Professional Documents
Culture Documents
NPM. 2214901110056
Oleh :
NOR ERIKA
NPM. 2214901110056
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
BANJARMASIN 2022 / 2023
PERNYATAAN ORISINALITAS
Menyatakan dengan sesungguhnya karya ilmiah akhir program profesi ners ini
merupakan hasil karya cipta sendiri dan bukan plagiat, begitu pula hal yang terkait
didalamnya baik mnegenai isinya, sumber yang dikutip/dirujuk, maupun teknik di
dalam pembuatan dan penyusunan karya ilimiah program profesi ners ini.
Dibuat di :
Banjarmasin
Pada tanggal : …….. 2023
Saya yang menyatkan,
Nor Erika
PROGRAM PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
Inkontinensia Urin merupakan keluarnya urin yang tidak dapat dikehendaki atau
tidak dapat dikontrol secara objektif dapat diperlihatkan dan merupakan suatu
masalah sosial atau higienis (International Contience Society, 2022).
Inkontinensia Urin merupakan keluhan subjektif klien terhadap masalah
perkemihan yang di alaminya . Inkonentinensia urin merupakan keluhan masalah
perkemihan yang terjadinya sangat berfariasi pada semua rentang usia , mulai dari
anak anak usia 7 tahun sampai dengan dewasa , namun kejadian tertinggi terjadi
pada lansia atau usia dewasa lanjut. Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin
involunter atau kebocoran urine yang sangat nyata dan menimbulkan masalah
sosial dan higienis (Karjoyo, Pangemanan and Onibala, 2017).
Inkontinensia urin merupakan pengeluaran urin tanpa disadari ( Involunter ) ,
dalam jumlah dan frekuensi cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan
kesehatan atau sosial, higienis , psikososial dan ekonomi . ( Moa, H.M, Susi
Milwati , Sulsasmini 2017 ) .
Terdapat empat masalah yang terjadi pada lansia yang memerlukan perawatan
segera yaitu : imobilisasi, inkontinensia, gangguan mental, serta ketidakstabilan
(Watson, 2020). Perubahan terkait usia dalam sistem urinaria mengakibatkan
inkontinensia pada lansia (Stanley & Beare, 2021).
Pelaporan masalah inkontinensia urin sering tidak diberitahukan oleh pasien
ataupun keluarga karena adanya kepercayaan bahwa masalah tersebut memalukan
untuk diceritakan. Menurut Setiati dan Pramantara (2021), inkotinensia urin
merupakan masalah kesehatan pada lansia yang dapat diselesaikan. Namun, jika
inkotinensia urin sudah berkepanjangan, maka akan mempengaruhi kehidupan
seseorang, mengakibatkan masalah kehidupan baik dari segi medis, ekonomi,
sosial, maupun psikologis (Chesor, 2019).
Purnomo (2019) mengungkapkan inkontinensia urin merupakan keluarnya urin
yang tidak terkontrol yang mengakibatkan gangguan hygiene dan social serta
dapat dibuktikan secara objektif. Sedangkan menurut Menurut Shaw & Wagg
(2020) inkontinensia urine diartikan sebagai keluhan terhadap masalah tidak
terkontrolnya pengeluaran urine.
Menurut Muhithn, Adam sandu (2019) secara umum penyebab inkontinensia urin
adalah kelainan urilogis , neurologis, atau fungsional . Kelainan urilogis pada
inkontinensia urin dapat disebabkan karena adanya radang , batu , tumor dan
vertikel . Kelainan neurologis seperti pada pasien stroke, terutama pada medulla
spinalis , demensia dan lain lain . Inkontinensia urin pada wanita dapat terjadi
akibat melemahnya otot dasar panggul yang disebabkan karena usia lanjut ,
menopause, kehamilan , pasca melahirkan , kegemukan ( obesitas ) , kurang
aktifitas atau adanya infeksi saluran kemih . Dengan menurunnya kadar hormon
estrogen pada wanita lanjut usia , akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan
otot pintu saluran kemih ( uretra ), sehingga menyebabkan terjadinya
inkontinensia urin .
Segala puji hanyalah milik Allah SWT, atas segala limpahan kasih sayang-
Nya. Shalawat serta salam mudah-mudahan senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Besar Muhammad SAW. Alhamdulillahirobbil’alamin Puji Syukur kehadirat
Allah SWT, atas anugerah dan petunjuk yang diberikan. Karena izin Allah penulis
dapat menyusun Karya Ilmiah Akhir Profesi Ners ini dengan judul “Analisis
Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Ny K Dengan Penerapan Intervensi Senam
Kegel ”.
Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah Akhir Program Profesi Ners ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun agar pelaksanaan
penelitian ini nantinya menjadi lebih baik dan dapat bermanfaat. Pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Solikin, Ns.,M.Kep.,Sp.Kep.MB selaku Dekan Fakultas Keperawatan
dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Banjarmasin beserta para
Wakil Dekan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengenyam pendidikan di Program Studi Profesi Ners.
2. Ibu Evy Noorhasanah, S.Kep.,Ns,M.Imun selaku Kepala Program Studi
Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Banjarmasin yang telah
memfasilitasi jalannya karya ilmiah akhir profesi ners ini.
3. Bapak Lukman Harun, Ns.,M.Imun. selaku pembimbing utama sekaligus
penguji 1, yang telah memberikan arahan, bimbingan, saran dan masukan
sehingga penulis dapat melaksanakan seminar karya ilmiah akhir profesi ners
ini.
4. Bapak Hiryadi, Ns.,M.Kep,.Sp.KOM , selaku pembimbing 2 sekaligus
penguji 2 yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan sehingga
penulis dapat melaksanakan seminar karya ilmiah akhir profesi ners ini.
5. Ibu Rohni Taufikasi, Ns, M.Kep selaku pembimbing pendamping sekaligus
penguji 3 yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan sehingga
penulis dapat melaksanakan seminar karya ilmiah akhir profesi ners ini.
6. Responden dan keluarga yang telah bersedia memberikan informasi dan
meluangkan waktu untuk terlibat dalam karya ilmiah akhir profesi ners ini.
7. Civitas akademika dan teman-teman Program Profesi Ners Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin, yang selalu berbagi pengetahuan dan
motivasi.
8. Orang tua saya, atas kesabarannya membesarkan dan mendidik dengan penuh
kasih sayang serta cinta yang tulus dan ikhlas kepada saya semenjak kecil.
Orangtua saya yang tidak pernah lelah mendo’akan dan selalu memberi
dukungan adalah bukti perjuangan saya dalam meraih impian.
9. Semua teman yang telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah akhir
profesi ners ini, saya ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya.
10. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian karya ilmiah akhir profesi
ners ini.
Mohon maaf atas segala kesalahan dan ketidaksopanan yang mungkin telah
saya perbuat. Semoga Allah SWT senantiasa memudahkan setiap langkah –
langkah kita menuju kebaikan dan selalu menganugerahkan kasih sayangnya
untuk kita semua. Aamiin.
Banjarmasin, ………2023
Penulis
Nor Erika
DAFTAR ISI
1
untuk diceritakan. Menurut Setiati dan Pramantara (2021), inkotinensia urin
merupakan masalah kesehatan pada lansia yang dapat diselesaikan. Namun, jika
inkotinensia urin sudah berkepanjangan, maka akan mempengaruhi kehidupan
seseorang, mengakibatkan masalah kehidupan baik dari segi medis, ekonomi,
sosial, maupun psikologis (Chesor, 2019).
Purnomo (2019) mengungkapkan inkontinensia urin merupakan keluarnya urin
yang tidak terkontrol yang mengakibatkan gangguan hygiene dan social serta
dapat dibuktikan secara objektif. Sedangkan menurut Menurut Shaw & Wagg
(2020) inkontinensia urine diartikan sebagai keluhan terhadap masalah tidak
terkontrolnya pengeluaran urine.
Berdasarkan pentingnya metode alternative penanganan Inkontinensia urin pada
lansia maka penulis tertarik untuk melakukan intervensi dengan judul “Analisis
asuhan keperawatan gerontik dengan Inkontinensia urin dengan penerapan senam
Kegel .
2
1.3 Manfaat Penelitian
1.3.1 Manfaat Aplikatif
Sebagai acuan untuk mengetahui pengaruh pemberian teknik senam
Kegel Pada lansia Yang Mengalami Inkontinensia Urin .
1.3.2 Manfaat Keilmuan
Sebagai motivasi untuk meningkatkan pengetahuan terkait Pengaruh
Pemberian Kompres Tekhnik Senam Kegel Pada lansia Yang
Mengalami Inkontinensia Urin
1.3.3 Manfaat Untuk Instansi
sebagai sumber informasi dan bisa di kembangkan untuk penelitian
selanjutnya terkait Pengaruh Pemberian Tekhnik senam Kegel Pada
Lansia Yang Mengalami Inkontinensia Urin
1.3.4 Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai evidence base nursing dalam
melaksanakan Pemberian Tekhnik Senam Kegel Pada Lansia
khususnya untuk lansia yang mengalami Inkontinensia Urin.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
tidur, dampak psikososial dan ekonomi, seperti depresi, mudah
marah, terisolasi, hilang percaya diri, pembatasan aktivitas sosial,
dan besarnya biaya rawatan (Juananda, 2018).
2.1.2 Etiologi Inkontinensia Urin
Menurut Muhithn, Adam sandu (2019) secara umum penyebab
inkontinensia urin adalah kelainan urilogis , neurologis, atau
fungsional . Kelainan urilogis pada inkontinensia urin dapat
disebabkan karena adanya radang , batu , tumor dan vertikel .
Kelainan neurologis seperti pada pasien stroke, terutama pada
medulla spinalis , demensia dan lain lain . Inkontinensia urin pada
wanita dapat terjadi akibat melemahnya otot dasar panggul yang
disebabkan karena usia lanjut , menopause, kehamilan , pasca
melahirkan , kegemukan ( obesitas ) , kurang aktifitas atau adanya
infeksi saluran kemih . Dengan menurunnya kadar hormon estrogen
pada wanita lanjut usia , akan terjadi penurunan tonus otot vagina
dan otot pintu saluran kemih ( uretra ), sehingga menyebabkan
terjadinya inkontinensia urin .
Menurut Soeparman & Wapadji Sarwono, dalam Aspiani, (2021))
faktor penyebab inkontinensia urin antara lain :
a. Poliuria
Poliuria merupakan kelainan frekuensi buang air kecil karena
kelebihan produksi urin. Pada poliuria volume urin dalam 24 jam
meningkat melebihi batas normal karena gangguan fungsi ginjal
dalam mengonsentrasi urin.
b. Nokturia
Kondisi sering berkemih pada malam hari disebut dengan nokturia.
Nokturia merupakan salah satu indikasi adanya prolaps kandung
kemih.
5
c. Faktor usia
Inkontinensia urin lebih banyak ditemukan pada usia >50 tahun
karena terjadinya penurunan tonus otot pada saluran kemih.
f. Frekuensi melahirkan
Melahirkan dapat mengakibatkan penurunan otot-otot dasar panggul.
g. Merokok
Merokok dapat menyebabkan kandung kemih terlalu aktif karena
efek nikotin pada dinding kandung kemih.
i. Obesitas
Berat badan yang berlebih meningkatkan resiko terkena
inkontinensia urin karena meningkatnya tekanan intra abdomen dan
kandung kemih. Tekanan intra abdomen menyebabkan panjang
uretra menjadi lebih pendek dan melemahnya tonus otot.
6
j. Infeksi saluran kemih
Gejala pada orang yang mengalami infeksi saluran kemih biasanya
adalah peningkatan frekuensi berkemih. Frekuensi berkemih yang
semakin banyak akan menyebabkan melemahnya otot pada kandung
kemih sehingga dapat terjadi inkontinensia urin.
7
2.1.4. Patofisiologi Inkotinensia Urin
Inkontinensia urin dapat terjadi karena beberapa penyebab, antara
lain:
a. Perubahan terkait usia pada sistem perkemihan
Menurut Stanley M & Beare G Patricia, dalam Aspiani, (2021))
kapasitas kandung kemih (vesiko urinaria) yang normal sekitar 300-
600 ml. Dengan sensasi atau keinginan berkemih di antara 150-350
ml. Berkemih dapat ditunda 1-2 jam sejak keinginan berkemih
dirasakan. Keinginan berkemih terjadi pada otot detrusor yang
kontraksi dan sfingter internal serta sfingter eksternal relaksasi, yang
membuka uretra. Pada orang dewasa muda hampir semua urin
dikeluarkan saat berkemih, sedangkan pada lansia tidak semua urin
dikeluarkan. Pada lansia terdpat residu urin 50 ml atau kurang
dianggap adekuat. Jumlah residu lebih dari 100 ml mengindikasikan
retensi urin. Perubahan lain pada proses penuaan adalah terjadinya
kontraksi kandung kemih tanpa disadari. Pada seorang wanita lanjut
usia terjadinya penurunan hormon estrogen mengakibatkan atropi
pada jaringan uretra dan efek dari melahirkan menyebabkan
lemahnya otot-otot dasar panggul.
b. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi
kandung kemih
Menurut Aspiani, (2021)) adanya hambatan pengeluaran urin karena
pelebaran kandung kemih, urin terlalu banyak dalam kandung kemih
sehingga melebihi kapasitas normal kandung kemih. Fungsi sfingter
yang terganggu mengakibatkan kandung kemih mengalami
kebocoran ketika bersin atau batuk.
8
2.1.5 Pathway Inkontinensia Urin
Hambatan/obstruksi uretra
Inkoordinasi antara detrusor uretra
kelamin otot detrusor
BAB 1
Multiparitas (penurunan Obstruksi Lesi spinal cord dibawah pembedahan lansia
otot dasar panggul) kandung kemih Kegagalan Pengeluaran urin S2
Ketika Batuk, bersin,
tertawa,mengejan Retensi Kehilangan
Penurunan otot detrusor Komplikasi post op fungsi kognitif
otot detrusor tidak stabil
Kronis Distensi
Tekanan Kandung
kandung kemih > uretra kemih Penururnan
Tidak dapat mengontrol Otot detrusor
fungsi otot
Tekanan intravesika keluaran urin melemah
detrusor
Disuria
Peningkatan tekanan
intraabdominal
Kontraksi kandung kemih Inkontinensia refleks Inkontinensia
involunter MK : Gg. Rasa after trauma Inkontinensia
Nyaman Nyeri Fungsional
Otot sfingter uretra
melemah Kebocoran urine involunter
Tidak dapat mengontrol
keluaran urin
Inkontinensia Stres Inkontinensia
urgensi/dorongan
Inkontinensia overflow
INKONTINENSIA URIN
Urin yang bersifat asam Tubuh berbau pesing Keluar malam/siang hari
mengiritasi kulit
e. Inkontinensia fungsional
Dapat terjadi akibat penurunan yang berat dari fungsi fisik dan kognitif
sehingga pasien tidak dapat mencapai ke toilet pada saat yang tepat. Hal ini
terjadi pada demensia berat, gangguan neurologi, gangguan mobilitas dan
psikologi
2.1.7.Penatalaksanaan Inkontinensia Urin
Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Aspiani (2021),
10
yaitu dengan mengurangi faktor risiko, mempertahankan homeostatis,
mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot
pelvis, dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut, dapat dilakukan sebagai
berikut :
a. Pemanfaatan kartu catatan berkemih
Yang dicatat dalam kartu catatan yaitu waktu berkemih, jumlah urin yang
keluar baik secara normal maupun karena tak tertahan. Banyaknya minuman
yang diminum, jenis minuman yang diminum, dan waktu minumnya juga
dicatat dalam catatan tersebut.
b. Terapi non farmakologi
Terapi ini dilakukan dengan cara mengoreksi penyebab timbulnya
inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih,
diuretik, dan hiperglikemi. Cara yang dapat dilakukan adalah :
1) Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu
berkemih) dilakukan dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga waktu
berkemih 6-7x/hari. Lansia diharapkan mampu menahan keinginan
berkemih sampai waktu yang ditentukan. Pada tahap awal, diharapkan lansia
mampu menahan keinginan berkemih satu jam, kemudian meningkat 2- 3
jam.
2) Promited voiding yaitu mengajari lansia mengenali kondisi berkemih. Hal
ini bertujuan untuk membiasakan lansia berkemih sesuai dengan
kebiasaannya. Apabila lansia ingin berkemih diharapkan lansia
memberitahukan petugas. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan
fungsi kognitif.
3) Melakukan latihan otot dasar panggul atau latihan kegel. Latihan kegel ini
bertujuan untuk mengencangkan otot-otot dasar panggul dan
mengembalikan fungsi kandung kemih sepenuhnya serta mencegah prolaps
urin jangka panjang.
c. Terapi farmakologi
Obat yang dapat diberikan pada inkontinensia dorongan (urge) yaitu
antikolenergik atau obat yangbekerja dengan memblokir neurotransmitter,
yang disebut asetilkolin yang membawa sinyal otak untuk mengendalikan
otot. Ada beberapa contoh obat antikolenergik antara lain oxybutinin,
propanteline, dyclomine, flsavoxate, dan imipramine. Pada inkontinensia
tipe stress diberikan obat alfa adregenic yaitu obat untuk melemaskan otot.
11
Contoh dari obat tersebut yaitu pseudosephedrine yang berfungsi untuk
meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter yang mengalami relaksasi
diberikan obat kolinergik agonis yang bekerja untuk meningkatkan fungsi
neurotransmitter asetilkolin baik langsung maupun tidak langsung. Obat
kolinergik ini antara lain bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti
prazosin untuk menstimulasi kontraksi.
d. Terapi pembedahan
Terapi ini bisa dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urge, bila
terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Pada inkontinensia
overflow biasanya dilakukan pembedahan untuk mencegah retensi urin.
Terapi ini biasanya dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum,
hiperplasia prostat, dan prolaps pelvis.
e. Modalitas lain
a. Terapi modalitas ini dilakukan bersama dengan proses terapi dan
pengobatan masalah inkontinensia urin, caranya dengan menggunakan
beberapa alat bantu bagi lansia antara lain pampers, kateter, dan alat
bantu toilet seperti urinal dan bedpan.Keseimbangan cairan ketika pasien
mengalami dehidrasi. Minimal pasien memerlukan 2,5 liter cairan setiap
24 jam. Cairan dapat diberikan melalui intravena jika perlu.
b. Kominukasi untuk mengurangi ansietas dan mendukung kenyamanan
pasien.
12
d. Tes diagnostik lanjutan
1) Tes urodinamik untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih bagian
bawah
2) Tes tekanan uretra untuk mengukur tekanan di dalam uretra saat istirahat dan
saat dinamis.
3) Imaging tes untuk saluran kemih bagian atas dan bawah.
e. Catatan berkemih (voiding record)
Catatan berkemih ini dilakukan selama 1-3 hari untuk mengetahui pola berkemih.
Catatan ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami
inkontinensia urin dan tidak inkontinensia urin, serta gejala yang berhubungan
dengan inkontinensia urin.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pada Inkontinensia Urin
2.2.1. Pengkajian Inkontinensia Urin
Pengkajian Pengkajian asuhan keperawatan pada lansia secara
menyeluruh menurut Rosidawati, (2019) yaitu :
2.2.2 Karakteristik demografi
2.2.3.1. Identitas pasien, meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat sebelumnya, dan
hobi.
2.2.3.2. Riwayat keluarga, keluarga yang bisa dihubungi, jumlah saudara
kandung, jumlah anak, riwayat kematian keluarga dalam satu
tahun, dan riwayat kunjungan keluarga.
2.2.3.3. Riwayat pekerjaan dan status ekonomi, pekerjaan sebelumnya dan
sumber pendapatan saat ini.
2.2.3.4. Aktivitas dan rekreasi, meliputi jadwal aktivitas, hobi, wisata, dan
keanggotaan organisasi.
2.2.3 pola kebiasaan sehari-hari
2.2.3.1. Pola nutrisi
Pola nutrisi meliputi frekuensi makan, nafsu makanan, jenis
makanan yang dimakan, kebiasaan sebelum makan, makanan
yang disukai dan tidak disukai, alergi dengan makanan, dan
keluhan yang berhubungan dengan makan. Selain makan juga
perlu dikaji asupan cairannya, meliputi jumlah air yang diminum
dalam sehari, jenis minuman (air putih, teh, cokelat, minuman
berkafein, bersoda, dan beralkohol), dan minuman kesukaan.
13
2.2.3.2. Pola eliminasi
Menurut Maas, (2018) pengkajian pola eliminasi khusus untuk
lansia dengan inkontinensia urin yaitu :
a. Buang air kecil, frekuensi berkemih sepanjang hari, frekuensi
berkemih di malam hari, kesulitan dalam berkemih (perlu
mengejan atau tidak), aliran urin, nyeri saat berkemih, adanya
campuran darah saat berkemih, dan warna urin.
b. Buang air besar, frekuensi buang air besar, konsistensi, warna
feses, keluhan saat buang air besar, dan penggunaan obat
pencahar.
2.2.3.3. Pola personal hygiene
Menggambarkan frekuensi mandi, gosok gigi, mencuci rambut,
penggunaan alat mandi (sabun, pasta gigi, dan shampo), dan
kebersihan tangan serta kuku.
2.2.3.4. Pola istirahat dan tidur
Menggambarkan pola tidur, lamanya tidur saat malam hari, lama
tidur saat tidur siang, dan keluhan saat tidur.
2.2.3.5. Pola hubungan dan peran
Menggambarkan hubungan responden dengan keluarga,
masyarakat, dan tempat tinggal.
2.2.3.6. Pola sensori dan kognitif
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori
meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan, dan
pembau.
2.2.3.7. Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap
kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran
diri, harga diri, peran dan identitas diri. Mengkaji tingkat depresi
responden menggunakan format pengkajian status psikologis.
2.2.3.8. Pola seksual dan reproduksi
Menggambarkan masalah terhadap seksualitas.
2.2.3.9. Pola mekanisme stress dan kopping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress.
2.2.3.10. Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan pola, nilai keyakinan termasuk spiritual.
14
2.2.3.11. Kebiasaan mengisi waktu luang
Menggambarkan kegiatan responden dalam mengisi waktu luang
seperti mencuci baju, merajut, membaca majalah atau koran,
mendengarkan radio, dan beribadah.
2.2.3.12. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Menggambarkan kebiasaan responden yang berdampak pada
kesehatan meliputi merokok, minum minuman beralkohol, dan
ketergantungan terhadap obat.
2.2.4. Status kesehatan
2.2.4.1. Status kesehatan saat ini
Biasanya adanya keluhan nyeri saat berkemih atau urin keluar
dengan tiba-tiba, dan tingginya frekuensi berkemih.
2.2.4.2. Riwayat kesehatan masa lalu
a. Penyakit yang pernah diderita, meliputi diabetes, hipertensi,
kolesterol, dan asam urat.
b. Riwayat alergi (obat, makanan, minuman, binatang, debu, dan
lain-lain).
c. Riwayat kecelakaan, lansia sering mengalami jatuh dan
terpeleset saat berjalan.
d. Riwayat dirawat di rumah sakit.
e. Riwayat pemakaian obat, biasanya pemakaian obat diuretik
yang cukup lama dapat menyebabkan inkontinensia urin.
2.2.4.3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan meliputi keadaan umum, berat badan, kepala, dada,
abdomen, kulit, ekstremitas atas, dan ekstremitas bawah.
2.2.4.4. Lingkungan dan tempat tinggal
Pengkajian terhadap kebersihan dan kerapian ruangan,
penerangan, sirkulasi udara, dan kebersihan toilet
.
2.3 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pengkajian di atas, dapat disimpulkan diagnosa yang muncul pada
pasien inkontinensia urine menurut SDKI (2018) :
15
2.3.1. Inkontinensia urin berlanjut berhubungan dengan neuropati arkus refleks,
disfungsi neurologis, kerusakan refleks kontraksi detrusor, trauma, kerusakan
medula spinalis, dan kelainan anatomis.
2.3.2. Inkontinensia berlebih berhubungan dengan blok sfingter, kerusakan atau
ketidakadekuatan jalur aferen, obstruksi jalan keluar urin, dan ketidakadekuatan
detrusor.
2.3.3. Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan ketidakmampuan atau
penurunan mengenali tanda-tanda berkemih, penurunan tonus kandung kemih,
hambatan mobilisasi, faktor psikologis; penurunan perhatian pada tanda-tanda
keinginan berkemih, hambatan lingkungan, kehilangan sensorik dan motorik,
gangguan penglihatan.
2.3.4. Inkontinensia urin refleks berhubungan dengan kerusakan konduksi impuls di
atas arkus refleks, dan kerusakan jaringan.
2.3.5. Inkontinensia urin stres berhubungan dengan kelemahan intrinsik sfingter
uretra, perubahan degenerasi/non degenerasi otot pelvis, kekurangan estrogen,
peningkatan tekanan intraabdomen, dan kelemahan otot pelvis.
2.3.6. Inkontinensia urgensi berhubungan dengan iritasi reseptor kontraksi kandung
kemih, penurunan kapasitas kandung kemih, hiperaktivitas detrusor dengan
kerusakan kontraktilitas kandung kemih, dan efek agen farmakologis.
2.3.7. Kesiapan peningkatan eliminasi urin
2.3.8. Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan menjalin hubungan yang
memuaskan, perubahan penampilan fisik, dan perubahan status mental.
2.3.9. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan organisme patogen
lingkungan.
2.4 Rencana Keperawatan
16
4 minggu, sekarang. selanjutnya.
diharapkan 2. Memotiva
kontinensia urin 2. Duku si responden
pasien meningkat ng perawatan untuk menjaga
dengan kriteria diri kebersihan diri
hasil : dan
1. Kemam menghindarkan
puan berkemih responden dari
meningkat. resiko infeksi.
3. Buat
2. Nokturi 3. Kegel
jadwal
a menurun. exercise
latihan otot
3. Residu berfungsi untuk
dasar panggul
volume urin menguatkan otot-
atau kegel
setelah otot elevator ani
berkemih dan urogenital
menurun. yang dapat
4. Distens menurunkan
4. Anjur
i kandung inkontinensia
kan minum
kemih urin.
adekuat
menurun. 4. Minum
selama siang
5. Dribbling yang adekuat
hari, minimal
menurun. akan menurunkan
2 liter (sesuai
6. Frekue risiko dehidrasi,
toleransi),
nsi berkemih infeksi saluran
dan diet
membaik. kemih, dan
tinggi serat.
7. Sensasi konstipasi.
5. Batasi
berkemih
minum saat
membaik 5. Pembatas
menjelang
(SLKI , L.04036, an minum di
tidur.
2018) malam hari dapat
menghindarkan
mengkaji 6. Menurunk
17
efek an derajat
pemberian inkontinensia.
obat.
(SIKI, 2018)
2.4.1. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi dengan klien yang
dilakukan terapi kegel exercise. Klien merupakan sumber evaluasi hasil
dari respons terbaik bagi asuhan keperawatan. Perawat harus
mengevaluasi efektivitas intervensi keperawatan dengan
membandingkan tujuan. Bandingkan hasil aktual dengan hasil yang
diharapkan untuk menentukan keberhasilan sebagian atau penuh (Potter
& Perry, 2020)
18
2.5.2 Tujuan Kegel Exercise
Kegel exercise dikembangkan oleh Dr. Arnold H. Kegel pada
tahun 1940 untuk menguatkan otot pubokoksigeus dan mengurangi
inkontinensia urin (Maas, 2018), dengan kata lain kegel exercise
merupakan suatu bentuk terapi latihan yang ditujukan untuk
meningkatkan kekuatan otot-otot dasar panggul, dimana latihan ini akan
berdampak pada otot dasar panggul. Kegel exercise dapat
mengembalikan pola normal perkemihan.
Penerapan kegel exercise akan memberi manfaat bagi responden
antara lain yaitu responden dapat mengontrol berkemih, menghindarkan
responden dari kelembaban dan iritasi pada kulit, dan dapat
menghindarkan responden dari masalah isolasi sosial. Cara kerja kegel
exercise yaitu dengan memperpanjang waktu menahan berkemih,
meningkatkan jumlah urin yang ditampung dalam kandung kemih, dan
memperbaiki kontrol terhadap pengeluaran urin.
2.5.3 Indikasi Kegel Exercise
Kegel exercise dilakukan pada responden pria atau wanita dengan
masalah inkontinensia urin (tidak mampu menahan buang air kecil), wanita
yang sudah menopause untuk memperkuat otot panggul karena penurunan
kadar estrogen, wanita yang mengalami prolaps uteri (turunnya rahim)
karena melemahnya otot dasar panggul dan untuk wanita yang mengalami
masalah seksual, serta dapat dilakukan pada pria yang mengalami ejakulasi
dini atau ereksi lebih lama (Ardani, dalam Jayanti, 2018).
2.5.4 Kontraindikasi Kegel Exercise
Penderita penyakit jantung yang dapat menyebabkan nyeri dada saat
melakukan gerakan minimal, penderita diabetes, dan penderita penyakit
kelamin (Hartanti, 2009 dalam Jayanti, 2018).
2.5.5 Prosedur Kegel Exercise
Menurut Artinawati, (2019) standar operasional prosedur (SOP) kegel
exercise :
19
2.5.5.1. Salam terapeutik disampaikan kepada responden.
2.5.5.2. Tujuan dan prosedur kegiatan disampaikan dengan benar.
2.5.5.3. Cuci tangan dilakukan dengan benar.
2.5.5.4. Anjurkan responden untuk mengosongkan kandung kemih atau
berkemih terlebih dahulu.
2.5.5.5. Beri kesempatan responden untuk bertanya.
2.5.6 Atur posisi responden :
2.5.6.1. Posisi berdiri
Pasien berdiri tegak dengan kedua kaki lurus.
2.5.6.2. Posisi duduk
2.5.6.1.1. Posisi duduk tegak pada kursi dengan panggul dan lutut
tersokong rileks.
2.5.6.1.2. Badan sedikit membungkuk dengan lengan menyangga
paha dan dada
2.5.6.3. Posisi terlentang
Posisi terlentang dengan kedua lutut ditekuk, apabila kedua lutut
tidak bisa ditekuk maka kaki bisa diluruskan.
2.5.7. Tanyakan kesiapan responden.
2.5.8. Konsentrasikan kontraksi pada daerah vagina, uretra, dan rektum.
2.5.9. Kontraksikan otot dasar panggul seperti menahan defekasi dan
berkemih.
2.5.10. Pertahankan kontraksi 5-10 detik.
2.5.11. Selama mengencangkan otot ini jangan menahan nafas.
2.5.12. Lemaskan otot dasar panggul.
2.5.13. Lakukan rutin 4 kali dalam sehari (08.00 WIB, 10.00 WIB, 12.00 WIB,
dan 14.00 WIB) dengan satu siklus latihan 10 kali.
2.5.14. Perhatikan respon responden terhadap kelelahan.
2.5.15. Cuci tangan dilakukan dengan benar.
2.5.16. Evaluasi hasil melalui anamnesa respon responden.
2.6 . Analisa Jurnal
20
2 Design: Karakteristik responden: Frekuensi
Pengaruh Teknik pengambilan
Jenis interkontinensia urin
pemberian
penelitian pengambilan sampel in yang tinggi .
kombinasi
yaitu dilakukan dengan cara Intervensi
kegel exercise
Purposive Sampling, Keperawatan yang
dan bridging mengguna
yaitu pengambilan diterapkam teknik
exercise kan
sampel berdasarkan senam kegel adalah
terhadap rancangan
pertimbangan dengan menjaga integritas
perubahan one group menggunakan kriteria- kulit adalah untuk
frekuensi
pretest – kriteria yang telah meningkatkan
inkontinensia
posttest ditetapkan ole peneliti. kekuatan otot dasar
urin pada lanjut
desaign panggul.
usia di yayasan Kriteria-kriteria yang
ditetapkan mencakup
kriteria inklusi dan
eksklusi.
Kriteria inklusi meliputi:
1)
lansia yang mengalami
inkontinensia urin
dengan usia 60-90 tahun,
2) mengalami
Inkontinensla tipe stress
dan mixed,
3) berienis kelamin
perempuan, 4)
Kooperatif, 5) bersedia
menjadi responden
dalam penelitian.
Kriteria eksklusi
mellputi: 1) memiliki
riwayat penyakit
kardlovaskular
pulmonal, diabetes
mellitus, infeksi saluran
kemih dan prostat, 2)
lansia dengan gangguan
kognitif dan sakit berat,
3) meminum obat
inkontinensla urin
4) fraktur pada bagian
pelvis, knee dan ankle.
21
22
BAB 3
METODE PENELITIAN
23
3.3. Subjek Studi Kasus KIAN
Lansia dengan Inkontinensia Urin di desa kiram rt 03 kabupaten banjar,
Banjarmasin berjumlah 1 orang dengan kriteria subjek:
24
3.5.2. Instrumen penerapan intervensi pendidikan kesehatan dengan
media audio visual.
Penerapan intervensi pendidikan kesehatan dibuat dalam bentuk
standar operasional prosedur dengan menggunakan Evidence Based
Nursing Practice
25
spriual dan data, subjektif. Wawancara ini dilakukan pada klien dan
juga keluarga terdekat
26
Penelitian harus dilaksanakan tapa mengakibatkan penderitaan
Kepada subjek, khususnya jika menggunakantindakan khusus.
3.8.1.2 Bebas dari eksploitasi.
Partisipasi subjek dalam penelitian, harus
Dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan.
Subjek harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam penelitian
atau informasi yang telah diberikan, tidakakan dipergunakan
dalam hal-hal yang dapat merugikan subjek dalam bentuk apa
pun.
3.8.1.3 Risiko (benefits ratio).
Peneliti harus hati-hati mempertimbangkan risiko dan
keuntungan yang akan berakibat kepada subjek pada setiap
tindakan.
3.8.2 . Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)
3.8.2.1 Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self
determination)
Subjek harus diperlakukan secara manusiawi. Subjek
mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi
subjek atau pun tidak, tapa adanya sang siapa pun atau akan
berakibat terhadap kesembuhannya jika mereka seorang klien .
3.8.2.2.Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan
(right to full disclosure).
Seorang peneliti harus memberikan penjelasan secara rinci serta
bertanggungjawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada subjek.
3.8.2.3 Informed consent Subjek harus mendapatkan informasi secara
lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan,
mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi tau menolak menjadi
responden. Pada informed consent juga perlu dicantumkan
bahwa data yang diperoleh hanya akan dipergunakan untuk
pengembangan ilmu.
3.8.3. Prinsip keadilan (right to justice)
27
3.8.3.1 Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair
treatment) Subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum,
selama, dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa
adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau
dikeluarkan dari penelitian.
3.8.3. 2Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy) Subjek mempunyai
hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus
dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tapa nama (anonymity) dan
rahasia (confidentiality).
28
BAB4
HASIL DAN PEMBAHASAN
29
4.1.2 Keadaan Geografis
Secara geografis Desa Kiram terletak di wilayah Kecamatan Karang
Intan Kabupaten Banjar berada pada 3 derajat Lintang Selatan dan
114 derajat Bujur Timur, memiliki luas wilayah sekitar 24,12 KM
Bujur Sangkar.
Desa Kiram terbagi menjadi 3 Rukun Tetangga (RT) dan wilayahnya
berbatasan langsung dengan- Sebelah Utara dengan Desa
Mandiangin Barat Sebelah Selatan dengan Desa Bentok Darat
Kecamatan Bati-bati Kabupaten Tanah Laut Sebelah Timur dengan
Desa Mandiangin Barat- Sebelah Barat dengan Kelurahan Cempaka
Kota Madya Banjarbaru.
Kondisi tanah dan topografi Desa Kiram adalah perbukitan
dengan jenis tanah Podsolik merah kuning, alufial, tanah merah
dengan kandungan kromit, dan ada sebagian tanah liat berpasir.
Namun yang terbanyak adalah jenis tanah Podsolik merah kuning,
sehingga sangatlah cocok untuk tanaman. Kondisi ini dibuktikan
dengan mata pencaharian masyarakat yang didominasi oleh sektor
pertanian, terutama adalah sektor perkebunan karet.
Wilayah Desa Kiram terdiri dari daerah perbukitan dengan
ketinggian berkisar antara 646 – 2000 dpl. Pusat Pemerintahan Desa/
Kantor Desa terletak di Jalan Pangeran Suryanata Nomor 01 Desa
Kiram. Adapun jarak ke Ibu Kota Kecamatan Karang Intan sekitar 9
KM dan jarak ke Ibu Kota Kabupaten Banjar sekitar 16 KM.
30
TABEL 1.2
KEADAAN JUMLAH PENDUDUK DESA KIRAM KECAMATAN
KARANG INTAN TAHUN 2019
4.2 Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada hari minggu 9 April 2023 jam 15.00 wita
terhadap Ny K dengan keluhan utama pada hari Sabtu, 8 April 2023 .klien
mengatakan klien Sering kencing dan tidak dapat mengontrolnya,Pada sore
hari klien mengalami kencing tanpa sepengetahuan 1 kali, lalu setelah itu klien
mengganti pakaiannnya. Riwayat kesehatan lalu yaitu klien dilahirkan pada
tanggal 1 Juli 1962 , Klien mengalami riwayat penyakit asam urat .
Keadaan umum klien baik dan mempunyai kesadaran compos mentis GCS 15
(E4M6V5). Tanda-tanda vital klien mencakup tekanan darah 130/80 mmHg,
denyut nadi 90 x per menit, respirasi 23 kali per menit, dan suhu 37,3 ̊C. Pada
pemeriksaan head to toe didapatkan bentuk kepala mesochepal, rambut
31
beruban, bersih dan pendek. Palpasi tidak ada benjolan,tidak ada nyeri tekan,
tekstur rambut halus. Pengkajian pemeriksaan fisik pada muka inspeksi
bentuk wajah simetris tidak ada gerakan yang abnormal,ekspresi wajah datar.
Palpasi pada muka tidak ada nyeri tekan pada muka.
Pengkajian pemeriksaan fisik pada mata inspeksi pada bagian mata adanya
icterus, konjungtiva anemis,refleks pupil terhadap cahaya baik, Posisi mata
simetris,gerakan bola mata baik,penutupan kelopak mata baik,keadaan bulu
matanya baik tidak rontok, untuk penglihatan masih dalam keadaan baik.
Untuk palpasi pada mata tidak ada nyeri tekan pada bola mata. Pemeriksaan
fisik hidung pada bagian inspeksi posisi hidung simetris kanan dan kiri bentuk
hidung tidak ada kelainan,tidak ada sekret ataupun cairan yang keluar dari
hidung.
Pemeriksaan fisik telinga pada bagian inspeksi posisi telinga kanan dan kiri
bentuk simetris, bentuk/ukuran telinga simetris, pada lubang telinga terlihat
bersih dan klien tidak memakai alat bantu dengar.untuk bagian Palpasi tidak
ada nyeri tekan pada telinga . pemeriksaan fisik pada mulut pada bagian
inspeksi keadaan gigi klien baik, gusi tidak ada radang,lidah klien sedikit
kotor, bibir klien terlihat kering, kemampuan bicara klien masih baik. Bagian
tenggorokan tidak ada nyeri tekan,tidak ada nyeri saat menelan.
Pemeriksaan fisik pada leher pada bagian inspeksi kelenjar thiroid tidak
membesar, pada bagian Palpasi kelenjar thyroid tidak teraba,tidak ada kaku
kuduk dan tidak ada pembesaran kelenjar limfa. Pemeriksaan thorax dan
pernafasan pada bagian inspeksi bentuk dada simetris tidak ada kelainan pada
bagian Palpasi tidak ada nyeri saat di Palpasi,pada bagian auskultasi suara
nafas klien vesikuler.
Pemeriksaan fisik jantung pada bagian Palpasi tidak ada pembesaran
jantung,pada bagian auskultasi tidak ada bunyi jantung tambahan.
Pemeriksaan abdomen pada bagian inspeksi perut klien sedikit membuncit dan
tidak ada luka pada bagian abdomen, pada bagian Palpasi tidak ada
pembesaran hepar dan tidak ada nyeri tekan.
32
Pemeriksaan pada ekstrimitas atas bagian motoric pergerakan pada tangan kiri
dan kanan baik tidak ada batasan bergerak, untuk reflex tangan kanan dan kiri
klien baik, untuk sensori saat diperiksa tidak ada bagian yang nyeri yaitu di
bagian tangan kiri dan kanan.
Pemeriksaan fisik ekstrimitas bawah gaya berjalan klien baik dan dan tidak
ada batasan gerak, untuk kekuatan otot kaki kanan ataupu kiri klien masih
baik.
33
. Mengatakan tidak mengontrol urin fungsional
bisa kencing berkemih
secara normal
- Klien mengatakan
Dirinya
mengalami bak 5
kali dalam sehari
- klien mengatakan
dirinya Tidak
sadar pada saat
terkencing
34
4.5 Implementasi keperawatan
Implementasi pada hari rabu, 12 April 2023 cek terlebih kondisi umum klien,
setelah itu dilakukan tehnik senam Kegel selama 15 menit sebagai berikut :
4.6 Evaluasi
Evaluasi pada hari Rabu 12 april 2023 dari hasil analisis yang telah dilakukan
adalah Kegel exercise efektif dalam menurunkan frekuensi berkemih pada
lansia. Hal ini dikarenakan Kegel exercise yang dilakukan secara rutin dapat
memperkuat otot panggul sehingga daya tampung kandung kemih menjadi
35
kuat dan frekuensi berkemih menjadi turun dari frekuensi berkemih 10 kali
sehari menjadi 7 kali sehari. Senam kegel dilakukan enam minggu. Kegel
exercise merupakan pilihan terapi non- farmakalogi yang paling mudah
dilakukan oleh lansia. ini dikarenkan gerakan dari Kegel exercise yang mudah
dipahami dan dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun oleh lansia.
Meskipun demikian, keluarga sebagai pemberi perawatan memiliki tanggung
jawab dalam memonitoring lansia saat melaksanakan senam kegel sehingga
mendapatkan manfaat yang baik.
sebanyak dua sampai empat kali sehari selama tiga minggu dengan durasi
sepuluh detik.
Evaluasi pada hari Jumat 14 April 2023 untuk data subjektif klien
mengatakan frekuensi berkemih nya mengalami naik turun dari frekuensi 7
kali sehari menjadi 5 kali sehari . untuk data objektif di dapatkan frekuensi
berkemih pada pasien masih mengalami naik turun .
Evaluasi pada hari minggu, 16 April 2023 untuk data subjektif klien
mengatakan frekuensi berkemihnya sudah mulai stabil dari frekuensi
berkemih 5 kali sehari menjadi 3 kali sehari . , untuk data objektif di dapatkan
data rentang frekuensi berkemih pada pasien sudah mulai stabil.
36
mengatakan klien Sering kencing dan tidak dapat mengontrolnya,Pada sore
hari klien mengalami kencing tanpa sepengetahuan 1 kali, lalu setelah itu
klien mengantarkan klien mengganti pakaiannnya. Riwayat kesehatan lalu
yaitu klien dilahirkan pada tanggal 1 Juli 1962 , Klien mengalami riwayat
penyakit asam urat .
Inkontinensia Urin merupakan keluarnya urin yang tidak dapat dikehendaki
atau tidak dapat dikontrol secara objektif dapat diperlihatkan dan merupakan
suatu masalah sosial atau higienis (International Contience Society, 2022).
Inkontinensia Urin merupakan keluhan subjektif klien terhadap masalah
perkemihan yang di alaminya . Inkonentinensia urin merupakan keluhan
masalah perkemihan yang terjadinya sangat berfariasi pada semua rentang
usia , mulai dari anak anak usia 7 tahun sampai dengan dewasa , namun
kejadian tertinggi terjadi pada lansia atau usia dewasa lanjut. Inkontinensia
urin adalah pengeluaran urin involunter atau kebocoran urine yang sangat
nyata dan menimbulkan masalah sosial dan higienis (Karjoyo, Pangemanan
and Onibala, 2017).
Inkontinensia urin merupakan pengeluaran urin tanpa disadari
( Involunter ) , dalam jumlah dan frekuensi cukup sehingga mengakibatkan
masalah gangguan kesehatan atau sosial, higienis , psikososial dan
ekonomi . ( Moa, H.M, Susi Milwati , Sulsasmini 2017 ) .
Menurut Muhithn, Adam sandu (2016 ) secara umum penyebab
inkontinensia urin adalah kelainan urilogis , neurologis, atau fungsional .
Kelainan urilogis pada inkontinensia urin dapat disebabkan karena adanya
radang , batu , tumor dan vertikel . Kelainan neurologis seperti pada pasien
stroke, terutama pada medulla spinalis , demensia dan lain lain .
Inkontinensia urin pada wanita dapat terjadi akibat melemahnya otot dasar
panggul yang disebabkan karena usia lanjut , menopause, kehamilan , pasca
melahirkan , kegemukan ( obesitas ) , kurang aktifitas atau adanya infeksi
saluran kemih . Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita
lanjut usia , akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran
kemih ( uretra ), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urin .
37
4.9 Analisis Efektifitas Tehnik senam Kegel Pada inkontinensia urin
Hasil dari analisa data menunjukkan bahwa klien mengalami Inkontinensia
urin sehingga perlu diberikan intervensi untuk mengatasinya. Penulis
memilih pemberian tehnik senam Kegel menjadi intervensi unggulan
karena tehnik ini nantinya bisa dilakukkan secara mandiri oleh klien
dirumah. Kompres tepid spong adalah sebuah teknik kompres hangat yang
menggabungkan teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial
dengan teknik seka (Alves, 2008 cit Dewi, 2018).
Implementasi keperawatan senam Kegel, Implementasi alternatif intervensi
ini dapat dilakukan secara mandiri oleh lansia dengan melibatkan keluarga.
Keluarga sebagai pemberi perawatan pada lansia berperan sebagai motivator
dan supervisor sehingga lansia tahu, mau, dan mampu melakukan senam
kegel dengan benar dan teratur di rumah. Perawat merupakan salah satu
tenaga kesehatan, berperan sebagai pendidik, pemberi perawatan,
koordinator, dan kolaborator, dapat menjadi garda terdepan dalam
implementasi teknik tersebut. Perawat memberikan pemahaman akan
pentingnya latihan kegel kepada lansia dan keluarga sehingga lansia mampu
melakukan secara mandiri dan keluarga dapat memonitoring dan
memotivasi setiap saat. Perawat juga dapat mengajarkan latihan ini kepada
lansia dan keluarga karena latihan ini termasuk dalam terapi non-
farmakologi dimana perawat memiliki wewenang penuh dalam
melakukannya. Perawat mengkoordinir dan berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan lain, klien, dan keluarga dalam mempraktikkan latihan kegel.
Implementasi terapi non-farmakologi berdampak pada peningkatan citra dan
wewenang perawat dalam memberikan layanan kesehatan khususnya
keperawatan. Perawat secara mandiri mampu mengaplikasikan
kompetensinya dalam meningkatkan kualitas hidup lansia
38
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan proses asuhan keperawatan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Pengkajian dilakukan pada hari rabu,7 april 2021 jam 15.00 wita terhadap Ny
K. dengan keluhan utama pada hari sabtu 10 april 2023 , Simpulan dari hasil
analisis yang telah dilakukan adalah Kegel exercise efektif dalam
menurunkan frekuensi berkemih pada lansia. Hal ini dikarenakan Kegel
exercise yang dilakukan secara rutin dapat memperkuat otot panggul sehingga
daya tampung kandung kemih menjadi kuat dan frekuensi berkemih menjadi
turun. Senam kegel dilakukan
sebanyak dua sampai empat kali sehari selama tiga minggu dengan durasi
sepuluh detik. Manfaat senam kegel dapat terlihat setelah empat sampai enam
minggu. Kegel exercise merupakan pilihan terapi non- farmakalogi yang
paling mudah dilakukan oleh lansia. ini dikarenkan gerakan dari Kegel
exercise yang mudah dipahami dan dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun
oleh lansia. Meskipun demikian, keluarga sebagai pemberi perawatan
memiliki tanggung jawab dalam memonitoring lansia saat melaksanakan
senam kegel sehingga mendapatkan manfaat yang baik.
5.2 Saran
Berdasarkan proses keperawatan yang telah dilakukan, penulis dapat
memberikan beberapa saran kepada pihak yang terkait, Antara lain :
5.2.1 Untuk klien
Diharapkan mampu menerapkan penggunaan teknik senam Kegel
ketika mengalami Inkontinensia urin
39
5.2.2 Untuk Keluarga
Diharapkan menggunakan tehnik senam Kegel sebagai metode
pengobatan non farmakologis pada anaknya ketika mengalami
Inkontinensia urin
5.2.3 Untuk Perawat
Diharapkan mampu secara konsisten melakukan penyuluhan kesehatan
tentang perawatan tehnik senam Kegel kepada para lansia
5.2.4 Untuk institusi pendidikan
Diharapkan bisa menggunakan karya tulis ini untuk menambah sumber
referensi untuk bidang program studi ilmu keperawatan dan tenaga sehat
lainnya.
2.5.1
40
DAFTAR PUSTAKA
Ardani, N.M.K. (2018). Pengaruh Senam Kegel Terhadap Kontraksi Otot Dasar
Panggul Pada Lansia Wanita Di Banjar Pegok Denpasar Selatan.
Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Ashar, P. H. 2016. Gambaran Persepsi Faktor Risiko Jatuh Pada Lansia di Panti
Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan. Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 1-88.
Darmojo, B. 2011. Buku Ajar Geriatrik: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, edisi 4
cet.3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
.
Infodatin. 2016. Infodatin Lansia. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2021 dari
https://pusdatin.kemkes.go.id.
41
Janes and Barlett Publisher.Jayanti, KS dan Kurniawati, EM. Faktor Risiko
Inkontinensia Urine Tipe Stres pada Persalinan Spontan Pervaginam.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya. 2019
Novera Milya. (2017). Pengaruh Senam Kegel terhadap Frekuensi Buang Air
Kecil pada Lansia dengan Inkontinensia Urin. Research of Applied
Science and Education, Vol 11
42
LAMPIRAN
Rencana Keperawatan
ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
1.
2.
3.
PENGKAJIAN
A. Data Biografi
Nama Pasien : Ny. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Golongan darah :-
Umur : 61 tahun
Tempat & tanggal lahir : Kiram, 1 Juli 1962
Pendidikan terakhir : SD
Agama : Islam
Status perkawinan : Menikah
Tinggi badan/berat badan : 159 cm/45 kg
Penampilan : Baik
Alamat : Desa Kiram rt 03
Diagnosa medis : Inkontinensia Urin
B. Riwayat Keluarga
Genogram
43
Keterangan :
: Perempuan : Meninggal
: Hubungan Perkawinan
: Tinggal Serumah
C. Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan Saat Ini : Ibu rumah tangga
Alamat Pekerjaan : Desa Kiram rt 03
Berapa Jarak Dari Rumah :-
Alat Transportasi : Sepeda motor
Pekerjaan Sebelumnya : Petani
Berapa Jarak Dari Rumah :-
Alat Transportasi : Sepeda motor
Sumber Pendapatan dan Kecukupan Terhadap Kebutuhan : Anak Klien
mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari untuk keluarganya dari hasil
berdagang
44
E. Riwayat Rekreasi
Hobbi/minat : Memelihara Ayam
Keanggotaan dalam organisasi : Tidak ada
Liburan/perjalanan : Sekarang tidak pernah liburan, dan hanya
menghabiskan waktu dirumah saja
F. Sistem Pendukung
Perawat/bidan/dokter/fisioterapi : Perawat dan bidan
Jarak dari rumah :-
Rumah sakit :-
Klinik : Puskesmas
Pelayanan kesehatan di rumah : Tidak ada
Makanan yang dihantarkan : Tidak ada
Kondisi lingkungan rumah :Cukup bersih, pencahayaan kurang, berada
di lingkungan area pegunungan
Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga: Tidak ada
G. Status Kesehatan
Status kesehatan umum selama lima tahun yang lalu:
klien mengatakan ± 2 tahun yang lalu sering mengalami penyakit
Inkontinensia urin dan sering kencing dan tidak dapat mengontrolnya dan
klien mengatakan ada riwayat penyakit asam urat .
Keluhan utama :
Klien mengatakan kadang-kadang klien tidak sadar terkencing dan klien
mengatakan sering terkencing bisa sampai 5 kali sehari.
45
Region : pinggang bagian belakang
Scale : Skala nyeri 4 sedang (skala nyeri 1 – 10)
Time : Hilang timbul
Obat-obatan:
Keterangan:
Indek katz A : mandiri untuk 6 aktifitas
Indek katz B : mandiri untuk 5 aktifitas
46
Indek katz C : mandiri, Kec bathing dan 1 fungsi lain
Indek katz D : mandiri, kec bathing, dressing dan 1 fungsi lain
Indek katz E : mandiri, kec bathing, dressing,toileting dan 1 fungsi lain
Indek katz F : mandiri, kec bathing, dressing,toileting, transfering dan 1
fungsi lain.
47
4. Eleminasi :
Klien mengatakan BAB 1-2x/hari dan BAK 4-7- 10 x/hari.
5. Aktivitas :
Klien sehari-hari sejak pagi menjadi ibu rumah tangga seperti biasa.
6. Istirahat dan tidur :
Klien mengatakan beristirahat pada sore hari, tidur pada pukul 23.00 dan
terkadang sering terbangun pada pukul 02.00.
7. Personal hygiene :
Klien mandi 2x sehari yaitu pada pagi hari dan sore menggunakan sabun
dan sampo. Mengosok gigi setiap sesudah mandi.
8. Seksual :
Klien berjenis kelamin perempuan.
9. Rekreasi :
Klien menghabiskan waktu sehari-hari duduk di depan rumah, sehingga
untuk kegiatan rekreasi jarang dilakukan.
Psikologis:
Persepsi klien : Baik dan klien menyadari dirinya kurang sehat
Konsep diri : Baik dan klien menyadari bahwa klien sudah lansia.
Emosi : Baik karena klien baik hati, mudah bercanda, tidak mudah
tersinggung ataupun marah.
Adaptasi: Baik dan klien suka berbaur dengan masyarakat dan mudah
bergaul dengan orang baru.
Mekanisme pertahanan diri :status mental baik, klien selalu berpikir
positif dan tidak gampang stress.
J. Tinjauan Sistem
Keadaan Umum : Baik
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 V5 M6
Tanda-tanda vital : TD : 130/90 mmHg, N : 90 x/m R : 23x/m, T:
37,3
48
PEMERIKSAAN FISIK
3. Sistem pernafasan
Frekwensi : Normal
Suara nafas : Vesikuler
4. Sistem kardiovaskular
Tekanan darah : 130/90mmHg Nadi: 90x/menit
Capillary Refill: < 2 detik
6. Sistem gastrointestinal
Nafsu makan : Baik
Pola makan : Teratur, 2-3x sehari
49
Abdomen, tampak normal
Hati : membesar/tidak, jelaskan: tidak terjadi pembesaran karena
tidak terdapatanyeri tekan dan perkusi hepar tampak redup dan tidak
terdengar bunyi redup yang luas selain disekitar kuadran kanan atas
abdomen
Adanya massa yang lain, jelaskan: tidak terdapat masa saat palpasi
Nyeri tekan : tidak terdapat nyeri tekan
Cairan asites : tidak tampak asites ataupun penumpukan cairan pada
rongga abdomen
Limpa membesar/tidak, jelaskan: tidak terdapat pembesaran pada
limfe saatadilakukan palpasi
BAB : Rutin 1-1x sehari dengan konsistensi lunak
BAK : 4 – 7 kali sehari
1. Budaya
□ Budaya yang diikuti klien adalah budaya banjar
□ Keberatan /tidak terhadap budaya yang diikuti: tidak keberatan
2. Spiritual
□ Aktivitas ibadah yang sehari-hari dilakukan shalat 5 waktu
□ Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan mengaji dan membaca
yasin bersama suami
□ Kegiatan ibadah yang saat ini tidak bisa dilakukan ibadah haji ketanah
suci
□ Perasaan klien akibat tidak dapat melaksanakan ibadah tersebut sedih
□ Upaya klien mengatasi perasaan tersebut dengan melakukan kegiatan
sunah lainnya
50
□ Apa keyakinan klien tentang peristiwa/masalah kesehatan yang
sekarang sedang dialami: klien mengatakan bahwa penyakit yang
dialaminya hanya penyakit biasa saja.
51
5. Inventaris Depresi GDS short from :
Berdasarkan hasil pengkajian GDS (Geriatric Depression Scale), dari 15
pertanyaan yang ditanyakan klien , tidak ada yang menandakan klien
depresi
Data Penunjang: -
ANALISA DATA
TTV :
TD : 130/90 mmHg
N : 90 x/m
R : 20x/m, T: 37,3
52
terhadap penyakit
yang sedang diderita (Buku Diagnosis
- Klien mengatakan keperawatan NANDA
jarang memeriksakan International; Definisi
penyakitnya dan Klasfikasi Ed. 10 th.
dikarenakan 2018-2020) hal. 257)
menurutnya tidak
berbahaya
- Klien mengatakan
biasanya hanya
mengoleskan minyak
kayu putih saja
apabila penyakitnya
kambuh,
DO:
- Klien tampak
bingung saat ditanya
mengenai
penyakitnya.
- Klien tampak
bingung akan
penyakitnya yang tak
kunjung sembuh.
TTV :
TD : 130/90 mmHg
N : 90 x/m
R : 20x/m
T: 36,3
53
SOP SENAM KEGEL EXERCISE
55
d. Jelaskan kepada klien tentang prosedur tindakan
yang
akan dilakukan
e. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
f. Menentukan otot yang tepat
g. Anjurkan klien untuk berkemih/buang air kecil
terlebih dahulu
h. Pasien dipersiapkan untuk mengikuti senam
i. Pasien dipersilahkan duduk / berbaring diatas
matras / karpet
Bila diperlukan, klien menggunakan pembalut
sekali pakai selama periode latihan untuk
menahan urine yang keluar.
7. PERSIAPAN ALAT a. Pakaian olah raga atau pakaian yang longgar
b. Arloji
c. Matras/Karpet/kursi
d. Tape Recorder + lagu (pelengkap)
e. Peralatan eliminasi jika memungkinkan
f. Ruangan yang nyaman dan tenang
8. TAHAP KERJA
Kenali terlebih dahulu otot-otot yang berhubungan dengan senam kegel
dan fungsi kerjanya. Caranya, saat buang air kecil, cobalah untuk
menghentikan pancaran air seni dengan melakukan kontraksi atau
menguncupkan otot-otot ini, kemudian, kendurkan lagi sehingga pancaran
air seni kembali lancar, bagian otot itulah yang akan kita latih
(Nurdiansyah, 2011).
57
latihan ini sebanyak 3 set dari 10 set yang seharusnya, selain itu harus
diperhatikan posisi otot panggul agar tidak memalingkan atau memutar otot
saat panggul diangkat karena akan membuat otaot tegang (Nurdiansyah,
2011).
3. Tahap selanjutnya yakni membuka kaki dan letakan kedua jari diantara uretra
dan anus, tekan punggung bawah ke lantai sekali lagi dan cobalah untuk
merasakan sensasi pengencangan di area ini. Jika dengan cara ini masih
belum merasakannya, maka bisa dicoba ketika ingin menghentikan aliran
urin pada saat buang air kecil. Rasakan sensasi yang masuk ke dalam
tindakan itu, mengangkat otot di dekat kandung kemih, dan cobalah meniru
gerakan ini ketika Anda melakukan latihan di atas. Namun cara Ini hanya
disarankan untuk dicoba sekali saat mempelajari tentang otot. Jangan ulangi
ini sebagai latihan, atau justru dapat menyebabkan masalah kemih.
4. Jika, latihan tersebut sudah cukup lancar, lanjutkan dengan menguncupkan dan
mengendurkanya dengan lebih keras dan menahanya lebih lama (sekitar 10
detik). Lakukan senam kegel sebanyak 2-3 kali sehari, selama sekitar 8-12
minggu sebelum akhirnya dilakukan penilaian ulang untuk pengelolaan lebih
lanjut jika klien belum mengalami perbaikan (Price et.a1, 2010). Latihan untuk
mengatasi masalah pada eliminasi urin ini perlu dilakukan secara konstan
setiap hari, hasilnya tidak akan didapat dalam waktu satu hari, kebanyakan
orang akan dapat merasakan perubahan setelah 3-4 minggu dengan berlatih
beberapa menit setiap hari (Widianti et.a1 2010).
58
d. Akhiri pertemuan dengan cara yang baik.
REFERENSI
Bobak, I. M., Lowdermilk, D. L., Jensen, M. D., & Perry, S. E. (2004). Buku Ajar Keperawatan
Rosdahl, C. B., & Kowalski, M. T. (2014). Buku Ajar Keperawatan Dasar (10 ed., Vol. 5). Jakarta:
EGC.
59