You are on page 1of 84

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

TINJAUAN TENTANG PELAKSANAAN SITA PENYESUAIAN


(VERGELIJKENDE BESLAG) DI PENGADILAN NEGERI
SURAKARTA (Studi Kasus Sengketa Perdata Nomor :
66/Pdt.G/2009/PN.Ska)

Penulisan Hukum
(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna


Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh
Aditya Yogatama
NIM. E0007253

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
commit to user

i
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERNYATAAN

Nama : Aditya Yogatama


NIM : E0007253
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
TINJAUAN TENTANG PELAKSANAAN SITA PENYESUAIAN
(VERGELIJKENDE BESLAG) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA
(Studi Kasus Sengketa Perdata Nomor : 66/Pdt.G/2009/PN.Ska) adalah betul-
betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum
(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di
kemudian hari terbukti penyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang
saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 12 Oktober 2011


yang membuat pernyataan

Aditya Yogatama
NIM. E0007253

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

itu sungguh berat, kecuali bagi orang-


(QS. Al-Baqarah : 45)

Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang
harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka
menyukainya atau tidak
(Aldus Huxley)

Tidak ada keberhasilan yang di dapat secara cuma-cuma,


pasti ada suatu usaha dan keyakinan dibaliknya
(Penulis)

commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Kepada:
Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
Kupersembahkan ini hanya Ayah dan Ibu tercinta yang telah memberikan seluruh
kasih sayang dan do a yang tiada hentinya untukku
Keluarga besar Hoesodo dan Oemar Zaman yang selalu memberikan semangat,
dukungan

commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
bimbingan serta ridho yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan hukum (skripsi) ini dengan judul TINJAUAN TENTANG
PELAKSANAAN SITA PENYESUAIAN (VERGELIJKENDE BESLAG) DI
PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Sengketa Perdata
Nomor : 66/Pdt.G/2009/PN.Ska) . Penulisan hukum (skripsi) ini disusun dalam
rangka memenuhi persyaratan kelulusan derajat S1 di Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada kesempatan ini pula tak lupa penulis ucapkan terimaksih kepada
semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan baik materiil maupun
spiritual kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Th. Kussunaryatun, S.H., M.H selaku Pembimbing skripsi yang dengan
sabar meluangkan waktu serta pikiranya untuk memberikan bimbingan, ilmu,
nasehat, dan arahan bagi tersusunnya penulisan hukum (skripsi) ini.
3. Bapak Harjono, S.H., M.H selaku Pembimbing Akademik yang dengan arif
dan bijak telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama menempuh
studi di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Sutanto, S.H., M.H. selaku Ketua Pengadilan Negeri Surakarta yang
telah memberikan ijin penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta.
5. Bapak Hendro Baju Broto Kuntjoro, S.H. selaku Panitera Muda Hukum
Pengadilan Negeri Surakarta yang telah membantu dalam penelitian di
Pengadilan Negeri Surakarta.
6. Bapak Budhi Hertantiyo, S.H.,M.H., Bapak Susanto Isnu Wahjudi, S.H,
selaku Hakim Pengadilan Negeri Surakarta, Bapak Mardiyono, Bapak
Mustika Adi selaku Jurusita Pengadilan Negeri Pengadilan Surakarta yang
commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

telah meluangkan waktunya untuk wawancara, dan seluruh pegawai


Pengadilan Negeri Surakarta yang telah banyak membantu dalam penelitian.
7. Ketua Bagian PPH Bapak Lego Karjoko S.H., M.Hum., dan Mas Wawan
anggota PPH yang banyak membantu dalam Penulisan Hukum ini.
8. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.
9. Seluruh karyawan dan karyawati Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis
selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum UNS.
10. Farida Puspitasari, Bonita Andarini, Ella Nuke Rias Putri, Hilda Kurniawati,
Ogan Budianto, Kuma Kusuma, Ghea Maharani, Yudhi, Agmon, Lestia dan
teman-teman lain yang selalu memberikan semangat dan saling mendoakan
agar segera menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini.
11. Teman-teman Fakultas Hukum UNS angkatan 2007 yang selalu memberikan
semangat dan saling megingatkan agar segera menyelesaikan tugas-tugas
perkuliahan.
12. Pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan masih ada banyak hal yang
harus penulis pelajari. Oleh karena itu penulis sangat mengharap adanya saran dan
kritik yang membangun dan dapat membuat lebih baik. Akhirnya penulis berharap
bahwa apa yang telah penulis susun dapat memberi manfaat yang baik bagi siapa
saja yang membaca.

Surakarta, Oktober 2011


Penulis,

Aditya Yogatama

commit to user

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i


HALAMAN PERSTEJUAN .................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... v
HALAMAN MOTTO ............................................................................... vi
KATA PENGANTAR .............................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiii
ABSTRAK ................................................................................................ xiv
ABSTRACT .............................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................... 5
C. Tujuan Penelitian .............................................................. 5
D. Manfaat Penelitian ............................................................ 6
E. Metode Penelitian ............................................................ 7
F. Sistematika Penulisan Hukum .......................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori ................................................................. 13
1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian ............................. 13
a. Pengertian Perjanjian ................................................ 13
b. Syarat Sahnya Perjanjian .......................................... 14
c. Subyek dan obyek perjanjian .................................... 16
d. Asas- asas perjanjian ................................................. 16
e. Akibat Sahnya Perjanjian .......................................... 17
f. Wanprestasi dan Akibatnya ....................................... 18
g. Berakhirnya Perjanjian .............................................. 19
commit to user

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Tinjauan Umum tentang Proses Pemeriksaan Sengketa


Perdata di Pengadilan Negeri ....................................... 20
a. Pengajuan Gugatan .................................................. 20
b. Persiapan dan Pemeriksaan Perkara di Muka
Sidang Pengadilan..................................................... 20
3. Tinjauan Umum tentang Sita Jaminan sebagai Upaya
Menjamin Gugatan Penggugat ..................................... 24
a. Pengertian Sita Jaminan............................................ 24
b. Jenis-jenis Sita Jaminan............................................ 25
c. Syarat-Syarat dan Ciri-Ciri Sita Jaminan.................. 26
d. Alasan Sita Jaminan Dikabulkan atau Ditolak.......... 27
e. Larangan Sita Jaminan.............................................. 28
f. Sita Penyesuaian........................................................ 31
B. Kerangka Pemikiran ......................................................... 38
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Sengketa Perdata Nomor 66/Pdt.G/2009/PN.Ska........... 40
2. Identitas para pihak......................................................... 40
3. Duduk Perkara................................................................. 41
4. Obyek Sengketa............................................................... 46
5. Proses Pemeriksaan Perkara............................................ 46
6. Pertimbangan Hukum...................................................... 50
7. Amar Putusan Hakim....................................................... 52

B. Pembahasan
1. Pelaksanaan Sita Penyesuaian (vergelijkende beslag)
di Pengadilan Negeri Surakarta, Khususnya Dalam
Sengketa Perdata Nomor : 66/Pdt.G/2009/PN.Ska......... 53
a. Prosedur dalam menetapkan sita
penyesuaian (vergelijkende beslag)............................ 53
b. Pelaksanaan Sita Penyesuaian (vergelijkende beslag)
commit to user

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

di Pengadilan Negeri Surakarta, Khususnya Dalam


Sengketa Perdata Nomor : 66/Pdt.G/2009/PN.Ska....... 60
2. Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan Sita
Penyesuaian (vergelijkende beslag) di Pengadilan
Negeri Surakarta dan bagaimana solusinya........................ 64

BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................... 68
B. Saran ................................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN

commit to user

xi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Analisis Kualitatif Model Interaktif ...................................... 10


Gambar 2. Kerangka Pemikiran .............................................................. 38

commit to user

xii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas Hukum UNS.


Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di Pengadilan Negeri
Surakarta .
Lampiran 3. Putusan No. 66/Pdt.G/2009/PN.Ska.

commit to user

xiii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRACT

Aditya Yogatama, E0007253. 2011. A REVIEW ON THE IMPLEMENTATION


OF ADJUSTMENT CONFISCATION (VERGELIJKENDE BESLAG) IN
SURAKARTA FIRST INSTANCE COURT (A CASE STUDY ON THE CIVIL
DISPUTE NUMBER: 66/PDT.G/2009/PN.SKA). Faculty of Law of Sebelas
Maret University.
This research aims to find out the implementation of adjustment
confiscation (vergelijkende beslag) in Surakarta First Instance Court in the Civil
Dispute Number: 66/Pdt.G/2009/PN.Ska and to find out the obstacles in the
implementation of adjustment confiscation (vergelijkende beslag) in Surakarta
First Instance Court. This study belongs to an empirical research that is
descriptive in nature using qualitative approach. The types of data consisted of
primary data in the form of interviews with judges and bailiff and secondary data
in the form of verdict. Techniques of collecting data used were interview and
library study. The data was analyzed qualitatively using an interactive model of
analysis.
The implementation of adjustment confiscation (vergelijkende beslag) in
Surakarta First Instance Court occurs because the filing of the lawsuit
sequestration, but after running it the object that became known to the Plaintiff
had pledged collateral in the bank, so that the Plaintiff's attorney to apply for
adjustment confiscation (vergelijkende beslag) to the District Court of Surakarta
to guarantee their rights, which is then granted by a judge and ordered the court
clerk or bailiff, signed by the bailiff himself and two men as witnesses, then listed
or registered in a book of land in the National land Agency (BPN) which states
that the land or the object is already in the sequestration adjustment. The
obstacles found in the dispute include: firstly, the disputed object is out of
Surakarta Surakarta
First Instance ask for help from the local First Instance. Secondly, there is a
declination from the accused party, so that the court resorts mediation way.

Keywords: Confiscation, Adjustment Confiscation

commit to user

xiv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ABSTRAK

Aditya Yogatama, E0007253. 2011. TINJAUAN TENTANG PELAKSANAAN


SITA PENYESUAIAN (VERGELIJKENDE BESLAG) DI PENGADILAN
NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Sengketa Perdata Nomor :
66/Pdt.G/2009/PN.Ska). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan sita penyesuaian
(vergelijkende beslag) di Pengadilan Negeri Surakarta dalam Sengketa Perdata
Nomor : 66/Pdt.G/2009/PN.Ska) dan mengetahui hambatan-hambatan
pelaksanaan sita penyesuaian (vergelijkende beslag) di Pengadilan Negeri
Surakarta beserta solusinya. Termasuk jenis penelitian empiris yang bersifat
deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Jenis data meliputi data primer yang
berupa hasil wawancara dengan hakim beserta jurusita dan data sekunder yang
berupa berupa putusan hakim. Teknik pengumpulan data melalui wawancara dan
studi kepustakaan. Analisa data secara kualitatif model interaktif.
Pelaksanaan sita penyesuaian (vergelijkende beslag) di Pengadilan Negeri
Surakarta terjadi kerena adanya pengajuan gugatan sita jaminan, namun setelah
berjalan ternyata obyek yang menjadi jaminan diketahui Penggugat telah
diagunkan di bank, sehingga kuasa hukum Penggugat mengajukan permohonan
sita penyesuaian ke Pengadilan Negeri Surakarta untuk menjamin haknya, yang
kemudian dikabulkan oleh hakim dan memerintahkan panitera atau jurusita yang
ditandatangani oleh jurusita itu sendiri dan dua orang sebagai saksi, kemudian
dicatatkan atau didaftarkan dalam buku tanah di Badan Pertanahan Nasional
(BPN) yang menyatakan bahwa tanah atau obyek tersebut telah di sita
penyesuaian. Hambatan dalam sengketa ini yaitu pertama, obyek sengketa berada
pada wilayah hukum di luar dari Pengadilan Negeri Surakarta, maka solusinya
yaitu Pengadilan Negeri Surakarta memohon bantuan kepada Pengadilan Negeri
diwilayah hukum obyek sengketa berada. Kedua adanya penolakan dari pihak
Tergugat, sehingga pengadilan menempuh jalur kekeluargaan.

Kata kunci : Sita, Sita Penyesuaian.

commit to user

xv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Segala aspek kehidupan manusia dalam masyarakat baik dari hal yang
sangat kecil sampai pada hal yang lebih besar pada kenyataannya selalu diatur
oleh hukum, antara lain oleh hukum perdata. Sebagai konsekuensi yuridis
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa egara Indonesia
adalah negara hukum , dimana segala tindakan setiap warga negaranya dan
aparatur pemerintahannya harus berdasarkan hukum. Peraturan-peraturan
hukum yang berisi hak dan kewajiban haruslah ditaati agar tercapai tujuan
ketertiban, kedamaian serta keadilan.

Di dalam kehidupan bermasyarakat, tiap-tiap individu atau orang


mempunyai kepentingan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya
ada kalanya kepentingan mereka bertentangan dengan adanya interaksi sosial
sesama manusia, sehingga menimbulkan sengketa di antara mereka,
akibatnya salah satu pihak harus mempertahankan haknya dari pihak lainnya,
atau memaksa pihak lain untuk melaksanakan kewajibannya. Dengan adanya
kemungkinan timbulnya sengketa dalam setiap hubungan antar manusia,
maka adanya norma-norma hukum tertentu yang bertujuan menjaga keadilan
dan melindungi hak setiap manusia merupakan suatu instrumen sosial yang
dapat mengatur ketika terjadi sengketa. Perlu ditegaskan bahwa yang
dimaksud dengan kepentingan adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban
perdata, yang diatur dalam hukum perdata materiil.

Hukum acara perdata disebut juga dengan hukum perdata formil,


yaitu semua kaidah hukum yang dapat menentukan dan mengatur tentang
cara bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata
sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materiil (Ny. Retnowulan
Sutantio, Iskandar Oeripkartawinata 1997 : 1).
commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

Perikatan dan perjanjian menunjuk pada dua hal yang berbeda.


Perikatan adalah suatu istilah atau pernyataan yang bersifat abstrak dan
menunjuk pada hubungan hukum yang melahirkan kewajiban kepada salah
satu pihak yang terlibat dalam hubungan hukum tersebut. Eksistensi
perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat ditemui landasannya
pada ketentuan pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
menya -tiap perikatan dilahirkan, akan karena perjanjian
baik karena undang-undang Ketentuan tersebut juga dipertegas lagi dengan
rumusan ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang
atu perbuatan dimana satu

Demikian jelaslah bahwa suatu perjanjian akan menimbulkan


perikatan. Dengan rumusan yang demikian Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata hendak menyatakan bahwa diluar perjanjian dan karena hal-hal yang
ditetapkan oleh undang-undang tidak ada perikatan. Perikatan melahirkan hak
dan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan (Kartini Muljadi dan
Gunawan Widjaja, 2008 : 1- 2).

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sangat menekankan


pentingnya penentuan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak yang
berkewajiban. Kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu itu
disebut prestasi. Pada umumnya setiap perikatan pemenuhan prestasi terletak
di pundak salah satu pihak dalam perikatan, yang disebut debitur. Kewajiban
atau prestasi untuk melakukan sesuatu dari sudut debitur disebut dengan
utang, sedangkan dari sudut pihak yang berhak atas pelaksanaan prestasi
tersebut, hak atas pemenuhan prestasi disebut dengan nama piutang. Pihak
yang berhak disebut dengan kreditur (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja,
2003 : 19-40).

Kewajiban para pihak yang disebut prestasi, dalam perjanjian


dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

perjanjian oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu. Kewajiban-
kewajiban para pihak akan berakhir jika prestasi yang dijanjikan telah
dilaksanakan oleh para pihak. Diantara para pihak yang tidak memenuhi
prestasi atau tidak melaksanakan prestasi sebagaimana yang telah
diperjanjikan, maka pihak tersebut dinyatakan wanprestasi. Pihak yang
merasa dirugikan tentunya mengharapkan agar suatu prestasi dapat
dilaksanakan, untuk itu dalam hal ini guna memberikan perlindungan agar
prestasi yang berupa pengembalian hutang kepada kreditur dapat terlaksana
melalui proses pemeriksaan di pengadilan. Guna menjamin hak dari pihak
yang dirugikan perlu diajukan permohonan sita jaminan dalam proses
pemeriksaan tersebut.

Sita jaminan sebagai salah satu dari berbagai macam penyitaan yang
paling dikenal, dan sangat memegang peranan penting di dalam usaha dan
upaya tindakan hukum dari pihak kreditur agar dapat memaksakan kepada
pihak debitur untuk melunasi hutangnya demi memenuhi tuntutannya dimuka
pengadilan. Suatu usaha dan upaya tindakan hukum dari kreditur agar ia lebih
pasti dalam menikmati hasil kemenangannya itu serta tidak akan sia-sia
nantinya (R.Soeparmono 1997 : 1).

Seiring dengan perkembangan jaman yang menuntut modal kerja


untuk berlangsungnya suatu usaha, maka bank-bank baik negeri maupun
swasta banyak yang menawarkan pelayanan kredit yang cukup menjanjikan,
hanya dengan persyaratan yang relatif mudah sampai dengan suku bunga
yang rendah hal ini dilakukan agar menarik minat debitur agar menggunakan
fasilitas kredit yang ditawarkan. Banyaknya bank-bank swasta yang ada saat
ini memberikan iklim persaingan bisnis yang pesat terutama pada bidang
perkreditan. Hal ini disebabkan bank swasta dipandang lebih mudah
persyaratannya dan tidak berbelit-belit pencairan kredit yang dibutuhkan oleh
debitur. Perikatan hutang piutang antara debitur dengan pihak bank pun dapat
mudah dilaksanakan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4

Diketahui bahwa dalam hubungan hutang piutang antara debitur


dengan kreditur yang berupa bank, hutang piutang yang terjadi melalui proses
perjanjian yang di dalamnya menyebutkan bagaimana apabila debitur tidak
dapat memenuhi kewajiban membayar hutangnya, maka kreditur mempunyai
hak untuk mengambil alih barang tidak bergerak yang telah dijaminkan atau
diagunkan pada bank dengan cara mengajukan gugaatan sita jaminan ke
pengadilan negeri terhadap barang tidak bergerak yang dijaminkan tersebut,
tetapi yang menjadi suatu permasalahan apabila ternyata barang tidak
bergerak yang diagunkan telah dijaminkan pada pihak lain. Dalam hal ini
pengadilan tidak boleh memberikan keputusan sita jaminan. Hal ini akan
dapat menimbulkan benturan antara pemegang jaminan dengan pemegang
sita jaminan. Dan penyelesaiannya sangat sulit dan memerlukan waktu yang
lama. Sebab apabila kasus demikian, pengadilan tetap melakukan penyitaan
maka sudah jelas keliru, seharusnya bila barang yang hendak disita pada
waktu bersamaan sedang dijadikan sebagai jaminan atau agunan, permintaan
sita jaminan harus ditolak. Tindakan yang dibenarkan sita penyesuaian.

Beberapa alasan yang dapat penulisan paparkan untuk menunjukkan


perlunya sebuah kajian mendalam terkait dengan pelaksanaan sita
penyesuaian (vergelijkende beslag), yaitu : Pertama, belum adanya suatu
peraturan khusus yang mengatur mengenai sita penyesuaian. Kedua, untuk
melindungi hak kreditur dari debitur yang beritikad tidak baik. Ketiga, pada
umumnya masyarakat hanya mengenal adanya sita jaminan, sehingga dengan
penulisan hukum ini diharap mampu memberikan pengetahuan umum
mengenai sita penyesuaian.

Bertolak dari pemaparan diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih


dalam mengenai pelaksanaan sita penyesuaian dengan mengadakan penulisan
yang berjudul TINJAUAN TENTANG PELAKSANAAN SITA
PENYESUAIAN (VERGELIJKENDE BESLAG) DI PENGADILAN
NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Sengketa Perdata Nomor :
66/Pdt.G/2009/PN.Ska).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5

B. Perumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang permasalahan tersebut diatas, maka


perlu ditentukan perumusan masalah. Hal ini untuk mempermudah
pelaksanaan penulisan dan agar memberi pemahaman yang jelas dan terarah.
Adapun rumusan masalah yang dikaji penulis sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan sita penyesuaian (vergelijkende beslag) di


Pengadilan Negeri Surakarta, khususnya dalam sengketa perdata Nomor :
66/Pdt.G/2009/PN.Ska ?
2. Apa saja hambatan-hambatan dalam pelaksanaan sita penyesuaian
(vergelijkende beslag) di Pengadilan Negeri Surakarta dan bagaimana
solusinya ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan sebuah penulisan adalah untuk memecahkan masalah dan


menemukan jawaban atas suatu pertanyaan. Menurut Soerjono Soekanto,
tujuan penulisan dirumuskan secara deklaratif dan merupakan pernyataan-
pernyataan tentang apa yang hendak dicapai dengan penulisan tersebut
(Soerjono Soekanto, 2008 : 119). Berdasarkan perumusan masalah tersebut
diatas, maka tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif
a. Mengetahui pelaksanaan sita penyesuaian (vergelijkende beslag) di
Pengadilan Negeri Surakarta.
b. Mengetahui hambatan-hambatan dan solusi dalam pelaksanaan sita
penyesuaian (vergelijkende beslag) di Pengadilan Negeri Surakarta.
2. Tujuan Subyektif
a. Menambah, memperluas dan mengembangkan pengetahuan serta
penanaman aspek hukum dalam teori praktik lapangan hukum,
khususnya dalam pelaksanaan sita penyesuaian (vergelijkende beslag)
di Pengadilan Negeri Surakarta.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

b. Memperoleh data dan informasi sebagai bahan utama dalam menyusun


penulisan hukum untuk memenuhi persyaratan akademis guna
memperoleh gelar kesarjanaan (S1) pada Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Nilai sebuah penulisan tidak hanya ditentukan oleh metodologinya


saja, tetapi juga ditentukan oleh besar manfaat yang dapat diambil dari adanya
penulisan. Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan ini
adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Penulisan hukum ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum umumnya serta hukum acara
perdata pada khususnya terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan
sita penyesuaian (vergelijkende beslag).
b. Hasil penulisan dan penulisan ini diharapkan dapat memberikan
gambaran kepada masyarakat umum serta masukan data ataupun
literatur bagi penulisan hukum selanjutnya, dan dapat menyumbangkan
pemecahan atas permasalahan yang akan diteliti.
2. Manfaat Praktis
a. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan
pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis
dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
b. Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu memberi masukan
kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan
permasalahan yang diteliti dan dapat dipakai sebagai sarana yang
efektif dan memadai dalam upaya mempelajari dan memahami ilmu
hukum khususnya hukum acara perdata terutama yang berkaitan dengan
sita penyesuaian terhadap benda tidak bergerak yang diagunkan di
bank.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

E. Metode Penelitian

Penulisan hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang


didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan
untuk mempelajari suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan
menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang
mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan
suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala
yang bersangkutan (Soerjono Soekanto, 2008 : 43).

Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam


penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan oleh penulis ialah penelitian
hukum empiris, dimana pada penulisan hukum empiris ini yang diteliti
pada awalnya adalah data sekunder kemudian dilanjutkan pada data primer
di lapangan atau terhadap masyarakat (Soerjono Soekanto, 2008 : 52).
Dalam penulisan ini, penulis meneliti hal-hal yang terkait dengan
implementasi atau penerapan aturan hukum dalam beracara dimuka
persidangan oleh lembaga atau institusi hukum, yaitu Hakim Pengadilan
Negeri Surakarta dalam memeriksa, mengadili, serta memutus sengketa
perdata.

2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Soerjono
Soekanto, suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data
yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.
Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa agar
dapat membantu didalam memperkuat teori-teori lama, atau di dalam
kerangka menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2008 : 10).
Penelitian ini memberikan gambaran yang lengkap mengenai pelaksanaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

sita penyesuaian (vergelijkende beslag) di Pengadilan Negeri Surakarta


beserta hambatan dan solusinya.

3. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis pendekatan
kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh penulis dengan
mendasarkan pada data yang digunakan responden secara lisan atau
tulisan, dan juga perilakunya yang nyata diteliti dan dipelajari sebagai
suatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 2008:250).

4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian hukum ini adalah di Pengadilan Negeri Surakarta
yang beralamat di Jalan Slamet Riyadi Nomor 290 Surakarta. Pemilihan
lokasi di Pengadilan Negeri Surakarta yang termasuk dalam kelas IA
khusus, dimana perkara-perkara yang ditangani lebih beragam
dibandingkan pengadilan-pengadilan lain, sehingga tepat untuk dijadikan
lokasi penelitian.

5. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan secara
langsung dari lapangan yang menjadi objek penelitian atau yang
diperoleh langsung dari responden yang berupa keterangan atau fakta-
fakta (Soerjono Soekanto, 2008 : 12). Dalam penelitian ini, data primer
berupa hasil wawancara dengan Bapak Budhi Hertantiyo, S.H.,M.H.,
Bapak Susanto Isnu Wahjudi, S.H., selaku Hakim Pengadilan Negeri
Surakarta dan Bapak Mardiyono, Bapak Mustika Adi selaku Jurusita
Pengadilan Negeri Surakarta sebagai pelaksana di lapangan.

b. Data Sekunder
Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka, yang
memuat informasi atau data tersebut. Data sekunder ini mencakup
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

dokumen-dokumen resmi yaitu berupa putusan hakim dengan Nomor :


66/Pdt.G/2009/PN.Ska mengenai pelaksanaan sita penyesuaian
(vergelijkende beslag) di Pengadilan Negeri Surakarta, yurisprudensi,
majalah dan artikel.

6. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer berupa data, keterangan atau fakta yang berasal
dari lapangan atau kasus. Di dalam penelitian ini, data primer yang
digunakan penulis adalah hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan
Negeri Surakarta dan jurusita sebagai pelaksana di lapangan.

b. Sumber Data Sekunder


Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
berupa berkas perkara dengan Nomor : 66/Pdt.G/2009/PN.Ska,
mengenai pelaksanaan sita penyesuaian (vergelijkende beslag) di
Pengadilan Negeri Surakarta.

7. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Wawancara
Dengan mempergunakan wawancara sebagai suatu alat
pengumpul data, penulis diharapkan dapat mengungkapkan berbagai
aspek dari masyarakat-masyarakat tersebut (Soerjono Soekanto, 2008 :
227). Dalam hal ini penulis diharapkan dapat mengungkapkan segala
aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan sita penyesuaian
(vergelijkende beslag) di Pengadilan Negeri Surakarta, dengan
melakukan wawancara kepada Bapak Budhi Hertantiyo, S.H., M.H.
selaku Hakim Pengadilan Negeri Surakarta, Bapak Susanto Isnu
Wahyudi, S.H, selaku Ketua Majelis dalam perkara perdata Nomor :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

66/Pdt.G/2009/PN.Ska, Bapak Mardiyono dan Bapak Mustika Adi


selaku Jurusita Pengadilan Negeri Surakarta.

b. Studi Kepustakaan
Tipe data apapun yang akan dikehendaki oleh penulis, maka
studi dokumen atau bahan pustaka yang akan selalu dipergunakan
terlebih dahulu (Soerjono Soekanto, 2008 : 201). Studi kepustakaan
dalam penulisan penulisan hukum ini akan digunakan sebagai patokan
norma dalam menilai fakta-fakta hukum yang akan dipecahkan sebagai
isu atau permasalahan hukum.

8. Teknik Analisis Data


Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
analisis interaktif, yaitu model analisis dalam penelitian kualitatif yang
terdiri dari tiga komponen analisis yang dilakukan dengan cara interaksi,
baik antar komponennya, maupun dengan proses pengumpulan data, dalam
proses yang berbentuk siklus (H.B.Sutopo, 2006 : 119). Adapun skema cara
kerja analisis interaktif adalah sebagai berikut:

Pengumpulan Data

Reduksi Sajian Data

Penarikan
Kesimpulan

Gambar 1 : Model Analisis Interaktif


Sumber : HB. Sutopo, 2006 : 120
a. Reduksi Data

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

Reduksi data merupakan komponen pertama dalam analisis yang


merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi
data fieldnote. Proses reduksi ini akan berlangsung terus sepanjang
pelaksanaan penulisan.

b. Sajian Data
Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi
deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan untuk melakukan
simpulan penulisan. Sajian data selain dalam bentuk narasi kalimat
juga dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar, jaringan kerja,
kaitan kegiatan dan juga tabel sebagai pendukung narasinya.

c. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi


Pada waktu pengumpulan data sudah berakhir, peneliti mulai
melakukan usaha dalam bentuk pembahasan (diskusi) untuk menarik
simpulan dan verifikasinya berdasar semua hal yang terdapat dalam
reduksi maupun sajian datanya. (H.B. Sutopo, 2006 : 120). Simpulan
perlu diverifikasi dan agar lebih mantap dan benar-benar dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu perlu dilakukan verifikasi
yaitu merupakan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan,
penelusuran data kembali dengan cepat, mungkin sebagai akibat
pikiran kedua yang melintas pada peneliti pada waktu menulis sajian
data dengan melihat kembali sebentar pada catatan lapangan.
Verifikasi juga dapat dilakukan dengan lebih mengembangkan
ketelitian bahkan juga dapat dilakukan dengan kegiatan yang lebih luas
yaitu dengan melakukan replikasi dalam satuan data yang lain. Pada
dasarnya makna data harus diuji validitasnya supaya simpulan
penelitian menjadi lebih kokoh dan lebih dipercaya. (H.B.Sutopo, 2006
: 116).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

F. Sistematika Penulisan Hukum


Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baku dalam penulisan hukum,
maka penulis menyiapkan sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika
penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab. Sistematika penulisan hukum
tersebut adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisi alasan pemilihan judul, latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
metode penulisan, serta sistematika penulisan skripsi.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai kajian pustaka
dan teori yang berkenaan dengan judul penulisan hukum yang
diteliti, antara lain membahas tinjauan umum tentang perjanjian,
tinjauan umum tentang proses pemeriksaan sengketa perdata di
pengadilan negeri dan tinjauan umum tentang sita jaminan
sebagai upaya menjamin gugatan penggugat.

BAB III : HASIL PENULISAN DAN PEMBAHASAN


Dalam bab ini penulis menguraikan tentang hasil penelitian
sebagai jawaban atas rumusan masalah mengenai pelaksanaan
dan hambatan-hambatan sita penyesuaian (vergelijkende beslag)
di Pengadilan Negeri Surakarta dan solusinya.

BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai simpulan dan
saran terkait dengan permasalahan yang diteliti.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Perjanjian


a. Pengertian Perjanjian

Perjanjian diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum


Perdata (KUHPerdata). Di dalam Pasal 1313 KUHPerdata disebutkan
erjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Perjanjian (verbintenis) mengandung pengertian suatu hubungan


hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi
kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus
mewajibkan pada pihak lain menunaikan prestasi. Dari pengertian tersebut
dapat diketahui wujud pengertian perjanjian, antara lain hubungan hukum
(rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang atau
lebih, memberi hak pada satu atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak
dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi (M.Yahya Harahap,
1986 : 6).

Para sarjana hukum perdata umumnya berpendapat bahwa pengertian


perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1313 KUHPerdata masih banyak
kelemahannya antara lain :
1) Hanya menyangkut sepihak saja

konsensus para pihak.


2) Kata perbuatan menyangkut juga tanpa konsensus
Dalam pengertian perbuatan termasuk juga tindakan penyelenggaraan
kepentingan (zaakwaarneming), tindakan melawan hukum
commit to user

13
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

(onrechtmatige daad) yang tidak mengandung unsur suatu konsesus.


Seharusnya dipakai istilah persetujuan.
3) Pengertian perjanjian terlalu luas
Perjanjian yang diatur dalam Buku III KUHPerdata sebenarnya hanya
meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan bersifat kepribadian
(personal).
4) Tanpa menyebut tujuan
Dalam rumusan pasal tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan
perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk
apa.
(Abdulkadir Muhammad, 2000 : 224-225).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perjanjian


merupakan suatu hubungan hukum antara antara dua orang atau lebih dan
menimbulkan hak dan kewajiban yang mengikat keduannya sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak.

b. Syarat Sahnya Perjanjian


Perjanjian bisa dinyatakan sah jika telah memenuhi syarat-syarat yang
telah ditetapkan oleh Undang-undang. Perjanjian yang sah diakui dan diberi
akibat hukum (legally concluded contact). Syarat-syarat sah perjanjian
menurut Abdulkadir Muhammad berdasar ketentuan pasal 1320
KUHPerdata:
1) Persetujuan kehendak
Kesepakatan seia sekata pihak-pihak mengenai pokok perjanjian. Apa
yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak
yang lainya. Ada persetujuan kehendak yang sama antara pihak-pihak
yang membuat kesepakatan.

2) Kecakapan pihak-pihak
Dinyatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila sudah dewasa,
artinya sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

belum 21 tahun. Menurut pasal 1330 KUHPerdata, dikatakan tidak


cakap membuat perjanjian ialah orang yang belum dewasa, ditaruh di
dibawah pengampuan dan wanita bersuami. Ada kecakapan pihak-
pihak untuk membuat perjanjian (capacity).

3) Suatu hal tertentu (obyek)


Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian, obyek perjanjian,
prestasi yang wajib dipenuhi. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-
kurangnya dapat ditentukan.

4) Suatu sebab yang halal (causa)


Causa
suatu yang menyebabkan orang membuat perjanjian. Yang dimaksud
dengan causa yang halal dalam pasal 1320 KUHPerdata itu bukanlah

pihak-pihak. Ada suatu sebab yang halal (causa), isi muatan materi
yang ada di dalamnya harus sesuai dengan undang-undang.
(Abdulkadir Muhammad, 2000 : 228-233)

Syarat pertama dan kedua pasal 1320 KUHPerdata disebut syarat


subyektif, karena melekat pada diri orang yang menjadi subjek perjanjian.
Apabila syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian dapat dibatalkan. Jika tidak
dimintakan pembatalan kepada hakim, perjanjian itu tetap akan mengikat
pihak-pihak, walaupun diancam pembatalan sebelum lampau waktu lima
tahun (pasal 1454 KUHPerdata). Syarat ketiga dan keempat pasal 1320
KUHPerdata disebut syarat obyektif, karena mengenai sesuatu yang menjadi
obyek perjanjian. Jika syarat ini tidak dipenuhi, perjanjian batal demi
hukum, artinya perjanjian tersebut dianggap tidak ada (Abdulkadir
Muhammad, 2000 : 228-233).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

c. Subyek dan obyek perjanjian


1) Subyek Perjanjian
Subyek perjanjian yaitu pihak-pihak yang terikat dalam
perjanjian dan di dalamn KUHPerdata dibedakan menjadi tiga golongan
yang tersangkut pada perjanjian yaitu:
a) Para pihak mengadakan perjanjian itu sendiri;
b) Para ahli waris mereka dan mereka yang mendapatkan hak dari
padanya;
c) Pihak ketiga
(Mariam Darus Badrulzaman dkk, 2001:22).

2) Obyek Perjanjian
Obyek dari perjanjian adalah prestasi, dimana kreditur berhak atas
suatu prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi dapat
berupa apapun yang telah disepakati oleh pihak-pihak yang
melaksanakan suatu perjanjian.

d. Asas- asas perjanjian


Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting, yang merupakan
dasar kehendak pihak-pihak dalam mencapai tujuan. Beberapa asas tersebut
adalah sebagai berikut :
1) Asas kebebasan berkontrak
Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang
sudah diatur atau belum diatur dalam undang-undang. Tetapi kebebasan
tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu, tidak dilarang oleh undang-undang,
tidak bertentangan dengan ketertiban umum, tidak bertentangan dengan
kesusilaan.

2) Asas pelengkap
Asas ini mengandung arti bahwa ketentuan undang-undang boleh
tidak diikuti apabila pihak-pihak menghendaki dan menbuat ketentuan-
ketentuan sendiri yang menyimpang dari ketentuan undang-undang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

Tetapi apabila dalam perjanjian yang mereka buat tidak ditentukan lain,
maka berlakulah ketentuan undang-undang. Asas ini hanya mengenai
hak dan kewajiban pihak-pihak saja.

3) Asas konsensual
Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat
tercapainya kata sepakat (konsensus) antara pihak-pihak mengenai
pokok perjanjian. Sejak saat itu perjanjian mengikat dan mempunyai
akibat hukum. Dalam asas ini dapat disimpulkan bahwa perjanjian yang
dibuat itu cukup secara lisan saja, sebagai penjelmaan dari asas

yang dibut secara tertulis. Tujuannya ialah bukti lengkap mengenai apa
yang mereka perjanjikan.

4) Asas obligator
Asas ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh
pihak-pihak itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja,
belum memindahkan hak milik.
(Abdulkadir Muhammad, 2000 : 225-226).

e. Akibat Sahnya Perjanjian


Menurut Abdulkadir Muhammad akibat sahnya perjanjian dalam
Pasal 1338 KUHPerdata sebagai berikut :

1) Berlaku sebagai Undang-Undang


Artinya perjanjian mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa
serta memberi kepastian hukum kepada para pihak yang membuatnya.

2) Tidak dapat ditarik kembali secara sepihak


Tetapi apabila ada alasan yang cukup menurut undang-undang,
perjanjian dapat ditarik kembali atau dibatal secara sepihak.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

3) Pelaksanaan dengan itikad baik.


Maksud dari itikad baik dalam Pasal 1338 KUHPerdata adalah
ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, apakah
pelaksanaan perjanjian itu mengindahkan norma-norma kepatutan dan
kesusilaan (Abdulkadir Muhammad, 2000 : 234-235).

f. Wanprestasi dan Akibatnya

Sebelum membahas mengenai wanprestasi, pengertian prestasi


adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan
maupun perjanjian, perjanjian dimaksudkan sebagai suatu pelaksanaan hal-
hal yang tertulis dalam suatu perjanjian oleh pihak yang telah mengikatkan
diri untuk itu. Kewajiban-kewajiban para pihak berakhir jika prestasi yang
diperjanjikan telah dilaksanakan oleh para pihak (Abdulkadir Muhammad,
2000 : 201).

Pembahasan mengenai wanprestasi tidak bisa terlepas dari masalah


pernyataan lalai dan kelalaian. Adapun arti dari wanprestasi adalah
pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak
sesuai dengan prestasi selayaknya. Dengan begitu seorang debitur dikatakan
berada dalam keadaan wanprestasi apabila dalam melakukan pelaksanaan
prestasi perjanjian telah lalai sehingga terlambat dari jadwal waktu yang
ditentukan atau dalam melakukan prestasi tidak menurut sepatutnya atau
selayaknya.

Berdasarkan arti dari wanprestasi diatas maka akan timbul akibat


dari wanprestasi tersebut yaitu keharusan bagi debitur untuk membayar
ganti kerugian atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak

1986: 60).

Tidak terpenuhinya kewajiban debitur ada dua kemungkinan, yaitu


sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

1) Kesalahan debitur, baik karean kesengajaan maupun karena kelalaian


2) Keadaan memaksa ( force majure atau overmacht), diluar kemampuan
debitur, debitur tidak bersalah.
(Abdulkadir Muhammad ,1999 : 202-203).

Menurut R.Subekti bentuk-bentuk dari wanprestasi itu sendiri dapat


berupa:
1) Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan;
3) Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat;
4) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
(R.Subekti, 2002 : 45).

g. Berakhirnya Perjanjian
Di dalam Pasal 1381 KUHPerdata menyebutkan bahwa perikatan
hapus karena:
1) pembayaran;
2) penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau
penitipan;
3) pembaharuan utang;
4) penjumpaan utang atau kompensasi;
5) pencampuran utang;
6) pembebasan utang;
7) musnahnya barang yang terutang;
8) batal atau pembatalan;
9) berlakunya suatu syarat batal; dan
10) lewatnya waktu.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

2. Tinjauan Umum tentang Proses Pemeriksaan Sengketa Perdata di Pengadilan


Negeri
a. Pengajuan Gugatan
Di dalam suatu perkara yang tidak bisa diselesaikan dengan jalan
damai oleh pihak berperkara, jalan terakhir yang dapat ditempuh ialah
penyelesaian melalui pengadilan negeri. Untuk itu penggugat harus
mengajukan gugatanya kepada ketua pengadilan negeri secara tertulis atau
lisan jika penggugat tidak bisa menulis. Permohonan gugatan secara
tertulis disebut dengan surat gugatan. Tiga hal yang harus diperhatikan dan
dimuat dalam surat gugatan yaitu:
1) Keterangan lengkap mengenai pihak-pihak yang berperkara, yaitu
nama, umur, alamat, pekerjaan, dan agama (identity of parties).
2) Dasar gugatan (fundamental petendi) yang memuat uraian tentang
kejadian atau peristiwa (factual grounds) dan uraian tentang hukum
yaitu adanya hak dalam hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis
gugatan itu (legal grounds).
3) Tuntutan yang dimohonkan penggugat agar diputuskan oleh
Pengadilan (petitum). Tuntutan dapat dirinci lagi menjadi dua macam,
yaitu tuntutan primer (primary claim) yang merupakan tuntutan pokok
dan subsider (subsidiary claim) yang merupakan tuntutan pengganti
apabila tuntutan pokok ditolak oleh pengadilan.
(Abdulkadir Muhammad, 2008 : 37-38).
Di dalam gugatan, penggugat akan mengajukan permohonan sita
jaminan agar gugatan dapat dipenuhi.

b. Persiapan dan Pemeriksaan Perkara di Muka Sidang Pengadilan


1) Penunjukan Majelis Hakim
Setelah perkara perdata didaftarkan ke pengadilan negeri
melalui panitera dan kemudian ketua majelis hakim yang
bersangkutan menentukan hari dan jam perdata akan diperiksa dengan
memperhatikan jarak antara tempat tinggal pihak-pihak yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

berperkara. Lamanya waktu antara panggilan sidang tidak kurang dari


tiga hari, tidak termasuk hari minggu. Jadi sekurang-kurangnya tiga
hari sebelum sidang dimulai, para pihak sudah mendapatkan surat
panggilan yang sah (Abdulkadir Muhammad, 2008 : 85).

2) Panggilan Sidang
Ketua majelis hakim memerintahkan kepada panitera untuk
memanggil kedua belah pihak beserta saksi-saksinya agar hadir pada
waktu sidang yang sudah ditetapkan untuk didengar dan dengan
membawa bukti-bukti yang diperlukan. Panggilan ini dilakukan oleh
jurusita atau petugas lain yang bertindak sebagai jurusita pengganti
dan harus dilakukan dengan surat perintah panggilan serta wajib
menyerahkan turunan surat gugatan dengan pemberitahuan jika
bersedia, diperbolehkan untuk menjawabnya secara tertulis. Jadi
sebelum sidang, tergugat tidak diwajibkan untuk menjawab,
diperbolehkan menjawab dan apabila dia bersedia menjawab, agar di
jawab secara tertulis (Abdulkadir Muhammad, 2008 : 85-86).

Di dalam pemeriksaan perkara sidang yang dilaksanakan di


pengadilan negeri, urutan pembukaan sidang oleh hakim sebagai
berikut :
1) Pemeriksaan oleh majelis hakim
2) Sidang terbuka untuk umum atau sidang tertutup untuk umum
3) Hakim menawarkan mediasi kepada kedua belah pihak
4) Acara tanpa hadir (verstek).

3) Jawaban Gugatan
Jika dalam proses perdamaian tidak ditemukan titik
penyelesaian untuk selanjutnya tergugat diberi kesempatan untuk
mengajukan jawaban gugatan, jawaban tersebut dapat dilakukan
secara tertulis dan lisan. Kemungkinan isi dari jawaban gugatan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

tersebut yaitu tangkisan (exceptie), principal, rekonpensi atau gugat


balik.

4) Replik
Replik yaitu merupakan jawaban balasan atas jawaban
tergugat, replik biasanya berisi dalil dalil atau hak hak tambahan
untuk menguatkan dalil dalil gugatan penggugat. Penggugat dalam
replik ini dapat mengemukakan, pendapat pendapat para ahli, doktrin,
kebiasaan, dan sebagasinya. Selain itu peran yurisprudensi sangat
penting dalam replik, mengigat kedudukanya adalah salah satu dari
sumber hukum. Dalam replik penggugat dapat mengajukan hal-hal
baru untuk menguatkan dalial gugatanya.

5) Duplik
Duplik berarti jawaban tergugat atas replik penggugat.Dengan
demikian isi dari duplik yaitu mengenai dalil-dalil yang dapat
menguatakan jawaban tergugat, pada duplik penggugat masih dapat
mengemukakan dalil-dalil baru tentang bantahan terhadap gugatan,
atau sekedar untuk menguatkan dalil-dalil bantahanya.

6) Pembuktian
Proses selanjutnya yaitu pembuktian, dimana pembuktian
merupakan suatu proses pengungkapan fakta-fakta yang menyatakan
bahwa suatu peristiwa hukum sudah terjadi. Dalam pembuktian juga
harus memenuhi asas-asas pembuktian, apa yang harus dibuktikan,
apa yang tidak perlu dibuktikan, siapa yang harus membuktikan dan
pengungkapan fakta-fakta oleh kedua belah pihak seperti yang telah
dikemukakan dalam pasal 164 HIR yang mengatur tentang macam-
macam alat bukti yaitu ; tulisan, saksi, pengakuan, persangkaan,
sumpah, dan pemeriksaan ditempat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

7) Kesimpulan
Tahap selanjutnya dalam proses pemeriksaan perkara
pengadilan negeri yaitu kesimpulan dari penggugat dan tergugat
hingga menjadi putusan hakim, yang karena fungsinya membantu
hakim dalam mengambil keputusan dan melengkapi dasar hukum
yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. Pengadilan dalam
mempertimbangkan perkara yang dihadapi perlu menggunakan semua
kaidah hukum yang berlaku bagi perkara itu karena pengadilan
mengetahui dasar hukumnya.

8) Putusan Hakim
Dalam hal ini, pengadilan melengkapi dasar hukumnya karena
pengadilan mengetahui bahwa menurut hukum materiil (perjanjian
hutang-piutang) orang yang berhutang wajib untuk membayar
hutangnya. Jenis-jenis putusan pengadilan ada 2 yaitu :
1) Putusan sementara
Sebelum menjatuhkan putusan akhir, pengadilan
menjatuhkan putusan sementara yang berfungsi untuk
memungkinkan dan memudahkan kelanjutan pemeriksaan perkara
seterusnya.
2) Putusan akhir
Hukum acara perdata mengatur putusan akhir menjadi tiga
jenis yaitu putusan kondemnator (condemnatoir vonnis,
condemnatory verdict), putusan deklarator (declaratoir vonnis,
declaratory verdict), dan putusan konstitutif (constitutief vonnis,
constitutive verdict) (Abdulkadir Muhammad, 2008 : 163-164).

Terhadap putusan yang telah dijatuhkan oleh hakim, ada dua


kemungkinan yaitu para pihak yang bersengketa menerima putusan atau
merasa tidak puas terhadap putusan tersebut sehingga mengajukan upaya
hukum yang merupakan hak yang diberikan oleh undang-undang seperti
verzet, banding, kasasi dan peninjauan kembali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

3. Tinjauan Umum tentang Sita Jaminan Sebagai Upaya Menjamin Gugatan


Penggugat
a. Pengertian Sita Jaminan
Sebelum membahas sita jaminan lebih lanjut di dalam Jurnal Et Pax
(jurnal Ilmu Hukum) disebutkan bahwa jaminan bukanlah prestasi pokok
dalam suatu perikatan, jaminan baru akan muncul dan mempunyai arti
penting pada saat debitur tidak dapat berprestasi dengan baik atau pada
saat debitur tidak mencukupi guna melunasi semua hutang-hutangnya
(Ismantiningsih, 2009 : 63).

Berdasar hal tersebut diatas terlihat betapa krusialnya fungsi jaminan


di dalam suatu hubungan hutang piutang, mengingat adanya kemungkinan
debitur untuk melakukan wanprestasi serta jangka waktu pinjaman yang
relatif panjang mengakibatkan semakin tingginya resiko-resiko yang
mungkin akan terjadi. Ketika debitur melakukan wanprestasi, jaminan
tersebut dapat dilakukan penyitaan oleh Pengadilan untuk menjamin hak
dari kreditur.

Di dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu


disertai jaminan harta kekayaan debitur. Dalam pasal 1131 dan 1132
KUHPerdata dinyatakan bahwa semua harta kekayaan debitur baik
bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan
ada, menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur.

Pengertian penyitaan itu sendiri terdapat dalam jurnal internasional


New York Law Online, yang menyatakan sebagai berikut : Confiscation
means a penalty or a mesure, ordered by a court following proceedings in
a relatio to a criminal offence or criminal offences resulting in the final
depriva Robert Golobinek, 2006 : 12). (Penyitaan berarti
hukuman atau tindakan, yang diperintahkan oleh pengadilan mengikuti
proses dalam kaitannya dengan kejahatan yang mengakibatkan
perampasan properti).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

Secara yuridis, pengertian sita jaminan adalah sita yang merupakan


upaya hukum yang diambil oleh pengadilan sebagai tindakan yang
mendahului pemeriksaan pokok perkara ataupaun mendahului putusan (R.
Soeparmono, 1997 : 7).
Istilah sita jaminan adalah bahasa yang paling tepat, secara harafiah
maupun yuridis, lebih mendekati makna conservatoir beslag. Sita
yang diletakan baik terhadap harta yang disengketakan maupun
terhadap harta kekayaan tergugat, bertujuan untuk memberi jaminan
kepada pengguagat, harta yang disengketakan atau harta milik
tergugat, tetap ada dan utuh, sehingga sita itu memberi jaminan
illusoir

Harahap, 1987 : 3).

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sita


jaminan merupakan suatu upaya hukum yang dilakukan pengadilan
bertujuan untuk melindungi pemenuhan hak kreditur yang berada pada
jaminan milik debitur.

b. Jenis-jenis Sita Jaminan


Sita jaminan dimaksudkan guna menjamin kepentingan penggugat
agar terjamin haknya sekiranya gugatannya dikabulkan nanti dan undang-
undang menyediakan upaya untuk menjamin hak tersebut, yaitu dengan
penyitaan. Sita Jaminan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1) Sita jaminan (conservatoir beslag) atau sita jaminan terhadap barang
milik debitur
Sita jamianan berarti menyita barang milik tergugat untuk menjamin
pembayaran hutang, diatur dalam pasal 227 ayat (1) HIR, pasal 261
ayat (1) RBG atau pasal 720 Rv. (M.Yahya Harahap, 2010 : 339)
2) Sita revindikasi (revindikatoir beslag) atau sita jaminan terhadap
barang miliknya sendiri
Sita revindikasi mempunyai perbedaan disbanding sita jaminan,
perbedaan tersebut terutama terletak pada obyek barang sitaan dan
kedudukan penggugat atas barang tersebut yang dikuasai oleh pihak
lain tanpa hak. (M.Yahya Harahap, 2010 : 326)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

c. Syarat-Syarat dan Ciri-Ciri Sita Jaminan


Di dalam pelaksanaan sita jaminan terdapat beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi, menurut R.Soeparmono syarat-syarat sita jaminan
adalah sebagai berikut :
1) Dilakukan oleh panitera pengadilan negeri, jika berhalangan,
digantikan oleh seorang yang cakap dan dapat dipercaya, dari
pejabat yang ditujuk ketua pengadilan negeri;
2) Di tempat letaknya barang yang akan disita;
3) Dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi, dengan menyebutkan nama,
pekerjaan dan tempat tinggalnya, serta turut menandatangani berita
acara sita jaminan;
4) Membuat berita acara sita jaminan;
5) Hadirnya kepala desa/kelurahan setempat serta mengumumkannya
kepada khalayak ramai disitu;
6) Untuk barang tidak tetap (Ps. 197 HIR, Ps. 208 Rbg): agar barang
disimpan tergugat di tempat barang terletak;
7) Untuk barang tetap (Ps. 197, 198, 199 HIR, Ps. 208, 213, 214 Rbg):
misalnya tanah atau tanah dan rumah, maka penyitaan itu harus
dicatat pada buku induk (tanah) pada kantor badan pertanahan
setempat;
8) Hendaknya sita juga dicatat di buku khusus pengadilan negeri;
9) Memerintahkan kepada tersita agar barang yang disita tetap
dipegang atau dikuasai saja, sekedar ditujuk sebagai pengawas, agar
tidak beralih ke orang lain
(R.Soeparmono, 1997 : 26-27).

Terdapat beberapa ciri-ciri sita jaminan, menurut R.Soeparmono sita


jaminan terdapat kekhususan yang dapat dikategorikan sebagai berikut :
1) Sebagai tindakan hukum pendahuluan dan jaminan, guna menjamin
hak-hak penggugat;

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

2) Obyeknya ialah semua barang milik tergugat, dapat barang berwujud


atau tak berwujud atau barang tetap atau tidak tetap;
3) Sita hanya diletakan atas jenis sengketa : wanprestasi, tuntutan ganti
rugi, hutang piutang;
4) Adanya pembatasan-pembatasan dan larangan-larangan tertentu
dalam sita jaminan;
5) Tujuan dari sita jaminan ialah, agar kemenangan pengugat dapat
dinikmati sebagaimana mestinya pada saatnya kelak putusan
Pengadilan tersebut dapat dijalankan, dan setelah mempunyai
kekuatan hukum tetap;
6) Dalam sita jaminan hak milik masih tetap pada Tergugat, ia hanya
kehilangan kewenangan untuk menguasainya;
7) Dalam pelaksanaan sita jaminan, harus dimulai disita jenis barang-
barang tidak tetap lebih dahulu, kemudian dari barang-barang tidak
tetap dan jika tidak mencukupi, barulah disita barang-barang tetap;
8) Sita jaminan hanya dapat dikabulkan oleh pengadilan pada waktu,
selama proses persidangan berjalan (sebelum putusan dijatuhkan);
9) Jika disita barang tetap berupa tanah, maka harus dicatat dalam
Berita Acara Sita Jaminan serta didaftarkan pada Kantor Badan
Pertanahan setempat.
10) Setelah sita jaminan dikabulkan dan dinyatakan sah dan berharga
dalam putusan pengadilan, setelah mana mempunyai titel
eksekutorial, lalu beralih menjadi sita eksekutorial, setelah putusan
mempunyai kekuatan hukum tetap dan putusan dapat dilaksanakan
(R.Soeparmono, 1997 : 15-17).
d. Alasan Sita Jaminan Dikabulkan atau Ditolak
Dalam suatu gugatan permohonan sita jaminan dapat dikabulkan
atau ditolak, itu bersangkut-paut dengan segi sifat penyitaan, maka sifat
penyitaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Bersifat Permanen
Apabila sita jaminan itu kelak dilanjutkan dengan:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

a) Perintah menyerahkan langsung kepada penggugat, karena


perkaranya dikabulkan, berdasarkan putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, atau
b) Apabila dilakukan penjualan lelang di muka umum atas barang
yang telah disita tersebut.

2) Bersifat Temporer
Apabila Majelis Hakim memerintahkan pengangkatan sita, karena
alasan:
a) Dengan surat penetapan : diperintahkan sita jaminan untuk
diangkat, pada saat proses persidangan berlangsung.
b) Dapat diangkat sita jaminan tersebut sekaligus pada saat
menjatuhkan putusan (dalam amar putusan), misalnya : apabila
gugatan penggugat ditolak.
(R.Soeparmono, 1997 : 13-14).

e. Larangan Sita Jaminan

Pembatasan atas obyek barang sitaan harus dihubungkan dengan


sifat atau jenis gugatan, jadi sepintas memang tidak ada pembatasan.
Tetapi apabila masalah persitaan dihubungkan secara konkrit dengan sifat
perkara baru timbul masalah klasifikasi dan pembatasan jangkauan barang
yang menjadi obyek persitaan. Dalam Pasal 227 ayat (1) HIR jo Pasal 197
ayat (8) HIR atau Pasal 261 ayat (1) RBG jo Pasal 211 RB secara garis
besar dapat diterangkan sebagai berikut :
1) Pada prinsipnya penyitaan dapat menjangkau semua harta milik
kekayaan tergugat sesuai dengan kepentingan yang hendak dipenuhi
gugatan;
2) Dan obyek harta kekayaan milik terguagat meliputi jenis barang:
a) Barang bergerak dan tidak bergerak
b) Yang berwujud maupun benda yang tak berwujud

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

Di dalam prinsip tersebut, pelaksanaan penyitaan Pasal 197 ayat (8)


HIR atau Pasal 211 RBG, secara tidak langsung telah memberikan
klasifikasi dan pembatasan. Acuan pembuatan yang dimaksud dapat
dirinci sebagai berikut :
1) Dahulukan pensitaan barang bergerak.
a) Yang pertama disita ialah barang yang bergerak
Apabila nilai barang bergerak diperkirakan telah mencukupi jaminan
jumlah tagihan yang dituntut penggugat dalam gugatan, pensitaan
harus dihentikan sampai disitu.
b) Bila barang yang bergerak tidak mencukupi, pensitaan baru
diperbolehkan terhadap barang yang tidak bergerak.

2) Pensitaan tidak boleh melampaui jumlah tagihan.


Kejadian pensitaan yang melampaui jumlah tagihan yang digugat,
sering dijumpai dalam praktek. Hakim dan jurusita tidak mau tahu
apakah jumlah nilai barang yang disita sudah cukup menjamin besarnya
jumlah tagihan hutang.
(M.Yahya Harahap, 1987 : 73).

Pada dasarnya penyitaan memiliki ketentuan yaitu bahwa penyitaan


harus mendahulukan benda bergerak terlebih dahulu, apabila tidak
mencukupi nilai hutangnya maka benda bergerak baru dapat disita dan
barang yang disita tidak boleh melebihi jumlah hutang yang harus
dipenuhi.

Sebuah upaya sita bukan merupakan akhir dari suatu upaya hukum
seperti yang tercantum di dalam Jurnal Hukum Bisnis yaitu bahwa
penyitaan jangan sampai menghentikan usaha tergugat (prinsip
rijdendebeslag) sementara itu hendaknya pengertian sita yang diletakkan
di pengadilan adalah sita jaminan (conservatoir beslag) setelah putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap maka statusnya

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

menjadi sita eksekusi (eksecutorial beslag), disusun penjualan atau lelang


(Heru Soepraptomo, 2007 : 54).

Seperti yang terdapat dalam jurnal internasional, New Law Journal


sebagai berikut :

The court retains the jurisdiction to stay an application for


co
That power exists where it would be oppressive to seek confiscation.
It is not sufficient to establish oppression (and thus abuse of process)
that the effect of a confiscation order will be to extract from a
defendant a sum greater than his profit from his crime (Rv.
Morgan, 2008 : 13)

(Pengadilan mempertahankan yurisdiksi untuk tinggal aplikasi untuk


penyitaan mana jumlah ke penyalahgunaan proses pengadilan.
Kekuatan yang ada di mana itu akan menindas untuk mencari
penyitaan. Hal ini tidak cukup untuk menetapkan penindasan (dan
dengan demikian penyalahgunaan proses) bahwa efek dari perintah
perampasan akan mengekstrak dari terdakwa jumlah yang lebih
besar dari keuntungannya dari kejahatannya)

Di dalam prakteknya ada beberapa barang tetap maupun tidak tetap


yang tidak dapat disita, yaitu :
1) Hewan atau alat yang dipergunakan sebagai pencaharian;
2) Barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum dan tidak
diperjual belikan seperti : pesantren, wakaf, sekolahan, gedung dan
lain-lain milik pemerintah;
3) Barang-barang milik pemerintah atau negara yang memang karena sifat
dan tujuannya tidak untuk diperdagangkan;
4) Barang-barang yang belum ada, yang masih akan ada atau kemudian
akan ada;
5) Dalam Yurisprudensi :
a) Sita jaminan atas rumah bangunan yang dipakai praktek dokter,
karena termasuk alat untuk mencari nafkah;
b) Atas hutang perseroan terbatas tidak dapat dilakukan sita jaminan
terhadap harta pribadi direkturnya;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

c) Sita jaminan tidak dapat dilakukan terhadap barang milik pihak


ketiga;
d) Barang yang sudah dijaminkan kepada bank, tidak dapat dibenarkan
conservatoir beslag
(R.Soeparmono, 1997 : 23-25).

f. Sita Penyesuaian
1) Pengertian Sita Penyesuaian (Vergelijkende Beslag)

Putusan Mahkamah Agung-RI tanggal 19 Agustus 1982, No.


1326K/Sip/81, menyatakan sita penyesuaian adalah penyitaan barang
yang telah disita dalam perkara lain atau telah dijaminkan kepada
orang lain atau telah di sita eksekusi hanya bisa dikenakan
vergelijkende beslag (sita penyesuaian) dengan jalan mencatatnya
dalam berita acara bahwa barang-barang tersebut sudah disita
(dijaminkan). Dalam Putusan Mahkamah Agung-RI tanggal 31 Mei
1985, No. 394 K/Pdt/1984, mengatakan bahwa barang-barang yang
sudah dijaminkan hutang tidak dapat dikenakan sita (NN, 1997 : 30).

Salah satu prinsip yang terpenting dan sangat fundamental pada


sita jaminan ialah asas yang menegaskan : Terhadap barang yang sama
dan dalam waktu yang bersamaan hanya boleh satu kali diletakkan sita
jaminan, dengan kata lain barang yang diatasnya telah diletakkan sita
jaminan (conservatoir beslag), pada waktu yang bersamaan tidak boleh
di sita untuk kedua kalinya. Prinsip lain yang perlu mendapatkan
perhatian yaitu, asas yang melarang penyitaan terhadap barang yang

tersebut, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :


a) Pada saat yang bersamaan terhadap suatu barang hanya boleh disita
satu kali dan tidak boleh meletakan sita jaminan terhadap barang
yang sedang diagunkan dalam waktu yang bersamaan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

b) Permintaan sita yang kedua harus ditolak dan permohonan sita


jaminan terhadap barang yang sedang dibebeani agunan harus
ditolak.
c) Yang dapat dikabulkan terhadap permohonan sita hanya yang
kedua adalah sita penyesuaian (vergelijkende beslag)
(M.Yahya Harahap, 1987 : 133).

Berdasarkan uraian diatas, vergelijkende beslag dapat dialih


bahasakan dengan sita penyesuaian yang artinya sita yang melekat sita
jaminan, menyesuaikan diri terhadap sita jaminan yang terdahulu atau
permohonan sita jaminan terhadap barang yang secara nyata sudah
diagunkan terhadap pihak ketiga, menyesuaikan diri dengan
pengagunan yang sudah ada. Bisa dikatakan juga permohonan sita
terhadap barang yang sudah disita atau terhadap barang yang sudah
diagunkan, maka pada waktu yang bersamaan, permohonan sita
tersebut disejajarkan dengan sita jaminan atau agunan yang telah ada.

Pengertian sita penyesuaian berlaku terhadap semua jenis sita


dan agunan. Tidak hanya berlaku pada sita jaminan (conservatoir
beslag) tetapi berlaku juga terhadap sita eksekusi (eksekutorial beslag).
Jika terhadap barang yang dimintakan sita jaminan susdah diletakkan
sitan jaminan atau sita eksekusi, dilarang untuk mengabulkan dan
melaksanakan sita untuk kedua kalinya. Yang dapat dibenarkan ialah
sita penyesuaian (vergelijkende beslag).

2) Manfaat Sita Penyesuaian (Vergelijkende Beslag)

Adapun manfaat dari sita penyesuaian sendiri yaitu ketika ada


larangan terhadap barang yang sedang diagunkan, bila barang yang
hendak disita pada waktu yang bersamaan sedang dijadikan sebagai
agunan. Jika terjadi keadaan yang demikian, maka permintaan sita
jaminan harus ditolak, dan yang dibenarkan hukum hanya tindakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

Sita Penyesuaian atau vergelijkende beslag . Hal ini sesuai dengan


pendapat dari M.Yahya Harahap sebagai berikut :

Sita penyesuaian atau vergelijkende beslag berlaku terhadap


semua jenis sita dan agunan. Dia tidak hanya berlaku terhadap
sita jaminan (conservatoir beslag), tapi berlaku juga terhadap
sita eksekusi (eksekutorial beslag). Jika terhadap barang yang
dimintakan sita jaminan dan sudah diletakan sita jaminan atau
sita eksekusi, dilarang untuk mengabulkan dan melaksanakan
sita untuk kedua kalinya. Yang dapat dibenarkan adalah
tindakan sita penyesuaian atau vergelijkende (Yahya
Harahap, 1987 : 137).

Berdasarkan uraian diatas, maka sita penyesuaian atau


vergelijkende beslag mempunyai manfaat sebagai upaya dalam
melindungi kreditur dari niat tidak baik debitur yang mejaminkan atau
mengagunkan barang atau objek yang sama untuk dijadikan jaminan
atau agunan atas hutangnya yang lebih dari dua tempat yang berbeda.
Apabila sita jaminan dibiarkan begitu saja atau tidak adanya sita
penyesuaian maka debitur akan dapat leluasa untuk menjaminkan
barang di berbagai tempat yang berbeda, sementara debitur tidak dapat
memenuhi kewajibannya untuk membayar hutang-hutangnya dalam
waktu yang bersamaan, maka akan menimbulkan pertemuan masalah
sita jaminan dengan satu objek jaminan yang sama oleh beberapa
kreditur yang berbeda-beda. Karena jika melihat dari peraturan yang
mengatur mengenai sita jaminan, bahwa barang yang sudah
dijaminankan hanya boleh diletakan sita jaminan satu kali saja dan
akan ditolak sita jaminan untuk yang kedua kalinya, sehingga kreditur
akan sangat dirugikan.

Menghindari kejadian ini maka diaturlah sita penyesuaian atau


vergelijkende beslag, yang merujuk pada salah satu putusan
Mahkamah Agung tertanggal 19 Agustus 1982 No. 1326 K/Sip/1981.
-
conservatoir beslag telah di-conservatoir beslag dalam perkara lain
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

atau telah dijaminkan kepada orang lain atau telah dieksekutorial


beslag, pengadilan negeri hanya dapat melakukan vergelijkende beslag
dengan jalan mencatat dalam berita acara bahwa yang bersangkutan
sudah di-conservatoir beslag atau dijaminkan.

3) Pelaksanaan Sita Penyesuaian (Vergelijkende Beslag)

Sita penyesuaian yang bisa diartikan sebagai pemohon sita


jaminan yang menyesuaikan diri kepada sita jaminan terdahulu, atau
permohonan sita terhadap barang yang secara nyata diagunkan kepada
pihak ketiga, menyesuaikan diri dengan pengagunan yang telah ada.
Dapat juga dikatakan sebagai permohonan sita jaminan terhadap
barang yang sudah disita atau terhadap barang yang sudah diagunkan,
maka pada waktu yang bersamaan, permohonan sita tersebut
disejajarkan bersamaan dengan sita jaminan atau agunan yang telah
ada.

Pelaksanaan sita penyesuaian ini memerlukan suatu keputusan


yang adil dari lembaga hukum yang berwenang. Pihak-pihak yang
merasa dirugikan akibat hubungan perjanjian hutang piutang ini dapat
meminta keputusan yang adil melalui pengadilan negeri untuk
memutuskan suatu sita penyesuaian terhadap barang tidak bergerak
yang diagunkan atau dijaminkan di bank. Melalui putusan hakim
pengadilan negeri, maka hakim akan memerintahkan kepada jurusita
tugasnya sesuai pasal 65 Undang-Undang Nomor 49 tahun 2009
tentang Peradilan Umum yaitu :
a) Melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh ketua sidang.
b) Menyampaikan pengumuman-pengumuman, teguran-teguran,
protes-protes dan pemberitahuan atau panggilan menurut cara-cara
berdasarkan undang-undang.
c) Melakukan penyitaan yang salinan resminya diserahkan kepada
para pihak yang berkepentingan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

Pelaksanaan sita penyesuaian tidak boleh begitu saja oleh


jurusita pengadilan negeri, tetapi harus melalui asas-asas sita
penyesuain yang telah ditetapkan. Yaitu adalah sita jaminan hanya
boleh satu kali pada waktu yang sama. Hal ini sesuai dengan pendapat
dari M.Yahya Harahap sebagai berikut terhadap barang yang sama
dalam waktu yang bersamaan hanya boleh satu kali diletakan sita
jaminan, atau dengan kata lain, barang yang diatasnya telah diletakan
sita jaminan pada waktu yang bersamaan tidak boleh disita untuk
kedua kalinya (NN, 1997 : 23).

Apabila terjadi sita penyesuaian terhadap barang yang


dijaminkan atau diagunkan, dari keputusan Mahkamah Agung
tertanggal 19 Agustus 1982 No.1326 K/Sip/1981 maka tata cara
pelaksanaan sita dapatdisimpulakan sebagai berikut :
a) Pertama, memberi penjelasan tentang pengertian sita penyesuaian,
yakni berupa larangan penyitaan terhadap barang yang sudah
dijaminkan atau diagunkan. Sekaligus pula menjelaskan tentang
upaya hukum yang dibenarkan melayani permohonan sita jaminan
yang demikian melakukan sita jaminan.
b) Kedua, dari putusan tersebut memberi petunjuk tentang tata cara
pelaksanaan sita penyesuaian yang tersirat dalam putusan tersebut
yaitu :
(1) Membuat catatan dalam berita acara.
(2) Isi catatan, penjelasan tentang status barang yang hendak disita
sedang dalam sita jaminan atau dalam keadaan diagunkan.

Jadi dapat dilihat cukup sederhana tata cara pelaksanaan sita


penyesuaian. Tugas pengadilan negeri atau hakim hanya memenuhi
syarat pencatatan saja. Mencatat dalam berita acara tentang keadaan
barang yang hendak disita dalam keadaan barang yang hendak disita
sedang berada dalam sitaan atau agunan kepada orang lain (M. Yahya
Harahap, 1987 : 137-138).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

4) Kedudukan Sita Penyesuaian (Vergelijkende Beslag)


Apabila sita penyesuaian (vergelijkende beslag) telah melekat
pada suatu barang, kedudukan dan hak yang melekekat pada barang
tersebut hanya bersifat :
a) Pencatatan akan permohonan sita jaminan;
b) Pencatatan itu dituangkan pada berita acara sita;
c) Selama sita jaminan terdahulu belum diangkat, kedudukanya
hanya tercatat saja;
d) Tetapi apabila sita jaminan terdahulu diangkat maka sejak tanggal
pengangkatan, status sita penyesuaian dengan sendirinya berubah
menjadi sita jaminan (M. Yahya Harahap, 1987 : 139).

Dari empat sifat diatas dapat digunakan sebagai acuan


kedudukan seseorang penggugat terhadap barang berdasarkan sita
penyesuaian (vergelijkende beslag). Selama sita jaminan atau agunan
masih melekat pada barang penggugat atas dasar sita penyesuaian
hanya bersifat menopang sebagai orang tercatat, akan tetapi apabila
sita jaminan atau agunan telah diangkat kedudukan dari sita
penyesuaian berubah menjadi sita yang definitive. Sebaliknya, apabila
barang tersebut dieksekusi guna memenuhi kepentingan pemegang
sita atau pemegang agunan yang telah ada, pemegang sita penyesuaian
tidak bisa berbuat apa-apa.

Dalam hal hak pemegang sita penyesuaian, hampir sejalan


dengan kedudukan yang telah dijelaskan diatas yaitu :
a) Hak penuh atas barang sebagai pemegang sita jaminan, lahir
apabila sita atau agunan telah diangkat
b) Apabila barang tersebut dilelang eksekusi, hak pemegang sita
penyesuaian sebatas besar sisa harta yang ada
c) Pemegang sita penyesuaian tidak mempunyai hak yang
berimbang (fond-fond gewijs) atas hasil penjualan barang
(M. Yahya Harahap, 1987 : 140).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat menjelaskan


bahwa pemegang sita penyesuaian tidak mempunyai hak yang
berimbang atas barang yang dijaminkan atau agunkan. Pemegang
jaminan atau agunan terdahulu (yang sudah ada) mendapat prioritas
yang utama, sedang pemegang sita penyesuaian hanya berhak
mendapat sisa kelebihan setelah dipenuhi dengan cukup hak dan
kepentingan sita atau agunan terdahulu. Jika sisanya tidak ada,
pemegang sita penyesuaian tidak mempunyai arti apa-apa. Oleh karena
itu perlu adanya kewaspadaan bagi semua pihak yang hendak
melakukan perjanjian dengan memeriksa apakah status barang sudah
dijaminkan atau diagunkan, untuk menghindari terjadinya pembebanan
sita lebih dari satu kali pada obyek yang sama yang telah dijaminkan
atau diagunkan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

B. Kerangka Pemikiran

Perjanjian
(KUHPerdata)

Kreditur (1) Kreditur (2)


Bank Debitur Perorangan

Wanprestasi
Apabila terjadi
sengketa
Terjadi
Sengketa
Gugatan

Proses
Pemeriksaan

Sita Jaminan
(Conservatoir
Beslag)

Sita Penyesuaian
(Vergelijkende Beslag)

Gambar 2 : Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran ini memberikan gambaran mengenai alur berpikir


penulis. Di dalam buku III KUHPerdata mengatur mengenai perjanjian.
Dimana perjanjian dapat berlaku sebagai Undang-undang bagi kedua belah
pihak yang melakukan perjanjian, jika salah satu pihak tidak memenuhi
prestasi maka timbulah wanprestasi, sehingga dalam kasus ini kreditur merasa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

dirugikan dan kemudian melakukan upaya hukum yaitu mengajukan gugatan


kepada debitur untuk memenuhi prestasi berupa pelunasan hutang-hutangnya
kepada kreditur yang tidak kunjung dilunasi sampai batas waktu yang telah
disepakati keduanya, jelas hal ini dapat merugikan pihak kreditur. Untuk
menanggulanginya pihak kreditur menagajukan ke pengadilan negeri gugatan
wanprestasi kepada debitur untuk melunasi hutang-hutangnya.

Di dalam pelaksanaan gugatan pihak kreditur mengajukan sita jaminan


terhadap milik tergugat (debitur) yaitu sebidang tanah, namun ternyata obyek
sebidang tanah tersebut telah di jaminkan atau agunkan terlebih dahulu di
bank swasta sebelum debitur meminjam uang kepada kreditur, maka sita
jaminan tidak bisa dilakukan untuk yang kedua kali seperti dalam putusan
Mahkamah Agung-RI tanggal 31 Mei 1985, No. 394 K/Pdt/1984, mengatakan
bahwa barang-barang yang sudah dijaminkan hutang tidak dapat dikenakan
sita, tetapi pada salah satu putusan mahkamah agung tertanggal 19 Agustus
1982 No. 1326 K/Sip/1981. Putusan tersebut menegaskan jika barang yang
hendak di jaminkan telah di jaminkan dalam perkara lain atau telah
dijaminkan kepada orang lain, pengadilan negeri hanya dapat melakukan
vergelijkende beslag dengan jalan mencatat dalam berita acara bahwa yang
bersangkutan sudah dijaminkan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian hukum yang penulis lakukan mengenai pelaksanaan sita


penyesuaian (vergelijkende beslag) di Pengadilan Negeri Surakarta Studi Kasus
Sengketa Perdata Nomor : 66/Pdt.G/2009/PN.Ska. Di dalam Bab III ini penulis
akan menyajikan hasil penelitian dan pembahasan yang akan menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya.

A. Hasil Peneltian

Hasil penelitian yang diperoleh ketika melakukan penelitian, akan penulis


sajikan dalam Bab III. Penelitian dilakukan terhadap sengketa perdata Nomor :
66/Pdt.G/2009/PN.Ska., maka sebelumnya terlebih dahulu dapat diuraikan data-
data dari berkas perkara tersebut yang meliputi :

1. Nomor Perkara
2. Identitas Para Pihak
3. Duduk Perkara
4. Obyek Sengketa
5. Proses Pemeriksaan Perkara
6. Pertimbangan Hukum
7. Amar Putusan

Data - data yang disajikan dalam sengketa ini adalah sebagai berikut :

1. Sengketa Perdata Nomor 66/Pdt.G/2009/PN.Ska.


2. Identitas para pihak

Bapak H, yang merupakan pekerja swasta, beralamat di Langenharjo


RT 02 RW 07, Kelurahan Langenharjo, Grogol, Sukoharjo, yang dalam hal
ini diwakili oleh : Tri Prasetyo, SH. MH dan Suryadi, SH, Advokat yang

commit to user

40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

beralamat di jalan Kol. Sugiyono No.9 Surakarta, Berdasarkan Surat Kuasa


Khusus tertanggal 13 April 2009 Sebagai Penggugat.

MELAWAN
a. Bapak JTL alias BL, Pekerjaan wiraswasta, alamat Jalan Sungai Kapuas
No.22 RT 06 RW 07, Kelurahan Kedunglumbu, Kecamatan Pasar Kliwon,
Surakarta; Sebagai Tergugat I.
b. Ny. LSI alias S, Pekerjaan ibu rumah tangga, Alamat Jalan Sungai Kapuas
No. 22 RT 06 RW 07, Kelurahan Kedunglumbu, Kecamatan Pasar
Kliwon, Surakara ; Sebagai Tergugat II.

3. Duduk Perkara

Bapak JTL alias BL atau Tergugat I dan Ny. LSI alias S atau Tergugat
II adalah sepasang suami istri yang pada tahun 2008 berhutang sejumlah uang
kepada Bapak H atau Penggugat secara bertahap dengan perjanjian tidak
tertulis, melalui perantaraan saudara SW. Uang tersebut telah diserahkan oleh
Penggugat kepada para Tergugat secara bertahap, hingga akhirnya hutang
tersebut pada tanggal 2 Desember 2008 berjumlah Rp.130.000.000.- (seratus
tiga puluh juta rupiah). Dari sejumlah hutang tersebut, rencana akan
dijanjikan dibayar dengan dua buah Bilyet Giro atau cek mundur yaitu :

a. Bilyet giro atau cek mundur Bank Bumi Arta No.BD 098011
tertanggal 22 Desember 2008 sebesar Rp.50.000.000.- (lima puluh
juta rupiah). Dari bilyet giro ini dalam perjalanannya para Tergugat
telah membayar kepada Penggugat sebesar Rp.20.000.000,- (dua
puluh juta rupiah) sehingga kekurangnnya tinggal Rp.30.000.000,-
(tiga puluh juta rupiah);
b. Cek (mundur) Bank Bumi Arta No. CA 494893 tertanggal 3 April
2009 sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah), maka hutang
para Tergugat sampai dengan tanggal 2 Desember 2008 adalah
sebesar Rp. 130.000.000,- (seratus tiga puluh juta rupiah). Untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

menjamin hutang piutang tersebut, kedua belah pihak sepakat


untuk mewujudkan dalam bentuk tertulis atau akta agar lebih
berkekuatan hukum, maka pada tanggal 2 Desember 2008,
Penggugat dan Tergugat I telah menghadap di depan Notaris
Doddy Irawan Nusantara, SH untuk mengadakan perjanjian tertulis

dengan Akta Notaris Doddy Irawan Nusantara , SH No. 06


tertanggal 2 Desember 2008. Disepakati sebelumnya secara lisan,
bahwa semua kewajiban hutang Tergugat II dialihkan menjadi
tanggung jawab dan akan diatasi oleh Tergugat I sebagai kepala
rumah tangga.

Pihak Tergugat I telah bersedia dan diharuskan untuk mengembalikan


hutangnya beserta seluruh kewajibannya berdasarkan akta notaris tersebut,
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 4 (empat) bulan terhitung dari
penandatanganan akta notaris tersebut, atau harus lunas pada tanggal 2 April
2009, jangka waktu tidak dapat diperpanjang dengan alasan apapun juga
kecuali dengan persetujuan atau kesepakatan kedua belah pihak.

Pihak Tergugat I juga bersedia dengan suka rela untuk memberikan


imbalan jasa atau bunga kepada Pihak Penggugat sebesar Rp.2.900.000,-
(dua juta sembilan ratus ribu rupiah) setiap bulan. Imbalan jasa tersebut akan
diantarkan ketempat kediaman pihak Penggugat setiap bulan selambat-
lambatnya setiap tanggal 12 (dua belas) setiap bulannya. Semua pembayaran
berdasarkan perjanjian tersebut harus dibuktikan dengan kwitansi yang
ditandatangani oleh pihak Penggugat.

Pihak Tergugat I sejak tanggal 12 Desember 2008 maupun tanggal 2


April 2009 (batas waktu pengembalian hutang) bahkan hingga gugatan ini
dibuat (14 April 2009) tidak memberikan pengembalian pokok hutang
maupun imbalan jasa atau bunga yang disepakati yaitu sebesar Rp.
2.900.000,- (dua juta sembilan ratus rupiah) setiap bulan sebagaimana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

diperjanjikan diatas. Dengan ini Penggugat merasa dirugikan oleh Tergugat,


bahkan bilyet giro dan cek yang telah diserahkan kepada Penggugat setelah
diuangkan pada saat jatuh temponya ternyata tidak dapat diuangkan atau
dicairkan. Keduanya ditolak oleh bank dengan alasan saldo tidak cukup dan
rekening ditutup.

Dengan kelalaian pihak Tergugat I atas kewajibannya tersebut diatas,


apalagi hingga kini tidak ada jawaban atau tanggapan apapun, sudah cukup
terbukti adanya lewat waktu tanggal 2 April 2009, sehingga sebenarnya sudah
tidak perlu dibuktikan dengan surat peringatan atau apapun bentuknya, pihak
Penggugat sudah berhak untuk menagih hutangnya kepada Pihak Tergugat I
baik hutang pokok maupun jasa atau bunganya, dengan seketika dan
sekaligus. Hal ini disebabkan oleh karena pihak Tergugat I sudah tidak
menepati isi Perjanjian sebagaimana disebutkan di dalam pasal 2, 3, 4 dan 5
akta notaris tersebut.

Dilihat dari beberapa uraian dan dalil-dalil diatas, telah terbukti bahwa
para Tergugat telah melakukan wanprestasi dan tentunya berkewajiban untuk
melakukan pembayaran kembali berikut dengan segala kerugian yang timbul
dari adanya ingkar janji atau wanprestasi tersebut, atau karena tidak
dipenuhinya kewajiban Tergugat I tersebut. Atas kelalaian para Tergugat,
maka para Tergugat (sebagai suami isteri) secara tanggung renteng
diwajibkan untuk membayar kembali hutangnya kepada Penggugat uang
sejumlah Rp.130.000.000,- (seratus tiga puluh juta rupiah) secara tunai dan
sekaligus beserta jasa atau bunga sebesar Rp.2.900.000,- (dua juta sembilan
ratus ribu rupiah) setiap bulan , dan seluruh keugian yang timbul akibat tidak
dibayarnya hutang tersebut, terhitung sejak tanggal 2 Desember 2008 hingga
perkara ini dieksekusi.

Sesuai dengan janji Tergugat I dalam Pasal 6 yang menyatakan bahwa


apabila Tergugat I tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya maka ia
sanggup untuk menyerahkan asetnya kepada Penggugat untuk dijual, begitu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44

pula agar supaya pembayaran terhadap seluruh hutangnya, dapat diletakkan


sita jaminan (conservatoir beslag) atas harta milik para Tergugat yaitu :

a. Sebuah tanah sawah Sertifikat Hak Milik No.564/Karangpandan, atas


nama BL (Tergugat I) seluas ± 5340 m2 terletak di Kelurahan
Karangpandan, Karanganyar dengan batas-batas :
Sebelah Utara : Jalan dan selokan
Sebelah Timur : Sawah milik Sadiyo
Sebelah Selatan : Jalan
Sebelah Barat : Sawah milik Darjosardi
b. Sebuah tanah dan bangunan yang ada diatasnya sebagaimana tercatat
dalam Sertifikat Hak Milik No.993/Kedunglumbu, seluas ± 476 m2
atas nama JTL alias BL (Tergugat I) dengan batas-batas :
Sebelah Utara : Jalan Sungai Kapuas
Sebelah Timur : HGB No.234 dan HM No. 758
Sebelah Selatan : Jalan Sungai Barito
Sebelah Barat : HGB No.511 dan HGB No. 140
Terletak di Jalan Sungai Kapuas No.22 Rt.06 Rw.07 Kelurahan
Kedunglumbu, Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta.

Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, maka Penggugat mohon


kepada Ketua Pengadilan Negeri Surakarta agar menerima, memeriksa
perkara ini, dengan menjatuhkan putusan sebagai berikut :

PRIMAIR :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.

2. Menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslag) yang telah
dilakukan oleh Pengadilan Negeri Surakarta terhadap :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

a. Sebuah tanah sawah Sertifikat Hak Milik No.564/Karangpandan, atas


nama BL (Tergugat I) seluas ± 5340 m2 terletak di Kelurahan
Karangpandan, Karanganyar
b. Sebuah tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Sungai Kapuas No.22
Rt.06 Rw.07 Kelurahan Kedunglumbu, Kecamatan Pasar Kliwon,
Surakarta tercatat dalam Sertifikat Hak Milik No.993/Kedunglumbu,
seluas ± 476 m2 atas nama JTL alias BL (Tergugat I).

3. Menyatakan bahwa para Tergugat telah berhutang secara tanggung renteng


kepada Penggugat uang sebesar Rp.130.000.000,-(seratus tiga puluh juta
rupiah)

4. Menyatakan bahwa para Tergugat telah melakukan wanprestasi kepada


Penggugat karena telah tidak membayar hutangnya tersebut pada saatnya
kepada Penggugat.

5. Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar


kembali hutangnya sebesar Rp.130.000.000.- kepada Penggugat secara
tunai dan sekaligus.

6. Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar :

a. Ganti rugi materiil berupa imbalan jasa atau bunga sebesar Rp.
2.900.000.- (dua juta sembilan ratus ribu rupiah) per bulan, terhitung
sejak tanggal 2 Desember 2008 hingga perkara ini dieksekusi oleh
Pengadilan secara tunai dan sekaligus.
b. Ganti rugi biaya penagihan seperti biaya pengacara, dan biaya-biaya
lainnya sebesar Rp.Rp.500.000.000.- (lima puluh juta rupiah) secara
tunai dan sekaligus.

7. Menyatakan putusan ini dapat dijalankan terlebih dahulu (Uit voorbaar bij
vooraad) meskipun ada verzet, banding, kasasi dan upaya hukum lainnya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

8. Menghukum Para Tergugat untuk membayar biaya perkara yang timbul


dalam perkara ini.

SUBSIDAIR :
Menjatuhkan putusan yang seadil-adilnya.

4. Obyek Sengketa
Hutang piutang antara Bapak JTL alias BL atau Tergugat I dan Ny. LSI
alias S atau Tergugat II yang juga sepasang suami istri, pada tahun 2008
berhutang sejumlah uang kepada Bapak H dan memberikan jaminan apabila
tidak dapat melunasi hutangnya, jaminan tersebut berupa sebidang tanah dan
bangunan yang diatasnya sebagaimana tercatat dalam Sertifikat Hak Milik
No.993 / Kedunglumbu, seluas +476 m2 atas nama JTL alias BL (Tergugat I)
yang terletak di Jalan Sungai Kapuas No.22 Rt.06 Rw.07 Kelurahan
Kedunglumbu, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta.

5. Proses Pemeriksaan Perkara

Pada hari sidang yang telah ditetapkan, pihak Penggugat telah datang
menghadap Kuasanya Tri Prasetyo, SH, MH, pihak Tergugat I dan Tergugat II
datang menghadap Kuasanya Bambang Triharyanto, SH. Hakim Pengadilan
Negeri Surakarta mengupayakan proses mediasi, setelah proses mediasi yang
telah ditempuh oleh kedua belah pihak serta pemberitahuan dari Mediator M
Najib Sholeh, SH, tanggal 25 Mei 2009, yang menyatakan bahwa mediasi telah
gagal, maka pemeriksaan perkara dipersidangan dilanjutkan.

Majelis Hakim juga telah mengusahakan perdamaian kepada kedua belah


pihak, namun usaha tersebut tidak berhasil lalu pemeriksaan perkara dimulai
dengan membacakan surat gugatan Penggugat yang isinya tetap dipertahankan
oleh Penggugat.

Atas pembacaan surat gugatan, para Tergugat menyampaikan


jawabannya sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

DALAM EKSEPSI

1. Gugatan Penggugat cacat formil karena subyek hukum tidak lengkap


(Exeptio Plurium Litis Consurtium) yaitu bahwa dalam kasus ini, gugatan
Penggugat tidak lengkap subyek hukumnya dimana SW yang sebagai
perantara hutang piutang tidak diguggat.
2. Gugatan Penggugat tidak jelas dan saling bertentangan perihal subyek
hukum (Obscuur Libele) yaitu menurut akta Notaris yang berhutang kepada
Penggugat adalah Tergugat I saja, namun Tergugat II juga ikut digugat.

DALAM POKOK PERKARA


1. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam eksepsi secara mutatis mutandis
terkutip pula dalam pokok perkara.

2. Pada prinsinya para Tergugat menyangkal seluruh dalil-dalil gugatan


Penggugat kecuali mengenai hal-hal yang dengan tegas diakui
kebenarannya oleh Para Tergugat.

3. Fakta perbuatan hukum hutang piutang dilakukan secara lisan antara


Tergugat II dengan saudara S bukan dengan Penggugat dengan jaminan
Bilyet Giro.

4. Akta Pengakuan Hutang No.6 tanggal 02 Desember 2008 yang dibuat


dihadapan Doddy Irawan Nusantara, SH Notaris yang dilakukan oleh
Tergugat I adalah cacat hukum.

5. Berdasarkan alasan hukum poin 4 tersebut gugatan Penggugat untuk poin 8,


9, 10, 11, 12, dan 13 agar langsung ditolak.

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas Para Tergugat memohon kepada


Majelis Hakim untuk memutuskan :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48

DALAM EKSEPSI

1. Mengabulkan eksepsi tergugat untuk seluruhnya.


2. Menyatakan gugatan penggugat untuk ditolak atau setidak-tidaknya tidak
diterima.

DALAM POKOK PERKARA

1. Menyatakan dalil-dalil sangkalan Para Tergugat cukup beralasan dan dalil-


dalil gugatan Penggugat tidak terbukti dan tidak berdasar hukum karena itu
gugatan haruslah ditolak atau setidak-tidaknya tidak diterima.
2. Menghukum Penggugat untuk membayar semua biaya yang timbul dalam
perkara ini.

Atas jawaban para Tergugat, Penggugat telah menyampaikan repliknya


tanggal 18 Juni 2009 Kemudian para Tergugat mengajukan dupliknya tanggal
25 Juni 2009.

Proses selanjutnya pemeriksaan alat-alat bukti. Alat-alat bukti tertulis


yang digunakan oleh Penggugat untuk menguatkan gugatannya antara lain
sebagai berikut :

1. P1, yaitu foto kopi Akta Pengakuan Hutang yang dibuat dihadapan
Notaris Doddy Irawan Nusantara, SH tanggal 2 Desember 2008, No.06.
2. P2, yaitu foto kopi Cek Bank Bumi Artha Cabang Surakarta No. BD
098011 tanggal 22 Desember 2008 sejumlah Rp 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah).
3. P3, yaitu foto kopi Surat Keterangan Penolakan (SKP) dari Bank Bumi
Artha Surakarta tanggal 23 Desember 2008.
4. P4, yaitu foto kopi Cek Bank Bumi Artha Cabang Surakarta No. CA
494893 tanggal 13 April 2009 sejumlah Rp 100.000.000,- (seratus juta
rupiah).
5. P5, yaitu foto kopi Surat Keterangan Penolakan (SKP) dari Bank Bumi
Artha Surakarta tanggal 13 April 2009.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49

Penggugat juga mengajukan alat-alat bukti selain bukti tertulis yang


berupa surat, yaitu saksi-saksi. Saksi-saksi dari pihak penggugat yang sebelum
memberikan kesaksian, semuanya sudah disumpah sesuai dengan agama
mereka masing-masing, yaitu sebagai berikut :
a. SW

Saksi SW yang mengenal Penggugat dan Para Tergugat sebagai


teman kerja atau rekan kerja sama dalam bisnis. Saksi juga mengetahui
antara Penggugat dan Tergugat II ada hubungan hutang piutang yaitu
Tergugat II berhutang kepada Penggugat yang diberikan secara bertahap
dan diberikan dirumah saksi.

Para Tergugat adalah suami isteri dan punya usaha pembibitan ikan
patin, selain itu Tergugat II juga mengadakan arisan sepeda motor, namun
saksi tidak mengetahui penggunaan uang dari hutang kepada Penggugat
tersebut dipakai untuk apa oleh para Tergugat, karena kalau Tergugat II
butuh uang dia telepon saksi atau datang ke rumah saksi.

Jumlah nominal akhir hutang Tergugat II kepada Penggugat


sejumlah Rp 130.000.000,-(seratus tiga puluh juta rupiah). Saksi pernah
diajak oleh Penggugat dan Tergugat I ke Notaris Doddy Irawan Nusantara
untuk membuat akta pengakuan hutang antara Penggugat dan Tergugat I
sejumlah Rp 130.000.000,- (seratus tiga puluh juta rupiah) dan sampai
sekarang Tergugat I belum mengembalikan hutangnya kepada Penggugat.

b. SR

Saksi SR adalah istri dari saksi SW. Penggugat sering datang ke


rumah saksi SR karena ada hubungan bisnis dengan suami saksi (saksi
SW). Saksi SR mengetahui bahwa antara Penggugat dan para Tergugat
pernah ada perjanjian hutang piutang dan saksi pernah dititipi uang oleh
Penggugat untuk diberikan kepada Tergugat II. Akhir jumlah hutang para
Tergugat kepada Penggugat sebanyak Rp 130.000.000,- (seratus tiga puluh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50

juta rupiah), hal ini saksi ketahui setelah ada akta pengakuan hutang antara
Penggugat dan Tergugat I yang dibuat di notaris, namun sampai saat ini
Tergugat I belum mengembalikan hutangnya kepada Penggugat;

Dalam proses peneriksaan perkara tersebut, para Tergugat tidak


mengajukan alat bukti apapun dipersidangan. Kemudian bersamaan dengan
kesimpulan yang diajukan oleh Penggugat tanggal 11 Agustus 2009, Penggugat
melalui kuasa hukumnya juga mengajukan permohonan sita penyesuaian untuk
mengganti gugatan sita jaminan.

6. Pertimbangan Hukum

Tergugat I mengakui punya hutang kepada Penggugat sejumlah Rp.


130.000.000,-(seratus tiga puluh juta rupiah) dan Penggugat sanggup
mengembalikan selambat lambatnya 4 (empat) bulan terhitung dari penanda
tanganan akta, atau harus lunas pada tanggal 2 April 2009, berdasar dari alat
bukti surat yang diberi tanda P1 (Akta Pengakuan Hutang Nomor ; 06, Tanggal
2 Desember 2008).

Berdasar dari alat bukti surat yang diberi tanda P2 dan P4 Penggugat
telah menerima pembayaran berupa cek Bank Bumi Artha masing masing
sejumlah Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), dan Rp 100.000.000,-
(seratus juta rupiah), namun kedua cek tersebut ditolak oleh Bank atau tidak
dapat diuangkan oleh Penggugat, karena rekening atas nama nasabah Ny. S
tidak mencukupi dan telah ditutup (bukti surat bertanda P3 dan P5).

Dari keterangan saksi SW dan SR membenarkan bahwa antara Penggugat


dan Tergugat II ada hubungan hutang piutang dan para saksi pernah dititipi
uang oleh Penggugat untuk diserahkan kepada Tergugat II, hingga nominal
akhir hutang Tergugat I kepada Penggugat mencapai Rp 130.000.000,- (seratus
tiga puluh juta rupiah), dan belum dilunasi oleh para Tergugat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51

Bahwa dari keterangan kedua orang saksi Penggugat tersebut, tidak benar
bahwa Tergugat II berhutang kepada saksi S ataupun saksi S sebagai perantara
dalam transaksi hutang piutang namun saksi hanya menyerahkan uang titipan
dari Penggugat untuk diserahkan kepada Tergugat II.

Pada kenyataannya yang menerima uang pinjaman dari Penggugat adalah


Tergugat II (dititipkan melalui saksi SW dan SR), namun dalam Akta
Pengakuan Hutang, hanya Tergugat I saja yang berkewajiban untuk
mengembalikan hutangnya kepada Penggugat (surat bukti bertanda P1).

Berdasar dari alat alat bukti sebagaimana diuraikan diatas majelis


berkesimpulan bahwa benar Tergugat I telah melakukan wanprestasi/ingkar
janji, tidak mengembalikan hutangnya kepada Penggugat sebagaimana yang
telah disepakati sebelumnya, sejumlah Rp 130.000.000,- (seratus tiga puluh
juta rupiah), sehingga petitum Penggugat mengenai hal tersebut cukup alasan
untuk dikabulkan.

Bahwa dalam petitum gugatannya, Penggugat mohon agar dinyatakan


sah sita jaminan yang telah dilakukan oleh pengadilan. Sesuai dengan
permohonan dari Penggugat hanya memohon sita penyesuaian atau persamaan,
sehingga Pengadilan Negeri Surakarta telah melaksanakan sita penyesuaian
atau persamaan yang telah dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 26 Agustus
2009.

Dalam petitum Penggugat pada poin 6 huruf a, agar para Tergugat


dihukum untuk membayar imbalan jasa atau bunga sebesar Rp 2.900.000,-
(dua juta sembilan ratus ribu rupiah) perbulan terhitung sejak tanggal 2
Desember 2008, cukup beralasan untuk dikabulkan, karena hal tersebut telah
diperjanjikan oleh Penggugat dan Tergugat I dalam pasal 3 Akta Pengakuan
Hutang yang dibuat dihadapan Notaris Doddy Irawan Nusantara, SH tanggal 2
Desember 2008 (surat bukti bertanda P1).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52

Mengenai petitum Penggugat pada poin 6 huruf b, agar para Tergugat


dihukum untuk membayar biaya pengacara dan biaya biaya lainnya sebesar Rp
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), meskipun hal ini juga diperjanjikan
dalam pasal 8 Akta Pengakuan Hutang tersebut, karena tidak nyata berapa yang
harus dibayar oleh tergugat I kepada Penggugat, maka petitum ini tidak perlu
dikabulkan, dan demikian juga petitum Pengguat pada poin 6 huruf c, agar para
Tergugat dihukum untuk membayar ganti rugi moril sebesar Rp 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah) juga harus ditolak, karena Penggugat tidak bisa
membuktikan kerugian moril yang diderita.

7. Amar Putusan Hakim

a. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;


b. Menyatakan bahwa Tergugat I mempunyai hutang uang kepada Penggugat
sejumlah Rp.130.000.000.- (seratus tiga puluh juta rupiah);
c. Menyatakan bahwa Tergugat I telah melakukan wanprestasi atau ingkar
janji kepada Penggugat;
d. Menyatakan sah dan berharga Sita Penyesuaian atau Persamaan yang
dilakukan pada hari Rabu tanggal 26 Agustus 2009;
e. Menghukum Tergugat I untuk membayar hutangnya kepada Penggugat
sejumlah Rp.130.000.000.- (seratus tiga puluh juta rupiah);
f. Menghukum Tergugat I untk membayar bunga sejumlah Rp.2.900.000.-
(dua juta sembilan ratus ribu rupiah) setiap bulan kepada Penggugat
terhitung sejak tanggal 2 Desember 2008 sampai dengan Tergugat I
membayar lunas hutangnya kepada Penggugat;
g. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya;
h. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar ongkos perkara
yang timbul dalam gugatan ini yang hingga kini ditaksir sebanyak
Rp.1.106.000.- (satu juta seratus enam ribu rupiah).

Demikian diputus dalam musyawarah majelis hakim pada hari Selasa


tanggal 18 Agustus 2009, oleh kami Susanto Isnu Wahyudi, SH. selaku ketua
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53

majelis, Asra, SH. MH. dan Suradi, SH. S.sos. MH., masing masing sebagai
Hakim anggota majelis, putusan mana pada hari Selasa tanggal 1 September 2009
dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk umum, dengan dihadiri oleh
kuasa Penggugat dan kuasa para Tergugat, serta Maria Agnes, SH selaku Panitera
Pengganti Pengadilan Negeri tersebut.

B. Pembahasan

3. Pelaksanaan Sita Penyesuaian (vergelijkende beslag) di Pengadilan


Negeri Surakarta, Khususnya Dalam Sengketa Perdata Nomor :
66/Pdt.G/2009/PN.Ska

a. Prosedur dalam menetapkan sita penyesuaian (vergelijkende beslag)


1.) Permohonan penggugat yang diajukan pada Ketua Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Surakarta

Dasar hukum sebagai keabsahan dan kekuatan mengikatnya


suatu penyitaan adalah dengan mengajukan terlebih dahulu gugatan
kepada ketua majelis hakim pengadilan negeri yaitu pasal 198 HIR
atau pasal 214 RBG ialah dipenuhinya syarat pendaftaran dan
pengumuman sita, maka prosedur awal sita penyesuaian adalah
adanya permohonan penggugat dengan mendaftarkan perkaranya
kepada pengadilan negeri yang ditujukan kepada ketua pengadilan
negeri baik dilakukan sendiri maupun melalui kuasa hukumnya untuk
melakukan sita terhadap barang tidak bergerak milik tergugat.

Di dalam sengketa perdata ini Penggugat telah mengajukan


gugatan di Pengadilan Negeri Surakarta dengan Nomor :
66/Pdt.G/2009/PN.Ska. Berdasarkan hal tersebut maka petitum dari
penggugat yang telah diajukan melalui surat gugatan kepada
Pengadilan Negeri Surakarta dengan permintaan sah dan berharga sita
jaminan atas benda tidak bergerak yang dimiliki Tergugat sebagai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54

pembayaran atas kewajibanya kepada Penggugat. Akan tetapi karena


barang yang dimohonkan sita ternyata sudah di jaminkan Tergugat di
bank, oleh karena itu Penggugat mengajukan permohonan sita
penyesuaian untuk mengganti sita jaminan.

2.) Pemeriksaan perkara oleh hakim


Di dalam perkara hutang piutang antara Penggugat dengan
Tergugat I, Penggugat telah dapat mengajukan fakta-fakta dan
petunjuk bahwa telah terjadi suatu perjanjian hutang piutang berdasar
bukti fotokopi akta pengakuan hutang yang dibuat dihadapan Notaris
Doddy Irawan Nusantara, S.H tanggal 2 Desember 2008, Nomor 606
diberi tanda P1 dan saksi-saksi masing-masing SW dan SR, maka
hakim mengabulkan sebagian gugatan Penggugat yaitu menyatakan
sah dan berharga sita penyesuaian.

Berdasarkan hasil wawancara pada hari Rabu 3 Agustus 2011


dengan Bapak Budhi Hertantiyo, S.H., M.H. selaku Hakim Pengadilan
Negeri Surakarta, sita penyesuaian merupakan bentuk sita yang
menempel pada sita jaminan, karena barang yang diminta sita jaminan
ternyata telah dijaminkan atau di sita eksekusi terlebih dahulu,
sehingga apabila ada permohonan sita jaminan terhadap obyek yang
sama harus ditolak dan hanya bisa dimintakan sita penyesuaian, yang
mengacu pada Putusan Mahkamah Agung RI No.1326K/Sip/81
sebagai dasar hukumnya. Menurut Bapak Budhi Hertantiyo,
S.H.,M.H. sita penyesuaian tidak selalu dikabulkan, tetapi kembali
lagi tergantung dari pertimbangan hakim yang menangani perkara
tersebut.

Berdasarkan hasil dalam berita acara persidangan pokok perkara


Nomor 66/Pdt.G/2009/PN.Ska., tersebut diatas dapat disimpulkan
tentang adanya hutang-piutang antara Penggugat dengan Tergugat I
dan Tergugat II. Dalam hal ini Penggugat mengajukan gugatannya ke
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55

Pengadilan Negeri Surakarta karena para Tergugat telah wanprestasi


dengan tidak membayar hutang-hutangnya sejumlah Rp.
130.000.000,- (Seratus tiga puluh juta rupiah) ditambah bunga
terhitung sejak tanggal 2 Desember 2009 sampai kasus ini
disidangkan yang belum dibayarkan sama sekali oleh Tergugat
sebesar Rp. 2.900.000,- (Dua juta sembilan ratus ribu rupiah) setiap
bulan.

Berdasarkan bukti P1 diatas yang merupakan akta otentik


diketahui bahwa telah terjadi hutang piutang antara Penggugat dengan
Tergugat I dan Tergugat II.

Di dalam eksepsi Tergugat yang pertama : 1. Gugatan


Penggugat tidak lengkap subyek hukumnya dimana SW yang sebagai
perantara hutang piutang tidak diguggat, 2. Gugatan Penggugat tidak
jelas dan saling bertentangan dalam subyek hukumnya, menurut akta
Notaris yang berhutang kepada Penggugat adalah Tergugat I saja,
namun Tergugat II juga ikut digugat.

Pertimbangan hakim terhadap dua alasan tersebut bukan


merupakan alasan eksepsi, karena dalam posita, Penggugat menggugat
kedua subyek tersebut dalam kapasitasnya sebagai suami istri,
sehingga apabila ada pihak lain yang seharusnya secara hukum ikut
bertanggung jawab dalam gugatan ini, harus dibuktikan dalam pokok
perkara. Berdasarkan hal tersebut hakim menolak eksepsi para
tergugat.

Dengan ditolaknya eksepsi dari para Tergugat maka Hakim


mengabulkan sebagian dari gugatan Penggugat :
a. Menyatakan bahwa Tergugat I mempunyai hutang uang
kepada Penggugat sejumlah Rp.130.000.000,-(seratus tiga
puluh juta rupiah);
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56

b. Menyatakan bahwa tergugat I telah melakukan


wanprestasi/ingkar janji kepada Penggugat;
c. Menyatakan sah dan berharga sita penyesuaian yang
dilakukan pada hari Rabu 26 Agustus 2009;
d. Menghukum tergugat I untuk membayar bunga sejumlah
Rp.2.900.000,- setiap bulan kepada Penggugat terhitung
sejak tanggal 2 Desember 2008 sampai dengan tergugat I
membayar lunas hutangnya kepada Penggugat;
e. Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya;
f. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar
ongkos perkara yang timbul dalam gugatan ini yang hingga
kini ditaksir sebanyak Rp.1.106.000.- (satu juta seratus
enam ribu rupiah).

Dalam pemeriksaan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta


telah memutuskan sita penyesuaian dan ditolaknya sita jaminan. Hal
tersebut dikarenakan obyek sita telah diagunkan terhadap pihak lain
yaitu bank. Pengajuan sita penyesuaian oleh Penggugat biasanya
memiliki alasan-alasan yang mendorong untuk mengupayakan sita
penyesuaian :
a) Untuk memperjuangkan apa yang menjadi haknya;
b) Adanya kekhawatiran bahwa tergugat akan memindah tangankan
obyek sengketa;
c) Mencari keadilan dari ulah debitur nakal

3.) Majelis Hakim menetapkan sita penyesuaian dan memerintahkan


panitera untuk melakukan sita

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam memutus


gugatan dari Penggugat berupa sita penyesuaian atas dua bidang tanah
yang dijaminkan atas hutang-hutangnya yang terbukti telah
melakukan hutang dengan Penggugat sebesar Rp. 130.000.000,-

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57

(seratus tiga puluh juta rupiah) yang dikuatkan dengan adanya Akta
Pengakuan Hutang dihadapan Notaris Doddy Irawan Nusantara S.H
Bukti P1. Sementara itu selama Tergugat berhutang para Tergugat
belum pernah membayar hutang sama sekali sebesar Rp.130.000.000,-
(seratus tiga puluh juta rupiah) berserta bunganya sebesar 2.900.000,-
(dua juta sembilan ratus ribu rupiah) per bulan dan cek mundur dari
Bank Bumi Artha yang dipegangkan dari Tergugat kepada Penggugat
sebanyak dua buah yaitu bukti P2 dan P4 yang tidak dapat dicairkan
atau kosong. Selain itu kesaksian dari kedua saksi SW dan SR
menguatkan adanya transaksi hutang-piutang antara Tergugat dengan
Penggugat.

Berdasarkan wawancaran pada hari Kamis tanggal 11 Agustus


2011 dengan Bapak Susanto Isnu Wahjudi, S.H, selaku ketua majelis
dalam perkara perdata Nomor : 66/Pdt.G/2009/PN.Ska., bahwa dasar
Hakim dalam menetapkan sita penyesuaian yaitu dengan adanya
permohonan sita penyesuaian yang diajukan oleh kuasa hukum
Penggugat pada tanggal 11 Agustus 2011 maka Hakim Pengadilan
Negeri Surakarta mengabulkan permohonan sita penyesuaian.

Berdasarkan fakta dan petunjuk yang mengarah pada


persangkaan bahwa Penggugat dapat menunjukan bukti-bukti yang
kuat dan dua orang saksi sedangkan Tergugat tidak dapat
menunjukkan bukti-bukti yang menguatkan, maka hakim
memerintahkan panitera atau panitera pengganti atau jurusita atau
jurusita pengganti untuk melakukan pemeriksaan terhadap benda tak
bergerak yang diagunkan. Di dalam pemeriksaan terhadap tanah
sengketa yang diagunkan yang dilakukan oleh Jurusita Pengadilan
Negeri Surakarta pada tanggal 26 Agustus 2009, ternyata ditemukan
fakta bahwa barang tak bergerak (tanah dan pekarangan) yang akan
disita telah diagunkan pada bank swasta sebagai jaminan atas
hutangnya terhadap bank tersebut sebelum adanya perjanjian hutang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58

piutang dengan Penggugat. Atas temuan ini Jurusita Pengadilan


Negeri Surakarta membuat berita acara sita penyesuaian.

Adapun prosedur untuk menetapkan sita penyesuaian dan


menolak sita jaminan adalah :
a. Barang yang akan disita yaitu sebidang tanah yang telah dibebani
hak tanggungan

Sita penyesuaian ditetapkan apabila barang yang akan


diletakkan sita telah dibebani hak tanggungan, dalam sengketa
perdata ini barang ini berupa Sertifikat Hak Milik
No.564/Karangpandan, atas nama BL (Tergugat I) seluas + 5.340
m2 dan Sertifikat Hak Milik No. 933/Kedunglumbu, seluas + 476
m2 atas nama BL (Tergugat I). Sebagaimana benda tak bergerak
yang diajukan dalam sita antara Penggugat dan Tergugat ternyata
telah diagunkan sebagai jaminan di Bank Bumi Artha Surakarta
atas hutang-hutangnya terhadap bank tersebut.

b. Barang tersebut tidak boleh dimohonkan sita jaminan melainkan


sita penyesuaian
Barang yang diajukan sita ketika ternyata sudah diagunkan
kepada pihak lain dalam hal ini adalah bank swasta maka
terhadap barang tak bergerak tersebut tidak dapat diajukan
permohonan sita jaminan, melainkan hanya sita penyesuaian.
Adapun dasar hukum diberlakukannya sita penyesuaian
jurusita akan
melakukan penyitaan dan menemukan barang-barang yang akan
disita sebelumnya telah disita, maka jurusita tidak dapat
melakukan penyitaan lagi, namun jurusita mempunyai
kewenangan untuk mempersamakan barang-barang yang akan
disita dengan Berita Acara Sita Penyesuaian ini berlaku sebagai

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
59

Di dalam sidangnya pada tanggal 27 Agustus 2009, Majelis


Hakim setelah melalui musyawarah memutuskan sebagian
gugatan Penggugat yang salah satunya adalah memutuskan sah
dan berharga sita penyesuaian yang Jurusita Pengadilan Negeri
Surakarta pada tanggal 26 Agustus 2009.

Diputuskannya sita penyesuaian ini karena dua benda tak


bergerak yang diagunkan oleh Tergugat dalam hutang piutangnya
dengan Penggugat telah terlebih dahulu diagunkan di bank
swasta. Menghadapi putusan ini, maka pihak Penggugat harus
menerima putusan dari Majelis Hakim. Dengan berlakunya sita
penyesuaian ini berarti bahwa Penggugat hanya mendapat hak sita
penyesuaian atas benda tak bergerak yang diagunkan. Ketika
lelang eksekusi, hasil lelang terhadap benda tak bergerak yang
diagunkan adalah diserahkan kepada hak tanggungan pertama
yaitu pihak bank swasta dan sisanya baru kepada pemilik hak sita
penyesuaian dalam hal ini adalah Penggugat. Apabila ternyata
sisa dari hasil lelang masih kurang untuk memenuhi hutang-
hutang Tergugat kepada Penggugat, maka dicari barang-barang
lain milik Tergugat yang dapat dijadikan sita, untuk kemudian
Penggugat dapat mengajukan permohonan sita baru barang lain
milik Tergugat.

Berdasarkan wawancaran pada hari Jumat tanggal 12 Agustus


2011 dengan Bapak Susanto Isnu Wahjudi, S.H, selaku ketua majelis
dalam perkara perdata Nomor : 66/Pdt.G/2009/PN.Ska. Atas dua
benda tak bergerak berupa Sertifikat Hak Milik
No.564/Karangpandan, atas nama BL (Tergugat I) seluas + 5.340 m2
dan Sertifikat Hak Milik No. 933/Kedunglumbu, seluas + 476 m2 atas
nama BL (Tergugat I) yang diagunkan oleh tergugat I JTL alias BL
dan Tergugat II S di bank swasta, bahwa dalam permohonan sita
penyesuaian yang diajukan oleh kuasa hukum Penggugat pada tanggal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
60

11 Agustus 2011 hanya memohon sebuah tanah dan bangunan yang


ada diatasnya sebagaimana tercatat dalam Sertifikat Hak Milik No.
933/Kedunglumbu, seluas + 476 m2 atas nama BL (Tergugat I), maka
hakim hanya mengabulkan sesuai apa yang diminta dalam
permohonan tersebut, selain itu hakim juga menganggap bahwa nilai
hutang terlalu kecil jika dibandingkan dengan dua jaminan dari
Tergugat. Menurut Bapak Susanto Isnu Wahjudi, S.H satu obyek saja
sudah cukup untuk menjamin hutangnya, yaitu Sertifikat Hak Milik
No. 933/Kedunglumbu, seluas + 476 m2 atas nama BL (Tergugat I).

b. Pelaksanaan Sita Penyesuaian (vergelijkende beslag) di Pengadilan


Negeri Surakarta, Khususnya Dalam Sengketa Perdata Nomor :
66/Pdt.G/2009/PN.Ska

Pelaksanaan sita penyesuaian diputuskan oleh Majelis Hakim dalam


putusan sidang perkara perdata hutang piutang antara Penggugat dan para
Tergugat. Setelah mendapat kekuatan hukum yang mengikat, maka Hakim
memerintahkan kepada panitera atau panitera pengganti atau jurusita untuk
melaksanakan sita penyesuaian terhadap benda tak bergerak yang telah
diagunkan kepada bank terlebih dahulu, dalam sengketa ini benda tak
bergerak yang diagunkan berupa sebuah tanah Sertifikat Hak Milik
No.564/Karangpandan, atas nama BL (Tergugat I) seluas + 5.340 m2
terletak di Kel.Karangpandan, Karanganyar dan sebuah tanah dan
bangunan yang ada diatasnya sebagaimana tercatat dalam Sertifikat Hak
Milik No. 933/Kedunglumbu, seluas + 476 m2 atas nama JTL disebut juga
BL (Tergugat I) yang telah diagunkan di bank swasta atas hutang yang
terdahulu sebelum dengan Penggugat.

Dengan diputusnya sita penyesuaian atas benda tak bergerak yang


diagunkan dalam perkara hutang piutang antara Penggugat Bapak H dan
JTL alias BL sebagai Tergugat I dan Ny. LSI alias S sebagai Tergugat II,

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
61

maka Pengadilan Negeri Surakarta melakukan pensitaan terhadap benda


tak bergerak yang diagunkan.

Berdasarkan hasil wawancara pada hari Selasa tanggal 16 Agustus


2011 dengan Bapak Mustika Adi selaku jurusita Pengadilan Negeri
Surakarta tentang pelaksanaan sita penyesuaian di Pengadilan Negeri
Surakarta, diperoleh keterangan bahwa :

Pelaksanaan sita penyesuaian pada awalnya dimulai dengan adanya


pengajuan gugatan sita jaminan, namun setelah berjalan ternyata obyek
yang menjadi jaminan diketahui Penggugat telah diagunkan di bank,
sehingga kuasa hukum Penggugat mengajukan permohonan sita
penyesuaian ke Pengadilan Negeri Surakarta untuk menjamin haknya,
setelah hakim memeriksa dan mengabulkan permohonan sita penyesuaian
kemudian hakim membuat penetapan sita penyesuaian, dalam penetapan
tersebut memerintahkan panitera atau yang biasanya dilimpahkan ke
jurusita untuk melaksanakan sita tersebut. jurusita harus menuju ke lokasi
obyek sengketa terlebih dahulu kemudian melakukan pengecekan secara
menyeluruh kebenaran mengenai status Sertifikat Tanah obyek sengketa di
Badan Pertanahan Nasional (BPN). Selanjutnya dalam proses penyitaan
jurusita membuat Berita Acara Sita Penyesuaian yang ditandatangani oleh
jurusita itu sendiri dan dua orang sebagai saksi. jurusita juga membuat
Surat Turunan yang diberikan kepada Kepala Desa atau pihak yang
berwenang di daerah tersebut agar diketahui khalayak ramai. Kepala Desa
juga diminta untuk turut serta memantau obyek sengketa tersebut agar
tidak dipindahtangankan. Setelah Berita Acara Sita Penyesuaian jadi,
jurusita ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk dicatatkan atau
didaftarkan dalam buku tanah yang ada di Badan Pertanahan Nasional
(BPN), berita acara sita penyesuaian yang asli dikembalikan ke Pangadilan
Negeri Surakarta dimasukkan ke dalam berkas. Proses persidangan tetap
berlanjut sampai berkekuatan hukum tetap yang menyatakan sah dan
berharga sita penyesuaian, namun permohonan eksekusi Penggugat belum
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
62

dapat dilaksanakan sebelum sita jaminan yang dimohonkan oleh bank


swasta diselesaikan terlebih dahulu. Dalam kasus sita penyesuaian, sang
pemohon sita penyesuaian harus aktif dalam memantau kasus antara
Tergugat dengan bank swasta sebagai hak yang utama karena telah
dipasang terlebih dahulu hak tanggungan terhadap obyek sengketa
sehingga tidak dapat dilakukan upaya lain selain menunggu kasus tersebut
diselesaikan. Jika antara tergugat dengan bank swasta tersebut sudah
selesai atau telah berkekuatan hukum tetap, maka penggugat baru bisa
mengajukan eksekusi berdasarkan amar putusan hakim.

Tata cara pelaksanaan sita dalam praktek berdasarkan pasal 197


HIR, adalah sebagai berikut:

(1) Jika sudah lewat waktu yang ditentukan, sedangkan orang yang kalah
belum juga memenuhi keputusan, atau jika orang tersebut, sesudah
dipanggil dengan sah tidak juga menghadap, maka ketua karena
jabatannya, akan memberi perintah dengan surat, supaya disita sekian
barang bergerak dan jika yang demikian tidak ada atau ternyata tiada
cukup, sekian barang tak bergerak kepunyaan orang yang kalah itu,
sampai dianggap cukup menjadi pengganti jumlah uang tersebut
dalam keputusan dan semua biaya untuk melaksanakan keputusan itu.
(2) Penyitaan dijalankan oleh panitera pengadilan negeri.
(3) Bila panitera itu berhalangan karena tugas dinas atau karena alasan
yang lain, maka ia digantikan oleh seorang yang cakap atau dapat
dipercaya, yang ditunjuk untuk itu oleh ketua atas atas permintaannya
oleh kepala pemerintahan setempat (dalam hal ini asisten-residen);
dalam hal menunjuk orang menurut cara tersebut, jika dianggap perlu
memuat keadaan, ketua berkuasa juga untuk menghemat ongkos
sehubungan dengan jauhnya tempat penyitaan itu.
(4) Penunjukan orang dilakukan hanya dengan menyebutkan atau dengan
mencatatnya dalam surat perintah tersebut pada ayat (1) pasal ini.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
63

(5) Panitera atau orang yang ditunjuk sebagai gantinya, hendaklah


membuat berita acara tentang tugasnya, dan memberitahukan maksud
isi berita acara kepada orang yang disita barangnya, kalau ia hadir.
(6) Penyitaan dilakukan dengan bantuan dua orang saksi, yang disebutkan
namanya, pekerjaannya dan tempat diamnya dalam berita acara, dan
yang ikut menandatangani berita acara itu dan salinannya.
(7) Saksi itu harus penduduk Indonesia, telah berumur 21 tahun dan
dikenal oleh penyita sebagai orang yang dapat dipercaya, atau
diterangkan demikian oleh seorang pamong praja bangsa Eropa atau
Indonesia.
(8) Penyitaan barang bergerak kepunyaan debitur, termasuk uang tunai
dan surat berharga, bolehjuga dilakukan alas barang bergerak yang
bertubuh, yang ada di tangan orang lain, tetapi tidak boleh dilakukan
atas hewan dan perkakas yang sungguh-sungguh berguna bagi orang
yang kalah itu dalam menjalankan mata pencahariannya sendiri.
(9) Panitera atau orang yang ditunjuk menjadi penggantinya hendaklah
membiarkan, menurut keadaan, barang bergerak itu seluruhnya atau
sebagian disimpan oleh orang yang disita barangnya, atau menyuruh
membawa barang seluruhnya atau sebagian ke suatu tempat
penyimpanan yang memadai. Dalam hal pertama, harus diberitahukan
kepada polisi desa atau polisi kampung, dan polisi harus mengawasi,
supaya jangan ada barang yang dilarikan orang. Bangunan-bangunan
orang Indonesia, yang tidak melekat pada tanah, tidak boleh dibawa
ke tempat lain.

Jadi pada dasarnya Pasal 197 HIR mengatur mengenai proses tata
cara sita eksekusi, karena sita jaminan mengacu pada sita eksekusi
sedangkan sita penyesuaian kedudukanya mengikuti sita jaminan, sehingga
pengangaturannya juga sama, disamping itu di dalam HIR tidak ada Pasal
selain Pasal 197 yang mengatur mengenai tata cara sita.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
64

B. Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan Sita Penyesuaian


(vergelijkende beslag) di Pengadilan Negeri Surakarta dan bagaimana
solusinya

Hambatan pada umumnya yang sering terjadi dalam pelaksanaan sita


penyesuaian yaitu :

1. Ketika permohonan sita penyesuaian dikabulkan oleh majelis hakim tidak


dapat langsung dilaksanakan karena harus menunggu setelah hak
tanggungan dipenuhi oleh pihak debitur, dan pihak Kreditur telah
dipenuhi seluruh hutangnya sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
2. Ketika barang dilelang dan tidak ada sisa bagi pemohon sita penyesuian,
maka hak dari penggugat tidak dapat terpenuhi.
3. Ketika sita penyesuaian dikabulkan, dan proses eksekusi berlangsung
sering timbul perlawanan dengan berbagai cara dari pihak Tergugat yang
tujuannya menghalangi proses eksekusi.

Jika dalam pelaksanaan sita penyesuaian terhadap putusan


No.66/Pdt.G/2009/PN.Ska, hasil wawancara pada hari Senin tanggal
22Agustus 2011 dengan bapak Mardiyono sebagai jurusita Pengadilan Negeri
Surakarta mengenai hambatan dalam sita penyesuaian tidak terhadap putusan
No.66/Pdt.G/2009/PN.Ska, tidak ada hambatan yang berarti. Adapun
hambatan yang muncul dalam masalah sita penyesuaian dalam sengkata
perdata ini adalah :

1. Adanya obyek yang berada diluar kewenangan Pengadilan Negeri


Surakarta sehingga harus meminta bantuan dari Pengadilan Negeri
Karanganyar dimana terletak barang tak bergerak yang diagunkan dan
menjadi barang tersita.

Pada sita penyesuaian terhadap benda tak bergerak antara


Penggugat H dan Tergugat BL terjadi permasalahan yaitu salah satu
benda tak bergerak yang diagunkan berada diluar kewenangan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
65

Pengadilan Negeri Surakarta, yaitu berada di wilayah hukum Pengadilan


Negeri Karanganyar, maka jurusita dari Pengadilan Negeri Surakarta
tidak berwenang untuk melakukan tindakan penyitaan di wilayah hukum
Pengadilan Negeri Karanganyar. Untuk melakukan tindakan penyitaan
di wilayah hukum Karanganyar, maka jurusita Pengadilan Negeri
Surakarta melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri Surakarta untuk
membuat penetapan dan meminta bantuan dari Ketua Pengadilan Negeri
Karanganyar dengan memberitahu putusan dimana barang yang hendak
disita itu terletak dan memerintahkan panitera atau panitera pengganti
ataupun jurusita dan jurusita pengganti untuk melakukan tindakan
penyitaan terhadap tanah yang dijaminkan.

Sita jaminan atas sebidang tanah dan bangunan yang kedua, tidak
menjadi masalah yaitu Sertifikat Hak Milik No.993/Kedunglumbu, seluas
±476 m2 atas nama JTL disebut juga BL, karena berada di wilayah
hukum Surakarta, sehingga penyitaan dapat dilakukan secara langsung
oleh Panitera atau Panitera Pengganti ataupun Jurusita atau Jurusita
Pengganti.

Solusi yang dapat dilakukan dalam sengketa perdata


No.66/Pdt.G/2009/PN.Ska. yaitu, Pengadilan Negeri Surakarta memohon
ke Pengadilan Negeri Karanganyar untuk mempercepat kinerjanya dalam
memenuhi data yang dibutuhkan dan pemohon sita atau penggugat harus
aktif memantau perkembangan kasus hingga selesai dan secepatnya
mengajukan gugatan sesuai bunyi putusan.

2. Pihak Tergugat menolak dilaksanakan sita

Pihak Tergugat menolak dilaksanakan sita adalah suatu


permasalahan yang umum dalam penyitaan, karena Tergugat merasa
benar atau tidak mau hak miliknya akan disita. Untuk menghadapi
masalah ini petugas sita melakukan secara kekeluargaan, tetapi apabila
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
66

objek selalu tertutup dan tidak menerima petugas sita, maka sita dapat
dilakukan secara paksa.

Adanya penolakan dari pihak Tergugat dengan dilaksanakannya


sita penyesuaian karena Tergugat merasa belum menerima putusan
Majelis Hakim. Tergugat merasa bahwa Keputusan Majelis Hakim tidak
adil atau berat sebelah dimana Tergugat merasa dirugikan dengan
keputusan Majelis Hakim. Untuk melaksanakan sita oleh jurusita
Pengadilan Negeri Surakarta, dilakukan langkah secara kekeluargaan,
dimana jurusita mengadakan pendekatan dengan langkah-langkah hukum
yang dapat dilakukan oleh Tergugat.

Jalan tengah yang di dapat dalam kasus ini yaitu dengan


penaksiran harga obyek sengketa, dan kemudian di dapat nilai Rp
1.000.000.000, sementara kewajiban kepada tanggungan pertama yaitu
bank sebesar Rp 200.000.000, sehingga sisa dari taksiran itu bisa
digunakan untuk memenuhi tuntutan Penggugat sebagaimana
diputuskan dalam putusan No.66/Pdt.G/2009/PN.Ska. Pada akhirnya
sita dapat dilakukan dengan lancar setelah dilakukan dialog dan
pengertian bahwa Tergugat dapat melakukan langkah hukum banding
bila merasa putusan hakim dirasa tidak adil. Pemeriksaan terhadap
obyek sita akhirnya dapat dilaksanakan.

Di dalam perkara perdata antara Penggugat H dengan Tergugat I BL


terjadi permasalahan yaitu bahwa tanah yang telah dijaminkan ke bank swasta
akan dimintakan sita jaminan. Dalam perkara ini sita jaminan tidak dapat
dilaksanakan jika pemohon sita atau Penggugat mengetahui bahwa tanah
telah dijaminkan terlebih dahulu kepada pihak lain, maka Majelis Hakim
harus menolak permohonan sita tersebut, dan hal yang dibenarkan yaitu
dengan permohonan sita penyesuaian. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
67

a. Pada saat yang bersamaan terhadap suatu barang hanya boleh disita
satu kali saja;
b. Permintaan sita yang kedua kali harus ditolak;
c. Permohonan sita yang dapat dikabulkan ketika obyek telah
dijaminkan adalah sita penyesuaian.

Sita penyesuaian adalah sah dan untuk mendapatkan hasil dari


sita penyesuaian tersebut menunggu setelah hak tanggungan dipenuhi
oleh pihak debitur, dan pihak kreditur telah dipenuhi seluruh hutangnya.
Apabila ada sisa dari pemenuhan hak tanggungan maka pemegang sita
penyesuaian baru mendapatkan pemenuhan tersebut dan harus diajukan
eksekusi oleh pihak yang meletakkan sita penyesuaian.

Solusi dalam sengketa perdata No. 66/Pdt.G/2009/PN.Ska. yaitu


dilakukan dengan jalan kekeluargaan, tanpa kekerasan agar terjadi
keamanan dan tidak menimbulkan kerugian bagi penggugat maupun
tergugat.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan

1. Pelaksanaan Sita Penyesuaian (vergelijkende beslag) di Pengadilan Negeri


Surakarta dalam Perkara Perdata Nomor 66/Pdt.G/2009/PN.Ska., dimulai
dari pengajuan gugatan sita jaminan, namun setelah berjalan ternyata
obyek yang menjadi jaminan diketahui Penggugat telah diagunkan di bank,
sehingga kuasa hukum Penggugat mengajukan permohonan sita
penyesuaian ke Pengadilan Negeri Surakarta untuk menjamin haknya,
setelah hakim memeriksa dan mengabulkan permohonan sita penyesuaian
kemudian hakim membuat penetapan sita penyesuaian, di dalam penetapan
telah mengabulkan sita penyesuaian terhadap sebidang tanah dan
bangunan milik Tergugat. Majelis hakim memerintahkan panitera atau
yang biasanya dilimpahkan ke jurusita untuk melakukan pengecekan
secara menyeluruh kebenaran mengenai status Sertifikat Tanah obyek
sengketa di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Jurusita membuat Berita
Acara Sita Penyesuaian yang ditandatangani oleh jurusita itu sendiri dan
dua orang sebagai saksi, untuk kemudian dicatatkan atau didaftarkan
dalam buku tanah yang ada di Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang
menyatakan bahwa tanah atau obyek tersebut telah di sita penyesuaian.
Dalam sidang Apabila antara tergugat dengan bank swasta tersebut sudah
selesai atau telah berkekuatan hukum tetap, maka penggugat baru bisa
mengajukan eksekusi berdasarkan bunyi putusan.

2. Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan sita penyesuaian (vergelijkende


beslag) dalam Sengketa Perdata Nomor 66/Pdt.G/2009/PN.Ska. pada
dasarnya tidak menemui hambatan yang terlalu berarti, namun dapat
dikategorikan menjadi dua hambatan yaitu :

commit to user

68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
69

a. Adanya obyek yang menjadi sengaraketa dalam kasus ini sebidang


tanah berada pada wilayah hukum di luar dari Pengadilan Negeri
Surakarta yaitu di wilayah Pengadilan Negeri Karanganyar, maka
solusinya yang harus dilakukan yaitu Pengadilan Negeri Surakarta
memohon bantuan kepada Pengadilan Negeri Knganyar.

b. Adanya penolakan dari pihak Tergugat sehingga pihak pengadilan


menempuh jalur kekeluargaan untuk menemukan jalan keluar, namun
ketika jalur kekeluargaan tidak berhasil maka sita dilakukan secara
paksa atau tanpa persetujuan terlebih dahulu dari pihak Tergugat. Solusi
yang di dapat dalam kasus ini yaitu dengan penaksiran harga obyek
sengketa, dan kemudian di dapat nilai Rp 1.000.000.000, sementara
kewajiban kepada tanggungan pertama yaitu bank sebesar Rp
200.000.000, sehingga sisa dari taksiran itu bisa digunakan untuk
memenuhi tuntutan Penggugat sebagaimana diputuskan dalam putusan
No.66/Pdt.G/2009/PN.Ska.

B. Saran

1. Kepada Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang memeriksa dan


memutus Perkara Nomor 66/Pdt.G/2009/PN.Ska, sebaiknya dalam
mengambil pertimbangan para Hakim Pengadilan Negeri Surakarta juga
didasarkan pada hati nurani.

2. Pada kreditur diharapkan lebih berhati-hati dalam menerima barang yang


menjadi jaminan dari debitur, dengan melakukan pengecekan terhadap
obyek jaminan tersebut sehingga dapat terhindar dari ulah debitur nakal.

3. Kepada debitur diharapkan beritikad baik dalam melakukan perjanjian


utang piutang, dimana obyek jaminan tidak boleh digunakan untuk
menjamin hutang yang kedua kalinya.

commit to user

You might also like