You are on page 1of 97

BAB II

TINJAUAN KEBIJAKAN

2.1 Rencana Tata Ruang Nasional (PP No. 13 Tahun 2017)


2.1.1 Tujuan Penataan Ruang Nasional
Penataan ruang wilayah nasional bertujuan untuk mewujudkan:
1. Ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan;
2. Keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;
3. Keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota;
4. Keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam bumi dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
5. Keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional,
provinsi, dan kabupaten/kota dalam rangka pelindungan fungsi
ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat
pemanfaatan ruang;
6. Pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat;
7. Keseimbangan dan keserasian perkembangan antarwilayah;
8. Keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan
9. Pertahanan dan keamanan negara yang dinamis serta integrasi
nasional.

2.1.2 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur Ruang


Nasional
Kebijakan penataan ruang dirumuskan sebagai arah tindakan dalam
rangka mencapai tujuan. Sementara strategi disusun sebagai
penjabaran kebijakan ke dalam langkah-langkah operasional untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kebijakan dan strategi tersebut
adalah sebagai berikut:
2-1
1. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur Ruang
a. Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi:
 Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan berhirearki; dan
 Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber
daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional.
b. Strategi untuk peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat
pertumbuhan ekonomi wilayah meliputi:
 Menjaga dan mewujudkan keterkaitan antarkawasan perkotaan,
antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta antara
kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya;
 Mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang
belum terlayani oleh pusat pertumbuhan;
 Mengembangkan pusat pertumbuhan kota maritim yang
berkelanjutan;
 Mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar
lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di
sekitarnya;
 Mengembangkan pelayanan kawasan perkotaan yang
mendukung sektor unggulan sebagai kota industri, wisata, dan
maritim secara berkelanjutan; dan
 Mengembangkan kota dan kawasan perkotaan baru secara
holistik dan terintegrasi, inklusif, serta berkelanjutan.
c. Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan
jaringan prasarana meliputi:
 Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan
keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara;
 Mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama
di kawasan terisolasi;

2-2
 Meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi
terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan
keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik;
 Meningkatkan infrastruktur minyak dan gas bumi nasional yang
optimal; dan
 Meningkatkan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan
keterpaduan sistem jaringan sumber daya air.

2. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Pola Ruang


Kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang meliputi:
 Kebijakan dan strategi pengembangan, pemanfaatan, dan
pengelolaan kawasan lindung;
 Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan budi daya; dan
 Kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis
nasional.
1) Kebijakan dan Strategi Pengembangan, Pemanfaatan, dan
Pengelolaan Kawasan Lindung
a. Kebijakan pengembangan, pemanfaatan,dan pengelolaan
kawasan lindung sebagaimana dimaksud meliputi:
 Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lingkungan
hidup; dan
 Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat
menimbulkan kerusakan lingkungan hidup.

b. Strategi untuk pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi


lingkungan hidup meliputi:
 Menetapkan kawasan lindung di ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi;
 Mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam wilayah:
a) Pulau Sumatera dengan luas paling sedikit 40% (empat
puluh persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan

2-3
kondisi, karakter, dan fungsi ekosistemnya serta tersebar
secara proporsional;
b) Pulau Jawa Bali dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi,
karakter, dan fungsi ekosistemnya serta tersebar secara
proporsional;
c) Pulau Kalimantan dengan luas paling sedikit 45% (empat
puluh lima persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan
kondisi, karakter, dan fungsi ekosistemnya serta tersebar
secara proporsional;
d) Pulau Sulawesi dengan luas paling sedikit 40% (empat puluh
persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi,
karakter, dan fungsi ekosistemnya serta tersebar secara
proporsional.
e) Pulau Papua dengan luas paling sedikit 70% (tujuh puluh
persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi,
karakter, dan fungsi ekosistemnya serta tersebar secara
proporsional;
f) Kepulauan Maluku dengan luas paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan
kondisi, karakter, dan fungsi ekosistemnya serta tersebar
secara proporsional; dan
g) Kepulauan Nusa Tenggara dengan luas paling sedikit 30%
(tiga puluh persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan
kondisi, karakter, dan fungsi ekosistemnya serta tersebar
secara proporsional.
 Mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung
akibat pengembangan kegiatan budi daya dalam rangka
mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah;
 Mengendalikan pemanfaatan dan penggunaan kawasan yang
berpotensi mengganggu fungsi lindung; dan

2-4
 Mewujudkan, memelihara, dan meningkatkan fungsi kawasan
lindung dalam rangka meningkatkan daya dukung daerah aliran
sungai.

c. Strategi untuk pencegahan dampak negatif kegiatan manusia


yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup meliputi:
 Menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup;
 Melindungi dan meningkatkan kemampuan lingkungan hidup
dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang
ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
 Melindungi dan meningkatkan kemampuan lingkungan hidup
untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang
dibuang ke dalamnya;
 Mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau
tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan
yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam
menunjang pembangunan yang berkelanjutan;
 Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan
generasi masa depan;
 Mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin
pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang
terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya
dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta
keanekaragamannya; dan
 Mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya
adaptasi bencana di kawasan rawan bencana dan kawasan
risiko perubahan iklim.

2) Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Budi Daya

2-5
a. Kebijakan pengembangan kawasan budi daya meliputi:
 Perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan
antarkegiatan budi daya; dan
 Pengendalian perkembangan kegiatan budi daya agar tidak
melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan.

b. Strategi untuk perwujudan dan peningkatan keterpaduan dan


keterkaitan antarkegiatan budi daya meliputi:
 Menetapkan kawasan budi daya yang memiliki nilai strategis
nasional untuk pemanfaatan sumber daya alam di ruang darat,
ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi
secara sinergis untuk mewujudkan keseimbangan pemanfaatan
ruang wilayah;
 Mengembangkan kegiatan budi daya unggulan di dalam
kawasan beserta prasarana secara sinergis dan berkelanjutan
untuk mendorong pengembangan perekonomian kawasan dan
wilayah sekitarnya;
 Mengembangkan kegiatan budi daya untuk menunjang aspek
politik, pertahanan dan keamanan, sosial budaya, serta ilmu
pengetahuan dan teknologi;
 Menetapkan, memanfaatkan, mengembangkan, dan
mempertahankan kawasan pertanian pangan berkelanjutan
untuk mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan
pangan;
 Mengembangkan pulau-pulau kecil sebagai sentra ekonomi
wilayah yang berbasis kelautan dan perikanan yang berdaya
saing dan berkelanjutan;
 Mengelola kekayaan sumber daya kelautan di wilayah perairan,
wilayah yurisdiksi, laut lepas, dan wilayah dasar laut
internasional untuk kedaulatan ekonomi nasional; dan

2-6
 Mengembangkan pemanfaatan ruang udara nasional sebagai
aset pembangunan dengan tetap menjaga fungsi pertahanan
dan keamanan serta keselamatan penerbangan.

c. Strategi untuk pengendalian perkembangan kegiatan budi daya


agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup meliputi:
 Membatasi dan mengendalikan perkembangan kegiatan budi
daya terbangun di kawasan rawan bencana dan risiko tinggi
bencana serta dampak perubahan iklim untuk meminimalkan
potensi kejadian bencana dan potensi kerugian akibat bencana
dan perubahan iklim;
 Mengembangkan perkotaan metropolitan dan kota besar dengan
mengoptimalkan pemanfaatan ruang secara vertikal dan
kompak;
 Mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit
30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan;
 Membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan
metropolitan dan kota besar untuk mempertahankan tingkat
pelayanan prasarana dan sarana kawasan perkotaan serta
mempertahankan fungsi kawasan perdesaan di sekitarnya;
 Mengembangkan kegiatan budidaya yang dapat
mempertahankan keberadaan pulau-pulau kecil;
 Membatasi dan mengendalikan kegiatan budi daya pada lokasi
yang memiliki nilai konservasi tinggi;
 Menetapkan lokasi rusak dan tercemar untuk dipulihkan;
 Mengendalikan keseimbangan daya dukung dan daya tampung
lingkungan di kota sedang sebagai kawasan perkotaan
penyangga arus urbanisasi desa ke kota;
 Mengendalikan perubahan peruntukan kawasan hutan untuk
alokasi lahan pembangunan bagi sektor non kehutanan dengan

2-7
mempertimbangkan kualitas lingkungan, karakter sumber daya
alam, fungsi ekologi, dan kebutuhan lahan untuk pembangunan
secara berkelanjutan;
 Mendorong pembangunan hutan rakyat untuk mendukung
kecukupan tutupan hutan khususnya bagi wilayah daerah aliran
sungai atau pulau yang tutupan hutannya kurang dari 30% (tiga
puluh persen); dan
 Mengembangkan kegiatan budidaya dengan memperhatikan
bioekoregion yang merupakan bentang alam yang berada di
dalam satu atau lebih daerah aliran sungai.

3) Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Strategis


Nasional
a. Kebijakan pengembangan kawasan strategis nasional meliputi:
 Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan
ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati,
mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan
kawasan, melestarikan keunikan bentang alam, dan
melestarikan warisan budaya nasional;
 Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
negara;
 Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam
pengembangan perekonomian nasional yang produktif, efisien,
dan mampu bersaing dalam perekonomian internasional;
 Pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi
secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
 Pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa;
 Pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang
ditetapkan sebagai warisan dunia, cagar biosfer, dan ramsar;
dan

2-8
 Pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi
kesenjangan tingkat perkembangan antarkawasan.
Adapun strategi-strategi yang akan ditempuh dalam memudahkan
perwujudan kebijakan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Strategi untuk pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup meliputi:
a. Menetapkan kawasan strategis nasional berfungsi lindung;
b. Mencegah pemanfaatan ruang di kawasan strategis nasional
yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan;
c. Membatasi pemanfaatan ruang di sekitar kawasan strategis
nasional yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan;
d. Membatasi pengembangan prasarana dan sarana di dalam dan
di sekitar kawasan strategis nasional yang dapat memicu
perkembangan kegiatan budi daya;
e. Mengembangkan kegiatan budi daya tidak terbangun di sekitar
kawasan strategis nasional yang berfungsi sebagai zona
penyangga yang memisahkan kawasan lindung dengan
kawasan budi daya terbangun; dan
f. Merehabilitasi fungsi lindung kawasan yang menurun akibat
dampak pemanfaatan ruang yang berkembang di dalam dan di
sekitar kawasan strategis nasional.
2. Strategi untuk peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan
keamanan negara meliputi:
a. Menetapkan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus
pertahanan dan keamanan;
b. Mengembangkan kegiatan budi daya secara selektif di dalam
dan di sekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi
pertahanan dan keamanan; dan
c. Mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budi daya
tidak terbangun di sekitar kawasan strategis nasional sebagai
zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis nasional
dengan kawasan budi daya terbangun.

2-9
3. Strategi untuk pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan
dalam pengembangan perekonomian nasional meliputi:
a. Mengembangkan pusat pertumbuhan berbasis potensi sumber
daya alam dan kegiatan budi daya unggulan sebagai penggerak
utama pengembangan wilayah;
b. Menciptakan iklim investasi yang kondusif;
c. Mengelola pemanfaatan sumber daya alam agar tidak
melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan;
d. Mengelola dampak negatif kegiatan budi daya agar tidak
menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi kawasan;
e. Mengintensifkan promosi peluang investasi; dan
f. Meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang
kegiatan ekonomi.
4. Strategi untuk pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi
tinggi secara optimal meliputi:
a. Mengembangkan kegiatan penunjang dan/atau kegiatan turunan
dari pemanfaatan sumber daya dan/atau teknologi tinggi;
b. Meningkatkan keterkaitan kegiatan pemanfaatan sumber daya
dan/atau teknologi tinggi dengan kegiatan penunjang dan/atau
turunannya; dan
c. Mencegah dampak negatif pemanfaatan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi terhadap fungsi lingkungan hidup, dan
keselamatan masyarakat.
5. Strategi untuk pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya
bangsa meliputi:
a. Meningkatkan kecintaan masyarakat akan nilai budaya yang
mencerminkan jati diri bangsa yang berbudi luhur;
b. Mengembangkan penerapan nilai budaya bangsa dalam
kehidupan masyarakat; dan
c. Melestarikan situs warisan budaya bangsa.
6. Strategi untuk pelestarian dan peningkatan nilai kawasan yang
ditetapkan sebagai warisan dunia meliputi:

2 - 10
a. Melestarikan keaslian fisik serta mempertahankan
keseimbangan ekosistemnya;
b. Meningkatkan kepariwisataan nasional;
c. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
d. Melestarikan keberlanjutan lingkungan hidup.
7. Strategi untuk pengembangan kawasan tertinggal meliputi:
a. Memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan
berkelanjutan;
b. Membuka akses dan meningkatkan aksesibilitas antara kawasan
tertinggal dan pusat pertumbuhan wilayah;
c. Mengembangkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan
ekonomi masyarakat;
d. Meningkatkan akses masyarakat ke sumber pembiayaan; dan
e. Meningkatkan kualitas dan kapasitas sumber daya manusia
dalam pengelolaan kegiatan ekonomi.

2.1.3 Rencana Struktur Ruang Wilayah Nasional


Rencana struktur ruang wilayah nasional terdiri dari:
a. Sistem perkotaan nasional;
b. Sistem jaringan transportasi nasional;
c. Sistem jaringan energi nasional;
d. Sistem jaringan telekomunikasi nasional; dan
e. Sistem jaringan sumber daya air.

2 - 11
1. Sistem Perkotaan Nasional
 Sistem perkotaan nasional terdiri nasional terdiri atas PKN, PKW,
dan PKL.
 PKN, PKW, dan PKL dapat berupa:
a) Kawasan megapolitan;
b) Kawasan metropolitan;
c) Kawasan perkotaan besar;
d) Kawasan perkotaan sedang; atau
e) Kawasan perkotaan
 PKN sebagaimana ditetapkan dengan kriteria:
a) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
simpul utama kegiatan ekspor-impor atau pintu gerbang menuju
kawasan internasional;
b) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang
melayani beberapa provinsi;
c) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
simpul utama transportasi skala nasional atau melayani
beberapa provinsi; dan/atau
d) Kawasan perkotaan yang berada di pesisir yang berfungsi atau
berpotensi sebagai pelabuhan hub internasional dan pintu
gerbang ekspor hasil kegiatan kelautan dan perikanan.
 PKW sebagaimana ditetapkan dengan kriteria:
a) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
simpul kedua kegiatan ekspor-impor yang mendukung PKN;
b) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala provinsi
atau beberapa kabupaten;
c) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
simpul transportasi yang melayani skala provinsi atau beberapa
kabupaten; dan/atau

2 - 12
d) Kawasan perkotaan yang berada di pesisir yang berfungsi atau
berpotensi mendukung ekonomi kelautan nasional.
 PKL sebagaimana ditetapkan dengan kriteria:
a) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
pusat kegiatan industri dan jasa yang melayani skala kabupaten
atau beberapa kecamatan;
b) Kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai
simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau
beberapa kecamatan; dan/atau
c) Kawasan perkotaan yang berada di pesisir berfungsi atau
berpotensi mendukung ekonomi kelautan lokal.
 PKSN sebagaimana ditetapkan dengan kriteria:
a) Pusat perkotaan yang berpotensi sebagai pos pemeriksaan
lintas batas dan berfungsi sebagai pintu gerbang internasional
yang menghubungkan dengan negara tetangga; dan
b) Pusat perkotaan yang merupakan simpul utama transportasi
yang menghubungkan wilayah sekitarnya; dan/atau
c) Pusat perkotaan yang merupakan pusat pertumbuhan ekonomi
yang dapat mendorong perkembangan kawasan di sekitarnya.

2. Sistem Jaringan Transportasi Nasional


Sistem jaringan transportasi nasional terdiri atas:
a. Sistem jaringan transportasi darat;
b. Sistem jaringan transportasi laut; dan
c. Sistem jaringan transportasi udara.
 Sistem Jaringan Transportasi Darat
Sistem jaringan transportasi darat terdiri atas jaringan jalan nasional,
jaringan jalur kereta api, dan jaringan transportasi sungai, danau,
dan penyeberangan.
a) Jaringan Jalan Nasional
 Jaringan jalan nasional sebagaimana dimaksud terdiri atas
jaringan jalan arteri primer, jaringan jalan kolektor primer yang

2 - 13
menghubungkan antaribukota provinsi, jaringan jalan strategis
nasional, dan jalan tol.
 Jaringan jalan arteri primer dikembangkan secara menerus dan
berhierarki berdasarkan kesatuan sistem orientasi untuk
menghubungkan:
a. Antar-PKN;
b. Antara PKN dan PKW; dan/atau
c. PKN dan/atau PKW dengan bandar udara pengumpul skala
pelayanan primer/sekunder/ tersier dan pelabuhan
utama/pengumpul.
 Jaringan jalan kolektor primer dikembangkan untuk
menghubungkan antara PKN dan PKL, antar-PKW, serta antara
PKW dan PKL.
 Jaringan jalan strategis nasional dikembangkan untuk
menghubungkan:
a. Antar-PKSN dalam satu kawasan perbatasan negara;
b. Antara PKSN dan pusat kegiatan lainnya; dan
c. PKN dan/atau PKW dengan kawasan strategis nasional.
 Jalan tol dikembangkan untuk mempercepat perwujudan
jaringan jalan bebas hambatan sebagai bagian dari jaringan
jalan nasional.
 Pemerintah dapat menetapkan jalan bebas hambatan selain
yang tercantum dalam lampiran III berdasarkan kriteria yang
diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
 Jaringan jalan bebas hambatan tercantum dalam Lampiran III
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Pemerintah ini.

b) Jaringan Jalur Kereta Api


Jaringan jalur kereta api umum terdiri atas:
1) Jaringan jalur kereta api antarkota; dan

2 - 14
2) Jaringan jalur kereta api perkotaan.
 Jaringan jalur kereta api antarkota dikembangkan untuk
menghubungkan:
1. PKN dengan pusat kegiatan di negara tetangga;
2. Antar-PKN;
3. PKW dengan PKN; atau
4. Antar-PKW.
 Jaringan jalur kereta api perkotaan dikembangkan untuk:
1. Menghubungkan kawasan perkotaan dengan bandar
udara pengumpul skala pelayanan
primer/sekunder/tersier dan pelabuhan
utama/pengumpul;
2. Mendukung aksesibilitas di kawasan perkotaan.
 Jaringan jalur kereta api antarkota dan perkotaan beserta
prioritas pengembangannya ditetapkan oleh menteri yang
tugas dan tanggung jawabnya di bidang perkeretaapian.

c) Jaringan Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan


Jaringan transportasi sungai dan danau terdiri atas:
1. Pelabuhan sungai dan pelabuhan danau; dan
2. Alur pelayaran untuk kegiatan angkutan sungai dan alur
pelayaran untuk kegiatan angkutan danau.
Jaringan transportasi penyeberangan terdiri atas
pelabuhan penyeberangan dan lintas penyeberangan.
1. Pelabuhan penyeberangan terdiri atas:
 Pelabuhan penyeberangan lintas antarprovinsi dan
antarnegara;
 Pelabuhan penyeberangan lintas antarkabupaten/kota; dan
 Pelabuhan penyeberangan lintas dalam kabupaten/kota.
2. Lintas penyeberangan terdiri atas:

2 - 15
 Lintas penyeberangan antarprovinsi yang menghubungkan
antarjaringan jalan nasional dan antarjaringan jalur kereta
api antarprovinsi;
 Lintas penyeberangan antar negara yang menghubungkan
antarjaringan jalan pada kawasan perbatasan;
 Lintas penyeberangan lintas kabupaten/kota yang
menghubungkan antarjaringan jalan provinsi dan jaringan
jalur kereta api dalam provinsi; dan
 Lintas pelabuhan penyeberangan dalam kabupaten/kota
yang menghubungkan antarjaringan jalan kabupaten/kota
dan jaringan jalur kereta api dalam kabupaten/kota.
 Sistem Jaringan Transportasi Laut
Sistem jaringan transportasi laut terdiri atas tatanan
kepelabuhanan dan alur pelayaran.
Tatanan kepelabuhanan terdiri atas:
1. Pelabuhan umum; dan
2. Pelabuhan khusus.
 Pelabuhan Umum
Pelabuhan umum terdiri atas pelabuhan internasional hub,
pelabuhan internasional, pelabuhan nasional, pelabuhan
regional, dan pelabuhan lokal.
 Pelabuhan internasional hub dan pelabuhan internasional
dikembangkan untuk:
1) Melayani kegiatan pelayaran dan alih muat peti kemas
angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah
besar;
2) Menjangkau wilayah pelayanan sangat luas; dan
3) Menjadi simpul jaringan transportasi laut internasional.
 Pelabuhan nasional dikembangkan untuk:
1) Melayani kegiatan pelayaran dan alih muat peti kemas
angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah
menengah;
2 - 16
2) Menjangkau wilayah pelayanan menengah; dan
3) Memiliki fungsi sebagai simpul jaringan transportasi laut
nasional.
 Pelabuhan regional dikembangkan untuk:
1) Melayani kegiatan pelayaran dan alih muat angkutan laut
nasional dan regional, pelayaran rakyat, angkutan sungai,
dan angkutan perintis dalam jumlah menengah; dan
2) Menjangkau wilayah pelayanan menengah.
 Pelabuhan lokal dikembangkan untuk:
1) Melayani kegiatan pelayaran dan alih muat angkutan laut
lokal dan regional, pelayaran rakyat, angkutan sungai, dan
angkutan perintis dalam jumlah kecil; dan
2) Menjangkau wilayah pelayanan terbatas.
 Pelabuhan Khusus
Pelabuhan khusus dikembangkan untuk menunjang
pengembangan kegiatan atau fungsi tertentu dan dapat
dialihkan fungsinya menjadi pelabuhan umum dengan
memperhatikan sistem transportasi laut. Alur pelayaran
sebagaimana dimaksud terdiri atas alur pelayaran di laut dan
alur pelayaran di sungai dan danau.
 Alur pelayaran di laut terdiri atas:
1) Alur pelayaran umum dan perlintasan; dan
2) Alur pelayaran masuk pelabuhan.
 Alur pelayaran sungai dan danau terdiri atas:
1) Alur pelayaran sungai; dan
2) Alur pelayaran danau.
 Sistem Jaringan Transportasi Udara
Sistem jaringan transportasi udara terdiri atas tatanan
kebandarudaraan dan ruang udara untuk penerbangan.
Tatanan kebandarudaraan terdiri atas:
1) Bandar udara umum; dan
2) Bandar udara khusus.
2 - 17
 Bandar udara umum terdiri atas:
1) Bandar udara pengumpul skala pelayanan primer;
2) Bandar udara pengumpul skala pelayanan sekunder;
3) Bandar udara pengumpul skala pelayanan tersier; dan
4) Bandar udara pengumpan.
5) Bandar udara pengumpul skala pelayanan primer, sekunder,
dan tersier tercantum dalam Lampiran V yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
 Ruang udara untuk penerbangan terdiri atas:
1) Ruang udara di atas bandar udara yang dipergunakan
langsung untuk kegiatan bandar udara;
2) Ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan
untuk operasi penerbangan; dan
3) Ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur penerbangan.
4) Ruang udara untuk penerbangan dimanfaatkan dengan
mempertimbangkan pemanfaatan ruang udara bagi
pertahanan dan keamanan negara dan diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Bandar udara khusus dikembangkan untuk menunjang
pengembangan kegiatan tertentu dengan berpedoman pada
peraturan perundang-undangan di bidang kebandarudaraan.

3. Sistem Jaringan Energi Nasional


Sistem jaringan energi nasional terdiri atas:
a. Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi; dan
b. Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan.
 Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan merupakan segala hal
yang berkaitan dengan:
1) Infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan sarana
pendukungnya; dan
2) Infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana
pendukungnya.

2 - 18
 Jaringan infrastruktur pembangkitan tenaga listrik merupakan
segala hal yang berkaitan dengan pembangkit, jetty, sarana
pernyimpanan bahan bakar, sarana pengolahan hasil
pembakaran, travo step up, dan pergudangan.
 Jaringan infrastruktur penyaluran tenaga listrik segala hal yang
berkaitan dengan transmisi tenaga listrik, gardu induk, distribusi
tenaga listrik, dan gardu hubung.
 Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi dikembangkan
untuk:
1) Menyalurkan minyak dan gas bumi dari fasilitas produksi ke
kilang pengolahan dan/atau tempat penyimpanan; atau
2) Menyalurkan minyak dan gas bumi dari kilang pengolahan
atau tempat penyimpanan ke konsumen.
 Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi beserta prioritas
pengembangannya ditetapkan oleh menteri yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang minyak dan gas bumi.
 Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi ditetapkan dengan
kriteria:
1) Adanya fasilitas produksi minyak dan gas bumi, fasilitas
pengolahan dan/atau penyimpanan, serta konsumen yang
terintegrasi dengan fasilitas tersebut; dan
2) Berfungsi sebagai pendukung sistem pasokan energi
nasional.
 Pembangkit tenaga listrik
1) Pembangunan jaringan infrastruktur ketenagalistrikan
dilaksanakan untuk memenuhi penyediaan tenaga listrik
sesuai kebutuhan yang mampu mendukung kegiatan
perekonomian.
2) Pembangunan jaringan infrastruktur ketenagalistrikan dapat
dikembangkan di seluruh wilayah kabupaten/ kota
berdasarkan kriteria yang diatur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

2 - 19
3) Pembangkitan Tenaga Listrik tercantum dalam Lampiran VA
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Pemerintah ini.
 Jaringan transmisi tenaga listrik
1) Pembangunan jaringan transmisi tenaga listrik dilaksanakan
untuk menyalurkan tenaga listrik antarsistem dengan
menggunakan kawat saluran udara, kabel bawah tanah,
dan/atau kabel laut.
2) Gardu induk yang merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari transmisi tenaga listrik untuk mendistribusikan listrik
tersebar secara merata di seluruh wilayah kabupaten/kota.
3) Sistem jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi,
pembangkitan tenaga listrik, serta jaringan transmisi tenaga
listrik ditetapkan oleh menteri yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang energi.
 Infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan sarana
pendukungnya ditetapkan dengan kriteria:
1) Mendukung ketersediaan pasokan tenaga listrik untuk
kepentingan umum di kawasan perkotaan, perdesaan
hingga kawasan terisolasi;
2) Mendukung pengembangan kawasan perdesaan, pulau-
pulau kecil, dan kawasan terisolasi;
3) Mendukung pemanfaatan teknologi baru untuk
menghasilkan sumber energi yang mampu mengurangi
ketergantungan terhadap energi tak terbarukan;
4) Berada pada kawasan dan/atau di luar kawasan yang
memiliki potensi sumber daya energi; dan
5) Berada pada lokasi yang aman terhadap kegiatan lain
dengan memperhatikan jarak bebas dan jarak aman.
 Infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana pendukungnya
ditetapkan dengan kriteria:

2 - 20
1) Mendukung ketersediaan pasokan tenaga listrik untuk
kepentingan umum di kawasan perkotaan, perdesaan,
hingga kawasan terisolasi;
2) Mendukung pengembangan kawasan perdesaan, pulau-
pulau kecil, dan kawasan terisolasi;
3) Melintasi kawasan permukiman, wilayah sungai, laut, hutan,
persawahan, perkebunan, dan jalur transportasi;
4) Berada pada lokasi yang aman terhadap kegiatan lain
dengan memperhatikan persyaratan ruang bebas dan jarak
aman;
5) Merupakan media penyaluran tenaga listrik adalah kawat
saluran udara, kabel bawah laut, dan kabel bawah tanah;
dan
6) Menyalurkan tenaga listrik berkapasitas besar dengan
tegangan nominal lebih dari 35 (tiga puluh lima) kilo Volt.

4. Sistem Jaringan Telekomunikasi Nasional


Sistem jaringan telekomunikasi nasional terdiri atas:
a. Jaringan terestrial; dan
b. Jaringan satelit.
 Jaringan terestrial dikembangkan secara berkesinambungan
untuk menyediakan pelayanan telekomunikasi di seluruh wilayah
nasional.
 Jaringan terestrial ditetapkan dengan kriteria:
1) Menghubungkan antarpusat perkotaan nasional;
2) Menghubungkan pusat perkotaan nasional dengan pusat
kegiatan di negara lain;
3) Mendukung pengembangan kawasan andalan; atau
4) Mendukung kegiatan berskala internasional.
 Jaringan satelit dikembangkan untuk melengkapi sistem jaringan
telekomunikasi nasional melalui satelit komunikasi dan stasiun
bumi.

2 - 21
 Jaringan satelit ditetapkan dengan kriteria ketersediaan orbit
satelit dan frekuensi radio yang telah terdaftar pada
Perhimpunan Telekomunikasi Internasional.
 Jaringan terestrial dan satelit dan prioritas pengembangan serta
kriteria teknisnya ditetapkan oleh menteri yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.

5. Sistem Jaringan Sumber Daya Air Nasional


Sistem jaringan sumber daya air merupakan sistem sumber
daya air pada setiap wilayah sungai dan cekungan air tanah.
Wilayah sungai meliputi wilayah sungai lintas negara, wilayah
sungai lintas provinsi, dan wilayah sungai strategis nasional.
Cekungan air tanah meliputi cekungan air tanah lintas negara
dan lintas provinsi. Arahan pemanfaatan ruang pada wilayah
sungai lintas negara, wilayah sungai lintas provinsi, dan wilayah
sungai strategis nasional memperhatikan pola pengelolaan
sumber daya air Pola pengelolaan sumber daya air ditetapkan
dengan peraturan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang sumber daya air.
Wilayah sungai strategis nasional ditetapkan dengan kriteria:
 Melayani kawasan strategis nasional, PKN, atau kawasan
andalan; • Melayani paling sedikit 1 (satu) daerah irigasi yang
luasnya lebih besar atau sama dengan 10.000 (sepuluh ribu)
hektar; dan/atau
 Memiliki dampak negatif akibat daya rusak air terhadap
pertumbuhan ekonomi yang mengakibatkan tingkat kerugian
ekonomi paling sedikit 1% (satu persen) dari produk domestik
regional bruto (PDRB) provinsi.
2.1.4 Rencana Pola Ruang Wilayah Nasional
a. Kawasan Lindung Nasional
Kawasan lindung nasional terdiri atas:

2 - 22
1. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
2. Kawasan perlindungan setempat;
3. Kawasan konservasi;
4. Kawasan lindung geologi; dan
5. Kawasan lindung lainnya.
 Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya terdiri atas:
1) Kawasan hutan lindung;
2) Kawasan gambut; dan
3) Kawasan resapan air.
 Kawasan perlindungan setempat terdiri atas:
1) Sempadan pantai;
2) Sempadan sungai;
3) Kawasan sekitar danau atau waduk; dan
4) Ruang terbuka hijau kota.
 Kawasan konservasi terdiri atas:
1) Kawasan suaka alam, yang terdiri atas suaka margasatwa,
suaka margasatwa laut, cagar alam, dan cagar alam laut;
2) Kawasan pelestarian alam, yang terdiri atas taman nasional,
taman nasional laut, taman hutan raya, taman wisata alam, dan
taman wisata alam laut;
3) Kawasan taman buru; dan
 Kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil,
yang terdiri atas:
1) Kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil yang meliputi
suaka pesisir, suaka pulau kecil, taman pesisir, dantaman pulau
kecil;
2) Kawasan konservasi maritim yang meliputi daerah perlindungan
adat maritim dan daerah perlindungan budaya maritim; dan
3) Kawasan konservasi perairan.
 Kawasan lindung geologi terdiri atas:

2 - 23
1) Kawasan cagar alam geologi; dan
2) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.
 Kawasan lindung lainnya terdiri atas:
1) Cagar biosfer;
2) Ramsar;
3) Cagar budaya;
4) Kawasan perlindungan plasma nutfah;
5) Kawasan pengungsian satwa; dan
6) Kawasan ekosistem mangrove.
 Kawasan cagar alam geologi terdiri atas:
 Kawasan keunikan batuan dan fosil;
 Kawasan keunikan bentang alam; dan
 Kawasan keunikan proses geologi.
 Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah
terdiri atas:
1) Kawasan imbuhan air tanah; dan
2) Sempadan mata air.
 Kawasan hutan lindung ditetapkan dengan kriteria:
1) Kawasan hutan dengan faktor kemiringan lereng, jenis tanah,
dan intensitas hujan yang jumlah hasil perkalian bobotnya sama
dengan 175 (seratus tujuh puluh lima) atau lebih;
2) Kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng paling
sedikit 40% (empat puluh persen);
3) Kawasan hutan yang mempunyai ketinggian paling sedikit 2.000
(dua ribu) meter di atas permukaan laut; atau
4) Kawasan hutan yang mempunyai tanah sangat peka terhadap
erosi dengan kelerengan di atas lebih dari 15% (lima belas
persen).
 Kawasan gambut dengan kriteria:
1) Berupa kubah gambut; dan

2 - 24
2) Ketebalan gambut 3 (tiga) meter atau lebih yang terdapat di hulu
sungai atau rawa.
 Kawasan resapan air dengan kriteria kawasan yang mempunyai
kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan dan sebagai
pengontrol tata air permukaan.
 Sempadan sungai ditetapkan dengan kriteria:
1) Daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling
sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar;
2) Daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar
kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus)
meter dari tepi sungai; dan
3) Daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar
kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima
puluh) meter dari tepi sungai.
 Kawasan sekitar danau atau waduk ditetapkan dengan kriteria:
1) Daratan dengan jarak 50 (lima puluh) meter sampai dengan 100
(seratus) meter dari titik pasang air danau atau waduk tertinggi;
atau
2) Daratan sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya
proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik danau atau
waduk.
 Ruang terbuka hijau kota ditetapkan dengan kriteria:
1) Lahan dengan luas paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus)
meter persegi;
2) Berbentuk satu hamparan, berbentuk jalur, atau kombinasi dari
bentuk satu hamparan dan jalur; dan
3) Didominasi komunitas tumbuhan.
 Kawasan suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut
ditetapkan dengan kriteria:
1) Merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu
jenis satwa langkadan/atau hampir punah;
2) Memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi;

2 - 25
3) Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran
tertentu; atau
4) Memiliki luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang
bersangkutan.
 Cagar alam dan cagar alam laut ditetapkan dengan kriteria:
1) Memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan/atau satwa liar
yang tergabung dalam suatu tipe ekosistem;
2) Memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit penyusunnya;
3) Mempunyai kondisi alam, baik tumbuhan maupun satwa liar
yang secara fisik masih asli dan belum terganggu;
4) Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu yang dapat
menunjang pengelolaan secara efektif dan menjamin
berlangsungnya proses ekologis secara alami;
5) Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh
ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi;
dan/atau
6) Terdapat komunitas tumbuhan dan/atau satwa beserta
ekosistemnya yang langka dan/atau keberadaannya terancam
punah.
 Taman nasional dan taman nasional laut ditetapkan dengan
kriteria:
1) Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan
proses ekologis secara alami;
2) Memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem yang khas dan
unik yang masih utuh dan alami serta gejala alam yang unik;
3) Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh; dan
4) Merupakan wilayah yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona
pemanfaatan, zona rimba, dan/atau zona lainnya sesuai dengan
keperluan.
 Taman hutan raya ditetapkan dengan kriteria:

2 - 26
1) Merupakan wilayah dengan ciri khas baik asli maupun buatan
pada wilayah yang ekosistemnya masih utuh ataupun wilayah
yang ekosistemnya sudah berubah;
2) Memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam; dan
3) Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk
pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa.
 Taman wisata alam dan taman wisata alam laut ditetapkan
dengan kriteria:
1) Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau
bentang alam, gejala alam, serta formasi geologi yang unik;
2) Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi
dan daya tarik alam untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan
rekreasi alam; dan
3) Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya
pengembangan pariwisata alam.
 Taman buru ditetapkan dengan kriteria:
1) Memiliki luas yang cukup dan tidak membahayakan untuk
kegiatan berburu; dan
2) Terdapat satwa buru yang dikembangbiakkan yang
memungkinkan perburuan secara teratur dan
berkesinambungan dengan mengutamakan segi aspek rekreasi,
olahraga, dan kelestarian satwa.
 Kawasan suaka pesisir atau suaka pulau kecil ditetapkan
dengan kriteria:
1) Merupakan wilayah pesisir atau pulau kecil yang menjadi tempat
hidup dan berkembang biaknya suatu jenis atau sumber daya
alam hayati yang khas, unik, langka, dan dikhawatirkan akan
punah, dan/atau merupakan tempat kehidupan bagi jenis biota
migrasi tertentu yang keberadaannya memerlukan upaya
perlindungan, dan/atau pelestarian;
2) Mempunyai keterwakilan dari satu atau beberapa ekosistem di
wilayah pesisir atau pulau kecil yang masih asli dan/atau alami;

2 - 27
3) Mempunyai luas wilayah pesisir atau pulau kecil yang cukup
untuk menjamin kelangsungan habitat jenis sumber daya ikan
yang perlu dilakukan upaya konservasi dan dapat dikelola
secara efektif; dan
4) Mempunyai kondisi fisik wilayah pesisir atau pulau kecil yang
rentan terhadap perubahan dan/atau mampu mengurangi
dampak bencana.
 Kawasan taman pesisir atau taman pulau kecil ditetapkan
dengan kriteria:
1) Merupakan wilayah pesisir atau pulau kecil yang mempunyai
daya tarik sumber daya alam hayati, formasi geologi, dan/atau
gejala alam yang dapat dikembangkan untuk kepentingan
pemanfaatan pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian,
pendidikan dan peningkatan kesadaran konservasi sumber daya
alam hayati, wisata bahari, serta rekreasi;
2) Mempunyai luas wilayah pesisir atau pulau kecil yang cukup
untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik serta
pengelolaan pesisir yang berkelanjutan; dan
3) Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya
pengembangan wisata bahari dan rekreasi.
 Kawasan daerah perlindungan adat maritim ditetapkan dengan
kriteria:
1) Wilayah pesisir dan/atau pulau kecil yang memiliki kesatuan
masyarakat hukum adat dan/atau kearifan lokal, hak tradisional,
dan lembaga adat yang masih berlaku;
2) Mempunyai aturan lokal/kesepakatan adat masyarakat yang
diberlakukan untuk menjaga kelestarian lingkungan; dan
3) Tidak bertentangan dengan hukum nasional.
 Kawasan daerah perlindungan budaya ditetapkan dengan
kriteria:
1) Tempat tenggelamnya kapal yang mempunyai nilai arkeologi-
historis khusus;

2 - 28
2) Situs sejarah kemaritiman yang mempunyai nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan dan budaya yang perlu dilindungi
bagi tujuan pelestarian dan pemanfaatan guna memajukan
kebudayaan nasional; dan
3) Tempat ritual keagamaan atau adat.
 Kawasan konservasi perairan ditetapkan dengan kriteria:
1) Perairan laut nasional dan perairan kawasan strategis nasional
yang mempunyai daya tarik sumberdaya alam hayati, formasi
geologi, dan/atau gejala alam yang dapat dikembangkan untuk
kepentingan pemanfaatan pengembangan ilmu pengetahuan,
penelitian, pendidikan, dan peningkatan kesadaran konservasi
sumberdaya alam hayati;
2) Perairan laut nasional dan perairan kawasan strategis nasional
yang mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian
potensi dan daya tarik serta pengelolaan sumber daya hayati
yang berkelanjutan;
3) Perairan laut daerah yang mempunyai daya tarik sumber daya
alam hayati, formasi geologi, dan/atau gejala alam yang dapat
dikembangkan untuk kepentingan pemanfaatan pengembangan
ilmu pengetahuan, penelitian, pendidikan, dan peningkatan
kesadaran konservasi sumberdaya alam hayati; dan
4) Perairan laut daerah yang mempunyai luas yang cukup untuk
menjamin kelestarian potensi dan daya tarik serta pengelolaan
sumber daya hayati yang berkelanjutan.
 Cagar biosfer ditetapkan dengan kriteria:
1) Memiliki keterwakilan ekosistem yang masih alami, kawasan
yang sudah mengalami degradasi, mengalami modifikasi, atau
kawasan binaan;
2) Memiliki komunitas alam yang unik, langka, dan indah;
3) Merupakan bentang alam yang cukup luas yang mencerminkan
interaksi antara komunitas alam dengan manusia beserta
kegiatannya secara harmonis; atau

2 - 29
4) Berupa tempat bagi pemantauan perubahan ekologi melalui
penelitian dan pendidikan.
 Ramsar ditetapkan dengan kriteria:
1) Berupa lahan basah baik yang bersifat alami atau mendekati
alami yang mewakili langka atau unit yang sesuai dengan
biogeografisnya;
2) Mendukung spesies rentan, langka, hampir langka, atau ekologi
komunitas yang terancam;
3) Mendukung keanekaragaman populasi satwa dan/atau flora di
wilayah biogeografisnya; atau
4) Merupakan tempat perlindungan bagi satwa dan/atau flora saat
melewati masa kritis dalam hidupnya.
 Kawasan cagar budaya dengan kriteria sebagai satuan ruang
geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang
letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang
yang khas.
 Kawasan perlindungan plasma nutfah ditetapkan dengan
kriteria:
1) Memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang memungkinkan
kelangsungan proses pertumbuhannya; dan
2) Memiliki luas tertentu yang memungkinkan kelangsungan proses
pertumbuhan jenis plasma nutfah.
 Kawasan pengungsian satwa ditetapkan dengan kriteria:
1) Merupakan tempat kehidupan satwa yang sejak semula
menghuni areal tersebut;
2) Merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa; dan
3) Memiliki luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya
proses hidup dan kehidupan serta berkembangbiaknya satwa.
 Kawasan ekosistem mangrove dengan kriteria koridor di
sepanjang pantai dengan lebar paling sedikit 130 (seratus tiga
puluh) kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan

2 - 30
terendah tahunan, diukur dari garis air surut terendah ke arah
darat.
 Kawasan keunikan batuan dan fosil ditetapkan dengan kriteria:
1) Memiliki keragaman batuan dan dapat berfungsi sebagai
laboratorium alam;
2) Memiliki batuan yang mengandung jejak atau sisa kehidupan di
masa lampau (fosil);
3) Memiliki nilai paleo-antropologi dan arkeologi;
4) Memiliki tipe geologi unik; atau
5) Memiliki satu-satunya batuan dan/atau jejak struktur geologi
masa lalu.
 Kawasan keunikan bentang alam ditetapkan dengan kriteria:
1) Memiliki bentang alam gumuk pasir pantai;
2) Memiliki bentang alam berupa kawah, kaldera, maar, leher
vulkanik, dan gumuk vulkanik;
3) Memiliki bentang alam goa;
4) Memiliki bentang alam ngarai/lembah;
5) Memiliki bentang alam kubah; atau
6) Memiliki bentang alam karst.
 Kawasan keunikan proses geologi ditetapkan dengan kriteria:
1) Kawasan poton atau lumpur vulkanik;
2) Kawasan dengan kemunculan sumber api alami; atau
3) Kawasan dengan kemunculan solfatara, fumaroia, dan/atau
geyser.
 Kawasan imbuhan air tanah ditetapkan dengan kriteria:
1) Memiliki jenis fisik batuan dengan kemampuan meluluskan air
dengan jumlah yang berarti;
2) Memiliki lapisan penutup tanah berupa pasir sampai lanau;
3) Memiliki hubungan hidrogeologis yang menerus dengan daerah
lepasan; dan/atau
4) Memiliki muka air tanah tidak tertekan yang letaknya lebih tinggi
daripada muka air tanah yang tertekan.

2 - 31
 Kawasan sempadan mata air ditetapkan dengan kriteria:
1) Daratan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat untuk
mempertahankan fungsi mata air; dan
2) Wilayah dengan jarak paling sedikit 200 (dua ratus) meter dari
mata air.

b. Kawasan Budi Daya


 Kawasan budi daya terdiri atas:
1. Kawasan peruntukan hutan produksi;
2. Kawasan peruntukan hutan rakyat;
3. Kawasan peruntukan pertanian;
4. Kawasan peruntukan perikanan;
5. Kawasan peruntukan pertambangan;
6. Kawasan peruntukan panas bumi;
7. Kawasan peruntukan industri;
8. Kawasan peruntukan pariwisata;
9. Kawasan peruntukan permukiman; dan/atau
10. Kawasan peruntukan lainnya.

 Kriteria Kawasan Budi Daya


Kawasan peruntukan hutan produksi terdiri atas:
1) Kawasan peruntukan hutan produksi merupakan kawasan
hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil
hutan.
2) Kawasan peruntukan hutan produksi ditetapkan dengan
kriteria memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan
intensitas hujan dengan jumlah skor paling besar 174
(seratus tujuh puluh empat).
3) Kriteria teknis kawasan peruntukan hutan produksi
ditetapkan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya
di bidang kehutanan.

2 - 32
 Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas ditetapkan dengan
kriteria memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan
intensitas hujan dengan jumlah skor 125 (seratus dua puluh
lima) sampai dengan 174 (seratus tujuh puluh empat).
 Kawasan peruntukan hutan produksi tetap ditetapkan dengan
kriteria memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan
intensitas hujan dengan jumlah skor paling besar 124 (seratus
dua puluh empat).
 Kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi
ditetapkan dengan kriteria:
1) Memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas
hujan dengan jumlah skor paling besar 124 (seratus dua
puluh empat; dan/atau
2) Merupakan kawasan yang apabila dikonversi mampu
mempertahankan daya dukung dan daya tampung
lingkungan.
 Kriteria teknis kawasan peruntukan hutan produksi terbatas,
kawasan peruntukan hutan produksi tetap, dan kawasan
peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi ditetapkan
oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kehutanan.
 Kawasan peruntukan hutan rakyat ditetapkan dengan kriteria
kawasan yang dapat diusahakan sebagai hutan oleh orang pada
tanah yang dibebani hak milik.
 Kriteria teknis kawasan peruntukan hutan rakyat ditetapkan oleh
menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kehutanan.
 Kawasan peruntukan pertanian terdiri atas:
1) Kawasan tanaman pangan;
2) Kawasan hortikultura;
3) Kawasan perkebunan; dan/atau
4) Kawasan peternakan.

2 - 33
 Kawasan peruntukan pertanian ditetapkan dengan kriteria:
1) Memiliki kesesuaian lahan untuk dikembangkan sebagai
kawasan pertanian;
2) Ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan;
3) Mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan
pangan nasional; dan/atau
4) Dapat dikembangkan sesuai dengan ketersediaan
infrastruktur dasar.
 Kriteria teknis kawasan peruntukan pertanian ditetapkan oleh
menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pertanian.
 Kawasan peruntukan perikanan ditetapkan dengan kriteria:
1) Wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
penangkapan, budi daya, dan industri pengolahan hasil
perikanan; dan/atau
2) Tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup.
 Kriteria teknis kawasan peruntukan perikanan ditetapkan oleh
menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang perikanan.
 Kawasan peruntukan pertambangan yang memiliki nilai strategis
nasional terdiri atas pertambangan mineral, batubara, serta
minyak dan gas bumi.
 Kawasan peruntukan pertambangan ditetapkan dengan kriteria:
1) Memiliki sumber daya bahan tambang yang berwujud padat,
cair, atau gas berdasarkan peta/data geologi;
2) Merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk
pemusatan kegiatan pertambangan secara berkelanjutan;
dan/atau
3) Merupakan bagian proses upaya merubah kekuatan
ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil.
 Kriteria teknis kawasan peruntukan pertambangan ditetapkan
oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
pertambangan.
 Kawasan peruntukan panas bumi ditetapkan dengan kriteria:
2 - 34
1) Memiliki sumber energi panas yang terkandung di dalam air
panas, uap air, dan batuan bersama mineral ikutan dan gas
lainnya yang secara genetik semuanya tidak dapat
dipisahkan dalam suatu sistem panas bumi; dan
2) Merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk
pemanfaatan langsung panas bumi dan pemanfaatan tidak
langsung panas bumi.
 Kriteria teknis kawasan peruntukan panas bumi ditetapkan oleh
menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang panas
bumi.
 Kawasan peruntukan industri ditetapkan dengan kriteria:
1) Berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
industri;
2) Tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup;
dan/atau
3) Tidak mengubah lahan produktif.
 Kriteria teknis kawasan peruntukan industri ditetapkan oleh
menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang industri.
 Kawasan peruntukan pariwisata ditetapkan dengan kriteria:
1) Memiliki objek dengan daya tarik wisata; dan/atau
2) Mendukung upaya pelestarian budaya, keindahan alam, dan
lingkungan.
 Kriteria teknis kawasan peruntukan pariwisata ditetapkan oleh
menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
pariwisata.
 Kawasan peruntukan permukiman ditetapkan dengan kriteria:
1) Berada di luar kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan
rawan bencana;
2) Memiliki akses menuju pusat kegiatan masyarakat di luar
kawasan; dan/atau
3) Memiliki kelengkapan prasarana, sarana, dan utilitas
pendukung.

2 - 35
 Kriteria teknis kawasan peruntukan permukiman ditetapkan oleh
menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
perumahan dan permukiman.
 Penetapan Kawasan Budi Daya yang Memiliki Nilai Strategis
Nasional
1) Kawasan budi daya memiliki nilai strategis nasional
ditetapkan sebagai kawasan andalan.
2) Nilai strategis nasional meliputi kemampuan kawasan untuk
memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah di
sekitarnya serta mendorong pemerataan perkembangan
wilayah.
3) Kawasan andalan terdiri atas kawasan andalan darat dan
kawasan andalan laut.
4) Kawasan andalan darat terdiri atas kawasan andalan
berkembang dan kawasan andalan prospektif berkembang.
5) Kawasan andalan tercantum dalam Lampiran IX yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Pemerintah ini.
6) Kawasan andalan berkembang ditetapkan dengan kriteria:
 Memiliki paling sedikit 3 (tiga) kawasan perkotaan;
 Memiliki kontribusi terhadap produk domestik bruto paling
sedikit 0,25% (nol koma dua lima persen);
 Memiliki jumlah penduduk paling sedikit 3% (tiga persen)
dari jumlah penduduk provinsi;
 Memiliki prasarana berupa jaringan jalan, pelabuhan laut
dan/atau bandar udara, prasarana listrik, telekomunikasi,
dan air baku, serta fasilitas penunjang kegiatan ekonomi
kawasan; dan
 Memiliki sektor unggulan yang sudah berkembang dan/atau
sudah ada minat investasi.
7) Kawasan andalan prospektif berkembang ditetapkan dengan
kriteria:

2 - 36
 Memiliki paling sedikit 1 (satu) kawasan perkotaan;
 Memiliki kontribusi terhadap produk domestik bruto paling
sedikit 0,05% (nol koma nol lima persen);
 Memiliki laju pertumbuhan ekonomi paling sedikit 4% (empat
persen) per tahun;
 Memiliki jumlah penduduk paling sedikit 0,5% (nol koma lima
persen) dari jumlah penduduk provinsi;
 Memiliki prasarana berupa jaringan jalan, pelabuhan laut,
dan prasarana lainnya yang belum memadai; dan
 Memiliki sektor unggulan yang potensial untuk
dikembangkan.
8) Kawasan andalan laut ditetapkan dengan kriteria:
 Memiliki sumber daya kelautan;
 Memiliki pusat pengolahan hasil laut; dan
 Memiliki akses menuju pasar nasional atau internasional.

2.1.5 Penetapan Kawasan Strategis Nasional


 Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan
kepentingan:
1. Pertahanan dan keamanan;
2. Pertumbuhan ekonomi;
3. Sosial dan budaya;
4. Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi;
dan/atau
5. Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
 Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertahanan dan
keamanan ditetapkan dengan kriteria:
1. Diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan
pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional;
2. Diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah
pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya,

2 - 37
gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau
kawasan industri sistem pertahanan; atau
3. Merupakan wilayah kedaulatan negara termasuk pulau-pulau
kecil terluar yang berbatasan langsung dengan negara tetangga
dan/atau laut lepas.
 Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi ditetapkan dengan kriteria:
1. Memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh;
2. Memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan
pertumbuhan ekonomi nasional;
3. Memiliki potensi ekspor;
4. Didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan
ekonomi;
5. Memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi;
6. Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan
nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan
nasional;
7. Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber
energi dalam rangka mewujudkan ketahanan energi nasional;
atau
8. Ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan
tertinggal.
 Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan sosial dan
budaya ditetapkan dengan kriteria:
1. Merupakan warisan budaya dunia;
2. Merupakan tempat pelestarian dan pengembangan cagar
budaya beserta adat istiadatnya atau budaya, serta nilai
kemasyarakatan; dan/atau
3. Merupakan tempat peningkatan kualitas warisan budaya.
 Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan pendayagunaan
sumber daya alam dan/atau teknologi tinggiditetapkan dengan
kriteria:

2 - 38
1. Diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya
alam strategis nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga
atom dan nuklir;
2. Memiliki sumber daya alam strategis nasional;
3. Merfungsi sebagai pusat pengendalian dan pengembangan
antariksa;
4. Berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom dan nuklir;
atau
5. Berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi strategis.
 Kawasan strategis nasional dari sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup ditetapkan dengan kriteria:
1. Merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati;
2. Merupakan aset nasional berupa kawasan lindung yang
ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna
yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus
dilindungi dan/atau dilestarikan;
3. Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang
setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara;
4. Memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;
5. Menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;
6. Rawan bencana alam nasional; atau
7. Sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan
mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.

2 - 39
2.2 Rencana Tata Ruang Provinsi Sulawesi Selatan (Perda
Provinsi Sulsel No. 3 Tahun 2022)
2.2.1 Tujuan Penataan Ruang Provinsi
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Provinsi adalah untuk
mewujudkan Ruang yang produktif, kompetitif, inklusif, inovatif, dan
berkelanjutan melalui pendekatan kemandirian lokal menuju provinsi
yang terkemuka di Indonesia.
2.2.2 Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Wilayah Provinsi
1. Kebijakan untuk mewujudkan Ruang Provinsi yang produktif
berbasis keberlanjutan yang meliputi:
a. Pengembangan Kawasan Perkotaaan dan Kawasan strategis
pertumbuhan ekonomi;
b. Pengembangan dan penguatan sistem produksi hulu hilir dalam
peningkatan ekonomi berbasis potensi lokal dan kelestarian
lingkungan; dan
c. Pengembangan Kawasan Perkotaan dan Kawasan strategis yang
berbasis mitigasi dan adaptasi bencana untuk mewujudkan
Ruang Provinsi yang kompetitif melalui peningkatan keterkaitan
antar Wilayah.
d. Pengembangan sistem jaringan transportasi yang terpadu untuk
meningkatkan keterkaitan dan aksesibilitas antar Wilayah dan
antar Kawasan;
e. Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat-pusat
pertumbuhan ekonomi Wilayah darat, Laut, pesisir dan pulau
pulau kecil; dan
f. Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan
prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, sumber daya air,
dan prasarana lainnya.

2 - 40
2. Strategi pengembangan Kawasan Perkotaan dan Kawasan strategis
pertumbuhan ekonomi yang dituangkan dalam kebijakan penataan
ruang, terdiri atas:
a. Mengembangkan Kawasan Perkotaan sebagai pusat industri
pengolahan dan pusat industri jasa hasil pengolahan komoditas
unggulan sumber daya alam;
b. Mengembangkan pusat jasa dan pusat promosi pariwisata di
Kawasan Perkotaan;
c. Meningkatkan keterkaitan antara Kawasan Perkotaan dan sentra
produksi komoditas unggulan sumber daya alam terpadu; dan
d. Mengembangkan sarana dan prasarana pendukung kegiatan
pariwisata serta merehabilitasi Kawasan pariwisata yang
terdegradasi.
3. Strategi pengembangan dan penguatan sistem produksi hulu hilir
dalam peningkatan ekonomi berbasis potensi lokal dan kelestarian
lingkungan terdiri atas:
a. Mengembangkan sentra produksi komoditas unggulan sumber
daya alam dengan memperhatikan keanekaragaman hayati di
Kawasan sekitarnya;
b. Mengembangkan Kawasan industri pengolahan sumber daya
alam yang didukung oleh pengelolaan limbah industri terpadu
dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup; dan
c. Mengembangkan sarana dan prasarana untuk kelancaran
distribusi dan produksi pada sentra produksi komoditas unggulan
sumber daya alam.
4. Strategi pengembangan Kawasan Perkotaan dan Kawasan strategis
yang berbasis mitigasi dan adaptasi bencana, terdiri atas :

2 - 41
a. Menetapkan zona rawan bencana di Kawasan Perkotaan dan
Wilayah pesisir sesuai karakteristik, jenis, dan potensi ancaman
bencana;
b. Mengendalikan perkembangan Kawasan terbangun di Kawasan
Perkotaan dan Wilayah pesisir yang berpotensi terjadinya
bencana;
c. Mengembangkan sarana dan prasarana perkotaan yang
berfungsi sebagai lokasi dan jalur evakuasi bencana;
d. Membangun sarana pemantauan bencana; dan
e. Menetapkan standar bangunan gedung yang sesuai dengan
karakteristik, jenis, dan ancaman bencana.
5. Strategi untuk pengembangan sistem jaringan transportasi yang
terpadu untuk meningkatkan keterkaitan dan aksesibilitas antar
Wilayah dan antar Kawasan, Terdiri atas :
a. Mengembangkan akses sarana dan prasarana transportasi darat,
Laut, dan udara yang menghubungkan antar Kawasan
Perkotaan;
b. Mengembangkan sistem transportasi antar moda yang
menghubungkan antar Kawasan Perkotaan;
c. Mengembangkan dan memantapkan jaringan transportasi dan
akses sarana dan prasarana transportasi darat meliputi jaringan
jalan, jaringan kereta api dan jaringan transportasi
penyeberangan yang menghubungkan Kawasan Perkotaan
dengan sentra produksi, pelabuhan, dan bandar udara;
d. Mengembangkan dan memantapkan pelabuhan pengumpan
regional untuk mendukung pelayaran regional, nasional, dan
internasional;
e. Mengembangkan simpul transportasi, industri, perdagangan, dan
konvensi pada Kawasan Perkotaan;

2 - 42
f. Mengembangkan dan memantapkan bandar udara untuk
mendukung konektivitas regional, nasional, dan internasional;
dan
g. Mengembangkan jaringan transportasi dengan memperhatikan
Kawasan pertanian tanaman pangan dan Kawasan Lindung.
6. Strategi untuk peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat-
pusat pertumbuhan ekonomi Wilayah darat, Laut, pesisir dan pulau-
pulau kecil, terdiri atas :
a. Meningkatkan interkoneksi antara Kawasan Perkotaan, antara
Kawasan Perkotaan dengan pusat-pusat kegiatan Kawasan
Perdesaan, serta antara Kawasan Perkotaan dengan Wilayah
sekitarnya, termasuk pesisir dan pulau-pulau kecil;
b. Melakukan pemerataan pengembangan Wilayah melalui
keseimbangan pembangunan dan keterkaitan Kawasan
permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan sebagai
penunjang kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat;
dan
c. Mengendalikan perkembangan Kawasan Perkotaan di Kawasan
rawan bencana dan Kawasan pertanian pangan berkelanjutan.
7. Strategi untuk peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan
jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, sumber
daya air, dan prasarana lainnya, terdiri atas :
a. Mendorong pengembangan jaringan telekomunikasi terutama di
Kawasan pesisir dan Kawasan Perdesaan yang masih terisolasi;
b. Mengembangkan jaringan prasarana sumber daya air untuk
mendukung peningkatan luasan Kawasan pertanian yang
terlayani jaringan sumber daya air; dan
c. Mencegah pendangkalan danau dan waduk untuk
mempertahankan daya tampung air sehingga berfungsi sebagai
pemasok air baku.

2 - 43
8. Strategi untuk pengendalian kegiatan budi daya yang berpotensi
mengganggu Kawasan berfungsi lindung, terdiri atas :
a. Menata kembali Kawasan permukiman dan Kawasan
permukiman Masyarakat adat yang berada di Kawasan berfungsi
lindung;
b. Mengendalikan kegiatan pemanfaatan Ruang di bagian hulu
Wilayah sungai, Kawasan hutan lindung, Kawasan resapan air,
dan Kawasan konservasi; dan
c. Mengendalikan pemanfaatan Ruang pada Kawasan berfungsi
lindung.
9. Strategi untuk pemantapan dan rehabilitasi Kawasan berfungsi
lindung, terdiri atas :
a. Mempertahankan luasan Kawasan bervegetasi hutan tetap yang
memberikan perlindungan terhadap Kawasan bawahannya;
b. Menetapkan Kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen
dari luas daerah aliran sungai;
c. Melindungi dan melestarikan keanekaragaman hayati tumbuhan
dan satwa pada Kawasan berfungsi lindung; dan
d. Memulihkan Kawasan berfungsi lindung yang terdegradasi dalam
rangka memelihara keseimbangan ekosistem Wilayah.
10. Strategi pelestarian Kawasan konservasi yang memiliki
keanekaragaman hayati tinggi, terdiri atas :
a. Melestarikan terumbu karang dan sumber daya hayati Laut;
b. Mencegah sedimentasi pada Kawasan muara sungai yang dapat
mengganggu kelestarian ekosistem terumbu karang;
c. Mengkonservasi Kawasan yang merupakan jalur migrasi bagi
biota Laut yang dilindungi;
d. Mengembangkan sarana bantu navigasi pelayaran pada
Kawasan konservasi perairan; dan

2 - 44
e. Mengendalikan penangkapan ikan sesuai dengan daya dukung
Kawasan konservasi melalui penggunaan alat tangkap ramah
lingkungan.
11. Strategi untuk mewujudkan peningkatan konservasi dan rehabilitasi
lahan kritis dan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, terdiri atas :
a. Peningkatan konservasi dan rehabilitasi hutan mangrove dan
lahan kritis; dan
b. Peningkatan konservasi keanekaragaman hayati dan
perlindungan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil serta
pengembangan perlindungan biota Laut.
12. Strategi untuk perwujudan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan
antar kegiatan budi daya, terdiri atas :
a. Mengembangkan Kawasan pariwisata unggulan;
b. Mengembangkan Kawasan sentra produksi komoditas unggulan
sumber daya alam;
c. Mengembangkan Kawasan perikanan terpadu di Kawasan pesisir
pantai yang didukung teknologi tepat guna dan ramah
lingkungan;
d. Mengembangkan Kawasan agropolitan pada beberapa Kawasan
sentra produksi komoditas pertanian; dan
e. Mengembangkan dan melestarikan Kawasan pertanian pangan
berkelanjutan untuk mendukung ketahanan pangan Nasional.
13. Strategi untuk pemanfaatan sumber daya alam dan/atau
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara optimal untuk
meningkatkan kesejahteraan Masyarakat, terdir atas :
a. Mengembangkan Kawasan pendidikan tinggi di Kawasan
Perkotaan;
b. Mengembangkan sumber energi terbarukan dengan
pemanfaatan potensi sumber daya alam dan/atau perkembangan

2 - 45
ilmu pengetahuan dan teknologi secara optimal untuk
meningkatkan kesejahteraan Masyarakat; dan
c. Mencegah dampak negatif pemanfaatan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi terhadap fungsi lingkungan hidup dan
keselamatan Masyarakat.

2.2.3 Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi


Rencana Struktur Ruang Wilayah Provinsi terdiri atas:
1. Rencana sistem pusat permukiman, sistem pusat pemukiman
meliputi PKN, PKW, dan PKL.
a. PKN merupakan kawasan perkotaan Mamminasata yang terdiri
atas : Seluruh wilayah Kota Makassar, seluruh wilayah Kabupaten
Takalar, sebagian Wilayah Kabupaten Gowa yang mencakup 11
(sebelas) Wilayah kecamatan meliputi Kecamatan Somba Opu,
Kecamatan Bontomarannu, Kecamatan Pallangga, Kecamatan
Bajeng, Kecamatan Bajeng Barat, Kecamatan Barombong,
Kecamatan Manuju, Kecamatan Pattallassang, Kecamatan
Parangloe, Kecamatan Bontonompo, dan Kecamatan
Bontonompo Selatan; dan sebagian Wilayah Kabupaten Maros
yang mencakup 12 (dua belas) Wilayah kecamatan, meliputi
Kecamatan Maros Baru, Kecamatan Turikale, Kecamatan
Marusu, Kecamatan Mandai, Kecamatan Moncong Loe,
Kecamatan Bontoa, Kecamatan Lau, Kecamatan Tanralili,
Kecamatan Tompobulu, Kecamatan Bantimurung, Kecamatan
Simbang, dan Kecamatan Cenrana.
b. PKW meliputi : Kawasan Perkotaan Pangkajene Kabupaten
Pangkajene Kepulauan; Kawasan Perkotaan Jeneponto
Kabupaten Jeneponto; Kota Palopo; Kawasan Perkotaan
Watampone Kabupaten Bone; Kawasan Perkotaan Bulukumba

2 - 46
Kabupaten Bulukumba; Kawasan Perkotaan Barru Kabupaten
Barru; dan Kota Pare Pare.
c. PKL meliputi : Kawasan Perkotaan Bantaeng sebagai ibu kota
Kabupaten Bantaeng; Kawasan Perkotaan Enrekang sebagai ibu
kota Kabupaten Enrekang; Kawasan Perkotaan Masamba
sebagai ibu kota Kabupaten Luwu Utara; Kawasan Perkotaan
Belopa sebagai ibu kota Kabupaten Luwu; Kawasan Perkotaan
Malili sebagai ibu kota Kabupaten Luwu Timur; Kawasan
Perkotaan Pinrang sebagai ibu kota Kabupaten Pinrang; Kawasan
Perkotaan Pangkajene sebagai ibu kota Kabupaten Sidenreng
Rappang; Kawasan Perkotaan Benteng sebagai ibu kota
Kabupaten Kepulauan Selayar; Kawasan Perkotaan Sinjai
sebagai ibu kota Kabupaten Sinjai; Kawasan Perkotaan
Watansoppeng sebagai ibu kota Kabupaten Soppeng; Kawasan
Perkotaan Makale sebagai ibu kota Kabupaten Tana Toraja;
Kawasan Perkotaan Rantepao sebagai ibu kota Kabupaten Toraja
Utara; Kawasan Perkotaan Sengkang sebagai ibu kota Kabupaten
Wajo; Kawasan Perkotaan Siwa Kabupaten Wajo; Kawasan
Perkotaan Batusitanduk Kabupaten Luwu; dan Kawasan
Perkotaan Palattae Kabupaten Bone.

2. Rencana Sistem jaringan transportasi meliputi :


a. Sistem jaringan jalan meliputi :
1. Jalan Umum, terbagi menjadi jalan arteri pimer dan jalan
kolektor.
a) Jalan arteri primer meliputi jalan lintas barat Pulau
Sulawesi; jalan lintas tengah Pulau Sulawesi; jalan lintas
timur Pulau Sulawesi; jalan penghubung lintas Pulau
Sulawesi; jalan non lintas; dan rencana jalan trans
Sulawesi di Mamminasata/Middle Ring Road.

2 - 47
b) Jalan kolektor terbagi menjadi jalan kolektor primer satu
meliputi jalan lintas tengah Pulau Sulawesi; jalan
penghubung lintas Pulau Sulawesi; alan non lintas; dan
rencana jalan kolektor primer satu. Jalan kolektor primer
dua menghubungkan antara ibu kota Provinsi dan ibu kota
Kabupaten/Kota. Dan jalan kolektor primer tiga
menghubungkan antar ibu kota Kabupaten/Kota
2. Jalan Tol, meliputi ruas: Ujung Pandang I; Ujung Pandang II;
Ujung Pandang III; Makassar Seksi IV; Makassar New Port;
Tol Jalan Nusantara; Tol Pesisir Pantai Makassar–Takalar;
Makassar–Maros; Bypass Mamminasata; ol A.P. Pettarani-
Tanjung Bunga; Makassar–Sungguminasa; Tindantana-
Palopo; Palopo–Pare Pare; Pare Pare–Pangkajene;
Pangkajene–Maros; Maros–Watampone; Maros–Mandai–
Makassar; Makassar–Mandai; Sungguminasa–Takalar; dan
Takalar–Bulukumba.
3. Terminal Penumpang meliputi terminal penumang A dan
terminal penumpang B
4. Jembatan Timbang , meliputi : jembatan timbang Maccopa di
Kabupaten Maros; jembatan timbang Walenrang di Kabupaten
Luwu; jembatan timbang Datae di Kabupaten Sidenreng
Rappang; jembatan timbang Tonrokassi di Kabupaten
Jeneponto; jembatan timbang Pallangga di Kabupaten Gowa;
jembatan timbang Tana Batue di Kabupaten Bone; dan
jembatan timbang Mebali di Kabupaten Tana Toraja.

b. Sistem Jaringan Kereta Api, meliputi :


1. Jaringan Jalur kereta api, dengan pembagian meliputi :
a) Jaringan dan layanan kereta api antar kota lintas:
Makassar-Pare Pare, Makassar-Takalar-Bulukumba-

2 - 48
Watampone, Malili–Kolaka, Bone–Wajo–Palopo–Malili,
Pare Pare–Wajo, Malili–Kolonadale, Pare Pare–Mamuju–
Donggala, Palu–Poso–Malili;
b) Jaringan dan layanan kereta api regional yaitu meliputi
lintas: Mamminasata;
c) Jaringan monorel yaitu meliputi lintas Makassar;
d) Jaringan dan layanan kereta api yang menghubungkan
pusat kota dengan bandara yaitu Hasanuddin di Kota
Makassar dan Kabupaten Maros; dan
e) Jaringan dan layanan kereta api yang menghubungkan
Wilayah sumber daya alam atau Kawasan produksi dengan
pelabuhan Makassar di Kota Makassar dan Pelabuhan
Garongkong di Kabupaten Barru.
2. Stasiun kereta api yang akan mendukung sistem jaringan
perkeretaapian terdapat di Kota Makassar, Kabupaten Maros,
Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar, Kabupaten Pinrang,
Kota Pare Pare, Kabupaten Pangkajene Kepulauan,
Kabupaten Barru, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten
Jeneponto, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Bulukumba,
Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bone, Kabupaten Wajo,
Kabupaten Luwu, Kota Palopo, Kabupaten Luwu Utara dan
Kabupaten Luwu Timur.

c. Sistem jaringan sungai, danau, dan penyeberangan, terdiri atas :


1. Alur pelayaran sungai dan alur pelayaran danau;
2. Lintas penyeberangan antar Provinsi;
3. Lintas penyeberangan antar Kabupaten/Kota dalam Provinsi;
4. Pelabuhan sungai dan danau; dan
5. Pelabuhan penyeberangan.

2 - 49
d. Sistem jaringan transportasi Laut, terdiri atas :
1. Pelabuhan utama;
2. Pelabuhan pengumpul;
3. Pelabuhan pengumpan;
4. Terminal umum;
5. Terminal khusus; dan
6. Pelabuhan perikanan yang meliputi pelabuhan perikanan
nusantara dan pelabuhan pendaratan ikan.

e. Bandar Udara Umum dan Bandar Udara Khusus, meliput


1. Bandar udara pengumpul;
2. Bandar udara pengumpan; dan
3. Bandar udara khusus.

3. Rencana Sistem Jaringan Energi, terdiri atas :


a. Jaringan infrastruktur minyak dan gas bumi yang meliputi :
1. Infrastruktur minyak dan gas bumi, berupa: terminal bahan
bakar minyak dan depot liquefied petroleum gas Makassar di
Kota Makassar; depot bahan bakar minyak Pare Pare di Kota
Pare Pare; depot bahan bakar minyak Palopo di Kabupaten
Luwu; depot bahan bakar minyak Selayar di Kabupaten
Kepulauan Selayar; kilang gas Wajo di Kabupaten Wajo; dan
depot liquefied natural gas Langkenna di Kabupaten Wajo.
2. Jaringan minyak dan gas bumi meliputi : jaringan minyak dan
gas bumi nasional yang menghubungkan Makassar-
Sengkang–Pomala–Donggi dan jaringan distribusi minyak dan
gas bumi nasional yang menghubungkan Makassar–Pare
Pare; dan jaringan distribusi minyak dan gas bumi Sengkang
Kabupaten Wajo ke seluruh Kabupaten/Kota.

2 - 50
b. Jaringan infrastruktur ketenagalistrikan, terdiri atas :
1. Infrastruktur pembangkitan tenaga listrik dan sarana
pendukungnya, meliputi :
a) Pembangkit listrik tenaga uap di Kota Makassar,
Kabupaten Barru, dan Kabupaten Jeneponto;
b) Pembangkit listrik tenaga uap/gas dan uap di Kota
Makassar;
c) Pembangkit listrik tenaga air di Kabupaten Tana Toraja,
Kabupaten Pinrang, Kabupaten Gowa, Kabupaten Sinjai,
Kabupaten Enrekang, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu
Utara, dan Kabupaten Luwu Timur;
d) Pembangkit listrik tenaga diesel di Kabupaten Tana Toraja,
Kabupaten Kepulauan Selayar, Kabupaten Gowa,
Kabupaten Pinrang, Kabupaten Luwu Utara, Kota Palopo,
dan Kota Makassar;
e) Pembangkit listrik tenaga gas di Kabupaten Wajo dan Kota
Makassar;
f) Pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Kabupaten
Enrekang, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja
Utara, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Sinjai,
Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara,
Kabupaten Luwu, Kabupaten Maros, Kabupaten Bantaeng,
Kabupaten Gowa, dan Kota Palopo;
g) Pembangkit listrik tenaga mesin gas di Kabupaten
Kepulauan Selayar;
h) Pembangkit listrik tenaga biomassa di Kabupaten
Sidenreng Rappang;
i) Pembangkit listrik tenaga bayu di Kabupaten Sidenreng
Rappang, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Kepulauan
Selayar, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Bantaeng,

2 - 51
Kabupaten Takalar, dan potensi pembangkit listrik tenaga
bayu di kabupaten lainnya;
j) Pembangkit listrik tenaga surya di Kabupaten Kepulauan
Selayar, Kabupaten Soppeng, dan Kabupaten Pangkajene
Kepulauan;
k) Pembangkit listrik tenaga panas bumi di Kabupaten Tana
Toraja, Kabupaten Sidenreng Rappang, dan Kabupaten
Luwu Utara;
l) Pembangkit listrik tenaga sampah di Kota Makassar;
m) Rencana pembangkit listrik tenaga surya, pembangkit listrik
tenaga mikrohidro, pembangkit listrik tenaga surya baterai,
pembangkit listrik tenaga sampah, pembangkit listrik
tenaga bayu, dan pembangkit listrik tenaga air yang
tersebar di Kabupaten/ Kota; dan
n) Pengembangan sumber energi terbarukan di seluruh
Kabupaten/Kota.
2. Jaringan infrastruktur penyaluran tenaga listrik dan sarana
pendukungnya, meliputi :
a) Jaringan transmisi tenaga listrik antar sistem meliputi
Wilayah: Daya Baru–Incomer 2 phi (Maros-
Sungguminasa), GI Belopa– Incomer 2 Palopo–Siwa, KIMA
Makassar–Daya Baru, PLTA Malea– Makale,
Sungguminasa–Lanna, Wotu–Masamba, PLTU Sulsel
Barru 2–Incomer 2 phi (Sidrap-Maros), Tanete–Inc 1 phi
Bulukumba– Sinjai, Bulukumba–Bantaeng Switching,
Jeneponto–Bantaeng Switching, Punagaya TIP 57–
Jeneponto, Bantaeng Switching– Incomer 2 phi
(Jeneponto–Bulukumba), Punagaya–Bantaeng Switching,
PLTG/GU/Makassar (Relokasi)–Tallasa, Bengo–Soppeng,
Makale–Rantepao, KIMA Maros–Maros, GITET Wotu-

2 - 52
GITET Bungku, GITET Bakaru 2–GITET Sidrap, GITET
Palopo–GITET Bakaru 2, GITET Sidrap–GITET Daya Baru,
GITET Daya Baru– GITET Punagaya, GITET Daya Baru–
Incomer 2 phi Maros– Sungguminasa, GITET Sidrap–
Incomer 2 phi Sidrap–Maros, GITET Punagaya–GI 150 kV
Punagaya, PLTA Bakaru 2–GI 150 kV Bakaru dan Keera–
Incomer 1 phi Sengkang-Siwa;
b) Jaringan distribusi tenaga listrik terdistribusi pada PKW dan
PKL;
c) Jaringan kabel bawah Laut penyaluran tenaga listrik
berupa alur kabel listrik bawah Laut Bulukumba–Selayar–
Jampea; dan
d) Gardu listrik berupa gardu induk tersebar di seluruh
Kabupaten/Kota.

4. Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi, menjangkau sampai


pusat-pusat permukiman dan sentra produksi baik di daerah
perkotaan maupun perdesaan yang terdiri atas :
a. Jaringan tetap yang meliputi stasiun telepon otomat, rumah kabel,
kotak pembagi, dan jaringan kabel serat optik di seluruh
Kabupaten/Kota termasuk kabel bawah Laut telekomunikasi,
jaringan telekomunikasi khusus, jaringan stasiun televisi lokal, dan
jaringan stasiun radio lokal
b. Jaringan bergerak berupa stasiun bumi penginderaan jauh Pare
Pare.
5. Rencana Sumber Jaringan Sumber Daya Air berupa prasarana
sumber daya air, meliputi:
a. Sistem jaringan irigasi, meliputi :
1. Sistem jaringan irigasi kewenangan Pemerintah Pusat lintas
Provinsi

2 - 53
2. Sistem jaringan irigasi kewenangan Pemerintah Pusat lintas
Kabupaten/Kota
3. Sistem jaringan irigasi kewenangan Pemerintah Pusat utuh
Kabupaten/Kota
4. Sistem jaringan irigasi kewenangan Pemerintah Provinsi lintas
Kabupaten/Kota
5. Sistem jaringan irigasi kewenangan Pemerintah Provinsi utuh
Kabupaten/Kota
b. Sistem jaringan air bersih, meliputi :
1. Sistem penyediaan air bersih Kawasan Perkotaan
Mamminasata yang melayani Kota Makassar, Kabupaten
Maros, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Takalar;
2. Sistem penyediaan air bersih Kawasan Pare Pare yang
melayani Kabupaten Enrekang, Kabupaten Sidenreng
Rappang, Kota Pare Pare, Kabupaten Pinrang, dan Kabupaten
Barru;
3. Sistem penyediaan air bersih Kawasan Watampone yang
melayani Kabupaten Bone, Kabupaten Soppeng, dan
Kabupaten Wajo;
4. Sistem penyediaan air bersih Kawasan Palopo yang melayani
Kota Palopo, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Timur, dan
Kabupaten Luwu Utara;
5. Sistem penyediaan air bersih Kawasan Toraja yang melayani
Kabupaten Toraja Utara dan Kabupaten Tana Toraja;
6. Sistem penyediaan air bersih Kawasan Bulukumba yang
melayani Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Bantaeng,
Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Sinjai; dan
7. Sistem penyediaan air bersih berupa pipa bawah Laut saluran
perbenihan meliputi saluran Mallusettasi di Kabupaten Barru
dan pipa saluran smelter berupa saluran smelter Bua di

2 - 54
Kabupaten Luwu dan saluran smelter Pajukukang di
Kabupaten Bantaeng.
c. Sistem pengendalian banjir, terdiri atas sistem pengendalian
banjir sungai, sistem pengendalian banjir kanal, pengaman pantai,
waduk pengendali banjir, dan bendungan pengendali banjir.
d. Bangunan sumber daya air, meliputi bendungan, bendung, dan
waduk.

6. Rencana Sumber Jaringan Prasana lainnya meliputi :


a. Sistem penyediaan air minum, meliputi :
1. Sistem penyediaan air minum Kawasan Perkotaan
Mamminasata yang melayani Kota Makassar, Kabupaten
Maros, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Takalar;
2. Sistem penyediaan air minum Kawasan Pare Pare yang
melayani Kabupaten Enrekang, Kabupaten Sidenreng
Rappang, Kota Pare Pare, Kabupaten Pinrang, dan Kabupaten
Barru;
3. Sistem penyediaan air minum Kawasan Watampone yang
melayani Kabupaten Bone, Kabupaten Soppeng dan
Kabupaten Wajo;
4. Sistem penyediaan air minum Kawasan Palopo yang melayani
Kota Palopo, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Timur, dan
Kabupaten Luwu Utara;
5. Sistem penyediaan air minum Kawasan Toraja yang melayani
Kabupaten Toraja Utara dan Kabupaten Tana Toraja; dan
6. Sistem penyediaan air minum Kawasan Bulukumba yang
melayani Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Bantaeng,
Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Sinjai.
b. Sistem pengelolaan air limbah, meliputi :

2 - 55
1. Kawasan Perkotaan Mamminasata yang melayani Kabupaten
Maros, Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa, dan Kota
Makassar;
2. Kawasan Pare Pare yang melayani Wilayah Kabupaten
Enrekang, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten
Pinrang, Kota Pare Pare, dan Kabupaten Barru;
3. Kawasan pembangunan Watampone yang melayani
Kabupaten Bone, Kabupaten Soppeng, dan Kabupaten Wajo;
4. Kawasan Palopo yang melayani Kota Palopo, Kabupaten
Luwu, Kabupaten Luwu Timur, dan Kabupaten Luwu Utara;
5. Kawasan Toraja yang melayani Kabupaten Toraja Utara dan
Kabupaten Tana Toraja; dan
6. Kawasan Bulukumba yang melayani Wilayah Kabupaten
Jeneponto, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Sinjai, dan
Kabupaten Bulukumba.
c. Sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun,
meliputi :
1. Kawasan Perkotaan Mamminasata yang melayani Kabupaten
Maros, Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa, dan Kota
Makassar;
2. Kawasan Pare Pare yang melayani Wilayah Kabupaten
Enrekang, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten
Pinrang, Kota Pare Pare, dan Kabupaten Barru;
3. Kawasan Watampone yang melayani Kabupaten Bone,
Kabupaten Soppeng, dan Kabupaten Wajo;
4. Kawasan Palopo yang melayani Wilayah Kota Palopo,
Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Timur, dan Kabupaten
Luwu Utara;
5. Kawasan Toraja yang melayani Wilayah Kabupaten Toraja
Utara dan Kabupaten Tana Toraja; dan

2 - 56
6. Kawasan Bulukumba yang melayani Wilayah Kabupaten
Jeneponto, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Sinjai, dan
Kabupaten Bulukumba.
d. Sistem jaringan persampahan, meliputi :
1. Kawasan Perkotaan Mamminasata yang melayani Kabupaten
Maros, Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa, dan Kota
Makassar;
2. Kawasan Pare Pare yang melayani Wilayah Kabupaten
Enrekang, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten
Pinrang, Kota Pare Pare, dan Kabupaten Barru;
3. Kawasan Watampone yang melayani Kabupaten Bone,
Kabupaten Soppeng, dan Kabupaten Wajo;
4. Kawasan Palopo yang melayani Wilayah Kota Palopo,
Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Timur, dan Kabupaten
Luwu Utara;
5. Kawasan Toraja yang melayani Wilayah Kabupaten Toraja
Utara dan Kabupaten Tana Toraja; dan
6. Kawasan Bulukumba yang melayani Wilayah Kabupaten
Jeneponto, Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Sinjai, dan
Kabupaten Bulukumba.

2.2.4 Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi


Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi terdiri atas:
1. Kawasan Lindung
Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud seluas kurang lebih
2.750.996 (dua juta tujuh ratus lima puluh ribu sembilan ratus sembilan
puluh enam) hektar meliputi:
a. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap Kawasan
bawahannya
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap Kawasan
bawahannya sebagaimana dimaksud berupa hutan lindung seluas

2 - 57
kurang lebih 1.103.796 (satu juta seratus tiga ribu tujuh ratus
sembilan puluh enam) hektar yang tersebar di Kabupaten Bantaeng,
Kabupaten Barru, Kabupaten Bone, Kabupaten Bulukumba,
Kabupaten Gowa, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Kepulauan
Selayar, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu
Timur, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene Kepulauan,
Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten
Sinjai, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Takalar, Kabupaten
Enrekang, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara,
Kabupaten Wajo, Kota Palopo, dan Kota Pare Pare.
b. Kawasan perlindungan setempat
Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 huruf b tersebar di Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Barru,
Kabupaten Bone, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Gowa,
Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Kepulauan Selayar, Kabupaten
Luwu, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Maros, Kabupaten
Pangkajene Kepulauan, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidenreng
Rappang, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Takalar,
Kabupaten Toraja Utara, Kabupaten Wajo, Kota Palopo, Kota Pare
Pare, dan Kota Makassar yang meliputi:
1. Kawasan sempadan pantai
Kawasan sempadan pantai sebagaimana terdapat di sepanjang
tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan
kondisi fisik pantai diarahkan minimal 100 (seratus) meter dari titik
pasang tertinggi ke arah darat. Penetapan batas sempadan pantai
di Wilayah pesisir dapat dilakukan kurang dari 100 (seratus) meter,
dengan ketentuan wajib menerapkan pedoman bangunan bencana,
yang secara terus menerus mampu menjaga keberlanjutan
ekosistem yang selaras dengan fungsi lingkungan, sosial, dan
ekonomi setempat.
2. Kawasan sempadan sungai

2 - 58
Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud meliputi
Ruang di kiri dan kanan palung sungai di antara garis sempadan
dan tepi palung sungai untuk sungai tidak bertanggul, atau di
antara garis sempadan dan tepi luar kaki tanggul untuk sungai
bertanggul, baik yang mengalir di Kawasan Perkotaan maupun
diluar Kawasan Perkotaan, meliputi:
a) Garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam
Kawasan Perkotaan, ditentukan:
1) Paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal
kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 (tiga)
meter;
2) Paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal
kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20
(dua puluh) meter; dan
3) Paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan
kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal
kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter.
b) Garis sempadan sungai bertanggul di dalam Kawasan
Perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari
tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai
c) Sungai tidak bertanggul di luar Kawasan Perkotaan, terdiri atas:
1. Garis sempadan sungai besar tidak bertanggul di luar
Kawasan Perkotaan, ditentukan paling sedikit berjarak 100
(seratus) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai
sepanjang alur sungai; dan
2. Garis sempadan sungai kecil tidak bertanggul di luar
Kawasan Perkotaan, ditentukan paling sedikit 50 (lima puluh)
meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur
sungai.

2 - 59
3. Garis sempadan sungai bertanggul di luar Kawasan
Perkotaan, ditentukan paling sedikit berjarak 5 (lima) meter
dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
3. Kawasan sekitar danau/waduk.
Kawasan sekitar danau/waduk sebagaimana ditentukan
mengelilingi danau paling sedikit berjarak 50 (lima puluh) meter
dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi.
c. Kawasan konservasi
Yaitu seluas kurang lebih 1.626.886 (satu juta enam ratus dua puluh
enam ribu delapan ratus delapan puluh enam) hektar, terdiri atas:
1. Suaka Margasatwa Komara di Kabupaten Takalar dan Kabupaten
Jeneponto;
2. Cagar Alam Faruhumpenai di Kabupaten Luwu Timur;
3. Cagar Alam Kalaena di Kabupaten Luwu Timur;
4. Cagar Alam Ponda-Ponda di Kabupaten Luwu Timur;
5. Taman Wisata Alam Danau Matano di Kabupaten Luwu Timur;
6. Taman Wisata Alam Danau Mahalona di Kabupaten Luwu Timur;
7. Taman Wisata Alam Danau Towuti di Kabupaten Luwu Timur;
8. Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung di Kabupaten Maros
dan Kabupaten Pangkajene Kepulauan;
9. Taman Hutan Raya Bontobahari di Kabupaten Bulukumba;
10. Taman Hutan Raya Sinjai/Abdul Latief di Kabupaten Sinjai;
11. Taman Wisata Alam Malino di Kabupaten Gowa;
12. Taman Wisata Alam Cani Sirenreng di Kabupaten Bone;
13. Taman Wisata Alam Lejja di Kabupaten Soppeng;
14. Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam di Kabupaten
Soppeng;
15. Taman Wisata Alam Nanggala III di Kota Palopo;
16. Taman Wisata Alam Sidrap di Kabupaten Sidenreng Rappang;
17. Taman Buru Komara di Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar;
18. Taman Hutan Raya Malino di Kabupaten Gowa;

2 - 60
19. Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam Toraja Utara di
Kabupaten Toraja Utara;
20. Kawasan Konservasi Maritim Bontobahari berupa Kawasan
Pembuatan Kapal Phinisi di Kabupaten Bulukumba;
21. Taman Nasional Takabonerate di Kabupaten Kepulauan Selayar;
22. Taman Wisata Perairan Kapoposang di Kabupaten Pangkajene
Kepulauan;
23. Kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil yang meliputi
Pulau Lanyukang di sebagian perairan sekitar Pulau Lanjukang di
Kota Makassar, Pulau Sembilan di sebagian perairan sekitar
Kepulauan Sembilan di Kabupaten Sinjai, Pulau Tanakeke di
sebagian perairan sekitar Pulau Tanakeke di Kabupaten Takalar,
Pulau Panikiang di sebagian perairan sekitar Pulau Panikiang di
Kabupaten Barru, Liukang Tangaya di sebagian perairan sekitar
Kecamatan Liukang Tangaya di Kabupaten Pangkajene
Kepulauan dan Pulau Kakabia di Kabupaten Kepulauan Selayar;
dan
24. Kawasan konservasi perairan yang meliputi Teluk Bone di
Kabupaten Bone dan Kabupaten Sinjai, Bilongka di Kabupaten
Luwu, Liukang Tuppabiring di Kabupaten Pangkajene Kepulauan,
Pasi Gusung di Kabupaten Kepulauan Selayar, Kayuadi di
Kabupaten Kepulauan Selayar, Tanalili di Kabupaten Luwu Utara,
dan Kawasan konservasi perairan daerah Malili di Kabupaten
Luwu Timur.
d. Kawasan Lindung geologi
Kawasan Lindung geologi terdapat di Kabupaten Barru, Kabupaten
Bone, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Pangkajene Kepulauan,
Kabupaten Maros, dan Kabupaten Soppeng. Pengembangan
Kawasan Lindung geologi yang tersebar diseluruh Kabupaten/Kota
ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. Kawasan cagar budaya

2 - 61
Kawasan cagar terdapat di Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Barru,
Kabupaten Bone, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Gowa,
Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Tana Toraja,
Kabupaten Toraja Utara, Kabupaten Pangkajene Kepulauan,
Kabupaten Maros, Kota palopo, Kota Pare Pare, dan Kota Makassar.
Pengembangan Kawasan cagar budaya yang tersebar di seluruh
Kabupaten/Kota ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
f. Kawasan ekosistem mangrove.
Kawasan ekosistem mangrove tersebar di Kabupaten Barru,
Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara,
Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Kepulauan Selayar, Kabupaten
Maros, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Kabupaten Pinrang,
Kabupaten Sinjai, Kabupaten Takalar, Kabupaten Jeneponto,
Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kota Makassar, dan Kota Palopo.
2. Kawasan Budi Daya
Kawasan Budi Daya seluas kurang lebih 10.115.383 (sepuluh juta
seratus lima belas ribu tiga ratus delapan puluh tiga) hektar meliputi:
a. Kawasan hutan produksi
Kawasan hutan produksi seluas kurang lebih 625.037 (enam ratus
dua puluh lima ribu tiga puluh tujuh) hektar terdapat di Kabupaten
Bantaeng, Kabupaten Barru, Kabupaten Bone, Kabupaten
Bulukumba, Kabupaten Gowa, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten
Kepulauan Selayar, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara,
Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene
Kepulauan, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidenreng Rappang,
Kabupaten Sinjai, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Takalar,
Kabupaten Enrekang, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja
Utara, Kabupaten Wajo, Kota Palopo, dan Kota Pare Pare. Pada
Kawasan hutan produksi terdapat Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
(IPPKH) sebagai Kawasan pertambangan mineral logam yang
selanjutnya disingkat KHP/TE seluas 4.519 (empat ribu lima ratus

2 - 62
sembilan belas) hektar terdapat di Kabupaten Barru, Kabupaten
Bone, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Pangkajene Kepulauan,
dan Kabupaten Sidenreng Rappang.
b. Kawasan perkebunan rakyat
Kawasan Perkebunan Rakyat merupakan hutan rakyat yang terdapat
di Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Barru, Kabupaten Bone,
Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Gowa, Kabupaten Jeneponto,
Kabupaten Kepulauan Selayar, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu
Utara, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Maros, Kabupaten
Pangkajene Kepulauan, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidenreng
Rappang, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Takalar,
Kabupaten Enrekang, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja
Utara, Kabupaten Wajo, Kota Palopo, dan Kota Pare Pare.
c. Kawasan pertanian
Kawasan pertanian tersebar di seluruh Wilayah Kabupaten/Kota.
d. Kawasan perikanan
Kawasan perikanan terdiri atas:
1. Kegiatan perikanan tangkap
Kegiatan perikanan tangkap dilakukan di perairan Laut sampai
dengan 12 (dua belas) mil dari garis pantai meliputi perairan Selat
Makasar, Laut Flores, Laut Jawa, dan Teluk Bone.
2. Kegiatan perikanan budi daya
Kegiatan perikanan budi daya berupa budi daya Laut dan budi
daya payau tersebar di seluruh Wilayah perairan Kabupaten/Kota.
e. Kawasan pergaraman
Kawasan pergaraman terdapat di Kabupaten Jeneponto, Kabupaten
Pangkajene Kepulauan, Kabupaten Kepulauan Selayar, dan
Kabupaten Takalar.
f. Kawasan pertambangan dan energi
Kawasan pertambangan dan energi terdapat di Kabupaten Barru,
Kabupaten Bone, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Gowa,
Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Kepulauan Selayar, Kota Pare

2 - 63
Pare, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu
Utara, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene Kepulauan,
Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten
Sinjai, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten
Toraja Utara, Kabupaten Wajo, Kabupaten Enrekang, Kabupaten
Takalar, Blok Spermonde, Blok Flores, dan Blok Teluk Bone. Potensi
Kawasan pertambangan berupa Wilayah pertambangan yang
digambarkan dalam peta tersendiri, terdiri atas:
1. Indikasi Wilayah pencadangan negara terdapat di Kabupaten
Bone, Kabupaten Gowa, Kota Palopo, Kabupaten Luwu,
Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara,
Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene Kepulauan,
Kabupaten Tana Toraja, dan Kabupaten Toraja Utara.
2. Indikasi Wilayah pertambangan rakyat terdapat di Kabupaten
Bantaeng, Kabupaten Barru, Kabupaten Bulukumba, Kota Pare
Pare, Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten
Pinrang, Kabupaten Sidenreng Rappang, dan Kabupaten
Wajo.
3. Indikasi Wilayah usaha pertambangan batubara terdapat di
Kabupaten Barru, Kabupaten Bone, Kabupaten Enrekang,
Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene Kepulauan,
Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten Sinjai, dan
Kabupaten Soppeng.
4. Indikasi Wilayah usaha pertambangan bukan logam dan/atau
Wilayah usaha pertambangan Batuan terdapat di seluruh
Wilayah Provinsi.
5. Indikasi Wilayah usaha pertambangan mineral logam terdapat
di seluruh Wilayah Provinsi kecuali Kota Makassar dan Kota
Pare Pare.
6. Indikasi Wilayah usaha pertambangan mineral radioaktif
terdapat di Kabupaten Barru, Kabupaten Bone, Kabupaten
Enrekang, Kabupaten Gowa, Kota Pare Pare, Kabupaten

2 - 64
Maros, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Kabupaten
Pinrang, dan Kabupaten Sidenreng Rappang.
7. Indikasi Wilayah usaha pertambangan khusus terdapat di
Kabupaten Luwu Timur.
8. Potensi panas bumi terdapat di Kabupaten Barru, Kabupaten
Bone, Kabupaten Gowa, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten
Maros, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Sidenreng Rappang,
Kabupaten Sinjai, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Tana
Toraja, dan Kabupaten Wajo.
9. Potensi pertambangan gas terdapat di Kabupaten Wajo,
Kabupaten Bone, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Sidenreng
Rappang dan Kabupaten Enrekang.
10. Potensi pertambangan minyak dan gas di Wilayah perairan
terdapat di Blok Selayar, Blok Karaengta, Blok Kambuno, Blok
Bone, Blok Bone Utara, dan Blok Sengkang.
g. Kawasan peruntukan industri
Kawasan peruntukan industri meliputi Kawasan peruntukan industri
yang terdapat di Kabupaten Bantaeng, Kabupaten Barru, Kabupaten
Enrekang, Kabupaten Gowa, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten
Kepulauan Selayar, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Luwu Utara,
Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Kabupaten
Pinrang, Kabupaten Takalar, Kabupaten Wajo, Kota Makassar, Kota
Palopo, dan Kota Pare Pare.
h. Pariwisata
Kawasan pariwisata meliputi Kawasan pariwisata di darat dan
Kawasan pariwisata Laut tersebar di seluruh Kabupaten/Kota.
i. Kawasan permukiman
Kawasan permukiman merupakan Kawasan yang potensial
dikembangkan di Kawasan Perkotaan, Kawasan Perdesaan, dan
permukiman nelayan.
j. Kawasan transportasi
Kawasan transportasi meliputi:

2 - 65
1. Bandar udara yang terdiri atas bandar udara pengumpul primer
Sultan Hasanuddin Makassar di Kota Makassar dan Kabupaten
Maros, bandar udara pengumpan meliputi bandar udara Toraja di
Kabupaten Tana Toraja, Bandar Udara H. Aroepala di Kabupaten
Kepulauan Selayar, dan Bandar Udara Lagaligo-Bua di Kabupaten
Luwu
2. Pelabuhan yang terdiri atas Pelabuhan Utama Makassar
(Makassar New Port) dan Pelabuhan Pengumpul Garongkong
Kabupaten Barru
3. Terminal yang terdiri atas terminal tipe A Daya, rencana terminal
tipe A Gowa (Kota Baru PKN Mamminsata), terminal tipe A Pekkae
Kabupaten Barru, rencana terminal tipe A Kabupaten Toraja Utara,
rencana terminal tipe A Kota Palopo, terminal penumpang tipe A
Watampone, dan terminal tipe A Lumpue (PKW Pare Pare).
k. Kawasan pertahanan dan keamanan.
Kawasan pertahanan dan keamanan terdiri atas:
1. Kawasan pertahanan dan keamanan untuk kepentingan Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Darat
2. Kawasan pertahanan dan keamanan untuk kepentingan Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Laut
3. Kawasan pertahanan dan keamanan untuk kepentingan Tentara
Nasional Indonesia Angkatan Udara.
Kawasan strategis yang ada di Wilayah Provinsi meliputi:
a. KSN
KSN meliputi kawasan strategis dari sudut:
1. KSN dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi berupa Kawasan
metropolitan Mamminasata yang meliputi seluruh Wilayah Kota
Makassar, seluruh Wilayah Kabupaten Takalar, Kawasan Perkotaan
di Kabupaten Maros, dan Kabupaten Gowa
2. KSN dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi berupa Kawasan
Pare Pare yang meliputi Kota Pare Pare, Kabupaten Sidenreng

2 - 66
Rappang, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Pinrang, dan Kabupaten
Barru
3. KSN dari sudut kepentingan sosial dan budaya yang meliputi
Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Toraja Utara
4. KSN dari sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam
dan/atau teknologi tinggi berupa Kawasan penginderaan jauh Pare
Pare dan Kawasan Sorowako dan sekitarnya
5. KSN dari sudut pertahanan dan keamanan negara berupa daerah
latihan militer Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut Ujungloe
Kabupaten Bulukumba, daerah latihan militer Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut Malangke Barat Kabupaten Luwu Utara,
daerah latihan militer Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut
Tonra Kabupaten Bone, dan Pangkalan Utama Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut yang bersifat statis.
b. KSP
KSP meliputi kawasan strategis dari sudut:
1. KSP dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi meliputi :
a) Kawasan pusat bisnis terpadu yang meliputi pesisir Kota
Makassar dan Pulau Lae-lae
b) Kawasan Pendidikan Tinggi Mamminasata
c) wisata Kabupaten Bulukumba dan sekitarnya
d) Kawasan pengembangan peternakan Sidenreng Rappang-
Pinrang- Enrekang
e) Kawasan Eduwisata Pucak di Kabupaten Maros
f) Kawasan agroindustri terpadu di Kota Pare Pare
g) Kawasan agrowisata Bantaeng-Bulukumba-Sinjai
h) Kawasan agrowisata Barru di Kabupaten Barru
i) Kawasan agrowisata Enrekang di Kabupaten Enrekang
j) Kawasan agrowisata Bone-Wajo
k) Kawasan ekonomi khusus pariwisata Selayar di Kabupaten
Kepulauan Selayar
l) Kawasan ekonomi terpadu Luwu Raya

2 - 67
m)Kawasan perikanan terpadu di Kabupaten Pinrang
n) Kawasan perikanan terpadu di Pangkajene Kepulauan-Maros-
Barru
o) Kawasan perikanan terpadu di Takalar-Jeneponto
p) Kawasan industri perikanan terpadu di pesisir pantai Teluk Bone
yang meliputi Kabupaten Wajo, Kabupaten Bone, Kabupaten
Sinjai, Kabupaten Bulukumba, dan Kabupaten Kepulauan
Selayar.
2. KSP dari sudut kepentingan sosial dan budaya meliputi :
a) Taman miniatur Sulawesi Selatan di situs kerajaan Gowa
Benteng Sombaopu di Kabupaten Gowa
b) Kawasan wisata budaya dan agrowisata Tana Toraja-Toraja
Utara.
3. KSP dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan
hidup meliputi :
a) Kawasan Wisata Alam Malino di Kabupaten Gowa
b) Kawasan Wisata Alam Lejja dan sekitarnya di Kabupaten
Soppeng
c) Kawasan Sungai Tello dan sekitarnya
d) Kawasan Danau Tempe dan sekitarnya
e) Kawasan Lompobattang dan sekitarnya
f) Kawasan Danau Matano-Towuti dan sekitarnya
g) Kawasan Geopark Maros-Pangkajene Kepulauan

2 - 68
2.3 Rencana Tata Ruang Kabupaten Bone (Perda Kab. Bone No.
2 Th. 2013)
2.3.1 Tujuan Penataan Ruang
Tujuan penataan ruang Kabupaten Bone adalah mewujudkan ruang
yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan dengan di dukung
masyarakat melalui pengembangan pertanian, perikanan dan kelautan
berbasis konservasi dan mitigasi bencana.
Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Bone meliputi:
a. Penguatan dan pemulihan fungsi kawasan lindung yang meliputi
hutan lindung, kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
bawahannya, kawasan perlindungan setempat, kawasan suaka alam,
kawasan rawan bencana, kawasan lindung geologi dan kawasan
lindung lainya
b. Pengembangan berbagai bentuk pemanfaatan sumber daya alam
yang berbasis konservasi guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
c. Peningkatan produktivitas wilayah melalui intensifikasi lahan dan
modernisasi pertanian dengan pengelolaan yang ramah lingkungan
d. Pengembangan sektor ekonomi sekunder dan tersier berbasis
pertanian, perikanan dan kelautan sesuai keunggulan kawasan yang
bernilai ekonomi tinggi, dikelola secara berhasil guna, terpadu dan
ramah lingkungan
e. Pembangunan prasarana dan sarana wilayah yang berkualitas untuk
pemenuhan hak dasar, mengurangi disparitas wilayah/kawasan
dalam rangka pewujudan tujuan penataan ruang yang berimbang dan
berbasis konservasi serta mitigasi bencana
f. Peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan
negara.

2 - 69
2.3.2 Rencana Struktur Ruang Kabupaten Bone
1. Rencana Sistem Pusat-Pusat Kegiatan

Rencana struktur ruang wilayah kabupaten Bone meliputi :


a. Pusat-Pusat Kegiatan
Pusat-pusat kegiatan yang ada di Kabupaten Bone meliputi:
1. PKW yaitu kawasan perkotaan Watampone yang meliputi
Kecamatan Tanete Riattang, Kecamatan Tanete Riattang Barat,
dan Kecamatan Tanete Riattang Timur.
2. PKLp adalah kawasan perkotaan Palattae di Kecamatan Kahu.
3. PPK meliputi:
a) kawasan Perkotaan Pattiro Bajo di Kecamatan Sibulue
b) kawasan Perkotaan Taccipi di Kecamatan Ulaweng
c) kawasan Perkotaan Camming di Kecamatan Libureng
d) kawasan Perkotaan Matango di Kecamatan Lappariaja
e) kawasan Perkotaan Lalebbata di Kecamatan Lamuru
f) kawasan Perkotaan Componge di Kecamatan Awangpone
g) kawasan Perkoataan Pompanua di Kecamatan Ajangale
h) kawasan Perkotaan Bojo di Kecamatan Kajuara
4. PPL meliputi:
a) kawasan Bulu-Bulu di Kecamatan Tonra
b) kawasan Kadai di Kecamatan Mare
c) kawasan Tanete Harapan di Kecamatan Cina
d) kawasan Appala di Kecamatan Barebbo
e) kawasan Lonrong di Kecamatan Ponre
f) kawasan Passippo di Kecamatan Palakka
g) kawasan Kahu di Kecamatan Bontocani
h) kawasan Manera di Kecamatan Salomekko
i) kawasan Latobang di Kecamatan Patimpeng
j) kawasan Tujue di Kecamatan Tellu Limpoe
k) kawasan Bengo di Kecamatan Bengo

2 - 70
l) kawasan Tokaseng di Kecamatan Tellu Siattinge
m)kawasan Taretta di Kecamatan Amali
n) kawasan Uloe di Kecamatan Dua Boccoe
o) kawasan Ujung Tanah di Kecamatan Cenrana.
b. Sistem jaringan prasarana utama
Sistem jaringan prasarana utama di Kabupaten Bone terdiri atas: a.
1) Sistem jaringan transportasi darat
Sistem jaringan transportasi darat terdiri atas:
a) Sistem jaringan jalan terdiri atas:
1) Jaringan jalan terdiri atas:
 Jaringan jalan arteri primer di Kabupaten Bone yang
merupakan sistem jaringan jalan nasional meliputi:
a. Ruas jalan Watampone – Pelabuhan Bajoe, sepanjang
0,100 (nol koma satu nol nol) kilometer
b. Ruas jalan Tamrin, sepanjang 1,447 (satu koma empat
empat tujuh) kilometer
c. Ruas jalan Yos Sudarso, sepanjang 5,147 (lima koma satu
empat tujuh) kilometer
d. Ruas jalan Batas Kabupaten Maros - Ujung Lamuru,
sepanjang 24,682 (dua puluh empat koma enam delapan
dua) kilometer; e.
e. Ruas jalan Ujung Lamuru – Batas Kota Watampone,
sepanjang 53,598 (lima puluh tiga koma lima sembilan
delapan) kilometer
f. Ruas jalan MT. Haryono, sepanjang 5,415 (lima koma empat
satu lima) kilometer
g. Ruas jalan A. Yani, sepanjang 2,103 (dua koma satu nol
tiga) kilometer
h. Ruas jalan Ponggawae, sepanjang 0,309 (nol koma tiga nol
sembilan).

2 - 71
 Jaringan jalan kolektor primer di Kabupaten Bone merupakan
jaringan jalan kolektor primer K1 yang merupakan sistem
jaringan jalan nasional dan jaringan jalan kolektor primer K2
dan jaringan jalan kolektor primer K4 yang merupakan system
jaringan jalan provinsi.
jaringan jalan kolektor primer K1 sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) meliputi:
a. Ruas jalan Batas Kota Watampone - Pompanua,
sepanjang 42,406 (empat puluh dua koma empat nol
enam) kilometer
b. Ruas jalan Veteran, sepanjang 0,821 (nol koma delapan
dua satu) kilometer
c. Ruas jalan Urip Sumohardjo, sepanjang 5,401 (lima koma
empat nol satu) kilometer
d. Ruas jalan Bajo – Arosoe (Km. 260), sepanjang 35,479
(tiga puluh lima koma empat tujuh sembilan) kilometer
e. Ruas jalan Arasoe (Km. 260) – Batas Kota Watampone,
sepanjang 37,710 (tiga puluh tujuh koma tujuh satu nol)
kilometer
f. Ruas jalan Gatot Subroto, sepanjang 0,060 (nol koma nol
enam nol) kilometer
g. Ruas jalan Sudirman, sepanjang 2,424 (dua koma empat
dua empat) kilometer
h. Ruas jalan Merdeka, sepanjang 0,050 (nol koma nol lima
nol) kilometer
i. Ruas jalan Supratman, sepanjang 1,206 (satu koma dua
nol enam) kilometer.
Jaringan jalan kolektor primer K2 sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) meliputi:

2 - 72
a. Ruas jalan Tanabatue – Sanrego - Palattae, sepanjang
31,34 (tiga puluh satu koma tiga empat) kilometer
b. Ruas jalan Ujung Lamuru – Batas Soppeng, sepanjang
19,45 (sembilan belas koma empat lima) kilometer
c. Ruas jalan Batas Soppeng – Pompanua, sepanjang 11,60
(sebelas koma enam nol) kilometer
d. Ruas jalan Ujung Lamuru – Palattae, sepanjang 44,06
(empat puluh empat koma nol enam) kilometer
e. Ruas jalan Palattae – Bojo, sepanjang 23,31 (dua puluh
tiga koma tiga satu) kilometer
f. Ruas jalan Taccipi – Waempubbu – Pompanua, sepanjang
38,0 (tiga puluh delapan koma nol) kilometer.
2) Lalu lintas dan angkutan jalan meliputi :
a. Trayek angkutan meliputi:
 Trayek angkutan barang, terdiri atas:
1. Kota Makassar – Bajoe – Kolaka - Kendari (Sulawesi
Tenggara)
2. Kota Watampone – Maros – Makassar
3. Kabupaten Bone – Palopo - Palu (Sulawesi Tengah)
4. Kabupaten Bone – Mamuju (Sulawesi Barat)
5. Kabupaten Bone – Polewali (Sulawesi Barat).
 Trayek angkutan penumpang antar kota dalam provinsi
(AKDP), terdiri atas:
1. Bone – Maros – Makassar
2. Bone – Watangsoppeng
3. Bone – Sengkang
4. Bone – Sinjai – Bulukumba – Selayar
5. Bone – Sinjai
6. Bone – Wajo – Luwu – Palopo

2 - 73
7. Bone – Wajo – Luwu – Palopo – Luwu Utara (Malangke
dan Masamba)
8. Bone – Wajo – Luwu – Palopo – Masamba – Luwu Timur
(Tomoni, Mangkutana dan Kalaena).
 Trayek angkutan penumpang antar kota antar provinsi
(AKAP), terdiri atas:
1. Kota Makassar - Bajoe – Kolaka – Kendari
2. Bone – Palopo – Palu
3. Bone – Mamuju (Sulawesi Barat)
4. Bone – Polewali (Sulawesi Barat).
 Trayek angkutan penumpang perkotaan dan perdesaan
dalam Kabupaten Bone , terdiri atas:
1. Angkutan umum dalam kota (kawasan perkotaan
Watampone dan sekitarnya)
2. Terminal Ponggawae (Watampone) – Bajoe
3. Watampone – Palattae
4. Watampone – Bengo
5. Watampone – Lappariaja
6. Watampone – Camming
7. Watampone – Awangpone
8. Watampone – Ajangale
9. Watampone – Cenrana
10. Watampone – Uloe.
b. Terminal meliputi: a.
 Rencana pengembangan terminal penumpang tipe B Petta
Ponggawae di Kelurahan Bulu Tempe Kecamatan Tanete
Riattang Barat menjadi terminal penumpang tipe A
 Rencana pengembangan terminal penumpang tipe B di
kawasan perkotaan Palattae, Kecamatan Kahu
 Terminal penumpang tipe C di Bengo Kecamatan Bengo

2 - 74
 Rencana pembangunan terminal penumpang tipe C di
Kecamatan Ulaweng, Kecamatan Kajuara, Kecamatan
Lappariaja, Kecamatan Tellulimpoe, Kecamatan Ajangale,
Kecamatan Mare, dan Kecamatan Sibulue
 Rencana pembangunan terminal agro di Kawasan
Agropolitan Pasaka Kecamatan Kahu
 Rencana pembangunan terminal barang di Kecamatan
Tenete Riattang Timur
 Rencana pembangunan terminal angkutan antar moda
transportasi di Pelabuhan Bajoe Kecamatan Tanate
Riattang Timur dan di Rencana Lokasi pembangunan
Bandar Udara di Kecamatan Awangpone
 Unit jembatan timbang di Kelurahan Tanabatue Kecamatan
Libureng
 Unit pengujian kendaraan bermotor di Desa Passippo
Kecamatan Palakka.
b) Sistem jaringan transportasi sungai, dan penyeberangan
Sistem jaringan transportasi sungai, dan penyeberangan berupa
pelabuhan penyeberangan dikembangkan untuk melayani
pergerakan keluar masuk arus penumpang dan barang antara
Kabupaten Bone dan pulau/kepulauan lainnya ditetapkan di
Pelabuhan Bajoe di Kecamatan Tanete Riattang Timur.
c) Sistem jaringan perkeretaapian.
Sistem jaringan perkeretaapian di Kabupaten Bone ditetapkan
dalam rangka mengembangkan interkoneksi dengan sistem
jaringan jalur wilayah nasional, Pulau Sulawesi dan Provinsi
Sulawesi Selatan. Sistem jaringan perkeretaapian terdiri atas:
1) Jaringan jalur kereta api merupakan jaringan jalur kereta api
umum antarkota Lintas Barat Pulau Sulawesi Bagian Barat
yang menghubungkan Provinsi Sulawesi Tengah – Provinsi

2 - 75
Sulawesi Barat – Parepare – Barru – Pangkajene – Maros –
Makassar – Sungguminasa – Takalar – Bulukumba –
Watampone – Parepare.
2) Stasiun kereta api
Stasiun kereta api ditetapkan dalam rangka memberikan
pelayanan kepada pengguna transportasi kereta api melalui
persambungan pelayanan dengan moda transportasi lain.
3) Fasilitas operasi kereta api.
2) Sistem jaringan transportasi laut
Sistem jaringan transportasi laut di Kabupaten Bone terdiri atas:
a. Tatanan kepelabuhanan terdiri atas:
1) Pelabuhan pengumpul, yaitu Pelabuhan Bajoe di Kecamatan
Tanete Riattang Timur
2) Pelabuhan pengumpan, terdiri atas:
a) Pelabuhan Uloe di Kecamatan Dua Boocoe
b) Pelabuhan Waetuo di Kecamatan Tanete Riattang Timur
c) Pelabuhan Kading di Kecamatan Barebbo
d) Pelabuhan Pattiro di Kecamatan Sibulue
e) Pelabuhan Lapangkong di Kecamatan Kajuara
f) Pelabuhan Tuju-Tuju di Kecamatan Kajuara.
3) Pelabuhan rakyat, yaitu Pelabuhan Pallime di Kecamatan
Cenrana.
b. Alur pelayaran merupakan alur pelayaran laut ditetapkan dalam
rangka mewujudkan perairan yang aman dan selamat untuk
dilayari yang terdiri atas:
1) Alur pelayaran lokal, yaitu alur yang menghubungkan
pelabuhan pengumpul dan pelabuhan pengumpan di
Kabupaten Bone dengan pelabuhan pengumpan lainnya di
wilayah Kabupaten Bone

2 - 76
2) Alur pelayaran regional, yaitu alur yang menghubungkan
pelabuhan pengumpul dan pelabuhan pengumpan di
Kabupaten Bone dengan pelabuhan pengumpan dan
pelabuhan pengumpul lainnya.
Alur pelayaran dimanfaatkan bersama untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan negara.
3) Sistem jaringan transportasi udara.
Sistem jaringan transportasi udara terdiri atas:
a. Tatanan kebandarudaraan ditetapkan dalam rangka
melaksanakan fungsi bandar udara untuk menunjang
kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas pesawat
udara, penumpang, kargo dan/atau pos, keselamatan
penerbangan, tempat perpindahan intra dan/atau antarmoda,
serta mendorong perekonomian nasional dan daerah. Tatanan
kebandarudaraan merupakan bandar udara umum yang
berfungsi sebagai bandar udara pengumpan yang di Kecamatan
Awangpone.
b. Ruang udara untuk penerbangan digunakan untuk kegiatan
operasi penerbangan dalam rangka menjamin keselamatan
penerbangan.
Ruang udara untuk terdiri atas:
1) Ruang udara yang dipergunakan langsung untuk kegiatan
bandar udara
2) Ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan
untuk operasi penerbangan
3) Ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur penerbangan.
c. Sistem jaringan prasarana lainnya
Sistem jaringan energi meliputi:
1. Pembangkit tenaga listrik terdiri atas:

2 - 77
a) Rencana pembangunan PLTA di sekitar DAS Walane dengan
kapasitas 10.000 (sepuluh ribu) mega watt hour
b) Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
(PLTMH) terdiri atas:
1) PLTMH 1 (Cenranae) di sekitar Sungai Cenranae dengan
kapasitas 120 kilowatt hour
2) PLTMH 2 (Ponre) di sekitar Sungai Ponre dengan kapasitas
120 kilowatt hour
3) PLTMH 3 (Salomekko) di sekitar Sungai Salomekko dengan
kapasitas 120 kilowatt hour.
c) Pengembangan energy listrik dengan memanfaatkan energy
terbarukan untuk mendukung ketersediaan energi listrik pada
daerah-daerah terpencil dan terisolir di Kabupaten.
2. Jaringan transmisi tenaga listrik terdiri atas:
a) Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) kapasitas 150 (seratus
lima puluh) KV yang menghubungkan antar Gardu Induk (GI) di
Kabupaten Bulukumba dengan GI di Kabupaten Bone, GI di
Kabupaten Soppeng dengan GI di Kabupaten Bone, dan GI di
Kabupaten Sinjai dengan GI di Kabupaten Bone
b) Sebaran Gardu induk (GI) di Kabupaten Bone terdiri atas:
1) GI Bone dengan kapasitas 150 (seratus lima puluh) KV di
Kecamatan Palakka
2) Rencana pengembangan GI Bone dengan kapasitas 150
(seratus lima puluh) KV di Kecamatan Palakka
3) Rencana pembangunan GI Kajuara dengan kapasitas 150
(seratus lima puluh) KV di Kecamatan Kajuara.
3. Jaringan pipa minyak dan gas bumi meliputi:
a. Rencana pembangunan fasilitas penyimpanan dan jaringan
pipa minyak dan gas bumi berupa depo minyak dan gas
bumi di Kecamatan Dua Boccoe

2 - 78
b. Stasiun Pengisian Bahan Bakar Minyak Umum (SPBU),
terdiri atas:
1) SPBU Kecamatan Sibulue, SPBU Kecamatan
Duaboccoe, SPBU Kecamatan Tanete Riattang, SPBU
Kecamatan Tanete Riattang Timur, SPBU Tanete
Riattang Barat, SPBU Kecamatan Lappariaja, SPBU
Kecamatan Mare, SPBU Kecamatan Libureng, SPBU
Kecamatan Kahu, dan SPBU Kecamatan Kajuara
2) Rencana pembangunan SPBU di tiap Kecamatan.

2. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi


Sistem jaringan telekomunikasi terdiri atas:
a. Jaringan teresterial ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
b. Jaringan satelit meliputi satelit dan transponden diselenggarakan
melalui pelayanan stasiun bumi ditetapkan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

3. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air


Sistem jaringan sumber daya air ditetapkan dalam rangka
pengelolaan sumber daya air yang terdiri atas konservasi sumber
daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya
rusak air terdiri atas sumber air dan prasarana sumber daya air.
Sumber air terdiri atas air permukaan pada sungai, bendungan,
waduk, bendung, embung, mata air, dan air tanah pada Cekungan Air
Tanah (CAT).
Sumber air terdiri atas:
a. Wilayah Sungai (WS), meliputi:
1. WS Walanae - Cenranae sebagai wilayah sungai strategis nasional
yang meliputi DAS Walanae dan DAS Cenranae

2 - 79
2. WS Jeneberang sebagai wilayah sungai strategis nasional yang
meliputi DAS Tangka
3. Saddang sebagai wilayah sungai lintas provinsi yang meliputi DAS
Lisu, DAS Segeri dan DAS Pangkajene.
b. Bendungan, meliputi:
1. Bendungan Sanrego di Kecamatan Kahu, Bendungan Ponre-
Ponre di Kecamatan Libureng, Bendungan Salomekko di
Kecamatan Salomekko
2. Rencana pengembangan bendungan yang meliputi:
pengembangan Bendungan Laponrong di Kecamatan Amali,
bendungan Manciri di Kecamatan Ajangale, Bendungan Unyi di
Kecamatan Duaboccoe, bendungan Waekecce di Kecamatan
Lappariaja dan Bendungan Benteng di Kecamatan Sibulue.
c. Waduk, yaitu Waduk Paccapaseng dengan luasan 2.000 (dua ribu)
hektar di Kecamatan Ponre, Waduk Paropo dengan luasan 2.300
(dua ribu tiga ratus) hektar di Kecamatan Lappariaja, dan Waduk
Waru-Waru dengan luasan 2.000 (dua ribu) hektar di Kecamatan
Cina dan Kecamatan Mare
d. Bendung, yaitu Bendung Pattiro di Kecamatan Barebbo, Bendung
Lekoballo di Kecamatan Lamuru, Bendung Calirung di Kecamatan
Barebbo, Bendung Wollangi di Kecamatan Palakka, Bendung
Palakka di Kecamatan Palakka, Bendung Jalling di Kecamatan
Tellusiattinge, Bendung Lanca di Kecamatan Tellusiattinge dan
Bendung Bengo di Kecamatan Bengo
e. Embung, yaitu Embung Linre di Kecamatan Kahu, Embung Linre di
Kecamatan Palattae, Embung Tellongeng di Kecamatan Mare, dan
Embung Padaidi di Kecamatan Tellu Siattinge, Embung Tempe-
Tempe dan Embung Cinnong di Kecamatan Sibulue, Embung
Ujung di Kecamatan Dua Boccoe, dan Embung Mattiro Bulu di
Kecamatan Libureng

2 - 80
f. Mata air, yaitu mata air Wollangi 1, mata air Wollangi 2, dan mata
air Panyili di Kecamatan Palakka, mata air Cinnong di Kecamatan
Ulaweng, mata air Batu-Batu di Kecamatan Kajuara, mata air
Barebbo di Kecamatan Barebbo, mata air Lamuru di Kecamatan
Lamuru, dan mata air Macedde di Kecamatan Ajangale
g. Cekungan Air Tanah (CAT), yaitu CAT lintas kabupaten yang
meliputi:
1. CAT Siwa – Pompanua yang meliputi Kecamatan Ajangale
2. CAT Sinjai yang meliputi Kecamatan Kajuara.

4. Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Pengelolaan


Lingkungan

Sistem prasarana pengelolaan lingkungan terdiri atas:


a. Sistem pengelolaan persampahan
Sistem pengelolaan persampahan ditetapkan dalam rangka
mengurangi, menggunakan kembali, dan mendaur ulang sampah
guna meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan
serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Sistem pengelolaan
persampahan di Kabupaten Bone terdiri atas tempat penampungan
sementara (TPS), dan tempat pemrosesan akhir (TPA) sampah.
Lokasi TPS di Kabupaten Bone ditetapkan di kawasan perkotaan
PKW, PKLp, PPK dan PPL yang dikembangkan dengan system
pemilahan sampah organic dan sampah an organik. Lokasi TPA di
Kabupaten Bone terdapat di Desa Passippo Kecamatan Palakka.
b. Sistem penyediaan air minum (SPAM)
Sistem penyediaan air minum ditetapkan dalam rangka menjamin
kuantitas, kualitas, kontinuitas penyediaan air minum bagi penduduk
dan kegiatan ekonomi serta meningkatkan efisiensi dan cakupan
pelayanan. SPAM terdiri atas jaringan perpipaan dan bukan jaringan
perpipaan. SPAM jaringan perpipaan meliputi unit air baku, unit

2 - 81
produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan dengan
kapasitas produksi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
Kabupaten Bone. SPAM bukan jaringan perpipaan yang meliputi
sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan,
terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan
perlindungan mata air diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. SPAM di Kabupaten Bone dipadukan dengan
sistem jaringan sumber daya air untuk menjamin ketersediaan air
baku.
SPAM jaringan perpipaan terdiri atas:
1. Unit air baku yang bersumber dari:
a) Sungai, yaitu Sungai Pompanua, Sungai Palakka, Sungai Palakka
Kahu, Sungai Karella, Sungai Sampobia, Sungai Cenrana, dan
Sungai Lempang
b) CAT yaitu CAT Siwa Pompanua di Kecamatan Ajangale, dan CAT
Sinjai di Kecamatan Kajuara
c) sumur dalam, yaitu sumur dalam Camming di Kecamatan Libureng,
sumur dalam PalattaE di Kecamatan Kahu, dan sumur dalam Biru
di Kecamatan Tanete Riattang
d) Mata air, yaitu mata air Wollangi 1, mata air Wollangi 2, dan mata
air Panyili di Kecamatan Palakka, mata air Cinnong di Kecamatan
Ulaweng, mata air Batu-Batu di Kecamatan Kajuara, , mata air
Barebbo di Kecamatan Barebbo, mata air Lamuru di Kecamatan
Lamuru, dan mata air Maccedde di Kecamatan Ajangale.
unit produksi air minum yaitu Instalasi Pengolahan Air minum (IPA)
terdiri atas:
a) IPA Pompanua dengan kapasitas 11 (sebelas) l/detik di
Kecamatan Ajangale
b) IPA Taccipi dengan kapasitas 20 (dua puluh) l/detik di
Kecamatan Ulaweng

2 - 82
c) IPA Ujung Lamuru dengan kapasitas 20 ( dua puluh) l/detik di
Kecamatan Lappariaja
d) IPA Camming dengan kapasitas 20 ( dua puluh) l/detik di
Kecamatan Libureng
e) IPA Bojo dengan kapasitas 20 ( dua puluh) l/detik di
Kecamatan Kajuara
f) IPA Abbala dengan kapasitas 20 (dua puluh) l/detik di
Kecamatan Barebbo
g) IPA Ureng dengan kapasitas 15 (lima belas) l/detik di
Kecamatan Palakka
h) IPA Tirong dengan kapasitas 20 (dua puluh)l/detik di
Kecamatan Palakka
i) IPA Palattae dengan kapasitas 20 (dua puluh) l/detik di
Kecamatan Kahu.
c. Sistem jaringan drainase
Sistem jaringan drainase meliputi sistem saluran drainase primer,
sistem saluran drainase sekunder dan sistem saluran drainase tersier
yang ditetapkan dalam rangka mengurangi genangan air dan
mendukung pengendalian banjir, terutama di kawasan permukiman,
kawasan industri, kawasan perdagangan, kawasan perkantoran, dan
kawasan pariwisata. Sistem saluran drainase primer dikembangkan
melalui saluran pembuangan utama pada aliran sungai yang melayani
kawasan perkotaan di Kabupaten Bone. Sistem saluran drainase
sekunder dikembangkan tersendiri pada kawasan industri, kawasan
perdagangan, kawasan perkantoran, dan kawasan pariwisata yang
terhubung ke saluran primer, sehingga tidak menganggu saluran
drainase permukiman. Sistem saluran drainase tersier dikembangkan
pada kawasan permukiman. Sistem jaringan drainase dilaksanakan
secara terpadu dengan sistem pengendalian banjir.

2 - 83
d. Sistem jaringan air limbah
Sistem jaringan air limbah ditetapkan dalam rangka pengurangan,
pemanfaatan kembali, dan pengolahan air limbah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Sistem jaringan air limbah
meliputi sistem pembuangan air limbah setempat dan sistem
pembuangan air limbah terpusat. Sistem pembuangan air limbah
setempat dilakukan secara individual melalui pengolahan dan
pembuangan air limbah setempat serta dikembangkan pada kawasan
yang belum memiliki sistem pembuangan air limbah terpusat.
Sistem pembuangan air limbah terpusat dilakukan secara kolektif
melalui jaringan pengumpulan air limbah, pengolahan, serta
pembuangan air limbah secara terpusat, terutama pada kawasan
industry, kawasan rumah sakit, dan kawasan permukiman padat.
Sistem pembuangan air limbah terpusat mencakup Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL) beserta jaringan air limbah. Sistem
pembuangan air limbah terpusat dilaksanakan dengan
memperhatikan aspek teknis, lingkungan, dan sosial-budaya
masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona penyangga.
Sistem pembuangan air limbah terpusat meliputi:
1. Sistem pembuangan air limbah terpusat kawasan permukiman
2. Sistem pembuangan air limbah terpusat kawasan industry
3. Sistem pembuangan air limbah terpusat kawasan rumah sakit.
e. Jalur evakuasi bencana.
Jalur evakuasi bencana meliputi:
1. Jalur evakuasi bencana longsor ditetapkan di Kecamatan Bontocani,
Kecamatan Tellulimpoe, Kecamatan Kajuara dan Kecamatan Ponre
2. Jalur evakuasi bencana gempa bumi ditetapkan di Kecamatan
Ulaweng, Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kecamatan Tanete
Riattang, dan Kecamatan Tanete Riattang Barat

2 - 84
3. Jalur evakuasi bencana banjir ditetapkan di Kecamatan Cenrana,
Kecamatan Awangpone, Kecamatan Palakka, Kecamatan Tanete
Riattang, Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kecamatan Sibulue,
Kecamatan Cina, Kecamatan Mare, Kecamatan Tonra, Kecamatan
Patimpeng, Kecamatan Libureng, Kecamatan Salomekko, Kecamatan
Kajuara, Kecamatan Tellulimpoe, dan Kecamatan Lappariaja
4. Jalur evakuasi bencana angin puting beliung ditetapkan di Kecamatan
Amali.
Jalur evakuasi bencana direncanakan mengikuti dan/atau menggunakan
jaringan jalan dengan rute terdekat ke ruang evakuasi dan merupakan
jaringan jalan paling aman dari ancaman berbagai bencana, serta
merupakan tempat-tempat yang lebih tinggi dari daerah bencana.

5. Rencana Pengembangan Pola Ruang Wilayah

Rencana pola ruang wilayah Kabupaten Bone ditetapkan dengan tujuan


mengoptimalkan pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukannya
sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya berdasarkan daya
dukung dan daya tampung lingkungan. Rencana pola ruang wilayah
meliputi rencana peruntukan kawasan lindung dan rencana peruntukan
kawasan budidaya. Kawasan lindung terdiri atas:

a. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan


bawahannya

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan


bawahannya merupakan kawasan yang ditetapkan dengan tujuan
mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi, menjaga fungsi hidrologis
tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah, dan air
permukaan serta memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air
hujan. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya terdiri atas:

2 - 85
1. Kawasan hutan lindung
Kawasan hutan lindung dengan luas 40.067 (empat puluh ribu enam
puluh tujuh) hektar ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Tonra,
sebagian wilayah Kecamatan Patimpeng, sebagian wilayah
Kecamatan Mare, sebagian wilayah Kecamatan Cina, sebagian
wilayah Kecamatan Ponre, sebagian wilayah Kecamatan Lappariaja,
sebagian wilayah Kecamatan Lamuru, sebagian wilayah Kecamatan
Tellulimpoe, sebagian wilayah Kecamatan Bengo, sebagian wilayah
Kecamatan Duaboccoe, sebagian wilayah Kecamatan Kajuara,
sebagian wilayah Kecamatan Salomekko, sebagian wilayah
Kecamatan Sibulue, sebagian wilayah Kecamatan Barebbo, sebagian
wilayah Kecamatan Awangpone, sebagian wilayah Kecamatan
Tellusiattinge, dan sebagian wilayah Kecamatan Cenrana.
2. Kawasan resapan air.
Kawasan resapan air ditetapkan pada Daerah Aliran Sungai di
sebagian wilayah Kecamatan Tellulimpoe, sebagian wilayah
Kecamatan Bontocani, sebagian wilayah Kecamatan Lappariaja, dan
sebagian wilayah Kecamatan Lamuru.
b. Kawasan perlindungan setempat

Kawasan perlindungan setempat terdiri atas:

1. Kawasan sempadan pantai ditetapkan di kawasan pesisir pantai


Kabupaten Bone di Kecamatan Tanete Riattang Timur, Kecamatan
Cenrana, Kecamatan Tellusiattingnge, Kecamatan Awangpone,
Kecamatan Barebbo, Kecamatan Sibulue, Kecamatan Mare,
Kecamatan Tonra, Kecamatan Salomekko dan Kecamatan
Kajuara, dengan ketentuan:
a) Daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100
(seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat

2 - 86
b) Daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik
pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap
bentuk dan kondisi fisik pantai.
2. Kawasan sempadan sungai ditetapkan di sepanjang tepian sungai
di Kabupaten Bone, dengan ketentuan:
a) Daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling
sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar
b) Daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar
kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus)
meter dari tepi sungai
c) Daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar
kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima
puluh) meter dari tepi sungai.
3. Kawasan sekitar mata air ditetapkan di mata air Wollangi 1, mata
air Wollangi 2, dan mata air Panyili di Kecamatan Palakka, mata air
Cinnong di Kecamatan Ulaweng, mata air Batu-Batu di Kecamatan
Kajuara, mata air Barebbo di Kecamatan Barebbo, mata air Lamuru
di Kecamatan Lamuru, dan mata air Maccedde di Kecamatan
Tanete Riattang Timur dengan ketentuan paling sedikit berjarak
200 (dua ratus) meter dari pusat mata air.
4. Ruang terbuka hijau kawasan perkotaan berupa Ruang Terbuka
Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP) yang ditetapkan menyebar dan
seimbang dengan memperhatikan fungsi ekologis, social budaya,
estetika, dan ekonomi dengan ketentuan RTH publik paling sedikit
20% (dua puluh persen) dan RTH privat paling sedikit 10%
(sepuluh persen) dari luas kawasan perkotaan yaitu PKW, PKLp,
PPK, dan PPL.
c. Kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam dan kawasan cagar
budaya

Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya meliputi:

2 - 87
1. Kawasan taman wisata alam dengan luasan 3.770 (tiga ribu tujuh
ratus tujuh puluh) hektar ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Ponre, sebagian wilayah Kecamatan Bengo, sebagian
wilayah Kecamatan Palakka, dan sebagian wilayah Kecamatan
Ulaweng.
2. Kawasan Cagar Alam merupakan bagian dari Taman Wisata Alam
Cani Sirenrang yang berada di sebagian wilayah Kabupaten Bone
dengan luas 712,7 (Tuju ratus Dua Belas koma Tujuh) hektar
ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Lappariaja dengan luas
108,93 (Seratus Delapan Kota Malili Sembilan Puluh Tiga)hektar,
dan sebagian wilayah Kecamatan Tellulimpoe dengan luas 603,77
(Enam Ratus Tiga Koma Tujuh Puluh Tujuh) hektar.
d. Kawasan rawan bencana alam
Kawasan rawan bencana alam meliputi:
1. Kawasan rawan banjir ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan
Dua Boccoe, sebagian wilayah Kecamatan Cenrana, sebagian
wilayah Kecamatan Awangpone, sebagian wilayah Kecamatan
Palakka, sebagian wilayah Kecamatan Tanete Riattang, sebagian
wilayah Kecamatan Tanete Riattang Timur, sebagian wilayah
Kecamatan Sibulue, sebagian wilayah Kecamatan Cina, sebagian
wilayah Kecamatan Mare, sebagian wilayah Kecamatan Tonra,
sebagian wilayah Kecamatan Patimpeng, sebagian wilayah
Kecamatan Libureng, sebagian wilayah Kecamatan Salomekko,
sebagian wilayah Kecamatan Kajuara, sebagian wilayah
Kecamatan Tellulimpoe, dan sebagian wilayah Kecamatan
Lappariaja
2. Kawasan rawan angin puting beliung terdapat di Kecamatan Amali,
Sibulue, dan Libureng
3. Kawasan rawan tanah longsor ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Tellulimpoe, sebagian wilayah Kecamatan Bontocani,

2 - 88
sebagian wilayah Kecamatan Kajuara, dan sebagian wilayah
Kecamatan Ponre
e. Kawasan lindung geologi
Kawasan lindung geologi terdiri atas:
1. Kawasan rawan bencana alam geologi merupakan kawasan rawan
gempa bumi ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Ulaweng,
sebagian wilayah Kecamatan Tanete Riattang, sebagian wilayah
Kecamatan Tanete Riattang Timur, sebagian wilayah Kecamatan
Lappariaja, sebagian wilayah Kecamatan Libureng, sebagian
wilayah Kecamatan Ponre, sebagian wilayah Kecamatan Kahu,
sebagian wilayah Kecamatan Salomekko, dan sebagian wilayah
Kecamatan Tanete Riattang Barat
2. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah terdiri
atas:
a) Kawasan sempadan mata air ditetapkan di mata air Wollangi 1,
mata air Wollangi 2, dan mata air Panyili di Kecamatan Palakka,
mata air Cinnong di Kecamatan Ulaweng, mata air Batu-Batu di
Kecamatan Kajuara, mata air Barebbo di Kecamatan Barebbo,
mata air Lamuru di Kecamatan Lamuru, dan mata air Maccedde di
Kecamatan Tanete Riattang Timur
b) kawasan imbuhan air tanah ditetapkan di sebagian wilayah
Kecamatan Cina , dan sebagian wilayah Kecamatan Tellusiattinge.
f. Kawasan lindung lainnya.
Kawasan lindung lainnya merupakan kawasan konservasi wilayah
pesisir dan pulau- pulau kecil yang ditetapkan dengan tujuan melindungi
kelestarian dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta
ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan
kesinambungan sumber daya pesisir dan pualu-pulau kecil dengan
memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.

2 - 89
Kawasan lindung lainnya merupakan kawasan konservasi kawasan
konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berupa kawasan
konservasi terumbu karang ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan
Tanete Riattang Timur, sebagian wilayah Kecamatan Salomekko,
sebagian wilayah Kecamatan Kajuara, sebagian wilayah Kecamatan
Barebbo, sebagian wilayah Kecamatan Tonra, sebagian wilayah
Kecamatan Mare, sebagian wilayah Kecamatan Sibulue, sebagian
wilayah Kecamatan Awangpone, sebagian wilayah Kecamatan
Tellusiattinge dan sebagian wilayah Kecamatan Cenrana.

2.3.3 Kawasan Strategis Kabupaten Bone


Kawasan strategis Kabupaten Bone merupakan bagian wilayah
Kabupaten Bone yang penataan ruangnya diprioritaskan, karena
mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten di bidang
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

Kawasan Strategis yang ada di Kabupaten Bone terdiri atas:

a. Kawasan Strategis Provinsi (KSP) terdiri atas:


1. KSP dengan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi meliputi:
a) Kawasan lahan pangan berkelanjutan komoditas beras dan jagung
ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan Ajangale, sebagian
wilayah Kecamatan Awangpone, sebagian wilayah Kecamatan
Barebbo, sebagian wilayah Kecamatan Bontocani, sebagian
wilayah Kecamatan Cenrana, sebagian wilayah Kecamatan Cina,
sebagian wilayah Kecamatan Duaboccoe, sebagian wilayah
Kecamatan Kahu, sebagian wilayah Kecamatan Kajuara, sebagian
wilayah Kecamatan Lamuru, sebagian wilayah Kecamatan
Lappariaja, sebagian wilayah Kecamatan Libureng, sebagian
wilayah Kecamatan Mare, sebagian wilayah Kecamatan Palakka,
sebagian wilayah Kecamatan Ponre, sebagian wilayah Kecamatan
Salomekko, sebagian wilayah Kecamatan Sibulue, sebagian
2 - 90
wilayah Kecamatan Tanete Riattang, sebagian wilayah Kecamatan
Tanete Riattang Barat, sebagian wilayah Kecamatan Tanete
Riattang Timur, , sebagian wilayah Kecamatan Tonra, dan
sebagian wilayah Kecamatan Ulaweng
b) Kawasan pengembangan budidaya alternative komoditas
perkebunan unggulan kakao, kelapa sawit, kopi robusta, jambu
mete dan jarak di sebagian wilayah Kecamatan Ajangale, sebagian
wilayah Kecamatan Awangpone, sebagian wilayah Kecamatan
Barebbo, sebagian wilayah Kecamatan Bontocani, sebagian
wilayah Kecamatan Cenrana, sebagian wilayah Kecamatan Cina,
sebagian wilayah Kecamatan Duaboccoe, sebagian wilayah
Kecamatan Kahu, sebagian wilayah Kecamatan Lamuru, sebagian
wilayah Kecamatan Lappariaja, sebagian wilayah Kecamatan
Mare, sebagian wilayah Kecamatan Palakka, sebagian wilayah
Kecamatan Ponre, sebagian wilayah Kecamatan Salomekko,
sebagian wilayah Kecamatan Sibulue, sebagian wilayah
Kecamatan Tanete Riattang, sebagian wilayah Kecamatan Tanete
Riattang Barat, sebagian wilayah Kecamatan Tanete Riattang
Timur, sebagian wilayah Kecamatan Tonra, sebagian wilayah
Kecamatan Amali, sebagian wilayah Kecamatan Bengo, sebagian
wilayah Kecamatan Tellulimpoe, sebagian wilayah Kecamatan
Patimpeng, dan sebagian wilayah Kecamatan Ulaweng
c) Kawasan pengembangan budidaya rumput laut ditetapkan di
wilayah perairan Kabupaten Bone ditetapkan di wilayah perairan
laut Kabupaten Bone yang meliputi sebagian wilayah Kecamatan
Cenrana, sebagian wilayah Kecamatan Awangpone, sebagian
wilayah Kecamatan Tellu Siattingnge, sebagian wilayah Kecamatan
tanete Riattang Timur, sebagian wilayah Kecamatan Barebbo,
sebagain wilayah Kecamatan Sibulue, sebagain wilayah
Kecamatan Mare, sebagian wilayah Kecamatan Tonra, sebagain

2 - 91
wilayah Kecamatan Salomekko, dan sebagian wilayah Kecamatan
Kajuara; dan d. kawasan pengembangan budidaya udang, kepiting
dan ikan bandeng ditetapkan di sebagian wilayah Kecamatan
Cenrana, sebagian wilayah Kecamatan Tellu Siattingnge sebagian
wilayah Kecamatan Awangpone, sebagian wilayah Kecamatan
Tanete Riattang Timur, sebagian wilayah Kecamatan Barebbo,
sebagian wilayah Kecamatan Sibulue, sebagian wilayah
Kecamatan Mare, sebagain wilayah Kecamatan Tonra, sebagian
wilayah Kecamatan Salomekko, dan sebagian wilayah Kecamatan
Kajuara.
2. KSP dengan sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya
alam dan/atau teknologi tinggi adalah Kawasan pertambangan
minyak dan gas bumi Blok Bone, Blok Sengkang, dan Blok
Kambuno ditetapkan di wilayah perairan laut Kabupaten Bone yang
meliputi sebagian wilayah Kecamatan Cenrana, sebagian wilayah
Kecamatan Awangpone, sebagian wilayah Kecamatan tanete
Riattang Timur, sebagian wilayah Kecamatan Barebbo, sebagain
wilayah Kecamatan Sibulue, sebagain wilayah Kecamatan Mare,
sebagian wilayah Kecamatan Tonra, sebagain wilayah Kecamatan
Salomekko, dan sebagian wilayah Kecamatan Kajuara; sebagian
wilayah Kecamatan Dua Boccoe.
3. KSP dengan sudut kepentingan fungsi dan daya dukung
lingkungan hidup meliputi kawasan hutan lindung ditetapkan di
sebagian wilayah Kecamatan Tonra, sebagian wilayah Kecamatan
Patimpeng, sebagian wilayah Kecamatan Mare, sebagian wilayah
Kecamatan Cina, sebagian wilayah Kecamatan Ponre, sebagian
wilayah Kecamatan Lappariaja, sebagian wilayah Kecamatan
Lamuru, sebagian wilayah Kecamatan Tellulimpoe, sebagian
wilayah Kecamatan Bengo, sebagian wilayah Kecamatan
Duaboccoe, sebagian wilayah Kecamatan Kajuara, sebagian

2 - 92
wilayah Kecamatan Salomekko, sebagian wilayah Kecamatan
Sibulue, sebagian wilayah Kecamatan Barebbo, sebagian wilayah
Kecamatan Awangpone, sebagian wilayah Kecamatan
Tellusiattinge, dan sebagian wilayah Kecamatan Cenrana; dan
kawasan bendungan Sanrego di Kecamatan Kahu.
b. Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) terdiri atas:
1. Kawasan strategis dengan sudut kepentingan pertumbuhan
ekonomi meliputi:
a) Kawasan strategis cepat tumbuh, ditetapkan di:
1) Kawasan perkotaan Watampone di Kecamatan Tanete
Riattang, Kecamatan Tanete Riattang Timur, dan Kecamatan
Tanete Riattang Barat pengembangannya diarahkan sebagai
pusat pelayanan pemerintahan, pelayanan sosial ekonomi,
perdagangan dan jasa, pariwisata, simpul transportasi antar-
regional, agroindustri dan agribisnis
2) Kawasan perkotaan Palattae di Kecamatan Kahu diarahkan
sebagai sub pusat pengembangan wilayah dengan fungsi
sebagai pusat pelayanan sosial, ekonomi perdagangan dan
jasa untuk kawasan bagian selatan Kabupaten Bone
3) Kawasan sekitar pelabuhan Bajoe di Kecamatan Tanete
Riattang Timur, pengembangannya diarahkan sebagai
pelayanan jasa transportasi dan industri perikanan
4) Kawasan agropolitan Pasaka di Kecamatan Kahu diarahkan
sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi baru dalam
percepatan pembangunan daerah
5) Kawasan minapolitan di sebagian wilayah Kecamatan Kajuara,
sebagian wilayah Kecamatan Mare, sebagian wilayah
Kecamatan Salomekko, sebagian wilayah Kecamatan Cina,
sebagian wilayah Kecamatan Tonra dan sebagian wilayah
Kecamatan Barebbo

2 - 93
6) Kawasan pelabuhan Bajoe di Kecamatan Tanete Riattang
Timur ditetapkan sebagai kawasan pengembangan simpul
transportasi laut regional dan kawasan pergudangan
7) Kawasan pembangunan bandara di Kecamatan Awangpone
8) Kawasan pengembangan Terminal Petta Ponggawae dan
sekitarnya sebagai simpul ekonomi bangkitan transportasi
wilayah
9) Kawasan pengembangan pertanian tanaman pangan
berkelanjutan komoditas padi dan jagung ditetapkan di
sebagian wilayah Kecamatan Barebbo, sebagian wilayah
Kecamatan Kahu, sebagian wilayah Kecamatan Sibulue,
sebagian wilayah Kecamatan Libureng, sebagian wilayah
Kecamatan Awangpone dan sebagian wilayah Kecamatan
Duaboccoe.
10) Kawasan pengembangan komoditas perkebunan di sebagian
wilayah Kecamatan Cina, sebagian wilayah Kecamatan
Salomekko, sebagian wilayah Kecamatan Tonra, sebagian
wilayah Kecamatan Libureng dan sebagian wilayah Kecamatan
Kahu
11) Kawasan industri Bone (KIBO) di Kecamatan Tanete Riattang
Timur dan Kecamatan Awangpone
12) Kawasan wisata alam dan budaya ditetapkan di sebagian
wilayah Kecamatan Tanete Riattang Timur, sebagian wilayah
Kecamatan Barebbo, sebagian wilayah Kecamatan
Awangpone, sebagian wilayah Kecamatan Sibulue, sebagian
wilayah Kecamatan Tellusiattinge, sebagian wilayah
Kecamatan Dua Boccoe, sebagian wilayah Kecamatan
Ulaweng, sebagian wilayah Kecamatan Amali, sebagian
wilayah Kecamatan Bengo, sebagian wilayah Kecamatan
Lamuru, sebagian wilayah Kecamatan Mare, sebagian wilayah

2 - 94
Kecamatan Tonra, sebagian wilayah Kecamatan Kajuara,
sebagian wilayah Kecamatan Kahu, sebagian wilayah
Kecamatan Bontocani, sebagian wilayah Kecamatan Ponre,
sebagian wilayah Kecamatan Tanete Riattang Barat, sebagian
wilayah Kecamatan Salomekko, dan sebagian wilayah
Kecamatan Palakka.
2. Kawasan strategis dengan sudut kepentingan sosial dan budaya
ditetapkan di:
a) Kawasan rumah adat kerajaan Bone di Kecamatan Tanete Riattang
b) Kawasan makam raja-raja Bone di Bukaka Kecamatan Tanete
Riattang
c) Kawasan makam raja-raja Bone Lalebata di Kecamatan Lamuru.
3. Kawasan strategis dengan sudut kepentingan pendayagunaan
sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi ditetapkan di:
a) Kawasan bendungan Salomekko dan sekitarnya di Kecamatan
Salomekko dan kawasan Bendungan Ponre-Ponre di Kecamatan
Libureng
b) Kawasan pendidikan tinggi di Kecamatan Tanete Riattang, Tanete
Riattang Barat dan Tanete Riattang Timur
c) Kawasan Pabrik Gula Camming dan sekitarnya di Kecamatan
Libureng
d) Kawasan Pabrik Gula Arasoe dan sekitarnya di Kecamatan Cina
e) Kawasan Pabrik Alkohol/Spritus di Kecamatan Cina.
4. Kawasan strategis dengan sudut kepentingan fungsi dan daya
dukung lingkungan hidup ditetapkan di:
a) Kawasan sempadan sungai dan kawasan sekitar Daerah Aliran
Sungai (DAS) Walanae dan DAS Cenrana di Kecamatan Ajangale,
Kecamatan Dua Boccoe dan Kecamatan Cenrana
b) Kawasan pelestarian alam dan hutan di Kecamatan Tellulimpoe
dan Kecamatan Bontocani

2 - 95
c) Kawasan pelestarian alam laut dan hutan mangrove di wilayah
pesisir Kabupaten Bone yang meliputi Kecamatan Tanete Riattang
Timur, Kecamatan Salomekko, Kecamatan Kajuara, Kecamatan
Barebbo, Kecamatan Tonra, Kecamatan Mare, Kecamatan Sibulue,
Kecamatan Awangpone, Kecamatan Tellusiattinge dan Kecamatan
Cenrana
d) Kawasan pelestarian alam laut di Kawasan perairan Laut Teluk
Bone di sepanjang pesisir teluk Bone.

2 - 96
2.4 Surat Keputusan Bupati Bone Nomor 481 Tahun 2020 tentang
Penetapan Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman
Kumuh di Kabupaten Bone Tahun 2020
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bone Nomor 481 Tahun 2020
tentang Penetapan Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
di Kabupaten Bone Tahun 2020, telah ditetapkan 8 lokasi kawasan
perumahan dan permukiman kumuh yaitu; Kecamatan Tanete Riattang
dengan empat kawasan yaitu Kawasan Biru yang terletak di Kecamatan
Tanete Riattang yang terletak di daerah dataran rencah dengan luas
23,60 Ha, Kawasan Manurunge-Masumpu dengan luas 10,36 Ha,
Kawasan watampone dengan luas 47,85 Ha, Kawasan Pappolo dengan
luas 4,95 Ha, Kecamatan Tanete Riattang Timur yang berada pada
kawasan pesisir laut dengan dua kawasan yaitu Kawasan Bajoe dengan
luas 60, 94 Ha, Kawasan panyula dengan luas 16,36 Ha, dan
Kecamatan Tanete Riattang Timur yang terletak di daerah dataran
rendah juga dengan dua kawasan yaitu Kawasan Macege 57,54 Ha dan
Kawasan Macanang dengan luas 32,95 Ha, sehingga total luasan
kawasan kumuh untuk Kabupaten Bone sebesar 254, 55 Ha.
Kawasan yang diduga Kumuh yang tersebar di 24 Kecamatan yang ada
di Kabupaten Bone selain kecamatan Tanete Riattang Timur, Tanete
Riattang, dan Tanete Riattang Barat. Sebaran lokasi di duga kumuh di
24 Kota Kecamatan juga menjadi fokus identifikasi sehingga tergambar
dalam peta sebaran lokasi kumuh.

2 - 97

You might also like