You are on page 1of 24

Jurnal SCALE p-ISSN : 2338 -7912, e-ISSN: 2620-7559

Volume 6 No. 2, Februari 2019

RUMAH ADAT BATAK TOBA DAN ORNAMENNYA


DESA JANGGA DOLOK, KABUPATEN TOBA –
SAMOSIR
Uras Siahaan
Staf Pengajar Program Studi Arsitektur Universitas Kristen Indonesia
urassiahaan@yahoo.com

Abstract
In Indonesia there are various ethnic groups with very diverse and rich customs.
On average each ethnic group has their own Traditional House, which is different from
each other. This attracted the attention of writers, to examine the types and types of
Toba Batak Traditional Houses and their ornaments. The first opportunity to examine
Batak Traditional Houses was obtained in 1985, where I could enjoy the beauty of the
traditional Toba Batak houses and record them, as material for further research later.
The development of Batak Traditional Houses and Settlements shows that the
attention of the Batak people and their Regional Governments to the rich cultural
heritage of the Batak people through their traditional houses has not received serious
attention. In 2016 there was an opportunity to review the condition of tourism in Tapanuli,
along with the existence of traditional houses. The opportunity occurred through the
disaster in the village of Jangga Dolok, where 5 traditional houses once burned on New
Year's Eve 2015 to 2016
This paper is intended to provide an overview of settlements and traditional Toba
Batak houses, rebuilding a traditional house and the types of ornaments in their
traditional houses. In addition, there are also ways to prevent and prevent fire hazards
for types of houses such as Batak Traditional Houses.

Keywords: Traditional Houses, Toba Bataks and Ornaments.

ABSTRAK
Di Indonesia terdapat berbagai suku bangsa dengan adat istiadat yang sangat
beragam dan kaya. Rata-rata setiap suku bangsa memiliki Rumah Adat masing-masing,
yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini menarik perhatian penulisa, untuk meneliti tipe
dan jenis Rumah Adat Batak Toba beserta ornamennya. Kesempatan pertama meneliti
Rumah Adat Batak diperoleh pada tahun 1985, di mana saya bisa menikmati keindahan
rumah-rumah adat Batak Toba secara langsung dan mencatatnya, sebagai bahan
penelitian lanjutan nanti.
Perkembangan Rumah Adat Batak dan Permukimannya memperlihatkan, bahwa
perhatian masyarakat Batak dan Pemerintah Daerahnya terhadap kekayaan warisan
budaya yang dimiliki masyarakat Batak melalui rumah-rumah adatnya tidak
mendapatkan perhatian serius. Pada tahun 2016 diperoleh kesempatan untuk meninjau
kembali kondisi pariwisata di Tapanuli, beserta keberadaan rumah-rumah adatnya.
Kesempatan itu terjadi melalui musibah di Desa Jangga Dolok, di mana 5 Rumah
Adatnya sekali gus terbakar di malam tahun baru 2015 ke 2016.
Tulisan ini ditujukan untuk memberikan tinjauan tentang Permukiman beserta
Rumah Adat Batak Toba, pembangunan kembali sebuah Rumah Adat dan tipe-tipe
ornament pada rumah adatnya. Selain itu juga cara penanggulangan dan pencegahan
bahaya kebakaran untuk jenis rumah seperti Rumah Adat Batak.

Kata Kunci: Rumah Adat, Batak Toba dan Ornamen.

94
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rumah Adat Batak Toba, mempunyai kekhasan, yaitu tidak memiliki kuda-kuda
seperti rumah Joglo di Jawa Tengah, atau Rumah Panjang di Kalimantan. Sistem ikat
digunakan dalam struktur Rumah Adat Batak, yang mengingatkan kita seperti struktur
layar di sampan. Sebab itu, sebagian orang Batak mempercayai, Bangsa Batak sampai
di Pulau Sumatra dengan kapal layar. Rumah Adat Batak merupakan Rumah Panggung,
dengan tiang-tiang pendukung yang tidak ditanamkan maupun diikat ke dalam tanah,
melainkan diletakkan di atas batu bundar. Dengan cara ini, kestabilan rumah terjamin
dari gempa bumi karena kekakuang struktur bangunan dan atapnya yang kaku dan tidak
terpengaruh oleh gempa bumi yang sering terjadi di pulau Sumatra.
Keunikan lainnya dari Rumah Adat Batak terletak pada seni ukir di badan rumah,
sampai kadang-kadang dapat dijumpai di interior bangunan. Seni ukir di Tanah Batak
punya kekhasan, bisa ditemui di rumah adatnya dan juga dalam seni patung untuk
benda-benda ritual keagamaan dan tiang-tiang gapura di pintu masuk Desa. Selain itu
juga, suku Batak mengenal aksara Batak, kalender Batak dan buku dari kulit kambing,
yang sering berisi tentang cara pengobatan di Tanah Batak.
Kemusnahan rumah adat Batak Toba, seperti dialami oleh daerah-daerah lainnya
di Indonesia, sudah di depan mata. Dalam jangka waktu sehari, 2 Rumah Adat Batak
Simelungun hancur karena disambar petir, lapuk dan dimakan rayap. Hal ini sudah
terlihat pada kunjungan ke Sumatera Utara di tahun 1985. Kehancuran rumah-rumah
adat ini terjadi, karena mahalnya biaya renovasi untuk rumah kayu yang begitu megah
dan kokoh.
Untuk maksud pelestarian rumah adat, menimbulkan rasa cinta pada nilai budaya
lokal Tanah Batak, penelitian tentang rumah adat ini telah dilakukan, dimulai dengan
Penelitian Rumah Adat Batak Desa Jangga Dolok, Sumatera Utara. Untuk maksud
tersbeut, telah dilakukan kunjungan 4 kali ke desa tersebut dan wilayah sekitar Danau
Toba dan pulau Samosir.

1.2 Rumusan Permasalahan


Tulisan ini dibuat dari hasil Penelitian tentang Pengembangan Permukiman
Tradisional Batak Toba, Kasus Studi: Desa Jangga Dolok, Kabupaten Toba –
Samosir, yang dilatarbelakangi musibah kebakaran di Desa tersebut di penghujung
tahun 2015, yang berakibat hancurnya 5 rumah adat “Gorga” desa tersebut. Beberapa
kebakaran sejenis juga terjadi di desa-desa adat Indonesia lainnya, yang terutama
terjadi karena kelalaian, kurang pemeliharaan dan pengetahuan, dan kurang kepedulian
pemerintah setempat dan pusat dalam membina desa-desa adat tersebut.
Beberapa permasalahan utama yang ditemui melalui penelitian tersebut antara lain:
1. Kurangnya minat penduduk untuk memiliki dan memelihara Rumah Adat, karena
kurang nyaman, berat dan mahalnya biaya perawatan dan renovasi bangunan
Rumah Adat.
2. Minimnya kesadaran Pemerintah Daerah tentang tingginya nilai budaya dari
Rumah-rumah Adat yang ada, dan sangat minim biaya pemeliharaan dan
pelestarian Rumah Adat
3. Sangat minim data tentang keberadaan dan jumlah rumah adat yang masih ada di
daerah Toba Utara (juga hal yang sama ditemui di daerah-daerah lainnya di
Indonseia)
4. Minim usaha pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran
5. Masalah Penyediaan sumber tenaga listrik untuk menjalankan pompa pemadam
kebakaran

95
2. PEMBAHASAN
2.1 Rumah Bolon, Sopo dan Ornamennya
Berbagai jenis Rumah Adat Batak Toba masih bisa ditemui di sekitar Danau
Toba. Sayangnya rumah adat berukuran besar “Rumah Bolon” semakin sedikit.
Kemiskinan, ketidakpedulian Pemerintah Daerah Tapanuli Utara telah turut mendorong
kemusnahan dan perubahan struktur dan disain Rumah-rumah adat di daerah ini. Ada 6
jenis Rumah Bolon berdasarkan wilayahnya (6 sub suku), yaitu antara lain Batak Toba,
Simalungun, Karo, Mandailing, Pakpak, dan Angkola. Dengan demikian, Rumah Bolon
yang ada juga sesuai dengan sub suku yang ada tersebut, dengan ciri khasnya masing-
masing.
Pada zaman dahulu, Rumah Bolon adalah tempat kediaman 13 Raja di Sumatera
Utara. 13 Raja tersebut adalah Raja Ranjinman, Raja Nagaraja, Raja Batiran, Raja
Bakkaraja, Raja Baringin, Raja Bonabatu, Raja Rajaulan, Raja Atian, Raja Hormabulan,
Raja Raondop, Raja Rahalim, Raja Karel Tanjung, dan Raja Mogam. Bentuk rumah
Bolon umumnya sama, perbedaan terutama pada dekorasi dan jenis ornamen yang
digunakan. Rumah Bolon berdiri di atas tiang penyangga setinggi 1,75 meter. Rumah
Bolon mempunyai pintu masuk dari kolong rumah, terutama Rumah Bolon untuk para
bangsawan. Anak tangga selalu berjumlah ganjil. Rumah biasa mempunyai pintu frontal
dari depan, anak tangganya bisa berjumlah ganjil atau genap, tergantung kedudukan
penghuninya di masyarakat. Rumah bolon umumnya dihuni oleh lima sampai enam
keluarga langsung dari pemilik rumah, atau anak-anak yang sudah berkeluarga.

2.2 Gorga dan Ornamen Rumah Adat Batak Toba


Hiasan ukiran rumah dapat ditemui dari luar hingga ke dalam. Banyak hiasan
ukiran khas Batak dapat ditemui di rumah2 tersebut, yang mempunyai makna sebagai
penolak bala (bahaya, penyakit, dan lainnya). Ornamen ini sering disebut dengan Gorga.
Warna ukiran umumnya dominan merah, putih dan hitam. Kecuali tiang penyangga, atap
dan lantai rumah, semua dinding luar dapat diukir dan diwarnai. Simbol ukiran yang
penting adalah cicak, ular, atau kerbau, yang mempunyai makna tertentu. Gorga cicak
punya arti bertahan hidup dan rasa persaudaraan yang kuat dan tidak terputus,
sedangkan bentuk ornamen ular dikaitkan dengan kepercayaan, bahwa rumah yang
dimasuki oleh ular menandakan bahwa penghuninya akan mendapatkan berkah yang
berlimpah. Gorga dan bentuk kepala kerbau mempunyai makna ucapan terima kasih
atas kerja keras kerbau yang telah membantu manusia dalam mengerjakan ladang
pertanian.

2.3 Keindahan Rumah Bolon


Rumah bolon, atau sering disebut "Si Baganding Tua”. Keindahannya terletak
pada atapnya yang lancip di bagian depan dan belakang. Bagian depan dibuat lebih
panjang dan tinggi dari pada bagian belakang, dengan kepercayaan akan mendoakan
keturunan pemilik rumah tersebut akan lebih sukses dari yang sekarang (Penulis: Zommi
Hanna, Editor: Iveta Rahmalia, Kompas gramedia, 22 Agustus 2017).
2 tipe Rumah Adat Batak yang dikenal, yaitu ruma (tempat tinggal)
dan sopo (lumbung padi). Keduanya saling berhadapan di depan pelataran luas yang
berfungsi sebagai ruang kegiatan warganya. Rumah adat ini berbentuk empat persegi
panjang, dengan ruang luas tanpa sekat. Atapnya berbentuk segitiga tanpa kuda2, atap
penutup ditopang oleh bidang dari bambo yang ditarik ke tiap pinggiran atap di sisi
kanan bawah atap. Bagian luar depan dan samping rumah diukir dan dicat tiga warna
yaitu merah-hitam-putih. Ukiran tersebut nyatanya penuh makna simbolik yang
menampilkan pandangan kosmologis dan filosofis budaya Batak. Di sebelah kiri dan
kanan papan utama rumah ada ukiran payudara sebagai lambang kesuburan (odap-
odap) dilengkapi ukiran cicak sebagai lambang penjaga dan pelindung
rumah (boraspati). Tali-tali pengikat dinding miring (tali ret-ret) terbuat dari ijuk atau rotan
96
yang membentuk pola seperti cicak berkepala 2 saling bertolak belakang. Cicak itu
dikiaskan sebagai penjaga rumah dan 2 kepala saling bertolak belakang melambangkan
penghuni rumah mempunyai peranan yang sama dan saling menghormati. Di
masyarakat Batak dikenal adanya banua ginjang (dunia atas), banua tonga (dunia
tengah / bumi), dan banua toru (dunia bawah atau dunia makhluk halus).
Penataan perkampungan suku Batak Toba mengikuti pola berbanjar dua saling
berhadapan berporos ke arah utara selatan dan membentuk perkampungan yang
disebut lumban atau huta. Perkampungan tersebut memiliki 2 pintu gerbang (bahal) di
sisi utara dan selatannya. Sekeliling lingkungan di pagari tembok setinggi 2 meter
berbahan tanah liat dan batu. Selain itu, di setiap sudutnya. Perkampungan asli suku
Batak dulunya menyerupai benteng. Sebutan untuk rumah Batak disesuaikan dengan
hiasannya. Rumah adat dengan beragam hiasan yang indah yang rumit dinamakan
disebut ruma gorga sari munggu atau jabu. Sementara rumah adat yang tidak memiliki
ukiran dinamakan jabu ereng atau jabu batara siang. Ruma gorga yang berukuran besar
dinamakan ruma bolon. Selain sebagai tempat tinggal dahulu ruma bolon juga berfungsi
sebagai tempat penyelenggaraan upacara adat religius. Ruma gorga berukuran kecil
disebut jabu parbale-balean. Selain itu ada ma parsantian, yaitu rumah adat yang
menjadi hak seorang anak bungsu.
Keberadaan ruma bolon disaingi oleh rumah kota, karena sulitnya dan mahalnya
pembangunannyat. Rumah-rumah adat yang masih eksis membuat lokasinya
mempunyai daya tarik yang tinggi. Desa-desa yang masih bisa membanggakan rumah-
rumah adatnya antara lain adalah: Kabupaten Tapanuli Utara di Desa Tomok, Desa
Ambarita, Desa Silaen, dan Desa Lumban Nabolon Parbagasan.

Gambar 1. Barry Kusuma Desa Gambar 2. Barry Siallagan di Pulau


Suhi Suhi, KUSUMA Kampung di Samosir, Sumatera Utara.
Pulau Samosir Sumatera Utara.

Gambar 3.
Kompas.com / Fitri
Prawitasari Pengunjung
Menari Tor-Tor di Museum
Hutabolon Simanindo,
Kabupaten Samosir,
Sumatera Utara
Editori Made Asdhiana
(Sumber:
http://222.indonesia.
travel/”\t”_blank”)

97
2.4 Struktur dan Fungsi Rumah Bolon
Rumah Bolon adalah rumah panggung, dibangun hampir 100% dari bahan
bangunan yang terdapat di lokasi. Tiang penopang lokasi tinggal yang tingginya selama
1,75 meter dari permukaan tanah diciptakan dari gelondongan kayu berdiameter >40
cm, dinding dan lantai dari papan kayu, sedangkan atap dari bahan ijuk, dan belakangan
ini dari seng. Ikatan struktur bangunan bukan dari paku, melainkan dari tali ijuk.
Bangunan Rumah Adat di Tapanuli tidak mengenal paku, sekrup, handle pintu dan
kunci-kunci dari logam.

Fungsi
Cara pembagian ruang, seperti berikut ini:
1. Ruang jabu bona: ruang khusus kepala
keluarga, terletak di belakang sudut kanan
rumah
2. Ruang jabu soding: ruang khusus untuk anak
perempuan, istri tamu dan juga ruang upacara
adat, terletak di sisi kiri belakang berhadapan
dengan jabu bong.
3. Ruang jabu suhat: ruang khusus untuk anak laki
tertua yang sudah menikah, tetletak di sudut kiri
depan.
4. Ruang tampar piring: ruang untuk menyambut
tamu, terletak di sebelah jabu suhat.
5. Ruang jabu tonga-tonga ni Jabu Bona: ruang
keluarga ber ukuran sangat besar, khusus untuk
keluarga besar, terletak di tengah rumah.
6. Kolong rumah: dipakai sebagai tempat
penyimpanan peralatan pertanian dan kandang
ternak.
Gambar 4. Denah Sopo
(Sumber: Perpustakaan Nasional)
Pembagian ruang tersebut tidak mengenal sekat-sekat fisik, tetapi dipisahkan
secara adat, yang mengatur pemakaian, membatasinya dan dipahami oleh semua tamu
yang datang ke rumah tersebut. Rumah Bolon selalu dihiasi ukiran dan gambar-gambar
yang memperlihatkan kejadian yang terjadi di kampong tersebut.

Sopo (Wikipedia)

Model sopo dari Batak Toba. Hiasan


"Mythologi Singa " di atasnya memberikan
penampilan seperti hewan kerbau.
Gambar 5. awal sopo abad ke-20. Gambar 6. Ukuran Sopo yang sebenarnya
(Sumber: Wikipedia) (Sumber: Wikipedia)

98
Bentuk Sopo mirip dengan Rumah Bolon, tanpa dinding, lebih kecil dan tingkat
kesulitan lebih rendah dibanding Rumah Bolon. Bagian atas Sopo, di bawah atap,
dipakai sebagai gudang untuk menyimpan bahan pangan (beras / eme), benda-benda
berharga, piala dll. Setiap Rumah Bolon harus memiliki sebuah Sopo, tempat
menyimpan hasil bumi. Bagian bawah atap Sopo biasa dipakai untuk menyimpan
perlatan perang, benda-benda ritual sihir, seperti “Pustaha” atau “Tunggal Panaluan”.
Bagian panggung bangunan juga biasa dipakai sebagai tempat istirahat laki-laki. Pada
pertengahan abad 20, beberapa sopo lama berubah fungsi menjadi rumah tempat
tinggal, dengan membuat dinding pelindung di sekeliling sopo. Bagian tengah, di atas
panggung, biasa digunakan sebagai tempat pertemuan, menenun, ataupun kegiatan-
kegiatan sosial lainnya, sebab itu sifat bangunan ini terbuka.

Arsitektur dan Fungsi


Orientasi Sopo dan Rumah Bolon Utara-Selatan. Ukuran Sopo tergantung pada
jumlah tiangnya. Sopo empat tiang disebut sebagai sopo siopat, sopo enam tiang
dikenal sebagai sopo sionom, sopo delapan tiang adalah sopo siualu sementara sopo
dua belas tiang disebut sopo bolon ("great sopo"). Setiap desa memiliki satu sopo bolon,
terletak di tengah alun-alun dan di seberang dari rumah kepala Desa. Beberapa Sopo
Bolon masih bisa dilihat di desa Lumban Nabolon, Tapanuli Utara. Sopo ini berfungsi
sebagai ruang pertemuan, dan lotengnya tetap sebagai gudang penyimpanan.
Penyangga lantai gudang ditutup oleh lempengan piringan, disebut “Galapang”, dengan
diameter 1-1,5 m, tebal mencapai 25 cm, untuk menghindari tikus naik.
Tiang-tiang utama sopo diletakkan di atas batu besar, batu ojahan dengan
diameter 40 cm (16 in) dan mengecil ke bawah, diameter 20 cm (7,9 in). Tiang-tiang
utama ini didukung oleh tiang-tiang kecil (tiang-tiang pembantu). Semua tiang dibatasi
oleh jangkar rel yang diatur dalam empat tingkat yang sempit. Masing-masing tingkatan
jangkar dinamai (dari bawah ke atas): balok ransang, balok galapang, sumban dan
gulang-gulang. Tidak seperti sopo, rumah adat memiliki tiga lapisan jangkar bukan
empat.
Perbedaan Rumah Adat Batak Toba (ruma) dan sopo terletak pada sistem
ruang dan bentuk tiangnya. Tiang-tiang utama rumah bolon dibangun seperti pohon
mengecil dari bawah ke atas. Hal yang sebaliknya terlihat di sopo, tiang-tiang utama
membesar ke atas. Dinding Rumah Batak Toba dibuat melebar di bagian atas, dengan
tujuan supaya orang di dalam rumah dapat dengan mudah melihat ke bawah dan ke
arah jalan. Sopo yang lebih besar memiliki pagar dari papan kayu, sebaliknya sopo
sederhana tidak punya pagar.
Rumah Batak Toba secara simbolik dianggap sebagai ranah perempuan dan
sopo dianggap sebagai ranah laki-laki, sehingga muncul ungkapan Batak Toba: Ruma
jabu ni boru, Sopo jabu ni baoa, yang berarti "Ruma (rumah) tempat tinggal wanita, Sopo
tempat tinggal pria". Ruma juga dikatakan melambangkan kerbau betina, sedangkan
sopo kerbau jantan, mungkin mengacu pada bentuk bubungan atap yang menyerupai
bagian belakang kerbau.
Sopo sangat penting, lebih suci dibandingkan dengan rumah, sehingga mereka
diperlakukan berbeda. Misalnya, sopo selalu dibangun di tanah yang lebih tinggi dari
rumah. Dalam masyarakat Batak Toba, rumah utama diwariskan kepada putra bungsu
(karena ia dianggap sebagai orang yang akan merawat orang tuanya di usia tua),
sementara putra tertua mewarisi sopo. Jika ada lebih dari dua putra dalam keluarga,
putra bungsu akan menerima ruang utama rumah (jabu bona), sedangkan yang tertua
menerima sopo.

99
Jenis-jenis Rumah Batak
Ciri khas dari lokasi Rumah Bolon Batak antara lain:
1. Memiliki atap yang tinggi dengan seperti pelana kuda dan sudut atap yang
sempit
2. Dinding rendah, atap tidak dilengkapi dengan plafon.
3. Di atas dinding Rumah Bolon Simelungun dilengkapi dengan anyaman-
anyaman untuk mempercantik rumah.
4. Di atas pintu depan ada gorga atau lukisan hewan seperti cicak dan kerbau
dengan warna merah, hitam, dan putih.

Gambar 7&8. Rumah Bolon (Sumatera Utara), Toba dan Simelungun


Sumber: Wikipedia

Pertama: Rumah Bolon Toba dibagi kedalam 2 bagian, yaitu Rumah Bolon dan
Ruma Jabu. Rumah Bolon Toba yang dalam ukuran besar, umumnya dimiliki oleh
keluarga yang mampu, bisa menampung lima sampai enam keluarga. Rumah Jabu
lebih sederhana, hanya untuk satu keluarga, tidak memiliki hiasan-hiasan maupun
ukiran-ukiran dan ukuran yang lebih kecil dari Rumah Bolon.
Kedua: Rumah adat Simalungun atau Rumah Bolon Simalungun, mirip dengan
Rumah Bolon Toba, baik dari segi bentuk, arsitektur, nama, dan juga ornamen-
ornamen hiasannya. Ciri khas utamanya terdapat di bagian bawah atau kaki bangunan,
selalu berupa susunan kayu yang masih bulat-bulat atau gelondongan. Kayu-kayu
tersebut menyilang dari sudut ke sudut. Ciri khas lainnya adalah bentuk atap di mana
pada anjungan diberi limasan berbentuk kepala kerbau lengkap dengan tanduknya.
Ketiga: Rumah Bolon Karo, disebut juga sebagai Siwaluh Jabu, panjangnya
bisa mencapai 13 meter dengan lebar mencapai 10 meter. Rumah ini biasanya
ditempati oleh empat hingga delapan keluarga, jumlah keluarga harus selalu genap.
Salah satu keunikannya yaitu atap rumah dibangun bertingkat-tingkat cukup tinggi dan
mampu bertahan hingga usia ratusan tahun.
Keempat: Rumah Bolon Mandailing, disebut sebagai Bagas Godang sebagai
kediaman para raja. Terletak di sebuah komplek yang sangat luas dan selalu
didampingi dengan Sopo Godang sebagai balai sidang adat. Bangunannya
mempergunakan tiang-tiang besar yang berjumlah ganjil, sebagaimana juga jumlah
anak tangganya.
Kelima: Rumah Bolon Pakpak. Ciri khas Rumah Adat Pakpak terletak pada
bagian atapnya yang melengkung. Mempunyai satu bagian atap kecil dibagian paling
atas. Sayangnya rumah adat ini kini semakin sulit ditemui karena kurang dilestarikan.
Bentuk bangunan yang masih utuh bisa ditemukan di Sidikalang, Dairi, dan Pakpak
Barat.
Keenam: Rumah Bolon Angkola. Dikenal juga sebagai Bagas Godang.

100
2.5 Permukiman di Desa-desa di Kabupaten Tobasa
2.5.1 Desa-Desa di Kabupaten Toba Samosir
Menurut Pemda Sumatera Utara, ada sekitar 4000 Rumah Adat di seluruh
Tobasa dengan desain yang unik dan khas bangunan berbentuk panggung dengan tiang
pancang yang kokoh, desain ukuran dan ornamen khas warna merah hitam dan putih.
4000 rumah tersebut tersebar di beberapa desa seperti:
Dusun Talak Batu (DL Sitorus)

Gambar 9. Area Dusun Talak Batu milik DL Sitorus (koleksi pribadi) Huta Gompar Jonggara
(Sumber: Foto Pribadi)

Gambar 10. Area Desa Adat Gompar Jonggara


(Sumber: Foto pribadi)

Huta Pasar dan Huta Tanding

Gambar 11. Area Desa Adat Pasar dan Tanding


(Sumber: Foto pribadi)

101
Huta Lumban Lintong

Gambar 11. Area Desa Adat Pasar dan Tanding Lumban Lintong
(Sumber: Foto pribadi)
Huta Lumban Sinurat

Gambar 12. Area Desa Adat Lumban Sinurat


(Sumber: Foto pribadi)
Huta Narumonda 3

Gambar 13. Area Desa Narumonda 3


(Sumber: Foto pribadi)
Huta Parparean 3 Janji Maria

Gambar 14. Area Desa Adat Parparean 3 Janji Maria


(Sumber: Foto pribadi)

102
Ruma Parsaktian Datu Parulas

Gambar 15: Area Desa Adat Parsaktian Datu Parulas


(Sumber: Foto pribadi)
Sait Ni Huta

Gambar 16. Area Desa Adat Sait Ni Huta


(Sumber: Foto pribadi)
Huta Talak Batu

Gambar 17. Area Desa Adat Talak Batu


(Sumber: Foto pribadi)

2.6 Struktur Bangunan Rumah Adat Batak Toba


Lantai dan dinding rumah Bolon terbuat dari papan, atap terbuat dari ijuk atau seng
(sekarang). Bagian dalam rumah Bolon tidak terbagi-bagi atas kamar, terdiri atas tiga
bagian yaitu jabu bona (keluarga kepala rumah) atau ruangan belakang di sudut sebelah
kanan, ruangan jabu soding (untuk anak perempuan dan tempat para istri tamu pada saat
upacara adat) yang berada di sudut sebelah kiri yang berhadapan dengan jabu bona,
ruangan jabu suhat yang berada di sudut kiri depan, ruangan tampar piring (ruang
tamu)yang berada di sebelah jabu suhat (anak lelaki tertua yang telah menikah), dan
ruangan Jabu Tongatonga ni Jabu Bona (khusus bagi keluarga besar). Ruangan jabu
bona dikhususkan bagi kepala rumah. Rumah Bolon yang asli terbuat dari kayu, yang tidak
mengenal paku, hanya menggunakan tali untuk pengikat tiang-tiang dana tap rumah. Pada
bagian muka dan samping badan rumah Bolon terdapat berbagai ukiran maupun gambar
yang memiliki makna sesuai dengan kehidupan masyarakat Batak.
103
Gambar 18: Tampak dan Potongan Sopo dan Rumah Bolon
(Sumber: Perpustakaan Nasional)

Gambar 19: Potongan Rumah Bolon dan Sistem Galapang dari Sopo
(Sumber: Perpustakaan Nasional)

Gambar 20: Denah Jabu dan Perlatan Tukang


(Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional)

104
2.7 Desa Jangga Dolok, Kec. Lumban Julu, Kab. Tobasa
2.7.1 Peta Situasi Desa Jangga Dolok
Peta Udara Kabupaten Tapanuli Utara Peta Udara Desa Jangga Dolok

Gambar 21: Foto bentuk pola Desa Jangga Bentuk pola Desa Jangga Dolok: Jalan raya
Dolok yang menjadi akses kendaraan maupun
(Sumber: Google maps) manusia mem-belah membagi antara fungsi
ruang dan bangunan yang beraneka ragam
seperti pemukiman, area bercocok
tanam,fasilitas umum dll

Gambar 22: Kondisi Jangga Dolok Sebelum dan Setelah Kebakaran


(Sumber: Koleksi Pribadi dan Wikipedia)

2.7.2 Pembangunan Kembali

Gambar 23: Pembangunan kembali Rumah Adat Jangga Dolok


(Sumber: Koleksi Pribadi dan Wikipedia)

105
2.8 Jenis-Jenis Gorga
Seni ukir Suku Batak dari Sumatera Utara sangat seni ukir primitive. Selain seni
ukir Gorga, terkenal juga seni tenun ulos, seni music dengan alat kesenian seperti
gendang, serunai, kecapi dll. Warna Gorga merah, putih dan hitam disebut tiga bolit.
Bahan-bahan untuk Gorga ini biasanya kayu lunak yaitu yang mudah dikorek/dipahat,
kayu ungil atau ingul. Untuk tiang-tiang utama digunakan kayu poki, sejenis kayu besi,
tahan terhadap sinar matahari langsung dan air hujan, tidak cepat rusak/lapuk. Janis
kayu ini juga dipakai untuk membuat kapal/perahu di Danau Toba. Kayu ini semakin
jarang ditemui dan mahal.
Cara orang Batak membuat warna merah, putih dan hitam, seperti sebagai berikut:
- Cat merah diambil dari batu hula, batu alam berwarna merah, hanya ada di
tempat-tempat tertentu. Batu ini ditumbuk menjadi halus dicampur dengan sedikit
air, dioleskan pada ukiran.
- Cat putih dari tanah kapur berwarna putih. Tanah digiling merata dan dicampur
dengan air.
- Cat hitam dari tumbuh-tumbuhan yang ditumbuk halus dicampur dengan abu
periuk atau kuali (jelaga). Abu ini dikikis dari periuk atau belanga, dimasukkan ke
daun-daunan yang ditumbuk, kemudian digongseng hingga menghasilkan cat
hitam.
Berdasarkan cara pengerjaannya, gorga Batak Toba ada 2 jenis, gorga uhir
(gorga ukir) dan gorga dais (gorga lukisan). Berdasarkan bentuk ornamen, gorga
memiliki banyak jenis.

2.8.1 Jenis-jenis Gorga Batak Toba:

Gorga Ipon-Ipon (Gigi): Ipon diibaratkan gigi Manusia, berfungsi untuk


menyempurnakan ukiran. Lebar ipon-ipon sekitar dua 2-3 cm di pinggir ornament,
berfungsi sebagai hiasan tepi.
Gorga Desa Naualu: Gorga ini disebut gorga delapan penjuru mata angin,
merepresentasikan mata angin yang diukir penuh hiasan. Orang Batak dahulu sudah
mengetahui mata angin, dan ini berkaitan dengan ritual atau digunakan dalam
pembuatan horoskop. Gorga menunjukkan pentingnya mata angin di kehidupan orang
Batak.
Gorga Ogung: Ogung (gong) adalah alat musik yang sangat penting, menurut kabarnya
datang dari India. Ogung dipakai pada pesta-pesta adat, upacara ritual, dan kegiatan
lainnya yang bersifat pesta.
Gorga Sitompi: Sitompi berasal dari kata tompi, salah satu perkakas petani yang
disangkutkan di leher kerbau pada saat membajak sawah. Gorga Sitompi termasuk jenis
yang indah di dalam kumpulan Gorga Batak.
Gorga Simataniari: Gorga ini menggambarkan matahari, yang menjadi sumber
kehidupan.
Gorga Singa-singa: Singa adalah raja hutan yang kuat, kokoh, dan berwibawa. Gorga
singa-singa melambangkan status sosial ekonomi, hanya orang mampu memakai
sebagai hiasan rumah.
Gorga Jorgom: Disebut juga gorga ulu singa, atau kepala singa. Gorga ini biasanya
ditempatkan di atas pintu masuk ke rumah, bentuknya mirip binatang dan manusia.
Gorga Boraspati dan adop-adop: Boraspati adalah cicak. Orang Batak percaya, cicak
adalah lambang kemakmuran dan dapat hidup di mana saja. Boraspati dikombinasikan
dengan adop-adop (payudara). Bagi orang Batak, payudara mempunyai arti khusus
tentang regenerasi.
Gorga Gaja Dompak: Gorga gaja dompak ini berbentuk seperti jenggar yang terletak di
ujung Ulu paung. Gorga gaja dompak adalah simbol kebenaran bagi orang Batak, yaitu

106
hukum yang bersumber dari Debata Mulajadi Nabolon.

Gorga Dalihan Natolu: Gorga Dalihan Natolu ini berbentuk jalinan sulur yang saling
terikat. Hal ini melambangkan falsafah Dalihan Natolu yang merupakan falsafah hidup
orang Batak dalam menjalin hubungan dengan sesama. Gorga Dalihan Natolu ini
biasanya terdapat di dorpijolo (dinding depan).
Gorga Simeoleol: Simeoleol berarti melenggak-lenggok. Gorga Simeoleol ini berbentuk
sulur yang terjalin dengan kesan melenggak-lenggok yang menghasilkan keindahan.
Gorga ini melambangkan kegembiraan dan berfungsi untuk menambah keindahan.
Variasi lain dari gorga ini disebut Gorga Simeoleol Marsialoan, yang bentuknya tidak
jauh berbeda hanya karena motif yang berlawanan (marsialoan).
Gorga Sitagan: Tagan berarti kotak kecil untuk menyimpan sirih, rokok, atau benda-
benda kecil lainnya. Gorga Sitagan ini berbentuk simetris seperti tutup kotak dan kotak
yang ditutup pada tagan tersebut. Gorga Sitagan ini bermakna nasihat agar
menghilangkan rasa sombong terutama ketika menerima tamu.
Gorga Sijonggi: Jonggi diartikan sebagai lambang kejantanan, keperkasaan. Gorga
Sijonggi ini melambangkan keperkasaan yang harus dihormati.
Gorga Silintong: Silintong berarti pusaran air yang dianggap memiliki kesaktian. Gorga
Silintong ini melambangkan kesaktian yang bisa melindungi manusia dari segala bala.
Gorga Silintong ini biasanya terdapat di rumah orang-orang yang dianggap berilmu tinggi
(datu, raja, guru, dan sebagainya).
Gorga Iran-iran: Iran adalah sejenis bahan perias muka manusia agar kelihatan lebih
cantik. Gorga Iran-iran ini dianggap sebagai simbol kecantikan.
Gorga Hariara Sundung di Langit: Gorga Hariara Sundung di Langit ini berbentuk
seperti pohon hayat di Sumatera Selatan ataupun gunungan pada suku Jawa. Gorga
Hariara Sundung di Langit ini merupakan ilustrasi penciptaan manusia sehingga
manusia harus senantiasa mengingat Penciptanya.
Gorga Hoda-Hoda: Gorga Hoda-Hoda ini berbentuk orang yang sedang mengendarai
kuda (hoda). Gambar tersebut menggambarkan suasana pesta adat yang besar, yaitu
mangaliat horbo (pesta besar). Gorga Hoda-Hoda ini merupakan lambang kebesaran.
Gorga Ulu Paung: Ulu Paung terdapat di puncak rumah Gorga Batak. Tanpa Ulu Paung
rumah Gorga Batak menjadi kurang gagah. Pada zaman dahulu Ulu Paung dibekali (isi)
dengan kekuatan metafisik bersifat gaib. Di samping sebagai memperindah rumah, Ulu
Paung juga berfungsi untuk melawan begu ladang (setan) yang datang dari luar
kampung.
Itulah antara lain jenis-jenis gorga Batak Toba. Sebenarnya masih banyak ornamen-
ornamen yang sangat erat hubungannya dengan sejarah peradaban dan kebudayaan
Batak, seperti gambar lembu, pohon cemara, burung dan lain-lain. (berbagai
sumber/int)

107
Hiasan Singa-singa, Ulu Paung, Adop-adop

Tampak Depan Rumah Kepala

Tampak Belakang Rumah Kepala Suku


Jabu “Si Baba Ni Amporik”

Rumah Kepala Suku dengan Gaja Dompak


umah Adat Batak (Toba Timur)
Die Toba Batak auf Soematra (Stuttgart 1925) Gorga Singa2 Tampak depan&samping
Dr.Med Johannes Winckler
Gambar 24. Tipe-Tipe Gorga
(Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional dan Pribadi)

108
Berbagai contoh Singa-Singa

Gorga Sitagan

Simeol-meol, Sitagan & Singa-Singa

Desa Naualu

Marogung-ogung
Gorga Siogung-ogung
Gambar 25: Tipe2 Gorga
(Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional dan Pribadi)

109
Gorga Ipon-ipon

Gorga Hariara Sundung


di Langit

Gorga Iran-Iran dan Sitagan

Gorga Susu (Adop-adop) dan Boraspati

Gorga Sitagan dan Susu


Gambar 26. Tipe2 Gorga
(Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional dan Pribadi)

110
Gorga Jenggar (Batak Toba)
Gorga Ulu Paung, Jenggar.dan Simataniari

Gorga Jorngom (Toba Samosir)


Gorga Gaja Dompa Pada Gorga Gaja Dompak
Santung-santung Pada Dorpi Jolo

Gaja Dompak, Ulu Paung, Sitagan, Boraspati

Ulu Paung, Simeol eol Ulu Paung, Simeol eol


Gorga Ulu Paung
Toba Samosir Gorga Ulu Paung
Batak Toba

Gorga Dalihan Na Tolu

Gambar 27. Tipe2 Gorga


(Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional dan Pribadi)

111
Gorga Desa na Ualu (Mata Angin, atau 8
penjuru dunia)

Gorga Sitompi Gorga Simeol-meol & Jorgom

Kombinasi beberapa Gorga Gorga Dalian Natolu Gorga Uhir di dinding samping rumah
Gambar 28. Tipe2 Gorga
(Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional dan Pribadi)

2.9 Teknik Pembuatan Gorga


a. Ukir: Gorga Uhir, terutama di bagian muka bangunan
b. Lukis: Gorga Dais, di bagian samping dan kadang-kadang di belakang
bangunan
Gorga Uhir

Hasil ukiran masih


mentah, belum diberi
warna merah, putih dan
hitam

Gambar 29. Tipe2 Gorga


(Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional dan Pribadi)

112
Gorga Dais (Lukis)

Gambar 30. Gorga Dais


(Sumber: Koleksi pribadi)

113
2.10 Pembangunan Rumah Adat Yang Baru
Berikut diberikan gambar-gambar saat pembangunan.
Tahap Pembangunan Fisik

Gambar 31. Kegiatan Pembangunan Kembali Rumah Bolon Jangga Dolok


(Sumber: Koleksi Perpustakaan Nasional dan Pribadi)

2.11 Kerusakan pada Bangunan Rumah Adat Batak Toba


Kerusakan bangunan yang umum terjadi adalah dalam bentuk
1. Penutup atap bangunan, terjadi karena kurang pemeliharaan dan sulit
memperbaikinya, tidak tersedianya bahan bangunan yang asli
2. Struktur Bangunan, karena kurang pemeliharaan dan juga perbaikan bangunan
mahal biayanya
3. Ukiran bangunan, baik seni ukir maupun seni lukis, sulit mendapatkan tenaga
ahlinya. Belakangan ini sudah ada sekolah seni ukir dan lukis Gorga di Tapanuli
Utara
Beberapa contoh kerusakan pada bangunan Rumah Adat Batak Toba berdasarkan
kategori di atas, adalah seperti sebagai berikut:
1. Penutup Atap Bangunan, ijuk sudah terlalu tua tidak ada peremajaan. Atap
bangunan ditumbuhi pohon pakis, tempat serangga dan burung bersarang,
membuat ijuk cepat lapuk dan rontok, akhirnya diganti dengan atap seng.
2. Kerusakan Struktur Bangunan pada bagian tiang bangunan. Rumah adat
dibangun di atas batu resistan terhadap gempa, tetapi tidak cukup dari
pelapukan karena kareana hujan, kelembaban dan serangga (rayap), akibatnya
menggerus alas batu tersebut, tiang pondasi bangunan bisa jatuh.
3. Ukiran dan lukisan Gorga menjadi lapuk, tidak dilakukan peremajaan, sehingga
cepat rusak. Juga sering terjadi, Singa-singa yang menjadi symbol penting
bangunan Rumah Adat Batak, dicuri dan diperdagangkan, sampai ke pulau Bali.
Untuk itu, Singa-singa tersebut dirantai ke bangunan, untuk mencegah
pencurian.
Contoh-contoh kerusakan:
1. Kerusakan penutup atap bangunan
2. Kerusakan konstruksi bangunan
114
Gambar 32. Kerusakan Konstruksi Bangunan
(Sumber: Koleksi pribadi)

115
3. Kerusakan pada ukiran dan lukisan Gorga

Gambar 33. Kerusakan Pada Seni Ukir dan Seni Lukis Bangunan
(Sumber: Koleksi pribadi)

3. KESIMPULAN
Melihat kondisi peninggalan budaya di Sumatera Utara yang begitu memprihatinkan,
perlu diadakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pendataan situs-situs budaya, Rumah Bolon dan Sopo di Sumatera Utara
2. Pendataan permasalahan yang dihadapi penduduk dalam menjaga situs-situs
tersebut
3. Membuat peta situasi kondisi yang ada dan mencari cara-cara
penanggulangannya
4. Menggiatkan universitas-universitas di seluruh Indonesia untuk turut serta dalam
program pelestarian cagar budaya di sekitar Universitasnya
5. Menentukan anggaran untuk pelestarian budaya di Pemerintah Daerah dan
rencana pelestariannya
6. Membuat rencana peningkatan ekonomi rakyat melalui kegiatan pariwisata.

Semoga tulisan ini bisa bermanfaat dan dapat menginspirasi setiap pembaca termasuk
pemerintah daerah selanjutnya.

116
DAFTAR PUSTAKA

Achim Sibeth; The Batak First Published Thomas and Hudson, (1991), in Great Britain.
(h.93)
Arsip Dokumen Batak: Gorga Hariara Sundung di Langit, 27 Des 2018
Audivisual Perpustakaan Nasional. Rumah Adat Batak Toba, 10 Januari 2019
https://solup.blogspot.com/2018/07/jenis-jenis-gorga-ornamen-batak-toba.html
http://budaya-indonesia.org/Ukiran-Singa-Batak/(14 Juni 2013)
http://budaya-indonesia.org/Ruma-Adat-Batak/ (14 Juni 2014)
KOMPAS.com / FITRI PRAWITASARI Pengunjung Menari Tor-Tor di Museum
Hutabolon Simanindo, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Sumber:
http://222.indonesia.travel/”\t”_blank”
Siahaan, Uras: Penelitian Rumah Adat Jangga Dolok, 29 Agustus 2018
Solup Literal: Jenis-jenis Gorga, Rumah Adat Batak Toba
Vanisa: Rumah Adat Batak Toba, November 28, 2018, Perpustakaan.id
Wikipedia Ensiklopedia: Gorga Batak Toba
Yomi Hanna, 22 Agustus 2017: Rumah Bolon, Rumah Adat Suku Batak, Bobo.id
Zommi Hanna, Editor: Iveta Rahmalia, Kompas gramedia, 22 Agustus 2017

117

You might also like