You are on page 1of 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN J DENGAN CIDERA

OTAK BERAT (COB) DI RUANG IGD RS HERMINA SOLO

Disusun untuk memenuhi tugas diklat gadar 3

DisusunOleh :

ADITYA MIFTAH ZANI

RS HERMINA SOLO
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Cedera otak meliputi trauma kepala, tengkorak, dan otak. Cedera
otak merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu
lintas. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya akibat
cedera otak dan lebih dari 700.000 orang mengalami cedera otak berat
yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dua pertiga dari kasus ini
berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah 4x lebih banyak laki-laki
daripada wanita.
Resiko utama pasien yang mengalami cedera otak yang mengalami
cedera otak adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakaan
otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Maka diperlukan penanganan yang tepat pada
seseorang yang mengalami cedera otak. Tindakan resusitasi, anamnesa,
dan pemeriksaan fisik umum serta neurologis harus dilakukan secara detail
(Batticaca, 2008).

B. TUJUAN
Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada kasus
cedera otak berat.
Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian kegawatdaruratan pada kasus cedera otak
berat.
b. Mengetahui diagnosa pada kasus cedera otak berat.
c. Mengetahui intervensi kegawatdaruratan pada kasus cedera otak
berat.
d. Mengetahui implementasi pada kasus cedera otak berat.
e. Mengetahui evaluasi pada kasus cedera otak berat.

C. MANFAAT
a. Agar perawat mampu menerapkan asuhan keperawatan
kegawatdaruratan pada klien cedera otak berat.
b. Agar perawat mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada
klien dengan cedera otak berat.
c. Agar perawat mampu merencanakan tindakan sesuai dengan
diagnosa keperawatan.
d. Agar perawat mampu melaksanakan tindakan sesuai rencana yang
telah ditentukan.
e. Agar perawat mampu mengevaluasi pelaksanaan tindakan
keperawatan.
f. Agar perawat mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan
keluarga.
BAB II
LANDASAN TEORI

I. KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau
pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan
peningkatan tekanan intra kranial (Smeltzer,2010). Cidera kepala adalah
suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai
perdarahan intersisial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas otak (Mutaqin,2010).
Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera otak
adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Cedera otak adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma
baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi
karena robekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena
hemorogik, serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).

B. Klasifikasi Cidera Otak


Menurut Mutaqin (2010) jenis cidera yaitu :
1. Cedera Otak terbuka
Dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan jaringan otak
2. Cedera Otak tertutup
Dapat disamakan dengan keluhan geger otak ringan dan oedem serebral
yang luas
Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)
1. Cedera Otak ringan (kelompok risiko rendah)
a) GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)
b) Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt
c) Tak ada fraktur tengkorak
d) Tak ada contusio serebral (hematom)
e) Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang
f) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
g) Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala
2. Cedera Otak Sedang
a) GCS  9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
b) Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam
(konkusi)
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
d) Amnesia pasca trauma
e) Muntah
f) Kejang
3. Cedera Otak Berat
a) GCS 3-8 (koma)
b) Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran
progresif
c) Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial
d) Tanda neurologist fokal
e) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium.

C. Etiologi
Menurut Mansjoer (2014), penyebab cedera otak terdiri dari
kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, kecelakaan industri, serangan dan
yang berhubungan dengan olah raga,trauma akibat persalinan. Cedera otak
penyebab sebagian besar kematian dan kecacatan utama pada kelompok
usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat :
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan: sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau
vakum
4. Pukulan
5. Cidera olahraga
6. Luka tembus peluru dari cedera tembus lainnya.

D. Manifestasi Klinik
1. Pada cedera otak berat, kesadaran seringkali menurun
2. Pola nafas menjadi abnormal secara progresif
3. Reson pupil mungkin tidak ada atau secara progresif mengalami
deteriorasi
4. Sakit kepala dapat terjadi dengan segera atau terjadi bersama
peningkatan tekanan intracranial
5. Muntah dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial
6. Perubahan perilaku, kognitif, dan fisik pada gerakan motorik dan
berbicara dapat terjadi dengan kejadian segera atau secara lambat.
Amnesia yang berhubungan dengan kejadian ini biasa terjadi (Corwin,
2009).

E. Komplikasi
Menurut Price (2011), berikut ini adalah komplikasi yang dapat terjadi
apabila cidera otak tidak ditangani dengan tepat, yaitu :
1. Epilepsi pasca trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi
beberapa waktu setelah otak  mengalami cedera karena benturan di
kepala. kejang merupakan respon terhadap muatan listrik abnormal di
dalam otak. kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang mengalami
cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada
sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala. kejang bisa
saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera.
2. Afasia
Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata.
3. Apraksia
Ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan
ingatan atau serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan
biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis.
4. Agnosia
Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat
dan merasakan sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya
dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut. Penyebabnya
adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana
ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya disimpan.
5. Amnesia
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk
mengingat peristiwa yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah
lama berlalu. Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit
sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan
menghilang dengan sendirinya. pada cedera otak yang hebat, amnesia
bisa bersifat menetap.
6. Edema serebri dan herniasi
Herniasi otak adalah kondisi medis yang sangat berbahaya di mana
jaringan otak menjadi berpindah dalam beberapa cara karena
peningkatan tekanan intrakranial (tekanan di dalam tengkorak).
Herniasi Otak merupakan pergeseran dari otak normal melalui atau
antar wilayah ke tempat lain karena efek massa. Biasanya ini
komplikasi dari efek massa baik dari tumor, trauma, atau infeksi.
7. Defisit neurologi
8. Infeksi sistemik (pneumonia, ISK, abses otak, meningitis,
osteomeilitis).
9. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi yang menunjang berat
badan).
10. Edema pulmonal
Edema paru dapat diakibatkan dari cedera pada otak yang
mengakibatkan cedera pada otak yang mengakibatkan reflex cushing.
peningkatan  pada tekanan darah sistemik terjadi pada respons dari
sistem saraf simpatis pada peningkatan TIK. Peningkatan vasokontriksi
tubuh umum ini menyebabkan lebih banyak aliran darah ke paru- paru.
Perubahan permeabilitas pembuluh darah paru berperan pada proses
dengan memungkinkan cairan berpindah ke dalam alveolis.
11. Kejang
Kejang terjadi kira- kira 10% dari pasien cedera otak selama fase
akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang 
dengan spatel lidah dengan diberi bantalan atau jalan nafas oral
disamping tempat tidur dan peralatan penghisap dekat dalam jangkauan.
Pagar tempat tidur harus tetap dipasang, dari bantalan pada pagar engan
bantal atau busa untuk meminimalkan resiko sekunder terhadap cedera
karena kejang. Selama kejang, perawat  jangan pernah mencoba
memaksakan apapun diantara gigi atau membuka rahang. Pasien harus
dimiringkan untuk memudahkan mengalirnya sekresi atau mudah
dihisap. Gerakan pasien harus di restrain hanya cukup untuk mencegah
memukul obyek, yang menyebabkan memer atau cedera.Satu-satunya
tindakan medis terhadap kejang adalah obat. Diazepam adalah obat
yang paling banyak digunakan dan diberikan secara perlahan melalui
intra vena karena obat ini menekan pernapasan maka frekuensi dan
irama pernapasan pasien harus di pantau dengan cermat.

F. Patofisiologi dan Pathway


Menurut Mansjoer (2014), cidera otak terjadi karena beberapa hal
diantanya karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang
bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh.
Bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada
kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah.
Karena perdarahan yang terjadi terus – menerus dapat menyebabkan
hipoksia sehingga tekanan intra kranial akan meningkat. Namun bila
trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi
perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi,
perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan
susunan syaraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya
gangguan dalam mobilitas.
Pathway Cidera otak :

Trauma Kepala

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya kontinuitas jaringan kulit,Terputusnya Jaringan


kontinuitas jaringan
otot dan vaskuler tulangotak rusak (kontusio, laserasi)

Perubahan autoregulasi
Gangguan suplai darah Nyeri Oedema cerebral

Bersihan jalan napas


Kejang Obstruksi jalan napas
Perdarahan Resiko infeksi
Gangguan perfusi jaringan Dyspnea
hematoma Henti napas
Perubahan pola napas
iskemia hipoksia Gangg.neur
Perubahan sirkulasi CSS ologis fokal

Gangguanperfusi jaringan cerebral


Intoleransi aktivitas
Defisit neurologis
Peningkatan TIK Ketidakefektifan bers

Gangguan integritas kulit

Ketidakseimbangannutrisi
Mual, muntah, papilodema, pandangan kabur, penurunan fungsi pendengaran, nyerikurang Ketidakefektifan
kepaladari kebutuhan tubuhpola nap

Girus medialis lobus temporalis tergeser


Gangguan pertukaran gas
Kekurangan volume cairan
Herniasi unkus
Gangguan pola tidur
Gangguan persepsi sensori persepsi

Mesesenfalon tertekan
Tonsil cerebellum tergeser
Kompresi medulla oblongata

Resiko injuri

Gangguan kesadaran
immobilisasi Defisit perawatan diri

Ansietas

Koping individu tidak efektif


Deficit pengetahuan

(Mansjoer, 2014)
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Barbara (2012), berikut ini adalah beberapa pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan pada klien dengan cidera otak :
1. CT-Scan : mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventikuler, pergeseran jaringan otak.
2. Angigrafi serebral : menunjukan kelainan sirkulasi cerebral seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
3. X-Ray : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang.
4. EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya
patologis.
5. BAER (Basic Auditori Evoker Respon) : menentukan fungsi korteks
dan batang otak.
6. PET (Position Emission Tomniography) : menunjukkan aktifitas
metabolisme pada otak.
7. Punksi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perubahan sub
arakhnoid.
8. Kimia atau elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang
berperan dalam peningkatan TIK atau perubahan status
mental.                     
9. Analisa gas darah : menunjukkan efektifitas dari pertukaran gas dan
usaha pernafasan.

H. Penatalaksaan Medis dan Keperawatan


Menurut Price (2011), berikut ini adalah penatalaksanaan medis dan
keperawatan yang dapat diberikan pada klien dengan cidera otak, yaitu:
1. Medis
a) Terapi oksigen
b) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 %
atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
c) Apabila kejang, berikan diazepam 10 mg intravena secara perlahan-
lahan dan dapat diulangi 2x jika masih kejang, bila tidak berhasil
berikan penitoin 15 mg/kg bb.
d) Untuk cidera otak terbuka diperlukan antibiotik
2. Keperawatan
a) Observasi 24 jam, menganjurkan klien untuk bed rest
b) Membersihkan jalan napas dari muntahan, perdarahan dan debris
c) Menghentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya,
perhatikan cedera intraabdomen dan dada.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SESUAI TEORI


A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Berisi semua data identitas pasien secara lengkap, yang meliputi nama,
tempat tanggal lahir, alamat, umur, agama, pendidikan, dan lain-lain
2. Status riwayat kesehatan
a) Keluhan utama, berisi keluhan yang paling utama dirasakan oleh
pasien.
b) Riwayat masuk rumah sakit
Berisi riwayat pasien, alasan pasien bisa sampai masuk rumah sakit,
dan riwayat apakah pasien mempunyai riwayat pernah dirawat inap
c) Riwayat keseatan sekarang
Berisi riwayat pasien semenjak pasien mengeluh sakit di rumah
sampai pasien mendapat penganan di RS.
3. Pemeriksaan fisik
a) Breathing, berisi pemeriksaan fisik paru, pernafasan pasien apakah
menggunakan alat bantu pernapasan, SPO2
b) Blood, berisi pemeriksaan fisik jantung, tekanan darah pasien, HR
c) Brain, berisi tingkat kesadaran, keadaan umum, apakah ada
sumbatan pembuluh darah otak
d) Bladder, berisi eliminasi urin pasien, apakan terpasang DC, BAK
pasien
e) Bowel, berisi eliminasi feses pasien, makanan yang dikonsumsi,
BAB pasien
f) Bone, berisi tingkat kekuatan otot pasien

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Herdman (2015), Diagnosa keperawatan utama pasien
mencakup berikut ini:
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan atau berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan
ventilasi perfusi
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dengan kebutuhan oksigen.
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan,
pengaturan posisi.
7) Defisit perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan
oksigenasi.
8) Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman
terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
9) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi,
ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk
bekerja.
10) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak
mengetahui sumber informasi.
11) Nyeri akut berhubungan dengan (agen cedera fisik, biologis, kimiawi)
12) Resiko infeksi dengan faktor resiko pertahanan tubuh primer tidak
adekuat (gangguan integritas kulit)
13) Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan trauma
14) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (mis.
daya gesek, tekanan, imobilitas fisik)
15) Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial
16) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang proses penyakit
17) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif
18) Resiko injury berhubungan dengan gangguan sensasi
C. Intervensi Keperawatan
Menurut Bulecheck (2013), berdasarkan diagnosa yang diangkat,
berikut ini adalah tujuan dan kriteria hasil yang dapat diambil, serta dapat
diberikan intervensi sebagai berikut :
1 Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif,
kelelahan atau berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
 Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam
bersihan jalan napas klien membaik.
 Intervensi keperawatan:
- Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor
pulmonal.
- Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan
diafragmatik dan batuk.
- Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis
terukur, atau IPPB
- Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada
pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.
- Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap
rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
- Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan
pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan
warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek,
rasa sesak didada, keletihan.
- Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.
- Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi
terhadap influenzae dan streptococcus pneumoniae.
2 Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
 Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam pola
pernapasan klien membaik.
 Intervensi:
- Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan
bibir dirapatkan.
- Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode
istirahat. Biarkan pasien membuat keputusan tentang
perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
- Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika
diharuskan.
3 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan
ventilasi perfusi
 Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam
gangguan pertukaran gas klien membaik.
 Intervensi keperawatan:
- Deteksi bronkospasme saat auskultasi .
- Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.
- Berikan obat-obatan bronkodilator dan kortikosteroid dengan
tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya.
- Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu
mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru mengalami
perbaikan.
- Pantau pemberian oksigen.
4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dengan kebutuhan oksigen.
 Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam pola
pernapasan klien membaik dengan kriteria hasil :
Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari
aktivitas yang mungkin.
 Intervensi keperawatan:
Activity Therapy
- Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah,
pernapasan.
- Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan
klien selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
- Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan
menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan
lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
- Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan
rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
- Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan
program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.
- Sediakan oksigen sebagaimana diperlukan sebelum dan selama
menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.
- Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau
tirah baring lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2
kali sehari.
- Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong
klien melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih
singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak
bantuan.
- Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan
meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap
hari sebanyak 3 kali sehari.
5 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan
anoreksia, mual muntah.
 Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh membaik
dengan kriteria hasil :
Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
 Intervensi keperawatan:
- Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat
kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
- Auskultasi bunyi usus
- Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
- Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
- Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah
lama.
- Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
- Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.
6 Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan,
pengaturan posisi.
 Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam
gangguan pola tidur membaik dengan kriteria hasil :
Kebutuhan tidur terpenuhi
 Intervensi keperawatan:
- Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
- Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan
keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.
- Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high
fowler.
- Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan
kebiasaan pasien.
- Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.
7 Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan
oksigenasi.
 Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam kurang
perawatan diri membaik dengan kriteria hasil :
Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
 Intervensi:
- Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan
aktivitas seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki
tangga.
- Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam
jarak dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari
keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan
energi.
- Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.
8 Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman
terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
 Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam ansietas
membaik dengan kriteria hasil :
Klien tidak terjadi kecemasan
 Intervensi keperawatan:
- Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya
pada perawat.
- Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.
- Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat
mengalami sesak.
9 Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi,
ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk
bekerja.
 Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam koping
individu tidak efektif membaik dengan kriteria hasil :
Pencapaian tingkat koping yang optimal.
 Intervensi keperawatan:
- Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan
semangat yang ditujukan pada pasien.
- Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala
- Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi
bagi pasien.
- Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila
tersedia.
- Tingkatkan harga diri klien.
- Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan
yang sangat menumpuk.
10 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak
mengetahui sumber informasi.
 Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam kurang
pengetahuan membaik dengan kriteria hasil :
Klien meningkat pengetahuannya.
 Intervensi keperawatan:
- Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan
jangka pendek; ajarkan pasien tentang penyakit dan
perawatannya.
- Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan
informasi tentang sumber-sumber kelompok.
11 Nyeri akut berhubungan dengan (agen cedera fisik, biologis, kimiawi)
 Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam pasien
dapat mengontrol nyeri dengan kriteria hasil :
Paincontrol :
- Pasien melaporkan nyeri sudah terkontrol.
- Pasien mengatakan nyeri berkurang menjadi skala 3
- Menggunakan metode non analgetik untuk mengurangi nyeri
 Intervensi keperawatan :
Painmanagement :
- Lakukan pengkajian nyeri, secara komprhensif meliputi
aktivitas yang meringankan dan memberatkan rasa nyeri,
kualitas, lokasi, skala dan waktu
- Observasi ketidaknyamanan non verbal
- Gunakan pendekatan yang positif terhadap klien, hadir dekat
pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan
cara: masase, perubahan posisi dan berikan perawatan luka
untuk mengurangi nyeri
- Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon klien terhadap ketidaknyamanan.
- Anjurkan klien untuk istirahat dan menggunakan teknik
relaksai saat nyeri.
- Kolaborasi medis dalam pemberian analgesik.
12 Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak
adekuat (gangguan integritas kulit)
 Tujuan :
- Tidak terjadi infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama …x 24 jam dengan KH :
- Bebas tanda- tanda infeksi
- Mencapai penyembuhan luka tepat waktu
 Intervensi :
- Berikan perawatan aseptik dan antiseptik, pertahankan teknik
cuci tangan yang baik.
- Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan, daerah yang
terpasang alat invasi, catat karakteristik drainase dan adanya
inflamasi.
- Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau cegah
pengunjung yang mengalami infeksi saluran nafas atas.
- Kolaborasi pemberian atibiotik sesuai indikasi
13 Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan trauma
 Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x2 jam, masalah
ketidakefektifan perfusi jaringan otak teratasi dengan kriteria
hasil :
Tissue Perfusion : Cerebral (0406)
- Keadaan umum klien baik (4)
- Glasgow Coma Scale membaik (3)
- Tanda-tanda vital dalam batas normal (3)
- Sakit kepala berkurang (3)
- Reflex neurologis membaik (3)
 Intervensi :
Neurologic Monitoring (2620)
- Monitor Glasgow Coma Scale
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor kekuatan dan pergerakan otot
Oxygen Therapy (3320)
- Menitor keefektifitasan dari terapi oksigen
- Ajarkan teknik relaksasi napas dalam
- Konsultasi dengan dokter mengenai dosis oksigen
Intrakranial Pressure (ICP) Monitoring (2590)
- Observasi keadaan umum klien
- Monitor tekanan intrakranial klien dan respon neurologi
terhadap aktivitas
- Posisikan klien pada posisi semi fowler
- Kolaborasi pemberian analgetik
14 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (mis.
daya gesek, tekanan, imobilitas fisik)
 Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …x24 jam pada
pasien, masalah kerusakan integritas kulit teratasi dengan kriteria
hasil:
Tissue integrity skin & mucous membranes :
- Perfusi jaringan membaik
- Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi,
elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi)
- Luka menunjukkan proses pengeringan
 Intervensi keperawatan :
Wound Care
- Monitor karakteristik luka, meliputi pengeringan luka, lebar,
warna dan bau.
- Bersihkan luka dengan cairan normal salin
- Pilih balutan yang sesuai dengan kondisi luka klien
- Instruksikan klien maupun keluarga klien untuk menjalankan
prosedur wound care
15 Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial
 Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama …x 24 jam fungsi persepsi
sensori kembali normal dengan kriteria hasil :
- Mampu mengenali orang dan lingkungan sekitar.
- Mengakui adanya perubahan dalam kemampuannya.
 Intervensi keperawatan :
- Evaluasi secara teratur perubahan orientasi, kemampuan
berbicara, alam perasaan, sensori dan proses pikir.
- Kaji kesadaran sensori dengan sentuhan, panas/ dingin, benda
tajam/ tumpul dan kesadaran terhadap gerakan.
- Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat
pendek dan sederhana. Pertahankan kontak mata.
- Berikan lingkungan tersetruktur rapi, nyaman dan buat jadwal
untuk klien jika mungkin dan tinjau kembali.
- Gunakan penerangan siang atau malam.
- Kolaborasi pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara
dan terapi kognitif.
16 Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kurang pengetahuan
tentang proses penyakit
 Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama …x 24 jam gangguan perfusi
jaringanmembaik dengan kriteria hasil :
Circulation status
- Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
- Tidak ada ortostatik hipertensi
- Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak
lebih dari 15 mmHg)
 Intervensi Keperawatan :
Peripheral Sensation Management
- Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
- Monitor adanya paretese
- lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi
atau laserasi
- Gunakan sarung tangan untuk proteksi
- Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
- Monitor kemampuan BAB
- Kolaborasi pemberian analgetik
- Monitor adanya tromboplebitis
- Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
17 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif
 Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama …x 24 jam kekurangan
volume cairanmembaik dengan kriteria hasil :
Fluid Balance
- Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ
urine normal,
- Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
- Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
- Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
- Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
- Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
- pH urin dalam batas normal
- Intake oral dan intravena adekuat
 Intervensi Keperawatan :
Fluid Management
- Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
- Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN ,
Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein )
- Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
- Kolaborasi pemberian cairan IV
- Monitor status nutrisi
- Berikan cairan oral
- Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
- Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
- Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
- Atur kemungkinan tranfusi
- Persiapan untuk tranfusi
- Pasang kateter jika perlu
- Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
18 Resiko injuri berhubungan dengan gangguan sensasi
 Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama …x 24 jam resiko injury
terkontrol dengan kriteria hasil :
Risk control
- Klien terbebas dari cedera
- Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah
injury/cedera
- Klien mampu menjelaskan factor risiko dari
lingkungan/perilaku personal
- Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury
- Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
 Intervensi Keperawatan :
Environtment Management
- Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi
fisik dan fungsi kognitif  pasien dan riwayat penyakit terdahulu
pasien
- Memasang side rail tempat tidur
- Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
- Membatasi pengunjung
- Memberikan penerangan yang cukup
- Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
- Mengontrol lingkungan dari kebisingan
- Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
- Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penya
-
D. Implementasi Keperawatan
Impementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan
dalam rencana tindakan keperawatan. Implementasi merupakan tindakan
yang sudah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Menurut
Moorhead Sue (2013), berikut ini adalah kategori implementasi yang dapat
diberikan :
a. Mandiri: aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri
dan bukan merupakan petunjuk/perintah dari petugas kesehatan
b. Delegatif: tindakan keperawatan atas intruksi yang diberikan oleh
petugas kesehatan yang berwenang
c. Kolaboratif: tindakan perawat dan petugas kesehatan yang lain dimana
didasarkan atas keputusan bersama.

E. Evaluasi Keperawatan
Menurut Moorhead Sue (2013), evaluasi keperawatan adalah
mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Ada tiga
kriteria hasil evaluasi, yaitu:
a. Tujuan tercapai : Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian : jika klien menunjukkan perubahan sebagian
dari standar dan kriteria yang telah ditetapkan
c. Tujuan tidak tercapai : Jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali dan bahkan timbul masalah baru
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Tanggal masuk IGD : 8 / 9 / 2020 Jam: 01.30 WIB


Tanggal Pengkajian : 8 / 9 / 2020 Jam: 01.36 WIB
Metode Pengkajan : Alloanamnesa dan Autoanamnesa
I. PENGKAJIAN
A. BIODATA
1. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. J
b. Umur : 69 tahun
c. Agama : Islam
d. Pendidikan : SMP
e. Pekerjaan : Pedagang
f. Alamat : Plupuh
g. Tanggal Masuk RS : 08/ 09 / 2020
h. Diagnosa Medis : Cedera Otak Berat
i. No. Registrasi : 0145xxxx
j. Dokter :-
2. Identitas Penanggung Jawab
a. Nama : Tn. A
b. Umur : 38 tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : Wiraswasta
e. Alamat : Plupuh
f. Hubungan dengan Klien : Anak kandung

B. HASIL TRIAGE: (merah/kuning/hijau/hitam)


Merah

C. PRIMARY SURVEY
1. Airway :Terpasang ETT + Servical brace/Neck Collar
2. Breathing : Pengembangan dada kanan kiri normal, tidak ada
krepitasi.
3. Circulation: Hasil TTV, TD : 140 / 90 mmHg, HR : 108 x / menit,
RR : 28 x / menit, SPO2 96%
4. Disability : GCS : 7, E = 2, V = 1, M = 4, pupil isokor midriasis
2mm/2 mm, reflek Cahaya (+)
5. Exposure : Ada lebam pada bagian temporal dan sekitar zigomatikum
(D)

D. SECONDARY SURVEY
1. Full Set of Vital Sign
a. Tekanan Darah: 140 / 90 mmHg
b. Nadi
- Frekuensi : 108 x / menit
- Irama : Regular
- Kekuatan/isi : Kuat
c. Respirasi
- Frekuensi : 28 x / menit
- Irama : Reguler
d. Suhu : 37,5 0C
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Somnolen

2. Five Intervention:
a. Pemasangan EKG/Bed Side Monitor : ya, hasil: irama sinus
takhikardi
b. Pemasangan NGT : tidak, hasil: -
c. Pemasangan Folley Chateter : ya, hasil: urine 200 cc ,
warna kuning pekat, bau khas
d. Pengambilan darah untuk cek lab/pemeriksaan radiologi bila curiga
fraktur : ya, hasil: terlampir
e. Pemasangan pulse oximetry : ya, hasil : 96 %

3. History (SAMPLE)
a. Subjektif
Pasien mengatakan kira-kira 2 Jam sebelum masuk rumah sakit
pasien sedang mendorong gerobak bakso, kemudian ditabrak truk
dari belakang sehingga pasien dan gerobaknya terpental dan pasien
terjatuh hingga tidak sadarkan diri. Kemudian warga membawanya
ke RS Hermina Solo untuk menjalani perawatan medis.
b. Alergi
Keluarga pasien mengatakan tidak memiliki alergi obat atau
makanan.
c. Medikasi
Dilakukan hecting pada pipi sebelah kanan dibawah mata,
pemasangan infus perifer Nacl 0,9% dan dilanjutkan Manitol 200
cc, pemasangan kateter urin dan pemasangan Neck kollar.
d. Riwayat penyakit Sebelumnya
Keluarga pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit
e. Last Meal
Sekitar jam 22.00 WIB (Makan malam)
f. Event Leading :
Kira-kira pada jam 23.30 klien ditabrak truk dari belakang saat
mendorong gerobak baksonya di wilayah plupuh. Sehingga klien
terjatuh dan langsung tidak sadarkan diri dan dibawa ke RS
HERMINA SOLO.

4. Head to Toe (utamanya mengacu pada permasalahan yang dikeluhkan


pasien)
a. Kepala :
 Bentuk kepala : Mesochepal
 Kulit kepala : Ada lebam pada temporal dan luka terbuka
pada sub zigomantikum (D)
 Rambut : Beruban
1) Muka : Ada lebam pada temporal dan luka
pada zigomantikum.
2) Mata : Anemis
3) Palpebra : Tidak ada edema
4) Konjungtiva : Anemis
5) Sclera : Tidak ikterik
6) Pupil : Isokor midriasis
7) Diameter ka/ki : 4 mm / 4 mm
8) Reflek terhadap cahaya : Reflek Cahaya (+)
9) Penggunaan alat bantu penglihatan : Tidak
10) Hidung : Bersih, simetris, tidak ada
perdarahan
11) Mulut : Terpasang ETT
12) Gigi : Lengkap
13) Telinga : Bersih, tidak ada perdarahan
b. Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada peningkatan JVP,
tidak ada pembesaran kelenjar tyroid. Terpasar servical colar.
c. Dada
1. Paru-paru : 2. Jantung :
Inspeksi :Tidak ada jejas, Inspeksi :Tidak ada jejas, simetris
simetris ka /ki ka/ki, ictus cordis tidak
nampak
Palpasi :Tidak ada krepitasi, Palpasi : ictus cordis di ics 4 dan
tidak ada nyeri 5, ictus cordis kuat
tekan, vocal fremitus angkat
teraba
Perkusi :Sonor Perkusi : Pekak
Auskultasi :Terdengar bunyi Auskultasi :Terdengar suara lup dup
ronchi di sebelah
kiri

d. Abdomen :
1) Inspeksi : Simetris, tidak ada jejas
2) Auskultasi : Bising usus 15 x / menit
3) Perkusi : Tympani
4) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

e. Genetalia : Terpasang DC, urine 200 cc, warna kuning keruh.

f. Rektum : Bersih, tidak ada hemorhoid

g. Ekstremitas :
a. Atas : b. Bawah :
Kekuatan Otot ka/ki : 1/1: 1 Kekuatan Otot ka/ki : 1/1
ROM ka/ki : Pasif ROM ka/ki : Pasif

Capilary Refill Time ka/ki : < 2 detik Capilary Refill Time : < 2 detik
ka/ki
Perubahan bentuk tulang : tidak ada Perubahan bentuk : tidak ada
tulang

E. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA:


Keluarga pasien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang pernah
menderita penyakit keturunan maupun penyakit lainya

F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DATA PENUNJANG


Hari/Tanggal Nilai Keterangan
Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan
Jam Normal Hasil
Selasa, 8 HEMATOLOGI
September RUTIN
2020 Hemoglobin 10,8 g/dl 11,8 – 17,5 Rendah
Jam 01:40 Hematokrit 43 % 33 – 45 Normal
Leukosit 5,4 ribu/ul 4,5 –11,0 Normal
Trombosit 219 ribu/ul 150 – 450 Normal
Eritrosit 4,49 juta/ul 450 – 5,90 Rendah
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah 104 mg/dl 60 – 140 Normal
Sewaktu
Kreatinine 1,0 mg/dl 0,8 – 1,3 Normal
Ureum 42 mg/dl <50 Normal
ELEKTROLIT
Natrium Darah 143 mmol/L 132 – 146 Normal
Kalium Darah 3,5 mmol/L 3,7 – 5,4 Normal
Klorida Darah 101 mmol/L 98 – 106 Normal

- CT SCAN Kepala Kontras : SAH dilobus temporoparientalis (D),


Brain Edema
- Foto Thorak : Fraktur Posterior4-9 Posterior (D), Kontusio Pulmo
Kanan
- Servical AP dan Lat : Fraktur Kompresi VC 5 dan 6, Spondialisis,
Paracervical Muscle Spasme
G. TERAPI MEDIS
Hari/
Golongan & Fungsi &
Tanggal Jenis Terapi Dosis
Kandungan Farmakodinamik
Jam
Selasa, 8 NaCl 0,9 18 tpm Natrium Mengatur
September Klorida keseimbangan cairan
2020 tubuh

Santagesik 1gr Analgesik Mengurangi rasa


nyeri
Ranitidine 50 mg Antihistamin Mengurangi
produksi asam
lambung

Manitol 40 mg Deuretik Jenis obat deuretik


untuk mengurangi
tekanan dikepala
atau TIK

H. ANALISA DATA
Hari/ Jam/ Data Fokus Problem Etiologi
Tanggal
Selasa, 8 DS : - Ketidakefekti Hiperventi
September DO: fan Pola lasi
2020 - Saturasi oksigen 96 % Nafas (disfungsi
01.36 WIB - RR : 28x/menit neuromus
- Ada suara tambahan kular)
- Penurunan kesadaran
- Sianosis
Selasa, 8 DS:- Kerusakan Prosedur
September DO: Integritas Bedah
2020 - Terdapat luka pada sub Jaringan
01.37 WIB Zigomatikum
- Terjadi perdarahan di area luka

Selasa, 8 DS : Resiko Cedera


September Ketidakefekti Otak
2020 Keluarga pasien mengatakan , pasien fan perfusi
01.38 WIB mengalami kecelakaan saat mendorong jaringan otak
gerobak, helm terepas dan jatuh ke arah
kiri
DO :
Tanda – tanda vital
- TD :140 / 90 mmHg
- Nadi :108 x / menit
- S : 37,5
- RR : 28 x / menit
- GCS : 7,
- E = 2, V = 1, M = 4 Somnolen
- Akral teraba dingin

I. PRIORITAS MASALAH
1. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan Hiperventilasi
(00032) ditandai dengan takipneu, saturasi oksigen 96%
2. Kerusakan Integritas Jaringan berhubungan dengan prosedur bedah
(00044) ditandai dengan terdapat luka pada sub zigomatikum,
perdarahan di area luka
3. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
cedera otak (00201) ditandai dengan penurunan kesadaran
(somnolen), GCS 7

J. RENCANA INTERVENSI
Nama : Tn. J No.CM : 0145xxxx
Umur : 69 tahun Dx. Medis : COB
Hari/ Tgl/ No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Jam Dx
Selasa, 8 1 Setelah dilakukan tindakan 1)
September keperawatan selama 1x6 jam Manajemen jalan nafas
2020 diharapkan masalah (3140)
01.36 keperawatan pola nafas tidak 1) Monitor status
efektifdapat teratasi dengan pernafasan dan
kriteria hasil : oksigenasi (O)
2) Lakukan penyedotan
Status Pernafasan melalui endotrakea
( 0415) dan nasotrakea (N)
1) Suara mendengkur dari Manajemen jalan nafas
berat menjadi ringan buatan (3180)
2) Frekuensi dan irama 1) Membantu
pernafasan dalam batas pemasangan ETT (N)
normal (20-22 x/mnt,
reguler)
3) Saturasi oksigen dalam
batas normal (90-99%)
1) Tidak ada suara nafas
tambahan
Selasa, 8 2 Setelah dilakukan tindakan Menjahit luka (3620)
September keperawatan selama 1x6 jam 1) Membantu dokter
2020 diharapkan masalah anestesi untuk
01:37 WIB keperawatan kerusakan menjahit luka (N)
integritas jaringandapat Perawatan luka (3660)
teratasi dengan kriteria 1) Monitor karakteristik
hasil : luka, warna, ukuran
Integritas Jaringan Kulit& (O)
membran mukosa ( 1101 ) 2) Pertahanakan balutan
1) Perfusi jaringan dari steril ketika
cukup terganggu menjadi melakukan perawatan
sedikit terganggu luka (N)
2) Lesi pada kulit dari cukup 2)
berat menjadi sedang
3) Tidak adanya nekrosis
4)
Selasa, 8 3 Setelah dilakukan tindakan Monitor tekanan
September keperawatan selama 1x6 jam intrakranial (2590)
2020 diharapkan masalah 1) Monitor intake
01.38WIB keperawatan ketidakefektifan dan output, status
perfusi jaringan otakdapat neurologis (O)
teratasi dengan kriteria hasil 2) Letakan kepala dan
Perfusi Jaringan Serebral leher di tempat datar ,
(0406) hindari fleksi
1) Tekanan pinggang (N)
intrakranial dari 3) Periksa pasien terkait
berat menjadi adanya gejala kaku
sedang (1-3) kuduk (N)
2) Tekanan darah sistolik 4) Berikan informasi
dalam batas normal (120- kepada keluarga
130) mengenai kondisi
3) Tekanan darah diastolic pasien (E)
dalam batas normal (80- Kolaborasikan
100) pemberian antibiotic
Penurunan tingkat (C)
kesadaran dari berat ke
sedang

K. IMPLEMENTASI
Nama : Tn. J No.CM : 0145xxxx
Umur : 69 tahun Dx. Medis : COB
Hari/Tanggal No.
Implementasi Respon Klien Ttd
Jam Dx
S: -
O:
- Cairan NaCl masuk
Selasa, 8 lewat IV 2 jalur
September Memonitor intake dan - Terpasang DC
3
2020 output ukuran 16
01.36 WIB - Cairan masuk 500
ml
- Cairan keluar 180
ml
S: -
O:
Memposisikan pasien pada
- Terpasang
01.38 1,3 tempat yang datar , untuk
Neckollar
mencegah fraktur
- Posisi pasien pada
tempat yang datar
S: -
O:
- Pasien terpasang
01.40 1,3 Memonitor O2
oksigen NRM 10
LPM
- SPO2= 98%
S: -
O: -
Memonitor status - pasien mengalami
01.45 2,3
neurologis penurunan
kesadaran

S: -
Memposisikan klien untuk
01.50 O:
1,3 memaksimalkan ventilasi
- Posisi tubuh pasien
lurus
S: -
Melakukan penyedotan
O:
melalui endotrakea dan
01.55 1,3 - Dilakukan sucion
nasotrakea
untul melancarkan
jalan nafas
02.00 1 Memposisikan untuk S: -
meringankan sesak nafas O:
- Posisi semi flower
S: -
Memonitor status O:
02.05 1 pernafasan dan oksigen - SPO2 : 98 %
setelah memakai
oksigen NRM
S:-
02.10 Memonitor karakteristik O: Terdapat luka pada
2
luka wajahh tepatnya dibawah
mata
S: -
Mengenali tanda gejala
O:
02.15 2 infeksi
- Tidak ada tanda
gejala infeksi
S:-
Mengganti balutan sesuai O:
02.20 2
jumlah eksudat - Balutan sudah
diganti

L. EVALUASI
Nama : Tn. J No.CM : 0145xxxx
Umur : 69 tahun Dx. Medis : COB
Hari/ No.Dx Evaluasi TTD
tanggal/
Jam
Selasa, 8 1 S:-
September O:
- Saturasi oksigen 98 %
2020
- Ada suara tambahan
02.30 WIB - Penurunan kesadaran
- Sianosis
A: Masalah keperawatan pola nafas tidak efektif
belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Manajemen jalan nafas (3140)

2 S:-
O:
- Terdapat luka pada pipi di sub
zigomantikum (D)
- Terjadi perdarahan di area luka
A: Masalah keperawatan kerusakan integritas
jaringan belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Perawatan Luka (3660)

3 S : Keluarga Pasien mengatakan , pasien


mengalami kecelakaan, helm terepas dan jatuh ke
arah kiri
O:
- Tanda – tanda vital
- TD :140 / 90 mmHg
- Nadi :98 x / menit
- S : 37,5 ℃
- RR : 26 x / menit
- GCS : 7,
- E = 2, V = 1, M = 4
- Somnolen
- Akral dingin
A: Masalah keperawatan ketidakefektifan perfusi
jaringn otak belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi
- Monitor Tekanan Intra Kranial (2590)
BAB IV
PEMBAHASAN

Asuhan Keperawatan tentang Cedera Otak Berat di IGD Rs Hermina Solo


dimana penanganan gawat darurat yang telah dilaksanakan perawat di IGD
adalah mengkaji kondisi pasien dengan dengan prinsip ABC (Airway,
Breathing and Circulation) dan memperhatikan tingkat kesadaran pasien
dengan cara menghitung GCS (Glasgow Coma Scale) dan tanda – tanda vital
serta keluhan utama. Sedangkan tindakan yang diberikan adalah
memposisikan semi fowler dan pemberian terapi O2 NRM sebanyak 12-15
liter / menit, hal ini dikarenakan pasien mengalami sesak nafas. Dari
pengkajian yang sudah dilakukan baik dari anamnesa, pemeriksaan fisik,
didapatkan diagnosa keperawatan menurut Nanda yang muncul pada asuhan
keperawatan pada Ny. J.
Diagnosa keperawatan yang pertama pola napas tidak efektif berhubungan
dengan hiperventilasi. Penulis mengangkat diagnosa tersebut dengan ciri
utama yaitu respiratory rate 28x/menit, napas pendek dan cepat, irama napas
tidak teratur, serta terdapat penggunaan otot bantu pernapasan. Hal ini terjadi
karena adanya mekanisme pemenuhan kebutuhan oksigen yang meningkat
dan menyebabkan hiperventilasi. Diagnosa keperawatan gangguan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah ke serebral.
Penulis mengangkat diagnosa tersebut dengan ciri utama pasien mengalami
penurunan kesadaran, peningkatan tekanan darah, terjadi hematom dikepala..
Intervensi yang disusun dari semua diagnosa sudah sesuai dengan tinjauan
pustaka NIC dan NOC (Wilkinson, 2015). Tindakan keperawatan yang
diberikan lainnya yakni membersihkan luka – luka yang terdapat pada kepala
dan mengobservasinya, selain itu dilakukan pemeriksaan penunjang kepada
pasien yakni pemeriksaan rontgen untuk mengetahui ada tidaknya patah
tulang/ fraktur. Adapun implementasi keperawatan terakhir memberikan obat
– obatan yang bertujuan menurunkan tekanan intracranial yang diakibatkan
dari otak kepala itu sendiri.
Berdasarkan teori yang ada, Menurut Burdenko Neurosurgical Institute
Guideline (2016) menyatakan bahwa penanganan gawat darurat pada pasien
cedera otak adalah pertama, memprioritaskan kondisi jalan nafas, pernafasan
dan sirkulasi udara dibanding luka – luka lainnya. Kedua, memeriksa luka –
luka yang ada terutama luka pada kepala dengan segala resiko yang ada,
termasuk dilakukan CT Scan, ketiga. Dilakukan pemeriksaan kesadaran
dengan GCS untuk mengetahui kondisi berat ringan cedera kepalanya.
Adapun teori lainnya ialah setiap pasien yang mengalami cedera kepala harus
dilakukan penilaian GCS untuk mengetahui tingkat kesadaran dan
penanganan selanjutnya, termasuk melakukan CT scan atau rontgen untuk
mengetahui adanya kelainan pada kepala pasien (otak) dan fisik pasien,
seperti resiko adanya cedera tulang (Scottish, 2009). Sehingga intervensi yang
diberikan perawat di IGD Rs Hermina Solo terhadap pasien COB sudah
sesuai dengan teori yang ada. Selain itu, menurut Continuing Medical
Education, FKUI (2012), menyatakan bahwa tindakan untuk Cedera otak
yaitu Terapi non-operatif pada pasien cedera kranioserebral ditujukan untuk :
1. Mengontrol fisiologi dan substrat sel otak serta mencegah kemungkinan
terjadinya tekanan tinggi intrakranial
2. Mencegah dan mengobati edema otak (cara hiperosmolar, diuretik)
3. Minimalisasi kerusakan sekunder
4. Mengobati simptom akibat trauma otak
5. Mencegah dan mengobati komplikasi trauma otak, misal kejang, infeksi
(antikonvulsan dan antibiotik)
Terapi operatif terutama diindikasikan untuk
kasus:
1. Cedera kranioserebral tertutup
• Fraktur impresi (depressed fracture)
• Perdarahan epidural (hematoma epidural /EDH) dengan volume perdarahan
lebih dari 30mL/44mL dan/atau pergeseran garis tengah lebih dari 3 mm serta
ada perburukan kondisi pasien
• Perdarahan subdural (hematoma subdural/ SDH) dengan pendorongan garis
tengah lebih dari 3 mm atau kompresi/ obliterasi sisterna basalis
• Perdarahan intraserebral besar yang menyebabkan progresivitas kelainan
neurologic atau herniasi
2. Pada cedera kranioserebral terbuka
• Perlukaan kranioserebral dengan ditemukannya luka kulit, fraktur multipel,
dura yang robek disertai laserasi otak
• Liquorrhea yang tidak berhenti lebih dari 14 hari
• Pneumoencephali
• Corpus alienum
• Luka tembak
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan defenisi cedera otak diatas maka penulis dapat menarik suatu
kesimpulan bahwa kerusakan akibat perdarahan atau pembengkakan otak
sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan
intra kranial.

B. SARAN
Untuk memudahkan pemberian tindakan keperawatan dalam
keadaan darurat secara cepat dan tepat, mungkin perlu dilakukan prosedur
tetap yang dapat digunakan setiap hari. Bila memungkinkan, sangat tepat
apabila pada setiap unit keperawatan di lengkapi dengan buku-buku yang
di perlukan baik untuk perawat maupun untuk klien.
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mutaqqin. (2010). Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem persyarafan. Jakarta : Salemba medika.

Batticaca Fransisca, C. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan


Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Burdenko Neurosurgical Institute. (2016). Guidelines for the Diagnosis and


Treatment of Severe Traumatic Brain Injury. Part 2. Intensive Care and
Neuromonitoring. Russia

Brunner & Suddarth. (2012). Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC

Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher, dan Joanne M. Dochteman, ed. (2015).
Nursing Intervention Classification (NIC). St. Louis: Mosby Elsevier

Carpenito, Lynda Juall. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.


Jakarta : EGC

Herdman, T. Heather, ed. (2015). NANDA International, Diagnosis Keperawatan:


Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC

Johnson, M., et all. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Kasuari. 2016. Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler
Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang. Poltekes Semarang PSIK
Magelang

Long Barbara C. (2012). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan

Mansjoer, A dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media


Aesculapius
Price Sylvia Anderson. (2011). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan


Medikal BedahBrunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Soertidewi. Lyna (2012). Penatalaksanaan Kedaruratan Cedera Kranioserebral.


FKUI. RS Cipto Mangunkusumo.

You might also like