You are on page 1of 5

ARTIKEL

Media Sosial Untuk Keadilan Sosial

Penulis : Nusation Anwar


Editor : Intan Qonita N
Penerjemah : Intan Qonita N

Bisa dipastikan keberadaan telepon genggam (handphone) saat ini sudah menjadi
kebutuhan pokok hampir tidak terbatas pada semua usia. Bayi baru lahir hingga akhir hayat pun
diabadikan melalui alat canggih satu ini. Terkadang saking berartinya sebuah handphone bagi
seseorang, sering kita mendengar celoteh “lebih baik ketinggalan dompet daripada ketinggalan
handphone.”
Memang pada kenyataannya, sulit dipungkiri saat ini handphone sangat memegang kendali
aktivitas dan perilaku kita bahkan lebih dari itu. Hampir semua aktivitas kehidupan mulai dari
bangun tidur sampai berangkat tidur kembali selalu ditemaninya, tidak mengenal tua dan muda.
Ketergantungan kepada benda satu ini sulit dihindari oleh siapa saja.
Kemanfaatan handphone salah satunya yang sangat menonjol dan memengaruhi perilaku
kita adalah adanya kemudahan dalam berinteraksi sosial di dunia maya. Media sosial menjadi
pialang masa kini yang bisa diandalkan oleh siapa saja dalam membangun opini bahkan mampu
membentuk nilai dan norma baru kehidupan sosial kita. Seseorang yang mahir memainkan peran
media sosial sebagai sarana komunikasi dan sumber informasi memungkinkan seseorang mudah
menjangkau sistem sumber dan mengatasi permasalahan lebih cepat dan efektif.
Contohnya, ketika seseorang membutuhkan darah akibat melahirkan, yang kemudian
melalui media sosial dikisahkan ke publik. Dalam hitungan menit, berbagai respon netizen
membanjiri akun media sosial memberikan informasi dan sistem sumber yang bisa digunakan.
Berita seperti ini begitu cepat dan tanggap tanpa perlu membutuhkan waktu lama, tenaga, dan
biaya banyak spontanitas netizen memberikan dukungan morel bahkan materiel.
Ini hanya satu contoh dari ribuan postingan netizen dengan beraneka warna persoalannya.
Kenyataan ini, mengindikasikan besarnya kekuatan media sosial menghimpun dan
menggerakkan potensi sosial di dunia maya. Contoh lain adalah bagaimana respon dan
kehebohan netizen menaruh simpati kepada seseorang yang dizalimi atau dianiaya dengan
mengumpulkan dana untuk membantu mengurangi beban hidup keluarga karena tidak
memperoleh perlakuan adil. Ada lagi kasus yang lebih besar, sering kali permasalahan-
permasalahan pelik dan berimplikasi hukum tuntas dengan dahsyatnya tekanan dan dukungan
dari netizen.
Kita juga sering menyaksikan upaya-upaya penindakan, penangkapan, dan pemberantasan
kejahatan bermula dari adanya laporan atau posting netizen. Kejelian dan kecakapan aparat
penegak hukum mesti selaras dengan kemajuan teknologi informasi ini. Jika tidak, bisa jadi
penyelesaian masalah pecah tanpa jejak karena terjadi penghakiman sepihak.
Jadi, tidak diragukan lagi tingginya kontribusi media sosial menjadi jembatan harapan bagi
kebanyakan orang yang sedang dihadapkan persoalan kehidupan ini. Kepercayaan netizen
berkeluh kesah kepada media sosial kadang kala melewati batas-batas normal bahkan kaidah-
kaidah sosial. Hal ini menunjukkan bahwa media sosial dianggap bagian dari solusi
kehidupannya melebihi orang-orang terdekatnya.
Kepiawaian dan kepedulian netizen berselancar berbagi kisah melalui media sosial pada
sisi positifnya sangat membantu sebagian orang untuk menemukan informasi yang
dibutuhkannya. Tidak sampai di situ, ada kalanya keadilan hidup pun bisa diperoleh dari media
sosial. Testimoni-testimoni kehidupan sering kali terlontar dan diekspos, yang awalnya sebatas
curahan hati, ternyata ditangkap netizen sebagai bentuk solidaritas antar-sesama. Dalam
kehidupan nyata sering kali perihal keadilan menjadi barang langka yang sangat sulit dinikmati.
Tapi, di dunia maya ternyata keadilan tidaklah sesakral yang dipikirkan orang kebanyakan.
Media sosial tidak mengenal golongan, pendidikan, pekerjaan, warna kulit, asal-usul,
agama, kelamin, suku budaya dan berbagai perangkat status sosial lainnya, melainkan hadir
seakan-akan berjuang untuk mendapatkan keadilan bersama. Adagium “hukum tajam ke bawah,
tumpul ke atas” tampaknya kurang berlaku di arena media sosial yang ada justru hukum harus
diadili secara “sosial.” Aksi sosial yang diperagakan di media sosial bahkan dijadikan “meja
peradilan” untuk menghimpun kekuatan moral dan mendobrak keangkuhan.
Fenomena perilaku sosial yang tampak di dunia media sosial memicu peralihan pola
penyelesaian masalah secara normatif ke arah substantif karena cenderung lebih praktis, cepat,
murah, mudah, dan terbuka. Pada kenyataan lain, media sosial juga ada kalanya dijadikan arena
menghujat, caci-maki, teror, pemerasan bahkan penipuan diantara ratusan model aksi negatif
lainnya. Bagi para buzzer atau influencer, media sosial adalah ladang kehidupannya untuk
mencari keuntungan dengan berbagai perilaku untuk membangun opini dan mengembangkan
wacana dengan suatu tujuan tertentu. Terlepas dari cara dan tujuan pemanfaatan media sosial
sebagai sarana interaksi sosial dan komunikasi jarak jauh sebagai suatu pilihan bagi
penggunanya, eksistensi media sosial paling tidak mampu menjadi katalisator dan mediator
berbagai persoalan netizen untuk mencari solusi baik bermuatan positif maupun negatif.
Yah, begitulah adanya. Hanya orang bijak dan jujur yang mampu menangkap sisi
positifnya, namun sebaliknya bisa menjadi peluang dan kesempatan bagi orang jahat dan
oportunis yang memiliki motif mencari keuntungan pribadi atau kelompok.
Keadilan sosial sebagaimana yang didengung-dengungkan dalam konstitusi kita bukanlah
wacana baru, sudah hidup begitu lama dan didambakan seluruh warga negara. Kehadiran media
sosial dewasa ini ternyata telah menginspirasi dan menggugah kita berpikir dan berperilaku gaya
baru. Media sosial sebuah alternatif pemecahan masalah cara instan, kekinian, murah biaya, dan
efektif. Tempat mencari keadilan ketika kesulitan menemukannya, maka media sosial merupakan
pilihan bersandar.
Media sosial bisa diharapkan menjadi pengawal keadilan sosial manakala jalan normatif
sulit ditempuh dan sulit bagi sebagian orang, kesadaran untuk membela kebenaran dan keadilan
tampaknya akan lebih dipercaya melalui sarana sosial ini. Kontribusi media sosial tak
terbantahkan demi menegakkan kesejahteraan sosial sekaligus sebuah asa untuk keadilan sosial.
Tentunya kita tetap menempatkan prasangka baik kepada media sosial, untuk sementara ini,
karena sudah melekat di kehidupan sosial kita.
Mari berpikir cerdas, berperilaku normal, bertindak sesuai nilai dan norma hendaknya
dijadikan pegangan. Meskipun bebas berekspresi tidak dilarang, namun etika dan hukum wajib
dipatuhi agar keadilan sosial bagi semua terwujud tanpa mengorbankan diri, orang lain, bangsa,
serta negara tercinta ini.
Media sosial milik kita, oleh kita, dari dan untuk keadilan sosial.
LEMBAR KEGIATAN LITERASI SISWA
TAHUN PELAJARAN 2023-2024

SEKOLAH : SMA HANG TUAH 1 SURABAYA


SEMESTER : GANJIL
BULAN/MINGGU KE- : …………………………………………………………….
HARI, TANGGAL : ………………………………………………………….…

NAMA : ………………….…………………………………………
KELAS : ……………………………….……………………………
NOMOR ABSEN : …………………………….………………………………

HASIL RESUME ARTIKEL

………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………

Guru Bahasa Indonesia,

……………………………………

You might also like