You are on page 1of 17

pISSN : 2528-3685

eISSN : 2598-3857

MAKANAN PENDAMPING ASI MENURUNKAN KEJADIAN


STUNTING PADA BALITA KABUPATEN SLEMAN

Rahayu Widaryanti
Prodi D III Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta
Email : ayuxwidaryanti@gmail.com

Abstrak
Stunting pada anak mencerminkan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari
kekurangan gizi kronis, sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi
kronis terjadi sejak bayi dalam kandungan hingga usia dua tahun. Penelitian ini
bertujuanmengetahui pengaruh MP ASI terhadap penurunan stunting. Rancangan pada
penelitian ini menggunakan analitik observasional menggunakan desain case control dengan
prosedur matching. Lokasi penelitian di Puskesmas Kalasan Sleman.Pengumpulan data
dilakukan dengan kuisoner. Responden pada penelitian ini adalah 100 ibu yang memiliki balita
dengan usia ≥6-60 bulan, 50 anak sebagai kasus dan 50 anak sebagai control. Penelitian
menunjukan bayi yang mengalami stunting tidak mendapatkan MP ASI yang tepat sebanyak
70.76%. Hasil olah fakta menunjukkan p value 0.000 sehingga terbukti terdapat hubungan
antara MP ASI terhadap kejadian stunting dan hasil analisis diperleh r 0.643 sehingga praktik
pemberian MP ASI terhadap kejadian stunting mempunyai keeratan yang kuat. Praktik
pemberian MP ASI yang tepat terbukti dapat menurunkan angka kejadian stunting di Kabupaten
Sleman Yogyakarta.

Kata kunci: MP ASI, Stunting

JIKA, Volume 3 No. 2, Februari 2019. 23


pISSN : 2528-3685
eISSN : 2598-3857

WEANING FOODS DECREASE STUNTING ON TODDLERS


IN SLEMAN REGENCY

Abstract
Stunting on toddlers reflects on the reduced growth rate of their development as a result of
severe lack of nutrients. Toddlers with stunting commonly have a body which is shorter than
those who are without stunting. Severe lack of nutrients happening from fetus to two-years-old
baby can cause stunting. This research was aimed to find out the effects of weaning foods
towards the decrease of stunting.The method of the research was observational analytic using
case control design with matching procedure. The research took place in one of the medical
centers in Kalasan, Sleman and the data were collected using questionnaires.The subjects of the
research were 100 women who had a toddler in ≥6-60 months of age. The toddlers were divided
into two; 50 children as the case and 50 children as the control.The result showed that 70, 76%
toddlers who had stunting did not obtain sufficient weaning foods. The data processing
presented that p value 0.000 so it proved that there was a relation between weaning foods and
stunting. Meanwhile, the analytical result showed r 0.0643 so giving appropriate weaning foods
could decrease stunting rate in Sleman Regency.

Keywords: weaning foods, stunting.

Pendahuluan jangka menengah tahun 2015-2019. Target


Stunting pada anak mencerminkan penurunan prevalensi stunting pada anak
kondisi gagal tumbuh pada anak Balita baduta (dibawah 2 tahun) adalah
(Bawah lima tahun) akibat dari kekurangan menjadi28% (RPJMN, 2015-2019).Sasaran
gizi kronis, sehingga anak menjadi terlalu pada tahun 2025, mengurangi 40% jumlah
pendek untuk usianya. Kekurangan gizi balita pendek.2
kronis terjadi sejak bayi dalam kandungan Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 juta)
hingga usia dua tahun. Dengan demikian anak balita mengalami stunting dan
1000 hari kehidupan seyogyanya mendapat diseluruh Dunia, Indonesia adalah Negara
perhatian khusus karena menjadi penentu kelima dengan stunting terbesar. Balita/
tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan dan Baduta (bayi dibawah usia dua tahun) yang
produktivitas seseorang dimasa depan. Saat mengalami stunting akan memiliki
ini Indonesia merupakan salah satu negara kecerdasan tidak maksimal, anak menjadi
dengan prevalensi stunting yang cukup lebih rentan terhadap penyakit dan dimasa
tinggi dibandingkan dengan negara-negara depan dapat berisiko pada menurunnya
berpendapatan menengah lainnya. Situasi ini tingkat produktivitas. (3) angka prevalensi
jika tidak diatasi dapat mempengaruhi stunting nasional mencapai 37,2%,
kinerja pembangunan Indonesia baik yang meningkat dari tahun 2010 sebanyak 35,6 %
menyangkut pertumbuhan ekonomi, dan 2007 sebesar 36,8%. Di Daerah
kemiskinan dan ketimpangan.1 Istimewa Yogyakarta angka kejadian
Pembangunan kesehatan dalam periode stunting juga masih cukup tinggi yaitu 27,
tahun 2015-2019 difokuskan pada empat 2%. Hasil pemantauan status gizi balita di
programprioritas yaitu penurunan angka Kabupaten Sleman tahun 2015 diperoleh
kematian ibu dan bayi, penurunan prevalensi 12,86% stunting, 7,53% underweight, 6,14%
balita pendek (stunting), pengendalian overweight dan 3,57% wasting. Kecamatan
penyakit menular dan pengendalian penyakit Kalasan merupakan kecamatan yang
tidak menular.Upaya peningkatan status gizi memiliki kejadian stunting tertinggi pada
masyarakat termasuk penurunan prevalensi tahun 2016 yaitu sebanyak 22,30%.3,4
balita pendek menjadi salah satu prioritas Berkaitan dengan hal tersebut,
pembangunan nasional yang tercantum di sebenarnya sudah ada beberapa upaya yang
dalam sasaran pokok rencana pembangunan sudah dilakukan untuk memerangi masalah
JIKA, Volume 3 No. 2, Februari 2019. 24
pISSN : 2528-3685
eISSN : 2598-3857

gizi tersebut.Beberapa upaya yang dilakukan Kalasan Sleman. Pengumpulan data


pemerintah, diantaranya ada gerakan “Seribu dilakukan dengan kuisoner. Responden pada
Hari Pertama Kehidupan” itu mencakup penelitian ini adalah 100 balita dengan usia
upaya yang spesifik maupun yang ≥6-60 bulan, 50 anak sebagai kasus dan 50
sensitif.Spesifik yang dimaksud adalah hal anak sebagaai control. Instrumen pada
yang langsung berhubungan dengan gizi, penelitian ini adalah kuisoner untuk
misalnya suplementasi mikronutrien pada menanyakan praktik pemberian MP ASI,
bayi dan balita.Kemudian ada pula infantometer untuk mengukur panjang badan
suplementasi pada ibu hamil, yaitu melalui bayi dan timbangan dacin untuk mengukur
tablet tambah darah.Hal tersebut lebih berat badan bayi.Instrumen kuisoner praktik
sebagai upaya pencegahan dari stunting itu pemberian MP ASI sebelumnya sudah di
sendiri. Upaya untuk mencegah terjadinya ujia validitas isi oleh dua pakar MP ASI.
stunting salah satunya dengan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD) memberikan ASI Hasil Penelitian
eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah 1. Analisis univariat
umur 6 bulan diberikan makanan Untuk mengetahui distribusi frekuensi
pendamping ASI ( MPASI) yang cukup setiap variabel baik variabel dependen
jumlah dan kwalitasnya.5 pemberian ASI eksklusif maupun variabel
Menurut penelitian Smith, etal (2017) independen dalam penelitian ini usia ibu,
IMD dapat menurunkan risiko kematian pekerjaan ibu, pendidikan ibu, usia bayi,
pada bayi hingga 22%. Menurut laporan status gizi bayi, dan pemberian MP ASI.
UNICEF mengenai Fact About Breast
Feeding bahwa pemberian susu formula Tabel 1. Distribusi frekuensi berdasarkan
merupakan kekeliruan, karena pada masa usia ibu, pekerjaan ibu,
pertumbuhan berikutnya bayi yang tidak pendidikan ibu, usia bayi, status
diberi ASI ternyata memiliki peluang yang gizi bayi, dan pemberian MP
jauh lebih besar untuk menderita hipertensi, ASI
jantung, kanker, obesitas, diabetes, stunting Variabel (∑=100)
dan lain-lain5. Sesuai evidence based Frekuensi (n) Persentase (%)
Umur Ibu
pengenalan MP ASI yang tidak tepat akan < 20 Tahun 12 12
menyebabkan anak cenderung menyukai
20-35 Tahun 72 72
rasa tertentu dan memilih-milih makanan
‘> 35 Tahun 16 16
sehingga menyebabkan anak tidak Pendidikan
mendapatkan nutrisi yang cukup. Sebaliknya Dasar 18 18
anak yang mendapatkan MP ASI yang Menengah 65 65
beragam dan alami, dimasa mendatang akan Tinggi 17 17
memilih makanan yang sehat dengan menu Pekerjaaan
Bekerja 53 53
seimbang untuk memenuhi kebutuhan Tidak Bekerja 47 47
nutrisinya. Oleh karena itu perlu Status Gizi
ditekakankan untuk pemberian makanan Bayi
bayi dan anak yang tepat dengan Stunting 50 50
Normal 50 50
memberikan MP ASI yang tepat sesuai
Usia Anak
dengan rekomendasi WHO dan Unicef.5 6-12 Bulan 28 28
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk 13-24 Bulan 46 46
mengetahui hubungan pemberian makanan 25-36 Bulan 24 24
pendamping ASI terhadap kejadian stunting
di Kabupaten Sleman, DIY. Tabel 1. Distribusi frekuensi berdasarkan
usia ibu, pekerjaan ibu,
Metode Penelitian pendidikan ibu, usia bayi, status
Jenis penelitian ini menggunakan gizi bayi, dan pemberian MP
observasional menggunakan desain case ASI
control dengan prosedur matching. Lokasi
penelitian di wilayah kerja Puskesmas
JIKA, Volume 3 No. 2, Februari 2019. 25
pISSN : 2528-3685
eISSN : 2598-3857

Variabel (∑=100) status gizi baduta. Kurangnya pemberian


Frekuensi (n) Persentase (%) MP ASI membuat anak tidak maksimal
Usia Anak mendapatkan asupan gizi sehingga anak
37-48 Bulan 2 2 memiliki status gizi kurang bahkan menjadi
Pemberian stunting.6 Pemberian MP ASI yan tepat dan
MP ASI baik adalah supaya kebutuhan gizi dan anak
Tepat 18 18 terpenuhi sehingga tidak terjadi gagal
Tidak Tepat 65 65 tumbuh.MP ASI yang diberikan juga harus
Sumber : Data Primer 2018
beraneka ragam, diberikan bertahap dari
Dari hasil penelitian menunjukan bentuk lumat, lembek sampai menjadi
sebagian besar ibu yang memiliki balita terbiasa dengan makanan keluarga.7
berada pada rentang reproduksi sehat yaitu Hasil penelitian menunjukan bayi yang
72%, berdasarkan pendidikan responden mengalami stunting sebagian besar tidak
memiliki pendidikan menengah yaitu SMP mendapatkan MP ASI yang tepat. WHO
ataupun SMA.Persentase ibu bekerja 53% merekomendasikan MP ASI harus
dari pertanyaan kuisoner yang diberikan memenuhi 4 syarat yaitu: tepat waktu,
ternyata sebagian besar bekerja sebagai adekuat, aman dan diberikan dengan cara
buruh pabrik.Berdasarkan riwayat yang benar.8
pemberian MP ASI sebagian besar tidak Sejak Usia 6 bulan ASI saja sudah tidak
tepat. mencukupi kebutuhan energy, protein, zat
besi, vitamin D, seng, vitamin A sehingga
2. Analisis bivariat diperlukan makanan pendamping ASI yang
Tabel 2. Tabel silang antara Pemberian dapat melengkapi kekurangan zat besi mikro
MP ASI terhadap kejadian maupun makro tersebut.9 Hasil penelitian
stunting diperoleh sebagian besar responden mulai
Status Gizi Bayi Total P r
memberikan makan sejak usia 5 bulan,
Stunting Normal Value
makanan yang sering diberikan yaitu pisang
n % n % N %
MP Tepat 3 3 45 45 48 48 0.000 0.643 lumat dan bubur beras. Pemberian MP ASI
ASI harus memperhatikan Angka Kecukupan
Tidak 47 47 5 5 52 52 Gizi (AKG) yang di anjurkan berdasarkan
Hasil analisis bivariate dengan uji chi kelompok umur dan tekstur makanan yang
squaredidapatkan bahwa responden dengan sesuai perkembangan usia balita. terkadang
MP ASI yang tidak tepat sebagian besar orang tua memberikan MP ASI sebelum usia
mengalami stunting yaitu 47 % dan 6 bulan, padahal usia tersebut kemampuan
responden yang memberikan MP ASI secara pencernaan bayi belum siap menerima
tepat status gizinya normal sebanyak 45%. makanan tambahan. akibatnya banyak yang
Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat mengalami diare.10
hubungan antara pemberian MP ASI Penelitian di Zambia (2015)
terhadap kejadian stunting pada balita menyebutkan bayi yang mengalami
dengan p value <0.05, dan hasil r 0.643 underweight praktik pemberian MP ASI
menunjukan hubungan antara praktik diberikan sebelum 6 bulan dengan berbagai
pemberian MP ASI dengan kejadian stunting alasan seperti ibu beranggapan bayi
memiliki keeratan yang kuat. menangis terlalu lama karena lapar, selain
itu asi di anggap sebagai cairan dan bukan
Pembahasan makanan sehingga ibu memberikan
Hasil analisis pemberian MP ASI dengan makanan berupa soup kacang, telur, ikan,
kejadiaan stunting pada anak balita dan roti.
menunjukan ada hubungan, hal ini sejalan Dari Focus Discussion Group (FGD)
dengan penelitian yang dilakukan Nurhayati yang dilakukan pada daerah urban di zambia
(2018) memperoleh hasil semakin baik sudah memberikan MP ASI berupa makanan
praktik pemberian makanan pendamping instan sereal atau sering disebut ”cerelac”,11
ASI (MP ASI) maka semakin baik pula dan untuk daerah pedesaan mereka biasanya
tidak maampu membeli makanan instan
JIKA, Volume 3 No. 2, Februari 2019. 26
pISSN : 2528-3685
eISSN : 2598-3857

sehingga memberikan makanan pendamping kesehatan balita maka perlu mendapatkan


ASI berupa buah pisang ataupun jeruk. asupan gizi yang cukup. Pola pemberian MP
Masalah gangguan pertumbuhan pada usia ASI dipengaruhi oleh faktor ibu, karena
dini yang terjadi di Indonesia diduga kuat ibulah yang sangat berperan dalam dalam
berhubungan dengan banyaknya bayi yang mengatur konsumsi anak, yang kemudian
sudah diberi MP ASI sejak usia satu bulan, akan berpengaruh terhadap status gizi anak.
bahkan sebelumnya.10 Hal yang mempengaruhi pola pemberian MP
Penelitian yang dilakukan oleh Rochyati ASI yaitu pengetahuan ibu tentang gizi,
(2014) didapatkan hasil balita yang tidak pendidikan ibu, pekerjaan ibu, tingkat
mengalami stunting mendapatkan pola MP pendapatan keluarga, adat istiadat dan
ASI yang tepat yaitu sebanyak 48.6% penyakit infeksi.10
dibandingkan dengan balita yang mengalami Penelitian yang dilakukan di Sumenep
stunting sebesar 8.6%.12 Penelitian Yang diperoleh terdapat hubungan antara
dilakukan di Sedayu, Bantul Yogyakarta di pengetahuan ibu tentang pola pemberian MP
dapatkan hasil terdapat hubungan yang ASI dengan status gizi balita. Semakin
signifikan antara waktu pertama kali rendah pengetahuan ibu maka akan semakin
pemberian MP ASI dengan kejadian stunting rendah pula status gizi balita. Balita sering
dengan OR=2.867.13 mendapatkan makanan ringan sehingga anak
Pemberian MP ASI juga harus adekuat, menjadi tidak nafsu makan hal ini jika
MP ASI harus memiliki kandungan energy, berlangsung lama akan menyebabkaan anak
protein dan mikronutrien yang dapat menderita gizi kurang bahkan menjadi
memenuhi kebutuhan maronutrien dan stunting.17
mikronutrien bayi sesuai usianya.9 Hasil
penelitian diperoleh sebagian besar ibu Kesimpulan
memberikan MP ASI yang tidak memenuhi Praktik Pemberian MP ASI Yang tepat
kaedah sesuai rekomendasi WHO dan dapat menurunkan angka kejadian Stunting
Unicef. Bayi hanya diberikan bubur beras di Kabupaten Sleman Yogyakarta.
yang tidak mencukupi kebutuhan nutrisinya.
Penelitian di Purworejo pada 577 anak usia Daftar Pustaka
11-23 bulan menunjukan bahwa kecukupan 1. TNP2K, 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk
Intervensi Anak Kerdil. Jakarta; 2017.
energi dari MP ASI hanya 30%,14 sedangkan 2. Infodatin. Situasi Balita Pendek. Pusat Data dan
penelitian di Flores menunjukan bahwa Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta;2016.
hanya 40% anak usia 6-23 bulan 3. Rikesdas. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
mendapatkan MP ASI sesuai Angka Indonesia. Jakarta;2013
4. Dinkes Sleman. Profil Kesehatan Kabupaten
Kecukupan Gizi (AKG).15 Sleman. Yogyakarta;2016.
Penelitian yang dilakukan di Bali 5. Kemenkes RI. Kerangka Kebijakan Gerakan Sadar
menunjukan bahwa bayi yang mengalami Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama
stunting memiliki kadar seng yang lebih Kehidupan (1000 HPK).Jakarta: Kementerian
rendah dibandingkan dengan bayi yang Kesehatan Republik Indonesia; 2012.
6. Nurhayati, S. Hubungan Praktik Pemberian MP
memiliki perawakan normal.16 ASI dengan Status Gizi Baduta di Kelurahan
Secara teoritis pemberian MP ASI adalah Sidorejo Kidul Kecamatan Tingkir Kota Salatiga,
untuk menambah energy dan zat-zat gizi Program studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan
yang diperlukan bayi karena ASI sudah Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta;2018.
tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara 7. Kemenkes RI,.Paket Konseling Pemberian Makan
terus menerus. Makanan pendamping Bayi dan Anak. Jakarta : Kementerian Kesehatan
berbentuk padat tidak dianjurkan terlalu Republik Indonesia; 2017
cepat diberikan pada bayi mengingat usus 8. WHO. Global Stategy for Infant and Young Child
bayi belum dapat mencerna dengan baik Feeding. Genewa : World Health Organitation;
2003
sehingga dapat mengganggu fungsi usus. 9. Sjarif, DR. Yuliarti, K. Lestari, E. Sidiartha, I.G.L.
Konsumsi energi dan protein yang kurang Nasar, S. Mexitalia, M. Rekomendasi Praktik
selama jangka waktu tertentu akan Pemberian Makan Berbasis Bukti pada Bayi dan
menyebabkan gizi kurang, sehingga untuk Balita di Indonesia untuk Mencegah Malnutrisi.
Jakarta: 2015
menjamin pertumbuhan, perkembangan, dan
JIKA, Volume 3 No. 2, Februari 2019. 27
pISSN : 2528-3685
eISSN : 2598-3857

10. Almatsier. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan, 14. Lestari ED, Hartini, TNS, Hakimi, M, Surjono A,
Jakarta: Gramedia; 2011 Nutritional Status and Nutrient Intake From
11. Bwalya MK, Mukonka V, Kankasa C, Masaninga, Complementary Foods among Breastfed Children
Baabaniyi O, Siziya S. Infants and Young Chindren in Purworejo District, Central java Indonesia,
Feeding Practice and Nutritional Status in Two Pediatrict Indonesia ;2005; 45:31-9
Districts of Zambia. International Breasfedding 15. Wahyuni Y, Mexitalia M, Rahfiludin MZ.
Journal ;2015 Pengaruh Taburia dan Feeding Rules Terhadap
12. Rochyati, N. Perbedaan Pola Pemberian MP ASI Status Gizi Anak Usia 6-23 Bulan di Puskesmas
Antara Balita Stunting dan Non Stunting di Waipare Kabupaten Sikka NTT (Thesis).
Kelurahan Kartasura Kabupaten Sukoharjo Semarang : Universitas Diponegoro;2013
(Skripsi). Surakarta: UMS;2014. 16. Mardewi KW, Sidiartha IGL, Gunawijaya E. Low
13. Khasanah, Dwi Puji, Hamam Hadi, and Bunga Level of Zinc Serum as Short Staruse Risk Factor
Astria Paramashanti. "Waktu pemberian makanan in Children. Jakarta : Pediatrica : 2015.
pendamping ASI (MP-ASI) berhubungan dengan 17. Sari MRN, Ratnawati LY. Hubungan Pengetahuan
kejadian stunting anak usia 6-23 bulan di Ibu Tentang Pola Pemberian Makan dengan Status
Kecamatan Sedayu." Jurnal Gizi dan Dietetik Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gapura
Indonesia (Indonesian Journal of Nutrition and Sumenep.Jember :Universitas negeri Jember
Dietetics) 4.2 (2016): 105-111. ;2018.

JIKA, Volume 3 No. 2, Februari 2019. 28


HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP-ASI)
DAN SANITASI RUMAH DENGAN STATUS GIZI BAYI
KELUARGA MISKIN PERKOTAAN
Bella Hayyu Risky Herlistia1 , Lailatul Muniroh2
1,2Departemen Gizi Kesehatan

Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya Indonesia


Email: bellahherlistia@gmail.com

ABSTRAK
Kelompok umur yang rentan terkena masalah gizi adalah bayi umur 6-12 bulan. Masalah gizi secara langsung dapat
dipengaruhi oleh pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) sedangkan tidak langsung dapat dipengaruhi oleh
sanitasi rumah. Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dan sanitasi rumah yang baik sulit dipenuhi oleh
keluarga miskin. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
dan sanitasi rumah dengan status gizi bayi umur 6-12 bulan keluarga miskin perkotaan. Penelitian ini menggunakan
pendekatan cross sectional, dengan sampel penelitian sebanyak 58 bayi umur 6-12 bulan dari keluarga miskin yang
terdaftar pada posyandu di wilayah kerja Puskesmas Gunung Anyar Kota Surabaya yang terpilih secara acak, dengan
teknik simple random sampling. Pengumpulan data pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dilakukan
dengan wawancara menggunakan kuesioner. Data sanitasi rumah diperoleh melalui observasi. Status gizi dinilai secara
antropometri menggunakan indikator berat badan (BB) berdasarkan panjang badan (BB/PB) dan BB berdasarkan umur.
BB diukur menggunakan baby scale dan PB diukur menggunakan length board. Penentuan kategori keluarga miskin
diperoleh dari data sekunder kohort posyandu. Analisis data menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan
pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) (67,2%) dan sanitasi lingkungan rumah (74,1%) sebagian besar
kategori baik. Uji statistik menunjukkan tidak adanya hubungan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
dengan status gizi (p=0,259), namun terdapat hubungan sanitasi rumah dengan status gizi bayi (p=0,031). Kesimpulan
penelitian adalah sanitasi rumah lebih berkontribusi terhadap status gizi bayi pada keluarga miskin perkotaan jika
dibandingkan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Sebaiknya keluarga miskin memperhatikan sanitasi
rumah agar tetap baik dan mengoptimalkan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang lebih bervariasi dan
meningkatkan pemberian makanan selingan yang sehat bagi bayi.

Kata kunci: Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), bayi, status gizi, keluarga miskin, sanitasi

ABSTRACT
Infants is one of the most vulnerable group to nutritional problems. One of the immediate cause of nutritional problem
in infants is improper complementary feeding and one of the underlying cause is household sanitation. Proper
complementary feeding and good household sanitation are difficult to be fulfilled by poor families. This research aims
to analyze the relationship between complementary feeding and household sanitation with infants’ nutritional status in
urban poor families. This was a cross sectional research with total sample of 58 infants aged 6-12 months from poor
households who were registered in integrated health post (Posyandu) in Gunung Anyar, Surabaya Public Health Center
and randomly selected by using simple random sampling technique. Complementery feeding data was collected using
questionnaire through interview, while household sanitation was determined by observation. Body weight and body
length were measured using baby scale and length board. The data was analyzed statically using chi-square test. The
result showed the majority of complementary feeding practice and household sanitation among urban poor families
were categorized as good. Statistic test showed that there was no relationship between complementary feeding and
infants’ nutritional status (p=0,259). In contrast, result found there was an association between household sanitation
(p=0,031) and infants’ nutritional status in urban poor families. The conclusion of this study is that good household
sanitation contribute more to infants’ nutritional status than complementary feeding. It is necessary for poor family to
improve household sanitation and optimize infant’s feeding practice with varied food and healthy snack.

Keywords: complementary feeding, infants, nutritional status poor family, sanitation.

76
Bella dkk., Hubungan Pemberian Makanan Pendamping… 77

PENDAHULUAN Penyebab tidak langsung masalah gizi


Masa bayi merupakan periode pertama salah satunya adalah sanitasi rumah. Menurut
kehidupan anak dari lahir hingga dua belas bulan. Soetjiningsih (2012) sanitasi rumah memegang
Masa bayi sering dianggap sebagai masa yang peranan penting untuk menunjang pertumbuhan
membutuhkan peran orang tua terutama ibu untuk dan perkembangan anak. Sanitasi lingkungan
memantau pertumbuhan anak. Selain itu, masa bayi rumah yang kurang baik bisa memacu timbulnya
juga merupakan masa yang paling rentan terjadi penyakit infeksi yang akan memengaruhi status
masalah gizi, baik masalah gizi kurang ataupun gizi anak. Keadaan rumah ibu merupakan salah
lebih. Kekurangan gizi dapat menyebabkan satu hal yang memengaruhi status gizi anak (Putri,
kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan 2012).
kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan Menurut Puspitawati (2013) masalah gizi
menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat dan penyakit infeksi keduanya berawal dari
meningkatnya angka kesakitan dan kematian kemiskinan dan sanitasi lingkungan yang kurang
(Direktorat Gizi Masyarakat, 2004). baik. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan
Masalah gizi kurus dan berat badan sangat untuk menganalisis hubungan pemberian Makanan
kurang masih menjadi masalah gizi di Indonesia. Pendamping ASI (MP-ASI) dan sanitasi rumah
Secara nasional status gizi berdasarkan indikator dengan status gizi bayi umur 6-12 pada keluarga
BB/PB prevalensi kurus pada balita masih sebesar miskin perkotaan.
12,1% yang berarti masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang serius. Status gizi METODE
berdasarkan indikator BB/U prevalensi gizi Jenis penelitian yang dilakukan adalah
buruk-kurang pada balita sebesar 19,8% yang juga penelitian observasional analitik dengan
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di pendekatan cross sectional. Populasi penelitian
Indonesia (Riskesdas, 2013). ini adalah seluruh keluarga miskin di wilayah
Kemiskinan atau tingkat ekonomi rendah kerja Puskesmas Gunung Anyar Kota Surabaya.
merupakan penyebab dasar adanya masalah gizi Sampel dalam penelitian ini merupakan bagian dari
(UNICEF, 1998). Keluarga yang tergolong miskin, populasi penelitian yang memiliki bayi umur 6-12
kebutuhan dasar meliputi sandang, pangan, dan bulan dan terdaftar pada posyandu wilayah kerja
papan tidak bisa tercukupi dengan baik. Menurut Puskesmas Gunung Anyar Kota Surabaya sebesar
Badan Pusat Statistik (BPS) salah satu tanda 58 responden. Sampel penelitian diambil secara
kemiskinan adalah rendahnya kuantitas dan kualitas simple random sampling. Penelitian ini dilakukan
makanan dan kurangnya sanitasi lingkungan dan di wilayah kerja Puskesmas Gunung Anyar Kota
sumber air bersih (BPS, 2014). Penelitian yang Surabaya pada bulan Mei-Juli 2015.
dilakukan oleh Sarah (2008) menunjukkan bahwa Variabel pada penelitian ini adalah pemberian
pendapatan keluarga memengaruhi status gizi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI), sanitasi
balita. rumah, dan status gizi bayi menurut indeks BB/U
Kelompok umur bayi merupakan kelompok dan BB/PB. Pemberian Makanan Pendamping
dengan pertumbuhan yang sangat cepat, pada ASI (MP-ASI) meliputi umur pemberian pertama,
tahun pertama berat badan bayi naik 3 kali lipat variasi makanan, frekuensi makan, penyiapan
dan otaknya akan mengalami perkembangan. makan, bentuk/jenis makanan, distribusi makan,
Sejalan dengan itu, bayi akan sangat membutuhkan tindakan ibu jika anak tidak mau makan, dan
asupan nutrisi lebih yang didapatkan dari makanan pemberian makanan selingan. Pemberian Makanan
pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian makanan Pendamping ASI terdiri dari 15 pertanyaan, pada
pendamping ASI yang tidak tepat juga menjadi masing-masing indikator tersebut, untuk setiap
salah satu penyebab kurang gizi. Penelitian praktik pemberian makan yang benar diberikan
yang dilakukan Oktafiani (2012) menunjukkan skor 1 dan salah diberikan skor 0, kemudian
pemberian makan memengaruhi status gizi balita. dari semua indikator dijumlahkan. Pemberian
78 Media Gizi Indonesia, Vol. 10, No. 1 Januari–Juni 2015: hlm. 76–83

MP-ASI dikategorikan baik (total skor ≥ 12) Tabel 1. Distribusi Karakteristik Keluarga Bayi Pada
dan dikategorikan kurang (total skor < 12). Keluarga Miskin Perkotaan di Puskesmas Gunung
Anyar Kota Surabaya Tahun 2015
Sanitasi rumah meliputi kondisi fisik rumah,
kondisi jamban, kondisi ventilasi, kondisi air Ayah Ibu
Karakteristik Keluarga
n % n %
bersih, keberadaan SPAL, sistem pembuangan
Umur
sampah, kebersihan rumah, dan kepadatan rumah. ≤ 19 tahun 0 0 3 5,17
Sanitasi rumah terdiri dari 17 pertanyaan, pada 20-24 tahun 5 8,62 15 25,86
masing-masing indikator tersebut, untuk setiap 25-29 tahun 12 20,69 16 27,59
keadaan sanitasi rumah yang benar diberikan 30-34 tahun 28 48,28 13 22,41
35-39 tahun 7 12,07 11 18,97
skor 1 dan salah diberikan skor 0, kemudian 40-44 tahun 6 10,34 0 0
dari semua indikator dijumlahkan. Sanitasi Total 58 100 58 100
rumah dikategorikan baik (total skor ≥ 13) dan Tingkat Pendidikan
dikategorikan kurang (total skor < 13). Tamat SD 3 5,17 3 5,17
Tamat SMP 8 13,8 11 18,97
Pengumpulan data status gizi didapatkan
Tamat SMA 7 81,03 44 75,86
dari pengukuran berat badan serta panjang badan Total 58 100 58 100
menggunakan alat baby scale dengan ketelitian Pekerjaan
0,01 kg dan length board dengan ketelitian Tidak bekerja 0 0 32 55,17
0,01 cm, sedangkan data keluarga miskin Pedagang/wiraswasta 10 17,24 2 3,45
Pegawai swasta 48 82,76 24 41,38
didapatkan dari data sekunder kohort Posyandu. Total 58 100 58 100
Hubungan antar variabel penelitian dianalisis
menggunakan chi-square dengan tingkat
kemaknaan 5%. Penelitian ini telah mendapatkan meningkatkan pengetahuan gizi Ibu. Pendidikan
etik dari komisi etik FKM Universitas Airlangga formal sangat diperlukan oleh Ibu dalam
dengan nomor 408-KEPK. meningkatkan pengetahuan dalam upaya mengatur
dan mengetahui hubungan antara makanan dan
kesehatan ataupun kebutuhan tubuh termasuk
HASIL DAN PEMBAHASAN kebutuhan zat gizi bagi anggota keluarganya.
Karakteristik Keluarga Pendapatan keluarga bayi sebagian besar
kurang dari UMK (Rp 2.336.600 ± Rp 372.100).
Karakteristik keluarga yang menjadi
Pengeluaran untuk makan didapatkan rata-rata
responden dalam penelitian meliputi umur orang
Rp. 1.090.000 ± Rp 470,000. Pendapatan yang
tua, tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang
rendah mengakibatkan daya beli makan yang
tua, pendapatan keluarga, pengeluaran untuk
rendah sehingga asupan gizi juga rendah,
makan, dan jumlah anggota keluarga.
asupan gizi rendah yang terus menerus akan
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa
mengakibatkan status gizi juga akan menurun.
sebagian besar kelompok umur ayah adalah 30-34
Penelitian yang dilakukan oleh Sarah (2008)
tahun, sedangkan kelompok umur ibu adalah 25-
menunjukkan bahwa pendapatan keluarga
29 tahun. Tingkat pendidikan juga terlihat bahwa
memengaruhi status gizi balita.
tingkat pendidikan orang tua bayi sebagian besar
Jumlah anggota keluarga bayi miskin di
tamat SMA/sederajat, sedangkan pekerjaan ayah
wilayah kerja Puskesmas Gunung Anyar memiliki
sebagian besar adalah pegawai swasta dan ibu tidak
rata-rata 5 orang. Jumlah keluarga yang banyak
bekerja. Tingkat pendidikan dapat mencerminkan
pada keluarga yang keadaan sosial ekonominya
tingkat pengetahuan orang tua terutama ibu.
cukup akan mengakibatkan berkurangnya porsi
Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin baik
makanan dalam keluarga. Semakin banyak anggota
pula pengetahuan yang didapatkan.
keluarga semakin sedikit pula porsi makan yang
Tingkat pendidikan yang tinggi akan
didapat. Kebutuhan makanan, sandang, dan
mempermudah seseorang untuk menyerap ilmu
perumahan juga tidak bisa terpenuhi dengan baik
atau pengetahuan yang diberikan. Pendidikan
(Adriana dan Wirjatmadi, 2012).
formal maupun informal diharapkan dapat
Bella dkk., Hubungan Pemberian Makanan Pendamping… 79

Karakteristik Bayi didapatkan bayi kurus sebesar 5,17% yang berarti


Karakteristik bayi yang menjadi responden masalah kurus masih belum menjadi masalah
dalam penelitian meliputi umur, jenis kelamin, kesehatan masyarakat yang dianggap serius.
berat badan, panjang badan, berat badan saat Prevalensi pada indeks BB/U yaitu berat badan
lahir, umur kehamilan, dan urutan kelahiran. Hasil kurang dapat dianggap serius dan menjadi masalah
penelitian didapatkan bahwa umur bayi rata-rata kesehatan masyarakat jika prevalensinya15,5%,
8,4 bulan. Sebagian besar bayi berjenis kelamin sedangkan hasil yang didapatkan sebesar 1,7%
perempuan . Seluruh bayi lahir dengan berat bayi berat badan kurang yang berarti masih belum
badan normal (≥2500 gram) dan dengan umur juga menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
kehamilan normal (≥37 minggu). Sebagian besar serius.
bayi merupakan anak ke-2. Seorang anak yang
Pemberian Makanan Pendamping ASI
lahir dengan premature sangat dimungkinkan untuk
lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) Berdasarkan hasil yang didapatkan, sebagian
karena umur kelahiran belum mencukupi sehingga besar bayi pada keluarga miskin perkotaan
berat badan bayi juga belum mencapai berat yang memiliki pemberian Makanan Pendamping ASI
tepat untuk dilahirkan. (MP-ASI) kategori baik. Tabel 3 menunjukkan
distribusi pemberian Makanan Pendamping ASI
Status Gizi (MP-ASI) bayi pada keluarga miskin perkotaan.
Penilaian status gizi yang digunakan dalam Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa
penelitian ini adalah BB/U dan BB/PB. Indeks sebagian besar ibu memberikan bayi makanan/
BB/U bersifat sangat sensitif terhadap perubahan- minuman bayi tepat pada umur lebih dari 6
perubahan yang terjadi dalam tubuh sehingga lebih bulan. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang
menggambarkan keadaan gizi seseorang saat ini. diberikan ibu sebagian besar memenuhi kriteria
Indeks BB/PB adalah indeks yang baik untuk bentuk/jenis yang tepat sesuai umur, untuk bayi
menilai status gizi saat ini karena independen umur 6-9 bulan diberikan makanan yang cair/semi
dengan umur (Supariasa, 2002). cair (dihaluskan) seperti bubur susu dan bubur
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa status gizi lumat, sedangkan untuk bayi umur 9-12 bulan
bayi berdasarkan indeks BB/PB didapatkan bayi diberikan makanan yang lebih padat dan kasar
terkategori normal sebesar 94,83%, sedangkan seperti bubur, nasi tim, dan nasi lembik.
bayi kurus sebesar 5,17%. Hasil untuk indeks Frekuensi pemberian makanan pendamping
BB/U menunjukkan sebesar 1,7% bayi memiliki ASI (MP-ASI) yang diberikan ibu sebagian besar
berat badan kurang dan 98,3% bayi memiliki berat sudah tepat yaitu untuk bayi 6-9 bulan sebanyak
badan normal. 2-3 kali sehari sesuai pertambahan umur dan
Masalah kesehatan masyarakat sudah bayi 9-12 bukan sebanyak 3 kali sehari sesuai
dianggap serius jika pada indeks BB/PB prevalensi pertambahan umur. Penyiapan makanan juga
bayi kurus antara 10-14%, sedangkan hasil yang dilakukan sendiri oleh ibu karena sebagian besar
ibu memang tidak bekerja dan ibu juga memasak
setiap harinya tetapi ibu kurang memperhatikan
Tabel 2. Distribusi Status Gizi Bayi Berdasarkan BB/PB
dan BB/U Bayi Pada Keluarga Miskin Perkotaan
kebersihan diri sendiri seperti cuci tangan. Variasi
di Puskesmas Gunung Anyar Kota Surabaya Tahun
2015 Tabel 3. Distribusi Pemberian Makanan Pendamping ASI
(MP-ASI) Bayi pada Keluarga Miskin Perkotaan
Frekuensi di Puskesmas Gunung Anyar Kota Surabaya Tahun
Status Gizi
n % 2015
Status Gizi BB/PB
Kurus 3 5,17 Pemberian Makanan Total
Normal 55 94,83 Pendamping ASI (MP-ASI) n %
Status Gizi BB/U Kurang 15 25,9
BB kurang 1 1,7 Baik 43 74,1
BB normal 57 98,3 Total 58 100
80 Media Gizi Indonesia, Vol. 10, No. 1 Januari–Juni 2015: hlm. 76–83

makanan yang diberikan ibu sebagian besar sudah kebiasaan makan secara perorangan. Asupan zat
baik. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang gizi dari makanan yang diberikan oleh ibu sangat
telah diberikan ibu sebagian besar sudah memenuhi dibutuhkan bagi anak yang masih berada pada
kriteria gizi seimbang, hanya konsumsi buah lebih masa bayi.
ditingkatkan. Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa berdasarkan
Pemberian makanan selingan sebagian besar status gizi indeks BB/U bayi dengan status BB
sudah baik sesuai umur, bayi yang boleh diberikan kurang sebagian besar memiliki pemberian
makanan selingan adalah bayi dengan umur lebih Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) kategori
dari 9 bulan dan diberikan 2 kali sehari berupa kurang, sedangkan untuk bayi dengan BB normal
biskuit dan jeli, tetapi masih didapatkan bahwa sebagian besar memiliki pemberian Pendamping
ibu memberikan bayi makanan selingan padahal ASI (MP-ASI) kategori baik. Uji statisik
umur bayi belum tepat. Sebagian besar ibu akan didapatkan p=0,259 yang menunjukkan bahwa
membawa jalan bayinya jika tidak makan ataupun tidak terdapat hubungan antar pemberian Makanan
memasak makanan sesuai keinginan bayi agar bayi Pendamping ASI (MP-ASI) dengan status gizi bayi
mau makan. Distribusi makanan dalam keluarga umur 6-12 bulan berdasarkan status gizi indeks
sudah baik karena lebih mendahulukan anak. BB/U pada keluarga miskin perkotaan. Hasil
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji statistik memang menunjukkan tidak adanya
memersiapkan dan menyimpan makanan adalah hubungan pemberian Makanan Pendamping
(1) makanan disimpan dalam keadaan bersih, ASI (MP-ASI) dengan status gizi bayi indeks
hindari pencemaran debu dan binatang, (2) alat BB/U tetapi bayi BB kurang seluruhnya memang
makan dan memasak harus bersih, (3) ibu atau memiliki pemberian Makanan Pendamping ASI
anggota keluarga yang memberikan makanan (MP-ASI) kurang dan bayi BB normal sebagian
harus mencuci tangan dengan sabun sebelum besar memiliki pemberian Makanan Pendamping
memberikan makanan, dan (4) makanan selingan ASI (MP-ASI) yang baik.
sebaiknya dibuat sendiri. Berdasarkan indeks status gizi BB/PB
Makanan yang diberikan pada bayi hendaknya terlihat bahwa bayi kurus sebagian besar memiliki
tepat baik dari jenis, jumlah hingga kandungan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
gizinya. Asupan gizi pada bayi hampir sama yang terkategori baik, sedangkan bayi normal
dengan orang dewasa yang hendaknya mengandung sebagian besar juga memiliki pemberian Makanan
karbohidrat, protein, vitamin, lemak, dan vitamin Pendamping ASI (MP-ASI) yang terkategori
(Marimbi, 2010). Makanan yang dikonsumsi baik pula. Uji statistik juga menunjukkan hasil
berpengaruh kepada status gizi seseorang. Menurut p=1,000 yang berarti tidak ada hubungan antara
Almatsier (2004), konsumsi makan dalam keluarga pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dengan status gizi bayi umur 6-12 bulan pada
dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga, dan keluarga miskin perkotaan pada indeks BB/PB.
Status gizi bayi kurus sebagian besar memang
Tabel 4. Tabulasi Silang Antara Pemberian Makanan memiliki pemberian Makanan Pendamping ASI
Pendamping ASI (MP-ASI) dengan Status Gizi (MP-ASI) kurang dan bayi normal sebagian besar
Bayi Berdasarkan Indeks BB/U dan BB/PB pada
memiliki pemberian Makanan Pendamping ASI
Keluarga Miskin Perkotaan Puskesmas Gunung
Anyar KotaSurabaya Tahun 2015 (MP-ASI) yang baik.
Seorang anak yang masih pada tahap bayi
Pemberian Makanan
Status Gizi Pendamping ASI (MP-ASI) P value
sangat memerlukan asupan gizi dengan kuantitas
Kurang Baik dan kualitas yang adekuat agar anak dapat
Status Gizi BB/U mencapai pertumbuhan secara optimal. Kebutuhan
BB Kurang 1 (100) 0 (0) gizi bayi selain didapatkan dari ASI juga
0,259
BB Normal 14 (24,6) 43 (75,4)
membutuhkan tambahan makanan yang lain yang
Status Gizi BB/PB
Kurus 1 (33,3) 2 (66,7) biasa disebut Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
1,000
Normal 14 (25,5) 41 (74,5) karena ASI tidak bisa mencukupi kebutuhan gizi
Bella dkk., Hubungan Pemberian Makanan Pendamping… 81

bayi yang semakin lama juga semakin meningkat Hasil penelitian yang didapat menunjukkan
seiring dengan bertambahnya umur (Istiany dan kondisi rumah yang baik meliputi kondisi langit-
Rusilanti, 2014). Makanan Pendamping ASI (MP- langit dan dinding. Luas rumah juga sudah baik
ASI) pada bayi perlu memperhatikan frekuensi karena setiap orang bisa menempati ≥ 8 m 2/
makan, bentuk/jenis makanan, dan makanan orang. Ventilasi juga sudah terdapat pada setiap
selingan sesuai dengan umur bayi (Depkes RI, ruang rumah. Pencahayaan yang didapatkan dari
2006). pencahayaan alami dan buatan bisa masuk dalam
Menurut Almatsier (2004), masalah gizi rumah. Sumber air bersih juga terdapat dalam
disebabkan oleh adanya kemiskinan, rendahnya rumah rata-rata sumber air bersih dari PDAM.
ketersediaan pangan, dan sanitasi lingkungan SPAL sudah terdapat diluar rumah dan keadaan
yang buruk. Asupan zat gizi yang baik dapat baik. Seluruh rumah responden telah memiliki
membuat anak memiliki status gizi yang baik jamban dalam rumah dan sudah berbentuk leher
pula begitu juga sebaliknya. Pemberian Makanan angsa. Tempat sampah sudah terdapat di luar
Pendamping ASI (MP-ASI) sangat dibutuhkan dan di dalam serta keadaannya tertutup. Jendela
untuk memenuhi kebutuhan gizinya karena dalam rumah responden selalu dibuka tiap harinya.
pemberian Makanan Pendamping ASI (MP- Responden selalu membersihkan rumah setiap hari
ASI) juga sangat memengaruhi status gizi bayi. di sore hari.
Pendapatan keluarga yang rendah menjadi salah Pada Tabel 6 terlihat bahwa berdasarkan status
satu hal yang menyebabkan adanya masalah gizi. gizi indeks BB/U, bayi BB kurang sebagian besar
Tingkat pendapatan memengaruhi kemampuan memiliki sanitasi rumah kategori baik, sedangkan
daya beli dan pemilihan jenis makanan. bayi BB normal sebagian besar memiliki sanitasi
Keluarga miskin akan membelanjakan rumah baik. Uji statistik menunjukkan hasil
sebagian besar pendapatan untuk produk serelia, p=1,000 yang berarti tidak adanya hubungan antara
sehingga penghasilan akan menentukan kualitas sanitasi rumah dengan status gizi bayi umur 6-12
dan kuantitas makanan. Ketersediaan makanan pada keluarga miskin perkotaan berdasarkan indeks
dalam keluarga secara tidak langsung dipengaruhi BB/U. Hasil uji statistik memang menunjukkan
oleh keadaan sosial ekonomi keluarga. Tercapainya tidak adanya hubungan sanitasi rumah dengan
ketersediaan makanan yang baik dalam keluarga status gizi bayi indeks BB/U tetapi bayi BB
akan memengaruhi pola konsumsi dalam keluarga kurang seluruhnya memang memiliki sanitasi
yang nantinya akan memengaruhi intake zat gizi rumah kurang dan bayi BB normal sebagian besar
keluarga [(Soekirman (2002) dalam Septiana, memiliki sanitasi rumah yang baik.
2010)]. Berdasarkan status gizi indeks BB/U, bayi
yang kurus sebagian besar memiliki sanitasi
Sanitasi Rumah rumah yang kurang, sedangkan bayi yang normal
Berdasarkan hasil yang didapatkan sebagian sebagian besar memiliki sanitasi rumah yang baik.
besar bayi pada keluarga miskin perkotaan Uji statistik didapatkan hasil p=0,031 yang artinya
memiliki sanitasi rumah kategori baik. Berikut
tabel distribusi sanitasi rumah bayi pada keluarga
Tabel 6. Tabulasi Silang Antara Sanitasi Rumah dengan
miskin perkotaan. Status Gizi Bayi Berdasarkan Indeks BB/Udan BB/
PB pada Keluarga Miskin Perkotaan Puskesmas
Gunung Anyar Kota Surabaya Tahun 2015
Tabel 5. Distribusi Sanitasi Rumah Bayi Pada Keluarga
Miskin Perkotaan di Puskesmas Gubung Anyar Sanitasi Rumah
Status Gizi P value
Kota Surabaya Tahun 2015. Kurang Baik
Status Gizi BB/U
Total BB Kurang 3 (100) 0 (0)
Sanitasi Rumah 1,000
n % BB Normal 16 (29,1) 39 (70,9)
Kurang 19 32,8 Status Gizi BB/PB
Baik 39 67,2 Kurus 1 (100) 0 (0)
0,031
Total 58 100 Normal 14 (24,6) 43 (75,4)
82 Media Gizi Indonesia, Vol. 10, No. 1 Januari–Juni 2015: hlm. 76–83

ada hubungan antara sanitasi rumah dengan status dan kerentanan anak terhadap penyakit diakibatkan
gizi bayi umur 6-12 bulan pada keluarga miskin keadaan anak yang kekurangan gizi (Widaninggar,
perkotaan berdasarkan indeks BB/PB. Status 2003). Penyakit infeksi antara lain cacar air, TBC,
gizi bayi kurus sebagian besar memang memiliki diare, dan lain-lain dapat memberikan hambatan
sanitasi rumah kurang dan bayi normal sebagian absorpsi dan hambatan utilisasi zat-zat gizi yang
besar memiliki sanitasi rumah yang baik. dapat menurunkan daya tahan tubuh yang semakin
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang lama dan tidak terperhatikan yang merupakan dasar
dilakukan Husin (2008) yang menunjukkan adanya timbulnya KEP (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).
hubungan sanitasi lingkungan dengan status gizi. Anak-anak yang sering menderita penyakit infeksi
Sejalan dengan itu, penelitian yang dilakukan menyebabkan pertumbuhannya akan terhambat
Putri (2012) juga menunjukkan bahwa keadaan dam tidak dapat mencapai pertumbuhan yang
rumah ibu berpengaruh pada status gizi anak. optimal.
Indeks BB/PB merupakan indeks yang baik untuk
menilai status gizi saat ini, maka dari itu dapat KESIMPULAN DAN SARAN
dimungkinkan bahwa keadaan sanitasi rumah yang
buruk berdampak langsung dan cepat terhadap Kesimpulan penelitian adalah pada keluarga
status gizi bayi. miskin perkotaan, status gizi bayi lebih terkait
Secara teori, sanitasi rumah akan memengaruhi dengan keadaan sanitasi rumah dibandingkan
status gizi seseorang, semakin baik sanitasi rumah pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
akan semakin baik pula status gizinya. Tidak karena sanitasi rumah menjadi salah satu penyebab
adanya hubungan sanitasi rumah dengan status timbulnya penyakit infeksi yang nantinya akan
gizi bayi pada indeks BB/U mungkin dikarenakan berdampak pada status gizi anak. Sebaiknya, ibu
praktek sanitasi rumah yang dilakukan ibu sudah lebih menerapkan praktek pemberian Makanan
baik. Sanitasi rumah memang hanya salah satu Pendamping ASI (MP-ASI) lebih baik serta tetap
penyebab tidak langsung status gizi, sehingga mempertahankan sanitasi rumah yang baik agar
penyebab langsung seperti penyakit infeksi dan status bayi juga baik.
intake gizi yang bisa berpengaruh langsung.
Sanitasi lingkungan sendiri lebih berpengaruh DAFTAR PUSTAKA
terhadap kesehatan seseorang yang pada akhirnya Adriani, M. & Wirjatmadi, B. (2012). Pengantar
memengaruhi status gizi orang tersebut. Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada
Kesehatan lingkungan sebenarnya merupakan Media Group.
kondisi lingkungan yang baik sehingga akan Almatsier, S. (2004). Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
berpengaruh positif terhadap terwujudnya status Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum.
kesehatan yang baik pula. Menurut Soetjiningsih Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
(2012), sanitasi rumah memegang peranan penting (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:
untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan Kementerian Kesehatan RI.
anak. Sanitasi lingkungan sangat erat kaitannya Badan Pusat Statistik. 2014. Profil Keluarga Miskin
dengan penyakit saluran pernapasan, saluran Indonesia. Surabaya: Badan Pusat Statistik
Provinsi Jawa Timur.
pencernaan, dan penyakit akibat vektor nyamuk
Badan Pusat Statistik. (2015). Kemiskinan. Jakarta:
seperti demam berdarah dan malaria. Selain itu,
Badan Pusat Statistik Indonesia.
sanitasi rumah juga berkaitan dengan keadaan Depkes RI, Dirjen Binkesmas, Direktorat Gizi
rumah/tempat tinggal yang harus dalam keadaan Masyarakat. (2004). Analisis Situasi Gizi &
layak untuk menjamin kesehatan dan keselamatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes RI.
penghuni rumah. Herlistia, B. H. R. (2015). Hubungan Pola Asuh
Kesehatan lingkungan dan tempat tinggal dengan Status Gizi Bayi Umur 6-12 Bulan
yang buruk dapat memengaruhi kondisi bayi pada Keluarga Miskin Perkotaan (Skripsi tidak
terutama timbulnya berbagai macam penyakit terpublikasi). Universitas Airlangga, Surabaya,
infeksi pernapasan dan pencernaan. Pertumbuhan Indonesia.
Bella dkk., Hubungan Pemberian Makanan Pendamping… 83

Husin, C.R. (2008). Hubungan Pola Asuh Anak Sarah, M. (2008). Hubungan Tingkat Sosial Ekonomi
dengan Status Gizi Balita Umur 24-59 Bulan dan Pola Asuh dengan Status Gizi Anak Balita
di Wilayah Terkena Tsunami Kabupaten Pidie di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin
Propinsi NAD (Skripsi, Universitas Sumatera Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat
Utara, Medan). Diakses dari http://repository. Tahun 2008 (Skripsi, Universitas Sumatera
usu.ac.id/bitstream/123456789/6808/1/09E00 Utara, Medan). Diakses dari http://repository.
172.pdf usu.ac.id/bitstream/123456789/16930/7/Cover.
Istiany, A., Rusilanti. (2014). Gizi Terapan. pdf
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Septiana R., Djannah, S. R. N., Djamil, M. D.
Marimbi, H. (2010). Tumbuh Kembang, Status Gizi, (2010). Hubungan Antara Pola Pemberian
dan Imunisasi Dasar pada Balita. Yogyakarta: Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dan Status
Nuha Medika. Gizi Balita Usia 6-24 Bulan di Wilayah Kerja
Oktafiani, A. (2012). Hubungan Pola Asuh dan Puskesmas Gedongtengen Yogyakarta. Jurnal
Tingkat Konsumsi terhadap Kejadian Gizi KES MAS, Vol. 4(2), 76 – 143.
Kurang di Wilayah Kerja Puskesmas Wonorejo Soetjiningsih. (2012). Tumbuh Kembang Anak.
(Skripsi tidak terpublikasi). Universitas Jakarta: Buku Kedokteran ECG.
Airlangga, Surabaya, Indonesia. Supariasa, I.D.N, Bakri, B dan Fakjar, I. (2001).
Puspitawati, N. (2013). Sanitasi Lingkungan yang Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku
Tidak Baik Memengaruhi Status Gizi pada Kedokteran.
Balita. Jurnal STIKES, Volume 6, No. 1. UNICEF. (1998). The State of The World’s Children.
Putri, D.S., Dadang, S. (2012). Keadaan Rumah, New York: Oxford University Press.
Kebiasaan Makan, Status Gizi, dan Status Widaninggar. W, (2003). Pola Hidup Sehat dan
Kesehatan Balita di Kecamatan Tamansari, Segar. Jakarta: Depdiknas Pusat Pengembangan
Kabupaten Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan, Kualitas Jasmani.
7(3), 163—168.
Tugas Analisis Jurnal
(PICOT)
Nama : Firdayanti Isini
Nim : 220602021
Mata Kuliah : Evidance Based Kebidanan
Dosen Mk : Adhe Lisha Gayuh Sasiwi, S.ST., M.Kes
Populasi Intervensi Comparasion Outcome Time / lama Nama Jurnal
(P) (i) (C) (O) penelitian
(T)
100 ibu hamil Beberapa upaya yang dilakukan responden dengan Hasil penelitian Penelitian Makanan Pendamping
yang pemerintah, diantaranya ada MP ASI yang tidak menunjukan bayi yang dilakukan ASI Menurunkan
memiliki gerakan “Seribu Hari Pertama tepat sebagian mengalami stunting diwilayah Kejadian Stunting Pada
balita dengan Kehidupan” itu mencakup upaya besar mengalami sebagian besar tidak kerja Balita Kabupaten Sleman
usia >6-60 yang spesifik maupun yang stunting yaitu 47 % mendapatkan MP ASI Puskemas
bulan, 50 sensitif.Spesifik yang dimaksud dan responden yang tepat. WHO KAlasan
anak sebagai adalah hal yang langsung yang memberikan merekomendasikan Sleman. 2
kasus dan 50 berhubungan dengan gizi, MP ASI secara MP ASI harus Februari
anak sebagai misalnya suplementasi tepat status gizinya memenuhi 4 syarat 2019.
control. mikronutrien pada bayi dan normal sebanyak yaitu: tepat waktu,
balita.Kemudian ada pula 45%. Hasil analisis adekuat, aman dan
suplementasi pada ibu hamil, menunjukan diberikan dengan cara
yaitu melalui tablet tambah bahwa terdapat yang benar.
darah.Hal tersebut lebih sebagai hubungan antara Praktik pemberian MP
upaya pencegahan dari stunting pemberian MP ASI ASI yang tepat
itu sendiri. Upaya untuk terhadap kejadian terbukti dapat
mencegah terjadinya stunting stunting pada menurunkan angka
salah satunya dengan Inisiasi balita dengan p kejadian stunting di
Menyusu Dini (IMD) value <0.05 dan Kabupaten Sleman
memberikan ASI eksklusif hasil r 0.643 Yogyakarta
sampai umur 6 bulan dan setelah menunjukan
umur 6 bulan diberikan makanan hubungan antara
pendamping ASI ( MPASI) yang praktik pemberian
cukup jumlah dan kwalitasnya MP ASI dengan
kejadian stunting
memeiliki keeratan
yang kuat.
Populasi Intervensi Comparasion Outcome Time / lama Nama Jurnal
(P) (i) (C) (O) penelitian
(T)
bayi umur 6- Pemberian Makanan Pendamping Berdasarkan status Hasil penelitian Penelitian ini Hubungan Pemberian
12 bulan dan ASI (MP-ASI) meliputi umur gizi indeks BB/U, menunjukkan dilakukan di Makanan Pendamping
terdaftar pada pemberian pertama, variasi bayi yang kurus pemberian Makanan wilayah kerja Asi (Mp-Asi) Dan
posyandu makanan, frekuensi makan, sebagian besar Pendamping ASI (MP- Puskesmas Sanitasi Rumah Dengan
wilayah kerja penyiapan makan, bentuk/jenis memiliki sanitasi ASI) (67,2%) dan Gunung Status Gizi Bayi Keluarga
Puskesmas makanan, distribusi makan, rumah yang sanitasi lingkungan Anyar Kota Miskin Perkotaan
Gunung tindakan ibu jika anak tidak mau kurang, sedangkan rumah (74,1%) Surabaya
Anyar Kota makan, dan pemberian makanan bayi yang normal sebagian besar pada bulan
Surabaya selingan. sebagian besar kategori baik. Uji Mei-Juli
sebesar 58 Sanitasi rumah meliputi kondisi memiliki sanitasi statistik menunjukkan 2015.
responden fisik rumah, kondisi jamban, rumah yang baik. tidak adanya hubungan
kondisi ventilasi, kondisi air Uji statistik pemberian Makanan
bersih, keberadaan SPAL, sistem didapatkan hasil Pendamping ASI (MP-
pembuangan sampah, kebersihan p=0,031 yang ASI) dengan status
rumah, dan kepadatan rumah artinya ada gizi (p=0,259), namun
hubungan antara terdapat hubungan
sanitasi rumah sanitasi rumah dengan
dengan status gizi status gizi bayi
bayi umur 6-12 (p=0,031). sanitasi
bulan pada rumah lebih
keluarga miskin berkontribusi terhadap
perkotaan status gizi bayi pada
berdasarkan indeks keluarga miskin
BB/PB. Status gizi perkotaan jika
bayi kurus dibandingkan
sebagian besar pemberian Makanan
memang memiliki Pendamping ASI (MP-
sanitasi rumah ASI). Sebaiknya
kurang dan bayi keluarga miskin
normal sebagian memperhatikan
besar memiliki sanitasi rumah agar
sanitasi rumah tetap baik dan
yang baik mengoptimalkan
pemberian Makanan
Pendamping ASI (MP-
ASI) yang lebih
bervariasi dan
meningkatkan
pemberian makanan
selingan yang sehat
bagi bayi.

You might also like