You are on page 1of 70

ANALISIS STRUKTUR PERTUNJUKAN SENI EBEG GRUP

CONDONG CAMPUR DI DESA MARUYUNGSARI


KECAMATAN PADAHERANG KABUPATEN PANGANDARAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Penyelesaian Program Sarjana Pendidikan


Seni Drama, Tari dan Musik

Oleh :
AHMAD FAOZAN
NIM. C15882019002

PENDIDIKAN SENI DRAMA, TARI DAN MUSIK


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2019
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan budaya yang

beraneka ragam, demikian pula dengan kesenian daerah yang memiliki ciri

dan bentuk masing-masing. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan

masyarakat. Salah satu bentuk kebudayaan adalah kesenian yang merupakan

salah satu bagian universal dari kebudayaan dan terkait erat dengan kehidupan

manusia untuk memenuhi kebutuhan rohaninya sebagai makhluk hidup yang

memerlukan keindahan (Koentjaraningrat,1990:204).

Kehidupan masyarakat Indonesia saat ini cenderung berubah dari

masyarakat tradisional agraris ke masyarakat modern teknologis seperti

penyebaran televisi, internet, media sosial, smartphone dan lain sebagainya.

Perubahan tersebut tampak berjalan cukup cepat. Hal ini tidak dapat disangkal

atau dihindari, perkembangan pikiran dan pandangan hidup manusia itu

mengakibatkan terjadinya pergeseran, perubahan dan perkembangan

kebudayaan. Penurunan keberadaan budaya disebabkan oleh rakyatnya sendiri

yang mengabaikan budaya mereka terutama untuk remaja. Remaja terbuai

oleh kehidupan modern dan mulai melupakan nilai-nilai yang diwariskan oleh

nenek moyang.

Kesenian tradisonal kerakyatan merupakan kesenian yang sifatnya turun

temurun. Sifat turun-temurun inilah yang mengakibatkan kesenian tradisional

1
2

selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Sesuai dengan perubahan-

perubaahan yang terjadi dalam masyarakat, kesenian rakyat oleh sebagian

masyarakat di Indonesia diabadikan serta dikembangkan untuk kepentingan

masyarakat yang memiliki tujuan tertentu seperti mendatangkan keselamatan,

kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat.

Ebeg merupakan suatu bentuk tarian yang diiringi dengan beberapa

ricikan gamelan. Penari menggunakan properti kuda rekaan yang terbuat dari

kepang (anyaman bambu), sekaligus menjadikan ciri sebagai kesenian Ebeg.

Ebeg sebagai Kesenian yang lahir seiring dengan perkembangan zaman dan

peradaban manusia yang dimulai dari tingkat yang paling sederhana ke tingkat

yang lebih maju.

Kabupaten Pangandaran memiliki berbagai macam kesenian tradisional

yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, antara lain : Ebeg,

ronggeng, janeng, sintren. Seiring dengan perkembangan jaman yang serba

modern, kesenian yang ada di Pangandaran mulai surut. Hal ini disebabkan

karena kurangnya pihak-pihak yang mampu mengemas kesenian yang ada di

Kabupaten Pangandaran. Melihat fenomena tersebut sudah selayaknya

generasi muda di Pangandaran khususnya di desa Maruyungsari mempunyai

keinginan untuk mengembangkan kesenian yang ada di Kabupaten

Pangandaran, dan daerah Karesidenan Pangandaran pada umumnya.

Demikian halnya dengan masyarakat di Desa Maruyungsari, Kecamatan

Padaherang, Kabupaten Pangandaran. Kesenian Ebeg Group Condong

Campur merupakan kreatifitas masyarakat di desa Maruyungsari yang


3

diwariskan secara turun temurun sejak tahun 1970 oleh Pak samenggala.

Paguyuban Kesenian Tradisional Ebeg di desa Maruyungsari Kabupaten

Pangandaran, yang diprakarsai oleh Sudirjo bernama Grup Group Condong

Campur. Keadaan Desa Maruyungsari yang sudah bisa dibilang maju dalam

keadaan perekonomian masyarakatnya, tetapi masyarakat setempat masih

melestarikan kesenian tradisional Ebeg Group Condong Campur, dengan

selalu memprioritaskan kesenian Ebeg Group Condong Campur dalam setiap

kegiatan di Desa Maruyungsari.

Hal ini dilakukan agar kesenian tradisional tetap dijaga dan dilestarikan

setelah hadirnya budaya modern. Kesenian Ebeg Group Condong Campur

merupakan salah satu kesenian yang diciptakan sebagai pemersatu generasi

muda masyarakat setempat. Kesenian ini terus dikembangkan agar dapat

menjadi kekayaan kesenian tradisional bagi warga desa Maruyungsari. Pada

awal berdirinya kesenian, banyak pemuda yang kurang memanfaatkan waktu

atau masih belum mempunyai pekerjaan tetap, sehingga muncul gagasan atau

ide mendirikan suatu organisasi kesenian rakyat Ebeg untuk menjalin

kebersamaan generasi muda di Desa Maruyungsari agar kesenian ini tetap

hidup, dilestarikan keberadaanya, dan di sisi lain juga sebagai hiburan

masyarakat setempat.

Dalam penelitian ini dipilih Kesenian Ebeg Group Condong Campur di

desa Maruyungsari sebagai objek kajian karena kesenian Ebeg Group

Condong Campur merupakan kesenian yang paling dekat dan sangat erat

keberadaanya dengan masyarakat di Kabupaten Pangandaran khususnya di


4

Desa Maruyungsari, Selain itu sampai saat ini masyarakat desa Maruyungsari

masih mencintai serta memelihara dengan baik.

Perjalanan Ebeg Group Condong Campur mengalami berbagai macam

perubahan baik dalam kedudukannya sebagai karya seni yakni perubahan pada

pola-pola sistem pertunjukannya maupun pada segi fungsinya. Pada

pertunjukkan kesenian tersebut, durasi dalam kesenian Ebeg Group Condong

Campur lebih lama sehingga penonton lebih puas menyaksikkannya, terdapat

perubahan dalam gerakan tari sehingga tidak membatasi kreativitas pelaku

seni, tata rias dan busana yang dikenakan merupakan perpaduan antara gaya

tradisional dan modern tanpa meninggalkan unsur asli budayanya; (4) alat

musik iringan yang digunakan masih sangat tradisional yaitu dengan

instrumen gamelan jawa; (5) sajian pementasannya menggunakan sinden di

setiap babak pertunjukannya.

Untuk mengetahui bagaimana perkembangan terhadap keberadaan

Kesenian Ebeg Group Condong Campur diperlukan adanya suatu upaya yang

salah satunya adalah dengan jalan meneliti dan mengkaji Struktur Penyajian

Seni Ebeg Grup Condong Campur di Desa Maruyungsari Kecamatan

Padaherang Kabupaten Pangandaran.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai

berikut:
5

1. Bagaimana struktur gerak pada pertunjukkan Seni Ebeg Grup Condong

Campur di Desa Maruyungsari Kecamatan Padaherang Kabupaten

Pangandaran?

2. Bagaimana struktur musik pada pertunjukkan Seni Ebeg Grup Condong

Campur di Desa Maruyungsari Kecamatan Padaherang Kabupaten

Pangandaran?

3. Bagaimana struktur pertunjukkan Seni Ebeg Grup Condong Campur di

Desa Maruyungsari Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur penyajian Seni Ebeg

Grup Condong Campur di Desa Maruyungsari Kecamatan Padaherang

Kabupaten Pangandaran.

2. Tujuan Khusus

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui struktur gerak pada pertunjukkan Seni Ebeg Grup

Condong Campur di Desa Maruyungsari Kecamatan Padaherang

Kabupaten Pangandaran?

b. Mengetahui struktur musik pada pertunjukkan Seni Ebeg Grup

Condong Campur di Desa Maruyungsari Kecamatan Padaherang

Kabupaten Pangandaran?
6

c. Mengetahui struktur Pertunjukkan Seni Ebeg Group Condong Campur

di desa Maruyungsari Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menjadi dokumen dan memperbanyak khasanah

kajian mengenai kesenian rakyat di Indonesia khususnya di Kecamatan

Padaherang Kabupaten Pangandaran, serta memberikan kontribusi dalam

pelaksanaan peningkatan wawasan, kualitas dan ilmu pengetahuan dalam

dunia pendidikan, khususnya bidang seni tari terhadap kesenian rakyat.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi mahasiswa dapat menambah wawasan dan apresiasi mengenai

Kesenian Ebeg Group Condong Campur di Desa Maruyungsari

Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran.

b. Penelitian tentang kajian Perkembangan Bentuk Penyajian Kesenian

Ebeg Group Condong Campur di desa Maruyungsari Kecamatan

Padaherang Kabupaten Pangandaran ini belum pernah dilakukan,

sehingga hasil penelitian ini dapat menambah referensi mengenai

kesenian Ebeg Group Condong Campur di desa Maruyungsari

Kecamatan Padaherang kabupaten Pangandaran.


7

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan proposal ini adalah sebagai berikut:

BAB I Berisikan latar belakang permasalahan yang ditemui dilapangan,

identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat dan

sistematika penulisan

BAB II Berisikan teori-terori yang terkait dengan topik penelitian seperti

BAB III Berisikan pendekatan dan metode penelitian, rancangan lokasi dan

subjek penelitian, pengembangan instrumen penelitian, teknik analisis

data
8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Agni (2016) dalam penelitiannya mengenai Struktur dan Fungsi

Pertunjukan Seni Kuda Lumping Tunggoro Cipto Budoyo di Desa Gunungsari

Kecamatan bawang Kabupaten Batang. Hasil penelitian menunjukkan struktur

pertunjukan Tunggoro Cipto Budoyo membahas struktur luar dan dalam. Struktur

luar mengungkap pola pertunjukan, meliputi pembuka, inti, penutup, dan

mengungkap elemen pertunjukan, meliputi lakon, pelaku, gerak, iringan, rias

busana, properti, pentas, waktu dan penonton. Struktur dalam mengungkapkan

tata hubungan antar elemen-elemen pertunjukan yang saling berkaitan. Fungsi

pertunjukan Kuda Lumping Tunggoro Cipto Budoyo di Desa Gunungsari

Kecamatan bawang Kabupaten Batang adalah sebagai sarana upacara, sarana

hiburan dan presentasi estetis.

Wicaksono (2016) Peran Gending Eling-Eling Dalam Pertunjukan Ebeg

Taruna Niti Sukma Di Grumbul Larangan, Desa Kembaran, Banyumas. Hasil

penelitiannya menemukan bahwa garap gending Eling-eling dalam pertunjukan

ebeg mempunyai persamaan dengan ketika dimainkan dalam keperluan yang lain.

Sakralitas gending Eling-eling dalam pertunjukan ebeg mempunyai keterkaitan

dengan fenomena mendem. Peristiwa tersebut dipercaya bahwa gending Eling-

eling mempunyai interaksi dengan dunia gaib dan didukung dengan unsur-unsur

yang membentuk.

8
9

Martigandhani (2013) melakukan penelitian mengenai Perkembangan

Bentuk Penyajian Kesenian Ebeg Wahyu Anom Kencono Di Desa Papringan

Kecamatan Banyumas Kabupaten Banyumas menemukan bahwa sejarah

keberadaan Wahyu Anom Kencono sudah ada sejak tahun 1982. Fungsi Kesenian

Ebeg Wahyu Anom Kencono selain sebagai hiburan fungsi kesenian Ebeg pun

berfungsi sebagai sarana pendidikan. Perkembangan bentuk penyajian Kesenian

Ebeg mengalami tiga tahap perkembangan yaitu perubahan pada kostum, struktur

adegan pada babak laisan dan kalongan sudah dihilangkan ditambahkan tari

garuda sebagai joged selingan, gerak pada kostum baju diganti menjadi warna

merah kombinasi lengan kuning,pada iringan ditambahkan alat musik bonang,

bonang penerus, demung,sesaji. Perkembangan gerak dengan menambahkan

ragam sembahan, sindhet, junjungan lebih divariasi, tata rias lebih

dipertebal,berganti kostum menjadi berwarna orange, menggunakan sepatu

bandol, pada iringan ditambahkan bass, snar drum dan simbal.

Sedangkan dalam penelitian ini berjudul analisis Struktur Penyajian Seni

Ebeg Grup Condong Campur di Desa Maruyungsari Kecamatan Padaherang

Kabupaten Pangandaran. Melihat dari beberapa penelitian terdahulu terdapat

persamaan dan perbedaan dengan penelitian sekarang. Persamaannya adalah

struktur penyajian dalam seni tradisional seperti menilai lakon, pelaku, gerak,

iringan, rias busana, properti, pentas dan waktu. Sedangkan perbedaannya adalah

terletak pada objek penelitian yaitu struktur penyajian Grup Group Condong

Campur meliputi struktur gerak, struktur musik dan struktur Pertunjukkan.


10

B. Kesenian

Kesenian sebagai cabang dari kebudayaan yang meliputi seni tari, seni

musik, seni rupa, dan seni teater. Diantara cabang tersebut seni tari

mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat, karena melalui tari

manusia dapat mengekspresikan isi jiwanya (Maryono 2012: 89).

Seni menurut Soedarsono (1990 : 1) adalah segala macam keindahan

yang diciptakan oleh manusia. Seni telah menyatu dalam kehidupan sehari –

hari setiap manusia, baik bagi dirinya sendiri maupun dalam bermasyarakat.

Seni berhubungan dengan ide atau gagasan dan perasaan manusia yang

melakukan kegiatan berkesenian.

Sumardjo (2000 : 4) mengatakan bahwa seni merupakan ungkapan

perasaan yang dituangkan dalam media yang dapat dilihat, didengar, maupun

dilihat dan didengar. Dengan kata lain, seni adalah isi jiwa seniman (pelaku

seni) yang terdiri dari perasaan dan intuisinya, pikiran dan gagasannya.

Selanjutnya menurut Banoe (2003 : 219), kesenian adalah karya indah yang

merupakan hasil budi daya manusia dalam memenuhi kebutuhan jiwanya.

Begitupun dengan Mujianto (2010: 15) mengatakan bahwa kesenian

dikatakan mempunyai struktur pertunjukan yang dalamnya terdapat ciri khas

tertentu sesuai dengan tata aturan masyarakat pendukungnya. Kesenian

merupakan perwujudan kebudayaan yang mengacu pada nilai keindahan

sebagai akibat dari ekspresi hasrat manusia atau bisa disebut dengan karya

seni
11

Secara khusus, kesenian tradisional selalu terdapat di setiap daerah

yang memiliki pengaruh budaya. Menurut Jazuli, (2008: 45) menyebutkan

bahwa pada umumnya kesenian tradisional selalu berkaitan dengan acara-

acara tradisi setempat seperti upacara adat, pernikahan, atau sebagai hiburan

semata

Berdasarkan uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa kesenian

merupakan sebagai wujud dari kebudayaan yang mengacu pada nilai

keindahan. Kesenian tradisional dapat berkaitan dengan kebudayaan-

kebudayaan daerah yang memiliki nilai keindahan dari ekpresi hasrat

masyarakat setempat.

1. Ruang Lingkup Seni Ebeg

Ruang lingkup kesenian dipandang dari sudut cara kesenian sebagai

ekspresi hasrat manusia akan keindahan itu dinikmati, maka ada dua lapangan

besar. Yaitu seni rupa, atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan

mata, dan seni suara, atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan

telinga. Dalam lapangan seni rupa ada seni patung, seni relief (termasuk seni

ukir), seni lukis dan gambar, dan seni rias. Seni musik ada yang vokal

(menyanyi) dan ada yang instrumental (dengan alat bunyi-bunyian), dan seni

sastra lebih khusus terdiri dari prosa dan puisi. Suatu lapangan kesenian yang

meliputi kedua bagian tersebut adalah seni gerak atau seni tari, karena

kesenian ini dapat dinikmati dengan mata atau telinga. Akhirnya ada suatu

lapangan kesenian yang meliputi keseluruhannya, yaitu seni drama, karena

lapangan kesenian ini mengandung unsur-unsur dari seni lukis, seni rias, seni
12

musik, seni sastra dan seni tari, yang semua diintegrasikan menjadi satu

kebulatan. Seni drama bisa bersifat tradisional, seperti wayang Jawa atau bisa

bersifat dengan teknologi modern, seperti seni film.

Kesenian daerah merupakan aset budaya bangsa Indonesia yang

memerlukan perhatian khusus di dalam pelestarian dan perkembangannya,

karena pada dasarnya kesenian merupakan bagian dari perjalanan suatu

budaya yang sangat ditentukan oleh masyarakat pendukungnya. Kesenian

tradisional biasanya diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi

selanjutnya tanpa adanya perubahan yang mencolok. Pertumbuhan kesenian

tradisional dari setiap daerah berbeda-beda, ada yang tumbuh dan berkembang

sangat subur, tidak sedikit oleh pengaruh luar, akan tetapi masyarakat dapat

menikmati suatu kesenian tradisional tanpa mengenal suku dan budayanya.

Kesenian Ebeg merupakan kesenian jenis tradisional Jathilan.

Pertunjukan Jathilan merupakan pertunjukan rakyat yang menggambarkan

kelompok pria atau wanita yang sedang naik kuda (Hadi, 2007: 15)

Kesenian Ebeg merupakan sebuah kesenian tradisional yang tumbuh di

kalangan masyarakat. Kesenian ini juga bersifat sederhana, akan tetapi

memiliki nilai estetik yang tinggi. Semua jenis kesenian jathilan ini pada

klimaks pertunjukan mengalami intrance (Sutiyono, 2009:117).

Trance terjadi pada alam bawah sadar manusia dan sering timbul

kekuatan-kekuatan yang diluar kemampuan manusia bisa menjadi kebal,

misalnya dicambuk, tahan api, tahan senjata-senjata tajam,tahan pecahan

botol, bisa bersuara keras,melengking bisa menari yang indah, bisa memeberi
13

obat berbagai macam penyakit, mengusir dan menghalau yang mendatangkan

mara bahaya bagi masyarakat (Supardja & Supartha,1982:26).

TAMBAH SENI EBEG

Ebeg merupakan bentuk kesenian tari daerah Banyumas yang

menggunakan boneka kuda yang terbuat dari anyaman bambu dan kepalanya

diberi ijuk sebagai rambut. Tarian Ebeg di daerah Banyumas

menggambarkan prajuritperang yang sedang menunggang kuda. Gerak tari

yang menggambarkan kegagahan diperagakan oleh pemain Ebeg (Yuliana,

Cendi, 2008).

Selain itu Ebeg dianggap sebagai seni budaya yang benar-benar asli

dari Jawa Banyumasan mengingat didalamnya sama sekali tidak ada pengaruh

dari budaya lain. Berbeda dengan Wayang yang merupakan apresiasi budaya

Hindu India dengan berbagai tokoh-tokohnya. Ebeg sama sekali tidak

menceritakan tokoh tertentu dan tidak terpengaruhi agama tertentu, baik

Hindu maupun Islam. Bahkan dalam lagu-lagunya justru banyak menceritakan

tentang kehidupan masyarakat tradisional, terkadang berisi pantun, wejangan

hidup dan menceritakan tentang kesenian Ebeg itu sendiri. Lagu yang

dinyanyikan dalam pertunjukan Ebeg hampir keseluruhan menggunakan

bahasa Jawa Banyumasan atau biasa disebut Ngapak lengkap dengan logat

khasnya. Jarang ada lagu Ebeg yang menggunakan lirik bahasa Jawa

Mataraman dan bahasa selain Banyumasan. Beberapa contoh lagu-lagu dalam

Ebeg yang sering dinyanyikan adalah Sekar Gadung, Eling-Eling, Ricik-Ricik

Banyumasan, Tole-Tole, Waru Doyong, Ana Maning Modele Wong


14

Purbalingga dan lain-lain. Ebeg merupakan bentuk kesenian tari daerah

Banyumas yang menggunakan boneka kuda yang terbuat dari anyaman bambu

dan kepalanya diberi ijuk sebagai rambut.

C. Struktur Pertunjukan

Kata struktur secara istilah adalah sebagai susunan, kerangka atau

bangunan. Pengertian susunan juga bisa sifatnya, karena bisa saja merujuk urutan

secara alfabetis dari A sampai dengan Z, atau dari angka 1 sampai dengan 15

misalnya, yang lebih tepat disebut sebagai urutan. Susunan bersifat vertikal dan

urutan bersifat horizontal. Susunan juga bisa berarti lapisan-lapisan secara

gradual (Mujianto 2010: 15).

Melihat dari uraian tersebut, struktur dapat juga dikatakan sebagau urutan,

atau susunan yang membentuk kesatuan. Sebagaimana yang diungkapan oleh

Sumaryono (2011: 39) kerangka adalah semacam frame, bingkai atau penyangga

suatu bidang atau bangunan. Sementara bangunan adalah suatu tata susun yang

membentuk suatu kesatuan yang tidak terpisahkan antara elemen-elemen di

dalamnya

Terkait dengan kebudayaan manusia, struktur dapat dikatakan sebagai

pendekatan untuk mengkaji fenomena. Hal ini dingkapkan oleh Sumaryono

(2011: 40), pengertian struktur di dalam konteks kebudayaan manusia di kalangan

antropolog disebut teori struktural atau strukturalisme. Strukturalisme adalah

suatu teori atau pendekatan untuk mengkaji fenomena-fenomena kebudayaan


15

dalam hal tata kehidupan manusia yang saling kait mengkait sehingga

menunjukkan suatu tata bangun dengan segala peran dan fungsinya.

Begitupun dengan teori dari Setobudi (2013:56) yang mengatakan bahwa

struktur adalah pola yang saling berkaitan tetap antara unsur-unsur sistem dan

hukum-hukum yang mengatur inter-relasi tersebut. Kata struktur asal kata Inggris

structure yang menyerap asal kata bahasa Latin ‘struno’ yang berarti

‘membangun’.

Struktur atau susunan dari karya seni sebagai aspek yang menyangkut

keseluruhan dari karya itu dan meliputi juga peranan masing-masing bagian dalam

keseluruhan itu. Hal ini sesuai dengan Djelantik (1999: 41) mengatakan bahwa

struktur mengandung arti bahwa di dalam karya seni itu terdapat suatu

pengorganisasian, penataan, ada hubungan tertentu antara bagian-bagian yang

tersusun itu, akan tetapi dengan adanya suatu penyusunan atau hubungan yang

teratur antara bagian-bagian, belumlah terjamin bahwa apa yang terwujud sebagai

keseluruhan itu merupakan sesuatu yang indah, yang seni.

Berdasarkan teori-teori para ahli yang telah dijelaskan, peneliti

menyimpulkan bahwa yang dimaksud struktur pertunjukan dalam tari dapat

dipahami sebagai tata hubungan antar bagian-bagian dari keseluruhan atau

rangkaian dari pola pertunjukan dan elemen/ aspek pertunjukan meliputi tata

hubungan gerak dengan iringan, gerak dengan rias dan busana maupun gerak

dengan properti dalam satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan.
16

D. Bentuk Penyajian Kesenian Rakyat Ebeg

Bentuk penyajian merupakan suatu penyajian tari secara keseluruhan

lengkap dengan unsur-unsur tari serta melibatkan elemen-elemen pokok dalam

komposisi tari. Bentuk penyajian dalam tari tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Pelaku

Dalam seni tari, pelaku tari disebut dengan penari yaitu orang yang sedang

menarikan suatu tarian. Di dalam keadaan menari, seorang tidak lagi menjadi

dirinya sendiri dia sudar beralih menjadi seseorang yang lain (Suharto,

1991:42).

Sebuah sajian seni pertunjukan terdapat pelaku atau seniman, baik yang

terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Pelaku atau seniman dalam

arti abstraknya ialah pemain atau pemeran tari. Pemain adalah orang-orang

yang membawakan peran-peran dalam lakon. Jazuli (2011: 202) menjelaskan

manusia atau pelaku merupakan objek terpenting dan yang utama dalam

sebuah pertunjukan.

Maryono (2012: 56) menjelaskan penari adalah seorang seniman yang

kedudukannya dalam seni pertunjukan tari sebagai penyaji. Menurut Haryono

(2010: 188), pelaku atau seniman sebagai objek dalam sajian seni pertunjukan

menjadi fokus perhatian bagi para penonton. Secara harfiah yang dilihat secara

kasat mata bukanlah penyusun tari, tetapi bagaimana seorang pelaku tari bisa

membius para penonton sehingga seni pertunjukan menjadi bermakna.

Unsur pelaku yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam suatu

rangkaian pertunjukan seni meliputi: jumlah, usia, status dan jenis kelamin.
17

Wujud pelaku dalam seni pertunjukan dapat melibatkan hanya pemain laki-

laki, pelaku perempuan saja, atau laki-laki dan perempuan secara bersamaan.

Jenis pelaku dalam seni pertunjukan bisa anak-anak, remaja maupun dewasa.

2. Gerak

Gerak adalah substansi dasar dan sebagi alat ekspresi dalam tari,

dengan gerak tari berbicara dan berkomunikasi dengan penghayatannya

(Soetedjo, 2003:1). Gerak memiliki banyak arti dan gerak sangat beraneka

ragam macamnya. Salah satu dari ragam gerak tersebut mengandung unsur

suatu keindahan (dari pandangan visual). Gerak merupakan unsur utama

dalam tari. Seni tari merupakan kesenian yang dihasilkan oleh manusia, maka

unsur utama dalam seni tari merupakan gerak itu sendiri (Supardjan &

Supartha, 1982:8 ).

Menurut Sedyawati (2004: 105) menyatakan bahwa dari gerakan

tubuh manusia yang merupakan bahan baku dari tari dapat dipelajari berbagai

macam kemungkinan antara lain:

a) Kekuatan komunikatif gerak dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai

ekspresi seni.

b) Gerak sebagai alat persepsi, simbolisasi, dan ilusi dalam tari.

c) Peranan gerak dalam perkembangan tubuh dan pembentukan pribadi.

d) Kekuatan gerak anggota-anggota tubuh manusia dan perkembangannya.

Widyastutieningrum (2014: 36) mendefinisikan gerak dalam tari

adalah gerak yang dihasilkan dari tubuh manusia sebagai medium atau bahan

baku utama dari sebuah karya tari. Tentu saja tidak semua gerak yang
18

ditimbulkan oleh tubuh adalah tari, akan tetapi lebih kepada gerak yang

ekspresif atau mengungkapkan sesuatu. Gerak sebagai media ungkap seni

pertunjukan merupakan salah satu diantara pilar penyangga wujud seni

pertunjukan yang dapat terlihat sedemikian kuat terangkat. Gerak

berdampingan dengan suara atau bunyi-bunyian merupakan cara-cara yang

dipergunakan untuk mengutarakan berbagai perasaan dan pikiran paling awal

dikenali oleh manusia (Kusmayati 2000: 76).

Dalam sebuah pertunjukan tari yang paling utama dipertunjukan

kepada penonton adalah gerak itu sendiri. Dalam kesenian tradisional

umumnya gerak-gerak yang ada hanya gerak-gerak yang sederhana, banyak

pengulangan, dan tidak memiliki aturan gerak yang baku. Meskipun

sederhana, gerakan yang dibuat tetap memperhatikan keindahan untuk dilihat

oleh penonton. Gerak yang digunakan dominan dengan lenggokan pundak,

gerakan kepala dan gelengan kepala. Karena tidak memiliki aturan yang baku

seperti halnya dengan gerakan tari klasik, maka banyak terdapat gerakan yang

sama.

Suharto (1987: 15) mengungkapkan tata hubungan gerak dasar tari

diuraikan ke dalam unsur-unsur gerak sebagai elemen dasar. Tubuh sebagai

instrumen ekspresi dipilahkan ke dalam empat bagian, yaitu: kepala, badan,

tangan dan kaki, yang masing-masing mempunyai sikap dan gerak sebagai

satuan terkecil gerak tari. Unsur kepala dalam tari Jawa memiliki sikap

tolehan dan coklekan, sedangkan geraknya meliputi noleh dan pacak gulu.

Unsur badan sikapnya seperti ndegeg dan mayuk, sedangkan geraknya seperti
19

hoyog, ogek lambung dan ngglebag. Unsur tangan memiliki sikap seperti

ngepel, ngrayung dan ngiting, sedangkan geraknya seperti ulap-ulap, ukel dan

seblak.

Unsur kaki memiliki sikap seperti tanjak, mendhak dan napak,

sedangkan geraknya seperti srisig, entragan, debeg dan gejug. Kehadiran

gerak dalam tari merupakan media baku yang digunakan sebagai alat

komunikasi untuk menyampaikan pesan seniman (Maryono 2012: 54).

Berdasarkan pembahasan teori tentang gerak menurut para ahli di atas,

peneliti menyimpulkan bahwa gerak merupakan salah satu elemen pokok

dalam tari yang dihasilkan dari tubuh manusia (kepala, badan, tangan, kaki),

mempunyai maksud tertentu dan di dalamnya terdapat unsur yang saling

berkaitan dan tidak dapat dipisahkan yaitu unsur ruang, waktu dan tenaga.

Keindahan elemen gerak tari pada kesenian rakyat, bisa terlihat dari

kesederhanaan geraknya, sifat geraknya bergairah, tidak dituntut sukar dan

tinggi mutunya, serta dapat menggugah suasana bagi penonton melalui

ungkapan gerak tari.

3. Musik (iringan)

Menurut Jazuli (2008: 13), keberadaan musik di dalam tari mempunyai tiga

aspek dasar yang erat kaitannya dengan tubuh dan kepribadian manusia yaitu

melodi, ritme, dan dramatik. Oleh karena itu, tari tidak dapat terpisahkan dari

unsur musik. Musik di dalam tari mempunyai beberapa fungsi, antara lain:

musik sebagai pengiring, musik pemberi suasana, dan musik sebagai ilustrasi

tari.
20

a. Musik sebagai pengiring tari

Musik Iringan adalah bagian tambahan untuk pemain apapun yang kurang

penting daripada yang lain, yang berfungsi untuk mendukung dan

meningkatkan. Musik sebagai pengiring tari berarti peranan musik hanya

untuk mengiringi atau menunjang penampilan tari, sehingga tak banyak

ikut menentukan isi tarinya (Jazuli 2008: 14).

b. Musik sebagai pemberi suasana tari

Fungsi musik ini sangat cocok digunakan untuk dramatari, meskipun tidak

menutup kemungkinan untuk yang bukan drama tari. Apabila musik

dipergunakan untuk memberi suasana pada suatu tarian (bukan dramatari),

hendaknya musik senantiasa mengacu pada tema atau isi tarinya (Jazuli

2008: 15). Adapun seni musik sebagai pemberi suasana tari diantaranya

adalah

a. Sebagai iringan penyajian tari

b. Member irama dan aksen-aksen  atau membantu mengatur waktu

c. Menambah semarak, semangat dan dinamisnya sebuah tarian

d. Member ilustrasi atau gambaran suasana

e. Mengatur dan member tanda efektif gerak tari

f. Pengendali dan pemberi tanda perubahan bentuk gerakan

g. Sebagai rangsangan bagi penari

h. Mendukung jalannya pertunjukkan

i. Penuntun dan pemberi tanda awal dan akhir dari tarian

j. Membantu mempertegas ekspresi gerak 

k. Menunjang penampilan tari


21

Seni Tari merupakan suatu gerakan ekspresi diri yang disusun sedemikian

rupa dan diiringi oleh irama tertentu sehingga menghasilkan gerakan yang

indah serta memiliki makna tersendiri. Guna menunjang setiap gerakan

ekspresi diri, maka dibutuhkanlah berbagai elemen pendukungnya, salah

satunya adalah irama yang dihasilkan dari iringan musik. Ada banyak

fungsi yang dihasilkan dari iringan musik pada tarian, sedikit diantaranya

seperti berfungsi sebagai pengatur tempo gerakan,

berfungsi sebagai penunjang pesan yang ingin disampaikan oleh penari

dalam setiap ekspresi geraknya, mempertegas ekspresi gerak, berfungsi

sebagai timer lama cepatnya pementasan tari,

c. Musik sebagai ilustrasi atau pengantar tari

Fungsi ini pengertiannya adalah tari yang menggunakan musik baik

sebagai pengiring atau pemberi suasana pada saat tertentu saja, tergantung

kebutuhan garapan tari. Musik diperlukan hanya pada bagian-bagian

tertentu dari keseluruhan sajian tari, bisa hanya berupa pengantar sebelum

tari disajikan, bisa hanya bagian depan dari keseluruhan tari, atau hanya

bagian tengah dari keseluruhan sajian tari (Jazuli 2008: 15-16).

Sebagai ilustrasi, musik iringan tari sebagai ilustrasi mengandung arti

bahwa musik dapat menggambarkan susana yang sedang terjadi dalam

sebuah tarian

Menurut Murgiyanto (2012: 51), hubungan sebuah tarian dengan musik

pengiringnya dapat terjadi pada aspek bentuk, gaya, ritme, suasana, atau
22

gabungan dari aspek-aspek itu. Sebuah iringan tari harus mampu

menguatkan atau menggaris bawahi makna tari yang diiringinya.

1) Ritme dan Tempo

Irama atau ritme dapat diartikan sebagai kemampuan menghitung

secara teratur dan kemampuan melakukan reaksi gerak dengan

ketepatan terhadap rangsangan dari luar. Ritme dan tempo dalam

musik pengiring berdasarkan pertimbangan waktu. Ritme dan tempo

dalam musik iringan tari dapat menyugestikan atau mengekspresikan

gerakan yang mengalir atau tersendat-sendat, gerakan maju atau

mundur, kuat atau lemah, merangsang atau santai, serius atau main-

main (Murgiyanto 2012: 51-52).

2) Suasana Rasa

Menurut Murgiyanto (2012: 52), nada-nada yang melodis dan harmoni

yang ditimbulkan oleh nada-nada musik mengandung kualitas-kualitas

emosional yang siap menunjang dan menciptakan suasana rasa sebuah

tarian. Musik iringan tari dipilih berdasar kesesuaian suasana

keseluruhan atau karena sifat musik itu selaras dengan tarian yang

akan diiringinya.

3) Gaya dan Bentuk

Iringan tari memiliki bentuk dan gaya yang khas sesuai dengan daerah

tertentu. Musik yang dekoratif hanya cocok untuk mengiringi tari yang

dekoratif pula. Gaya-gaya gerak klasik, kerakyatan, atau yang bersifat

kedaerahan memiliki iringan musik sendiri yang lebih sesuai. Jika


23

pemilihannya dilakuakan dengan tepat, musik akan sangat menunjang

tarian yang bersangkutan (Murgiyanto 2012: 53).

Tata hubungan pada iringan/ musik dapat diurai menjadi struktur luar

yaitu struktur penyusunan alat, struktur perpaduan bunyi musiknya,

struktur peran para pemainnya dalam bermain gamelan. Permainan

musik gamelan walaupun terdengar satu suara wujud hasil musik yang

dimainkan akan tampak alur gendhing dan jalinan harmoni beberapa

nada yang berbunyi serentak. Hubungan kontekstual, relasi, saling

keterkaitan inilah menjadi model struktur dalam (Pradoko 2001: 5-6).

Berdasarkan pembahasan teori tentang musik (iringan) menurut para ahli,

peneliti menyimpulkan bahwa iringan musik sebagai elemen dalam

pertunjukan berperan penting sebagai pengiring dan pemberi suasana tari.

Nilai keindahan pada elemen musik atau iringan tari ialah perpaduan

melodi yang dapat mendukung suasana tari. Keindahan iringan pada

kesenian kerakyatan ialah gending iringannya dinamis dan cenderung

cepat.

4. Tata Rias

Tata rias merupakan seni menggunakan bahan-bahan kosmetik untuk

mewujudkan wajah peranan dengan menggunakan dandanan atau perubahan

pada para pemain di atas penggung dengan suasana yang sesuai dan wajar.

Dalam merias wajah harus memeperhatikan lighting serta jarak antara

penonton dengan pemain (Harymawan 2004:134). Menurut Robby Hidayat


24

(2011: 78), tata rias dalam seni pertunjukan khususnya pertunjukan dalam seni

tari merupakan salah satu kelengkapan yang penting.

Tata rias merupakan hal yang sangat penting bagi seorang penari,

karena perhatian wajah penari menjadi hal yang paling peka dihadapan

penonton. Sujana (2007: 270) mendefinisikan rias adalah segala sesuatu yang

‘melumuri’ wajah dan juga bagian tubuh lain penari. Hidajat (2005: 60)

mengemukakan bahwa tata rias berperan penting dalam membentuk efek

wajah penari yang diinginkan.

1) Fungsi Rias

Jazuli (2008:23) menjelaskan fungsi rias adalah untuk mengubah karakter

pribadi menjadi karakter tokoh yang sedang dibawakan, untuk

memperkuat ekspresi, dan untuk mengubah daya tarik penampilan.

Murgiyanto (2012: 114) mengemukakan bahwa tata rias pada dasarnya

diperlukan untuk memberikan tekanan atau aksentuasi bentuk dan garis-

garis muka sesuai dengan tuntutan karakter tarian.

2) Kategori Rias

Tata rias dapat menggambarkan tokoh atau peran yang dibawakan dalam

mewujudkan gagasan tertentu. Corson (dalam Indriyanto 2010: 22)

menyebutkan tiga kategori rias, yaitu rias korektif (Corrective make-up),

rias karakter (Caracter make-up) dan rias fantasi (Fantasy make-up). Rias

korektif biasanya digunakan untuk mempertegas garis-garis wajah tanpa

mengubah karakter orangnya atau sering dikatakan rias cantik. Rias

karakter berfungsi untuk menggambarkan peran atau tokoh tertentu dalam


25

cerita, biasanya menonjol pada seni pertunjukan tari. Rias fantasi

merupakan rias atas dasar fantasi seorang perias, dapat bersifat realistis

dan non realistis sesuai kemampuan kreatif perias.

Berdasarkan pembahasan teori tentang tata rias menurut para ahli,

peneliti menyimpulkan bahwa rias merupakan pengubahan efek wajah dengan

alat dan bahan tertentu sesuai dengan karakter yang dibawakan pada tarian.

Kesan keindahan rias diwujudkan pada tata hubungan antar bagian unsur

tampilan rias di setiap coretan muka dan permainan warna dengan ciri khas/

karakter tertentu sehingga menampilkan kesan yang utuh.

5. Tata Busana

Tata busana merupakan segala sesuatu yang dipakai mulai dari ujung

rambut sampai ke ujung kaki yang dikenakan penari diatas panggung atau

dilokasi pementasan.Tiap kostum yang dipakai dalam suatu pementasan

mempunyai tujuan yaitu membantu penonton agar dapat membedakan suatu

ciri atas pribadi peranan dan membantu menunjukan adanya hubungan peran

yang satu dengan peran yang lain (Harymawan 2004:131).

Menurut Sujana (2007: 269), dalam lingkup dunia tari, busana atau

kostum dapat dikatakan sebagai segala sesuatu yang membungkus (menutup)

tubuh penari. Sesuai dengan proporsi tubuh, maka kostum pun memiliki

bagian-bagiannya yaitu bagian kepala (penutup kepala), badan bagian atas

(baju), dan badan bagian bawah (kain dan celana). Menurut Murgiyanto

(2012: 109), kostum tari mengandung elemen-elemen wujud, garis, warna,

kualitas, tekstur dan dekorasi.


26

Tata busana dalam tari tradisi mencerminkan identitas (ciri khas)

suatu daerah yang sekaligus menunjuk pada tari itu berasal. Menurut

Jazuli (2008: 20-21) tata busana dalam tari fungsinya untuk mendukung

tema atau isi tari dan untuk memperjelas peran-peran dalam suatu sajian

tari. Penataan busana yang mampu mendukung penyajian tari dapat

menambah daya tarik dan dapat mempesona perasaan penontonnya.

Tata hubungan rias dan busana bahwa ketepatan memakai kostum/

busana dan konsep penyesuaiannya dengan rias wajah maupun karakter

tari yang diperagakan menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Perpaduan warna rias dan keterampilan desain kostum dapat menambah

kepercayaan penari dalam melakukan peran tarian bagi sebuah

pementasan.

Berdasarkan pembahasan teori tentang tata busana menurut para ahli,

peneliti menyimpulkan bahwa busana merupakan sesuatu yang dikenakan

pada tubuh penari yang mencerminkan ciri kedaerahan kesenian atau tari

tertentu. Kesan keindahan busana pada kesenian rakyat terwujud dari tata

hubungan antar bagian unsur busana yang sederhana namun tetap berkesan

apik yang didukung oleh rias sehingga menampilkan kesan yang utuh dan

saling melengkapi karakter tari yang dibawakan.

6. Desain Lantai

Desain lantai adalah garis-garis lantai yang dilalui oleh seorang penari.

Desain lantai atau pola lantai (floor design) adalah formasi penari tunggal atau

kelompok yang bergerak di atas lantai pentas. Penari tunggal (solo) yang
27

bergerak di atas lantai pentas (stage) dibedakan arah geraknya menjadi 2 jenis

yaitu 1) arah gerak dengan garis lurus dan 2) arah gerak dengan garis

lengkung. Di samping itu juga ada arah gerak dengan perpaduan dua jenis arah

gerak tersebut, misalnya arah gerak melingkar, arah gerak zig-zag, arah gerak

lurus berbelok setengah lingkaran atau arah gerak berkelok-kelok (Robby

Hidayat, 2011: 66).

7. Tempat Pertunjukan

Sebuah pertunjukan seni membutuhkan tempat untuk

mempertontonkan sajian seni tersebut. Bentuk-bentuk tempat pertunjukan

(pentas) yang dikenal di Indonesia seperti lapangan terbuka (area terbuka),

pendapa dan pemanggungan (staging). Sujana (2007: 275) mendefinisikan

pentas merupakan ‘kanvas’ pertunjukkan tari. Pentas merupakan ruang untuk

mengekspresikan tari dan bukan semata-mata ekspresi penarinya. Pertunjukan

tari tradisional di lingkungan rakyat sering dipergelarkan di lapangan terbuka,

seperti di halaman, jalan, taman dan hutan. Pertunjukan di kalangan

bangsawan Jawa sering diadakan di kraton atau pendapa, yaitu suatu bangunan

yang berbentuk Joglo. Pemanggungan digunakan untuk pertunjukan yang

dipergelarkan atau diangkat ke atas pentas guna dipertontonkan (Jazuli 2008:

2).

Tari tradisional kerakyatan biasanya sering dipergelarkan di lapangan

terbuka yang berbentuk arena. Dalam pementasan jarak antara penonton dan

pemain tidak ada. Pementasan tari rakyat sering dilaksanakan di tempat-


28

tempat sederhana, misalnya di halaman rumah atau tanah lapang. Kesenian

biasanya memiliki tempat pertunjukan yang beraneka ragam jenis dan

bentuknya baik di dalam ruangan maupun di luar. Bentuk tersebut sesuai

dengan situasi atau jenis pertunjukan, misalnya yang berkembang di

masyarakat pedesaan, di lingkungan tembok istana dan yang bersifat ritual

atau berkaitan dengan keagamaan.

Berdasarkan pembahasan teori tentang tempat/ pentas menurut para

ahli, peneliti menyimpulkan bahwa tempat (pentas) merupakan ruang untuk

mempertontonkan atau mempertunjukkan sajian kesenian. Kesan keindahan

pentas terlihat dari bentuk pentas yang dapat memperkuat karakter tari dan

kemampuan penari memanfaatkan ruang pentas tersebut.

8. Perlengkapan tari ( Properti )

Properti merupakan suatu alat yang digunakan untuk mendukung tari

saat pementasan. Menurut Hidajat (2005: 58) pengertian properti ialah alat-

alat pertunjukan mempunyai dua tafsiran yaitu properti sebagai sets dan

properti sebagai alat bantu berekspresi. Sujana (2007: 271) mengungkapkan

pengertian properti dalam dunia tari adalah benda-benda yang digunakan

sekaligus digerakkan oleh penari.

Properti merupakan suatu bentuk peralatan penunjang gerak sebagai

wujud ekspresi. Karena identitasnya sebagai alat atau peralatan, maka

kehadirannya bersifat fungsional. Jazuli (2008: 103) mengungkapkan bahwa

jenis perlengkapan yang secara langsung berhubungan dengan penampilan tari

adalah dance property dan stage property. Dance property adalah segala
29

perlengkapan atau perlengkapan yang terkait langsung dengan penari, seperti

berbagai bentuk senjata, assesoris yang digunakan dalam menari. Stage

property adalah segala perlengkapan atau peralatan yang berkait langsung

dengan pentas/ pemanggungan guna mendukung suatu pertunjukan tari,

seperti bentuk-bentuk hiasan, pepohonan, bingkai, gambar-gambar yang

berada pada latar belakang (backdrop).

Berdasarkan pembahasan teori tentang properti menurut para ahli,

peneliti menyimpulkan bahwa properti atau perlengkapan dalam tari dapat

digunakan sebagai alat penunjang gerak tari maupun sebagai dekorasi. Kesan

keindahan properti diwujudkan dalam bentuk properti itu sendiri yang unik,

mempunyai makna tersendiri dan dapat memperkuat/ mempertegas karakter

tari.

E. Kerangka Berfikir

Kesenian tradisional kerakyatan merupakan salah satu dari cabang

kesenian yang menjadi kekayaan budaya bangsa. Akan tetapi banyak di antara

kesenian tersebut yang tidak mendapat perhatian dari masyarakat sehingga

menghilang begitu saja. Tentunya dalam hal ini tidak hanya dari pihak

masyarakat yang memiliki tanggung jawab untuk melestarikanya. Semua

pihak-pihak yang berkaitan dengan kesenian tradisional.

Beragam kesenian yang lahir di kalangan masyarakat, misalnya

kesenian jathilan lahir di beberapa wilayah di Indonesia yang menjadi aset

kebudayaan bangsa.Kesenian rakyat Ebeg juga termasuk kesenian Jathilan.

Kesenian yang berada di tengah masyarakat dapat menciptakan adanya


30

perubahan dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Karena kesenian dapat

berhubungan dengan semua aspek kehidupan masyarakat. Perkembangan

bentuk penyajian Kesenian Ebeg seacara keseluruhan lengkap dengan unsur-

unsur tari seperti melibatkan elemen-elemen pokok dalam komposisi tari

yaitu: gerak, iringan, tata rias, tata busana, desain lantai, properti, tempat

pertunjukan. Salah satu sebagai contohnya dalam kesenian Rakyat Ebeg

Group Condong Campur di Desa Maruyungsari Kecamatan Padaherang

Kabupaten Pangandaran , dapat dilihat hubungan sosial antara kesenian

dengan masyarakat setempat. Adanya kesenian di daerah tersebut sedikit

banyak memberikan dampak sosial bagi masyarakatnya. Melalui kesenian

tersebut dapat saling merekatkan hubungan toleransi sosial tanpa mengenal

struktur sosial yang ada di wilayah tersebut.


31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, menggunakan pendekatan

kualitatif deskriptif. Moleong (2013: 6) mendeskripsikan penelitian kualitatif

adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa

yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam

bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan

dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

B. Rancangan lokasi dan subjek penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Desa Maruyungsari Kecamatan Padaherang

Kabupaten Pangandaran.

C. Subjek Penelitian

Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah Grup Kesenian Seni Ebeg

dan masyarakat yang ikut dalam pertunjukan Seni Ebeg, serta tokoh

masyarakat di Desa Maruyungsari.

Pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling dan Snowball

Sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu. Selain menggunakan purposive sampling, penelitian ini

juga menggunakan Snowball sampling, yaitu teknik pengambilan sampel

23
32

sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit belum mampu memberikan

data yang lengkap, maka harus mencari orang lain yang dapat digunakan

sebagai sumber data. Sampel dalam penelitian ini adalah

1. Ketua Seni Ebeg Grup Condong Campur di Desa Maruyungsari.

2. Anggota Seni Ebeg

3. Warga masyarakat yang ikut dalam pertunjukan Seni Ebeg

4. Serta tokoh masyarakat.

D. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer

dan sumber data sekunder.

1. Sumber data primer pada penelitian ini adalah masyarakat Desa

Maruyungsari .

2. Sumber data sekunder ini dapat berupa arsip, studi kepustakaan baik dari

media cetak ataupun media elektronik dan lain sebagainya

Penelitian ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu,

pengamatan (observasi), wawancara dan studi dokumentasi. Observasi dalam

penelitian ini dilakukan di Desa Maruyungsari, meliputi kondisi dan situasi ,

serta melihat adat dan budaya yang ada disana khususnya Kesenian Ebeg.

Wawancara pada penelitian ini dilakukan pada Ketua Grup Condong

Campur, para pemain dan tokoh masyarakat atau warga yang ikut maupun

tidak ikut dalam pertunjukan Seni Ebeg . Dokumen yang digunakan dalam
33

penelitian ini adalah peneliti mengambil beberapa gambar atau foto serta

dokumen lainnya yang digunakan untuk mendukung penelitian ini.

E. Keabsahan data

Berdasarkan metode yang digunakan yaitu penelitian pendekatan

kualitataif, maka pemeriksaan keabsahan data menggunakan trigulasi data.

Peneliti akan menggunakan sumber data seperti dokumen, arsip dan hasil

wawancara. Setelah itu peneliti akan melakukan triangulasi (metode, sumber

dan teori). Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan triangulasi

metode.

Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan informasi

atau data  dengan cara yang berdeda. Sebagaimana dikenal, dalam penelitian

kualitatif peneliti menggunakan metode wawancara, obervasi, dan survei.

Untuk memperoleh kebenaran informasi yang handal dan gambaran yang utuh

mengenai informasi tertentu, peneliti bisa menggunakan metode wawancara

bebas dan wawancara terstruktur. Atau, peneliti menggunakan wawancara dan

obervasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu, peneliti

juga bisa menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran

informasi tersebut.

F. Teknik Analisis data

Analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan

setelah selesai pengumpulan data. Pada saat wawancara, peneliti melakukan

analisis terhadap subjek penelitian . Setelah dilakukan wawancara dan semua


34

yang diajukan dapat memperoleh informasi kemudian peneliti menghentikan

proses wawancara.

1. Reduksi Data

Data yang sudah diperoleh dari pemilik outlet kemudian dicatat secara

teliti dan rinci. Peneliti dalam tahap ini merangkum, memilih hal-hal

yang pokok, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.

2. Display Data

Tahap ini peneliti melakukan penyajian data dalam bentuk uraian,

dengan display data maka dapat memudahkan untuk memahami

fenomena yang selanjutnya menganalisis sesuai temuan di lapangan.

3. Kesimpulan dan Verifikasi

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan

akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang

mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila

kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-

bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan

mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan

kesimpulan yang kredibel.


35

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum

Kesenian ebeg merupakan kesenian tradisional yang berbentuk tarian

rakyat dan berasal dari daerah Banyumas. Jenis tarian ebeg juga terdapat di

luar daerah Banyumas, khususnya di daerah pulau Jawa seperti Jawa Barat,

Jawa Tengan, Yogyakarta, dan Jawa Timur, tetapi dengan nama yang berbeda

yaitu ada yang menyebut Jaran Kepang, Kuda Lumping, Jathilan, ada pula

yang menyebutnya Reog. Walaupun namanya tidak sama namun dilihat dari

gerakan tariannya serta peralatan, semuanya tidak jauh berbeda. Dalam

sejarahnya, kesenian ebeg dahulunya merupakan salah satu sarana penyebaran

ajaran agama Islam oleh para Wali. Seiring dengan perkembangan jaman,

kesenian ebeg beralih fungsi menjadi kesenian hiburan yang digunakan untuk

memeriahkan berbagai acara, seperti dalam upacara-upacara pernikahan,

khitanan, peringatan hari-hari besar, dan lain-lain. Selain peralihan fungsi,

ebeg juga mulai tersebar di berbagai daerah seperti misalnya di Kabupaten

Pangandaran. Tidak hanya berkembang di Banyumas, ebeg juga berkembang

di Kabupaten Pangandaran.

Kesenian ebeg yang umurnya cukup tua ini merupakan jenis tarian rakyat

yang lahir di tengah-tengah rakyat pedesaan dan jauh dari istana. Ada

beberapa versi mengenai lahirnya kesenian ebeg ini, seperti masyarakat Kediri

dan Malang umumnya berpendapat bahwa kesenian ebeg lahir sejak jaman
36

kerajaan Kediri. Ada juga yang berpendapat bahwa kesenian ini lahir sejak

jaman kerajaan Majapahit. Dalam perkembangannya, kesenian ebeg ini

dijadikan salah satu sarana penyebaran ajaran agama Islam oleh para Wali.

Dan dewasa ini, kesenian ebeg beralih fungsi menjadi kesenian hiburan yang

digunakan untuk memeriahkan berbagai acara, seperti dalam upacara-upacara

pernikahan, khitanan, peringatan hari-hari besar, dan lain-lain. Sajian

pertunjukan kesenian ebeg akan melalui satu adegan yang unik dan sangat

ditunggu-tunggu oleh penontonnya, biasanya ditempatkan di tengah

pertunjukan. Atraksi tersebut sebagaimana dikenal dalam bahasa Banyumas

dengan istilah mendem atau dalam bahasa Indonesia disebut kesurupan.

Ketika kesurupan tersebut pemain akan memberikan atraksi yang

menegangkan seperti memakan beling atau pecahan kaca, makan dedaunan,

makan ayam hidup, dan berlaga seperti ular, monyet, atau binatang lainnya

yang bisa membuat penonton kagum. Sering kali dalam pertunjukan ebeg

diselingi dengan lawakan-lawakan yang mengundang gelak tawa para

penonton.

Di Kabupaten Pangandaran khususnya di Kecamatan Padaherang terdapat

kurang lebih 10 grup kesenian ebeg, salah satunya adalah grup kesenian

Condong campur yang berada di kampung Julang , Desa Maruyungsari RT.03

RW.03 Kecamatan Padaherang Kab. Pangandaran yang dipimpin oleh Bapak

Sudirjo. Grup kesenian Condong campur ini merupakan salah satu grup

kesenian ebeg yang paling tua di Pangandaran, selain itu grup kesenian ebeg
37

ini sudah banyak dikenal oleh warga Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya,

serta sering mendapat undangan untuk tampil dalam berbagai acara.

Grup kesenian Condong campur lahir pada tahun 1970-an yang waktu itu

dipimpin oleh kakek dari Bapak Sudirjo yang sekarang menjadi pemimpinnya.

Pada tahun 1970-an kesenian ini sangat digemari oleh sebagian besar

penduduk Pangandaran dan sekitarnya,

Tanpa disadari kesenian ebeg yang berkembang di Kabupaten

Pangandaran ini merupakan kesenian yang memiliki nilai budaya yang kuat

dan keunikan yang memperlihatkan penggabungan antara kesenian daerah

Jawa dengan budaya Pasundan. Terlihat dari susunan pertunjukan dan

komposisi musiknya.

Penari dalam kesenian ebeg grup Condong campur ini bisa dilakukan oleh

laki-laki ataupun perempuan dengan menggunakan boneka kuda yang terbuat

dari anyaman bambu dan menggambarkan pasukan prajurit yang akan

berperang melawan musuh. Untuk mengiringi pertunjukan kesenian ebeg ini,

digunakan seperangkat gamelan yang berlaras pelog dan salendro, yang terdiri

dari saron, boning, kenong, kendang, dan gong. Lagu-lagu yang dimainkan

untuk mengiringi tari-tarian biasanya lagu jawa dan campur sari. Karena

kesenian ebeg ini berkembang di daerah Pasundan dan dipengaruhi juga oleh

perkembangan jaman, lagu yang dimainkan diselingi dengan lagu-lagu sunda

dan lagu-lagu populer.

Secara keseluruhan pemain tetap kesenian ebeg grup Condong campur

terdiri dari 30 orang. terdiri dari dua sesepuh atau pawang, 16 orang penari,
38

dan 12 orang pemain musik. Tetapi dalam pertunjukan kesenian ebeg grup

Condong campur pada acara khitanan atau pada kgeiatan Agustusan yang

peneliti teliti, pemain yang ikut serta ada 16 orang, terdiri dari satu orang

sesepuh atau pawang, 8 orang penari, dan 7 orang pemain musik.

Sumber : Dokumentasi Pribadi 2019

Sumber : Dokumentasi Pribadi 2019


39

Sumber : Dokumentasi Pribadi 2019

Sumber : Dokumentasi Pribadi 2019

Sumber : Dokumentasi Pribadi 2019


40

Pada penelitian ini, peneli melaksanakan penelitian sebanyak empat kali.

Yang pertama peneliti melaksanakan penelitian pendahuluan yaitu dengan

mendatangi ketua grup kesenian ebeg Condong campur di sanggarnya, yaitu

Bapak Sudirjo yang beralamat di xyz Kecamatan Padaherang Kabupaten

Pangandaran, dengan maksud menanyakan tentang kesenian ebeg dan grup

Condong campur sebagai awal untuk menulis penelitian ini. Kedua peneliti

datang kembali untuk menanyakan kapan akan dilaksanakan pertunjukan ebeg

tersebut sambil bertanya informasi yang kurang dari penelitian terdahulu

tentang kesenian ebeg grup Condong campur.

Setelah mengetahui waktu pelaksanaan pertunjukan kesenian ebeg, yaitu

tanggal 17 Agustus 2019. TAcara tersebut berlangsung dari pukul 11.00

sampai dengan 15.30. Penelitian terakhir, peneliti bertemu kembali dengan

ketua grup kesenian ebeg Condong campur, Bapak Sudirjo beserta pemain

musiknya untuk bertanya lebih dalam tentang susunan pertunjukan dan

komposisi musik yang ada dalam pertunjukan kesenian ebeg grup Condong

campur yang telah dilaksanakan. Secara keseluruhan penelitian dilaksanakan

selama empat bulan, yaitu dari bulan Julli sampai Agustus 2019.

B. Hasil penelitian

1. Struktur gerak pada pertunjukkan Seni Ebeg Grup Condong Campur di

Desa Maruyungsari Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran

Pada saat membawakan lagu, para pemusik juga melakukan

gerakan-gerakan tari sederhana, terutama pemusik yang memegang alat


41

musik kentongan yaitu dengan gerakan kaki yang bergeser ke-kiri dan

kanan diikuti gerakan badan dan kepala dengan posisi tegap. Gerakan

penari menyerupai gerakan ular yang di buat kaku, gerakan ini merupakan

gerakan khas dalam pertunjukan seni ebeg. Gerakan kompak dan ekspresi

dari penari dan cepetan juga membuat pertunjukan semakin menarik.

Ekspresi dapat ditunjukan dari ekspresi wajah dan gerak tubuh para

penari dan cepetan, lekak-lekuk tubuh dan senyum dari para penari dan

pemusik menggambarkan bagaimana mereka juga menikmati sajian yang

mereka tampilkan kepada penonton, serta menggambarkan komunikasi

lewat ekspresi wajah dan gerak tubuh para penari dan pemusik untuk

penonton yang hadir. Gerakan penari pada dasarnya merupakan gerakan

sederhana seperti gerakan pemain musik, hanya saja penari lebih leluasa

karena disetai gerakan kedua tangan sehingga terlihat semakin menarik.

Sedangkan gerakan cepetan merupakan gerak bebes, gerakan bebas yang

dilakukan bertujuan agar pertunjukan semakin meriah, lucu dan tidak

membosankan.

Sumber : Dokumentasi Pribadi 2019


42

Sumber : Dokumentasi Pribadi 2019

Sumber : Dokumentasi Pribadi 2019

2. Struktur musik pada pertunjukkan Seni Ebeg Grup Condong Campur di

Desa Maruyungsari Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran

Musik merupakan salah satu sarana untuk menggambarkan suasana

dalam suatu kesenian, sama halnya dengan kesenian ebeg grup Condong

campur yang menggunakan musik sebagai penggambaran suasana. Selain

itu musik dalam kesenian ebeg grup Condong campur juga berperan

sebagai pengiring tari-tarian. Kesenian ebeg grup Condong campur


43

menggunakan alat musik gamelan pelog salendro. Khususnya ketika

peneliti melaksanakan penelitian, grup Condong campur

menggunakan alat musik gamelan yang terdiri dari, saron, bonang,

demung, kenong, goong, dan kendang. Musik yang digunakan dalam

kesenian ebeg grup Condong campur terdiri dari, musik tanpa vokal dan

musik yang menggunakan vokal. Musik tanpa vokal berperan sebagai

penggambaran suasana atau disebut juga musik suasana, sedangkan musik

yang menggunakan vokal berperan sebagai pengiring tari-tarian para

pemain ebeg grup Condong campur. Lagu yang dimainkan hampir

seluruhnya berbahasa Jawa sebagaimana asal kesenian tersebut dan hampir

seluruhnya juga berpola khusus, yang artinya tidak sama seperti pada pola

lagu gamelan umum yang dimainkan oleh masyarakat. Pada kesenian

ebeg, musik bersifat fleksibel. Dimana tidak ada patokan atau aturan

khusus mengenai musik yang dibawakan. Seperti repetisi atau

pengulangan lagu yang bisa terjadi berulang-ulang sesuai kebutuhan

pertunjukan ebeg tersebut. Pagelaran kesenian ebeg grup Condong campur

pada acara khitana dibuka dengan ritual bakar kemenyan. Kegiatan ritual

bakar kemenyan ini dibuka oleh dua lagu yang diiringi gamelan, dan

dimainkan secara berulang-ulang sebagai pemberitahuan kepada

masyarakat sekitar bahwa akan ada pertunjukan kesenian ebeg di sana.

Sama halnya dengan kesenian ebeg grup Condong campur pada acara

khitana yang memainkan dua lagu sebagai pembuka dalam ritual bakar

kemenyan. Kedua lagu tersebut adalah lagu Gudril dan Ayak Talu
44

Banyumas. Dimainkan oleh gamelan salendro dan merupakan jenis lagu

tatalu. Lagu yang disajikan khusus untuk pembuka acara sembari sesepuh

melakukan ritual bakar kemenyan.

GUDRIL

Laras: Sale--ndro Cipt. : NN


1 = Tugu
Tempo: Cepat

Lagu pertama dimainkan dengan tempo cepat dan dinamika keras,

bertujuan sebagai lagu pembuka yang membawa rasa semangat dan

penanda bahwa pertunjukan ebeg akan segera dimulai. Lagu kedua

dimainkan dengan tempo lambat dan dinamika lembut, bertujuan untuk

memberikan rasa khusyu dalam mengiringi sesepuh yang sedang

melakukan ritual bakar kemenyan. Dalam ritual bakar kemenyan sesepuh

mendoakan agar seluruh pertunjukan dari awal sampai akhir berjalan

dengan lancar.
45

AYAK TALU BANYUMAS

Laras: Salendro Cipt. : NN


1 = Tugu
Tempo: Lambat

Kedua lagu ini berdinamika statis dimana dari awal sampai akhir tetap

sama, dan dimainkan berulang-ulang atau repetisi mengikuti sesepuh yang

sedang melakukan ritual. Tidak terpatok harus berapa kali ulangan.


46

Apabila sesepuh tersebut sudah selesai melaksanakan ritual, musik pun

akan berhenti. Setelah ritual bakar kemenyan selesai, para penari

memasuki tempat pertunjukan untuk menampilkan tarian-tarian. Pada

setiap pertunjukan ebeg, tarian tidak terpatok pada lagu yang akan

dimainkan. Dan lagu yang paling sering dimainkan untuk mengiringi tari-

tarian adalah lagu Eling-eling,

ELING-ELING

Laras: Salendro Cipt.: NN


1 = Tugu
Tempo: Sedang
47

Lagu Eling-eling ini dimainkan dengan tempo sedang, dinamika keras,

laras salendro, dan irama atau embat satu wilet. Lagu ini merupakan salah

satu lagu yang biasanya mengiringi tari-tarian pada setiap pertunjukan


48

ebeg. Dimainkan berulang-ulang atau repetisi, mengikuti tarian yang

dilakukan para pemain ebeg. Sesuai dengan fungsi kesenian ebeg dahulu,

yaitu sebagai penyebaran agama Islam, lagu ini bercerita tentang ajakan

pada manusia agar selalu sadar atau eling dan tetap berada di jalan

kebenaran serta selalu mengingat yang Maha Kuasa. Setelah tari-tarian,

acara selanjutnya yaitu atraksi. Merupakan acara puncak yang paling

ditunggu-tunggu oleh para penonton. Selain atraksi dan debus, acara ini

diselingi bobodoran.

Sumber : Dokumentasi Pribadi 2019

Musik yang digunakan untuk mengiringi atau memberi suasana pada acara

atraksi, biasanya disebut cakilan. Musik cakilan ini dimainkan dengan

laras salendro, tempo cepat, dinamika keras, dan irama atau embat kering.

Lagu ini dimainkan berulang-ulang sesuai kebutuhan atraksi tersebut. Ini

dimaksudkan agar para pemain bertambah semangat dan memberikan

suasana tegang kepada para penonton. Dalam acara atraksi ini, selain ada
49

pertunjukan debus, juga para pemain ebeg menyelinginya dengan

bobodoran dari tingkah polah para pemain ebeg.

Sumber : Dokumentasi Pribadi 2019

3. Struktur Pertunjukkan Seni Ebeg Group Condong Campur di desa

Maruyungsari Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran.

Berdasarkan hasil penelitian dan wawancara yang telah dilakukan peneliti,

dalam setiap pertunjukan kesenian ebeg grup Condong campur urutan

yang diterapkan selalu sama, hanya jangka waktu atau durasinya saja yang

berbeda. Ini disebabkan karena kesenian ebeg grup Condong campur ini

sudah bersifat komersil, jadi setiap pertunjukan tergantung pada situasi

tempat dan cuaca, serta permintaan dari pemilik hajat atau acara. Karena

dalam grup Condong campur ini tidak hanya memiliki kesenian ebeg,

tetapi juga memiliki kesenian lain seperti sintren, ronggeng, juga orkes

dangdut. Dan secara rinci, ini adalah susunan pertunjukan kesenian ebeg

grup Condong campur, yang telah peneliti saksikan sebagai bahan

penelitian. Susunan pertunjukan terbagi menjadi tiga bagian, dimulai dari


50

pukul 11.30 WIB sampai dengan 15.30 WIB, berikut adalah

penjelasannya:

a. Pembukaan

Sebagai acara pembukaan dalam pertunjukan kesenian ebeg grup

Condong campur, nayaga atau pemain musik memainkan gending

tatalu yang menandakan bahwa pertunjukan pertunjukan kesenian ebeg

akan segera dimulai. Pada kesempatan kali ini para nayaga memainkan

gending tatalu yang berjudul Gudril. Setelah itu mulailah sesepuh atau

pawang yaitu Bapak Yono melakukan ritual bakar kemenyan. Masih

diiringi oleh lagu yang dimainkan nayaga atau pemain musik, pada

bagian ini nayaga memainkan gending tatalu yang berjudul Ayak Talu

Banyumas. Kegiatan ritual bakar kemenyan ini bertujuan untuk

memanggil mahluk gaib atau biasa disebut khodam, sekaligus

mendoakan agar pertunjukan ini berjalan dengan lancar sampai akhir

acara dan tidak ada halangan apapun. Dalam ritual bakar kemenyan

ini, sesepuh atau pawang menyediakan kemenyan yang dibakar

disebuah tempat yang terbuat dari tembikar dengan bara dari arang. Ini

menimbulkan wangi yang membuat suasana mistis di sekitar tempat

pertunjukan. Selain itu, sesepuh atau pawang juga mempersiapkan

beberapa sesaji sebagai persembahan yang dimaksudkan sebagai rasa

syukur pemilik hajat atas rezeki yang telah diberikan Tuhan, sekaligus

untuk mengundang arwah leluhur atau khodam. Sesaji yang

dipersiapkan diantaranya adalah kopi hitam, teh, air putih, pisang,


51

cabe, tomat, bawang merah, bawang putih, beras, kembang 7 rupa,

daun waru, kelapa, ayam goreng, tempe, minyak wangi, ayam hidup,

bubur merah, bubur putih, beberapa makanan dari penyelenggara

acara, dan keris.

Secara keseluruhan, bagian pembukaan ini bertujuan untuk memanggil

dan memberitahukan kepada masyarakat sekitar bahwa pertunjukan

kesenian ebeg ini akan segera dimulai. Ditandai dengan dimainkannya

gending tatalu secara berulang-ulang. Bagian pembukaan ini

dilaksanakan dari pukul 10.30 WIB sampai dengan 11.45 WIB

b. Isi pertunjukan

Setelah pembukaan para pemain kesenian ebeg beristirahat untuk

melaksanakan shalat dzuhur. Pertunjukan dimulai kembali pada pukul

13.00 WIB, dan berlanjut ke bagian isi yang memiliki durasi sampai

pukul 14.30 WIB. Pada bagian ini, para penari kesenian ebeg grup

Condong campur mulai memasuki tempat pertunjukan dan

menampilkan tari kuda lumping sebagai tarian pembuka pada bagian


52

isi pertunjukan ebeg ini. Tari kuda lumping ini terdiri dari enam orang

laki-laki dengan berdandan ala prajurit yang sedang berperan dan

menggunakan alat berupa kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman

bambu. Inilah yang menyebabkan tarian ini dinamakan tarian kuda

lumping.

Setelah tarian kuda lumping selesai dimainkan, selanjutnya datang dua

penari dan menampilkan tari barongan. Dengan memakai alat berupa

kedok yang menyerupai binatang naga. Berlaga seperti binatang buas

tersebut. Satu orang di depan, yaitu dibagian kepala naga dan satu lagi

dibagian belakang, yaitu di bagian ekor naga.

c. Penutup

Bagian penutup dalam pertunjukan kesenian ebeg grup Condong

campur adalah atraksi. Bagian ini merupakan bagian yang paling

ditunggu oleh para penonton di setiap pertunjukan kesenian ebeg.

Karena dibagian ini para penari akan mengalami kesurupan atau dalam
53

istilahnya disebut mendem, dan setelah itu para penari akan melakukan

atraksi-atraksi seperti dipecut, salto berkalikali, debus, bangbarongan

dengan memakan ayam hidup, penari memakan beling, memakan telur

mentah, memakan api, atraksi duri pohon salak yang dipukulkan ke

tubuh, atraksi memainkan kendang dalam posisi diikat, atraksi

memindahkan ikatan kepada penari lain, dan terakhir atraksi pocong.

Dalam atraksi ini selalu diselingi dengan lawakan-lawakan atau

bobodoran yang membuat para penonton tertawa sehingga tidak

merasa jenuh. Setelah semua atraksi dilakukan, seluruh pertunjukan

selesai dan diakhiri dengan lagu yang dibawakan oleh pemain musik.

Bagian penutip ini dimulai pada pukul 14.30 WIB sampai dengan

15.30 WIB.

Sumber : Dokumentasi Pribadi 2019


54

C. Pembahasan

1. Struktur gerak pada pertunjukkan Seni Ebeg Grup Condong Campur di

Desa Maruyungsari Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran

a. Koreografi

Berdasarkan hasil penelitiahn mengenai dari bentuk koreografi Seni

Ebeg Condongcampur yang meliputi judul, pola garapan, gerak,

jumlah penari, iringan, tata rias, tata busana dan properti terlihat unik.

Tari yangditamp;ilkan pada pertunjukan seni ebeg Condongcampur

dikategorikan sebagai tari tunggal yang biasa ditarikan oleh kelompok

dengan jumlah penari enam orang penari wanita atau lebih dan dapat

ditarikan oleh kalangan anak-anak, dewasa dan ibu-ibu. Gerakan tari

terdiri dari gerakan tari gagahan, jaranan dan lengger. Gerakan tari

gagahan, jaranan dan lenggeran dapat kita temui dari gerakan awal

sampai akhir dalam tarian pertunjukan seni tersebut, sehingga tari

terlihat unik dan menarik. Secara konseptual koreografi merupakan

proses penyeleksian atau pembentukan gerak menjadi wujud tarian.

Tujuan koreografi adalah pengembangan aspek-aspek ruang, waktu,

dan energi yaitu gerak itu sendiri sebagai materi tari, sehingga

engalman koreografer harus diarahkan kepada proses pengalaman

gerak itu sendiri (Hadi 1996:36). Koreografi adalah suatu proses

penyeleksian dalam membentuk gerakan dan merencanakan gerak

guna memenuhi tujuan tertentu dalam sebuah tarian (Hadi 2011:70).

Suatu koreografi membutuhkan pengalaman yang yang kreatif untuk


55

mendapatkan hasil koreografi sesuai dengan tujuan. Koreografi yang

sering digunakan di Indonesia diantaranya kata „garap‟ atau

„menggarap‟. Kata garap artinya mengubah suatu menjadi yang lain.

Menggarap artinya mengubah gerak sehingga menjadi bentuk sajian

karya tari (Rochana dan Dwi 2014: 1). Proses koreografi pertama-tama

yang harus diperhatikan adalah bagaimana menyusun atau menata

gerak dari banyak penari menjadi kesatuan bentuk yang berarti, Proses

koreografi terdiri dari beberapa

b. Analisis

Gerakan tari dalam kesenian Rakyat Ebeg bersifat sangat sederhana,

gerakannya banyak yang diulang-ulang, santai dan komunikatif

terhadap penonton atau masyarakat yang menikmatinya. Kesenian

Rakyat Ebeg merupakan seni tari tradisional rakyat sehingga

gerakannya tidak memiliki patokan-patokan baku seperti halnya tari-

tari tradisional klasik yang hidup di lingkungan keraton, yang memiliki

patokan baku di dalam gerakan tarinya. Awal mula gerak tarinya

muncul secara spontan dari masyarakat tanpa adanya pijakan, yang

kemudian di dibuat luwes sehingga nyaman untuk digerakkan.

Gerakan pada pertunjukan kesenian Ebeg Condong Campur tidak

mempunyai aturan yang baku gerak-gerak tersebut merupakan

kreatifitas dari seniman Ebeg Condong Campur. Tata hubungan gerak

terjadi pada setiap unsur gerak yang ada pada tari, baik dari unsur

gerak kepala, tangan, badan dan kaki. Tata hubungan gerak dapat
56

terjadi secara tumpang tindih maupun kait mengkait. Pola-pola gerak

secara fisik dijelaskan tanpa mengkaitkan dengan fungsi gerak itu

dalam sistem gerak tari (Suharto 1987: 2).

Kesenian ebeg merupakan suatu bentuk kesenian yang dilakukan

secara kelompok, yang biasa dipentaskan pada siang hari dan waktunya

bisa satu sampai empat jam. Kesenian ebeg ini juga suatu bentuk tarian

yang diiringi dengan ricikan gamelan. Ricikan gamelan yang digunakan

adalah bonang barung dan penerus, saron demung, kendang, gong,

kenong, dan kempul. Diiring tembangtembang Banyumasan yang

dinyanyikan oleh seorang sinden

Menurut Jazuli (2008 : 63) ciri-ciri tari rakyat antara lain adalah

bentuknya yang tradisional merupakan ekspresi kerakyatan, biasanya

pengembangan dari tarianprimitif, bersifat komunal (kebersamaan),

geraknya serta pola lantai masih sederhana dan sering diulang-ulang.

Contohnya tari Kuda Kepang atau Jatilan, Rodat (Jawa Tengah), Topeng

Babakan, Angklung, Sintren, Ronggeng (Jawa Barat). Suatu bentuk seni

pertunjukan tradisional bisa mengikuti pola-pola berulang dalam segi

ketrampilan teknis, namun segi-segi lainnya selalu mengandung

perubahan. Perubahan ini bisa penyesuaian, namun dapat pula merupakan

suatu pelepasan diri dari dari kebiasaan-kebiasaan yang telah terasa kaku

( Sedyawati, 1980 : 61). Dijelaskan pula oleh Humardani (1980 : 84) seni

tradisi yang pada saat ini merupakan dasar dari lingkunagn wilayah

kehidupan kesenian sebagian besar masyarakat kita. Dan sebagian besar


57

masyarakat kita ini sangat juga memerlukan lingkungan seninya yang

mampu mengantarkan ke cita kehidupan Indonesia kita ini.

Menurut Jazuli (1994 : 5) bahwa gerak tari berasal dari hasil proses

pengolahan yang telah mengalami stilasi (digayakan) dan distorsi

(pengubahan) 17 yang kemudian melahirkan dua jenis gerak murni dan

gerak maknawi. Gerak murni atau disebut gerak wantah adalah gerak yang

disusun dengan tujuan untuk mendapatkan bentuk artistik (keindahan) dan

tidak mempunyai maksud tertentu. Sedangkan gerak maknawi (gesture)

atau gerak tidak wantah adalah gerak yang mengandung arti atau maksud

tertentu dan telah distilasi (dari wantah menjadi tidak wantah). Menurut

Sumaryono (2006 :82) Ada dua jenis gerak tari yang berhubungan dengan

maknanya yaitu gerak abstrak (gerak murni) dan gerak representatif (gerak

maknawi). Gerak abstrak adalah gerak yang semata-mata menekankan

pada kualitas gerakannya itu sendiri. Sedangkan gerak representatif adalah

gerak yang menggambarkan suatu benda atau suatu perilaku manusia atau

binatang misalnya gerak daun, gerak menanam padi, gerak burung

terbang, dan sebagainya. Diungkapkan juga oleh Sedyawati (1986 : 104 )

bahwa berdasarkan bentuk geraknya ada dua jenis tari yaitu tari yang

representasional dan tari yang non representasional. Tari representasional

adalah tari yang menggambarkan sesuatu secara jelas (gerak maknawi),

sedangkan tari non representasinal adalah tarian yang tidak

menggambarkan sesuatu (gerak murni). Gerak menurut Kusudiarjo (2000 :

11) merupakan anggota-anggota badan manusia yang telah terbentuk


58

kemudian digerakkan, gerak ini dapat sendirisendiri atau bersambung dan

bersama-sama. Gerak dalam tari mempunyai arti serangkaian jenisgerak

dari anggota tubuh yang dapat dinikmati dalam satuan waktu dandalam

ruang tertentu

2. Struktur musik pada pertunjukkan Seni Ebeg Grup Condong Campur di

Desa Maruyungsari Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran?

a. Vokal

Musik yang digunakan dalam kesenian ebeg grup Condongcampur

terdiri dari, musik tanpa vokal dan musik yang menggunakan vokal.

Musik tanpa vokal berperan sebagai penggambaran suasana atau

disebut juga musik suasana, sedangkan musik yang menggunakan

vokal berperan sebagai pengiring tari-tarian para pemain ebeg grup

condongcampur. Lagu yang dimainkan hampir seluruhnya berbahasa

Jawa sebagaimana asal kesenian tersebut dan hampir seluruhnya juga

berpola khusus, yang artinya tidak sama seperti pada pola lagu

gamelan umum yang dimainkan oleh masyarakat. Pada kesenian ebeg,

musik bersifat fleksibel. Dimana tidak ada patokan atau aturan khusus

mengenai musik yang dibawakan. Seperti repetisi atau pengulangan

lagu yang bisa terjadi berulang-ulang sesuai kebutuhan pertunjukan

ebeg tersebut.

b. Instrumen

Iringan yang digunakan pada tahap ini masih menggunakan

seperangkat gamelan seperti tahap sebelumnya.yaitu : Gong, Bonang


59

penerus, Bonang, Kendhang ,Saron, Demung, Bass, Simbal, campur.

Gendhing-gendhing yang sering didendangkan pada periode ini adalah

bendrong kulon, Eling-Eling, Kulu-kulu, Renggong Manis, Ricik-ricik,

Surung dhayung, luruk lumba, Renggong lor, renggong manis, Waru

Dhoyong. Selain itu sesekali juga memainkan lagu yang sedang

popular seperti motor anyar, iwak peyek.

c. Analisis

Kesenian Ebeg Condong Campur tidak pernah lepas dari musik

pengiring, maka gerak tari dan musik iringan erat sekali hubungannya.

Musik sebagai iringan atau patner memberikan dasar irama pada

gerakan tarinya. Peranan musik di dalam pertunjukan kesenian Ebeg

Condong Campur yaitu memberikan suasana yang dapat mendukung

gerak tari.

Untuk menarik perhatian dari penontonnya maka seniman Ebeg Condong

Campur desa Maruyungsari juga mengadakan perubahan dan penyesuaian

pada musik pengiring. Dalam perkembangannya sekarang ini sudah cukup

lengkap antara lain: Gong, Bonang penerus, Bonang, Kendhang ,Saron,

Demung

Kesenian ebeg merupakan seni pertunjukan yang di dalamnya terdapat

berbagai unsur seni, diantaranya unsur seni tari, seni musik, dan seni

teater. Berbagai unsur seni tersebut, digabungkan dengan kekreatifitasan

para pelaku seni ebeg yang menghasilkan karya seni yang luar biasa. Salah

satu unsur seni pada pertunjukan ebeg yaitu unsur seni musik yang di
60

dalamnya terdapat komposisi musik. Dan komposisi musik pada kesenian

ebeg terdiri dari komposisi musik vokal dan komposisi musik waditra atau

instrumen (gamelan). Dalam pembukaan pertunjukan kesenian ebeg,

dimainkan lagu-lagu tatalu. Ini dimaksudkan sebagai penanda bahwa

pertunjukan kesenian ebeg ini akan segera dimulai. Gending tatalu seperti

ini biasa digunakan dalam pembukaan kesenian-kesenian tradisional

lainnya. Sejalan dengan yang dikemukakan Upandi (2011, hlm 237).

Setelah itu lagu beralih ke lagu yang lain yang memiliki dinamika lembut

dengan tempo lambat. Ini dimaksudkan untuk mengiringi sesepuh yang

sedang melakukan ritual bakar kemenyan, agar menimbulkan rasa khusyu.

Setelah itu acara persembahan tari-tarian, salah satunya dimainkan lagu

Eling-eling yang memiliki dinamika sedang dengan dinamika yang sedang

pula. Lagu ini bisa disebut lagu jalan, karena memiliki irama satu wilet,

bisa diubah ke irama dua wilet atau sebaliknya, dan bisa juga diubah lagi

ke irama kering. Sejalan dengan yang dikatakan oleh Upandi (2011, hlm

85)

Komposisi lagu terakhir yaitu lagu Glangsaran yang terdapat pada acara

atraksi dalam pertunjukan ebeg. Lagu ini merupakan lagu instrumental,

tidak menggunakan vokal di dalamnya. Berirama kering dengan tempo

cepat dan dinamika keras, lagu ini dimaksudkan untuk memberi suasana

bersemangat sekaligus tegang.

Dalam pertunjukan ebeg seluruh lagu yang dimainkan memiliki

pengulangan atau repetisis yang tidak terpatok. Lagu bisa diulang berkali-
61

kali sesuai dengan kebutuhan. Ini dimaksudkan untuk memenuhi durasi

pertunjukan. Karena setiap pertunjukan kesenian ebeg durasi yang dimiliki

tidak selalu sama. Pengulangan seperti ini biasa dilakukan dalam kesenian

tradisional khususnya kesenian Sunda dan Jawa.

3. Struktur Pertunjukkan Seni Ebeg Group Condong Campur di desa

Maruyungsari Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran.

a. Persiapan

Dalam pembukaan pertunjukan kesenian ebeg, dimainkan lagu-lagu

tatalu contohnya pada lagu Gudril yang memiliki dinamika keras dan

dengan tempo yang cepat. Ini dimaksudkan sebagai penanda bahwa

pertunjukan kesenian ebeg ini akan segera dimulai. Gending tatalu

seperti ini biasa digunakan dalam pembukaan kesenian-kesenian

tradisional lainnya. Sejalan dengan yang dikemukakan Upandi (2011,

hlm 237). Setelah itu lagu beralih ke lagu Ayak Talu Banyumas yang

memiliki dinamika lembut dengan tempo lambat. Ini dimaksudkan

untuk mengiringi sesepuh yang sedang melakukan ritual bakar

kemenyan, agar menimbulkan rasa khusyu

b. Pelaksanaan

1) Pembukaan

Bagian pembuka atau pra tontonan merupakan kegiatan sebelum

pertunjukan seni dimulai, biasanya dimulai dengan tetabuhan buka,

sambutan sambutan dan perkenalan pemain beserta adegan yang

akan ditampilkan. Bagian inti merupakan isi dari pertunjukan yang


62

dipentaskan, menampilkan maksud atau pesan tertentu dari pelaku

seni yang ingin disampaikan kepada penonton. Bagian penutup

merupakan bagian akhir dan puncak dari pertunjukan dengan

atraksi tertentu dan salam hormat perpisahan dengan tujuan

memberikan kesan dan rasa puas kepada penonton.

2) Isi

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pada bagian isi

merupakan bagian inti dari pertunjukan senin ebeg

Condongcampur, kegiatan yang dilakukan adalah penampilan pada

pelaku, menampilkan seni gerak, musik dan lain sebagainya.

Masing-masing anggota grup Condongcampur memainkan

perannya seperti sinden yang menyanyikan lagu, penari sebanyak 8

orang, pemain musik 7 orang.

Dalam tahap ini merupakan bagian yang paling ditunggu oleh para

penonton di setiap pertunjukan kesenian ebeg. Karena dibagian ini

para penari akan mengalami kesurupan atau dalam istilahnya

disebut mendem, dan setelah itu para penari akan melakukan

atraksi-atraksi seperti dipecut, salto berkali-kali, debus,

bangbarongan dengan memakan ayam hidup, penari memakan

beling, memakan telur mentah, memakan api, atraksi duri pohon

salak yang dipukulkan ke tubuh, atraksi memainkan kendang

dalam posisi diikat, atraksi memindahkan ikatan kepada penari

lain, dan terakhir atraksi pocong. Dalam atraksi ini selalu diselingi
63

dengan lawakan-lawakan atau bobodoran yang membuat para

penonton tertawa sehingga tidak merasa jenuh

c. Penutup

Pada bagian penutup setelah selesai pertunjukan, acara yang terakhir

adalah “Mendem Bersama” atau “Pesta Mendem” artinya trance

(kerasukan) bersama. Yang dimaksud mendem bersama atau pesta

mendem adalah setelah selesai acara pertunjukan para pemain ebeg

dan group ebeg lainnya yang termasuk dalam Komunitas Ebeg

Condongcampur menari-nari mengikuti irama kemudian kerasukan.

Karena yang kerasukan penari dari berbagai group ebeg sehingga

terlihat seperti pesta mendem. Disinilah keunikan dari Ebeg

Condongcampur yang disukai masyarakat. Karena perkumpulan

Komunitas Ebeg Condongcampur tersebut sangat kuat sehingga jika

group Ebeg Condongcampur mengadakan pertunjukan di suatu daerah

maka group-group ebeg dari daerah lain berdatangan menantikan acara

mendem bersama tersebut dan anehnya group ebeg tersebut membawa

penimbul (pawang ebeg) sendiri-sendiri

Pada sebuah pertunjukan kesenian tradisional, masing-masing

akan beda susunan pertunjukannya. Perbedaan pertunjukan itu dilihat

dari budaya masyarakat dan perbedaan adat istiadat yang akan

memunculkan keanekaragaman kesenian tradisional. Salah satunya

pertunjukan kesenian ebeg grup Condong campur pada acara

khitanan/agustusan dan lainnya di Kabupaten Pangandaran. Dalam


64

penyajiannya menggabungkan antara unsur seni musik, seni tari, dan

seni teater.

Penelitian ini mengkaji tentang struktur dan fungsi pertunjukan

Seni Ebeg Group Condong Campur di Desa Maruyungsari Kecamatan

Padaherang Kabupaten Pangandaran. Kajian struktur pertunjukan pada

penelitian ini dalam pandangan Levi Strauss membagi struktur ke

dalam rantai-rantai yang menghasilkan struktur luar dan struktur

dalam. Struktur luar secara empiris terlihat, terdiri atas pola

pertunjukan dan elemen/ aspek pertunjukan (lakon, pelaku, gerak,

iringan, rias busana, pentas, waktu, properti, tata cahaya dan tata suara

serta penonton). Struktur dalam membahas tata hubungan konteks/

relasi antar bagian-bagian dari struktur luar, seperti tata hubungan

gerak dengan iringan maupun gerak dengan rias busana sehingga

memunculkan nilai keindahan bentuknya.

Fungsi pertunjukan pada penelitian ini dikaji dari teori fungsi

pertunjukan menurut Soedarsono yang terbagi atas fungsi dari segi

upacara (ritual), fungsi hiburan, serta fungsi presentasi estetis. Fungsi

upacara dilaksanakan dalam rangka kegiatan tertentu yang

berhubungan dengan kepercayaan masyarakat Desa Maruyungsari .

Fungsi hiburan dalam pembahasan penelitian ini dimaksudkan sebagai

hiburan bagi pelaku seni, penanggap maupun bagi masyarakat

pendukungnya (penonton). Fungsi pertunjukan sebagai presentasi

estetis dalam kesenian Seni Ebeg Group Condong Campur


65

dimaksudkan sebagai seni kolektif dan untuk menampilkan sajian

pertunjukan yang berkualitas.

Kesenian ebeg merupakan salah satu kesenian yang memiliki

banyak perubahan dari waktu ke waktu. Seperti halnya dalam susunan

pertunjukan yang terus mengalami perubahan seiring dengan

berkembangnya jaman. Akan tetapi perubahan yang dialami pada

kesenian ebeg tidak terlepas dari aturan baku yang telah ditentukan

sejak jaman dahulu dengan arti dan makna masing-masing dari setiap

susunan pertunjukannya. Hal ini berkaitan dengan yang dikatakan oleh

Bapak Sudirjo, bahwa “Banyak perubahan yang terjadi pada kesenian

ebeg dari awal terciptanya sampai sekarang. Perubahan yang dialami

sangat banyak, mulai dari fungsi pertunjukan, musik yang mainkan,

kostum, arena pertunjukan, waditra yang dipakai, dan lain-lain. Seiring

dengan berkembangnya waktu, perubahan itu terus-menerus terjadi.”

(wawancara 21 Agustus 2019).

Pada awalnya fungsi pertunjukan kesenian ebeg adalah sebagai sarana

untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Sekarang fungsinya

berkembang, tidak hanya sebagai sarana untuk menyebarkan ajaran

agama Islam, kesenian ebeg juga berfungsi sebagai hiburan. Seperti

halnya fungsi kesenian ebeg yang mengalami perkembangan, begitu

pula susunan pertunjukan ebeg. Dalam susunan pertunjukan kesenian

ebeg grup Condong campur, perkembangan yang terjadi hanya ada

pada durasi saja sesuai dengan acara yang dilaksanakan. Contohnya


66

seperti susunan pertunjukan kesenian ebeg grup Condong campur pada

acara khitanan. Akan berbeda dengan susunan pertunjukan kesenian

ebeg grup Condong campur pada acara 17 Agustusan. Perbedaan

tersebut hanya terlihan pada durasi pertunjukannya saja, sedangkan

susunan secara keseluruhan tetap sama, yaitu diawali dengan ritual

bakar kemenyan, tari-tarian, dan diakhiri dengan atraksi. Ini

menunjukan bahwa grup Condong campur tetap mempertahankan

aturan susunan pertunjukan kesenian ebeg.


67

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Struktur pertunjukan Seni Ebeg Group Condong Campur di Desa

Maruyungsari Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran merupakan

tata hubungan dari bagian atau rangkaian keseluruhan pertunjukan yang

menghasilkan struktur dasar (surface structure) dan struktur dalam (deep

structure). Struktur dasar terdiri atas pola pertunjukan dan elemen atau aspek

pertunjukan. Pola pertunjukan meliputi pembuka atau pra tontonan, inti

pertunjukan dan penutup. Elemen atau aspek pertunjukan Seni Ebeg Group

Condong Campur terdiri dari lakon, pelaku, gerak, iringan, tata rias dan

busana, properti atau perlengkapan, tempat dan waktu pertunjukan, tata

cahaya dan tata suara, serta penonton. Struktur dalam mengungkapkan tata

hubungan antara elemen-elemen pertunjukan yang dibangun yang

menghasilkan tatanan hubungan elemen gerak, iringan, rias dan busana,

properti atau perlengkapan dan pentas.

Fungsi pertunjukan Seni Ebeg Group Condong Campur di Desa

Maruyungsari Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran digolongkan

atas fungsi upacara, fungsi hiburan dan fungsi presentasi estetis. Fungsi

upacara yang ada meliputi upacara bersih desa, bukakan-tutupan, dan suronan

(kebar). Fungsi hiburan kesenian Kuda Lumping sebagai pemenuhan


68

kebutuhan hiburan untuk memperoleh rasa senang terkait dengan pelaku seni,

penanggap maupun penonton.

Fungsi presentasi estetis dalam kesenian ini untuk mempresentasikan atau

mempertunjukkan kesenian yang estetis atau untuk dinikmati nilai

keindahannya dan juga diartikan sebagai seni kolektif, yaitu perlunya

pendanaan di setiap pertunjukan dengan sistem manajemen secara komersial

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas sesuai dengan landasan

penelitian, peneliti mengemukakan beberapa saran penelitian. Pertama, bagi

pencipta atau pelaku seni, supaya tidak berhenti untuk berkreativitas agar

struktur dan fungsi kesenian Seni Ebeg Group Condong Campur dapat

bertahan dan berkembang lebih baik. Kedua, bagi Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata, lebih memperhatikan dan melestarikan struktur dan fungsi

pertunjukan Seni Ebeg Group Condong Campur supaya lebih dikenal

masyarakat Pangandaran maupun luar Pangandaran. Ketiga, bagi generasi

muda, supaya ikut serta melestarikan struktur dan fungsi kesenian Seni Ebeg

Group Condong Campur agar tidak punah tergerus oleh kemajuan zaman.

Keempat, bagi masyarakat Desa Maruyungsari , ikut serta mengapresiasi dan

mendukung adanya struktur dan fungsi pertunjukan Seni Ebeg Group

Condong Campur agar kesenian ini tetap diakui keberadaannya. Kelima, bagi

peneliti sendiri, dapat dijadikan pengalaman yang berharga, menambah


69

pengetahuan dan wawasan mengenai struktur dan fungsi pertunjukan Seni

Ebeg Group Condong Campur.

You might also like