You are on page 1of 26

JOURNAL READING

“ANALYSIS OF RISK FACTORS FOR SURGICAL SITE INFECTION AND


POSTOPERATIVE RECURRENCE FOLLOWING INGUINAL AND
FEMORAL HERNIA SURGERY IN ADULTS”

Oleh:
Muhamad Inas Galda Intisar NIM 016.06.0006
Silvia Arwin Maly NIM 017.06.0051
Baiq Sri Widya Astuti NIM 018.06.0045
Dinda Novita Maghfiroh NIM. 018.06.0062

Pembimbing:
dr. Ida Bagus Pramana Suaryasa, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANGLI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
2023
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang penulis miliki, penyusunan laporan
Journal Reading dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini membahas
mengenai hasil Journal Reading yang berjudul “Analysis of risk factors for
surgical site infection and postoperative recurrence following inguinal and
femoral hernia surgery in adults”. Penyusunan laporan ini tidak akan berjalan
lancar tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ida Bagus Pramana Suaryasa, Sp.B yang senantiasa memberikan saran serta
bimbingan selama pelaksanaan Journal Reading.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi penulis.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman penulis yang terbatas untuk
menyusun laporan ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini. Penulis berharap semoga laporan
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bangli, 20 Juli 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I ISI JURNAL................................................................................................1

1.1 Judul Jurnal.........................................................................................1

1.2 Penulis.................................................................................................1

1.3 Abstrak................................................................................................2

1.4 Pendahuluan........................................................................................3

1.5 Metode.................................................................................................3

1.6 Hasil....................................................................................................5

1.7 Diskusi...............................................................................................12

1.8 Kesimpulan........................................................................................15

BAB II CRITICAL APPRAISAL......................................................................16

2.1 Identitas Jurnal.......................................................................................16

2.2 Analisis VIA...........................................................................................17

2.12 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal.....................................................18

BAB III...................................................................................................................19

3.1 Kesimpulan........................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................20

iii
BAB I
ISI JURNAL
1.1 Judul Jurnal
“Analysis of risk factors for surgical site infection and postoperative
recurrence following inguinal and femoral hernia surgery in adults”.
1.2 Penulis
Nama Institusi
Shuzo Kohno Department of Surgery, The Jikei University
Takuo Hasegawa Katsushika Medical Center, 125-8061, Tokyo,
Hiroaki Aoki Japan
Masaichi Ogawa
Kazuhiko Yoshida
Katsuhiko Yanaga International University of Health and
Welfare, 814-0001, Fukuoka, Japan

Toru Ikegami Department of Surgery, The Jikei University


School of Medicine, 105-8461, Tokyo, Japan

Corespondence : Department of Surgery, The Jikei University


Katsushika Medical Center, 6-41-2 Aoto, Katsushika-ku, Tokyo,
125e8061, Japan.

Email : s-kohno@jikei.ac.jp (S. Kohno).

1
1.3 Abstrak
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penyebab komplikasi
setelah operasi pada hernia inguinalis dan femoralis, yaitu menggunakan infeksi
luka operasi/surgical site infection (SSI) dan tingkat kekambuhan sebagai
indikator hasil untuk mempertimbangkan perawatan yang tepat.
Metode: Penelitian ini menilai secara retrospektif riwayat medis dari 1.098
pasien dengan hernia inguinalis dan femoral dewasa yang menjalani
herniorrhaphy antara Juli 2010 dan Maret 2019. Dengan menggunakan infeksi
luka operasi/surgical site infection (SSI) dan tingkat kekambuhan sebagai
indikator hasil, penelitian ini secara statistik menilai pengaruh kondisi pra
operasi dan operasi pada hasil operasi.
Hasil: Terjadinya infeksi luka operasi/surgical site infection (SSI) pasca operasi
secara signifikan lebih sering terjadi pada pasien yang mengalami durasi
pembedahan yang lama, kehilangan darah yang berlebihan, dan inkarserata;
yang menjalani operasi darurat dan reseksi usus; dan di mana tidak ada
penyisipan lapisan mesh yang dilakukan. Tidak ada korelasi antara penggunaan
mesh dan infeksi luka operasi/surgical site infection (SSI) dalam kasus
inkaserata yang tidak memerlukan perbaikan darurat. Untuk kasus yang
melibatkan hernia inkarserata, penggunaan lembar kasa dihindari untuk
mencegah potensi infeksi, yang dapat menjelaskan tingginya insiden infeksi luka
operasi/surgical site infection (SSI) pada kasus di mana kasa tidak digunakan.
Hernia mungkin kambuh karena masalah teknis selama prosedur, serta
kegagalan untuk mengikat kantung hernia.
Kesimpulan: Memilih metode bedah yang tepat untuk perbaikan hernia dapat
mengurangi kejadian infeksi luka operasi/surgical site infection (SSI). Jika
manajemen reduksi hernia inguinalis secara manual tidak memungkinkan,
prosedur bedah yang tepat harus ditentukan berdasarkan temuan laparoskopi di
fasilitas di mana operasi hernia laparoskopi sering dilakukan. Selain itu, pada
kasus tanpa infeksi dan reseksi usus, penggunaan mesh mungkin bermanfaat.

2
Kekambuhan dapat dicegah dengan mengikat kantung hernia selama operasi dan
menyelesaikan masalah teknis yang relevan.
Kata kunci : Inkarserata, Hernia Inguinalis, Mesh, Kekambuhan, Infeksi Luka
Operasi
1.4 Pendahuluan
Pengobatan hernia inguinalis dan femoral telah dikembangkan untuk
mengurangi mortalitas dan morbiditas akibat infeksi yang salah satunya
disebabkan kondisi inkarserata. Salah satu temuan utama yang dicatat adalah
transisi perbaikan jaringan dengan menggunakan hernia mesh/mesh sheet (jaring
yang terbuat dari polypropylene yang digunakan untuk menutup defek hernia
dan menguatkan fascia dinding abdomen yang lemah) dapat mengurangi
frekuensi kekambuhan hernia. Peningkatan dalam strategi pengobatan telah
mengurangi tingkat kekambuhan dan komplikasi, dan pendekatan yang paling
banyak digunakan saat ini dijelaskan dalam pedoman internasional untuk
manajemen hernia inguinalis yang disusun oleh kelompok dokter bedah.
Meskipun tingkat komplikasi dan kekambuhan menurun, operasi darurat untuk
hernia inkarserata tetap berhubungan dengan tingginya insiden infeksi dan
kekambuhan, dibandingkan dengan jenis operasi elektif lainnya. Oleh karena itu,
strategi pengobatan yang optimal untuk hernia inkarserata dapat bervariasi
berdasarkan kondisi pasien dan lingkungan klinisnya. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi luka
operasi/surgical site infection (SSI) dan kekambuhan pasca operasi agar dapat
meningkatkan outcome pasien yang menjalani operasi hernia.
1.5 Metode
Dari 1.098 pasien dewasa dengan riwayat medis hernia inguinalis dan
femoralis yang menjalani herniorrhaphy di institusi peneliti antara Juli 2010 dan
Maret 2019 diteliti secara retrospektif dan dibandingkan secara statistik. Kriteria
inklusi adalah sebagai berikut: adanya hernia inguinalis atau femoralis; usia >16
tahun; setuju untuk menjalani operasi; dan dengan anastesi berdasarkan
American Society of Anesthesia grade I-III (atau Ⅳ untuk operasi darurat).
Pasien dalam kondisi buruk, yang tidak dapat menjalani operasi, dan mereka

3
yang tidak memberikan persetujuan untuk operasi, dikeluarkan. Data dianalisis
sesuai dengan pedoman STROBE. Penelitian ini disepakati pada 9 September
2019 (2019/31-1141). Prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini sesuai
dengan standar etika lembaga dan Deklarasi Helsinki tahun 1964 dan
amandemennya. Penelitian ini meninjau catatan klinis dari semua pasien berusia
≥ 16 tahun, yang menjalani operasi elektif dan darurat untuk hernia inguinalis
dan femoralis. Diagnosis dan pengobatan pasien dievaluasi berdasarkan standar
kontemporer. Klasifikasi hernia inguinalis didasarkan pada skema klasifikasi
yang dijelaskan oleh Rutkow dkk.
Analisis univariat dan multivariat dilakukan untuk menilai faktor yang
mempengaruhi infeksi luka operasi/surgical site infection (SSI) dan kekambuhan
pasca operasi sebagai indikator hasil. Infeksi luka operasi/surgical site infection
(SSI) didefinisikan sebagai infeksi pada organ atau ruang sayatan yang terjadi
setelah operasi.
Setelah operasi, luka diperiksa saat rawat jalan, dan pemeriksaan infeksi luka
operasi/surgical site infection (SSI) dilakukan selama 30 hari. Setelah penilaian
di departemen rawat jalan, setiap pasien diinstruksikan untuk mengunjungi
rumah sakit jika timbul gejala seperti pembengkakan berulang dan nyeri. Faktor-
faktor yang diperiksa meliputi usia, jenis kelamin, jenis prosedur pembedahan,
penggunaan hernia mesh/mesh sheet, waktu operasi, volume kehilangan darah
(berdasarkan jumlah kasa intraoperatif), pengalaman operator, kejadian operasi
darurat, jenis inkarserasi, reseksi usus, hernia berulang, dan riwayat medis.
Pengalaman ahli bedah diklasifikasikan berdasarkan apakah dia adalah residen
(pengalaman setelah lulus ujian <5 tahun) atau dokter berpengalaman (ahli
bedah yang telah melakukan lebih dari 100 operasi hernia). Selama operasi, di
mana operator adalah residen, anggota staf yang berpengalaman membantu;
yang memungkinkan mereka untuk mengawasi residen. Riwayat medis setiap
pasien diperiksa berdasarkan adanya diabetes mellitus, hipertensi, asma, gagal
ginjal, dialisis peritoneal, penyakit jantung iskemik, aritmia, infark serebral, dan
hiperplasia prostat jinak (BPH). Prosedur bedah menggunakan metode
pendekatan anterior terbuka dan herniorrhaphy laparoskopi diperiksa secara

4
terpisah. Pendekatan anterior terbuka dilakukan dengan cara yang berbeda,
tergantung pada ketersediaan mesh sheet. Ketika lembaran mesh digunakan,
metode plug mesh (MPM) digunakan sepanjang paruh pertama prosedur. Di sesi
berkutnya, Lichtenshtein atau Metode Onstep lebih digunakan. Pada enam
pasien, digunakan bahan mesh tipe lainnya.
Dalam terapi hernia inkarserata, jika reduksi manual berhasil, operasi semi
darurat (operasi selain operasi elektif yang dilakukan setelah hari diagnosis)
dilakukan dalam beberapa hari (biasanya di hari besoknya) setelah memastikan
tidak adanya peritonitis. Operasi darurat dilakukan jika inkarserasi tidak dapat
dikurangi dengan reduksi manual. Dalam operasi inkarserata, jika tidak
ditemukan peradangan akibat infeksi, rekonstruksi melalui perbaikan jaringan
dilakukan tanpa menggunakan mesh. Untuk operasi inkarserata dan darurat,
infeksi luka operasi/surgical site infection (SSI) dan teknik pemasangan mesh
diperhatikan pada penelitian ini. Analisis statistik dilakukan dengan
menggunakan SPSS Statistics versi 22.0 (IBM Japan, Ltd., Tokyo, Jepang).
Analisis univariat dan multivariat dilakukan melalui analisis regresi logistik.
Dalam analisis univariat, dua variabel tidak digunakan dalam analisis multivariat
karena tidak signifikan atau tidak dapat dihitung. Variabel yang signifikan dalam
analisis univariat dengan regresi logistik digunakan dalam analisis multivariat
(metode peningkatan variabel dengan rasio kemungkinan). Hubungan antara
pemasangan mesh dan infeksi luka operasi/surgical site infection (SSI) diuji
menggunakan Fisher's exact test.
1.6 Hasil
Karakteristik pasien dengan Hernia inguinalis dan femoralis di tunjukkan
pada Tabel 1. Tidak ada kematian yang diakibatkan oleh karena Hernia inguinal
maupun hernia femoralis. Di sebuah penelitian pada tahun 1971 mayoritas
pasien berjenis kelamin laki-laki dengan presentase sebesar (88%) sebanyak 971
pasien. Dan yang berjenis kelamin perempuan dengan presentase (12%)
sebanyak 127 pasien. Kemudian rata rata pasien berusia 16-95 tahun.

5
Pada 16 pasien, operasi laparoskopi dilakukan dengan menggunakan
pendekatan preperitoneal transabdominal. Pada pasien yang menggunakan
metode pendekatan anterior terbuka, 859 melibatkan penggunaan mesh. Di
antara mereka, 702 pasien menggunakan MPM (680 di paruh pertama, 22 di
paruh kedua) dan dirawat di paruh pertama pengamatan periode. Periode sampai
dengan Desember 2016 ditetapkan sebagai paruh pertama, sedangkan setelah
Januari 2017 ditetapkan sebagai paruh kedua. Dalam paruh kedua, 133 pasien
(18 di babak pertama, 158 di babak kedua) menjalani metode Lichtenstein, 174
metode Onstep (6 di babak pertama, 168 di babak kedua), sedangkan metode
lain digunakan pada enam pasien. Mengenai metode pendekatan anterior
terbuka, lembaran mesh tidak digunakan dalam pengobatan sebanyak 45 pasien.
Pada pasien ini, prosedur berikut digunakan: McVay pada 15 pasien, perbaikan
saluran ileopubik pada 7 pasien, Bassini pada satu pasien, Marcy pada 14 pasien,
tidak ada rekonstruksi pada 3 pasien dan metode lain seperti penggunaan
6
penjahitan eksklusif pada 5 pasien. Metode Marcy dan laparoskopi penutupan
ekstraperitoneal perkutan (LPEC) kadang-kadang digunakan untuk mengobati
pasien muda dengan hernia inguinalis secara tidak langsung. Waktu operasi rata-
rata adalah 76,1 ± 33,1 menit, dan jumlah perdarahan adalah 5,8 ± 23,5 g. Dalam
perawatan 783 pasien (78,3%), operatornya adalah resident.
Hernia Incarserata tercatat pada 124 pasien (11,3%), dan operasi darurat
dilakukan pada 85 (7,7%), di mana reduksi manual tidak memungkinkan. Untuk
merawat organ yang mengalami inkarserata, reseksi usus dilakukan pada 17
pasien, dimana usus buntu direseksi pada 2 pasien, usus halus pada 14 pasien,
dan kolon sigmoid pada 1 pasien. Sayatan perut bagian bawah dibuat pada 7
pasien yang menjalani operasi darurat. Dalam operasi hernia yang
terkontaminasi dengan peritonitis, 3 pasien mengalami hernia femoralis dan 3
lainnya menjalani operasi tanpa rekonstruksi. Hernia femoralis dengan
peritonitis direkonstruksi baik dengan perbaikan jaringan atau secara eksklusif
dengan penjahitan, dan 1 pasien menjalani rekonstruksi dengan mesh dalam dua
fase tanpa perbaikan awal. 7 dari 17 pasien (41%) yang menjalani reseksi usus
berkembang menjadi infeksi luka operasi/surgical site infection (SSI).
Dari 1.098 operasi yang diperiksa, 1.044 adalah operasi awal, dan 54
melibatkan kasus berulang (5%). Di antara pasien yang termasuk dalam
penelitian ini, 2 mengalami infeksi mesh. Kami melakukan operasi
pengangkatan jala hanya pada 1 dari 1.098 pasien (0,1%). Pasien lain yang
mengalami infeksi mesh dikelola menggunakan drainase subkutan dan
antibiotik.
Analisis univariat dan multivariat SSI pasca operasi disajikan pada Tabel 2a
dan Tabel 2b. Menggunakan analisis univariat, jenis prosedur pembedahan,
penggunaan insersi mesh, waktu operasi, volume kehilangan darah, operasi
darurat, incarserata, dan reseksi usus berhubungan secara signifikan dengan
perkembangan SSI pasca operasi. Analisis multivariat mengungkapkan bahwa
perkembangan infeksi luka operasi/surgical site infection (SSI) pasca operasi
hanya dikaitkan dengan volume kehilangan darah dan operasi darurat. Dalam
studi tersebut, 17 pasien (1,5%) mengembangkan SSI pasca operasi, dan 10 dari

7
mereka (59%) yang menjalani operasi darurat karena incarserata berkembang
menjadi SSI. Untuk operasi hernia incarserata, mesh sheet digunakan pada satu
pasien dengan hernia Amyand tanpa apendisitis (satu dari 124, 1%) dan sembilan
pasien yang tidak menjalani reseksi usus (sembilan dari 124, 7%).

8
Analisis eksak Fisher tentang terjadinya SSI dan penggunaan mesh dalam
pengobatan hernia inkarserata disajikan di Tabel 3. Kejadian infeksi luka
operasi/surgical site infection (SSI) pada pasien yang dirawat menggunakan
mesh pada operasi darurat disajikan pada Tabel 4. Semua operasi darurat
dilakukan dalam kasus di mana reduksi manual tidak memungkinkan. Tidak ada
hubungan yang ditemukan antara penggunaan jaring dan perkembangan infeksi
luka operasi/surgical site infection (SSI) karena operasi darurat. Pada pasien
dengan hernia incarcerata, frekuensi SSI meningkat secara signifikan pada
kelompok mesh-free dibandingkan dengan kelompok mesh, yang mungkin
disebabkan fakta bahwa penggunaan mesh dihindari ketika dicurigai adanya
infeksi.

9
Analisis univariat dan multivariat dari hubungan antara kekambuhan hernia
pasca operasi dan masing-masing faktor disajikan pada Tabel 2c dan Tabel 2d.
Di antara 1.098 pasien yang menjalani operasi hernia inguinalis, 13 (1,1%)
mengalami kekambuhan hernia. Mengenai kekambuhan hernia pasca operasi,
analisis univariat menunjukkan bahwa kekambuhan cenderung terjadi pada
pasien dengan riwayat asma, tetapi perbedaan yang signifikan secara statistik
tidak diamati.

10
Rincian tentang kekambuhan pasca operasi ditunjukkan pada Tabel 5.
Sehubungan dengan kekambuhan pasca operasi, enam terjadi di kanan, lima di
kiri, dan dua di kedua sisi. Jenis hernia langsung (5 pasien), tidak langsung (6
pasien) dan campuran (2 Pasien). Durasi rata-rata yang diperlukan untuk
11
mengkonfirmasi kekambuhan adalah 16,3 bulan, dan kekambuhan dalam satu
bulan diamati pada tiga pasien (23%). Dua belas dari 13 pasien mengalami
kekambuhan dalam lima tahun, dan hanya satu yang mengalami kekambuhan
setelah lima tahun. Prosedur pembedahan yang digunakan untuk mengobati
hernia berulang adalah MPM pada 10 pasien (77%), Lichtenstein pada satu
pasien (8%), dan Onstep pada dua pasien (15%). Kemungkinan penyebab
kekambuhan adalah infeksi mesh (satu pasien, 8%), oversight intraoperatif (tiga
pasien, 23%), masalah teknis (tiga pasien, 23%), dan tidak diketahui (enam
pasien, 46%).

1.7 Diskusi
Komplikasi awal operasi hernia inguinalis dan femoralis meliputi
kekambuhan, infeksi luka operasi/surgical site infection (SSI) superfisial,
seroma/hematoma, retensi urin, dan cedera kandung kemih. Komplikasi akhir
termasuk kekambuhan, SSI yang dalam (infeksi mesh), disfungsi atau nyeri
seksual, dan obstruksi usus. Prosedur bedah yang digunakan untuk mengobati
hernia inguinalis dan femoralis telah diperbaiki untuk mencegah komplikasi.
Salah satu tren utama adalah peralihan dari perbaikan jaringan ke perbaikan
dengan menggunakan mesh, yang telah mengurangi frekuensi kekambuhan
hernia. Keuntungan dari metode pendekatan anterior adalah bahwa prosedurnya
mudah dan tampaknya tidak mengubah hasil, operasi dapat dilakukan hanya
dengan menggunakan anestesi lokal, dan komplikasi viseral terkait mesh terjadi

12
lebih jarang daripada operasi laparoskopi. Keuntungan dari operasi laparoskopi
termasuk visualisasi langsung dari lubang hernia dan pengurangan rasa sakit
akibat kerusakan saraf. Menurut meta-analisis, kejadian hernia inguinalis atau
femoral sekitar 8-10 kali lebih tinggi pada pria dari pada wanita, tetapi angka
kematian pada wanita lebih tinggi daripada pria. Hal ini disebabkan peningkatan
tingkat hernia femoralis dan operasi darurat pada wanita. Insiden infeksi luka
operasi/surgical site infection (SSI) pasca operasi setelah operasi hernia baru-
baru ini dilaporkan sebesar 3.1-4,5%. SSI superfisial dapat berkembang menjadi
SSI insisi dalam. Drainase perkutan dapat meningkatkan infeksi mesh dan
seringkali membutuhkan pengangkatan mesh, membuat perawatan menjadi sulit.
Insidensi infeksi yang rendah setelah perbaikan hernia inguinalis atau femoralis
pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian antibiotik profilaksis pada
operasi hernia inguinalis cenderung efektif untuk mencegah infeksi luka
operasi/surgical site infection (SSI). Di institusi kami, antibiotik diberikan
sebelum operasi untuk semua pasien. Besar analisis kohort faktor prediktif untuk
SSI setelah operasi hernia inguinalis pada luka bersih mengungkapkan hubungan
yang signifikan antara riwayat diabetes, BMI >35 kg/m2, dan merokok saat ini.
Dalam penelitian ini, tidak ada hubungan antara riwayat medis dan infeksi luka
operasi/surgical site infection (SSI). Namun, prosedur bedah, pemasangan mesh,
waktu operasi, volume kehilangan darah, operasi darurat, penahanan, dan reseksi
usus sebagian besar terkait dengan SSI melalui analisis univariat. Dengan
menggunakan analisis multivariat, perdarahan dan pembedahan darurat dikaitkan
dengan perkembangan SSI. Komplikasi yang paling umum setelah pembedahan
untuk hernia inguinalis atau femoralis adalah infeksi luka operasi/surgical site
infection (SSI), kejadiannya tinggi pada kasus pembedahan darurat atau reseksi
usus. Hasil kami sesuai dengan temuan ini. Di rumah sakit kami, jaring tidak
digunakan jika luka operasi terkontaminasi akibat penahanan selama operasi
darurat. Di antara 17 pasien yang menjalani reseksi usus, 16 dirawat
menggunakan metode pendekatan anterior terbuka, 12 di antaranya dirawat
dengan metode perbaikan jaringan, dan satu pasien menjalani perbaikan dalam
dua tahap. Insidensi infeksi mesh yang sangat rendah mungkin disebabkan oleh

13
fakta bahwa penggunaan mesh dihindari saat dicurigai adanya infeksi.
Penggunaan mesh selama operasi darurat untuk penahanan hernia telah dianggap
sebagai penyebab infeksi luka operasi/surgical site infection (SSI), dan panduan
Internasional Hernia Surge Group tidak menyarankan penggunaannya dalam
keadaan seperti itu. Telah dilaporkan bahwa mesh dapat digunakan pada kasus
inkarserata tanpa reseksi usus karena kejadian infeksi luka operasi/surgical site
infection (SSI) tidak meningkat secara signifikan tanpa reseksi usus selama
operasi darurat akibat inkarserata. Prosedur yang disesuaikan direkomendasikan
dalam kondisi seperti penahanan. Dalam pengobatan luka yang terinfeksi,
pemasangan mesh tidak mempengaruhi frekuensi SSI, tetapi jika SSI terjadi,
infeksi mesh kemungkinan akan terjadi; dengan demikian, penyisipan mesh
harus dihindari.
Tingkat kekambuhan pada hernia sulit untuk dinilai karena variabilitas dalam
periode tindak lanjut. Sebuah pusat yang sangat terspesialisasi melaporkan
bahwa tidak ada kekambuhan yang diamati selama periode awal, dan
kekambuhan hanya 1,1% setelah tindak lanjut jangka panjang. Dalam penelitian
ini, meskipun semua pasien tidak dapat ditindak lanjuti dalam jangka panjang,
dan tingkat kekambuhan ditentukan sedikit meningkat karena masa tindak lanjut
jangka panjang dipertimbangkan, kekambuhan hernia diamati secara marginal
pada 13 pasien (1,1%). Analisis univariat dari kekambuhan pasca operasi
mengungkapkan bahwa tidak ada faktor yang secara signifikan meningkatkan
risiko kekambuhan. Di institusi kami, kami memilih metode pendekatan anterior
terbuka untuk operasi pertama. Dalam kasus kekambuhan, kami baru saja
mengadopsi pembukaan hernia menggunakan operasi laparoskopi. Laporan
terbaru menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan operasi laparoskopi dan
operasi hernia terbuka tidak berbeda.
Juga telah dilaporkan bahwa operasi laparoskopi memiliki tingkat
kekambuhan yang lebih tinggi daripada perbaikan hernia terbuka di antara ahli
bedah yang telah melakukan prosedur perbaikan hernia laparoskopi.
Pembedahan laparoskopi telah dilaporkan lebih unggul daripada pendekatan
anterior dalam pengobatan hernia berulang yang dilakukan oleh ahli bedah

14
berpengalaman dengan menggunakan teknik yang sangat baik. Faktor non-teknis
termasuk jenis kelamin, usia, jenis hernia, ukuran, kekambuhan, operasi
bilateral, operasi darurat, dan status merokok telah dilaporkan mempengaruhi
tingkat kekambuhan. Pengalaman ahli bedah, penggunaan penutup jaring besar,
seroma, dan teknik bebas darah telah dilaporkan penting untuk mengurangi
kekambuhan hernia pasca operasi. Untuk perawatan bedah hernia berulang,
operasi laparoskopi dan metode mesh preperitoneal tampaknya dikaitkan dengan
risiko kekambuhan yang rendah, dan metode perbaikan operasi sebelumnya
harus dipertimbangkan. Diketahui juga bahwa kekambuhan hernia femoralis
sering terjadi setelah hernia inguinalis, dan telah dilaporkan bahwa kantung
hernia terkadang terabaikan. Karena usia tua dan demensia, pasien dengan
kekambuhan seringkali tidak memilih untuk menjalani operasi ulang, sehingga
alasan kekambuhan pada pasien tersebut seringkali tidak diketahui. Perbedaan
yang signifikan dalam faktor yang terkait dengan kekambuhan sulit untuk
diidentifikasi dalam studi retrospektif, dan diperkirakan dapat diidentifikasi
dengan menggunakan analisis data besar di institusi khusus. Disarankan bahwa
mengabaikan kantung hernia mungkin karena karakteristik dari prosedur bedah
yang digunakan, yang dapat mempengaruhi kekambuhan. Dipercayai bahwa
faktor teknis menyebabkan kekambuhan dini. Juga telah dilaporkan bahwa jenis
kekambuhan ini umum terjadi ketika prosedur dilakukan oleh residen yang lulus
ujian nasional dalam 2 tahun terakhir, dan, oleh karena itu, hanya memiliki
beberapa bulan pelatihan bedah. Dalam penelitian ini, tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam tingkat kekambuhan hernia yang diamati ketika pengalaman
teknis operator dibandingkan. Bisa jadi, minimnya pengalaman warga ditutupi
dengan kehadiran pendamping berpengalaman. Kekambuhan langsung awal
diamati dalam penelitian ini, dan perbaikan lebih lanjut dalam teknik bedah
diperlukan.
1.8 Kesimpulan
Analisis penelitian tentang terjadinya komplikasi dalam pengobatan hernia
inguinalis dan femoral mengungkapkan bahwa memilih metode bedah yang
tepat untuk perbaikan hernia dapat mengurangi infeksi luka operasi/surgical site

15
infection (SSI) dan mesh. Namun, pendekatan laparoskopi harus digunakan
dengan tepat, tergantung pada kasusnya. Studi pada penelitian ini juga
menunjukkan bahwa kekambuhan pasca operasi dapat dikurangi lebih lanjut
dengan menghilangkan kantung hernia, dan meningkatkan teknik bedah.

16
BAB II
CRITICAL APPRAISAL
2.1 Identitas Jurnal
1. Judul
Pada jurnal ini memiliki identitas yang sudah lengkap karena telah
mencantumkan judul jurnal, nama peneliti, tahun penerbitan, tempat
penerbitan, nama jurnal dan koresponden dari jurnal.
 Aturan Penulisan pada jurnal harus spesifik, ringkas dan jelas. Judul
pada Jurnal ini yaitu : “Analysis of risk factors for surgical site infection
and postoperative recurrence following inguinal and femoral hernia
surgery in adults” Sudah singkat dan jelas.
 Judulnya efektif dan tidak lebih dari 18 kata, judul tersebut sudah
mencakup isi dari jurnal.
 Judulnya menarik dan pembaca dapat langsung mengerti dengan apa
yang akan disampaikan dalam jurnal.
Kriteria Judul Karya Ilmiah
No
Kriteria Checklist Ket.
1. Spesifik  -
2. Menggambarkan Isi jurnal  -
3. Ringkas dan Jelas  -
4. Menarik  -
5. Terdiri dari 10-18 kata  -

2. Penulis
 Shuzo Kohno, Takuo Hasegawa, Hiroaki Aoki, Masaichi Ogawa,
Kazuhiko Yoshida, Katsuhiko Yanaga dan Toru Ikegami
 Penulis mencantumkan alamat dan kontak email yang dapat
dihubungi dan digunakan
3. No Seri
Penulis telah mencantumkan nomor seri jurnal, yaitu
https://doi.org/10.1016/j.asjsur.2021.08.019
17
4.Tahun Terbit
Jurnal ini dipublikasikan pada September 2021
5.Jenis Jurnal
Jenis jurnal ini merupakan penelitian case control dengan studi
retrospektif
2.2 Analisis VIA
 Validitas
1. Apakah sumber Pustaka jurnal ini valid ?
Kurang valid, karena jika dilihat dari tahun terbit sumber
referensi yang digunakan pada jurnal ini yaitu dominan lebih dari 5
tahun terakhir yaitu sebanyak 23 jurnal.
2. Apakah Terdapat Randomisasi ? Bagaimana metode randomisasi ?
Tidak, pada penelitian ini tidak dilakukan randomisasi.
3. Apakah fokus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian?
Ya, karena pada penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi infeksi luka operasi/surgical site
infection (SSI) dan kekambuhan pasca operasi agar dapat
meningkatkan outcome pasien yang menjalani operasi hernia.
4. Apakah subjek penelitian ini diambil dengan cara yang tepat?
Ya, pengambilan subjek pada penelitian ini dilakukan sesuai
teknik pengambilan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi
peneliti.
5. Apakah data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian?
Ya, pada penelitian ini data diperoleh dari riwayat medis pasien
dewasa dengan hernia inguinalis dan femoralis yang diteliti secara
retrospektif untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
infeksi luka operasi/surgical site infection (SSI) dan kekambuhan
pasca operasi hernia.
6. Apakah analisis data dilakukan cukup baik?

18
Ya, pada penelitian ini data dianalisis sesuai dengan pedoman
STROBE dan secara statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS
Statistics versi 22.0
(Penelitian ini valid karena sudah terpublikasi dan dapat menjadi sumber
informasi dan referensi bagi pembaca dan penelitian selanjutnya)
 Important
1. Apakah penelitian ini penting?
Mengingat bahwa infeksi luka operasi dan tingkat kekambuhan
pasca operasi setelah operasi hernia inguinalis dan femoralis pada
orang dewasa secara signifikan cukup sering terjadi maka penelitian
ini penting untuk dilakukan untuk mengidentifikasi faktor risiko dari
kejadian komplikasi setelah operasi hernia.
 Applicable
1. Apakah penelitian ini dapat diterapkan?
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai referensi untuk
dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah
responden yang lebih banyak serta bahan literatur yang lengkap agar
memperkuat hasil dan memperoleh penelitian yang lebih baik.
2.12 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal
1. Kelebihan
a. Jurnal ini sangat informatif karena terdapat informasi terkait faktor
risiko, komplikasi, prosedur manajemen bedah hernia serta kelebihan dan
kekurangan manajemen bedah hernia.
b. Jurnal ini tergolong baru karena diterbitkan pada tahun 2021 sehingga
jurnal ini masih dapat digunakan sebagai acuan terbaru.
c. Penyajian data pada penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel yang
mempermudah pemahaman pembaca
2. Kekurangan
a. Tahun terbit sumber referensi yang digunakan pada jurnal ini dominan
lebih dari 5 tahun terakhir.
b. Metode dan teknik sampling tidak dijelaskan secara detail

19
20
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi diatas, dapat disimpulkan bahwa jurnal ini merupakan
jurnal studi retrospektif dan telah memenuhi kaidah kaidah kepustakaan
sehingga dapat digunakan sebagai sumber referensi. Dalam jurnal ini terdapat
informasi terkait faktor risiko, komplikasi, prosedur manajemen bedah hernia
serta kelebihan dan kekurangan manajemen bedah hernia. Dengan adanya
pembahasan jurnal ini diharapkan dapat membantu dokter memahami dan
mengidentifikasi faktor risiko pada infeksi luka operasi dan kekambuhan pasca
operasi setelah operasi hernia pada pasien dewasa sehingga dapat melakukan
manajemen yang tepat dan memberikan manfaat klinis yang lebih baik bagi
pasien.

21
DAFTAR PUSTAKA

Kohno, S., Hasegawa, T., Aoki, H., Ogawa, M., Yoshida, K., Yanaga, K., &
Ikegami, T. (2021). Analysis of risk factors for surgical site infection and
postoperative recurrence following inguinal and femoral hernia surgery in
adults. Asian Journal of Surgery, 1001-1006.

22

You might also like