You are on page 1of 21

TUGAS KEPERAWATAN BENCANA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga tugas makalah “KEPERAWATAN
BENCANA” bisa selesai pada waktunya. Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah
pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Kupang, 17 november 2022

penulis

DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Istilah Surveillance sudah dikenal oleh banyak orang, namun dalam aplikasinya
banyak orang menganggap bahwa surveilans identik dengan pengumpulan data dan
penyelidikan KLB, hal inilah yang menyebabkan aplikasi system surveilans di Indonesia
belum berjalan optimal, padahal system ini dibuat cukup baik untuk mengatasi masalah
kesehatan. Istilah Surveillance sebenarnya berasal dari bahasa perancis yang berarti
mengamati tentang sesuatu, Istilah ini awalnya dipakai dalam bidang
penyelidikan/intelligent untuk mematamatai orang yang dicurugai, yang dapat
membahayakan. Kejadian luar biasa (KLB) masih sering terjadi di Indonesia. KLB
inimempunyai makna sosial dan politik tersendiri oleh karena peristiwa yang demikian
mendadak, melibatkan banyak orang dan dapat menimbulkan banyak kematian. Batasan
KLB meliputi arti yang luas, yang dapat diuraikan meliputi semua kejadian penyakit,
dapat suatu penyakit infeksi akut kronis ataupun penyakit non infeksi. Penyakit menular
pada manusia merupakan masalah penting yang dapat terjadisetiap saat, terutama di
negara berkembang khususnya Indonesia.
Penyakit menular seperti demam berdarah dengue sudah merebak hampir di setiap
daerah. Penyakit poliomielitis dan flu burung yang ditularkan melalui unggas dan
dinyatakan sebagaikejadian luar biasa juga sempat merenggut jiwa. Tidak ada batasan
mengenai penentuan jumlah penderita yang dapat dikatakan sebagai KLB. Hal ini selain
karena jumlah kasus sangat tergantung dari jenis dan agen penyebabnya, juga
karenakeadaan penyakit akan bervariasi menurut tempat (tempat tinggal, pekerjaan)
danwaktu (yang berhubungan dengan keadaan iklim) dan pengalaman keadaan
penyakittersebut sebelumnya dan tidak ada batasan yang spesifik mengenai luas daerah
yangdapat dipakai untuk menentukan KLB, apakah dusun desa, kecamatan,
kabupatenatau meluas satu propinsi dan Negara. Luasnya daerah sangat tergantung dari
cara penularan penyakit tersebut. Waktu yang digunakan untuk menentukan KLB juga
bervariasi. KLB dapat terjadi dalam beberapa jam, beberapa hari atau minggu atau
beberapa bulan maupun tahun.

2. Rumusan Masalah
a. Apa Pengertian Surveilans ?
b. Apa Pengertian Kejadian Luar Biasa (KLB)dan Surveilans Bencana ?
c. Apa pengertian Bencana ?
d. Bagaimana Surveilans Bencana dan Surveilans Kejadian Luar Biasa (KLB)?

3. Tujuan
Adapun Tujuan dari makalah ini yaitu :
a. Untuk mengetahui dan memahami pengertian Surveilans
b. Untuk mengetahui pengertian kejadian Luar biasa dans Surveilans Bencana
c. Untuk mengetahui dan memahami pengertian Bencana
d. Untuk memahami Bagaimana Surveilans bencana dan Surveilans Kejadian luar
biasa (KLB)
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Surveilans
Surveilans adalah proses pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap
semua aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu
masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan.
Definisi lain secara lengkap menjelaskan bahwa Surveilans adalah suatu
rangkaian proses yang sistematis dan berkesinambungan dalam pengumpulan, analisa dan
interpretasi data kesehatan dalam upaya untuk menguraikan dan memantau suatu
peristiwa kesehatan.
Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit,
mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahanperubahan biologis pada agen,
vektor, dan reservoir.Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut kepada
pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan pengendalian
penyakit (Last, 2001).Kadang digunakan istilah surveilans epidemiologi. Baik surveilans
kesehatan masyarakat maupun surveilans epidemiologi hakikatnya sama saja, sebab
menggunakan metode yang sama, dan tujuan epidemiologi adalah untuk mengendalikan
masalah kesehatan masyarakat, sehingga epidemiologi dikenal sebagai sains inti
kesehatan masyarakat (core science of public health).
Surveilans memungkinkan pengambil keeputusan untuk memimpin dan
mengelola dengan efektif.Surveilans kesehatan masyarakat memberikan informasi
kewaspadaan dini bagi pengambil keputusan dan manajer tentang masalah-masalah
kesehatan yang perlu diperhatikan pada suatu populasi.Surveilans kesehatan masyarakat
merupakan instrumen penting untuk mencegah outbreak penyakit dan mengembangkan
respons segera ketika penyakit mulai menyebar.Informasi dari surveilans juga penting
bagi kementerian kesehatan, kementerian keuangan, dan donor, untuk memonitor sejauh
mana populasi telah terlayani dengan baik.

Tujuan surveilans (WHO, 2002)


1. Memprediksi dan mendeteksi dini epidemi
2. (outbreak/wabah)
3. Memonitor, mengevaluasi dan memperbaiki program pencegahan dan
pengendalian penyakit.
4. Memasok informasi untuk penentuan prioritas, pengambilan kebijakan,
perencanaan, implementasi dan alokasi sumber daya kesehatan.
5. Monitoring kecenderungan penyakit endemis dan mengestimasi dampak penyakit
di masa mendatang.
6. Mengidentifikasi kebutuhan riset dan investigasi lebih lanjut

Dikenal ada beberapa jenis surveilans: (1) Surveilans individu; (2) Surveilans penyakit;
(3) Surveilans sindromik; (4) Surveilans Berbasis Laboratorium; (5) Surveilans terpadu;
(6) Surveilans kesehatan masyarakat global.

1. Surveilans Individu
Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan memonitor individu-
individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya pes, cacar,
tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis.Surveilans individu memungkinkan
dilakukannya isolasi institusional segera terhadap kontak, sehingga penyakit yang
dicurigai dapat dikendalikan.Sebagai contoh, karantina merupakan isolasi
institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang atau binatang yang
sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular selama periode
menular. Tujuan karantina adalah mencegah transmisi penyakit selama masa
inkubasi seandainya terjadi infeksi (Last, 2001).Isolasi institusional pernah
digunakan kembali ketika timbul AIDS 1980an dan SARS. Dikenal dua jenis
karantina: (1) Karantina total; (2) Karantina parsial. Karantina total membatasi
kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit menular selama masa
inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar. Karantina
parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara selektif, berdasarkan perbedaan
tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmisi penyakit.Contoh, anak sekolah
diliburkan untuk mencegah penularan penyakit campak, sedang orang dewasa
diperkenankan terus bekerja.Satuan tentara yang ditugaskan pada pos tertentu
dicutikan, sedang di pospos lainnya tetap bekerja.Dewasa ini karantina diterapkan
secara terbatas, sehubungan dengan masalah legal, politis, etika, moral, dan
filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas, dan efektivitas langkah-langkah
pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat.

2. Suveilans penyakit
Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terusmenerus
terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui pengumpulan
sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan penyakit dan kematian,
serta data relevan lainnya.Jadi fokus perhatian surveilans penyakit adalah
penyakit, bukan individu.Di banyak negara, pendekatan surveilans penyakit
biasanya didukung melalui program vertikal (pusat-daerah).Contoh, program
surveilans tuberkulosis, program surveilans malaria. Beberapa dari sistem
surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak sedikit yang tidak
terpelihara dengan baik dan akhirnya kolaps, karena pemerintah kekurangan
biaya.Banyak program surveilans penyakit vertikal yang berlangsung paralel
antara satu penyakit dengan penyakit lainnya, menggunakan fungsi penunjang
masing-masing, mengeluarkan biaya untuk sumberdaya masingmasing, dan
memberikan informasi duplikatif, sehingga mengakibatkan inefisiensi.

3. Surveilans penyakit
Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan pengawasan
terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan masing-
masing penyakit.Surveilans sindromik mengandalkan deteksi indikator-indikator
kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati sebelum konfirmasi
diagnosis.Surveilans sindromik mengamati indikator-indikator individu sakit,
seperti pola perilaku, gejalagejala, tanda, atau temuan laboratorium, yang dapat
ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh konfirmasi laboratorium tentang
suatu penyakit.Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal,
regional, maupun nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) menerapkan kegiatan surveilans sindromik berskala nasional
terhadap penyakit-penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses) berdasarkan
laporan berkala praktik dokter di AS.
Dalam surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi melakukan skrining
pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan batuk atau sakit
tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus, jumlah
kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dan jumlah total kasus
yang teramati. Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang
menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat
memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai instrumen untuk
memonitor krisis yang tengah berlangsung.Suatu sistem yang mengandalkan
laporan semua kasus penyakit tertentu dari fasilitas kesehatan, laboratorium, atau
anggota komunitas, pada lokasi tertentu, disebut surveilans sentinel. Pelaporan
sampel melalui sistem surveilans sentinel merupakan cara yang baik untuk
memonitor masalah kesehatan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas.
4. Surveilans Berbasis
Laboratorium Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan
menonitor penyakit infeksi.Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan melalui
makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium sentral untuk
mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi outbreak penyakit
dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan
sindroma dari klinik-klinik
5. Surveilans Terpadu
Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan semua
kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota)
sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu menggunakan
struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan
informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Pendekatan
surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data khusus
penyakitpenyakit tertentu. Karakteristik pendekatan surveilans terpadu: (1)
Memandang surveilans sebagai pelayanan bersama (common services); (2)
Menggunakan pendekatan solusi majemuk; (3) Menggunakan pendekatan
fungsional, bukan struktural; (4) Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans
(yakni, pengumpulan, pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung
surveilans (yakni, pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi,
manajemen sumber daya); (5) Mendekatkan fungsi surveilans dengan
pengendalian penyakit. Meskipun menggunakan pendekatan terpadu, surveilans
terpadu tetap memandang penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans
yang berbeda
6. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global
Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi manusia dan
binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas
negara.Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi negara-negara
berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut.Timbulnya
epidemi global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring yang
terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti,
pemerintah, dan organisasi internasional untuk memperhatikan kebutuhan-
kebutuhan surveilans yang melintasi batas-batas negara.Ancaman aneka penyakit
menular merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang muncul
kembali (reemerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru muncul
(newemerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS.Agenda
surveilans global yang komprehensif melibatkan actor-aktor baru, termasuk
pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi.

B. Pengertian Kejadian Luar biasa (KLB)

Kejadian Luar Biasa (KLB) mempunyai banyak kesamaan kata, diantaranya


outbreak dan epidemic (Wabah). Ketiganya mempunyai pengartian yang hampir sama.
Disini dijelaskan mengenai pengertian Kejadian Luar biasa (KLB), Outbreak, dan
Epidemic (wabah) dari berbagai sumber yang saya peroleh.

 Dalam PP No 41 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular,


Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan/kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam
kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada
terjadinya wabah
 Dalam UU No. 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Wabah penyakit
menular yang selanjutnya disebut wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu
penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara
nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta
dapat menimbulkan malapetaka.
 Menurut Last (1988),Epidemi adalah kejadian dalam sebuah komunitas atau
wilayah kasus penyakit, kesehatan spesifik yang berhubungan dengan perilaku,
atau kesehatan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan yang jelas melebihi
harapan normal. Masyarakat atau wilayah dan periode dalam kasus yang terjadi,
telah ditentukan dengan tepat. Jumlah kasus yang menunjukkan adanya epidemi
bervariasi sesuai dengan ukuran, agen dan jenis populasi terpapar, pengalaman
sebelumnya atau kurangnya paparan penyakit, dan waktu dan tempat kejadian;
epidemi yang demikian relatif terhadap frekuensi yang biasa dari penyakit di
daerah yang sama, di antara populasi tertentu, pada musim yang sama pada tahun
tertentu. Dua kasus seperti penyakit yang berhubungan dalam waktu dan tempat
mungkin menjadi bukti yang cukup untuk dipertimbangkan epidemi.
 Menurut Last (2001), Outbreak adalah peningkatan insidensi kasus yang melebihi
ekspektasi normal secara mendadak pada suatu komunitas, di suatu tempat
terbatas, misalnya desa, kecamatan, kota, atau institusi yang tertutup (misalnya
sekolah, tempat kerja, atau pesantren) pada suatu periode waktu tertentu.
Hakikatnya outbreak sama dengan epidemi (wabah). Hanya saja terma kata
outbreak biasanya digunakan untuk suatu keadaan epidemik yang terjadi pada
populasi dan area geografis yang relatif terbatas.
 Menurut Eko, dkk (2002), Epidemi merupakan kejadian luar biasa yaitu
timbulnya suatu penyakit yang menimpa masyarakat pada suatu daerah yang
melebihi perkiraan kejadian yang normal dalam periode yang singkat. Mula-mula
epidemi hanya ditujukan pada penyakit menular kemudian berkembang menjadi
epidemi penyakit infeksi yang tidak menular, bahkan berlaku juga untuk
fenomena-fenomena penyakit non infeksi dan nonpenyakit yang berkaitan dengan
masalah sosial seperti kenakalan remaja dan penyalahgunaan obat.

Dari beberapa pengertian dari KLB, Outbreak, dan Epidemi (wabah) dapat
disimpulkan bahwa KLB (outbreal/wabah) adalah terjadinya peningkatan jumlah kasus
penyakit yang menimpa pada kelompok masyarakat tertentu, di daerah tertentu, dan
selama periode waktu tertentu.

Kriteria tentang KLB mengacu pada Keputusan Dirjen No. 451/9. Suatu kejadian
dinyatakan luar biasa jika ada unsur:

1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila
dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5. Penanggulangan KLB yaitu menangani penderita, mencegah perluasan KLB, mencegah
timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu KLB yang sedang terjadi.
6. Berdasarkan hasil investigasi/penyelidikan epidemiologi tersebut maka segera dilakukan
tindakan penanggulangan dalam bentuk yaitu: (1) Pengobatan segera pada penderita yang sakit,
(2) Melakukan rujukan penderita yang tergolong berat, (3) Melakukan penyuluhan mengenai
penyakit kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran agar tidak tertular penyakit atau
menghindari penyakit tersebut, (4) Melakukan gerakan kebersihan lingkungan untuk
memutuskan rantai penularan
7. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya KLB/Wabah adalah Herd
Immunity. Secara umum dapat dikatakan bahwa herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki
oleh sebagian penduduk yang dapat menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan
tingkat kekebalan individu yaitu makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin sulit terkena
penyakit tersebut. Demikian pula dengan herd immunity, makin banyak proporsi penduduk yang
kebal berarti makin tinggi tingkat herd immunity-nya hingga penyebaran penyakit menjadi
semakin sulit.
8. Kemampuan mengadakan penanggulangan atau tingginya herd immunity untuk
menghindari terjadi epidemi bervariasi untuk tiap penyakit tergantung pada:
1. Proporsi penduduk yang kebal,
2. Kemampuan penyebaran penyakit oleh kasus atau karier, dan
3. Kebiasaan hidup penduduk.
Pengetahuan tentang penanggulangan KLB herd immunity
bermanfaat untuk mengetahui bahwa menghindarkan terjadniya epidemi
tidak perlu semua penduduk yang rentan tidak dapat dipastikan, tetapi
tergantung dari jenis penyakitnya, misalnya variola dibutuhkan 90%-95%
penduduk kebal.
Setelah terjadi wabah, jumlah penduduk yang kebal bertambah
hingga herd immunity meningkat hingga penyebaran penyakit berhenti.
Setelah beberapa waktu jumlah penduduk yang kebal menurun demikian
pula dengan herd immunity-nya dan wabah penyakit tersebut datang
kembali, demikianlah seterusnya

C. Pengertian Bencana
Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,
kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi,
dan wabah penyakit.
Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau
antarkomunitas masyarakat, dan teror. Sedangkan, Kejadian Bencana adalah peristiwa
bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana,
korban dan/ataupun kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda
lebih dari satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian.

Bencana terbagi dalam:

1. Natural Disaster: Misalnya gempa bumi, Gempa Vulkanik, Gelombang Tsunami,


Gunung Meletus.
2. Man Made Disaster: Misalnya Banjir,Kebakaran Hutan,Kerusuhan Sosial dan
Pencemaran Lingkungan.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non
alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut
juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
Managemen Penanggulangan bencana meliputi Fase I untuk tanggap darurat,Fase
II untuk fase akut,Fase III untuk recovery(rehabilitasi dan rekonstruksi).Prinsip dasar
penaggunglangan bencana adalah pada tahap Preparedness atau kesiapsiagaan sebelum
terjadi bencana.

penanggulangan bencana meliputi:

1. Pra Bencana:Kelembagaan/koordinasi yang solid.SDM atau petugas kesehatan


yang terampil secara medik dan sosial dapat bekerjasama dengan
siapapun,Ketersediaan logistik seperti bahan,alatan dan obat. Ketersediaan
informasi tentang bencana seperti daerah rawan dan beresiko terkena
dampak,serta adanya ketersediaan jaringan kerja lintas program dan sektor.
2. Ketika Bencana: Rapid Health assesment dilakukan dari hari terjadi bencana
sehingga 3 hari setelah bencana.
3. Pascabencana, berdasarkan dari rapid health assesment untuk menentukan
langkah seterusnya sepeTifoid),Pelayanan kesehatan dasar,Surveilans Masyarakat
dan memperbaiki kesehatan lingkungan seperti air bersih,sanitasi makanan dan
pengelolaan sampah.

D. Surveilans bencana dan Kejadian luar biasa (KLB)


1. Surveilans Bencana
Surveilans bencana ialah kegiatan surveilans atau pengumpulan data yang
terkait dengan kejadian bencana. Tujuan dibangunnya surveilans pada situasi
bencana yaitu mendukung fungsi pelayanan bagi korban bencana secara
keseluruhan untuk menekan dampak negatif yang lebih besar. Karakteristik sistem
surveilans yang dibangun pada situasi bencana ialah sistem harus sederhana,
mencakup yang sangat prioritas, dilakukan secara aktif dan intensif, melibatkan
semua pihak, mengutamakan unsur kecepatan, dan didukung juga adanya respon
yang cepat.
Surveilans Bencana adalah upaya untuk mengumpulkan data pada situasi
bencana, data yang dikumpulkan berupa jumlah korban meninggal, luka sakit,
jenis luka, pengobatan yang dilakukan, kebutuhan yang belum dipenuhi, jumlah
korban anak-anak, dewasa, lansia. Surveilans sangat penting untuk monitoring
dan evaluasi dari sebuah proses, sehingga dapat digunakan untuk menyusun
kebijakan dan rencana program.

Surveilans berperan dalam:

1. Saat Bencana : Rapid Health Assesment(RHA),melihat dampakdampak


apa saja yang ditimbulkan oleh bencana,seperti berapa jumlah
korban,barang-barang apa saja yang dibutuhkan, peralatan apa yang harus
disediakan, berapa banyak pengungsi lansia, anak-anak, seberapa parah
tingkat kerusakan dan kondisi sanitasi lingkungan.
2. Setelah Bencana: Data-data yang akan diperoleh dari kejadian bencana
harus dapat dianalisis, dan dibuat kesimpulan berupa bencana kerja atau
kebijakan, misalnya apa saja yang harus dilakukan masyarakat untuk
kembali dari pengungsian, rekonstruksi dan rehabilitasi seperti apa yang
harus diberikan.
3. Menentukan arah respon/penanggunglangan dan menilai keberhasilan
respon/evaluasi
Surveilans bencana meliputi :
1. penyakit-penyakit terkait bencana, terutama penyakit menular. Di lokasi
pengungsian korban bencana, sangat perlu dilakukan survey penyakit-
penyakit yang ada, terutama penyakit menular. Dengan ini diharapkan
nantinya ada tindakan penanganan yang cepat agar tidak terjadi transmisi
penyakit tersebut. Ada 13 besar penyakit menular dan penyakit terkait
bencana : Campak, DBD, diare berdarah, diare biasa, hepatitis, ISPA,
keracunan makanan, malaria, penyakit kulit, pneumonia, tetanus, trauma
(fisik), dan thypoid.
2. Surveilans data pengungsi.
Data pengungsi meliputi data jumlah total pengungsi dan kepadatan di
tempat pengungsian, data pengungsi menurut lokasi, golongan umur, dan
jenis kelamin. Data dikumpulkan setiap minggu atau bulanan.
3. Surveilans kematian
Yang tercantum dalam data kematian meliputi nama, tempat atau barak,
umur, jenis kelamin, tanggal meninggal, diagnosis, gejala, identitas
pelapor.

4. Surveilans rawat jalan.

5. Surveilans air dan sanitasi

6. Surveilans gizi dan pangan.

7. Surveilans epidemiologi pengungsi

Surveilas epidemiologi yang dikembangkan pada pengungsi pada periode


emergensi merupakan Sistem Kewaspadaan Dini KLB penyakit dan
keracunan. Sistem yang akan dikembangkan harus selalu didahului dengan
kajian awal. Kajian awal harus dapat mengidentifikasi prioritas-prioritas
penyakit penyebab kesakitan dan kematian, faktorfaktor yang
berpengaruh, serta program intervensi yang mungkin dapat dilakukan,
terutama penyakit potensial KLB. Prioritas-prioritas penyakit tersebut
nantinya menjadi prioritas upaya perbaikan-perbaikan kondisi rentan pada
kelompok pengungsi, agar kejadian luar biasa penyakit dan keracunan
dapat ditekan frekuensi atau beratnya kejadian, atau bahkan dapat
dihindari sama sekali. Prioritas-priotas penyakit penyebab kesakitan
kematian pada pengungsi tersebut juga menjadi dasar perumusan terhadap
kemungkinan penyelenggaraan surveilans kesehatan masyarakat dalam
bentuk sistem kewaspdaan dini KLB dan keracunan. Model surveilans
yang akan dikembangkan juga perlu menjadi salah satu sasaran kajian
awal. Prioritas-prioritas penyakit penyebab kesakitan dan kematian pada
pengungsi tersebut, juga menjadi dasar dari prioritas kesiapsiagaan
menghadapi kemungkinan terjadinya kejadian rawan atau KLB penyakit
menular dan keracunan. Kesiapsiagaan diarahkan pada kesiapsiagaan
tenaga dan tim penanggulangan gerak cepat, sistem konsultasi ahli,
komunikasi, informasi dan transportasi, serta kesiapsiagaan
penanggulangan KLB, baik dalam teknisk penanggulangan, tim maupun
logistic.

Jadi Surveilans bencana sangat penting karena secara garis besar dapat
disimpulkan manfaatnya adala

1. Mencari faktor resiko ditempat pengungsian seperti air, sanitasi, kepadatan, kualitas
tempat penampungan.
2. Mengidentifikasi Penyebab utama kesakitan dan kematian sehingga dapat diupayakan
pencegahan.
3. Mengidentifikasi pengungsi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, wanita hamil,
sehingga lebih memperhatikan kesehatannya.
4. Pendataan pengungsi diwilayah, jumlah, kepadatan, golongan, umur, menurut jenis
kelamin.
5. Mengidentifikasi kebutuhan seperti gizi
6. survei Epidemiologi
E. Surveilans Kejadian Luar Biasa (KLB)

Kegunaan surveilans kejadian luar biasa yaitu identifikasi, investigasi, serta


penanggulangan KLB atau wabah sekaligus mencegah terulang lagi, Identifikasi
kelompok risiko tinggi, Menetapkan prioritas penanggulangan penyakit, Evaluasi
keberhasilan program dan Memonitor kecenderungan (trends) penyakit, kematian, atau
peristiwa kesehatan lain.

Tujuan surveilans KLB

1. Teridentifikasi adanya ancaman KLB


2. Terselenggaranya peringatan kewaspadaan dini KLB
3. Terselenggaranya kesiap-siagaan menghadapi kemungkinan terjadinya KLB
4. Terdeteksi secara dini adanya kondisi rentan KLB
5. Terdeteksi secara dini adanya KLB

Untuk mengetahui adanya ancaman KLB, dilakukan kajian secara terus menerus
dan sistematis terhadap berbagai jenis penyakit berpotensi KLB. Berdasarkan kajian
epidemiologi dirumuskan suatu peringatan kewaspadaan dini KLB pada daerah dan
periode waktu tertentu.

1. Bahan kajian
 Data surveilans epidemiologi penyakit berpotensi KLB.
 Kerentananan masyarakat, al : status gizi dan imunisasi.
 Kerentanan lingkungan.
 Kerentanan pelayanan kesehatan.
 Ancaman penyebaran penyakit berpotensi KLB dari daerah atau
negara lain.
 Sumber data lain dalam jejaring surveilans epidmeiologi
2. Sumber data surveilans epidemiologi penyakit berpotensi KLB :
• Sumber utama.
• Sumber data lain.
Deteksi dini kondisi rentan KLB merupakan kewaspadaan terhadap
timbulnya kerentanan masyarakat, kerentanan lingkungan-perilaku, dan
kerentanan pelayanan kesehatan terhadap KLB dengan menerapkan cara-cara
surveilans epidemiologi atau Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)-kondisi
rentan KLB.
a. Identifikasi
timbulnya kondisi rentan KLB dapat mendorong upayaupaya pencegahan
terjadinya KLB dan meningkatkan kewaspadaan berbagai pihak terhadap
KLB.Kegiatannya meliputi :
b. PWS kondisi rentan KLB Setiap sarana pelayanan kesehatan merekam
data perubahan kondisi rentan KLB menurut desa/kelurahan atau lokasi
tertentu, menyusun tabel dan grafik PWS kondisi rentan KLB.
c. Penyelidikan dugaan kondisi rentan KLB Tahapan kegiatan :
• Sarana Yankes secara aktif mengumpulkan informasi kondisi
rentan KLB dari berbagai sumber termasuk laporan perubahan
kondisi rentan, oleh perorangan, kelompok, maupun masyarakat,
• Di sarana Yankes, petugas kesehatan meneliti serta mengkaji
kondisi rentan KLB.
• Petugas kesehatan mewawancarai pihak-pihak terkait yang patut
diduga mengetahui adanya perubahan kondisi rentan KLB
• Mengunjungi daerah yang dicu.rigai terhadap perubahan kondisi
rentan KLB
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Surveilans adalah proses pengamatan secara teratur dan terus menerusterhadap semua
aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu
untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan.
2. KLB adalah meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna sec
epidemiologis pada suatu waktu pada kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang
menjurus pada terjadinya wabah.
3. Definisi Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
4. Surveilans bencana ialah kegiatan surveilans atau pengumpulan data yang terkait dengan
kejadian bencana. Sedangkan Surveilans KLB yaitu identifikasi, investigasi, serta
penanggulangan KLB atau wabah sekaligus mencegah terulang lagi

B. SARAN
Adapun saran dari kami yaitu, Surveilans bencana seharusnya dilakukan secara
berkesinambungan mulai dari pra bencana, saat bencana dan pasca bencana. Jadi perlu
koordinasi dan kerjasama yang baik antara pihak-pihak terkait agar persiapan
mengahadapi bencana dan intervensi setelah bencana dapat terlaksana dengan baik.
Sedangkan KLB dilakukan untuk menurunkan kejadian kesakitan/kematian yang
bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, agar
penyebarannya tidak meluas.

DAFTAR PUSTAKA

You might also like