafsin wahidatin diartikan sebagai jenis
yang serupa dengan Adam dan bukan berarti bagian dari padanya (bukan dari tulang
rusuk Adam). Keberagaman ini jika ditinjau dari sudut epistemologi Islam ialah suatu
keniscayaan dan memicu pemakluman besar terhadap segala interpretasi di dalamnya.
Pemberlakuan dan pengetahuan akan ragam metodologi dalam pengambilan suatu
perkara dapat membuat sudut pandang yang luas, tidak berkutat kepada mana pendapat
yang benar ataupun salah. Dalam penelitian ini misalnya, penafsiran dalam tafsir Al-
Manar dan Jalalain menggunakan dua diantara epistemologi Islam yang ada, yakni
Bayani dan Burhani
39
Nunu Burhanuddin, Membincang Persepsi Keterpinggiran Perempuan, dalam JurnalESENSIA,
Vol. 16, No. 1, April 2015, h. 8.