Professional Documents
Culture Documents
TESIS
NISWATUN NAFI’AH
NPM. 2106677035
2.1.1 Perilaku
Perilaku mempunyai beberapa pengertian/definisi. Pengertian perilaku dalam
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah reaksi atau tanggapan seseorang dalam
menerima rangsangan. Pengertian perilaku adalah sebagai seperangkat tindakan atau
perbuatan orang dalam melakukan respon dan pada akhirnya menjadi kebiasaan. Hal ini
terjadi akibat nilai-nilai yang dianut oleh manusia tersebut. Perilaku manusia juga
diartikan sebagai tindakan manusia yang dapat diamati dan tidak dapat diamati oleh
orang lain. Interaksi ini dapat berwujud pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengertian
lain dari perilaku yaitu respon organisme terhadap stimulus/ rangsangan dari luar
oragnisme tersebut. Respon organisme ini berupa dua macam yaitu pasif dan aktif.
Respon pasif adalah respon yang terjadi dalam diri (internal) manusia dan tidak dapat
dilihat oleh orang lain secara langsung sedangkan respon aktif adalah respon yang
berwujud perilaku dan terlihat secara langsung (Adventus et al., 2019).
Definisi perilaku menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2014) yaitu respon
manusia terhadap stimulus yang didapatkan dari luar manusia tersebut. Respon
merupakan faktor yang berasal dari dalam diri manusia yang bersangkutan (faktor
internal). Stimulus merupakan faktor dari luar diri manusia (faktor eksternal). Teori
perilaku Skinner didasarkan pada asumsi bahwa perilaku manusia mengikuti hukum dan
disebabkan oleh sesuatu di luar dari lingkungan mereka. Skinner menjelaskan bahwa
perilaku terbagi 2 kelompok meliputi perilaku tertutup dan perilaku terbuka. Perilaku
tertutup (covert behavior) diartikan sebagai respon kepada rangsangan/stimulus yang
belum dapat dilihat dari luar oleh orang lain seperti perasaan, pikiran, pengetahuan,
persepsi, dan sikap. Perilaku terbuka (overt behavior) diartikan sebagai respon dalam
wujud praktik yang dapat dilihat dari luar oleh orang lain.
2.1.2 Sedentari
Dalam bukunya Leitzmann, Jochem, dan Schmid (2018) menjelaskan bahwa
kata sedentari menurut asalnya berasal dari bahasa latin sedere yang mempunyai arti
duduk. Menurut Kamus Bahasa Inggris kata Sedentary mempunyai arti menetap, tidak
berpindah-pindah, duduk terus menerus dan mengerjakan sesuatu dengan duduk.
6. Negara Turki
- Umur kurang dari 2 tahun: penggunaan komputer, televisi tidak
direkomendasikan,
- Umur 2 s.d 5 tahun: waktu sedentari maksimal < 60 menit/hari atau 20 menit
tanpa jeda,
- Umur 5 s.d 18 tahun: maksimal 60 menit/hari (maksimal).
Dari beberapa rekomendasi negara-negara tersebut di atas dapat digarisbawahi
bahwa sebagian besar merekomendasikan untuk remaja tidak melakukan
aktivitas/perilaku sedentari lebih dari 2 jam tanpa jeda istirahat dari perilaku tersebut.
Jeda istirahat dalam perilaku sedentari misalnya ketika posisi berdiam diri atau duduk
sudah 2 jam, remaja harus menghentikan perilaku tersebut dengan berdiri, peregangan,
jalan kaki, atau aktivitas yang lainnya.
2. Tingkat interpersonal
Teori perilaku kesehatan pada tingkat interpersonal menganggap bahwa
perilaku individu dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Setiap perasaan dan tingkah
laku individu dipengaruhi oleh pendapat, pemikiran, perilaku, saran, dan dukungan
orang-orang di sekitar individu serta memiliki efek timbal balik pada individu
tersebut. Faktor interpersonal meliputi anggota keluarga, teman/ sahabat, rekan
kerja, profesional kesehatan, dan lain-lain.
3. Tingkat komunitas/masyarakat
McLeroy dan kawan kawan dalam Arihandayani (2019) membagi level
komunitas ini menjadi 3 kelompok yaitu faktor institusional, komunitas dan
kebijakan publik. Faktor institusional diartikan sebagai peraturan, kebijakan, dan
struktur informal yang dapat mempromosikan perilaku yang disarankan. Faktor
komunitas diartikan sebagai standar, norma, atau jaringan sosial yang terdapat
dalam bentuk formal maupun informal pada individu, grup/kelompok, dan
lembaga/organisasi. Faktor kebijakan publik diartikan sebagai kebijakan dan
hukum yang mengatur dan mendukung praktik pencegahan penyakit dan tindakan
yang sehat.
3) Tingkat pendidikan
Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa perilaku sedentari cenderung lebih
tinggi pada tingkat pendidikan yang lebih rendah. Penelitian oleh Ndagire et al.,
(2019) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan siswa berhubungan signifikan
dengan perilaku sedentari. Selain tingkat pendidikan siswa, tingkat pendidikan
orang tua juga mempunyai hubungan dengan perilaku sedentari pada siswa
(Matias et al., 2018; Sheldrick et al., 2018). Hasil penelitian Setyoadi et al., (2015)
menunjukkan bahwa proporsi sedentari yang tinggi terdapat pada siswa yang
mempunyai ayah dan ibu dengan tingkat pendidikan tinggi.
5) Pengetahuan siswa
Menurut beberapa penelitian pengetahuan mempunyai hubungan yang
bermakna dengan perilaku sedentari pada remaja. Penelitian Fajanah et al., (2018)
mendapatkan hasil bahwa hanya 23,2% remaja memiliki pengetahuan terkait
perilaku sedentari dan dampaknya. Menurut penelitian tersebut, 76,8% remaja
dengan pengetahuan kurang akan cenderung melakukan perilaku sedentari
dibandingkan remaja dengan pengetahuan tinggi. Menurut Arihandayani (2019)
pengetahuan remaja mengenai perilaku sedentari di Cibinong masih cukup
rendah. Hal tersebut berhubungan dengan masih tingginya perilaku sedentari
remaja.
6) Sikap siswa
Sikap siswa berhubungan dengan perilaku sedentari menurut penelitian
Fajanah et al., (2018) dan Arihandayani (2019). Hasil penelitian Fajanah et al.,
(2018) menunjukkan bahwa tingginya angka perilaku sedentari berhubungan
dengan tingginya sikap negatif siswa terhadap perilaku sedentari (70,5%). Sikap
negatif yang menyetujui perilaku sedentari tersebut antara lain lebih suka
berangkat ke sekolah dengan diantar orang tua naik kendaraan atau naik angkutan
umum daripada berjalan kaki atau mengayuh sepeda, lebih suka naik lift/eskalator
daripada naik tangga ketika berada di mall, lebih memilih bermain di HP daripada
membersihkan sekolah, atau lebih memilih duduk-duduk ssntai daripada
berolahraga (Arihandayani, 2019).
Tabel 2. 1 Review penelitian dan jurnal terkait dengan determinan perilaku sedentari
Komunitas:
Fasilitas sekolah
Peraturan sekolah
Pada tabel 5.3 terlihat bahwa aktivitas sedentari tertinggi yang dilakukan di luar
jam sekolah yaitu menggunakan komputer atau gadget untuk kesenangan seperti: main
games, browsing, chatting, e-sport, berselancar di social media dll dengan rata-rata
waktu yang digunakan adalah 161 menit per hari (42,61%). Aktivitas sedentari di luar
jam sekolah yang paling sedikit dilakukan adalah les pelajaran di luar jam sekolah
(0,37%). Informasi lain yang telah didapatkan dari hasil penelitian yaitu rata-rata waktu
perilaku sedentari yang dilakukan pada hari masuk sekolah dan pada akhir pekan
sebagai berikut:
47
Pada tabel 5.4 diketahui bahwa perilaku sedentari siswa lebih banyak dilakukan
pada akhir pekan (Sabtu-Minggu) dengan rata-rata 427 menit (7 jam 7 menit). Rata-rata
waktu sedentari yang dihabiskan siswa pada hari sekolah (Senin-Jumat) lebih sedikit
dibandingkan pada akhir pekan yaitu 358 menit (5 jam 58 menit). Hasil perhitungan
skor total aktivitas sedentari kemudian dikategorikan menurut kategori yang ditetapkan
Kemenkes. Berikutnya didapatkan distribusi perilaku sedentari siswa SLTA di
Kecamatan Tajurhalang yang telah dikategorikan tersaji pada tabel 5.5 berikut ini:
Perilaku Sedentari N %
Rendah (<6 jam per hari) 99 41,3%
Tinggi (≥ 6 jam per hari) 141 58,8%
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5 didapatkan bahwa perilaku sedentari
siswa SLTA Kecamatan Tajurhalang tahun 2023 pada kategori tinggi (≥ 6 jam per hari)
sebanyak 141 siswa (58,8%).
Penghasilan orang tua siswa terdistribusi tidak normal. Berdasarkan tabel 5.7
didapatkan bahwa penghasilan orang tua siswa terendah Rp500.000,00 dan tertinggi
Rp41.000.000,00. Nilai tengah penghasilan orang tua siswa adalah Rp3.200.00,00.
Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa 95% rata-rata penghasilan orang tua responden
diantara Rp4.091.296,32 s.d Rp5.366.328,68.
Berdasarkan tabel 5.8 di atas dapat diketahui bahwa hanya sebagian kecil
responden yang mengetahui batasan waktu perilaku sedentari yaitu sebesar 25,4%. Hal
ini juga berlaku untuk batasan maksimal seorang anak dan remaja harus berhenti
sejenak selama 10 menit setelah duduk terus-menerus di depan komputer mengerjakan
tugas sekolah yang hanya diketahui oleh sebagian kecil responden (21,3%). Skor akhir
variabel pengetahuan didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari semua pertanyaan
dan dikonversikan ke dalam persentase dengan nilai ukuran seperti pada tabel berikut:
Tabel 5.9 menunjukkan rata-rata jumlah skor pengetahuan adalah 65,10 dengan
skor minimal 15 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah didapatkan skor
pengetahuan adalah mengkategorikan variabel menjadi kategori rendah jika skor ≤ 75%
dan dikategorikan tinggi jika skor > 75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil bahwa
sebagian besar responden mempunyai pengetahuan rendah yaitu sebesar 159 orang
(66,3%).
51
Tabel 5.11 menunjukkan rata-rata jumlah skor sikap adalah 71,10 dengan skor
minimal 53 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah didapatkan skor sikap
siswa adalah mengkategorikan variabel sikap siswa ke dalam kategori negatif jika skor
< 75% dan dikategorikan positif jika skor ≥ 75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan
hasil bahwa sebagian besar responden mempunyai sikap negatif yaitu sebesar 159 orang
(66,3%).
Tabel 5. 12 Distribusi Responden Menurut Item Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Perilaku Sedentari dalam Seminggu Terakhir di SLTA Kecamatan Tajurhalang
Tahun 2023 (n=240)
Tabel 5.12 memperlihatkan jawaban responden mengenai pola asuh orang tua
terkait perilaku sedentari yang masih tidak baik. Menurut persentase jawaban
responden, hanya sebagian kecil orang tua yang mengajak olahraga pada seminggu
terakhir (12,5%). Pada sisi lain terdapat pola asuh yang baik menurut responden dalam
hal kebiasaan yang paling sering dilakukan bersama keluarga jika libur atau akhir pekan
seperti membersihkan rumah bersama, jalan-jalan ke mall atau rekreasi yaitu sebesar
60,4%. Skor akhir variabel pola asuh diperoleh dengan menjumlahkan nilai dari semua
pertanyaan terkait pola asuh dan dikonversikan ke dalam bentuk persentase dan dengan
nilai ukuran sebagai berikut:
Tabel 5. 13 Deskripsi Nilai Pola Asuh Orang Tua Responden Terhadap Perilaku
Sedentari dalam Seminggu Terakhir di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun
2023 (n=240)
Ukuran Nilai (Skala 100)
Mean 35,28
Median 33,33
Standar Deviasi 23,919
Minimal 0
Maksimal 100
95% CI 32,24-38,32
Tabel 5.13 menunjukkan rata-rata jumlah skor pola asuh orang tua adalah 35,28
dengan skor minimal 0 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah
didapatkan skor pola asuh orang tua adalah mengkategorikan variabel pola asuh orang
tua ke dalam kategori tidak baik jika skor < 75% dan dikategorikan baik jika skor ≥
75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden
mempunyai pola asuh orang tua yang tidak baik yaitu sebesar 212 orang (88,3%).
Dukungan teman sebaya diartikan ada tidaknya teman sebaya yang dimiliki
untuk mendukung mengurangi perilaku sedentari. Dukungan teman sebaya terkait
perilaku sedentari dilihat dari masing-masing pertanyaan disajikan pada tabel 5.14
berikut ini:
Tabel 5.15 menunjukkan rata-rata jumlah skor dukungan teman sebaya adalah
36,21 dengan skor minimal 0 dan skor maksimal 90. Langkah selanjutnya setelah
didapatkan skor dukungan teman sebaya adalah mengkategorikan variabel dukungan
teman sebaya ke dalam kategori tidak ada dukungan jika skor < 75% dan
dikategorikan ada dukungan jika skor ≥ 75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil
bahwa sebagian besar responden tidak ada dukungan untuk menghindari perilaku
sedentari yaitu sebesar 202 orang (84,2%).
Tabel 5.17 menunjukkan rata-rata jumlah skor fasilitas sekolah adalah 62,08
dengan skor minimal 25 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah
didapatkan skor fasilitas sekolah adalah mengkategorikan variabel fasilitas sekolah ke
dalam kategori tidak cukup jika skor < 75% dan dikategorikan cukup jika skor ≥ 75%.
Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden (67,5%)
57
menyatakan fasilitas sekolah tidak cukup untuk membuat siswa menghindari perilaku
sedentari.
Variabel peraturan sekolah diartikan sebagai persepsi siswa terhadap kecukupan
aturan sekolah yang membuat siswa mengurangi perilaku sedentari seperti aturan
senam bersama, kegiatan ekstra kurikuler, lama waktu untuk istirahat di sekolah.
Variabel peraturan sekolah dilihat dari masing-masing pertanyaan disajikan pada tabel
5.18 berikut ini:
Berdasarkan tabel 5.20, hasil uji chi-square untuk variabel jenis kelamin
didapatkan p-value= 0,0005 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang
59
signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku sedentari siswa. Siswa yang berjenis
kelamin perempuan memiliki peluang hampir 9 kali untuk melakukan perilaku sedentari
≥ 6 jam per hari dibandingkan dengan siswa laki-laki (OR: 8,914; 95% CI 4,881-
16,279).
Hasil uji chi-square untuk variabel status ekonomi keluarga siswa didapatkan p-
value= 0,001 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara
status ekonomi keluarga siswa dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan status
ekonomi rendah memiliki peluang/kemungkinan 2,6 kali untuk melakukan perilaku
sedentari ≥ 6 jam per hari dibandingkan dengan status ekonomi tinggi (OR: 2,636; 95%
CI 1,526-4,554)
Hasil uji chi-square untuk variabel pengetahuan siswa didapatkan p-value= 0,8
sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara pengetahuan siswa dengan
perilaku sedentari siswa. Hasil uji chi-square untuk variabel sikap siswa didapatkan p-
value= 0,563 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara sikap siswa
dengan perilaku sedentari siswa.
Berdasarkan tabel 5.21, hasil uji chi-square untuk variabel pola asuh orang tua
didapatkan p-value= 0,0005 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang
signifikan antara pola asuh orang tua dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan
pola asuh orang tua tidak baik memiliki peluang/kemungkinan hampir 11 kali untuk
melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari dibandingkan siswa dengan pola asuh
orang tua baik (OR: 10,960; 95% CI 3,665-32,771).
Hasil uji chi-square untuk variabel dukungan teman sebaya didapatkan p-value=
0,0005 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan
teman sebaya dengan perilaku sedentari siswa. Siswa yang tidak ada dukungan teman
sebaya memiliki peluang/kemungkinan 8,7 kali untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6
jam per hari dibandingkan siswa yang mempunyai dukungan teman sebaya (OR: 8,727;
95% CI 3,654-20.842).
Berdasarkan tabel 5.22, hasil uji chi-square untuk variabel fasilitas sekolah
didapatkan p-value= 0,009 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang
signifikan antara fasilitas sekolah dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan
fasilitas sekolah tidak cukup memiliki peluang/kemungkinan 2,1 kali untuk melakukan
perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari dibandingkan siswa dengan fasilitas sekolah cukup
(OR: 2,149; 95% CI 1,240-3,724).
Hasil uji chi-square untuk variabel peraturan sekolah didapatkan p-value= 0,012
sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara peraturan sekolah
dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan peraturan sekolah tidak cukup memiliki
peluang/kemungkinan 2 kali untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari
dibandingkan siswa dengan peraturan sekolah cukup (OR: 2,016; 95% CI 1,193-3,408).
61
Tabel 5.24 menunjukkan bahwa terdapat 2 variabel yang mempunyai nilai p>
0,05 yaitu fasilitas sekolah dan peraturan sekolah.
a. Tahap 1
Pada tahap 1, variabel peraturan sekolah dikeluarkan terlebih dahulu karena
mempunyai nilai p>0,05 dan nilai p paling besar dibandingkan dengan variabel yang
lain. Setelah itu dilakukan perhitungan perubahan nilai OR seperti pada tabel berikut:
b. Tahap 2
Pada tahap 2, variabel peraturan sekolah dimasukkan kembali dan variabel
fasilitas sekolah dikeluarkan. Pemodelan tahap 2 ini dapat dilihat perubahan nilai OR
seperti pada tabel berikut:
c. Uji Interaksi
Uji interaksi dilakukan pada variabel independen yang diduga secara substansi
ada interaksi. Pada penelitian ini dilakukan uji interaksi antara variabel status ekonomi
keluarga dengan variabel pola asuh orang tua. Hasil dari uji interaksi antar dua
variabel tersebut didapatkan p-value= 0,999, p-value lebih dari 0,05 menunjukkan
bahwa tidak ada interaksi antara variabel status ekonomi keluarga dengan variabel
pola asuh orang tua. Pemodelan telah selesai dan model yang valid adalah pemodelan
tanpa interaksi antar variabel independen. Hasil pemodelan akhir didapatkan seperti
pada tabel 5.27.
d. Pemodelan Akhir Multivariat
Tabel 5. 27 Pemodelan Akhir Multivariat Determinan Perilaku Sedentari di SLTA
Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023
Variabel p-value OR 95% CI
Jenis Kelamin 0,0005 11,811 5,829 – 23,934
Status Ekonomi Keluarga 0,003 3,053 1,478 – 6,303
Pola Asuh Orang Tua 0,002 8,062 2,139 – 30,386
Dukungan Teman Sebaya 0,005 4,522 1,562 – 13,095
Peraturan Sekolah 0,162 1,624 0,823 – 3,205
Hasil pemodelan akhir multivariat pada tabel 5.27 menunjukkan bahwa terdapat
4 (empat) variabel yang mempunyai hubungan dengan perilaku sedentari yaitu jenis
kelamin, status ekonomi keluarga, pola asuh orang tua dan dukungan teman sebaya,
sedangkan variabel peraturan sekolah merupakan confounding pada hubungan
tersebut. Berdasarkan tabel 5.27, variabel dengan nilai OR terbesar adalah jenis
kelamin dengan nilai OR 11,81 (95% CI 5,829 – 23,934). Dengan demikian, variabel
jenis kelamin adalah variabel yang paling dominan berhubungan dengan perilaku
sedentari siswa SLTA di Kecamatan Tajurhalang, setelah dikontrol oleh status
ekonomi keluarga, pola asuh orang tua, dukungan teman sebaya dan peraturan
sekolah.
BAB 6
PEMBAHASAN
6.3 Hubungan Faktor Individu (Jenis Kelamin, Status Ekonomi Keluarga Siswa,
Pengetahuan dan Sikap Siswa) dengan Perilaku Sedentari
6.4 Hubungan Faktor Interpersonal (Pola Asuh Orang Tua dan Dukungan Teman
Sebaya) dengan Perilaku Sedentari
7.1 Kesimpulan
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 58,8% siswa SLTA di Kecamatan
Tajurhalang Kabupaten Bogor tahun 2023 melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam
per hari (kategori tinggi).
2. Aktivitas sedentari tertinggi yang dilakukan di luar jam sekolah yaitu
menggunakan komputer atau gadget untuk kesenangan seperti: main games,
browsing, chatting, e-sport, berselancar di social media dll (42,61%) dan aktivitas
sedentari yang paling sedikit adalah les pelajaran di luar jam sekolah (0,37%).
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar karakteristik responden
dengan jenis kelamin perempuan (63,3%); status ekonomi keluarga rendah
(65,4%); rata-rata skor pengetahuan 65,10, rata-rata sikap 71,01; rata-rata skor
pola asuh orang tua 35,12; rata-rata skor dukungan teman sebaya 36,21; rata-rata
skor fasilitas sekolah 62,08; dan rata-rata skor peraturan sekolah yang cukup
72,50.
4. Faktor individu yang berhubungan dengan perilaku sedentari siswa SLTA di
Kecamatan Tajurhalang tahun 2023 adalah jenis kelamin dan status ekonomi
keluarga siswa. Pengetahuan dan sikap tidak berhubungan dengan perilaku
sedentari siswa.
5. Faktor interpersonal yang berhubungan dengan perilaku sedentari siswa SLTA di
Kecamatan Tajurhalang tahun 2023 adalah pola asuh orang tua dan dukungan
teman sebaya.
6. Faktor komunitas yaitu fasilitas sekolah tidak berhubungan dengan perilaku
sedentari siswa, sedangkan peraturan sekolah merupakan variabel confounding
pada hubungan dukungan teman sebaya dengan perilaku sedentari.
7. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku sedentari pada siswa
SLTA di Kecamatan Tajurhalang tahun 2023 adalah jenis kelamin. Siswa
perempuan berpeluang hampir 12 kali melakukan perilaku sedentari dibanding
siswa laki-laki setelah dikontrol oleh status ekonomi keluarga, pola asuh orang
tua, dukungan teman sebaya dan peraturan sekolah.
7.2 Saran