You are on page 1of 83

UNIVERSITAS INDONESIA

PERILAKU SEDENTARI SISWA SEKOLAH LANJUTAN


TINGKAT ATAS (SLTA) DI KECAMATAN TAJURHALANG
KABUPATEN BOGOR TAHUN 2023 DAN DETERMINANNYA

TESIS

NISWATUN NAFI’AH
NPM. 2106677035

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DEPARTEMEN PENDIDIKAN KESEHATAN DAN ILMU PERILAKU
DEPOK
JUNI 2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gaya hidup remaja perkotaan dan perdesaan pada saat ini sudah berubah dan
mengalami transisi mengikuti perkembangan teknologi digital yaitu dari pola hidup
tradisional yang aktif bergerak berganti menjadi pola hidup menetap atau sedentari.
Perilaku sedentari adalah perilaku terjaga di luar waktu tidur yang ditandai dengan
pengeluaran energi ≤1,5 metabolic equivalents (METs), dilakukan dalam posisi duduk
(sitting), duduk setengah berbaring (reclining) atau berbaring (lying) (Tremblay et al.,
2017). Perilaku sedentari sangatlah berbeda dengan perilaku aktivitas fisik yang kurang
atau tidak berolahraga. Perilaku sedentari diartikan dengan aktivitas fisik yang
dilakukan lebih banyak dengan posisi santai seperti duduk dan berbaring, sering
dilakukan di luar waktu tidur yang utama dan mengeluarkan sedikit energi atau kalor.
Perilaku sedentari ini meliputi duduk berjam-jam, berbaring di luar waktu tidur,
menonton televisi dalam waktu yang lama, mengoperasikan komputer dan kegiatan
lainnya yang menggunakan basis layar (Fadila, 2015).
Pada akhir tahun 2019 muncul penyakit Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)
di China. Penyakit COVID-19 ini sangat menular dan pada akhirnya meluas di banyak
negara di dunia sehingga WHO menjadikan penyakit ini sebagai pandemi sejak 11
Maret 2020 (Putri, 2020). Setelah ditetapkan menjadi pandemi, pemerintah di seluruh
dunia berusaha melakukan upaya untuk memperlambat dan mengurangi terjadinya
infeksi dan penularan COVID-19. WHO merekomendasikan upaya pencegahan untuk
mengurangi penularan penyakit COVID-19 antara lain dengan menjaga jarak fisik
minimal 1 meter dari orang lain, menghindari keramaian dan kontak dekat,
menggunakan masker yang tepat saat jarak fisik tidak memungkinkan dan di tempat
dengan ventilasi buruk, mencuci tangan dengan pembersih tangan berbasis alkohol atau
sabun, melakukan vaksinasi, menutup hidung dan mulut dengan menggunakan tisu atau
siku saat bersin atau batuk, segera membuang tisu bekas dan bersihkan tangan secara
rutin, serta melakukan isolasi mandiri hingga sembuh jika mengalami gejala atau
dinyatakan positif COVID-19 (WHO, 2020).
Indonesia menerapkan aturan untuk pencegahan dan pengendalian penyakit
COVID-19 sesuai dengan rekomendasi WHO yang dikenal dengan 5M. Upaya
pencegahan penularan COVID-19 dengan 5 M antara lain menggunakan masker ketika
bertemu yang lain, membatasi jarak dengan yang lain, mencuci tangan secara rutin,
mengurangi aktivitas di luar seperti belajar dilakukan dari rumah, dan menjauhi
kerumunan atau tempat berkumpulnya masyarakat umum. Pada tanggal 31 Maret 2020
ditetapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Aturan tersebut disosialisasikan
secara terus menerus melalui berbagai media dan masyarakat diminta untuk mengikuti
anjuran pemerintah Indonesia tersebut (Kementerian Kesehatan RI, 2020).
Dampak pembatasan sosial untuk pencegahan dan pengendalian pandemi
COVID-19 pada suatu penelitian menunjukkan bahwa hal ini memiliki efek luas pada
kesehatan mental dan kesehatan fisik masyarakat di semua kalangan. Pembatasan sosial
untuk mengurangi penyebaran COVID-19 menjadi sebab semakin meningkatnya
masalah kesehatan masyarakat saat ini seperti tingkat aktivitas fisik yang rendah dan
prevalensi perilaku sedentari yang tinggi di kalangan anak dan remaja (Bates et al.,
2020). Perilaku sedentari secara terus menerus dan berkepanjangan sudah diidentifikasi
sebagai suatu masalah kesehatan pada masyarakat baik orang dewasa maupun anak
(Fadila, 2015). Menurut Lancet, aktivitas fisik yang kurang dapat menyebabkan
kematian sekitar 5,3 juta orang setiap tahun (BBC, 2012). WHO (Organisasi Kesehatan
Dunia) memperkirakan bahwa fisik yang tidak aktif bergerak dapat menyebabkan
penyakit jantung iskemik sebanyak 22%, diabetes melitus sebanyak 10-16%, dan sekitar
2 juta kematian global (Kemenkes RI, 2019).
Gaya hidup menetap (sedentari) adalah salah satu faktor risiko berbagai
permasalahan gangguan metabolisme tubuh seperti: obesitas, kolesterol yang tinggi,
tekanan darah tinggi, penyakit diabetes melitus, dan pada akhirnya menyebabkan
resistensi insulin (Fadila, 2015). Senada dengan penelitian tersebut, penelitian lain
menyebutkan bahwa peningkatan tekanan darah dapat disebabkan oleh gaya hidup
sedentari (Destira & Mariani, 2021; Noviantika, 2020). Perilaku sedentari juga dapat
meningkatkan risiko penyakit kardiometabolik (Montero et al., 2019). Peningkatan satu
jam dalam waktu menetap secara positif terkait dengan sindrom metabolik (Renninger
et al., 2020).
Praktik gaya hidup tidak sehat yang terkait dengan peningkatan perilaku
sedentari di kalangan anak dan remaja dihubungkan dengan obesitas dan faktor risiko
penyakit (Rahma & Wirjatmadi, 2020). Perilaku sedentari yang terlalu lama dilakukan
dapat mengakibatkan ketidakseimbangan energi tubuh, yang disebabkan oleh energi
yang dikeluarkan oleh tubuh lebih sedikit dibandingkan oleh energi yang masuk dalam
tubuh. Hal tersebut dapat mempunyai dampak pada meningkatnya kejadian obesitas
atau status gizi lebih pada anak-anak usia sekolah (Asnita et al., 2020; Setyoadi et al.,
2015; Yulianti & Astari, 2020). Obesitas pada remaja berpotensi menyebabkan risiko
penyakit kardiovaskular dan penyakit batu empedu (Inyang & Stella, 2015).
Perilaku sedentari pada usia anak dan remaja dalam jangka panjang dapat
menyebabkan penyakit diabetes tipe 2 (Wang et al., 2018). Perilaku sedentari
berhubungan secara signifikan dengan gejala depresi dan kecemasan pada remaja
(Belair et al., 2018). Menurut penelitian lainnya, salah satu faktor risiko penyakit
kardiovaskular pada remaja adalah perilaku sedentari (Jardim et al., 2018). Remaja
berisiko 2,27 kali untuk dapat terkena hipertensi obesitik jika setiap hari melakukan
perilaku sedentari lebih dari 6 jam. Hipertensi obesitik adalah salah satu jenis hipertensi
yang dialami tubuh dengan didahului oleh kondisi obesitas (Oematan & Oematan,
2021).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja banyak menghabiskan waktu
dengan melakukan perilaku sedentari. Penelitian tentang remaja yang mengalami
obesitas menjelaskan bahwa perilaku sedentari yang berhubungan dengan obesitas
adalah kebiasaan menggunakan gadget, mengerjakan tugas dengan menggunakan
internet dan tanpa internet, menonton televisi, mengikuti kursus/les, mengaji dan
berkumpul bersama teman (Asnita et al., 2020). Hasil penelitian Ramadhani dan Bianti
(2017) menunjukan bahwa waktu anak-anak lebih banyak yang digunakan untuk
berdiam diri dan melakukan kegiatan berbasis layar dibandingkan dengan waktu yang
digunakan untuk aktivitas fisik.
Gaya hidup sedentari akan menjadi semakin umum di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah seiring dengan meningkatnya populasi yang
menua. Dalam sebuah studi multi negara (2003-2011) di kalangan remaja didapatkan
data bahwa prevalensi asupan buah dan sayuran yang tidak mencukupi adalah 74,3%,
perilaku sedentari 71,4%, penggunaan alkohol 15,7%, penggunaan tembakau 12,1%,
dan obesitas 7,1% (Caleyachetty et al., 2015). Suatu penelitian di Australia
mendapatkan bahwa remaja menghabiskan rata-rata 7,8 jam/hari dalam total perilaku
sedentari yang dilaporkan sendiri, 4,4 jam/hari dalam waktu layar, 9,1 jam/hari dalam
waktu menetap yang diukur dengan ActiGraph, dan 9,5 jam/hari dalam aktivitas waktu
duduk yang diukur oleh Physical Activity Level (PAL) (Arundell et al., 2019). Penelitian
lain di Kota Debre Berhan Ethiopia didapatkan data perilaku sedentari pada remaja
dengan lama sedentari >2 jam per hari adalah 65,5% (Mohammed et al., 2020).
Riset Kesehatan Dasar (2013) mendapatkan hasil bahwa perilaku sedentari
masyarakat Indonesia sebesar 25%. Urutan teratas proporsi masyarakat yang melakukan
perilaku sedentari lebih dari 6 jam yaitu Riau (39,1%). Pada urutan selanjutnya yaitu
Maluku Utara sebesar 34,5%, Jawa Timur sebesar 33,9%, Jawa Barat sebesar 33,0%
dan Gorontalo sebesar 31,5%. Proporsi perilaku sedentari > 6 jam per hari yang cukup
tinggi ditemukan pada anak usia 10-14 tahun, yaitu sebesar 29,1%. Berdasarkan hasil
Riskesdas tersebut dikemukakan bahwa perilaku sedentari lebih banyak dilakukan oleh
jenis kelamin laik-laki. Karakteristik masyarakat yang melakukan perilaku sedentari
selain jenis kelamin laki-laki yaitu antara lain pada masyarakat urban, pada pendidikan
yang rendah, dan masyarakat yang tidak bekerja.
Hasil penelitian Darwanto (2019) menunjukkan bahwa remaja di Indonesia yang
melakukan perilaku sedentari ≥ 3 jam per hari yaitu sebanyak 27,7% . Remaja usia 17-
18 tahun memiliki risiko 3,34 kali melakukan perilaku sedentari per hari lebih dari tiga
jam dibandingkan remaja usia 11-12 tahun. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
gaya hidup sedentari menurut penelitian tersebut adalah kelompok umur, indeks massa
tubuh, konsumsi makanan berisiko, dan konsumsi alkohol. Kelompok umur remaja
merupakan faktor yang paling dominan yang berkontribusi dengan perilaku sedentari.
Penelitian yang dilakukan oleh Roswita (2017) di Cakung Provinsi DKI Jakarta
menunjukkan bahwa rata-rata lama perilaku sedentari pada anak dan remaja sebesar
4,03 jam dan terdapat korelasi yang signifikan antara perilaku sedentari dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT), pekerjaan ibu, pembatasan screen time (waktu layar), ketersediaan
media elektronik, dan kebiasaan makan pada anak sekolah. Pembatasan screen time
merupakan faktor yang paling dominan memengaruhi perilaku sedentari pada anak usia
sekolah. Penelitian ini juga menemukan bahwa perilaku sedentari yang dilaporkan
sendiri secara keseluruhan di luar jam sekolah dan waktu layar (waktu yang dihabiskan
dalam penggunaan komputer/video game dan pekerjaan rumah) secara khusus dikaitkan
dengan tingkat keterhubungan sosial yang lebih rendah (Arundell et al., 2019).
Hasil studi di SMP Negeri 29 Semarang didapatkan hasil bahwa hampir setiap
hari sebagian siswa melakukan perilaku sedentari selama 2-5 jam/hari (Fajanah et al.,
2018). Penelitian pada siswa SMP di Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor mengenai
perilaku sedentari didapatkan bahwa perilaku sedentari ≥ 6 jam/ hari pada rentang usia
11-15 tahun sebanyak 50,62%. Penelitian tersebut juga mendapatkan rata-rata perilaku
sedentari siswa yaitu 6 jam 12 menit per hari. Perilaku sedentari yang dilakukan pada
hari aktif di luar jam sekolah mempunyai rata-rata 5 jam 41 menit per hari. Perilaku
sedentari remaja lebih banyak dilakukan ketika hari libur Sabtu dan Minggu yaitu rata-
rata 7 jam 30 menit per hari (Arihandayani, 2019).
Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat
merupakan salah satu provinsi dengan proporsi yang tinggi dalam melakukan perilaku
sedentari (33%). Kecamatan Tajurhalang merupakan salah satu dari 40 kecamatan di
Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat dengan karakteristik jumlah penduduk yang
padat. Kecamatan Tajurhalang mempunyai 16 sekolah SLTA yang terdiri dari 1 SMA
negeri, 2 SMAIT, 12 SMK swasta, dan 1 MA (Madrasah Aliyah) dengan jumlah siswa
5.184 orang. Prevalensi remaja yang gemuk pada usia 16-18 tahun di Kecamatan
Tajurhalang berdasarkan profil remaja pada program PKPR pada tahun 2013 adalah
7,6% yang terdiri dari 1,8 % obesitas dan 5,8 % gemuk. Pada tahun 2018 berdasarkan
profil remaja pada program PKPR terjadi peningkatan prevalensi remaja gemuk dan
obesitas menjadi 15,4%. Pada bulan Desember tahun 2022 penulis melakukan studi
pendahuluan pada 50 siswa SLTA di Kecamatan Tajurhalang. Studi tersebut dilakukan
secara online melalui google formulir. Berdasarkan hasil studi pendahuluan didapatkan
hasil bahwa siswa SMA/SMK tersebut melakukan perilaku sedentari dengan rata-rata 7
jam 40 menit/hari.
Hasil wawancara dengan beberapa guru UKS di wilayah Puskesmas Tajurhalang
didapatkan hasil bahwa terdapat aturan sekolah membolehkan siswa membawa
smartphone ke sekolah karena digitalisasi. Hal ini menjadikan siswa banyak
menghabiskan waktu untuk screen time (waktu layar). Hasil observasi peneliti di
beberapa sekolah mendapatkan bahwa kebiasaan siswa pada jam istirahat disibukkan
dengan gadget dan tidak adanya aktivitas fisik. Selain itu mayoritas siswa SLTA di
wilayah Kecamatan Tajurhalang banyak yang menggunakan angkutan umum atau
menggunakan sepeda motor pada saat pergi ke sekolah walaupun jarak antara tempat
tinggal dengan sekolah dekat kurang dari 3 km.
Penelitian tentang determinan perilaku sedentari diperlukan untuk memahami
hubungan yang kompleks dan untuk mendapatkan hasil yang lebih lengkap. Hal ini
dapat dijadikan upaya untuk mengurangi perilaku sedentari pada remaja. Profesional
kesehatan mempunyai tanggung jawab untuk mempromosikan, memberikan
pemahaman, dan memengaruhi anak-anak dan remaja untuk menerapkan perilaku dan
gaya hidup aktif dan sehat. Penelitian di masa depan harus berfokus pada jenis aktivitas
sedentari yang sering dilakukan oleh remaja secara spesifik dan berhubungan dengan
variabel mental, sosial, dan lingkungan (Monteiro et al., 2019).
Penelitian tentang determinan perilaku sedentari yang pernah dilakukan di
Indonesia adalah dengan menggunakan pendekatan ekologi sosial (the socio-ecological
approach). Model pendekatan ekologi sosial untuk perubahan perilaku menyediakan
kerangka kerja yang mengakui individu dalam konteks lingkungan mereka dan berguna
dalam mengontekstualisasikan strategi untuk sehat dan pemeliharaan perilaku sehat
selama masa yang belum pernah terjadi sebelumnya. Empat faktor unik yang dijelaskan
dalam model ekologi sosial yaitu intra-individu (misalnya, kenikmatan, self efficacy),
antar individu (misal dukungan sosial), lingkungan fisik, dan kebijakan (pedoman
pemerintah) (Bates et al., 2020).
Salah satu contoh penelitian yang menggunakan pendekatan ekologi sosial ini
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Arihandayani (2019). Penelitian tersebut
menjelaskan determinan perilaku sedentari remaja dengan menggunakan variabel
tingkat intrapersonal atau individu, variabel tingkat interpersonal, dan variabel tingkat
komunitas. Pada variabel tingkat intrapersonal atau individu yang diteliti adalah umur
siswa, jenis kelamin siswa, status sosial ekonomi keluarga siswa, pengetahuan siswa
dan sikap siswa. Variabel tingkat interpersonal meliputi pola asuh yang dipraktikan
orang tua siswa dan dukungan yang diberikan teman sebaya, sedangkan variabel tingkat
komunitas meliputi fasilitas yang disediakan oleh sekolah dan peraturan yang ditetapkan
oleh sekolah. Menurut penelitian tersebut determinan perilaku sedentari pada remaja
yaitu umur siswa, pola asuh yang dipraktikkan oleh orang tua siswa, dukungan yang
diberikan teman sebaya, fasilitas yang disediakan oleh sekolah dan peraturan yang
ditetapkan oleh sekolah.
Perilaku sedentari pada anak-anak dan remaja dipengaruhi oleh jenis kelamin dan
lingkungan rumah (Sheldrick et al., 2018). Perilaku sedentari berhubungan dengan
status sosial ekonomi, pendidikan ibu, dan umur siswa. (Matias et al., 2018). Perilaku
sedentari berhubungan dengan usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan (Ndagire et
al., 2019). Penelitian yang dilakukan oleh Pradany (2020) mendapatkan hasil bahwa
perilaku sedentari pada remaja dipengaruhi oleh niat teman sebaya. Pada penelitian
yang lainnya juga menunjukkan bahwa perilaku sedentari pada remaja berkaitan dengan
jenis kelamin, pengetahuan remaja, dan sikap remaja (Fajanah et al., 2018). Hasil
penelitian oleh Mohammed et al (2020) menunjukkan bahwa perilaku sedentari pada
remaja berhubungan dengan pendidikan ibu, pendapatan orangtua/keluarga, akses ke
televisi, akses internet seluler dan pemanfaatan media sosial.

1.2 Rumusan Masalah


Prevalensi remaja gemuk dan obesitas pada usia 16-18 tahun di Kecamatan
Tajurhalang pada tahun 2013 adalah 7,6% di atas rata-rata nasional hasil Riskesdas
2013 (7,3%). Pada tahun 2018 terjadi peningkatan prevalensi remaja gemuk dan
obesitas menjadi 15,4% dan berada di atas rata-rata nasional sebesar 13,5% (Riskesdas
2018). Salah satu penyebab obesitas pada remaja adalah perilaku sedentari. Hasil studi
pendahuluan di SLTA Kecamatan Tajurhalang didapatkan bahwa siswa melakukan
perilaku sedentari dengan rata-rata 7 jam 40 menit/hari, pada jam istirahat siswa
disibukkan dengan gadget dan tidak ada aktivitas fisik. Selain itu mayoritas siswa
SLTA di wilayah Kecamatan Tajurhalang banyak yang menggunakan angkutan umum
atau menggunakan sepeda motor pada saat pergi ke sekolah walaupun jarak antara
tempat tinggal dengan sekolah kurang dari 3 km. Menurut model ekologi sosial,
perilaku sedentari pada siswa SLTA dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor
individu, interpersonal dan komunitas. Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti ingin
mengetahui bagaimana perilaku sedentari pada siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA) di Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor tahun 2023 dan determinannya.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1. Bagaimana gambaran perilaku sedentari pada siswa SLTA di Kecamatan
Tajurhalang Kabupaten Bogor pada tahun 2023?
2. Bagaimana hubungan faktor individu dengan perilaku sedentari pada siswa Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor tahun
2023?
3. Bagaimana hubungan faktor interpersonal dengan perilaku sedentari pada siswa
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di Kecamatan Tajurhalang Kabupaten
Bogor tahun 2023?
4. Bagaimana hubungan faktor komunitas dengan perilaku sedentari pada siswa
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di Kecamatan Tajurhalang Kabupaten
Bogor tahun 2023?
5. Apakah faktor yang dominan berhubungan dengan perilaku sedentari pada siswa
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di Kecamatan Tajurhalang Kabupaten
Bogor tahun 2023?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum


Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku sedentari pada siswa SLTA di Kecamatan Tajurhalang
Kabupaten Bogor tahun 2023.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Memperoleh informasi gambaran perilaku sedentari pada siswa SLTA di
Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor tahun 2023.
2. Mengetahui hubungan faktor individu dengan perilaku sedentari pada siswa SLTA
di Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor tahun 2023.
3. Mengetahui hubungan faktor interpersonal dengan perilaku sedentari pada siswa
SLTA di Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor tahun 2023.
4. Mengetahui hubungan faktor komunitas dengan perilaku sedentari pada siswa
SLTA di Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor tahun 2023.
5. Mengetahui faktor yang dominan berhubungan dengan perilaku sedentari pada
siswa SLTA di Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor tahun 2023.
1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Penelitian Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah data dan informasi mengenai
gambaran perilaku sedentari pada remaja dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
perilaku sedentari pada remaja. Penelitian ini dapat menjadi masukan dan pertimbangan
dalam menyusun dan memberikan kebijakan terkait perilaku kesehatan remaja kepada
pengelola program terkait remaja di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.

1.5.2 Manfaat Penelitian Bagi Puskesmas Tajurhalang Kabupaten Bogor


Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah data, informasi dan menjadi
masukan dalam kegiatan promosi kesehatan terkait perilaku kesehatan remaja kepada
pengelola program promosi kesehatan dan pelayanan kesehatan peduli remaja di
Puskesmas Tajurhalang.

1.5.3 Manfaat Penelitian Bagi Institusi Pendidikan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan rujukan untuk mendukung
kebijakan mengenai aktivitas fisik pada siswa di sekolah.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini berjudul Perilaku sedentari Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA) di Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor tahun 2023 dan determinannya.
Penelitian ini dilakukan selama bulan Mei-Juni tahun 2023 di 16 sekolah pada tingkatan
SLTA wilayah Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor. Sasaran penelitian adalah
siswa SLTA kelas X dan XI. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode penelitian
kuantitatif dengan data primer atau didapatkan secara langsung dari sumber data.
Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik acak proporsional atau
proportional random sampling. Pengumpulan data pada responden dilaksanakan secara
langsung dengan responden mengisi sendiri instrumen kuesioner. Analisis penelitian
faktor-faktor yang bekontribusi dengan perilaku sedentari ini menggunakan uji
univariat/univariable, uji bivariat/bivariable dengan uji Chi Square, dan uji
multivariat/multivariable dengan uji regresi logistik ganda.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Sedentari

2.1.1 Perilaku
Perilaku mempunyai beberapa pengertian/definisi. Pengertian perilaku dalam
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah reaksi atau tanggapan seseorang dalam
menerima rangsangan. Pengertian perilaku adalah sebagai seperangkat tindakan atau
perbuatan orang dalam melakukan respon dan pada akhirnya menjadi kebiasaan. Hal ini
terjadi akibat nilai-nilai yang dianut oleh manusia tersebut. Perilaku manusia juga
diartikan sebagai tindakan manusia yang dapat diamati dan tidak dapat diamati oleh
orang lain. Interaksi ini dapat berwujud pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengertian
lain dari perilaku yaitu respon organisme terhadap stimulus/ rangsangan dari luar
oragnisme tersebut. Respon organisme ini berupa dua macam yaitu pasif dan aktif.
Respon pasif adalah respon yang terjadi dalam diri (internal) manusia dan tidak dapat
dilihat oleh orang lain secara langsung sedangkan respon aktif adalah respon yang
berwujud perilaku dan terlihat secara langsung (Adventus et al., 2019).
Definisi perilaku menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2014) yaitu respon
manusia terhadap stimulus yang didapatkan dari luar manusia tersebut. Respon
merupakan faktor yang berasal dari dalam diri manusia yang bersangkutan (faktor
internal). Stimulus merupakan faktor dari luar diri manusia (faktor eksternal). Teori
perilaku Skinner didasarkan pada asumsi bahwa perilaku manusia mengikuti hukum dan
disebabkan oleh sesuatu di luar dari lingkungan mereka. Skinner menjelaskan bahwa
perilaku terbagi 2 kelompok meliputi perilaku tertutup dan perilaku terbuka. Perilaku
tertutup (covert behavior) diartikan sebagai respon kepada rangsangan/stimulus yang
belum dapat dilihat dari luar oleh orang lain seperti perasaan, pikiran, pengetahuan,
persepsi, dan sikap. Perilaku terbuka (overt behavior) diartikan sebagai respon dalam
wujud praktik yang dapat dilihat dari luar oleh orang lain.

2.1.2 Sedentari
Dalam bukunya Leitzmann, Jochem, dan Schmid (2018) menjelaskan bahwa
kata sedentari menurut asalnya berasal dari bahasa latin sedere yang mempunyai arti
duduk. Menurut Kamus Bahasa Inggris kata Sedentary mempunyai arti menetap, tidak
berpindah-pindah, duduk terus menerus dan mengerjakan sesuatu dengan duduk.

2.1.3 Definisi Perilaku Sedentari


Perilaku sedentari adalah perilaku terjaga di luar waktu tidur yang ditandai
dengan pengeluaran energi ≤1,5 metabolic equivalents (METs), dilakukan dalam posisi
duduk (sitting), duduk setengah berbaring (reclining) atau berbaring (lying) (Tremblay
et al., 2017). Perilaku sedentari sangatlah berbeda dengan perilaku aktivitas fisik yang
kurang atau tidak berolahraga. Perilaku sedentari diartikan dengan aktivitas fisik yang
dilakukan lebih banyak dengan posisi santai seperti duduk dan berbaring, sering
dilakukan di luar waktu tidur yang utama dan mengeluarkan sedikit energi atau kalor.
Perilaku sedentari ini meliputi duduk berjam-jam, berbaring di luar waktu tidur,
menonton televisi dalam waktu yang lama, mengoperasikan komputer dan kegiatan
lainnya yang menggunakan basis layar (Fadila, 2015). Pengertian kegiatan sedentari
yang lainnya adalah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan di luar waktu tidur dan
mempunyai karakteristik kalori yang keluar sangat sedikit kurang dari 1.5 METs
(Kemenkes RI, 2019). Definisi perilaku sedentari menurut Kholifah, dkk (2018) adalah
pembawaan diri yang malas untuk bergerak (mager) atau cenderung kurang
menyukai aktivitas fisik.
Perilaku sedentari menurut literatur epidemiologi kontemporer diartikan sebagai
perilaku yang berbeda dengan tidak ada aktivitas fisik dari aktivitas sedang sampai berat
yang meliputi menonton televisi dan bepergian dengan menggunakan transportasi
kendaraan bermotor yang dapat menimbulkan risiko kesehatan. Perilaku sedentari ini
terlihat mulai banyak dilakukan dimulai dari masa anak-anak (Healy et al., 2008).

2.1.4 Aspek Perilaku Sedentari


Klasifikasi aspek perilaku sedentari yang telah ditetapkan oleh konsensus The
Sedentary Behaviour International Taxonomy Project (SIT) terbagi menjadi sembilan
aspek utama. Klasifikasi aspek perilaku sedentari tersebut meliputi tujuan, lingkungan,
postur badan, sosial, pengukuran, perilaku terkait, status, waktu, dan jenis (Chastin et
al., 2013). Klasifikasi sembilan aspek utama perilaku sedentari yang ditetapkan SIT
tersebut sebagai berikut:
1. Tujuan, pembagiannya meliputi tujuan untuk keperluan: bekerja, berekreasi,
perjalanan, pendidikan, sosial, konsumsi, istirahat, perawatan, dan lain
sebagainya.
2. Lingkungan, pembagiannya meliputi lingkungan masyarakat (pedesaan dan
perkotaan), lingkungan fisik, dan lokasi (indoor atau outdoor).
3. Postur, pembagiannya meliputi postur: duduk, berbaring dan lain-lain.
4. Sosial, pembagiannya meliputi sendirian dan sosial (bersama dengan: keluarga,
sahabat, organisasi, dan masyarakat).
5. Pengukuran, pembagiannya meliputi objektif dan self report
6. Perilaku terkait, pembagiannya meliputi merokok, makan, tidak melakukan
apapun, dll.
7. Status dibagi atas fungsional dan psikologi.
8. Waktu, pembagiannya meliputi hari, tahun/musim
9. Jenis, pembagiannya meliputi aktivitas di depan monitor/ layar (menonton TV,
mengoperasikan komputer, bermain game, berselancar di media sosial, chatting,
dan lain-lain) dan tanpa monitor/ layar.

2.2 Perilaku Sehat pada Remaja

2.2.1 Pengertian Remaja


Remaja mempunyai beberapa pengertian dan definisi. BKKBN (Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana) menetapkan batasan umur remaja yaitu dalam
rentang umur 10 s.d 24 tahun. Menurut BKKBN selain batasan menurut umur,
ditetapkan juga kriteria belum menikah untuk mendefinisikan remaja. Pengertian remaja
menurut Permenkes Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2014 adalah
penduduk/masyarakat dalam rentang umur 10 s.d 18 tahun. Menurut WHO batasan
umur remaja adalah pada rentang antara 10 s.d 19 tahun (Kementerian Kesehatan RI,
2017). Pengertian remaja menurut Rahmawati (2021) adalah seseorang atau individu
yang berada pada masa peralihan kehidupan dari anak-anak menuju dewasa dalam
rentang umur 10 s.d 24 tahun dan terbagi menjadi tiga tahap perkembangan. Meninjau
dari batasan-batasan umur remaja tersebut, secara garis besar batasan umur remaja
berada pada umur 10 s.d 24 tahun.
2.2.2 Rekomendasi Perilaku Sehat pada Remaja
Panduan tentang rekomendasi dan batasan perilaku sedentari baik tingkat global
maupun Indonesia masih belum ada. WHO hanya menetapkan rekomendasi tentang
aktivitas fisik. Namun demikian, beberapa negara sudah menetapkan rekomendasi
perilaku sedentari seperti negara Qatar, New Zealand, Kanada, Jerman, Australia, dan
Turki (Leitzmann et al., 2018). Berikut ini contoh rekomendasi yang ditetapkan negara
tersebut yaitu:
1. Negara Qatar
- Umur 0 s.d 4 tahun: batas waktu sedentari < 60 menit/hari,
- Umur 5 s.d 17 tahun: mengurangi waktu sedentari, melakukan aktivitas
istirahat setelah duduk 1 jam dan screen time (waktu layar) < 2 jam/hari.
2. Negara New Zealand
- Menghabiskan waktu menonton TV, di depan komputer, bermain game atau
aktivitas di luar jam sekolah <2 jam/hari.
3. Negara Kanada, dengan rincian rekomendasi sebagai berikut:
- Umur 0 s.d 2 tahun: meminimalkan waktu sedentari termasuk duduk terus
menerus di stroller, di kursi balita lebih dari 60 menit/hari, sedangkan screen
time tidak direkomendasikan.
- Umur 2 s.d 4 tahun: batas screen time < 60 menit/hari atau seminimal mungkin
- Umur 5 s.d 17 tahun: batas screen time < 2 jam/hari, membatasi waktu
sedentari, dan membatasi menghabiskan waktu dalam ruangan sepanjang hari.
4. Negara Jerman
- Umur 0 s.d 3 tahun: 0,
- Umur 4 s.d 6 tahun: maksimal 30 menit/hari,
- Umur 6 s.d 11 tahun: maksimal 60 menit/hari,
- Umur 12 s.d 18 tahun: maksimal 120 menit/hari.
5. Negara Australia
- Umur 0 s.d 2 tahun: tidak sedentari lebih dari 1 jam/hari,
- Umur 2 s.d 5 tahun: waktu layar (screen time) < 60 menit/hari, dan lebih baik
seminimal mungkin,
- Umur 5 s.d 12 tahun: menggunakan media elektronik untuk kesenangan
maksimal 2 jam/hari,
- Umur 13 s.d 17 tahun: meminimalisir waktu sedentari, menggunakan media
elektronik untuk hiburan maksimal 2 jam/hari, dan melakukan istirahat setelah
duduk lama.

6. Negara Turki
- Umur kurang dari 2 tahun: penggunaan komputer, televisi tidak
direkomendasikan,
- Umur 2 s.d 5 tahun: waktu sedentari maksimal < 60 menit/hari atau 20 menit
tanpa jeda,
- Umur 5 s.d 18 tahun: maksimal 60 menit/hari (maksimal).
Dari beberapa rekomendasi negara-negara tersebut di atas dapat digarisbawahi
bahwa sebagian besar merekomendasikan untuk remaja tidak melakukan
aktivitas/perilaku sedentari lebih dari 2 jam tanpa jeda istirahat dari perilaku tersebut.
Jeda istirahat dalam perilaku sedentari misalnya ketika posisi berdiam diri atau duduk
sudah 2 jam, remaja harus menghentikan perilaku tersebut dengan berdiri, peregangan,
jalan kaki, atau aktivitas yang lainnya.

2.3 Masalah Kesehatan Akibat Perilaku Sedentari pada Remaja


Perilaku sedentari yang secara terus menerus dilakukan oleh remaja dapat
menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Praktik gaya hidup tidak sehat yang terkait
dengan peningkatan perilaku sedentari di kalangan anak-anak dan remaja sering
berkaitan dengan obesitas dan faktor risiko penyakit. Menurut penelitian Rahma dan
Wirjatmadi (2020) perilaku sedentari yang tinggi pada anak sekolah berhubungan
dengan masalah status gizi lebih. Perilaku sedentari yang terlalu lama dilakukan dapat
mengakibatkan ketidakseimbangan energi tubuh, yang disebabkan oleh energi yang
dikeluarkan oleh tubuh lebih sedikit dibandingkan oleh energi yang masuk dalam tubuh.
Hal ini dapat berdampak pada obesitas atau status gizi lebih pada anak-anak usia
sekolah (Setyoadi et al., 2015). Obesitas pada remaja berpotensi menyebabkan risiko
penyakit kardiovaskular dan penyakit batu empedu (Inyang & Stella, 2015).
Perilaku sedentari pada usia anak dan remaja dalam jangka panjang dapat
menyebabkan penyakit diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular (Wang et al., 2018).
Perilaku sedentari berhubungan secara signifikan dengan gejala depresi dan kecemasan
pada remaja (Belair et al., 2018). Menurut penelitian lainnya, salah satu faktor risiko
penyakit kardiovaskular pada remaja adalah perilaku sedentari (Jardim et al., 2018).
Remaja berisiko 2,27 kali untuk dapat terkena hipertensi obesitik jika setiap hari
melakukan perilaku sedentari lebih dari 6 jam. Hipertensi obesitik adalah salah satu
jenis hipertensi yang dialami tubuh dengan didahului oleh kondisi obesitas (Oematan &
Oematan, 2021).

2.4 Pendekatan Perilaku dengan Model Ekologi Sosial


Model ekologi sosial menurut Sallis et al., (2006) merupakan sebuah model
multilevel yang dikembangkan untuk mengilustrasikan peran berbagai disiplin ilmu
dalam penelitian tentang perilaku aktif. Model ekologi sosial dibentuk dari empat
domain kehidupan aktif dengan berbagai tingkat pengaruh khusus untuk setiap domain.
Model ekologis dibedakan dengan memasukkan secara eksplisit variabel lingkungan
dan kebijakan yang diharapkan mempengaruhi perilaku. Tingkat variabel yang sering
dimasukkan dalam model ekologi aktivitas fisik meliputi intrapersonal (biologis,
psikologis), interpersonal/budaya, organisasi, lingkungan fisik (binaan, alam), dan
kebijakan (hukum, aturan, peraturan, kode)
Menurut Glanz et al., (2008) model ekologi sosial diyakini menyediakan
kerangka kerja (framework) yang komprehensif dan lengkap untuk memahami dan
memecahkan berbagai faktor determinan perilaku kesehatan yang saling berinteraksi.
Model ekologi sosial dapat digunakan untuk mengembangkan pendekatan intervensi
komprehensif yang secara sistematis menargetkan mekanisme perubahan pada setiap
tingkatan pengaruh intervensi yang dilakukan.
Ada empat prinsip inti model ekologi perilaku kesehatan menurut Glanz et al., (2008)
yaitu:
1. Ada banyak pengaruh pada perilaku kesehatan meliputi faktor-faktor di tingkat
intrapersonal, interpersonal, organisasi, komunitas, dan kebijakan publik,
2. Pengaruh pada perilaku berinteraksi di tingkat yang berbeda,
3. Model ekologi harus spesifik mengidentifikasi perilaku dan pengaruh potensial
yang paling relevan di setiap tingkat,
4. Intervensi multi-level harus dipilih yang paling efektif dalam mengubah perilaku.
Tujuan akhir dari model ekologi perilaku kesehatan adalah untuk memberikan
informasi pengembangan pendekatan intervensi komprehensif. Model ekologi seosial
secara sistematis dapat menargetkan mekanisme perubahan perilaku pada beberapa
tingkatan pengaruh. Perubahan perilaku diharapkan dapat dimaksimalkan ketika
lingkungan, kebijakan, norma sosial dan dukungan sosial mendukung pilihan perilaku
sehat serta ketika individu dimotivasi dan dididik untuk membuat pilihan tersebut
(Glanz et al., 2008).

Gambar 2. 1 Model Ekologi Sosial


Sumber: Glanz et al., (2008)

Literatur mengenai model ekologi sosial menyediakan kerangka kerja untuk


memahami promosi kesehatan dan penelitian kesehatan yang dapat membantu dalam
praktik partisipasi masyarakat. Model ekologi sosial mengkonseptualisasikan kesehatan
secara luas dan berfokus pada faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan. Pendekatan
yang luas untuk berpikir tentang kesehatan mencakup kesejahteraan fisik, mental, dan
sosial seperti yang dikemukakan dalam Konstitusi WHO 1947.
Menurut Wallerstein et al (2003), Israel et al (2003), dan Sallis et al (2008)
dalam McCloskey (2013) menyebutkan bahwa kesehatan dipengaruhi oleh interaksi
antara berbagai faktor seperti faktor individu, komunitas, lingkungan fisik, sosial, dan
politik. Hal tersebut dikenal sebagai model ekologi sosial yang memahami bahwa
kesehatan sangat dipengaruhi interaksi antara individu, masyarakat, lingkungan fisik,
lingkungan sosial, dan lingkungan politik. Pendekatan keterlibatan masyarakat dan
model ekologi sosial mengakui peran kompleks berbagai tingkatan dalam
perkembangan masalah kesehatan dan keberhasilan atau kegagalan upaya untuk
mengatasi masalah ini. Profesional kesehatan, peneliti, dan tokoh masyarakat dapat
menggunakan model ini untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap kesehatan yang buruk pada level yang berbeda. Pendekatan ekologi sosial
berfokus pada mengintegrasikan pendekatan secara komprehensif untuk mengubah
lingkungan fisik dan sosial daripada hanya memodifikasi perilaku kesehatan individu.
Model ekologis perilaku kesehatan menekankan aspek lingkungan dan kebijakan
perilaku, serta menggabungkan pengaruh sosial dan psikologis. Model ekologi
memandu pengembangan intervensi yang komprehensif dengan menekankan pada
pertimbangan eksplisit dari berbagai tingkat pengaruh. Kombinasi strategi intervensi
lingkungan, kebijakan, sosial, dan individu telah mendorong diterapkannya model multi
level intervensi untuk memecahkan berbagai masalah di sektor kesehatan (Glanz et al.,
2008).
Model ekologis sosial menekankan hubungan dan saling ketergantungan faktor-
faktor yang berada di dalam dan di semua tingkatan masalah kesehatan. Model ini
melihat interaksi orang-orang dengan lingkungan fisik dan sosial budaya mereka.
Fungsi dari perspektif ekologi adalah untuk membantu mengidentifikasi intervensi
untuk promosi kesehatan yaitu perilaku mempengaruhi lingkungan fisik dan sosial
budaya dan dipengaruhi oleh beberapa tingkat pengaruh kebijakan, serta perilaku
individu dibentuk oleh lingkungan sosial budaya, lingkungan fisik dan kebijakan
(hubungan sebab akibat) (Arihandayani, 2019).
Menurut McCloskey et al., (2013) pendekatan ekologi sosial dapat digunakan
oleh profesional kesehatan, peneliti, dan tokoh masyarakat untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kesehatan yang buruk pada tingkat individu,
tingkat interpersonal, komunitas, dan masyarakat. Model ekologi sosial ini
dikembangkan untuk pendekatan pencegahan penyakit dan promosi kesehatan yang
mencakup tindakan pada tingkat tersebut.
Penjelasan mengenai tingkatan dalam model ekologi sosial menurut Glanz,
Rimer dan Visnawath (2008) adalah sebagai berikut:
1. Tingkat individu
Teori tingkat individu berfokus pada faktor intrapersonal atau yang ada
dalam diri setiap individu. Tingkat individu adalah tingkat paling dasar terjadinya
perilaku. Hal ini menjadikan individu menjadi target utama materi pendidikan
kesehatan. Faktor intrapersonal dalam model ekologi sosial ini meliputi usia,
gender, kepercayaan, konsep diri, motivasi, pengalaman masa lalu, pengetahuan,
sikap, dan keterampilan.

2. Tingkat interpersonal
Teori perilaku kesehatan pada tingkat interpersonal menganggap bahwa
perilaku individu dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Setiap perasaan dan tingkah
laku individu dipengaruhi oleh pendapat, pemikiran, perilaku, saran, dan dukungan
orang-orang di sekitar individu serta memiliki efek timbal balik pada individu
tersebut. Faktor interpersonal meliputi anggota keluarga, teman/ sahabat, rekan
kerja, profesional kesehatan, dan lain-lain.
3. Tingkat komunitas/masyarakat
McLeroy dan kawan kawan dalam Arihandayani (2019) membagi level
komunitas ini menjadi 3 kelompok yaitu faktor institusional, komunitas dan
kebijakan publik. Faktor institusional diartikan sebagai peraturan, kebijakan, dan
struktur informal yang dapat mempromosikan perilaku yang disarankan. Faktor
komunitas diartikan sebagai standar, norma, atau jaringan sosial yang terdapat
dalam bentuk formal maupun informal pada individu, grup/kelompok, dan
lembaga/organisasi. Faktor kebijakan publik diartikan sebagai kebijakan dan
hukum yang mengatur dan mendukung praktik pencegahan penyakit dan tindakan
yang sehat.

2.5 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Sedentari pada Remaja


Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku sedentari pada remaja menurut
beberapa penelitian antara lain:

2.5.1 Faktor Individu


Faktor individu yang berhubungan dengan perilaku sedentari menurut beberapa
penelitian yaitu umur, jenis kelamin siswa, status sosial ekonomi keluarga, pengetahuan
dan sikap siswa.
1) Umur
Menurut Kemenkes RI (2013) umur berhubungan dengan perilaku sedentari
remaja. Hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa proporsi perilaku
sedentari ≥6 jam cenderung semakin menurun pada usia yang lebih tua, namun
pada umur ≥50 tahun proporsi perilaku sedentari mulai terjadi peningkatan.
Remaja yang berumur >13 tahun berpeluang 1,5 kali melakukan aktivitas
sedentari lebih dari 6 jam/hari (Arihandayani, 2019). Penelitian lain menunjukkan
bahwa seiring bertambahnya umur remaja, perilaku sedentari bertambah 10-20
menit/hari/tahun (Pearson et al., 2017). Penelitian lain menyebutkan bahwa 85%
perilaku sedentari lebih banyak dilakukan oleh remaja yang lebih tua (Ndagire et
al., 2019). Intensitas perilaku sedentari cenderung meningkat sejalan dengan
bertambahnya usia (Hashem, 2018; Saragih & Andayani, 2022).

2) Jenis kelamin siswa


Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa jenis kelamin mempunyai
hubungan yang bermakna dengan perilaku sedentari seperti pada hasil systematic
review terhadap beberapa penelitian di Eropa, Amerika Serikat dan Australia
didapatkan bahwa terdapat hubungan yang konsisten antara jenis kelamin dan
total perilaku sedendari yang diukur secara objektif dengan anak laki-laki yang
terlibat dalam perilaku sedentari yang lebih sedikit dibandingkan dengan anak
perempuan (Stierlin et al., 2015). Penelitian di Brazil dengan responden siswa usia
14-18 tahun juga mendapatkan hasil bahwa siswa perempuan lebih tinggi dalam
melakukan aktivitas sedentari dibanding siswa laki-laki (Nascente et al., 2016).
Jenis kelamin siswa mempunyai hubungan yang bermakna dengan perilaku
sedentari pada remaja (Arihandayani, 2019; Fajanah et al., 2018). Penelitian
lainnya menunjukkan bahwa remaja perempuan lebih banyak melakukan perilaku
sedentari dibandingkan remaja laki-laki (Hashem, 2018; Hoffmann et al., 2017;
Matias et al., 2018; Ndagire et al., 2019; Subagyo & Fithroni, 2022). Proporsi
perilaku sedentari pada remaja perempuan di Arab adalah 53,4%. Hal tersebut
menunjukkan remaja perempuan cenderung lebih tinggi melakukan perilaku
sedentari dibanding remaja laki-laki (Kerkadi et al., 2019). Penelitian oleh
Sheldrick, et all (2018) dan Arihandayani (2019) mendapatkan hasil yang berbeda
yaitu remaja laki-laki lebih banyak melakukan perilaku sedentari dengan
menghabiskan waktu layar dibandingkan dengan remaja perempuan. Hal tersebut
senada dengan penelitian oleh Fajanah et al., (2018) yang mendapatkan hasil
bahwa 54,7% remaja laki-laki melakukan perilaku sedentari.

3) Tingkat pendidikan
Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa perilaku sedentari cenderung lebih
tinggi pada tingkat pendidikan yang lebih rendah. Penelitian oleh Ndagire et al.,
(2019) menyebutkan bahwa tingkat pendidikan siswa berhubungan signifikan
dengan perilaku sedentari. Selain tingkat pendidikan siswa, tingkat pendidikan
orang tua juga mempunyai hubungan dengan perilaku sedentari pada siswa
(Matias et al., 2018; Sheldrick et al., 2018). Hasil penelitian Setyoadi et al., (2015)
menunjukkan bahwa proporsi sedentari yang tinggi terdapat pada siswa yang
mempunyai ayah dan ibu dengan tingkat pendidikan tinggi.

4) Status sosial ekonomi keluarga


Status sosial ekonomi mempunyai hubungan yang bermakna dengan
perilaku sedentari remaja pada beberapa penelitian. Perilaku sedentari siswa lebih
banyak dilakukan oleh siswa dengan orang tua yang mempunyai penghasilan
tinggi (Setyoadi et al., 2015). Namun, penelitian di Jerman menyatakan bahwa
perilaku sedentari remaja lebih tinggi pada remaja dengan kondisi sosial ekonomi
rendah. Hal ini berkaitan dengan kemampuan orangtua mendukung anak hidup
aktif dengan menyediakan peralatan olahraga dan membayar biaya klub olahraga
yang cenderung mahal (Hoffmann et al., 2017). Penelitian lain menyebutkan
bahwa status sosial ekonomi seperti penghasilan atau pendidikan orang tua
berbanding terbalik dengan perilaku sedentari yaitu perilaku sedentari cenderung
lebih tinggi pada kelompok status sosial ekonomi rendah (Matias et al., 2018;
Salmon et al., 2011; Sheldrick et al., 2018).

5) Pengetahuan siswa
Menurut beberapa penelitian pengetahuan mempunyai hubungan yang
bermakna dengan perilaku sedentari pada remaja. Penelitian Fajanah et al., (2018)
mendapatkan hasil bahwa hanya 23,2% remaja memiliki pengetahuan terkait
perilaku sedentari dan dampaknya. Menurut penelitian tersebut, 76,8% remaja
dengan pengetahuan kurang akan cenderung melakukan perilaku sedentari
dibandingkan remaja dengan pengetahuan tinggi. Menurut Arihandayani (2019)
pengetahuan remaja mengenai perilaku sedentari di Cibinong masih cukup
rendah. Hal tersebut berhubungan dengan masih tingginya perilaku sedentari
remaja.

6) Sikap siswa
Sikap siswa berhubungan dengan perilaku sedentari menurut penelitian
Fajanah et al., (2018) dan Arihandayani (2019). Hasil penelitian Fajanah et al.,
(2018) menunjukkan bahwa tingginya angka perilaku sedentari berhubungan
dengan tingginya sikap negatif siswa terhadap perilaku sedentari (70,5%). Sikap
negatif yang menyetujui perilaku sedentari tersebut antara lain lebih suka
berangkat ke sekolah dengan diantar orang tua naik kendaraan atau naik angkutan
umum daripada berjalan kaki atau mengayuh sepeda, lebih suka naik lift/eskalator
daripada naik tangga ketika berada di mall, lebih memilih bermain di HP daripada
membersihkan sekolah, atau lebih memilih duduk-duduk ssntai daripada
berolahraga (Arihandayani, 2019).

2.5.2 Faktor Interpersonal


1) Pola asuh orang tua
Menurut penelitian Salmon et al., (2011), Atkin et al., (2013), dan
Arihandayani (2019) terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan
perilaku sedentari. Siswa dengan pola asuh orang tua yang tidak baik berpeluang
3 kali lebih besar untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam/hari. Menurut
penelitian tersebut, pola asuh orang tua merupakan faktor yang dominan berkaitan
dengan perilaku sedentari. Peningkatan perilaku sedentari pada anak dan remaja
berhubungan dengan partisipasi keluarga dalam olahraga, waktu layar akhir pekan
ibu yang lebih besar dan adanya peraturan dari orang tua tentang pembatasan
bermain di luar bagi anak perempuan membuat perilaku sedentari lebih tinggi
(Atkin et al., 2013). Remaja cenderung melakukan perilaku sedentari pada tingkat
yang lebih tinggi jika orang tua atau saudara mereka juga terlibat dalam perilaku
sedentari yang tinggi. (Salmon et al., 2011).

2) Dukungan teman sebaya


Menurut penelitian Arihandayani (2019), Pradany et al., (2020) dan Lucena
et al., (2022) dukungan teman sebaya berhubungan dengan perilaku sedentari.
Remaja tanpa adanya dukungan teman sebaya mempunyai peluang lebih besar
untuk melakukan perilaku sedentari (Pradany et al., 2020). Hal ini senada dengan
penelitian Chung et al., (2017) yang mendapatkan hasil bahwa teman sebaya
mempengaruhi kegiatan fisik remaja. Kehadiran teman sebaya mempengaruhi
aktivitas fisik remaja. Studi longitudinal mengungkapkan bahwa anak laki-laki
cenderung lebih dipengaruhi oleh jaringan pertemanan mereka daripada anak
perempuan dimana tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi di anak laki-laki
dipengaruhi oleh tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi pada temannya (Sawka et
al., 2013).

2.5.3 Faktor Komunitas


1) Fasilitas sekolah
Menurut penelitian Arihandayani (2019), Ferrari et al., (2021) dan Lubasch
et al., (2020) fasilitas sekolah berhubungan dengan perilaku sedentari. Fasilitas
sekolah mempunyai peran untuk mencegah perilaku sedentari siswa dengan
mencukupi ketersediaan fasilitas sekolah seperti tersedianya jalur jalan kaki yang
aman, tempat penyebrangan di depan sekolah, tersedianya tempat parkir sepeda
sehingga siswa dapat membawa sepeda ke sekolah dan tidak kesulitan
menempatkan sepedanya dan tersedianya fasilitas yang lain.
2) Peraturan sekolah
Menurut penelitian Arihandayani (2019) dan dan Lubasch et al., (2020)
peraturan sekolah berhubungan dengan perilaku sedentari. Hasil penelitian
menyatakan bahwa tersedianya peraturan sekolah yang cukup mempunyai
peluang 5 kali lebih besar membuat siswa tidak melakukan sedentari
(Arihandayani, 2019). Penelitian di Amerika mendapatkan hasil bahwa aturan
sekolah seperti waktu istirahat di antara jam pelajaran memberi kesempatan siswa
untuk bebas beraktivitas fisik, bahkan gerakan kecil selama istirahat mengimbangi
waktu sedentari di sekolah dan di rumah dan membantu anak mencapai 60 menit
waktu yang disarankan (Murray & Ramstetter, 2013).

2.6 Penelitian Terdahulu

Tabel 2. 1 Review penelitian dan jurnal terkait dengan determinan perilaku sedentari

No Judul Penulis Tujuan Desain Hasil Penelitian


Penelitian Penelitian
1. Faktor-faktor Vivid Mengetahui Model Prevalensi perilaku
yang Ivearni determinan rancangan sedentari pada
Berhubungan Patriana perilaku sedentari penelitian cross- remaja ≥ 3 jam per
dengan Lama Leodewi di Indonesia pada sectional. hari sebesar 27,7%.
Waktu Darwanto remaja usia 11-18 Data yang Determinan perilaku
Sedentari tahun digunakan: data sedentari pada
Pada Remaja GSHS tahun remaja adalah
di Indonesia 2015. kelompok umur
(2015) Populasi adalah remaja, indeks massa
seluruh remaja tubuh, konsumsi
berusia 11-18 makanan berisiko,
tahun yang dan konsumsi
tinggal di alcohol.
Indonesia pada Remaja usia 17-18
tahun 2015. tahun memiliki
Besar sampel risiko 3,34 kali
GSHS 2015: melakukan sedentari
11.142 remaja lebih dari tiga jam
per hari
dibandingkan remaja
usia 11-12 tahun
Faktor yang paling
dominan adalah
kelompok umur
remaja.
No Judul Penulis Tujuan Desain Hasil Penelitian
Penelitian Penelitian
2. Analisis Ria Mengetahui Desain Rata-rata sedentary
Faktor yang Roswita determinan penelitian: cross behavior: 4,03 jam.
berhubungan Sedentary sectional, Ada hubungan yang
dengan Behavior di SDN pengambilan signifikan antara
Sedentary Ujung Menteng sampel: IMT, pekerjaan ibu,
Behavior 01 Jakarta. proporsional pembatasan screen
pada Anak random time, ketersediaan
Usia Sekolah sampling, media elektronik,
di SDN populasi: 374 serta kebiasaan
Ujung siswa (seluruh makan.
Menteng 01 siswa) di SDN Faktor yang paling
Jakarta. Ujung Menteng dominan terhadap
(2017) 01 Jakarta, sedentary behavior
Besar sampel: adalah pembatasan
107 siswa. screen time.
3. Determinan Yunita Mengetahui Model Perilaku sedentari >
Perilaku Arihanday determinan rancangan 6 jam pada siswa
Sedentari ani perilaku sedentari penelitian cross SMP di Kecamatan
pada Siswa pada siswa sectional atau Cibinong Kabupaten
Sekolah Sekolah desain studi Bogor sebesar
Menengah Menengah potong lintang. 50,62%.
Pertama Pertama (SMP) di Pengambilan Determinan perilaku
(SMP) di Kecamatan sampel dengan sedentari siswa:
Kecamatan Cibinong Systematic umur, pola asuh
Cibinong Kabupaten Bogor Random orang tua, dukungan
Kabupaten tahun 2018 Sampling. teman sebaya,
Bogor (2018) Populasi fasilitas sekolah, dan
penelitian: peraturan sekolah.
seluruh siswa Faktor yang paling
SMP di dominan: pola asuh
Kecamatan orang tua dan
Cibinong. peraturan sekolah.
Besar sampel:
312 siswa.
4. Determinan Fiqotul Mengetahui Populasi Sebagian siswa di
Sedentary Fajanah, determinan penelitian: 573 SMP Negeri 29
Lifestyle Pada Wulandari sedentary lifestyle siswa kelas VII Semarang
Remaja: Meikawati, pada remaja di dan VIII. melakukan perilaku
Studi di SMP Indri Astuti SMP Negeri 29 Besar sampel: sedentari selama 2
Negeri 29 Semarang 95 siswa. sampai 5 jam/hari.
Semarang Teknik Terdapat hubungan
(2018) pengambilan antara jenis kelamin,
data pengetahuan, dan
proporsional sikap dengan
random perilaku sedentari
sampling. pada remaja.
No Judul Penulis Tujuan Desain Hasil Penelitian
Penelitian Penelitian
54,7% berjenis
kelamin laki-laki,
23,2% memiliki
pengetahuan baik,
70,5% memiliki
sikap negatif
terhadap perilaku
sedentari, dan 4,2%
memiliki perilaku
sedentari tinggi.
5. Niat Teman Risna Nur Mengetahui niat Penelitian Niat teman sebaya
Sebaya pada Pradany, teman sebaya deskriptif berhubungan
Peningkatan Nursalam, pada peningkatan dengan teknik signifikan dengan
Dukungan Ferry peran dan random perilaku sedentari
dalam Efendi dukungan untuk sampling. remaja
Mencegah mencegah Jumlah sampel:
Perilaku perilaku sedentari 300 responden.
Sedentari
(2018)
6. Relationship Michael P. Mengetahui Desain: Cross Faktor-faktor yang
between R. faktor-faktor yang sectional. berhubungan dengan
Sedentary Sheldrick, berhubungan Jumlah sampel: perilaku sedentari
Time, Richard dengan perilaku 756 anak pada remaja yaitu
Physical Tyler, sedentari pada status sosial
Activity and Kelly A. remaja ekonomi, pendidikan
Multiple Mackintos ibu, dan umur siswa.
Lifestyle h and
Factors in Gareth
Children Stratton
(2018)
7. Clustering of Thiago Mengetahui Cross sectional. Faktor-faktor yang
diet, physical Sousa faktor-faktor yang Jumlah sampel: berhubungan dengan
activity and Matias, berhubungan 102.072 perilaku sedentari
sedentary Kelly dengan perilaku responden pada remaja yaitu
behavior Samara sedentari pada status sosial
among Silva, remaja ekonomi, pendidikan
Brazilian Jaqueline ibu, dan umur siswa.
adolescents Aragoni da
in the Silva
national Gabrielli
school - Thais de
based health Mello and
survey (2018) Jo Salmon
8. Fruit- Catherine Untuk Desain Perilaku sedentari
vegetable T. Ndagire, menggambarkan penelitian: secara signifikan
consumption, John H. frekuensi asupan Cross sectional. terkait dengan usia,
No Judul Penulis Tujuan Desain Hasil Penelitian
Penelitian Penelitian
leisure-time Muyonga, buah dan sayur, Jumlah sampel: jenis kelamin dan
physical Dorothy aktivitas fisik 137 responden tingkat pendidikan
activity, and Nakimbug pada waktu peserta
sedentary we senggang, dan
behavior perilaku menetap,
among menilai kepatuhan
children & terhadap
adolescent rekomendasi
students in internasional, dan
Uganda bagaimana faktor
(2019) yang dipilih
dikaitkan dengan
rekomendasi ini.

2.7 Kerangka Teori


Salah satu teori yang digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap perilaku kesehatan adalah model ekologis sosial. Model ekologi
sosial mengkonseptualisasikan perilaku sedentari secara luas dan berfokus pada
berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku sedentari. Pendekatan ekologi sosial yang
digunakan untuk kerangka teori penelitian ini merupakan kerangka dasar dari teori
ekologi sosial yang dikembangkan oleh Glanz et al., (2008) dengan variabel-variabel
yang menurut beberapa penelitian terdahulu berhubungan dengan perilaku sedentari.
Gambaran model ekologi sosial untuk perilaku sedentari tersebut seperti di bawah ini:

Pengaturan sekolah (fasilitas


sekolah, peraturan sekolah)
Komunitas

Keluarga (pola asuh orang


Interpersonal Perilaku
tua), hubungan dengan teman
sedentari
sebaya

Individu Faktor biologi (umur dan jenis


kelamin), tingkat pendidikan,
kondisi sosial ekonomi,
pengetahuan, dan sikap

Gambar 2. 2 Model Ekologi Sosial Perilaku Sedentari


Sumber: Glanz et al., (2008), Fajanah et al., (2018), Sheldrick et al., (2018), Arihandayani (2019),
Ndagire et al., (2019), Pradany et al., (2020)
BAB 3
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL,
DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


Teori ekologi sosial yang dikembangkan oleh Glanz et al., (2008) dan diadaptasi
oleh Arihandayani (2019) serta didukung penelitian terdahulu menjelaskan bahwa
perilaku kesehatan dipengaruhi oleh faktor individu (jenis kelamin, pendidikan, kondisi
sosial ekonomi, pengetahuan dan sikap), faktor interpersonal (keluarga, hubungan
dengan teman sebaya, tetangga), faktor organisasi, faktor komunitas(fasilitas sekolah,
peraturan sekolah, tempat bekerja, bermain) serta faktor sistem politik dan lingkungan
(sosial budaya masyarakat, norma, dan kebijakan).
Penelitian mengambil variabel-variabel independen yang menurut beberapa
penelitian mempunyai pengaruh langsung terhadap terjadinya perilaku sedentari pada
anak dan remaja. Variabel yang mempunyai pengaruh langsung terhadap terjadinya
perilaku sedentari pada anak dan remaja yaitu antara lain:
b. Variabel faktor individu yang meliputi jenis kelamin siswa, status sosial ekonomi
keluarga, pengetahuan dan sikap siswa.
1) Jenis kelamin siswa
Menurut penelitian Stierlin et al., (2015), Nascente (2016), Hoffmann et al.,
(2017), Fajanah et al., (2018), Matias et al., (2018), Arihandayani (2019),
Ndagire et al., (2019), Subagyo & Fithroni (2022) jenis kelamin berhubungan
dengan perilaku sedentari.
2) Status ekonomi keluarga
Menurut penelitian Salmon et al., (2011), Setyoadi et al., (2015), Sheldrick et
al., (2018), Matias et al., (2018) dan Arihandayani (2019) status sosial ekonomi
keluarga berhubungan dengan perilaku sedentari.
3) Pengetahuan siswa
Menurut penelitian Fajanah et al., (2018) pengetahuan berhubungan dengan
perilaku sedentari.
4) Sikap siswa
Menurut penelitian Fajanah et al., (2018) sikap berhubungan dengan perilaku
sedentari.
c. Variabel faktor interpersonal yang meliputi pola asuh orang tua dan dukungan
teman sebaya.
1) Pola asuh orang tua
Menurut penelitian Salmon et al., (2011), Atkin et al., (2013), dan
Arihandayani (2019) terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan
perilaku sedentari.
2) Dukungan teman sebaya
Menurut penelitian Arihandayani (2019), Pradany et al., (2020) dan Lucena et
al., (2022) dukungan teman sebaya berhubungan dengan perilaku sedentari.
d. Variabel komunitas yang meliputi fasilitas sekolah dan peraturan sekolah
1) Fasilitas sekolah
Menurut penelitian Arihandayani (2019), Ferrari et al., (2021) dan Lubasch et
al., (2020) fasilitas sekolah berhubungan dengan perilaku sedentari.
2) Peraturan sekolah
Menurut penelitian Arihandayani (2019) dan Lubasch et al., (2020)
peraturan sekolah berhubungan dengan perilaku sedentari.
Berdasarkan hal di atas, penelitian ini berfokus kepada faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap perilaku sedentari seperti yang tertuang dalam kerangka konsep
berikut ini:
Individu:
Jenis kelamin siswa
Status ekonomi keluarga
siswa
Pengetahuan siswa
Sikap siswa

Interpersonal: Perilaku sedentari siswa


Pola asuh orang tua
Dukungan teman sebaya

Komunitas:
Fasilitas sekolah
Peraturan sekolah

Bagan 3. 1 Kerangka Konsep Penelitian


3.2 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
Variabel dependen
1. Perilaku Tindakan Angket Kuesioner 0 = tinggi, jika ≥ 6 Nominal
sedentari menetap selama H jam per hari
seminggu terakhir 1 = rendah, jika < 6
yang dilakukan jam per hari
oleh siswa dengan (Kementerian
pengeluaran Kesehatan RI,
kalori yang sangat 2013)
kecil seperti
berbaring, duduk,
menonton
televisi, membaca
buku,
menggunakan
komputer,
menggunakan
handphone, dan
menggunakan
transportasi.
Variabel independen
2. Jenis Perbedaan Angket Kuesioner 0 = Perempuan Nominal
kelamin kelamin antara A1c 1 = Laki-laki
siswa laki-laki dan
perempuan.
3. Status Kondisi atau Angket Kuesioner 0 = rendah, jika Nominal
ekonomi keadaan A2 penghasilan <
keluarga kemampuan UMR
siswa keuangan (<Rp4.520.212,25)
keluarga dilihat 1 = tinggi, jika
dari pendapatan penghasilan ≥
UMR
(≥Rp4.520.212,25)
(Setyoadi et al.,
2015)
(SK Gubernur Jawa
Barat Nomor
561.7/Kep.776-
Kesra/2022
No Variabel Definisi Cara Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
4. Pengetahuan Hal-hal yang Angket Kuesioner 0 = kurang, jika Nominal
siswa diketahui oleh B jawaban benar
siswa tentang ≤75%
perilaku sedentari 1 = tinggi, jika
yang meliputi jawaban benar
contoh perilaku >75% (Aderibigbe
sedentari, dampak et al., 2017).
perilaku sedentari
bagi kesehatan,
batasan waktu
perilaku sedentari
dan cara
mencegah
perilaku
sedentari.

5. Sikap siswa Respon siswa Angket Kuesioner 0 = negatif, jika Nominal


terhadap perilaku C skor <75% %
sedentari. 1 = positif, jika
skor ≥75
(Arihandayani,
2019).
6. Pola asuh Cara atau metode Angket Kuesioner 0 = tidak baik, jika Nominal
orang tua pengasuhan D skor <75%
siswa orangtua terkait 1 = baik, jika skor
perilaku sedentari ≥75%
siswa dan aturan (Arihandayani,
orang tua tentang 2019).
batasan waktu
bagi anak untuk
menonton
televisi, bermain
games, dan
menghabiskan
waktu luang,
bagaimana
orangtua
menghabiskan
waktu senggang
bersama anak-
anaknya,
bagaimana
aktivitas sedentari
orangtua.
7. Dukungan Ada tidaknya Angket Kuesioner 0 = tidak ada Nominal
teman teman sebaya E dukungan, jika skor
No Variabel Definisi Cara Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur
sebaya yang dimiliki <75%
untuk mendukung 1 = ada dukungan,
mengurangi jika skor ≥75%
perilaku (Arihandayani,
sedentari. 2019).

8. Fasilitas Persepsi siswa Angket Kuesioner 0 = tidak cukup, Nominal


sekolah terhadap F jika skor <75%
kecukupan sarana 1 = cukup, jika skor
sekolah yang ≥75%
membuat siswa (Arihandayani,
mengurangi 2019).
perilaku sedentari
seperti tempat
parkir sepeda,
trotoar, tempat
bermain, atau
lapangan.
9. Peraturan Persepsi siswa Angket Kuesioner 0 = tidak cukup, Nominal
sekolah terhadap G jika skor <75%
kecukupan aturan 1 = cukup, jika skor
sekolah yang ≥75%
membuat siswa (Arihandayani,
mengurangi 2019).
perilaku sedentari
seperti aturan
senam bersama,
kegiatan ekstra
kurikuler, lama
waktu untuk
istirahat di
sekolah.

3.3 Hipotesis Penelitian


1. Terdapat hubungan antara faktor individu (jenis kelamin, status ekonomi keluarga,
pengetahuan dan sikap) dengan perilaku sedentari siswa.
2. Terdapat hubungan antara faktor interpersonal (pola asuh orang tua dan dukungan
teman sebaya) dengan perilaku sedentari siswa.
3. Terdapat hubungan antara faktor komunitas (fasilitas sekolah dan peraturan sekolah)
dengan perilaku sedentari siswa.
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Desain penelitian ini adalah
desain penelitian potong lintang atau cross sectional.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
yang berlokasi di wilayah Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor. Waktu
penelitian ini yaitu dilakukan selama bulan Mei-Juni tahun 2023.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi Penelitian


Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X dan XI Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di wilayah Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor
pada tahun ajaran 2022/2023 yang berjumlah 3116 siswa. Siswa kelas XII tidak
diikutsertakan pada penelitian ini karena siswa kelas XII sudah ujian akhir sekolah dan
tidak aktif di kelas pada saat pengambilan data. Jumlah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
di Kecamatan Tajurhalang sebanyak 16 sekolah yang terdiri dari 1 SMA negeri, 2
SMAIT, 12 SMK swasta, dan 1 MA (Madrasah Aliyah) swasta.

4.3.2 Sampel Penelitian


Sampel penelitian adalah siswa kelas kelas X dan XI yang berada di
wilayah studi yang memenuhi kriteria berikut:
a. Kriteria Inklusi Sampel
Siswa kelas kelas X dan XI Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di wilayah
Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor tahun 2023 yang hadir di sekolah pada
saat penelitian dan bersedia mengisi kuesioner.
b. Kriteria Ekslusi Sampel
Siswa kelas kelas X dan XI SLTA di wilayah Kecamatan Tajurhalang yang
berhalangan hadir di sekolah karena sakit atau hal lain pada saat pengambilan data
dilakukan.
4.3.3 Besar Sampel
Perhitungan besar sampel menggunakan rumus uji hipotesis beda
proporsi. Menurut Lemeshow, dkk (1990) penentuan sampel minimal yang
dibutuhkan dalam penelitian Cross Sectional untuk uji hipotesis beda
proporsi untuk uji dua sisi dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
2
( z1−α /2 √ 2 P̄(1−P̄)+ z 1−β √ P1 (1−P1 )+ P 2 (1−P2))
n=
¿¿
Keterangan:
n : Besar sampel minimal yang dibutuhkan
Z1-α/2 : Nilai Z dari derajat kepercayaan (CI)
Penelitian ini menggunakan CI 95% atau α sebesar 5%, sehingga
Z1-α/2: 1,96
Z1-β : Nilai Z pada kekuatan uji
Penelitian ini menggunakan kekuatan uji 95%, sehingga Z1-β: 1,64
P : Rata-rata proporsi ½ (P1+P2)
P1 : Proporsi responden kelompok 1 yang melakukan perilaku sedentari
P2 : Proporsi responden kelompok 2 yang melakukan perilaku sedentari
Besar sampel penelitian berdasarkan data-data penelitian terdahulu
adalah sebagai berikut:
Tabel 4. 1 Perhitungan besar sampel
No. Variabel P1 P2 n Referensi
1. Jenis Kelamin 55% 82% 74 (Nascente et al., 2016)
2. Sosio ekonomi keluarga 77% 22% 19 (Setyoadi et al., 2015)
3. 59,1 (Fajanah et al., 2018)
Pengetahuan siswa 87,7% % 59
4. 94,6 (Fajanah et al., 2018)
Sikap siswa 74,6% % 65
5. Pola Asuh orang tua 71,2 (Hardy et al., 2007)
siswa 47% % 105
6. 54,2 (Arihandayani, 2019)
Fasilitas Sekolah 24,3% % 67
7. Kebijakan Sekolah 86,8% 45,6 32 (Arihandayani, 2019)
%

Berdasarkan tabel di atas, didapatkan jumlah sampel terbesar adalah


105 orang per kelompok, sehingga jumlah sampel minimal yang dibutuhkan
adalah 210. Jumlah sampel ditambah 10% untuk mencegah berkurangnya
sampel karena drop out dan menghindari missing data ketika penelitian,
sehingga jumlah sampel setelah dilakukan penambahan sebanyak 10%
adalah 231 orang, tetapi dibulatkan menjadi 240 orang.

4.3.4 Cara Pengambilan Sampel


Pengambilan sampel dilakukan dengan cara proportional random
sampling yaitu pengambilan sampel dengan menentukan terlebih dahulu
proporsi yang seimbang atau sebanding dengan banyaknya subjek dari
masing-masing strata atau wilayah untuk mendapatkan sampel representatif
(Arikunto, 2010). Proporsi responden di setiap SLTA ditentukan dari jumlah
siswa kelas X dan XI di sekolah tersebut dibandingkan dengan jumlah
seluruh siswa kelas X dan XI dari 16 sekolah dikalikan dengan besar
sampel. Langkah selanjutnya yaitu memilih secara acak dari kerangka
sampel sejumlah proporsi yang sudah ditentukan di setiap sekolah di atas.
Kerangka sampel yang digunakan adalah daftar nama seluruh siswa kelas X
dan XI dari 16 SLTA se-Kecamatan Tajurhalang yang hadir pada saat
penelitian.
Proporsi pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4. 2 Proporsi pengambilan sampel tiap sekolah

Jumlah Jumlah Jumlah


Siswa Siswa Siswa Jumlah
No Nama Sekolah Alamat
Kelas Kelas Kelas Sampel
X XI X+XI
SMAN 1 Jl. Raya Tajurhalang
1 360 356 716 55
Tajurhalang No.6
Jl. Raya Tonjong
2 SMK Attajir 41 47 88 7
No. 18
Jl. Raya Tonjong
3 SMK Saradan 159 211 370 28
No. 18
4 SMK Syadam Jalan Manunggal 76 40 116 9
Jumlah Jumlah Jumlah
Siswa Siswa Siswa Jumlah
No Nama Sekolah Alamat
Kelas Kelas Kelas Sampel
X XI X+XI
RT.02/12
Jl. Tonjong belakang
5 SMK Tonjong 78 80 158 12
polsek Bojonggede
SMK
6 Jl. H. Murhidi 77 107 184 14
Arrahmaniyah
SMK Gunadarma PWRI Kampung Jati
7 26 21 47 4
Jaya RT 01 RW 05
SMK Izzatul Jl. Inkopad Kp.
8 18 14 32 2
Islam Bulak Kalisuren
SMK Satria Jl. Raya Inkopad No.
9 40 52 92 7
Bangsa 6
SMK Cyber Jl. Abdul Mutholib
10 15 9 24 2
Media Utama RT.02/08 Jampang
SMK Mutiara
11 Jl. Raya Kalisuren 75 53 128 10
Bangsa
SMK Komplek Wisma
12 Laboratorium Diklat P3G5D- 382 321 703 54
Indonesia KKGJ
SMAIT Jl. Raya Kartika
13 56 53 109 8
Baitussalam Sejahtera No. 1
14 MA Assa'adah Jl. AMD RT.05/02 69 102 171 13
SMK Garuda
15 Nanggerang No. 70 59 43 102 8
Bangsa
Arco Raya No.1 RT.
16 SMAIT Al Wafi 02 RW. 01 47 29 76 6
Ragamukti
JUMLAH     3116 240

4.4 Teknik Pengumpulan Data

4.4.1 Jenis Data


Penelitian ini menggunakan data primer untuk variabel dependen
(perilaku sedentari) maupun variabel independen (faktor individu, faktor
interpersonal, dan faktor komunitas).
4.4.2 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan pengisian
kuesioner secara mandiri oleh siswa yang memenuhi kriteria inklusi.

4.4.3 Instrumen Pengumpulan Data


Pengumpulan data responden penelitian dilaksanakan dengan menggunakan
instrumen kuesioner perilaku sedentari yang dibuat oleh The Adolescent Sedentary
Activity Questionnaire (ASAQ) (Hardy et al., 2007) dan dikembangkan oleh
Arihandayani (2019). Kuesioner terdiri dari pertanyaan mengenai informasi responden,
perilaku sedentari, pengetahuan siswa tentang perilaku sedentari, sikap siswa terhadap
perilaku sedentari, pola asuh orang tua mengenai perilaku sedentari, dukungan teman
sebaya, fasilitas sekolah, dan peraturan sekolah (lampiran 3).

4.4.4 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Uji validitas instrumen bertujuan untuk menilai ketepatan
pengukuran, sedangkan uji reliabilitas instrumen bertujuan untuk melihat
dan menilai kestabilan pengukuran. Hasil uji validitas pada pertanyaan
variabel pengetahuan didapatkan nilai r tabel 0,2869 pada tingkat
kemaknaan 5%, sedangkan untuk uji reliabilitas didapatkan nilai cronbach
alpha 0,880. Hasil cronbach alpha 0,880 ini lebih besar dari 0,6 sehingga
dikatakan reliabel (Arihandayani, 2019).
Hasil uji validitas pada pertanyaan variabel sikap terhadap
perilaku sedentari didapatkan nilai r tabel 0,2869 pada tingkat kemaknaan
5%, sedangkan untuk uji reliabilitas didapatkan nilai cronbach alpha 0,861.
Hasil cronbach alpha 0,861 ini lebih besar dari 0,6 sehingga dikatakan
reliabel. Hasil uji validitas pada pertanyaan variabel pola asuh terhadap
perilaku sedentari didapatkan nilai r tabel 0,2869 pada tingkat kemaknaan
5%, sedangkan untuk uji reliabilitas didapatkan nilai cronbach alpha 0,800.
Hasil cronbach alpha 0,800 ini lebih besar dari 0,6 sehingga dikatakan
reliabel (Arihandayani, 2019).
Hasil uji validitas pada pertanyaan variabel dukungan teman
sebaya terhadap perilaku sedentari didapatkan nilai r tabel 0,2869 pada
tingkat kemaknaan 5%, sedangkan untuk uji reliabilitas didapatkan nilai
cronbach alpha 0,735. Hasil cronbach alpha 0,735 ini lebih besar dari 0,6
sehingga dikatakan reliabel. Hasil uji validitas pada pertanyaan variabel
fasilitas sekolah terhadap perilaku sedentari didapatkan nilai r tabel 0,2869
pada tingkat kemaknaan 5%, sedangkan untuk uji reliabilitas didapatkan
nilai cronbach alpha 0,689. Hasil cronbach alpha 0,689 ini lebih besar dari
0,6 sehingga dikatakan reliabel (Arihandayani, 2019).
Hasil uji validitas pada pertanyaan variabel peraturan sekolah
terhadap perilaku sedentari didapatkan nilai r tabel 0,2869 pada tingkat
kemaknaan 5%. Hasil uji reliabilitas didapatkan nilai cronbach alpha 0,810.
Hasil cronbach alpha 0,810 ini lebih besar dari 0,6 sehingga dikatakan
reliabel (Arihandayani, 2019).

4.5 Pengolahan Data


Pengolahan data dilakukan untuk menyiapkan data agar mudah
dilakukan analisis data dan menjamin keakuratan data agar meminimalkan
kesalahan dalam pengumpulan data atau kesalahan entry data. Langkah-
langkah dalam pengolahan data penelitian yaitu:

4.5.1 Editing (Penyuntingan Data)


Editing dilakukan untuk mengecek kelengkapan jawaban oleh responden dalam
pengisian kuesioner. Peneliti harus memastikan jawaban responden sudah lengkap,
jawaban terbaca dan relevan dengan pertanyaan serta pertanyaan terkait sudah
konsisten, misalnya pada pertanyaan: apakah kamu mempunyai kelompok teman yang
sering bermain bersama oleh responden dijawab tidak, tetapi di pertanyaan jumlah
kelompok teman yang kamu miliki di jawab lebih dari 3 orang, ini menandakan bahwa
jawaban antara satu pertanyaan dengan pertanyaan lain tidak konsisten.

4.5.2 Coding (Pengkodean Data)


Coding adalah kegiatan yang dilakukan untuk merubah jawaban pertanyaan yg
berisi huruf (variabel kategorik) ke dalam bentuk angka (variabel numerik).

4.5.3 Processing (Pemrosesan Data)


Processing adalah kegiatan memindahkan isi kuesioner ke dalam media
komputer dengan menggunakan software SPSS Statistics 20. Setelah kuesioner yang
diberikan kepada responden terisi penuh, benar dan sudah diberi pengkodean maka
dilakukan kegiatan processing.

4.5.4 Cleaning (Pembersihan Data)


Cleaning merupakan kegiatan yang dilakukan untuk pengecekan kebenaran
entry data dengan mengecek missing data melalui tabel distribusi frekuensi untuk
variabel yang diteliti, mengecek variasi data, mengecek konsistensi data dengan
menghubungkan dua variabel, atau dengan mengecek tabel silang.

4.5.5 Scoring (Pemberian Skor)


Pemberian skor dilakukan pada variabel perilaku sedentari, pengetahuan siswa,
sikap siswa, pola asuh, dukungan teman sebaya, fasilitas sekolah dan peraturan sekolah.
a. Variabel Perilaku Sedentari
Scoring pada variabel perilaku sedentari dilakukan dengan menghitung rata-rata
waktu harian perilaku sedentari selama seminggu di luar jam sekolah (menjumlahkan
seluruh aktivitas sedentari pada kuesioner bagian H1 sampai dengan H11 dibagi 7 hari).
Selain itu diukur juga rata-rata waktu sedentari pada hari sekolah (Senin-Jumat) dan
akhir pekan (Sabtu-Minggu). Scoring perilaku sedentari pada hari sekolah dilakukan
dengan menjumlahkan seluruh aktivitas sedentari (H1 sampai dengan H11) pada hari
Senin sampai dengan Jumat dibagi 5 hari. Scoring perilaku sedentari pada akhir pekan
dilakukan dengan menjumlahkan seluruh aktivitas sedentari (H1 sampai dengan H11)
pada hari Sabtu dan Minggu dibagi 2 hari. Range skor variabel perilaku sedentari yaitu
antara 0-16 jam/hari. Perilaku dikategorikan rendah jika skor < 6 jam/hari dan
dikategorikan tinggi jika ≥ 6 jam/hari.
b. Variabel Pengetahuan Siswa
Variabel pengetahuan siswa diukur dengan memberikan 10 pertanyaan pada
kuesioner bagian B. Pertanyaan nomor 1,2,3,5,6,7,8,9, dan 10 mempunyai 1 jawaban
benar. Skor 1 diberikan untuk jawaban benar dan skor 0 diberikan untuk jawaban salah.
Pertanyaan nomor 4 mempunyai 4 poin jawaban yang didalamnya terdapat pilihan ya
dan tidak. Setiap jawaban benar mendapatkan skor 1 dan setiap jawaban salah
mendapatkan skor 0 sehingga skor untuk pertanyaan ini yaitu 0-4. Skor akhir
didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari 9 pertanyaan pilihan ganda ditambah skor
pertanyaan nomor 4 sehingga nilai berkisar antara 0-13. Range skor akhir variabel
pengetahuan siswa setelah dikonversi ke dalam persentase yaitu antara 0-100%.
Pengetahuan dikategorikan rendah jika skor ≤ 75% dan dikategorikan tinggi jika skor >
75%.
c. Variabel Sikap Siswa
Variabel sikap siswa diukur dengan memberikan 10 pernyataan pada kuesioner
bagian C dengan 4 pilihan sikap. Sikap diukur dengan menggunakan skala likert (sangat
setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju). Pernyataan sikap terbagi menjadi 2
yaitu pernyataan yang bermakna sikap positif dan pernyataan yang bermakna sikap
negatif. Pernyataan positif meliputi pernyataan pada nomor C1, C2, C3 dan C8 dengan
skor sebagai berikut: sangat tidak setuju: 1, tidak setuju: 2, setuju: 3, dan sangat setuju:
4. Untuk pernyataan negatif meliputi pernyataan pada nomor C4, C5, C6, C7, C9 dan
C10 dengan skor sebagai berikut: sangat setuju: 1, setuju: 2, tidak setuju: 3, dan sangat
tidak setuju: 4. Skor akhir diperoleh dengan menjumlahkan nilai dari semua pernyataan
dibagi 40 dikalikan 100%. Range skor awal variabel sikap siswa yaitu antara 0-40.
Range skor akhir variabel sikap siswa setelah dikonversi ke dalam persentase yaitu
antara 0-100%. Sikap siswa dikategorikan negatif jika skor < 75% dan dikategorikan
positif jika skor ≥ 75%.
d. Variabel Pola Asuh Orang Tua
Variabel pola asuh orang tua diukur dengan memberikan 12 pertanyaan pada
kuesioner bagian D dengan 1 jawaban yang tepat. Jawaban tepat mendapatkan skor 1
dan jawaban tidak tepat mendapatkan skor 0. Skor akhir didapatkan dengan
menjumlahkan nilai semua pertanyaan dibagi 10 dikalikan 100%. Range skor awal
variabel pola asuh orang tua yaitu antara 0-12. Range skor akhir variabel pola asuh
orang tua setelah dikonversi ke dalam persentase yaitu antara 0-100%. Pola asuh orang
tua dikategorikan tidak baik jika skor < 75% dan dikategorikan baik jika skor ≥ 75%.
e. Variabel Dukungan Teman Sebaya
Variabel dukungan teman sebaya diukur dengan memberikan 10 pertanyaan
pada kuesioner bagian E dengan 1 jawaban yang tepat. Jawaban tepat mendapatkan skor
1 dan jawaban tidak tepat mendapatkan skor 0. Skor akhir didapatkan dengan
menjumlahkan nilai semua pertanyaan dibagi 10 dikalikan 100%. Range skor awal
variabel dukungan teman sebaya yaitu antara 0-10. Range skor akhir variabel dukungan
teman sebaya setelah dikonversi ke dalam persentase yaitu antara 0-100%. Dukungan
teman sebaya dikategorikan tidak ada dukungan jika skor < 75% dan dikategorikan ada
dukungan jika skor ≥ 75%.
f. Variabel Fasilitas Sekolah
Variabel fasilitas sekolah diukur dengan memberikan 5 pertanyaan pada
kuesioner bagian F dengan 1 jawaban yang menurut responden tepat. Jawaban tidak
memadai mendapatkan skor 1, jawaban kurang skor 2, jawaban cukup skor 3, dan
jawaban memadai skor 4. Skor akhir didapatkan dengan menjumlahkan nilai semua
pertanyaan dibagi 20 dikalikan 100%. Range skor awal variabel fasilitas sekolah yaitu
antara 0-20. Range skor akhir variabel fasilitas sekolah setelah dikonversi ke dalam
persentase yaitu antara 0-100%. Fasilitas sekolah dikategorikan tidak cukup jika skor <
75% dan dikategorikan cukup jika skor ≥ 75%.
g. Variabel Peraturan Sekolah
Variabel peraturan sekolah diukur dengan memberikan 2 pilihan isian singkat
dan 3 pertanyaan pilihan ganda pada kuesioner bagian G. Pertanyaan nomor 1 dan 2
diberikan skor 1 jika diisi dengan lama waktu istirahat dan jam pelajaran olahraga.
Pertanyaan nomor 3 diberikan skor 1 jika dijawab ya dan skor 0 jika dijawab tidak.
Pertanyaan nomor 4 diberi skor 1 jika diisi dengan ekstrakurikuler yang diikuti, dan
diberikan skor 0 jika tidak ada ekstrakurikuler yang diikuti. Skor akhir diperoleh dengan
menjumlahkan nilai semua pertanyaan dibagi 5 dikalikan 100%. Range skor awal
variabel peraturan sekolah yaitu antara 0-5. Range skor akhir variabel peraturan sekolah
setelah dikonversi ke dalam persentase yaitu antara 0-100%. Peraturan sekolah
dikategorikan tidak cukup jika skor <75% dan dikategorikan cukup jika skor ≥ 75%.

4.6 Analisis Data

4.6.1 Analisis Univariat


Analisis univariat dimaksudkan untuk mendeskripsikan dan
menjelaskan hasil setiap variabel dependen (perilaku sedentari) dan variabel
independen (faktor individu, interpersonal dan faktor komunitas). Variabel
dependen dan independen akan dideskripsikan dalam bentuk distribusi
frekuensi dan persentase.
4.6.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dimaksudkan untuk menyeleksi kandidat
multivariat. Analisis bivariat yang digunakan yaitu uji Chi Square, dengan
batas kemaknaan () 0,05 atau 5%. Jika p value ≤  (alpha) menunjukkan
hipotesis awal ditolak sehingga dikatakan terdapat hubungan yang
signifikan/bermakna secara statistik antara variabel dependen dengan
variabel independen.

4.6.3 Analisis Multivariat


Analisis multivariat dimaksudkan untuk menganalisis dan
memprediksi variabel independen (faktor individu, interpersonal dan faktor
komunitas) yang mempunyai hubungan paling dominan dengan variabel
dependen (perilaku sedentari). Uji multivariat yang digunakan adalah uji
regresi logistik ganda dengan model prediksi atau determinan. Hal ini
dikarenakan untuk mendapatkan model dari variabel-variabel independen
yang diperkirakan terbaik dalam memprediksikan variabel dependen.
Analisis multivariat dimulai dengan seleksi bivariat, variabel
independen yang diseleksi ditetapkan lolos untuk masuk uji multivariat jika
p-value variabel independen <0,25 atau p-value >0,25 tetapi penting secara
substansi. Pemodelan multivariat ini akan mendapatkan model yang
menggambarkan prediksi. Hasil akhir dari analisis multivariat ini adalah
menentukan variabel independen yang mempunyai hubungan paling
dominan dengan variabel dependen. Hal ini ditetapkan dengan
menggunakan nilai OR (Odd Ratio) yang terbesar.

4.7 Etika Penelitian


Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan surat lolos etik dari
Komisi Etik Riset dan Pengabdian Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada tanggal 3 Mei 2023
dengan nomor surat: Ket- 188/UN2.F10.D11/PPM.00.02/2023 dan
mendapatkan izin penelitian. Prinsip etika penelitian ini meliputi:
a. Kebebasan menentukan kesediaan menjadi responden penelitian
Responden mempunyai hak untuk menyatakan bersedia atau tidak. Persetujuan
responden sebelum pengambilan data penelitian dilakukan dengan mengisi dan
menandatangani informed consent (lembar persetujuan). Hal-hal yang dituliskan
dalam informed consent adalah maksud dan tujuan penelitian, manfaat bagi
responden, waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kuesioner, kompensasi yang
diperoleh responden, dan nomor contact peneliti. Responden yang berumur <17
tahun akan dimintai persetujuan melalui siswa dan orangtua/wali siswa. Peneliti
meminta persetujuan ini dimaksudkan agar responden memahami maksud, tujuan
dan dampak penelitian.
b. Tidak menimbulkan risiko atau dampak negatif bagi responden
Penelitian memerlukan waktu yang tidak lama kira-kira 30-40 menit untuk
pengisian kuesioner. Responden yang sewaktu-waktu memutuskan tidak
melanjutkan penelitian tidak akan diberikan sanksi apapun.
c. Manfaat penelitian bagi responden
Hasil penelitian ini tidak secara langsung memberikan manfaat bagi responden
tetapi akan bermanfaat sebagai data dasar untuk pertimbangan dalam program
peningkatan kesehatan fisik dan pencegahan penyakit tidak menular di kalangan
responden.
d. Keadilan
Responden mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh informasi
mengenai penelitian. Perlakuan yang sama kepada responden tanpa melihat latar
belakang suku, agama, dan ras.
e. Kerahasiaan
Kerahasiaan data responden dan masalah-masalah lain yang telah dikumpulkan
dijamin oleh peneliti. Data yang telah dikumpulkan hanya digunakan untuk
kebutuhan penelitian.
BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Kecamatan Tajurhalang merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Bogor
Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Tajurhalang terdiri dari 7 (tujuh) desa yaitu antara lain
Desa Tajurhalang, Tonjong, Kalisuren, Sasakpanjang, Sukmajaya, Citayam dan Desa
Nanggerang. Jumlah penduduk Kecamatan Tajurhalang adalah 107.519 Jiwa. Batas-
batas wilayah Kecamatan Tajurhalang antara lain:
sebelah Timur : Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor,
sebelah Selatan : Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor,
sebelah Barat : Kecamatan Parung Kabupaten Bogor,
sebelah Utara : Kecamatan Sawangan Kota Depok.
Kegiatan kesehatan terkait remaja di wilayah Kecamatan Tajurhalang menjadi
tanggung jawab Puskesmas Tajurhalang karena merupakan satu-satunya puskesmas di
wilayah kecamatan tersebut. Kegiatan pembinaan kesehatan remaja dilakukan melalui
pembinaan ke sekolah-sekolah dan posyandu remaja di desa. Kecamatan Tajurhalang
mempunyai 16 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas yaitu antara lain: SMAN 1 Tajurhalang,
SMK Attajir, SMK Saradan, SMK Syadam, SMK Tonjong, SMK Arrahmaniyah, SMK
Gunadarma Jaya, SMK Izzatul Islam, SMK Satria Bangsa, SMK Cyber Media Utama,
SMK Mutiara Bangsa, SMK Laboratorium Indonesia, SMAIT Baitussalam, MA
Assa'adah, SMK Garuda Bangsa, dan SMAIT Al Wafi. Jumlah siswa SLTA di
Kecamatan Tajurhalang yaitu 4654 siswa. Pada penelitian ini hanya siswa kelas X dan
XI sejumlah 3116 orang yang dijadikan populasi penelitian.

5.2 Gambaran Karakteristik Responden


Kuesioner penelitian perilaku sedentari pada siswa SLTA di Kecamatan
Tajurhalang diisi oleh sebanyak 240 orang yang telah dipilih secara Proportional
Random Sampling. Gambaran karakteristik responden secara umum tersaji pada tabel
5.1 berikut ini:
45

Tabel 5. 1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Asal Sekolah dan


Kelas di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)
Karakteristik N %
Asal Sekolah
SMAN 1 Tajurhalang 55 23
SMK Attajir 7 2,8
SMK Saradan 28 11,9
SMK Syadam 9 3,7
SMK Tonjong 12 5,1
SMK Arrahmaniyah 14 5,9
SMK Gunadarma Jaya 4 1,5
SMK Izzatul Islam 2 1,0
SMK Satria Bangsa 7 3,0
SMK Cyber Media Utama 2 1,0
SMK Mutiara Bangsa 10 4,1
SMK Laboratorium Indonesia 54 22,6
SMAIT Baitussalam 8 3,5
MA Assa'adah 13 5,5
SMK Garuda Bangsa 8 3,3
SMAIT Al Wafi 6 2,4
Kelas
Kelas X 127 52,9
Kelas XI 113 47,1

Distribusi responden tersebar secara proportional pada 16 sekolah di wilayah


Kecamatan Tajurhalang. Pada tabel 5.1 menunjukkan jumlah responden terbanyak
berasal dari SMAN 1 Tajurhalang sejumlah 55 siswa (23%) dan SMK Laboratorium
Indonesia sejumlah 54 siswa (22,6%). Jumlah responden paling sedikit adalah SMK
Izzatul Islam dan SMK Cyber Media Utama yang Sebesar 1%. Berdasarkan kelas,
sebagian besar responden berasal dari Kelas X yaitu sebanyak 127 siswa (52,9%).
Tabel 5. 2 Deskripsi Umur Responden Di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun
2023 (n=240)
Ukuran Nilai (Tahun)
Mean 16,34
Standar Deviasi 0,72
Minimal 15
Maksimal 18
95% CI 16,25 – 16,43
Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan bahwa rata-rata umur responden adalah 16,34
tahun. Umur responden termuda sebesar 15 tahun dan tertua sebesar 18 tahun. Hasil
analisis dapat disimpulkan bahwa 95% rata-rata umur responden diantara 16,25 tahun
s.d 16,43 tahun.
5.3 Gambaran Perilaku Sedentari Siswa SLTA di Kecamatan Tajurhalang
Informasi mengenai aktivitas-aktivitas sedentari yang dilakukan oleh siswa
SLTA di luar jam sekolah tersaji pada tabel 5.3 berikut ini:

Tabel 5. 3 Distribusi Responden Menurut Jenis Aktivitas Sedentari di SLTA


Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Jenis Aktivitas Sedentari Rata-rata Persentase


menit per hari (%)
Menonton TV 32 8,51
Menonton video/ DVD 15 3,99
Menggunakan komputer atau gadget untuk kesenangan
seperti: main games, browsing, chatting, e-sport,
berselancar di social media dll 161 42,61
Menggunakan komputer untuk mengerjakan PR
(pekerjaan rumah) 10 2,63
Mengerjakan PR (pekerjaan rumah) tanpa
menggunakan komputer 24 6,39
Membaca untuk hobi/ kesenangan 25 6,55
Les pelajaran di luar jam sekolah 1 0,37
Perjalanan dengan duduk menggunakan transportasi
(sepeda motor, mobil, bus, kereta) 24 6,21
Duduk mengerjakan hal yang berkaitan dengan hobi
atau kesukaan misalnya mengerjakan kerajinan tangan,
melukis, bermain kartu atau yang lainnya. 23 6,06
Duduk santai sambil mengobrol dengan teman/
bercanda/melalui telepon 60 15,99
Duduk memainkan alat musik seperti: piano, gitar, dll 3 0,69

Pada tabel 5.3 terlihat bahwa aktivitas sedentari tertinggi yang dilakukan di luar
jam sekolah yaitu menggunakan komputer atau gadget untuk kesenangan seperti: main
games, browsing, chatting, e-sport, berselancar di social media dll dengan rata-rata
waktu yang digunakan adalah 161 menit per hari (42,61%). Aktivitas sedentari di luar
jam sekolah yang paling sedikit dilakukan adalah les pelajaran di luar jam sekolah
(0,37%). Informasi lain yang telah didapatkan dari hasil penelitian yaitu rata-rata waktu
perilaku sedentari yang dilakukan pada hari masuk sekolah dan pada akhir pekan
sebagai berikut:
47

Tabel 5. 4 Deskripsi Rata-rata Waktu Responden Melakukan Perilaku Sedentari


di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Perilaku Rata-rata per Minimal - Standar 95% CI


Sedentari hari Maksimal Deviasi
Hari masuk sekolah 358 menit 103-747 menit 106,88 menit 344,13-
(Senin–Jumat) (5 jam 58 menit) 371,32
Weekend 427 menit 103-900 menit 140,92 menit 409,14-
(Sabtu–Minggu) (7 jam 7 menit) 444,98
Seminggu 378 menit 148-762 menit 103,7 menit 364,34-
(Senin–Minggu) (6 jam 18 menit) 390,71

Pada tabel 5.4 diketahui bahwa perilaku sedentari siswa lebih banyak dilakukan
pada akhir pekan (Sabtu-Minggu) dengan rata-rata 427 menit (7 jam 7 menit). Rata-rata
waktu sedentari yang dihabiskan siswa pada hari sekolah (Senin-Jumat) lebih sedikit
dibandingkan pada akhir pekan yaitu 358 menit (5 jam 58 menit). Hasil perhitungan
skor total aktivitas sedentari kemudian dikategorikan menurut kategori yang ditetapkan
Kemenkes. Berikutnya didapatkan distribusi perilaku sedentari siswa SLTA di
Kecamatan Tajurhalang yang telah dikategorikan tersaji pada tabel 5.5 berikut ini:

Tabel 5. 5 Distribusi Responden Menurut Perilaku Sedentari Siswa di SLTA


Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Perilaku Sedentari N %
Rendah (<6 jam per hari) 99 41,3%
Tinggi (≥ 6 jam per hari) 141 58,8%

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5 didapatkan bahwa perilaku sedentari
siswa SLTA Kecamatan Tajurhalang tahun 2023 pada kategori tinggi (≥ 6 jam per hari)
sebanyak 141 siswa (58,8%).

5.4 Gambaran Determinan Perilaku Sedentari Siswa SLTA di Kecamatan


Tajurhalang
Gambaran responden berdasarkan determinan perilaku sedentari (faktor
individu, faktor interpersonal, dan faktor komunitas) dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 5. 6 Distribusi Responden Berdasarkan Determinan Perilaku Sedentari di
SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Variabel Determinan N Persentase (%)


Faktor Individu
Jenis Kelamin
Perempuan 152 63,3
Laki-laki 88 36,7
Status ekonomi keluarga siswa
Rendah (penghasilan < UMR) 157 65,4
Tinggi (penghasilan ≥ UMR) 83 34,6
Pengetahuan siswa
Rendah 159 66,3
Tinggi 81 33,8
Sikap siswa
Negatif 159 66,3
Positif 81 33,8
Faktor Interpersonal
Pola asuh orang tua
Tidak baik 212 88,3
Baik 28 11,7
Dukungan teman sebaya
Tidak ada 202 84,2
Ada 38 15,8
Faktor Komunitas
Fasilitas sekolah
Tidak cukup 162 67,5
Cukup 78 32,5
Peraturan sekolah
Tidak cukup 114 47,5
Cukup 126 52,5

5.4.1 Gambaran Faktor Individu


Berdasarkan tabel 5.6 terlihat bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 152 orang (63,3%). Status ekonomi keluarga pada Siswa
SMA di Kecamatan Tajurhalang sebagian besar mempunyai orang tua dengan
penghasilan < UMR yaitu sebanyak 157 siswa (65,4%). Gambaran penghasilan orang
tua siswa dapat terlihat pada tabel berikut:
49

Tabel 5. 7 Deskripsi Penghasilan Orang Tua Siswa di SLTA Kecamatan


Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Ukuran Nilai (rupiah)


Mean 4.728.812,50
Median 3.200.000,00
Standar Deviasi 5.013.533,98
Minimal 500.000
Maksimal 41.000.000
95% CI 4.091.296,32-5.366.328,68

Penghasilan orang tua siswa terdistribusi tidak normal. Berdasarkan tabel 5.7
didapatkan bahwa penghasilan orang tua siswa terendah Rp500.000,00 dan tertinggi
Rp41.000.000,00. Nilai tengah penghasilan orang tua siswa adalah Rp3.200.00,00.
Hasil analisis dapat disimpulkan bahwa 95% rata-rata penghasilan orang tua responden
diantara Rp4.091.296,32 s.d Rp5.366.328,68.

Variabel pengetahuan siswa mengenai perilaku sedentari yang diukur pada


penelitian ini antara lain tentang contoh aktivitas-aktivitas yang termasuk perilaku
sedentari, risiko perilaku sedentari, batasan waktu perilaku sedentari, dan cara
pencegahan perilaku sedentari. Tingkat pengetahuan dilihat dari masing-masing item
pertanyaan disajikan pada tabel 5.8 berikut ini:

Tabel 5. 8 Distribusi Responden Menurut Jawaban Item Pengetahuan Perilaku


Sedentari di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Item Pengetahuan Jawaban


Benar (%)
Yang termasuk perilaku banyak duduk dan tidak banyak gerak
adalah mengobrol dan chatting berjam-jam di handphone sambil
duduk dan tiduran 93,3
Lama maksimal anak dan remaja boleh duduk terus menerus dan
tidak banyak gerak : < 2 jam 25,4
Risiko penyakit dan masalah kesehatan yang timbul akibat banyak
duduk dan tidak banyak gerak: gangguan pertumbuhan tulang 80
Bermain di luar rumah bersama teman seperti jalan-jalan berjam-
jam: contoh bukan perilaku sedentari 67,9
Menonton televisi berjam-jam: contoh perilaku sedentari 73,8
Bermain video game online berjam-jam: contoh perilaku sedentari 80,8
Mengobrol dan chatting berjam-jam di handphone sambil duduk
dan tiduran berjam-jam: contoh perilaku sedentari 90,0
Yang diharuskan berperilaku aktif dan mengurangi banyak duduk
terus menerus: semua anak dan remaja 76,7
Lama maksimal anak dan remaja harus berhenti sejenak selama 10 21,3
Tabel 5.14 (Lanjutan)

Item Pengetahuan Jawaban


Benar (%)
menit setelah duduk di depan komputer mengerjakan tugas sekolah:
< 2 jam
Manfaat kesehatan yang diperoleh selama masa pertumbuhan bagi 55,8
anak dan remaja jika aktif bergerak dan mengurangi sedentari: berat
badan normal
Lama waktu maksimal yang digunakan oleh anak dan remaja setiap 30,0
hari untuk duduk menonton televisi, menonton video youtube atau
duduk bermain game: < 2 jam
Cara agar tidak banyak duduk ketika berada di rumah:
membersihkan rumah, menyapu, dan mengepel 91,7
Penyebab kegemukan pada anak dan remaja selain faktor makanan:
kurang aktif bergerak. 59,6

Berdasarkan tabel 5.8 di atas dapat diketahui bahwa hanya sebagian kecil
responden yang mengetahui batasan waktu perilaku sedentari yaitu sebesar 25,4%. Hal
ini juga berlaku untuk batasan maksimal seorang anak dan remaja harus berhenti
sejenak selama 10 menit setelah duduk terus-menerus di depan komputer mengerjakan
tugas sekolah yang hanya diketahui oleh sebagian kecil responden (21,3%). Skor akhir
variabel pengetahuan didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari semua pertanyaan
dan dikonversikan ke dalam persentase dengan nilai ukuran seperti pada tabel berikut:

Tabel 5. 9 Deskripsi Nilai Pengetahuan Responden Terhadap Perilaku Sedentari di


SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Ukuran Nilai (Skala 100)


Mean 65,10
Median 69,23
Standar Deviasi 15,763
Minimal 15
Maksimal 100
95% CI 63,09-67,10

Tabel 5.9 menunjukkan rata-rata jumlah skor pengetahuan adalah 65,10 dengan
skor minimal 15 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah didapatkan skor
pengetahuan adalah mengkategorikan variabel menjadi kategori rendah jika skor ≤ 75%
dan dikategorikan tinggi jika skor > 75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil bahwa
sebagian besar responden mempunyai pengetahuan rendah yaitu sebesar 159 orang
(66,3%).
51

Variabel sikap siswa terhadap perilaku sedentari dilihat dari masing-masing


pernyataan disajikan pada tabel 5.10:

Tabel 5. 10 Distribusi Responden Menurut Item Sikap terhadap Perilaku


Sedentari di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Item Sikap SS S TS STS


(%) (%) (%) (%)
Semua remaja seharusnya aktif bergerak dan tidak
banyak menghabiskan waktu dengan duduk saja
selama berjam-jam. 53,3 45,8 8 0
Remaja yang badannya gemuk harus lebih aktif
bergerak daripada remaja yang badannya kurus. 25,4 50,8 23,8 0
Remaja berisiko menderita penyakit jantung dan darah
tinggi saat dewasa akibat kurang gerak dan banyak
duduk. 20,4 60,0 18,3 1,3
Saya lebih suka berangkat ke sekolah dengan diantar
orang tua naik kendaraan atau naik angkutan umum
daripada berjalan kaki atau mengayuh sepeda. 15,4 43,3 35,4 5,8
Saya harus cukup tidur dan tidak perlu banyak
bergerak karena masih dalam masa pertumbuhan. 9,2 24,6 54,2 12,1
Saya lebih suka naik lift/ eskalator daripada naik
tangga ketika berada di mall. 15,8 53,8 27,9 2,5
Duduk selama berjam-jam dengan bermain game
online tidak membahayakan kesehatan anak dan
remaja. 3,8 4,6 52,5 39,2
Jika banyak duduk dan kurang gerak, seorang anak dan
remaja yang badannya sehat dan tidak gemuk akan
berisiko terkena penyakit. 10,0 66,7 17,1 6,3
Saya lebih suka bermain game di handphone daripada
membersihkan rumah/sekolah. 3,8 25,4 58,3 12,5
Saya lebih suka bermain game di handphone/
komputer daripada bermain sepeda atau berolahraga
bersama teman pada hari libur. 5,0 22,5 58,3 14,2

Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki


sikap negatif yang menyetujui perilaku sedentari seperti lebih suka berangkat ke sekolah
dengan diantar orang tua naik kendaraan atau naik angkutan umum daripada berjalan
kaki atau mengayuh sepeda (15,4% sangat setuju dan 43,3% setuju), lebih suka naik lift/
eskalator daripada naik tangga ketika berada di mall (15,8 % sangat setuju dan 53,8 %
setuju). Skor akhir variabel sikap diperoleh dengan menjumlahkan nilai dari semua
pernyataan sikap dan dikonversikan ke dalam bentuk persentase dengan nilai ukuran
seperti pada tabel berikut:

Tabel 5. 11 Deskripsi Nilai Sikap Responden Terhadap Perilaku Sedentari di


SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Ukuran Nilai (Skala 100)


Mean 71,01
Median 70,00
Standar Deviasi 7,368
Minimal 53
Maksimal 100
95% CI 70,07-71,95

Tabel 5.11 menunjukkan rata-rata jumlah skor sikap adalah 71,10 dengan skor
minimal 53 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah didapatkan skor sikap
siswa adalah mengkategorikan variabel sikap siswa ke dalam kategori negatif jika skor
< 75% dan dikategorikan positif jika skor ≥ 75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan
hasil bahwa sebagian besar responden mempunyai sikap negatif yaitu sebesar 159 orang
(66,3%).

5.4.2 Gambaran Faktor Interpersonal


Pola asuh orang tua merupakan cara atau metode pengasuhan orangtua terkait
perilaku sedentari siswa dan aturan orang tua tentang batasan waktu bagi anak untuk
menonton televisi, bermain games, dan menghabiskan waktu luang, bagaimana orangtua
menghabiskan waktu senggang bersama anak-anaknya, bagaimana aktivitas sedentari
orangtua. Variabel pola asuh orang tua diukur dengan memberikan 12 pertanyaan terkait
aturan batasan perilaku sedentari, kegiatan mengisi waktu senggang bersama anak, dan
perhatian orang tua terhadap aktivitas anak di rumah. Pola asuh orang tua siswa
terhadap perilaku sedentari dilihat dari masing-masing pernyataan disajikan pada tabel
5.12 berikut ini:
53

Tabel 5. 12 Distribusi Responden Menurut Item Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Perilaku Sedentari dalam Seminggu Terakhir di SLTA Kecamatan Tajurhalang
Tahun 2023 (n=240)

Item Pola Asuh Jawaban


Ya (%)
Orang tua memperbolehkan menonton televisi setiap harinya yaitu
kurang dari 2 jam 37,5
Ada aturan yang ditetapkan orang tua dalam anak bermain video game
atau bermain handphone 34,2
Orang tua memperhatikan kegiatan yang anak lakukan setelah pulang
sekolah 45,8
Orang tua sering mengajak olahraga jika waktu senggang 12,5
Orang tua sering mengajak kegiatan fisik bersama (membersihkan
rumah, berkebun, atau rekreasi naik gunung) 45,4
Waktu yang dihabiskan berolahraga bersama orang tua/ anggota
keluarga lainnya yaitu lebih dari 2 jam per minggu 16,3
Orang tua selalu menanyakan tugas sekolah 35,0
Orang tua selalu membantu dalam mengerjakan tugas sekolah 20
Lama waktu yang digunakan untuk menonton televisi bersama
keluarga kurang dari 2 jam 55,8
Kebiasaan yang paling sering dilakukan bersama keluarga jika libur
atau akhir pekan: membersihkan rumah bersama, jalan-jalan ke mall
atau rekreasi 60,4
Sepulang sekolah kegiatan yang paling sering dilakukan di rumah
seperti membantu membersihkan rumah 33,8
Jika pergi berbelanja ke toko atau mini market terdekat dengan
berjalan kaki atau menggunakan sepeda 26,7

Tabel 5.12 memperlihatkan jawaban responden mengenai pola asuh orang tua
terkait perilaku sedentari yang masih tidak baik. Menurut persentase jawaban
responden, hanya sebagian kecil orang tua yang mengajak olahraga pada seminggu
terakhir (12,5%). Pada sisi lain terdapat pola asuh yang baik menurut responden dalam
hal kebiasaan yang paling sering dilakukan bersama keluarga jika libur atau akhir pekan
seperti membersihkan rumah bersama, jalan-jalan ke mall atau rekreasi yaitu sebesar
60,4%. Skor akhir variabel pola asuh diperoleh dengan menjumlahkan nilai dari semua
pertanyaan terkait pola asuh dan dikonversikan ke dalam bentuk persentase dan dengan
nilai ukuran sebagai berikut:
Tabel 5. 13 Deskripsi Nilai Pola Asuh Orang Tua Responden Terhadap Perilaku
Sedentari dalam Seminggu Terakhir di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun
2023 (n=240)
Ukuran Nilai (Skala 100)
Mean 35,28
Median 33,33
Standar Deviasi 23,919
Minimal 0
Maksimal 100
95% CI 32,24-38,32

Tabel 5.13 menunjukkan rata-rata jumlah skor pola asuh orang tua adalah 35,28
dengan skor minimal 0 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah
didapatkan skor pola asuh orang tua adalah mengkategorikan variabel pola asuh orang
tua ke dalam kategori tidak baik jika skor < 75% dan dikategorikan baik jika skor ≥
75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden
mempunyai pola asuh orang tua yang tidak baik yaitu sebesar 212 orang (88,3%).
Dukungan teman sebaya diartikan ada tidaknya teman sebaya yang dimiliki
untuk mendukung mengurangi perilaku sedentari. Dukungan teman sebaya terkait
perilaku sedentari dilihat dari masing-masing pertanyaan disajikan pada tabel 5.14
berikut ini:

Tabel 5. 14 Distribusi Responden Menurut Item Dukungan Teman Sebaya


Terhadap Perilaku Sedentari dalam Seminggu Terakhir di SLTA Kecamatan
Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Item Dukungan Teman Sebaya Jawaban


Ya (%)
Mempunyai kelompok teman yang sering bermain bersama 95,4
Mempunyai lebih dari 3 orang teman 82,9
Setiap saat di waktu senggang bermain bersama teman-teman 42,1
Kegiatan yang paling sering dilakukan bersama teman-teman di akhir
pekan: olahraga bersama atau rekreasi 24,6
Melakukan aktivitas olahraga bersama teman-teman pada saat libur
akhir pekan 22,1
Waktu yang dihabiskan duduk mengobrol bersama teman: 1-2 jam 34,2
Hampir setiap hari duduk mengobrol bersama teman 28,8
Teman-teman bermain mengikuti kegiatan ekstra kurikuler di sekolah 23,8
Teman-teman bermain mempunyai hobi olahraga yang sama 2,1
Waktu senggang digunakan untuk jalan kaki atau bersepeda bersama
teman-teman. 4,6
55

Tabel 5.14 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden mempunyai


kelompok pertemanan yang sering bermain bersama (95,4%) dan memiliki lebih dari 3
kelompok teman (82,9%). Walaupun sebagian besar responden mempunyai kelompok
pertemanan, tetapi sebagian kecil yang mempunyai hobi yang sama dengan kelompok
temannya (2,1%). Skor akhir variabel dukungan teman sebaya diperoleh dengan
menjumlahkan nilai dari semua pertanyaan terkait dukungan teman sebaya dan
dikonversikan ke dalam bentuk persentase dengan nilai ukuran sebagai berikut:

Tabel 5. 15 Deskripsi Nilai Dukungan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Sedentari


di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Ukuran Nilai (Skala 100)


Mean 36,21
Median 30,00
Standar Deviasi 22,206
Minimal 0
Maksimal 90
95% CI 33,38-39,03

Tabel 5.15 menunjukkan rata-rata jumlah skor dukungan teman sebaya adalah
36,21 dengan skor minimal 0 dan skor maksimal 90. Langkah selanjutnya setelah
didapatkan skor dukungan teman sebaya adalah mengkategorikan variabel dukungan
teman sebaya ke dalam kategori tidak ada dukungan jika skor < 75% dan
dikategorikan ada dukungan jika skor ≥ 75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil
bahwa sebagian besar responden tidak ada dukungan untuk menghindari perilaku
sedentari yaitu sebesar 202 orang (84,2%).

5.4.3 Gambaran Faktor Komunitas


Variabel fasilitas sekolah diartikan sebagai persepsi siswa terhadap kecukupan
sarana sekolah yang membuat siswa mengurangi perilaku sedentari seperti tempat
parkir sepeda, trotoar, tempat bermain, atau lapangan. Variabel fasilitas sekolah dilihat
dari masing-masing item disajikan pada tabel 5.16 berikut:
Tabel 5. 16 Distribusi Responden Menurut Item Fasilitas Sekolah Terhadap
Perilaku Sedentari di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Item Fasilitas Sekolah Tidak Kurang Cukup Memadai


Memadai Memadai Memadai (%)
(%) (%) (%)
Kecukupan tempat parkir di
sekolah 13,8 22,9 48,8 14,6
Jalur jalan/ trotoar yang bisa
digunakan untuk berjalan kaki
menuju sekolah 26,3 20,0 41,7 12,1
Tempat penyebrangan di depan
sekolah beserta petugasnya 22,5 15,4 49,6 12,5
Fasilitas tempat bermain saat jam
istirahat di sekolah 25,0 25,8 36,3 12,9
Kecukupan lapangan sekolah 22,5 22,5 38,8 16,3

Tabel 5.16 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memiliki sekolah


dengan tempat penyebrangan di depan sekolah yang cukup memadai (49,6%) dan
memadai (12,5) serta tempat parkir di sekolah yang cukup memadai (48,8%) dan
memadai (14,6%). Skor akhir variabel fasilitas sekolah diperoleh dengan
menjumlahkan nilai dari semua pertanyaan terkait fasilitas sekolah dan dikonversikan
ke dalam bentuk persentase dengan ukuran sebagai berikut:

Tabel 5. 17 Deskripsi Nilai Fasilitas Sekolah Terhadap Perilaku Sedentari di


SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Ukuran Nilai (Skala 100)


Mean 62,08
Median 65,00
Standar Deviasi 19,179
Minimal 25
Maksimal 100
95% CI 59,64-64,52

Tabel 5.17 menunjukkan rata-rata jumlah skor fasilitas sekolah adalah 62,08
dengan skor minimal 25 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah
didapatkan skor fasilitas sekolah adalah mengkategorikan variabel fasilitas sekolah ke
dalam kategori tidak cukup jika skor < 75% dan dikategorikan cukup jika skor ≥ 75%.
Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden (67,5%)
57

menyatakan fasilitas sekolah tidak cukup untuk membuat siswa menghindari perilaku
sedentari.
Variabel peraturan sekolah diartikan sebagai persepsi siswa terhadap kecukupan
aturan sekolah yang membuat siswa mengurangi perilaku sedentari seperti aturan
senam bersama, kegiatan ekstra kurikuler, lama waktu untuk istirahat di sekolah.
Variabel peraturan sekolah dilihat dari masing-masing pertanyaan disajikan pada tabel
5.18 berikut ini:

Tabel 5. 18 Distribusi Responden Menurut Item Peraturan Sekolah Terhadap


Perilaku Sedentari di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Item Peraturan Sekolah Jawaban


Ya (%)
Terdapat waktu istirahat di antara jam pelajaran 93,3
Terdapat waktu yang digunakan untuk jam pelajaran olahraga 94,6
Sekolah mewajibkan setiap siswa mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah 56,3
Kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah dan diikuti oleh
siswa 67,1
Sekolah mewajibkan semua siswa untuk senam bersama 51,3

Tabel 5.18 memperlihatkan bahwa sebagian kecil responden mengatakan


sekolah mewajibkan setiap siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler (56,3%) dan
sekolah mewajibkan semua siswa untuk senam bersama (51,3%). Skor akhir variabel
peraturan sekolah diperoleh dengan menjumlahkan nilai dari semua pertanyaan terkait
peraturan sekolah dan dikonversikan ke dalam bentuk persentase dengan ukuran
sebagai berikut:

Tabel 5. 19 Deskripsi Nilai Peraturan Sekolah Terhadap Perilaku Sedentari di


SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Ukuran Nilai (Skala 100)


Mean 72,50
Median 80,00
Standar Deviasi 22,64
Minimal 20
Maksimal 100
95% CI 69,62-75,38
Tabel 5.19 menunjukkan rata-rata jumlah skor peraturan sekolah adalah 72,50
dengan skor minimal 20 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah
didapatkan skor peraturan sekolah adalah mengkategorikan variabel peraturan sekolah
ke dalam kategori tidak cukup jika skor < 75% dan dikategorikan cukup jika skor ≥
75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden (52,5%)
menyatakan peraturan sekolah cukup untuk membuat siswa menghindari perilaku
sedentari.

5.5 Gambaran Hubungan Variabel Independen dengan Perilaku Sedentari


Analisis bivariat dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara variabel
dependen dengan variabel independen dan juga untuk menyeleksi kandidat multivariat.
Analisis bivariat yang digunakan yaitu uji Chi Square, dengan batas kemaknaan ()
0,05 atau 5%. Jika p value ≤  (alpha) menunjukkan hubungan yang
signifikan/bermakna secara statistik antara variabel dependen dengan variabel
independen.

5.5.1 Gambaran Hubungan Faktor Individu dengan Perilaku Sedentari

Tabel 5. 20 Hubungan Faktor Individu dengan Perilaku Sedentari di SLTA


Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Variabel Perilaku Sedentari Tota OR (CI=95%) p-value


Independen Tinggi Tabel 5.20
Rendah l
(≥6 jam/hari) (<6 jam/hari)
n % n %
Jenis Kelamin
Perempuan 117 77,0 35 23,0 152 8,914 0,0005
Laki-laki 24 27,3 64 72,7 88 (4,881-16,279)
Status Ekonomi Keluarga Siswa
Rendah 105 66,9 52 33,1 157 2,636 0,001
Tinggi 36 43,4 47 56,6 83 (1,526-4,554)
Pengetahuan Siswa
Kurang 92 57,9 67 42,1 159 0,897 0,800
Tinggi 49 60,5 32 39,5 81 (0,520-1,547)
Sikap Siswa
Negatif 96 60,4 63 39,6 159 1,219 0,563
Positif 45 55,6 36 44,4 81 (0,709-2,095)

Berdasarkan tabel 5.20, hasil uji chi-square untuk variabel jenis kelamin
didapatkan p-value= 0,0005 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang
59

signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku sedentari siswa. Siswa yang berjenis
kelamin perempuan memiliki peluang hampir 9 kali untuk melakukan perilaku sedentari
≥ 6 jam per hari dibandingkan dengan siswa laki-laki (OR: 8,914; 95% CI 4,881-
16,279).
Hasil uji chi-square untuk variabel status ekonomi keluarga siswa didapatkan p-
value= 0,001 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara
status ekonomi keluarga siswa dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan status
ekonomi rendah memiliki peluang/kemungkinan 2,6 kali untuk melakukan perilaku
sedentari ≥ 6 jam per hari dibandingkan dengan status ekonomi tinggi (OR: 2,636; 95%
CI 1,526-4,554)
Hasil uji chi-square untuk variabel pengetahuan siswa didapatkan p-value= 0,8
sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara pengetahuan siswa dengan
perilaku sedentari siswa. Hasil uji chi-square untuk variabel sikap siswa didapatkan p-
value= 0,563 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara sikap siswa
dengan perilaku sedentari siswa.

5.5.2 Gambaran Hubungan Faktor Interpersonal dengan Perilaku Sedentari

Tabel 5. 21 Hubungan Faktor Interpersonal dengan Perilaku Sedentari di SLTA


Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Variabel Perilaku Sedentari Total OR (CI=95%) p-


Independen Tinggi Rendah value
(≥6 jam/hari) (<6 jam/hari)
n % n %
Pola Asuh Orang Tua
Tidak Baik 137 64,6 75 35,4 212 10,960 0,0005
Baik 4 14,3 24 85,7 28 (3,665-32,771)
Dukungan Teman Sebaya
Tidak Ada 134 66,3 68 33,7 202 8,727 0,0005
Ada 7 18,4 31 81,6% 38 (3,654-20.842)

Berdasarkan tabel 5.21, hasil uji chi-square untuk variabel pola asuh orang tua
didapatkan p-value= 0,0005 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang
signifikan antara pola asuh orang tua dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan
pola asuh orang tua tidak baik memiliki peluang/kemungkinan hampir 11 kali untuk
melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari dibandingkan siswa dengan pola asuh
orang tua baik (OR: 10,960; 95% CI 3,665-32,771).
Hasil uji chi-square untuk variabel dukungan teman sebaya didapatkan p-value=
0,0005 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan
teman sebaya dengan perilaku sedentari siswa. Siswa yang tidak ada dukungan teman
sebaya memiliki peluang/kemungkinan 8,7 kali untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6
jam per hari dibandingkan siswa yang mempunyai dukungan teman sebaya (OR: 8,727;
95% CI 3,654-20.842).

5.5.3 Gambaran Hubungan Faktor Komunitas dengan Perilaku Sedentari

Tabel 5. 22 Hubungan Faktor Komunitas dengan Perilaku Sedentari di SLTA


Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023 (n=240)

Variabel Perilaku Sedentari Tota OR p-


Independen Tinggi Rendah l (CI=95%) valu
(≥6 jam/hari) (<6 jam/hari) e
n % n %
Fasilitas Sekolah
Tidak Cukup 105 64,8 57 35,2 162 2,149 0,009
Cukup 36 46,2 42 53,8 78 (1,240-3,724)
Peraturan Sekolah
Tidak Cukup 77 67,5 37 32,5 114 2,016 0,012
Cukup 64 50,8 62 49,2 126 (1,193-3,408)

Berdasarkan tabel 5.22, hasil uji chi-square untuk variabel fasilitas sekolah
didapatkan p-value= 0,009 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang
signifikan antara fasilitas sekolah dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan
fasilitas sekolah tidak cukup memiliki peluang/kemungkinan 2,1 kali untuk melakukan
perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari dibandingkan siswa dengan fasilitas sekolah cukup
(OR: 2,149; 95% CI 1,240-3,724).
Hasil uji chi-square untuk variabel peraturan sekolah didapatkan p-value= 0,012
sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara peraturan sekolah
dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan peraturan sekolah tidak cukup memiliki
peluang/kemungkinan 2 kali untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari
dibandingkan siswa dengan peraturan sekolah cukup (OR: 2,016; 95% CI 1,193-3,408).
61

5.6 Gambaran Hasil Analisis Multivariat


Analisis multivariat dimaksudkan untuk menganalisis dan memprediksi variabel
independen (faktor individu, interpersonal dan faktor komunitas) yang mempunyai
hubungan paling dominan dengan variabel dependen (perilaku sedentari). Uji
multivariat yang digunakan adalah uji regresi logistik ganda dengan model prediksi atau
determinan. Hal ini dikarenakan untuk mendapatkan model dari variabel-variabel
independen yang diperkirakan terbaik dalam memprediksikan variabel dependen.
Analisis multivariat dilakukan melalui seleksi bivariat dan pemodelan multivariat
dengan memasukkan seluruh variabel independen yang lolos seleksi bivariat.

5.6.1 Seleksi Bivariat


Pada tahap seleksi bivariat dilakukan analisis hubungan variabel independen
dengan variabel dependen. Variabel independen yang diikutertakan untuk menjadi
kandidat multivariat yaitu variabel yang mempunyai nilai p-value < 0,25. Berikut ini
disajikan hasil seleksi bivariat:

Tabel 5. 23 Hasil Seleksi Bivariat Perilaku Sedentari Siswa di SLTA Kecamatan


Tajurhalang Tahun 2023

Variabel p-value Keterangan


Jenis Kelamin 0,0005 Kandidat multivariat
Status Ekonomi Keluarga 0,001 Kandidat multivariat
Pengetahuan 0,800 Bukan kandidat multivariat
Sikap 0,563 Bukan kandidat multivariat
Pola Asuh Orang Tua 0,0005 Kandidat multivariat
Dukungan Teman Sebaya 0,0005 Kandidat multivariat
Fasilitas Sekolah 0,009 Kandidat multivariat
Peraturan Sekolah 0,012 Kandidat multivariat

Tabel 5.23 menunjukkan bahwa terdapat 6 (enam) variabel independen yang


mempunyai nilai p < 0,25 yaitu variabel jenis kelamin, status ekonomi keluarga, pola
asuh orang tua, dukungan teman sebaya, fasilitas sekolah dan peraturan sekolah.
Keenam variabel tersebut akan dilakukan uji multivariat.

5.6.2 Pemodelan Regresi Logistik Multivariat


Tahap selanjutnya adalah pemodelan multivariat dengan memasukkan seluruh
variabel independen yang lolos seleksi bivariat yaitu variabel jenis kelamin, status
ekonomi keluarga, pola asuh orang tua, dukungan teman sebaya, fasilitas sekolah dan
peraturan sekolah. Pada pemodelan multivariat, variabel yang memiliki p-value >0,05
dikeluarkan dari pemodelan satu per satu dari nilai p yang paling besar dengan tahapan
seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 5. 24 Pemodelan Regresi Logistik Multivariat Awal Determinan Perilaku


Sedentari di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023

Variabel p-value Exp(B) Keterangan


Jenis Kelamin 0,0005 11,358 -
Status Ekonomi Keluarga 0,002 3,112 -
Pola Asuh Orang Tua 0,004 7,347 -
Dukungan Teman Sebaya 0,006 4,579 -
Fasilitas Sekolah 0,070 1,937 Dikeluarkan tahap 2
Peraturan Sekolah 0,168 1,622 Dikeluarkan tahap 1

Tabel 5.24 menunjukkan bahwa terdapat 2 variabel yang mempunyai nilai p>
0,05 yaitu fasilitas sekolah dan peraturan sekolah.
a. Tahap 1
Pada tahap 1, variabel peraturan sekolah dikeluarkan terlebih dahulu karena
mempunyai nilai p>0,05 dan nilai p paling besar dibandingkan dengan variabel yang
lain. Setelah itu dilakukan perhitungan perubahan nilai OR seperti pada tabel berikut:

Tabel 5. 25 Perubahan OR Pemodelan Multivariat Tahap 1 Determinan Perilaku


Sedentari di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023

Variabel OR Awal OR Pemodelan Perubahan OR


Tahap 1 (%)
Jenis Kelamin 11,358 11,516 1,39
Status Ekonomi Keluarga 3,112 3,070 1,35
Pola Asuh Orang Tua 7,347 7,117 3,13
Dukungan Teman 4,579 5,342 16,66
Sebaya
Fasilitas Sekolah 1,937 1,941 0,206
Peraturan Sekolah 1,622 Dikeluarkan tahap 1 -

Tabel 5.25 menunjukkan bahwa dikeluarkannya variabel peraturan sekolah


menyebabkan perubahan nilai OR variabel dukungan teman sebaya sebanyak 16,66%.
Perubahan OR ini melebihi 10% sehingga variabel peraturan sekolah dimasukkan
63

kembali dalam pemodelan tahap kedua, karena peraturan sekolah merupakan


konfonding pada hubungan dukungan teman sebaya dengan perilaku sedentari siswa.

b. Tahap 2
Pada tahap 2, variabel peraturan sekolah dimasukkan kembali dan variabel
fasilitas sekolah dikeluarkan. Pemodelan tahap 2 ini dapat dilihat perubahan nilai OR
seperti pada tabel berikut:

Tabel 5. 26 Perubahan OR Pemodelan Multivariat Tahap 2 Determinan Perilaku


Sedentari di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023

Variabel p-value OR Awal OR Pemodelan Perubahan


Tahap 2 OR (%)
Jenis Kelamin 0,0005 11,358 11,811 3,99
Status Ekonomi Keluarga 0,003 3,112 3,053 1,896
Pola Asuh Orang Tua 0,002 7,347 8,062 9,73
Dukungan Teman 0,005 4,579 4,522 1,24
Sebaya
Fasilitas Sekolah - 1,937 Dikeluarkan tahap 2 -
Peraturan Sekolah 0,162 1,622 1,624 0,123

Tabel 5.26 menunjukkan bahwa perubahan nilai OR semua variabel tidak


melebihi 10% setelah variabel fasilitas sekolah dikeluarkan dari pemodelan. Hasil
pemodelan tahap kedua ini juga menunjukkan p-value variabel selain variabel
peraturan sekolah tidak ada lagi yang > 0,05 sehingga proses eliminasi variabel pada
pemodelan multivariat sudah selesai.

c. Uji Interaksi
Uji interaksi dilakukan pada variabel independen yang diduga secara substansi
ada interaksi. Pada penelitian ini dilakukan uji interaksi antara variabel status ekonomi
keluarga dengan variabel pola asuh orang tua. Hasil dari uji interaksi antar dua
variabel tersebut didapatkan p-value= 0,999, p-value lebih dari 0,05 menunjukkan
bahwa tidak ada interaksi antara variabel status ekonomi keluarga dengan variabel
pola asuh orang tua. Pemodelan telah selesai dan model yang valid adalah pemodelan
tanpa interaksi antar variabel independen. Hasil pemodelan akhir didapatkan seperti
pada tabel 5.27.
d. Pemodelan Akhir Multivariat
Tabel 5. 27 Pemodelan Akhir Multivariat Determinan Perilaku Sedentari di SLTA
Kecamatan Tajurhalang Tahun 2023
Variabel p-value OR 95% CI
Jenis Kelamin 0,0005 11,811 5,829 – 23,934
Status Ekonomi Keluarga 0,003 3,053 1,478 – 6,303
Pola Asuh Orang Tua 0,002 8,062 2,139 – 30,386
Dukungan Teman Sebaya 0,005 4,522 1,562 – 13,095
Peraturan Sekolah 0,162 1,624 0,823 – 3,205

Hasil pemodelan akhir multivariat pada tabel 5.27 menunjukkan bahwa terdapat
4 (empat) variabel yang mempunyai hubungan dengan perilaku sedentari yaitu jenis
kelamin, status ekonomi keluarga, pola asuh orang tua dan dukungan teman sebaya,
sedangkan variabel peraturan sekolah merupakan confounding pada hubungan
tersebut. Berdasarkan tabel 5.27, variabel dengan nilai OR terbesar adalah jenis
kelamin dengan nilai OR 11,81 (95% CI 5,829 – 23,934). Dengan demikian, variabel
jenis kelamin adalah variabel yang paling dominan berhubungan dengan perilaku
sedentari siswa SLTA di Kecamatan Tajurhalang, setelah dikontrol oleh status
ekonomi keluarga, pola asuh orang tua, dukungan teman sebaya dan peraturan
sekolah.
BAB 6
PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian


Salah satu keterbatasan penelitian ini adalah kemungkinan recall bias (kesalahan
mengingat kembali). Pada saat responden mengisi kuesioner dapat terjadi recall bias
apabila responden salah mengingat kondisi yang sesungguhnya dialami. Recall bias
mungkin tidak dapat dihindarkan karena pengukuran data dalam penelitian ini
berdasarkan hal yang diingat oleh siswa. Siswa mungkin mengalami kesulitan untuk
mengingat lama waktu/durasi melakukan aktivitas sedentari pada seminggu terakhir.
Solusi untuk menghindari recall bias tersebut adalah peneliti memandu siswa pada saat
pengisian tabel recall aktivitas sedentari selama seminggu terakhir dan memberikan
waktu pengisian kuesioner yang cukup panjang sehingga siswa dapat mengingat hal-hal
yang dialaminya dengan baik tanpa terburu-buru. Selain itu, peneliti juga memantau,
mengoreksi dan mengonfirmasi kembali kepada siswa jika ada kesalahan dalam isian
perhitungan waktu sebelum kuesioner dikumpulkan.
Keterbatasan lain pada penelitian ini adalah kemungkinan adanya kesalahan
penafsiran siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Hal
tersebut dapat terjadi karena pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan self-
administered questionnaire atau angket yang diisi sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut,
peneliti berusaha memberikan penjelasan secara rinci tentang cara pengisian kuesioner
sebelum siswa mengisi kuesioner. Selama pengisian kuesioner berlangsung peneliti juga
mendampingi siswa sehingga siswa dapat bertanya jika tidak memahami pertanyaan
dalam kuesioner.
Hal yang sulit dikendalikan oleh peneliti adalah kejujuran siswa dalam
menjawab pertanyaan pada kuesioner sehingga dapat berpengaruh terhadap data yang
dikumpulkan. Untuk menghindari hal tersebut, peneliti memberikan penjelasan kepada
siswa sebelum pengisian kuesioner bahwa apapun jawaban siswa tidak akan
mempengaruhi akademik sekolah dan peneliti menegaskan bahwa akan menjaga
kerahasiaan identitas dan jawaban yang diberikan oleh siswa.
6.2 Gambaran Perilaku Sedentari
Pada penelitian ini didapatkan bahwa siswa SLTA di Kecamatan Tajurhalang
yang melakukan perilaku sedentari tinggi (≥ 6 jam per hari) sebanyak 141 siswa
(58,8%). Rata-rata waktu perilaku sedentari siswa selama seminggu (Senin–Minggu)
adalah 6 jam 18 menit per hari. Rincian waktu sedentari pada hari sekolah dalam
seminggu (Senin-Jumat) yaitu 5 jam 58 menit sedangkan perilaku sedentari pada akhir
pekan (Sabtu-Minggu) sebesar 7 jam 7 menit. Hasil yang hampir sama ditemukan dari
hasil penelitian di Kecamatan Cibinong mengenai perilaku sedentari didapatkan bahwa
perilaku sedentari ≥ 6 jam/ hari sebanyak 50,62%. Penelitian tersebut mendapatkan rata-
rata perilaku sedentari siswa yaitu 6 jam 12 menit per hari.
Perilaku sedentari yang dilakukan pada hari aktif di luar jam sekolah mempunyai
rata-rata 5 jam 41 menit per hari. Perilaku sedentari remaja lebih banyak dilakukan
ketika hari libur Sabtu dan Minggu yaitu rata-rata 7 jam 30 menit per hari
(Arihandayani, 2019). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa
perilaku sedentari paling sering dilakukan saat hari libur dibandingkan hari sekolah
(Salmon et al., 2011). Peningkatan rata-rata waktu yang digunakan untuk sedentari pada
saat akhir pekan/weekend disebabkan karena peluang waktu untuk melakukan perilaku
sedentari lebih banyak dibandingkan saat hari sekolah/weekday (Setyoadi et al., 2015).
Perilaku sedentari yang tinggi pada penelitian ini sejalan dengan penelitian di
Australia yang menyatakan bahwa remaja menghabiskan rata-rata 7,8 jam/hari dalam
total perilaku sedentari yang dilaporkan sendiri, 4,4 jam/hari dalam waktu layar, 9,1
jam/hari dalam waktu menetap yang diukur dengan ActiGraph, dan 9,5 jam/hari dalam
aktivitas waktu duduk yang diukur oleh Physical Activity Level (PAL) (Arundell et al.,
2019). Penelitian di Kota Debre Berhan Ethiopia mendapatkan bahwa perilaku sedentari
pada remaja dengan lama sedentari >2 jam per hari adalah 65,5% (Mohammed et al.,
2020). Penelitian di Brazil menunjukkan hal yang serupa bahwa remaja melakukan
perilaku sedentari cukup tinggi pada durasi 4 ± 2,7 jam/hari (Matias et al., 2018).
Demikian juga dengan Riset Kesehatan Dasar (2013) menyebutkan bahwa proporsi
masyarakat yang melakukan perilaku sedentari lebih dari 6 jam per hari di Indonesia
adalah 25% dan di Jawa Barat sebesar 33,0%.
Penelitian lain oleh Sari dan Nurhayati (2019) mendapatkan hasil bahwa siswa
melakukan perilaku sedentari dalam kategori tinggi berjumlah 159 siswa (76,44%).
Penelitian pada siswa kelas X MAN Kota Mojokerto menunjukkan bahwa perilaku
sedentari rata-rata 487,3 menit/hari dengan persentase kategori tinggi sebanyak 79,2%
(Pribadi & Nurhayati, 2018). Hasil penelitian di Kota Denpasar, anak usia > 10 tahun
yang melakukan perilaku sedentari selama 6 jam/hari yaitu sebesar 44,0% (Puspita &
Utami, 2020). Pada penelitian lain didapatkan bahwa jumlah remaja di SMA Kota
Bandung yang melakukan perilaku sedentari termasuk kategori tinggi sebanyak 84%
(Maidartati et al., 2022).
Hasil penelitian ini berdasarkan rincian aktivitas sedentari didapatkan bahwa
aktivitas sedentari tertinggi yang dilakukan di luar jam sekolah yaitu menggunakan
komputer atau gadget untuk kesenangan seperti: main games, browsing, chatting, e-
sport, berselancar di social media dll dengan rata-rata waktu yang digunakan adalah 161
menit per hari (42,61%) dan aktivitas sedentari yang paling sedikit adalah les pelajaran
di luar jam sekolah (0,37%). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja banyak
menghabiskan waktu dengan melakukan perilaku sedentari meliputi kebiasaan
menggunakan gadget, mengerjakan tugas dengan menggunakan internet dan tanpa
internet, menonton televisi, mengikuti kursus/les, mengaji dan berkumpul bersama
teman (Asnita et al., 2020). Perilaku menggunakan komputer untuk kesenangan: main
games, browsing, chatting termasuk tiga besar proporsi perilaku sedentari yang
dilakukan oleh remaja sebesar 14,7% (Arihandayani, 2019). Maidartati et al., (2022)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa aktivitas sedentari terbanyak adalah bermain
handphone (3,72 jam per hari) dan yang termasuk kategori rendah adalah les pelajaran
(0,16 jam/hari). Perilaku sedentari yang paling jarang dilakukan oleh siswa perempuan
adalah les pelajaran di luar jam sekolah (Sari & Nurhayati, 2019).
Komputer dan handphone pada saat ini sudah tidak asing di semua kalangan
terutama remaja. Tempat-tempat yang dilengkapi dengan jaringan internet sangat
mudah ditemukan sehingga remaja sangat leluasa untuk berkomunikasi melalui media
sosial, berselancar di internet, chatting, dan sebagainya (Maidartati et al., 2022).
Fletcher et al., (2014) menyebutkan 56,6% anak remaja memiliki akses ke komputer di
rumah, 37,5% menggunakannya pada hari kerja biasa, 49,4% menggunakan komputer
kelas selama 1 jam/minggu, dan 14,2% bermain game di komputer sekolah selama 5
jam/ minggu. Fajanah et al., (2018) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa proporsi
remaja yang melaporkan waktu layar lebih dari 2 jam per hari adalah 82,5%.
Penggunaan gadget pada siswa di jam belajar (weekdays) dengan durasi 2-4 jam
per hari yaitu sebanyak 50,6% dan meningkat menjadi > 4 jam per hari sebanyak 54%
pada waktu weekend (Ratnayani et al., 2022). Remaja tidak dapat lepas dari gadget di
mana saja seperti halnya saat menunggu angkutan umum di halte mereka juga sibuk
berselancar di internet dengan gadget, bahkan suatu penelitian menyebutkan sebanyak
42,5% responden menggunakan gadget pada saat sedang makan (Ratnayani et al.,
2022). Penggunaan gadget yang dilengkapi internet itulah mempengaruhi tingginya
perilaku sedentari karena penggunaan internet dilakukan tanpa menggerakkan anggota
tubuh selain jari (Maidartati et al., 2022).
Beberapa negara seperti Qatar, New Zealand, Kanada, Jerman, Australia, dan
Turki merekomendasikan untuk remaja tidak melakukan aktivitas/perilaku sedentari
seperti menggunakan komputer, menonton televisi, dan duduk santai lebih dari 2 jam
tanpa jeda istirahat dari perilaku tersebut. Jeda istirahat dalam perilaku sedentari
misalnya ketika posisi berdiam diri atau duduk sudah 2 jam, remaja harus menghentikan
perilaku tersebut dengan berdiri, peregangan, jalan kaki, atau aktivitas yang lainnya
(Leitzmann et al., 2018).
Intensitas perilaku sedentari cenderung meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia (Saragih & Andayani, 2022). Perilaku sedentari merupakan salah satu faktor risiko
penyakit tidak menular yang dapat mengganggu produktivitas siswa. Penyusunan
strategi komunikasi pencegahan perilaku sedentari siswa dengan pendekatan pada
tingkat individu, interpersonal dan komunitas perlu dilakukan oleh Dinas Kesehatan.
Pemberian promosi dan edukasi mengenai perilaku sedentari juga perlu ditekankan pada
batasan waktu yang direkomendasikan untuk sedentari sehingga mencegah dampak
buruk dalam jangka panjang bagi kesehatan individu.

6.3 Hubungan Faktor Individu (Jenis Kelamin, Status Ekonomi Keluarga Siswa,
Pengetahuan dan Sikap Siswa) dengan Perilaku Sedentari

6.3.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Perilaku Sedentari


Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara jenis kelamin dengan perilaku sedentari. Siswa perempuan memiliki peluang 11,8
kali untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari dibandingkan dengan siswa
laki-laki. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang
paling dominan berhubungan dengan perilaku sedentari dan sejalan dengan teori ekologi
sosial yang menyatakan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi perilaku individu (Glanz et al., 2008).
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa jenis kelamin mempunyai hubungan
yang bermakna dengan perilaku sedentari seperti pada hasil systematic review terhadap
beberapa penelitian di Eropa, Amerika Serikat dan Australia didapatkan bahwa terdapat
hubungan yang konsisten antara jenis kelamin dan total perilaku sedendari yang diukur
secara objektif dengan anak laki-laki yang terlibat dalam perilaku sedentari yang lebih
sedikit dibandingkan dengan anak perempuan (Stierlin et al., 2015). Penelitian di Brazil
dengan responden siswa usia 14-18 tahun juga mendapatkan hasil bahwa siswa
perempuan lebih tinggi dalam melakukan aktivitas sedentari dibanding siswa laki-laki
(Nascente et al., 2016). Penelitian di Kuwait mengungkapkan bahwa 93% dari remaja
dalam penelitian ini tidak membatasi waktu layar kurang dari dua jam per hari dan
sebagian besar perilaku sedentari dilakukan oleh remaja perempuan serta meningkat
seiring bertambahnya usia (Hashem, 2018).
Penelitian pada remaja Brazil menunjukkan bahwa sebagian besar remaja
perempuan (57,33%) mempraktikkan perilaku sedentari dibandingkan dengan remaja
laki-laki (Matias et al., 2018). Penelitian di Jerman menunjukkan perilaku sedentari di
luar jam sekolah pada siswa perempuan cenderung lebih tinggi dibanding pada siswa
laki-laki. Perilaku sedentari yang dilakukan meliputi kegiatan membaca buku, melukis,
mengerjakan kerajinan tangan, dan mendengarkan musik, sedangkan siswa laki-laki
lebih memilih bermain di luar rumah atau berolahraga (Hoffmann et al., 2017). Hasil
penelitian ini sesuai dengan Ndagire et al., (2019) yang menunjukkan bahwa remaja
perempuan lebih banyak melakukan perilaku sedentari dibandingkan remaja laki-laki.
Penelitian di Arab menunjukkan bahwa remaja perempuan cenderung lebih
tinggi melakukan perilaku sedentari dibanding remaja laki-laki dengan proporsi 53,4%.
Aspek budaya yang menekankan perempuan lebih utama di rumah menjadikan remaja
perempuan tidak didorong untuk melakukan aktivitas fisik di luar rumah (Kerkadi et al.,
2019). Hasil penelitian serupa menunjukkan bahwa siswa perempuan menghabiskan
waktu untuk sedentari berbasis layar pada saat weekend dengan intensitas lebih tinggi
dibandingkan siswa laki-laki. Rata-rata aktivitas sedentari siswa perempuan pada saat
weekend adalah 7,72 jam sedangkan pada siswa laki-laki sebesar 1,31 jam. Hal senada
juga terjadi di weekday yang memperlihatkan bahwa perilaku sedentari pada jenis
kelamin perempuan lebih tinggi dibanding siswa laki-laki (Subagyo & Fithroni, 2022).
Peningkatan perilaku sedentari pada anak dan remaja berhubungan dengan adanya
peraturan dari orang tua tentang pembatasan bermain di luar bagi anak perempuan
membuat perilaku sedentari lebih tinggi (Atkin et al., 2013).
Upaya pencegahan perilaku sedentari perlu mempertimbangkan perencanaan
kegiatan berbasis gender. Remaja perempuan perlu didorong untuk lebih banyak
melakukan kegiatan yang aktif ketika di rumah dibandingkan hanya duduk mengobrol
dengan temannya. Tenaga kesehatan perlu melakukan sosialisasi terus menerus kepada
masyarakat dan remaja untuk membatasi perilaku sedentari. Tenaga kesehatan juga
perlu meningkatkan keterampilan agar remaja mau terlibat aktif dalam upaya-upaya
pencegahan perilaku sedentari.

6.3.2 Hubungan Status Ekonomi Keluarga Siswa dengan Perilaku Sedentari


Status ekonomi keluarga siswa diukur menurut tingkat pendapatan/penghasilan
orang tua. Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara status ekonomi keluarga dengan perilaku sedentari. Siswa dengan status ekonomi
rendah memiliki peluang/kemungkinan 3,05 kali untuk melakukan perilaku sedentari ≥
6 jam per hari dibandingkan dengan status ekonomi tinggi. Hasil penelitian ini sejalan
dengan teori ekologi sosial yang menyatakan bahwa status ekonomi keluarga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku individu (Glanz et al., 2008).
Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa status sosial ekonomi mempunyai
hubungan yang signifikan dengan perilaku sedentari siswa. Status sosial ekonomi
seperti penghasilan atau pendidikan orang tua berbanding terbalik dengan perilaku
sedentari yaitu perilaku sedentari cenderung lebih tinggi pada kelompok status sosial
eknomi rendah (Salmon et al., 2011). Perilaku sedentari siswa di Jerman lebih banyak
dilakukan oleh siswa dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah. Remaja dengan
kondisi sosial ekonomi tinggi cenderung lebih sedikit melakukan perilaku sedentari
karena berkaitan dengan kemampuan orangtua mendukung anak hidup aktif dengan
menyediakan peralatan olahraga dan membayar biaya klub olahraga yang cenderung
mahal (Hoffmann et al., 2017).
Menurut penelitian Sheldrick et al., (2018) dan Arihandayani (2019) status sosial
ekonomi keluarga berhubungan dengan perilaku sedentari. Senada dengan hal tersebut,
penelitian pada remaja Brazil menunjukkan bahwa sosial ekonomi tinggi berkorelasi
positif dengan aktivitas fisik yang aktif dan berkorelasi negatif dengan perilaku
sedentari. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perilaku sedentari yang rendah berhubungan
dengan sosial ekonomi tinggi, sedangkan perilaku sedentari yang tinggi berhubungan
dengan sosial ekonomi yang rendah (Matias et al., 2018).
Status sosial ekonomi memiliki peran penting dalam mempengaruhi hasil
kesehatan individu. Menurut WHO (2010), pendapatan, kesehatan dan penyakit di
berbagai negara mengikuti gradien sosial: semakin rendah posisi sosial ekonomi,
semakin buruk kesehatannya. Status sosial dan penghasilan yang lebih tinggi
berhubungan dengan kesehatan yang lebih baik. Perilaku sedentari tinggi pada siswa
yang mempunyai orang tua dengan status ekonomi yang rendah dapat menjadi bahan
advokasi untuk penyediaan media edukasi dan fasilitas umum untuk hidup aktif. Tenaga
kesehatan perlu meningkatkan advokasi kepada lintas program dan lintas sektor terkait
serta dunia usaha dalam rangka penyediaan media edukasi dan fasilitas untuk hidup
aktif. Hal tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif pencegahan perilaku
sedentari.

6.3.3 Hubungan Pengetahuan Siswa dengan Perilaku Sedentari


Hasil analisis penelitian ini didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
pengetahuan dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan pengetahuan tinggi dan
siswa dengan pengetahuan rendah mempunyai peluang yang sama untuk melakukan
perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari. Penelitian ini tidak sejalan dengan teori ekologi
sosial yang dikembangkan oleh Glanz et al., (2008) dan didukung oleh beberapa
penelitian. Berdasarkan teori ekologi sosial, pengetahuan merupakan salah satu faktor
yang berhubungan dengan perilaku individu.
Hasil yang memperkuat hasil penelitian ini terdapat pada penelitian remaja di
Kota Medan yang mendapatkan p-value=0,113 sehingga disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan pengetahuan dengan perilaku sedentari (Sinulingga et al., 2021). Penelitian
lain yang sejalan yaitu penelitian Arihandayani (2019) yang menyebutkan bahwa tidak
ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku sedentari. Penelitian sebelumnya
juga menyebutkan bahwa pengetahuan tentang gaya hidup sedentari tidak berpengaruh
signifikan terhadap praktik gaya hidup sedentari (Aderibigbe et al., 2017). Pengetahuan
responden mengenai perilaku sedentari pada penelitian tersebut tinggi namun pada
praktiknya responden lebih banyak menghabiskan waktu untuk melakukan aktivitas
duduk yang lama dengan dukungan lingkungan yang kondusif untuk duduk dalam
waktu yang terus menerus.
Pengetahuan siswa mengenai perilaku sedentari pada penelitian ini menunjukkan
skor rata-rata 65,10 dan sebanyak 66,3% mempunyai pengetahuan rendah. Pengetahuan
mengenai lama batasan waktu perilaku sedentari hanya sebagian kecil responden yang
sudah mengetahuinya (25,4%). Hal tersebut juga berlaku untuk batasan maksimal
seorang anak dan remaja harus berhenti sejenak selama 10 menit setelah duduk terus-
menerus di depan komputer mengerjakan tugas sekolah yang hanya diketahui oleh
sebagian kecil responden (21,3%). Demikian juga untuk batasan waktu kurang dari 2
jam yang digunakan oleh anak dan remaja setiap hari untuk duduk menonton televisi,
menonton video youtube atau duduk bermain game hanya diketahui oleh 30%
responden. Hasil yg sama ditemukan dari penelitian Arihandayani (2019) mendapatkan
hanya 17,9% responden mengetahui batasan waktu seorang anak dan remaja harus jeda
sejenak setelah duduk terus menerus di depan komputer selama 10 menit dan 40,4 %
responden mengetahui batasan waktu duduk menonton televisi, menonton video di
youtube atau duduk bermain game.
Pengetahuan tentang batasan waktu sedentari masih cukup rendah dapat
disebabkan karena informasi tentang batasan perilaku sedentari masih sangat terbatas.
Media informasi tentang perilaku sedentari yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan
belum menyampaikan batasan waktu maksimal dalam perilaku sedentari. Informasi
yang ada hanya sebatas menginformasikan tentang contoh perilaku sedentari dan
dampak kesehatan yang ditimbulkan (Arihandayani, 2019). Untuk itu, Dinas Kesehatan
perlu menyusun dan memberikan kebijakan terkait strategi komunikasi pencegahan
perilaku sedentari siswa dengan berbagai pendekatan. Dinas Kesehatan juga perlu
menjalin kerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama untuk
menetapkan adanya aturan terkait pembatasan perilaku sedentari.

6.3.4 Hubungan Sikap Siswa dengan Perilaku Sedentari


Sikap siswa merupakan respon siswa terhadap perilaku sedentari. Variabel sikap
siswa terhadap perilaku sedentari pada penelitian ini menunjukkan skor rata-rata 71,10
dan sebanyak 66,3% responden mempunyai sikap negatif. Hasil analisis data pada
penelitian ini disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap siswa dengan
perilaku sedentari siswa. Siswa dengan sikap positif dan siswa dengan sikap negatif
mempunyai peluang yang sama untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari.
Penelitian ini tidak sejalan dengan teori ekologi sosial yang dikembangkan oleh Glanz
et al., (2008) dan didukung oleh beberapa penelitian. Berdasarkan teori ekologi sosial,
sikap merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku individu.
Hasil penelitian yang mendukung penelitian ini adalah penelitian Arihandayani
(2019) yang menyebutkan tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku sedentari.
Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden memiliki sikap negatif yang
menyetujui perilaku sedentari seperti lebih suka berangkat ke sekolah dengan diantar
orang tua naik kendaraan atau naik angkutan umum daripada berjalan kaki atau
mengayuh sepeda, lebih suka naik lift/eskalator daripada naik tangga ketika berada di
mall. Pada sisi lain, sebagian responden juga memiliki sikap positif terkait risiko
menderita penyakit jantung dan darah tinggi saat dewasa akibat kurang gerak dan
banyak duduk.
Variabel sikap tidak berhubungan dengan perilaku sedentari disebabkan oleh
rendahnya tingkat pengetahuan siswa di beberapa aktivitas terkait perilaku sedentari.
Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang dapat membentuk sikap seseorang
(Notoatmodjo, 2014). Suatu perilaku terbentuk melalui proses perubahan: pengetahuan
(knowledge) – sikap (attitude) – praktik (practice). Beberapa penelitian telah
membuktikan hal tersebut, namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses
perubahan perilaku tidak selalu seperti itu. Pada praktik sehari–hari dapat terjadi
sebaliknya seperti seseorang telah berperilaku positif walaupun pengetahuan dan sikap
masih negatif (Adventus et al., 2019). Demikian juga suatu perilaku berisiko kesehatan
seperti perilaku sedentari yang tinggi dapat terjadi walaupun pengetahuan tinggi dan
sikap positif. Walaupun demikian, edukasi terus menerus perlu dilakukan kepada
masyarakat dan remaja agar membatasi perilaku sedentari.

6.4 Hubungan Faktor Interpersonal (Pola Asuh Orang Tua dan Dukungan Teman
Sebaya) dengan Perilaku Sedentari

6.4.1 Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perilaku Sedentari


Pola asuh orang tua merupakan segala hal yang dilakukan oleh orang tua untuk
membentuk perilaku anak yang meliputi peringatan, aturan, pengajaran, perencanaan,
contoh perbuatan, kasih sayang, pujian dan hukuman (Rizki et al., 2017). Hasil
penelitian ini mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola asuh
orang tua dengan perilaku sedentari. Siswa dengan pola asuh orang tua tidak baik
memiliki peluang 8,06 kali untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari
dibandingkan siswa dengan pola asuh orang tua baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan
teori ekologi sosial yang menyatakan bahwa pola asuh orang tua merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi perilaku individu (Glanz et al., 2008).
Menurut penelitian Arihandayani (2019) terdapat hubungan antara pola asuh
orang tua dengan perilaku sedentari. Siswa dengan pola asuh orang tua yang tidak baik
berpeluang 3 kali lebih besar untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam/hari
dibandingkan dengan siswa dengan pola asuh baik. Pada penelitian ini menunjukkan
bahwa hanya sebagian kecil orang tua yang mengajak olahraga pada seminggu terakhir
(12,5%) dan waktu yang dihabiskan berolahraga bersama orang tua/ anggota keluarga
lainnya > 2 jam per minggu juga sangat rendah (16,3%). Peningkatan perilaku sedentari
pada anak dan remaja berhubungan dengan partisipasi keluarga dalam olahraga, waktu
layar akhir pekan ibu yang lebih besar dan adanya peraturan dari orang tua tentang
pembatasan bermain di luar bagi anak perempuan membuat perilaku sedentari lebih
tinggi (Atkin et al., 2013).
Remaja cenderung melakukan perilaku sedentari pada tingkat yang lebih tinggi
jika orang tua atau saudara mereka juga terlibat dalam perilaku sedentari yang tinggi.
(Salmon et al., 2011). Aktivitas duduk yang dianggap sebagai suatu kebiasaan dapat
memicu perilaku sedentari. Remaja melakukan berbagai kegiatan dengan posisi duduk
karena melihat orangtua dan orang disekitarnya melakukan hal tersebut dan dianggap
kebiasaan yang wajar. Keterlibatan langsung orang tua dengan anak melalui role model
atau terlibat dalam aktivitas fisik yang aktif bersama anak secara efektif mengurangi
perilaku sedentari pada anak dan remaja (Albrecht et al., 2019). Anak remaja harus
mendapatkan aktifitas fisik yang sesuai dengan kebutuhannya guna perkembangan fisik
remaja (Subagyo & Fithroni, 2022).
Pada era digital, remaja lebih nyaman dan rela meluangkan lebih banyak waktu
untuk berinteraksi dengan teman-temannya di dunia maya (Zakiyatul Fuadah et al.,
2021). Upaya untuk meminimalkan perilaku sedentari yaitu orang tua selalu waspada
dan terlibat aktif memantau perkembangan remaja. Orang tua juga harus mengikuti
perkembangan zaman karena media elektronik terus berkembang (Owen et al., 2011).
Keluarga yang memiliki televisi dan komputer di dalam rumah serta memiliki televisi di
kamar tidur berhubungan dengan perilaku sedentari (Salmon et al., 2011). Selain itu,
banyak rumah tangga yang menyediakan ponsel atau tablet menjadi alternatif penting
untuk pengganti televisi (Stierlin et al., 2015). Fasilitas elektronik tersebut membuat
remaja banyak menghabiskan waktu layar mereka dan sedentari. Orang tua yang
menetapkan aturan mengenai batasan waktu penggunaan televisi dan komputer
berhubungan dengan tingkat perilaku sedentari remaja yang rendah pada remaja
(Salmon et al., 2011).
Lingkungan rumah merupakan tempat penting di mana remaja menghabiskan
sebagian besar waktu terjaga mereka. Peran orang tua sangat dibutuhkan untuk
memberikan pengawasan dan arahan kepada remaja untuk menghindari aktivitas
sedentari seperti penggunaan gadget dalam waktu terus menerus, bermain video game,
menonton televisi dan duduk-duduk santai terlalu lama. Orang tua juga dapat mengatur
waktu yang dihabiskan anak-anak dan remaja di rumah misalnya dengan menyusun
jadwal, memasukkan berbagai jenis gerakan ke dalam pekerjaan rumah, membatasi
pekerjaan rumah yang tidak banyak bergerak, dan meminimalkan pekerjaan rumah
berbasis layar menjelang waktu tidur.

6.4.2 Hubungan Dukungan Teman Sebaya dengan Perilaku Sedentari


Mead, Hilton, dan Curtis (2001) mengartikan dukungan teman sebaya adalah
sebuah sistem memberi dan menerima bantuan yang didasarkan pada prinsip-prinsip
kunci dari rasa hormat, tanggung jawab bersama, dan kesepakatan bersama tentang apa
yang bermanfaat (Solomon, 2004). Kelompok teman sebaya adalah dunia nyata seorang
remaja dan menjadi tempat remaja menguji diri sendiri dengan orang lain. Kelompok
teman sebaya membuat remaja sepakat menetapkan nilai-nilai yang berlaku adalah
nilai-nilai yang ditentukan oleh teman sebayanya. Keberadaan teman sebaya merupakan
hal dasar untuk seorang remaja dan harus mendapatkan penerimaan yang baik untuk
memperoleh dukungan sosial dari kelompok teman sebayanya (Ristianti, 2016).
Pada penelitian ini mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara dukungan teman sebaya dengan perilaku sedentari. Siswa yang tidak ada
dukungan teman sebaya memiliki peluang 4,5 kali untuk melakukan perilaku sedentari
≥ 6 jam per hari dibandingkan siswa yang mempunyai dukungan teman sebaya. Hasil
penelitian ini sejalan dengan teori ekologi sosial yang menyatakan bahwa dukungan
teman sebaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku individu (Glanz
et al., 2008).
Hasil penelitian ini didukung penelitian yang menyebutkan bahwa terdapat
hubungan antara dukungan teman sebaya dengan perilaku sedentari (Arihandayani,
2019; Lucena et al., 2022). Remaja yang tidak ada dukungan teman sebaya mempunyai
peluang lebih besar untuk melakukan perilaku sedentari (Pradany et al., 2020). Hasil
penelitian ini menyebutkan bahwa sebagian besar responden mempunyai kelompok
pertemanan yang sering bermain bersama (95,4%) dan memiliki lebih dari 3 kelompok
teman (82,9%). Walaupun sebagian besar responden mempunyai kelompok pertemanan,
tetapi sebagian kecil yang mempunyai hobi yang sama dengan kelompok temannya
(2,1%).
Hubungan pertemanan yang terjalin akrab akan membuat semakin mudah
dipengaruhi oleh teman dekat seperti dalam berolahraga. Teman dekat adalah teman
yang biasanya mempunyai gender yang sama, mendukung satu sama lain dan sering
menghabiskan waktu bersama (Chung et al., 2017). Kehadiran teman sebaya
mempengaruhi aktivitas fisik remaja. Studi longitudinal mengungkapkan bahwa anak
laki-laki cenderung lebih dipengaruhi oleh jaringan pertemanan mereka daripada anak
perempuan dimana tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi di anak laki-laki dipengaruhi
oleh tingkat aktivitas fisik yang lebih tinggi pada temannya (Sawka et al., 2013).
Hubungan dengan teman sebaya/sahabat memberikan manfaat positif terhadap
kehidupan pada anak, remaja, dan dewasa (Estiane, 2015). Ikatan remaja dengan orang
tua pada masa remaja semakin berkurang dan semakin mendekatkan diri pada kelompok
teman sebaya. Dukungan yang diperoleh dari teman sebaya dapat memberikan
informasi dan pengaruh positif untuk meningkatkan aktivitas fisik dan pembatasan
aktivitas sedentari. Teman sebaya yang memberikan dukungan untuk melakukan
olahraga bersama di saat luang seperti jalan kaki atau bersepeda bersama, mempunyai
hobi yang sama, membuat kesepakatan untuk membatasi waktu menonton televisi,
menggunakan komputer/laptop dan bermain HP sesuai dengan rekomendasi batasan
waktu sedentari akan berpengaruh terhadap rendahnya perilaku sedentari. Peer
education menjadi intervensi yang menjanjikan dalam mengurangi perilaku sedentari
pada remaja di Cina (Cui et al., 2012). Berdasarkan hal tersebut, pendekatan dukungan
teman sebaya dapat dijadikan salah satu intervensi dalam upaya pencegahan perilaku
sedentari pada remaja.

6.5 Hubungan Faktor Komunitas (Fasilitas Sekolah dan Peraturan Sekolah)


dengan Perilaku Sedentari

6.5.1 Hubungan Fasilitas Sekolah dengan Perilaku Sedentari


Variabel fasilitas sekolah diartikan sebagai persepsi siswa terhadap kecukupan
sarana sekolah yang membuat siswa mengurangi perilaku sedentari seperti tempat parkir
sepeda, trotoar, tempat bermain, atau lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden (67,5%) menyatakan fasilitas sekolah tidak cukup untuk
membuat siswa menghindari perilaku sedentari. Hasil analisis multivariat didapatkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara fasilitas sekolah dengan perilaku sedentari siswa.
Siswa dengan fasilitas sekolah tidak cukup dan siswa dengan fasilitas sekolah cukup
memiliki peluang yang sama untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori ekologi sosial yang menyatakan
bahwa fasilitas sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku
individu (Glanz et al., 2008). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya
seperti penelitian di Norwegia yang mengungkapkan bahwa penyediaan fasilitas
bermain permanen di sekolah tidak berhubungan dengan perilaku sedentari remaja
(Dalene et al., 2016). Penelitian di Amerika menyatakan bahwa fasilitas olahraga di
sekolah kurang dimanfaatkan dan fasilitas tersebut kosong karena di waktu luang
remaja lebih memilih untuk menghabiskan waktunya dengan duduk santai (Bocarro et
al., 2012).
Berdasarkan rincian item pertanyaan didapatkan bahwa persepsi sebagian besar
responden berkaitan dengan tempat penyebrangan di depan sekolah yang cukup
memadai (49,6%) dan memadai (12,5%) serta tempat parkir di sekolah yang cukup
memadai (48,8%) dan memadai (14,6%). Namun demikian, fasilitas yang cukup
memadai ini berpeluang untuk tetap menjadikan siswa melakukan perilaku sedentari.
Hal tersebut dapat disebabkan karena perilaku sedentari berhubungan dengan berbagai
faktor lain seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, sikap, status sosial ekonomi, pola
asuh orang tua, dukungan teman sebaya, pemanfaatan media sosial, dan kebijakan
sekolah (Nafi’ah & Hadi, 2022).
6.5.2 Hubungan Peraturan Sekolah dengan Perilaku Sedentari
Variabel peraturan sekolah diartikan sebagai persepsi siswa terhadap kecukupan
aturan sekolah yang membuat siswa mengurangi perilaku sedentari seperti aturan senam
bersama, kegiatan ekstra kurikuler, dan lama waktu untuk istirahat di sekolah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (52,5%) menyatakan
peraturan sekolah cukup untuk membuat siswa menghindari perilaku sedentari. Hasil
analisis mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peraturan
sekolah dengan perilaku sedentari. Siswa dengan peraturan sekolah tidak cukup
memiliki peluang 1,6 kali untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari
dibandingkan siswa dengan peraturan sekolah cukup.
Variabel peraturan sekolah merupakan variabel confounding. Variabel
confounding adalah variabel yang mempengaruhi variabel-variabel independen dan
variabel dependen tetapi bukan variabel antara. Keberadaan variabel confounding harus
diidentifikasi agar kesimpulan hasil penelitian yang diperoleh tidak salah (Masturoh &
Anggita, 2018). Pada penelitian ini diketahui bahwa peraturan sekolah merupakan
variabel confounding pada hubungan antara dukungan teman sebaya dengan perilaku
sedentari siswa SLTA di Kecamatan Tajurhalang, yang mana peraturan sekolah dapat
mempengaruhi perilaku sedentari siswa SLTA. Hal tersebut dapat dimungkinkan karena
siswa yang mempunyai peraturan sekolah yang cukup terkait perilaku sedentari juga
mempunyai dukungan teman sebaya. Siswa dengan sekolah yang mempunyai aturan
mewajibkan siswa mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan senam bersama dapat juga
mempunyai teman sebaya yang mendukung untuk melakukan olahraga atau kegiatan
fisik bersama di saat waktu luang atau di akhir pekan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori ekologi sosial yang menyatakan bahwa
peraturan sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku individu
(Glanz et al., 2008). Hasil ini didukung penelitian sebelumnya yang menyebutkan
bahwa peraturan sekolah berhubungan dengan perilaku sedentari (Arihandayani, 2019).
Penelitian di Jerman dan Irlandia mengungkapkan bahwa terdapatnya aturan jam
istirahat berhubungan dengan perilaku sedentari (Lubasch et al., 2020).
Sebagian besar responden pada penelitian ini menyatakan bahwa terdapat aturan
waktu jam pelajaran olahraga (94,6%) dan terdapat aturan waktu istirahat di antara jam
pelajaran (93,3%). Persentase yang lebih sedikit yaitu sekolah mewajibkan setiap siswa
mengikuti kegiatan ekstrakurikuler (56,3%) dan sekolah mewajibkan semua siswa untuk
senam bersama (51,3%). Penelitian di Amerika mendapatkan hasil bahwa waktu
istirahat di antara jam pelajaran memberi kesempatan siswa untuk bebas beraktivitas
fisik, bahkan gerakan kecil selama istirahat mengimbangi waktu sedentari di sekolah
dan di rumah dan membantu anak mencapai 60 menit waktu yang disarankan (Murray
& Ramstetter, 2013).
Sekolah merupakan lingkungan terstruktur yang dapat diberikan supervisi oleh
guru dan personel sekolah lainnya dan tempat siswa menghabiskan >50% dari hari
sekolah untuk duduk. Kebijakan sekolah seperti jam pendidikan jasmani, durasi istirahat
pagi lebih dari 15 menit dan istirahat makan siang berhubungan dengan rendahnya
perilaku sedentari siswa (Stierlin et al., 2015). Sekolah diharapkan dapat menghadirkan
lingkungan yang ideal untuk mengintegrasikan intervensi pencegahan perilaku
sedentari. Intervensi yang dapat diberikan yaitu melalui peningkatan aktivitas fisik di
sekolah melalui pendidikan jasmani, pengaturan jam istirahat, dan mewajibkan
mengikuti ekstra kurikuler yang berupa kegiatan fisik. Keberhasilan intervensi tersebut
memerlukan dukungan orangtua, modifikasi lingkungan, dan kebijakan khusus terkait
aktivitas disekolah untuk mendukung pengurangan perilaku sedentari yang dilakukan
siswa (Minges et al., 2016).
Peraturan sekolah mempunyai peran penting untuk mencegah perilaku sedentari
siswa. Instansi kesehatan perlu mengadvokasi Dinas Pendidikan maupun Kementrian
Agama untuk menetapkan adanya aturan sekolah mewajibkan siswa untuk mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler dan senam bersama sebelum pelajaran. Himbauan untuk siswa
keluar dari kelas dan melakukan kegiatan outdoor selama istirahat di antara jam
pelajaran juga penting untuk dilakukan. Instansi kesehatan juga perlu untuk melakukan
penyuluhan mengenai perilaku sedentari, dampak, batasan waktu dan cara mencegahnya
agar siswa lebih memahami dan menghindari perilaku sedentari di luar jam sekolah.
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 58,8% siswa SLTA di Kecamatan
Tajurhalang Kabupaten Bogor tahun 2023 melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam
per hari (kategori tinggi).
2. Aktivitas sedentari tertinggi yang dilakukan di luar jam sekolah yaitu
menggunakan komputer atau gadget untuk kesenangan seperti: main games,
browsing, chatting, e-sport, berselancar di social media dll (42,61%) dan aktivitas
sedentari yang paling sedikit adalah les pelajaran di luar jam sekolah (0,37%).
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar karakteristik responden
dengan jenis kelamin perempuan (63,3%); status ekonomi keluarga rendah
(65,4%); rata-rata skor pengetahuan 65,10, rata-rata sikap 71,01; rata-rata skor
pola asuh orang tua 35,12; rata-rata skor dukungan teman sebaya 36,21; rata-rata
skor fasilitas sekolah 62,08; dan rata-rata skor peraturan sekolah yang cukup
72,50.
4. Faktor individu yang berhubungan dengan perilaku sedentari siswa SLTA di
Kecamatan Tajurhalang tahun 2023 adalah jenis kelamin dan status ekonomi
keluarga siswa. Pengetahuan dan sikap tidak berhubungan dengan perilaku
sedentari siswa.
5. Faktor interpersonal yang berhubungan dengan perilaku sedentari siswa SLTA di
Kecamatan Tajurhalang tahun 2023 adalah pola asuh orang tua dan dukungan
teman sebaya.
6. Faktor komunitas yaitu fasilitas sekolah tidak berhubungan dengan perilaku
sedentari siswa, sedangkan peraturan sekolah merupakan variabel confounding
pada hubungan dukungan teman sebaya dengan perilaku sedentari.
7. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku sedentari pada siswa
SLTA di Kecamatan Tajurhalang tahun 2023 adalah jenis kelamin. Siswa
perempuan berpeluang hampir 12 kali melakukan perilaku sedentari dibanding
siswa laki-laki setelah dikontrol oleh status ekonomi keluarga, pola asuh orang
tua, dukungan teman sebaya dan peraturan sekolah.
7.2 Saran

7.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor


1. Menyusun dan memberikan kebijakan terkait strategi komunikasi pencegahan
perilaku sedentari siswa dengan pendekatan pada tingkat individu, interpersonal
dan komunitas.
2. Menjalin kerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama untuk
menetapkan adanya aturan sekolah mewajibkan siswa untuk mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler dan senam bersama sebelum pelajaran serta adanya himbauan dari
sekolah untuk siswa keluar dari kelas dan melakukan kegiatan outdoor selama
istirahat di antara jam pelajaran.
3. Meningkatkan kerja sama dengan dunia usaha terkait penyediaan media edukasi
untuk mendukung pencegahan perilaku sedentari.

7.2.2 Bagi Puskesmas Tajurhalang Kabupaten Bogor


1. Meningkatkan edukasi dan sosialisasi kepada siswa SLTA mengenai bahaya
perilaku sedentari yang dilakukan secara berkepanjangan.
2. Meningkatkan advokasi kepada lintas sektor untuk mendukung program
pencegahan perilaku sedentari.
3. Meningkatkan kemitraan dengan dunia usaha untuk terlibat dalam penyediaan
media edukasi.
4. Mendorong tenaga kesehatan untuk melakukan upaya pencegahan perilaku
sedentari remaja pada tingkat individu dengan senam bersama remaja terutama
remaja perempuan.
5. Mendorong tenaga kesehatan untuk melakukan upaya pencegahan perilaku
sedentari remaja pada tingkat interpersonal dengan pendekatan teman sebaya.
6. Mendorong tenaga kesehatan untuk melakukan upaya pencegahan perilaku
sedentari remaja pada tingkat komunitas dengan advokasi ke sekolah terkait
peraturan/kebijakan pencegahan perilaku sedentari siswa.

7.2.3 Bagi Institusi Pendidikan


1. Mendorong peraturan dan kebijakan sekolah yang mempromosikan gaya hidup
aktif dan tidak sedentari seperti kewajiban mengikuti senam bersama sebelum jam
pelajaran pertama, mewajibkan mengikuti ekstrakurikuler berupa kegiatan fisik
dan himbauan dari sekolah untuk siswa keluar dari kelas serta melakukan kegiatan
outdoor selama istirahat di antara jam pelajaran.
2. Advokasi penyediaan media edukasi pencegahan perilaku sedentari siswa.
3. Meningkatkan kerja sama dengan Dinas Kesehatan untuk program pencegahan
perilaku sedentari pada siswa.

You might also like