Professional Documents
Culture Documents
TEKNOLOGI KEBIDANAN
Di Susun Oleh :
Oktarizani Lomban
Firdayanti Isini
Yulianti Lumintang
Helmi Jeaneth Suluh
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. kami
menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karenaitu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
BAB 1
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Manusia sekarang hidup dalam masa yang berubah sangat cepat sehingga
manusia sekarang lebih peka terdahap persoalan-persoalan yang ada. Dengan
kemajuan dan pengetahuan teknologi telah mengubah dan meninggalkan hal-hal
yang berbau tradisional menuju ke modern, yang di akui sekarang
lebih banyak menggunakan
tolak ukur keduniawian. Ini bukan saja dalam masalah peribadatan tetapi juga dala
m bidang muamalah dan yang lainnya. Perbuatandan tingkah laku sekarang
menjadi perhatian yang lebih besar dari ajaran islam kalau ada penyimpangan dari
norma-norma agama dan ini berlaku di kalangankaum muslimin.Seperti contoh
mengapa wanita-wanita jaman sekarang lebih menyukai ahlikandungaan? Dalam
kenyataannya dengan cara ini angka kematian bayi danwanita yang melahirkan
dapat ditekan serendah mungkin. Ini adalah perhitungan kasar yang berarti bahwa
dari perawatan kebidanan kaum Wanita yang sehat tidak lagi meninggal karena
sebab kehamilan ataupun bersalin dan bayi-bayi yang sehat
dapat menikmati dunia ini lebih lama. Segala sesuatu dapat dicapai melalui
pengetahuan yang luas, fasilitas yang lebih baik, peralatan yanglebih sempurna,
dan spesialis yang terus berkembang.
BAB II
PEMBAHASAN
5. Bayi tabung lahir tanpa proses kasih sayang yang alami terutama pada bayi
tabung lewat ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya pada pasangan
suami istri yang punya benihnya, sesuai dengan kontrak,tidak terjalin
hubungan keibuan anatara anak dengan ibunya secara alami.
Dua tahun sejak ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah
menetapkan fatwa tentang bayi tabung/inseminasi buatan. Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dalam fatwany pada tanggal 13 Juni 1979 menetapkan 4
keputusan terkait masalah bayi tabung, di antaranya :
1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah
hukumnya mubah (boleh), sebab ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah
kaidah agama. Asal keadaan suami istri yang bersangkutan benar-benar
memerlukan cara inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan
cara pembuahan alami, suami istri tidak berhasil memperoleh anak.
2. Para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami
istri yang dititipkan di rahim perempuan lain dan itu hukumnya haram, karena
dikemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit dalam
kaitannya dengan warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu
yang mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya,
dan sebaliknya).
3. Bayi Tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal
dunia hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah. Sebab, hal ini
akan menimbulkan masalah yang pelik baik kaitannya dengan penentuan nasab
maupun dalam hal kewarisan.
4. Bayi Tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari pasangan suami-istri
yang sah hal tersebut juga hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama
dengan hubungan kelamin antar lawan jenis diluar pernikahan yang sah alias
perzinahan.
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah dalam
Forum Munas di Kaliurang, Yogyakarta pada tahun 1981. Ada 3 keputusan yang
ditetapkan ulama NU terkait masalah Bayi Tabung, diantaranya :
1. Apabila mani yang ditabung atau dimasukkan kedalam rahim wanita tersebut
ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram.
Hal itu didasarkan pada sebuah hadist yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA,
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik
dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan dengan perbuatan seorang lelaki
yang meletakkan spermanya (berzina) didalam rahim perempuan yang tidak
halal baginya.”
2. Apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara
mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. Mani
Muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak
dilarang oleh syara’. Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para
ulama NU mengutip dasar hukum dari Kifayatul Akhyar II/113. “Seandainya
seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan beronani) dengan
tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat
atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang.”
3. Apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri yang sah dan cara
mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukkan ke dalam rahim istri
sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).
Alkitab dengan jelas berkata bahwa kita tidak berdaulat atas hidup kita sendiri.
“Tuhan yang memberi, Tuhan juga yang mengambil” (Ayub 1:21). Selain itu
juga, Allah berkata kepada Musa, “Akulah yang mematikan dan Akulah yang
menghidupkan” (Ulangan 32:39). Allah yang menciptakan kehidupan
(Kejadian 1: 21,27) dan dia sendirilah yang menopangnya (Kis 17:28). Karena
itu kita tidak mempunyai hak untuk mengambil hidup yang tidak bersalah (Kej
9:6, Kel 20:13). Segala sesuatu dalam hidup ini adalah atas kuasa Tuhan.
Dengan demikian jelas bahwa bukan manusia yang berkuasa untuk menciptakan
kehidupan. Bayi tabung merupakan kegiatan yang melanggar ketetapan Allah
karena manusia berusaha menciptakan kehidupan.
Namun demikian, agama islam menilai permasalahan ini sebagai problem yang
cukup kompleks. Bukan sekedar urusan penipuan terhadap calon suami semata.
Sebab jika hanya demikian, permasalahan ini mungkin akan selesai jika operasi ini
dilakukan oleh perempuan yang sudah bersuami.
Pada dasarnya, kajian tentang operasi keperawanan masih menjadi
perbincangan hangat di kalangan cendekiawan muslim. Di antara mereka
mengatakan, operasi ini mutlak haram, baik selaput dara hilang sebab hubungan
badan dalam ikatan pernikahan ataupun karena perzinaan.
Dari pendapat kedua ini, akhirnya didapati beberapa putusan hukum. Mulai
dari haram, sunah, bahkan menjadi wajib. Keputusan hukum ini dilatarbelakangi
oleh perbedaan cara pandang mereka atas dalil. Setidaknya ada tiga keadaan yang
teridentifikasi dari pembahasan mereka.
C. Bedah Plastic
seseorang yang mengalami obesitas dan dia harus menurunkan berat badannya
agar dia dapat hidup lebih sehat atau untuk memperbaiki saluran hidung karena
Operasi plastik berasal dari dua kata, yakni “Operasi” yang artinya “Pembedahan”
dan “Plastik” yang berasal dari 4 bahasa yaitu, plasein (Bahasa Kunonya),
yang semuanya itu berarti “berubah bentuk”, dalam Ilmu Kedokteran dikenal
plastik menurut ilmu kedokteran adalah pembedahan jaringan atau organ yang
akan dioperasi dengan memindahkan jaringan atau organ dari tempat yang satu ke
tempat yang lain sebagai bahan untuk menambah jaringan yang dioperasi.
Pandangan Islam tentang Bedah plastic
merubah ciptaan Allah dan Alquran telah secara jelas menyatakan orang yang
merubah ciptaan-Nya adalah orang yang mengikuti jalan dan ajakan syaithan
mengenai هالل خلق فليغيرنmenurut beliau adalah mengubah ciptaan Allah yang
melekat dalam diri setiap manusia, khususnya fitrah keagamaan dan keyakinan
akan keesaan Tuhan. Dan memfungsikan makhluk Allah tidak sesuai dengan
fungsi yang sesungguhnya serta mengubah ciptaan Allah yang dimaksud adalah
D. Transfuse Darah
1. Menambah jumlah darah yang beredar dalam tubuh orang yang sakit yang
darahnya berkurang karena sesuatu sebab, misalnya pendarahan, operasi,
kecelakaan, dan lain-lain.
2. Menambah kemampuan darah dalam tubuh si sakit untuk menambah/
-Tuhan berfirman kepada Kain: "Apakah yang tealh kau perbuat ini ? Darah adikmu
itu berteriak kepada Ku dari tanah".
-Yesus Kristus: "Inilah darahku, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak
orang untuk pengampunan dosa" (Mattius 26:28).
-Dia bersabda: "Barangsiapa memberi yang lapar, memberi minum yang haus,
memberi tumpangan orang perantauan, memberi pakaian kepada yang tiada
berpakaian, mengunjungi yang sakit atau yang ada dalam penjara, adalah wujud
mengasihi Kristus".
Jadi di dalam kematian Kristus pun harus dipahami secara rohani, bukan
jasmaninya saja. Termasuk menerima transfusi darah, ketika itu diperlukan untuk
menolong keselamatan nyawa seseorang, tentu saja diperbolehkan, bukan har