You are on page 1of 10

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (UAS-THE)


SEMESTER 2021/22.1 (2021.2)

Nama Mahasiswa : Yuditya Arwanto

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 042075516

Tanggal Lahir : 1 Juni 1991

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4201 / Hukum Tata Negara

Kode/Nama Program Studi : 311 / Ilmu Hukum

Kode/Nama UPBJJ : 23 / Bogor

Hari/Tanggal UAS-THE : Senin, 27 Desember 2021

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

SURAT PERNYATAAN MAHASISWA


KEJUJURAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama Mahasiswa : Yuditya Arwanto
NIM : 042075516
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4201 / Hukum Tata Negara
Fakultas : FHISIP
Program Studi : 311 / Ilmu Hukum
UPBJJ-UT : 23 / Bogor

1. Saya tidak menerima naskah UAS-THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS-THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS-THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak melakukan
kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS-THE melalui media apapun, serta tindakan tidak
terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran
atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan
oleh Universitas Terbuka.
Cibinong, 27 Desember 2021
Yang Membuat Pernyataan

Yuditya Arwanto
HKUM4201 / Hukum Tata Negara

1. Jawaban Soal THE No. 1


a. Perbedaan antara sistem pemerintahan presidensial dan parlementer adalah, pada
negara yang melakukan pemisahan kekuasaan (separation of powers) dengan
bentuk negara Republik, maka sistem pemerintahan yang digunakan adalah sistem
pemerintahan presidensial atau sistem pemerintahan semi, maka dapat dibilang
bahwa inti sistem pemerintahan presidensial adalah pada pemisahan kekuasaan
(separation of powers). Sedangkan bagi negara yang melakukan penyatuan
kekuasaan (fusion of powers) dengan bentuk negara monarki (kerajaan), maka
yang digunakan adalah sistem pemerintahan parlementer atau sistem
pemerintahan semi. Dalam sistem pemerintahan parlementer, parlemen adalah
pemegang kedaulatan tertinggi, sehingga dalam sistem pemerintahan parlementer
tidak akan diizinkan pemisahan kekuasaan antara parlemen dengan pemerintah,
karena secara keseluruhan kesemuanya berdasarkan pada pembagian kekuasaan
antara legislatif – eksekutif (legislative – executive power sharing).
Dalam sistem pemerintahan presidensial, tidak ada pemisahan antara jabatan
kepala negara, dan jabatan kepala pemerintahan. Presiden merupakan kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan dalam sistem pemerintahan presidensial.
Presiden dalam sistem pemerintahan presidensial dipilih melalui pemilihan
umum, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk masa jabatan tertentu.
Kedudukan eksekutif dan legislatif dalam sistem pemerintahan presidensial
adalah terpisah dan mendapatkan legitimasi oleh rakyat. Anggota parlemen dan
presiden yang memimpin kabinet mempunyai kedudukan yang sama kuat karena
dipilih secara langsung dalam pemilihan umum. Hal tersebut menyebabkan
presiden tidak dapat membubarkan parlemen, dan sebaliknya kabinet yang terdiri
dari Menteri – Menteri tidak dapat dibubarkan oleh parlemen, termasuk pula
presiden tidak dapat diberhentikan parlemen kecuali berdasarkan alasan
pelanggaran hukum yang sudah diatur.
Pada negara yang menggunakan sistem pemerintahan parlementer, Raja/Ratu atau
Presiden sebagai Kepala Negara, dan tidak bertanggung jawab atas segala
kebijaksanaan yang diambil oleh kabinet. Nama Kepala Negara tergantung bentuk
negara, seperti di Inggris dan Belanda yang berbentuk kerajaan, maka nama
kepala negaranya adalah Ratu, akan tetapi pada negara Jerman yang berbentuk
republik, nama kepala negaranya adalah Presiden. Raja/Ratu atau Presiden
sebagai Kepala Negara, tidak memimpin pemerintahan, sehingga tentu saja tidak
bertanggung jawab atas segala kebijaksanaan yang diambil oleh kabinet. Dalam
sistem pemerintahan dengan dipimpin oleh Perdana Menteri. Nama Perdana
Menteri juga bervariasi, sebagai contoh di Jerman, nama perdana Menteri
menggunakan istilah (chacncellor). Sebagai penyelenggara pemerintahan maka
Perdana Menteri dan kabinet bertanggung jawab pada legislatif. Kabinet dibentuk
berdasarkan partai yang memperoleh suara mayoritas, sehingga dalam negara
yang memiliki dwi partai, maka akan sangat mudah dalam pembentukan kabinet,
karena partai pemenang pemilu akan menjadi anggota parlemen mayoritas dan
membentuk kabinet, sedangkan partai lainnya akan menjadi oposisi dalam
parlemen dan penyelenggaraan pemerintahan. Apabila terjadi perselisihan antara
kabinet dengan parlemen, dan Kepala Negara berpihak pada kabinet, maka
Kepala Negara membubarkan parlemen. Kabinet melaksanakan pemilihan umum,
apabila partai politik yang menguasai parlemen menang, maka kabinet akan terus
berkuasa, sebaliknya apabila partai oposisi yang memenangkan pemilihan umum,
maka kabinet mengembalikan mandatnya dan dibentuk kabinet baru sesuai
dengan komposisi di parlemen yang sudah berbeda dengan sebelumnya.

b. Indonesia pernah menggunakan sistem pemerintahan semi presidensial dan sistem


pemerintahan semi parlementer. UUD 1945 (sebelum perubahan) menggunakan
sistem pemerintahan semi presidensial, sedangkan Konstitusi RIS dan UUDS RI
menggunakan sistem pemerintahan semi Parlementer. UUD 1945 (sesudah
perubahan) dapat dikelompokkan ke dalam sistem pemerintahan presidensial yang
khas Indonesia, karena hanya dalam sistem presidensial di Indonesia yang
mengatur bahwa eksekutif memiliki kewenangan membahas dan menyetujui
undang – undang bersama – sama dengan legislatif.

c. Indonesia pernah menggunakan susunan negara federal pada masa Konstitusi RIS,
tapi bentuk negara federal ini hanya bertahan selama 8 bulan. Hal tersebut
disebabkan karena Gerakan rakyat untuk kembali menjadi satu dalam Negara
Kesatuan RI semakin lama semakin besar. Dalam bulan Januari 1950, terjadi
ketegangan – ketegangan antara pendukung federal kesatuan (unitaris).
Argumentasi yang menolak negara serikat adalah karena merupakan usulan dari
van Mook, dan karena hal itu digunakan untuk memusuhi Negara Kesatuan RI,
bahkan untuk mematikan revolusi dan membatalkan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Ide negara serikat diterima pada saat pembahasan di Konferensi Meja Bundar,
dalam rangka mengembalikan persatuan Indonesia. Usaha pendukung unitaris
tidak hanya dengan mengajukan berbagai surat – surat, mosi – mosi, dan resolusi
– resolusi dari partai – partai, organisasi massa dan dewan perwakilan di daerah
yang berisi tuntutan agar daerahnya dibubarkan dan digabung dengan daerah
bagian RI; tetapi juga dengan berbagai aksi demonstrasi – demonstrasi dan
pemogokan – pemogokan.
Menguatnya dorongan menuju ke Negara Kesatuan RI ditanggapi positif oleh
parlemen, di mana pada tanggal 2 Maret 1950, DPR menyetujui Usul Mosi
Gabungan dari 60 anggota tentang penggabungan berbagai daerah kepada RI,
sedangkan Senat pada bulan yang sama membentuk panitia penyusun rancangan
UUD Negara Kesatuan, yang hasilnya disampaikan ke Pemerintah pada 22 Mei
1950. Mosi lainnya yang penting berkaitan dengan keinginan untuk kembali ke
Negara Kesatuan, adalah Mosi Integral Mohammad Natsir tentang Pembentukan
Negara Kesatuan yang disampaikan pada tanggal 15 April 1950. Mosi ini penting,
karena Natsir memberikan pemikiran agar semua negara bagian meleburkan diri
ke dalam negara baru bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Jawaban Soal THE No. 2


a. Dalam bidang hukum publik, keistimewaan utama yang dimiliki oleh WNI adalah
dijamin dan dilindunginya hak memilih dan hak dipilih untuk menduduki jabatan
publik. Hanya warga negara yang bisa mengikuti pemilihan umum, baik sebagai
pemilih maupun sebagai yang dipilih. Syarat WNI sebagai pemilih diatur dalam
Pasal 1 angka 34 UU No. 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum. WNI juga
merupakan syarat menjadi anggota DPD, begitu pula calon anggota DPR dan
DPRD, baik DPRD Provinsi, maupun DPRD Kabupaten/Kota. Maka dalam kasus
Bupati Sabu Raijua ini, menurut Analisa saya berdasarkan penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa sang bupati terpilih seharusnya melepaskan
kewarganegaraan amerika serikatnya terlebih dahulu sebelum mencalonkan
dirinya, karena jelas menurut UU No. 10 Tahun 2016 tentang pilkada telah diatur
bahwa syarat pencalonan adalah harus warga negara Indonesia. Dalam hal ini
Orient Patriot Riwu Kore menurut saya telah bertindak tidak jujur atas status
kewarganegaraannya sehingga seharusnya pemilihannya sebagai bupati dapat
dibatalkan.

b. Status kewarganegaraan ganda Orient Patriot Riwu Kore di Indonesia akan


menyebabkan ia kehilangan hak dan kewajibannya terkait dengan hak (citizen’s
rights) dan kewajiban sebagai warganegara yang diatur dan dijamin dalam UUD
dan peraturan perundang undangan di bawahnya yang berlaku bagi warga negara
dari negara Indonesia, namun tidak dengan hak (people rights) dan kewajiban
penduduk yang diatur dan dijamin dalam UUD dan peraturan perundang –
undangan di bawahnya, yang hanya berlaku bagi penduduk dari negara tersebut,
karena Republik Indonesia belum pernah memperbolehkan dwi kewarganegaraan.
Dalam UU No. 12 Tahun 2006 diperbolehkan dwi kewarganegaraan, akan tetapi
dwi kewarganegaraan ini terbatas dan diatur dalam rangka melindungi
kepentingan anak hasil perkawinan campur sehingga tidak bisa diterapkan dalam
kasus di atas.
c. Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Hak kewajiban warga negara
Indonesia tercantum dalam pasal 27 sampai dengan pasal 34 UUD 1945.

Berikut ini adalah Hak Warga Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945:
i. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”
(pasal 27 ayat 2).
ii. Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak
untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.”(pasal 28A).
iii. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah (pasal 28B ayat 1).
iv. Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya dan berhak mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya demivmeningkatkan kualitas hidupnya demi
kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat 1)
v. Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal
28C ayat 2).
vi. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
vii. Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak
disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak untuk
tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan
hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (pasal
28I ayat 1).

Berikut ini adalah Kewajiban Warga Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945:
i. Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945
berbunyi “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya.”
ii. Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD
1945 menyatakan “setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara”.
iii. Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1
mengatakan “setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang
lain.”
iv. Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 28J ayat 2 menyatakan “Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-
nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis.”
v. Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30
ayat (1) UUD 1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”

3. Jawaban Soal THE No. 3


a. Dalam sistem pemerintahan monarki, parlemen memiliki peranan penting dalam
pemerintahan. Dalam hal ini parlemen memiliki wewenang dalam mengangkat
perdana menteri dan parlemen pun dapat menjatuhkan pemerintahan, yaitu
dengan cara mengeluarkan semacam mosi tidak percaya. Dalam negara yang
berbentuk monarki parlementer, Raja atau Ratu dipertahankan sebagai Kepala
Negara, sedangkan Kepala Pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri sebagai
pimpinan kabinet (Menteri – Menteri). Pada sistem ini, Raja/Ratu tidak
bertanggung jawab atas segala kebijakan yang diambil oleh kabinet, maka yang
bertanggung jawab kepada legislatif dalam sistem ini adalah Perdana Menteri
yang bertugas sebagai penyelenggara pemerintahan. Apabila terjadi perselisihan
antara kabinet dengan parlemen, dan Kepala Negara berpihak pada kabinet, maka
Kepala Negara membubarkan parlemen. Kabinet melaksanakan pemilihan umum,
apabila partai politik yang menguasai parlemen menang, maka kabinet akan terus
berkuasa, sebaliknya apabila partai oposisi yang memenangkan pemilihan umum,
maka kabinet mengembalikan mandatnya dan dibentuk kabinet baru sesuai
dengan komposisi di parlemen yang sudah berbeda dengan sebelumnya. Maka
dalam sistem ini Raja/Ratu berkedudukan selain sebagai Kepala Negara, juga
sebagai pihak yang mampu membubarkan parlemen demi mencairkan kebekuan
politik sehingga kabinet baru dapat dibentuk.

b. Dalam sistem pemerintahan presidensial, tidak ada pemisahan antara jabatan


kepala negara dan jabatan kepala pemerintahan. Presiden merupakan kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan dalam sistem pemerintahan presidensial.
Presiden dalam sistem ini dipilih melalui pemilihan umum, baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk masa jabatan tertentu.
Dalam sistem pemerintahan presidensial, kedudukan eksekutif dan legislatif
adalah terpisah dan mendapat legitimasi oleh rakyat. Anggota parlemen dan
presiden yang memimpin kabinet mempunyai kedudukan yang sama kuat karena
dipilih secara langsung dalam pemilihan umum. Hal tersebut menyebabkan
presiden tidak dapat membubarkan parlemen, dan sebaliknya kabinet yang terdiri
dari menteri – menteri, tidak dapat dibubarkan oleh parlemen, termasuk pula
presiden, tidak dapat diberhentikan oleh parlemen kecuali berdasarkan alasan
pelanggaran hukum yang sudah diatur dalam UUD.

c. Setelah perubahan UUD 1945, Parlemen RI terdiri dari 3 kamar yaitu DPR, DPD,
dan MPR, atau disebut dengan sistem trikameral.
Kewenangan formal DPR yang diatur dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut:
i. Mengusulkan pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada
MPR.
ii. Presiden dan/atau Wakil Presiden bersumpah di hadapan MPR atau DPR.
iii. Memberikan persetujuan terhadap pernyataan perang, dan pembuatan
perdamaian dan perjanjian dengan negara lain yang dilakukan oleh
Presiden.
iv. Memberikan persetujuan terhadap perjanjian internasional tertentu yang
dilakukan oleh Presiden.
v. Memberikan pertimbangan kepada presiden dalam pengangkatan duta dan
penempatan duta negara lain.
vi. Memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian amnesti dan
abolisi.
vii. DPR memegang kekuasaan membentuk UU.
viii. Membahas dan menyetujui UU, bersama – sama dengan Presiden.
ix. DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan,
serta hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
x. Setiap anggota DPR mempunyai hak mengajukan pertanyaan,
menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.
xi. Anggota DPR berhak mengajukan usul RUU.
xii. Memberikan persetujuan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti UU.
Selain hal tersebut dalam Pasal 7C UUD 1945 diatur bahwa: “Presiden tidak
dapat membekukan dan/atau membubarkan DPR”.

Selanjutnya kewenangan formal DPD yang diatur dalam UUD 1945 adalah
sebagai berikut:
i. DPD dapat mengajukan kepada DPR, RUU tertentu yang berkaitan
dengan kepentingan daerah.
ii. DPD ikut membahas RUU tertentu yang berkaitan dengan kepentingan
daerah dan memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan
RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.
iii. DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU tertentu yang
berkaitan dengan kepentingan daerah, pelaksanaan APBN, pajak,
pendidikan, dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya kepada
DPR.
iv. Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK.
v. Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK.

Lalu berikutnya kewenangan formal MPR yang diatur dalam UUD 1945 adalah
sebagai berikut:
i. MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD.
ii. MPR melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
iii. MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden
dalam masa jabatannya menurut UUD.
iv. Presiden dan/atau Wakil Presiden bersumpah di hadapan MPR atau DPR.
v. Memilih Wakil Presiden dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden.
vi. Memilih Presiden dan Wakil Presiden jika keduanya mangkat, berhenti,
atau diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya secara bersamaan.

4. Jawaban Soal THE No. 4


a. Komisi Yudisial (KY) merupakan lebaga tinggi negara yang sesuai dengan Pasal
13 UU No.18 Tahun 2011 memiliki wewenang untuk:
i. Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di MA kepada
DPR;
ii. Menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku
hakim;
iii. Menetapkan kode etik dan/atau pedoman perilaku hakim (KEPPH)
bersama – sama dengan MA;
iv. Menjaga dan menegakkan pelaksanaan kode etik dan/atau pedoman
perilaku hakim (KEPPH).
Sehingga dapat dilihat bahwa KY berfungsi untuk menjaga sistem check and
balances dalam ketatanegaraan di Indonesia. Pelaksanaan pengawasan Hakim di
Indonesia oleh KY merupakan suatu upaya guna mewujudkan pelaksanaan
kekuasaan kehakiman yang merdeka, efektif, bersih, serta berorientasi pada
pencapaian visi dan misi organisasi peradilan sehingga pengawasan ini mampu
meningkatkan integritas hakim dalam memutus suatu perkara guna memberikan
keadilan. Jadi dapat terlihat urgensi pengawasan hakim dalam Mahkamah
Konstitusi oleh KY ini sangatlah diperlukan untuk menjaga integritas kehakiman
di Indonesia.
b. Komisi Yudisial dalam kehakiman di Indonesia menurut analisa saya adalah
bukan sebagai pelaku Kekuasaan Kehakiman, namun fungsinya tetap berkaitan
dengan Kekuasaan Kehakiman karena Komisi Yudisial memiliki kewenangan
untuk mengusulkan dan mengangkat Hakim Agung, serta menegakkan
kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Maka dari itu
dapat disimpulkan bahwa kedudukan Komisi Yudisial adalah sebagai lembaga
pengawas untuk menjaga integritas kekuasaan kehakiman di Indonesia.

c. Sebelumnya, KY memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap


seluruh hakim baik di Mahkamah Agung serta badan peradilan di bawahnya dan
Mahkamah Konstitusi. Namun, pasca putusan MK Nomor 005/PUU-IV/2006,
terjadi perubahan yang cukup signifikan terhadap fungsi pengawasan yang
dimiliki oleh KY, dimana KY tidak dapat melakukan pengawasan eksternal
kepada hakim MK. Maka atas putusan ini untuk saat ini pengawasan terhadap
MK hanya bisa dilakukan secara internal, yang menurut saya hal ini membuat
pengawasan tersebut menjadi tidak dapat menjamin Hakim Konstitusi akan
terjaga dari pelanggaran kode etik dan akhirnya terlibat dalam kasus suap ataupun
korupsi, contohnya adalah kasus suap yang melibatkan Mantan Hakim Konstitusi
MK Patrialis Akbar terkait judicial review pada tahun 2017 silam. Jadi dari
contoh ini dapat dilihat bahwa pengawasan eksternal dari KY sangatlah
dibutuhkan. Walaupun sekarang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi ada
untuk mengawasi dan menjaga kehormatan Hakim MK, namun hal ini belumlah
cukup karena lembaga tersebut masihlah bersifat internal dan tak sanggup untuk
mencegah kasus suap Patrialis Akbar sehingga terbukti bahwa lembaga eksternal
independen seperti Komisi Yudisial-lah yang dibutuhkan.

You might also like