Professional Documents
Culture Documents
Perilaku Sedentari Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (Slta) Di Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor Tahun 2023 Dan Determinannya
Perilaku Sedentari Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (Slta) Di Kecamatan Tajurhalang Kabupaten Bogor Tahun 2023 Dan Determinannya
TESIS
NISWATUN NAFI’AH
NPM. 2106677035
2.1.1 Perilaku
Perilaku mempunyai beberapa pengertian/definisi. Pengertian perilaku dalam
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah reaksi atau tanggapan seseorang dalam
menerima rangsangan. Pengertian perilaku adalah sebagai seperangkat tindakan atau
perbuatan orang dalam melakukan respon dan pada akhirnya menjadi kebiasaan. Hal ini
terjadi akibat nilai-nilai yang dianut oleh manusia tersebut. Perilaku manusia juga
diartikan sebagai tindakan manusia yang dapat diamati dan tidak dapat diamati oleh
orang lain. Interaksi ini dapat berwujud pengetahuan, sikap, dan tindakan. Pengertian
lain dari perilaku yaitu respon organisme terhadap stimulus/rangsangan dari luar
organisme tersebut. Respon organisme ini berupa dua macam yaitu pasif dan aktif.
Respon pasif adalah respon yang terjadi dalam diri (internal) manusia dan tidak dapat
dilihat oleh orang lain secara langsung sedangkan respon aktif adalah respon yang
berwujud perilaku dan terlihat secara langsung (Adventus et al., 2019).
Definisi perilaku menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2014) yaitu respon
manusia terhadap stimulus yang didapatkan dari luar manusia tersebut. Respon
merupakan faktor yang berasal dari dalam diri manusia yang bersangkutan (faktor
internal). Stimulus merupakan faktor dari luar diri manusia (faktor eksternal). Teori
perilaku Skinner didasarkan pada asumsi bahwa perilaku manusia mengikuti hukum dan
disebabkan oleh sesuatu di luar dari lingkungan mereka. Skinner menjelaskan bahwa
perilaku terbagi 2 kelompok meliputi perilaku tertutup dan perilaku terbuka. Perilaku
tertutup (covert behavior) diartikan sebagai respon kepada rangsangan/stimulus yang
belum dapat dilihat dari luar oleh orang lain seperti perasaan, pikiran, pengetahuan,
persepsi, dan sikap. Perilaku terbuka (overt behavior) diartikan sebagai respon dalam
wujud praktik yang dapat dilihat dari luar oleh orang lain.
2.1.2 Sedentari
Dalam bukunya Leitzmann, Jochem, dan Schmid (2018) menjelaskan bahwa
kata sedentari menurut asalnya berasal dari bahasa latin sedere yang mempunyai arti
duduk. Menurut Kamus Bahasa Inggris kata Sedentary mempunyai arti menetap, tidak
berpindah-pindah, duduk terus menerus dan mengerjakan sesuatu dengan duduk.
2. Tingkat interpersonal
Teori perilaku kesehatan pada tingkat interpersonal menganggap bahwa
perilaku individu dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Setiap perasaan dan tingkah
laku individu dipengaruhi oleh pendapat, pemikiran, perilaku, saran, dan dukungan
orang-orang di sekitar individu serta memiliki efek timbal balik pada individu
tersebut. Faktor interpersonal meliputi anggota keluarga, teman/ sahabat, rekan
kerja, profesional kesehatan, dan lain-lain.
3. Tingkat komunitas/masyarakat
McLeroy dan kawan kawan dalam Arihandayani (2019) membagi level
komunitas ini menjadi 3 kelompok yaitu faktor institusional, komunitas dan
kebijakan publik. Faktor institusional diartikan sebagai peraturan, kebijakan, dan
struktur informal yang dapat mempromosikan perilaku yang disarankan. Faktor
komunitas diartikan sebagai standar, norma, atau jaringan sosial yang terdapat
dalam bentuk formal maupun informal pada individu, grup/kelompok, dan
lembaga/organisasi. Faktor kebijakan publik diartikan sebagai kebijakan dan
hukum yang mengatur dan mendukung praktik pencegahan penyakit dan tindakan
yang sehat.
Tabel 2. 1 Review penelitian dan jurnal terkait dengan determinan perilaku sedentari
c. Variabel faktor interpersonal yang meliputi pola asuh orang tua dan dukungan
teman sebaya.
1) Pola asuh orang tua
Menurut penelitian Salmon et al., (2011), Atkin et al., (2013), dan
Arihandayani (2019) terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan
perilaku sedentari.
2) Dukungan teman sebaya
Menurut penelitian Arihandayani (2019), Pradany et al., (2020) dan Lucena et
al., (2022) dukungan teman sebaya berhubungan dengan perilaku sedentari.
d. Variabel komunitas yang meliputi fasilitas sekolah dan peraturan sekolah
1) Fasilitas sekolah
Menurut penelitian Arihandayani (2019), Ferrari et al., (2021) dan Lubasch et
al., (2020) fasilitas sekolah berhubungan dengan perilaku sedentari.
2) Peraturan sekolah
Menurut penelitian Arihandayani (2019) dan Lubasch et al., (2020)
peraturan sekolah berhubungan dengan perilaku sedentari.
Berdasarkan hal di atas, penelitian ini berfokus kepada faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap perilaku sedentari seperti yang tertuang dalam kerangka konsep
berikut ini:
Individu:
Jenis kelamin siswa
Status ekonomi keluarga
siswa
Pengetahuan siswa
Sikap siswa
Komunitas:
Fasilitas sekolah
Peraturan sekolah
43
Universitas Indonesia
44
Universitas Indonesia
45
Berdasarkan tabel 5.2 didapatkan bahwa rata-rata umur responden adalah 16,34
tahun. Umur responden termuda sebesar 15 tahun dan tertua sebesar 18 tahun. Hasil
analisis dapat disimpulkan bahwa 95% rata-rata umur responden diantara 16,25 tahun
s.d 16,43 tahun.
Pada tabel 5.3 terlihat bahwa aktivitas sedentari tertinggi yang dilakukan di luar
jam sekolah yaitu menggunakan komputer atau gadget untuk kesenangan seperti: main
games, browsing, chatting, e-sport, berselancar di social media dll dengan rata-rata
Universitas Indonesia
46
waktu yang digunakan adalah 161 menit per hari (42,61%). Aktivitas sedentari di luar
jam sekolah yang paling sedikit dilakukan adalah les pelajaran di luar jam sekolah
(0,37%). Informasi lain yang telah didapatkan dari hasil penelitian yaitu rata-rata waktu
perilaku sedentari yang dilakukan pada hari masuk sekolah dan pada akhir pekan
sebagai berikut:
Pada tabel 5.4 diketahui bahwa perilaku sedentari siswa lebih banyak dilakukan
pada akhir pekan (Sabtu-Minggu) dengan rata-rata 427 menit (7 jam 7 menit). Rata-rata
waktu sedentari yang dihabiskan siswa pada hari sekolah (Senin-Jumat) lebih sedikit
dibandingkan pada akhir pekan yaitu 358 menit (5 jam 58 menit). Hasil perhitungan
skor total aktivitas sedentari kemudian dikategorikan menurut kategori yang ditetapkan
Kemenkes. Berikutnya didapatkan distribusi perilaku sedentari siswa SLTA di
Kecamatan Tajurhalang yang telah dikategorikan tersaji pada tabel 5.5 berikut ini:
Perilaku Sedentari N %
Rendah (<6 jam per hari) 99 41,3%
Tinggi (≥ 6 jam per hari) 141 58,8%
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5 didapatkan bahwa perilaku sedentari
siswa SLTA Kecamatan Tajurhalang tahun 2023 pada kategori tinggi (≥ 6 jam per hari)
sebanyak 141 siswa (58,8%).
Universitas Indonesia
47
Berdasarkan tabel 5.6 terlihat bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan yaitu sebanyak 152 orang (63,3%). Status ekonomi keluarga pada Siswa
SMA di Kecamatan Tajurhalang sebagian besar mempunyai orang tua dengan
penghasilan < UMR yaitu sebanyak 157 siswa (65,4%). Penghasilan orang tua siswa
terdistribusi tidak normal. Berdasarkan tabel 5.7 didapatkan bahwa penghasilan orang
Universitas Indonesia
48
Universitas Indonesia
49
Berdasarkan tabel 5.8 di atas dapat diketahui bahwa hanya sebagian kecil
responden yang mengetahui batasan waktu perilaku sedentari yaitu sebesar 25,4%. Hal
ini juga berlaku untuk batasan maksimal seorang anak dan remaja harus berhenti
sejenak selama 10 menit setelah duduk terus-menerus di depan komputer mengerjakan
tugas sekolah yang hanya diketahui oleh sebagian kecil responden (21,3%). Skor akhir
variabel pengetahuan didapatkan dengan menjumlahkan nilai dari semua pertanyaan
dan dikonversikan ke dalam persentase dengan nilai ukuran seperti pada tabel berikut:
Tabel 5.9 menunjukkan rata-rata jumlah skor pengetahuan adalah 65,10 dengan
skor minimal 15 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah didapatkan skor
Universitas Indonesia
50
pengetahuan adalah mengkategorikan variabel menjadi kategori rendah jika skor ≤ 75%
dan dikategorikan tinggi jika skor > 75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil bahwa
sebagian besar responden mempunyai pengetahuan rendah yaitu sebesar 159 orang
(66,3%).
Universitas Indonesia
51
Tabel 5.11 menunjukkan rata-rata jumlah skor sikap adalah 71,10 dengan skor
minimal 53 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah didapatkan skor sikap
siswa adalah mengkategorikan variabel sikap siswa ke dalam kategori negatif jika skor
< 75% dan dikategorikan positif jika skor ≥ 75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan
hasil bahwa sebagian besar responden mempunyai sikap negatif yaitu sebesar 159 orang
(66,3%).
Tabel 5. 12 Distribusi Responden Menurut Item Pola Asuh Orang Tua Terhadap
Perilaku Sedentari dalam Seminggu Terakhir di SLTA Kecamatan Tajurhalang
Tahun 2023 (n=240)
Tabel 5.12 memperlihatkan jawaban responden mengenai pola asuh orang tua
terkait perilaku sedentari yang masih tidak baik. Menurut persentase jawaban
responden, hanya sebagian kecil orang tua yang mengajak olahraga pada seminggu
terakhir (12,5%). Pada sisi lain terdapat pola asuh yang baik menurut responden dalam
hal kebiasaan yang paling sering dilakukan bersama keluarga jika libur atau akhir pekan
seperti membersihkan rumah bersama, jalan-jalan ke mall atau rekreasi yaitu sebesar
60,4%. Skor akhir variabel pola asuh diperoleh dengan menjumlahkan nilai dari semua
pertanyaan terkait pola asuh dan dikonversikan ke dalam bentuk persentase dan dengan
nilai ukuran sebagai berikut:
Universitas Indonesia
53
Tabel 5. 13 Deskripsi Nilai Pola Asuh Orang Tua Responden Terhadap Perilaku
Sedentari dalam Seminggu Terakhir di SLTA Kecamatan Tajurhalang Tahun
2023 (n=240)
Ukuran Nilai (Skala 100)
Mean 35,28
Median 33,33
Standar Deviasi 23,919
Minimal 0
Maksimal 100
95% CI 32,24-38,32
Tabel 5.13 menunjukkan rata-rata jumlah skor pola asuh orang tua adalah 35,28
dengan skor minimal 0 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah
didapatkan skor pola asuh orang tua adalah mengkategorikan variabel pola asuh orang
tua ke dalam kategori tidak baik jika skor < 75% dan dikategorikan baik jika skor ≥
75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden
mempunyai pola asuh orang tua yang tidak baik yaitu sebesar 212 orang (88,3%).
Dukungan teman sebaya diartikan ada tidaknya teman sebaya yang dimiliki
untuk mendukung mengurangi perilaku sedentari. Dukungan teman sebaya terkait
perilaku sedentari dilihat dari masing-masing pertanyaan disajikan pada tabel 5.14
berikut ini:
Universitas Indonesia
54
Tabel 5.15 menunjukkan rata-rata jumlah skor dukungan teman sebaya adalah
36,21 dengan skor minimal 0 dan skor maksimal 90. Langkah selanjutnya setelah
didapatkan skor dukungan teman sebaya adalah mengkategorikan variabel dukungan
teman sebaya ke dalam kategori tidak ada dukungan jika skor < 75% dan
dikategorikan ada dukungan jika skor ≥ 75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil
bahwa sebagian besar responden tidak ada dukungan untuk menghindari perilaku
sedentari yaitu sebesar 202 orang (84,2%).
Universitas Indonesia
55
Tabel 5.17 menunjukkan rata-rata jumlah skor fasilitas sekolah adalah 62,08
dengan skor minimal 25 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah
didapatkan skor fasilitas sekolah adalah mengkategorikan variabel fasilitas sekolah ke
Universitas Indonesia
56
dalam kategori tidak cukup jika skor < 75% dan dikategorikan cukup jika skor ≥ 75%.
Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden (67,5%)
menyatakan fasilitas sekolah tidak cukup untuk membuat siswa menghindari perilaku
sedentari.
Variabel peraturan sekolah diartikan sebagai persepsi siswa terhadap kecukupan
aturan sekolah yang membuat siswa mengurangi perilaku sedentari seperti aturan
senam bersama, kegiatan ekstra kurikuler, lama waktu untuk istirahat di sekolah.
Variabel peraturan sekolah dilihat dari masing-masing pertanyaan disajikan pada tabel
5.18 berikut ini:
Universitas Indonesia
57
Tabel 5.19 menunjukkan rata-rata jumlah skor peraturan sekolah adalah 72,50
dengan skor minimal 20 dan skor maksimal 100. Langkah selanjutnya setelah
didapatkan skor peraturan sekolah adalah mengkategorikan variabel peraturan sekolah
ke dalam kategori tidak cukup jika skor < 75% dan dikategorikan cukup jika skor ≥
75%. Berdasarkan tabel 5.6 didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden (52,5%)
menyatakan peraturan sekolah cukup untuk membuat siswa menghindari perilaku
sedentari.
Universitas Indonesia
58
Berdasarkan tabel 5.20, hasil uji chi-square untuk variabel jenis kelamin
didapatkan p-value= 0,0005 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku sedentari siswa. Siswa yang berjenis
kelamin perempuan memiliki peluang hampir 9 kali untuk melakukan perilaku sedentari
≥ 6 jam per hari dibandingkan dengan siswa laki-laki (OR: 8,914; 95% CI 4,881-
16,279).
Hasil uji chi-square untuk variabel status ekonomi keluarga siswa didapatkan p-
value= 0,001 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara
status ekonomi keluarga siswa dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan status
ekonomi rendah memiliki peluang/kemungkinan 2,6 kali untuk melakukan perilaku
sedentari ≥ 6 jam per hari dibandingkan dengan status ekonomi tinggi (OR: 2,636; 95%
CI 1,526-4,554)
Hasil uji chi-square untuk variabel pengetahuan siswa didapatkan p-value= 0,8
sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara pengetahuan siswa dengan
perilaku sedentari siswa. Hasil uji chi-square untuk variabel sikap siswa didapatkan p-
value= 0,563 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan antara sikap siswa
dengan perilaku sedentari siswa.
Berdasarkan tabel 5.21, hasil uji chi-square untuk variabel pola asuh orang tua
didapatkan p-value= 0,0005 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang
Universitas Indonesia
59
signifikan antara pola asuh orang tua dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan
pola asuh orang tua tidak baik memiliki peluang/kemungkinan hampir 11 kali untuk
melakukan perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari dibandingkan siswa dengan pola asuh
orang tua baik (OR: 10,960; 95% CI 3,665-32,771).
Hasil uji chi-square untuk variabel dukungan teman sebaya didapatkan p-value=
0,0005 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan
teman sebaya dengan perilaku sedentari siswa. Siswa yang tidak ada dukungan teman
sebaya memiliki peluang/kemungkinan 8,7 kali untuk melakukan perilaku sedentari ≥ 6
jam per hari dibandingkan siswa yang mempunyai dukungan teman sebaya (OR: 8,727;
95% CI 3,654-20.842).
Berdasarkan tabel 5.22, hasil uji chi-square untuk variabel fasilitas sekolah
didapatkan p-value= 0,009 sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang
signifikan antara fasilitas sekolah dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan
fasilitas sekolah tidak cukup memiliki peluang/kemungkinan 2,1 kali untuk melakukan
perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari dibandingkan siswa dengan fasilitas sekolah cukup
(OR: 2,149; 95% CI 1,240-3,724).
Hasil uji chi-square untuk variabel peraturan sekolah didapatkan p-value= 0,012
sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan yang signifikan antara peraturan sekolah
dengan perilaku sedentari siswa. Siswa dengan peraturan sekolah tidak cukup memiliki
Universitas Indonesia
60
Universitas Indonesia
61
Tabel 5.24 menunjukkan bahwa terdapat 2 variabel yang mempunyai nilai p>
0,05 yaitu fasilitas sekolah dan peraturan sekolah.
a. Tahap 1
Pada tahap 1, variabel peraturan sekolah dikeluarkan terlebih dahulu karena
mempunyai nilai p>0,05 dan nilai p paling besar dibandingkan dengan variabel yang
lain. Setelah itu dilakukan perhitungan perubahan nilai OR seperti pada tabel berikut:
Universitas Indonesia
62
b. Tahap 2
Pada tahap 2, variabel peraturan sekolah dimasukkan kembali dan variabel
fasilitas sekolah dikeluarkan. Pemodelan tahap 2 ini dapat dilihat perubahan nilai OR
seperti pada tabel berikut:
c. Uji Interaksi
Uji interaksi dilakukan pada variabel independen yang diduga secara substansi
ada interaksi. Pada penelitian ini dilakukan uji interaksi antara variabel status ekonomi
keluarga dengan variabel pola asuh orang tua. Hasil dari uji interaksi antar dua
variabel tersebut didapatkan p-value= 0,999, p-value lebih dari 0,05 menunjukkan
bahwa tidak ada interaksi antara variabel status ekonomi keluarga dengan variabel
Universitas Indonesia
63
pola asuh orang tua. Pemodelan telah selesai dan model yang valid adalah pemodelan
tanpa interaksi antar variabel independen. Hasil pemodelan akhir didapatkan seperti
pada tabel 5.27.
Hasil pemodelan akhir multivariat pada tabel 5.27 menunjukkan bahwa terdapat
4 (empat) variabel yang mempunyai hubungan dengan perilaku sedentari yaitu jenis
kelamin, status ekonomi keluarga, pola asuh orang tua dan dukungan teman sebaya,
sedangkan variabel peraturan sekolah merupakan confounding pada hubungan
tersebut. Berdasarkan tabel 5.27, variabel dengan nilai OR terbesar adalah jenis
kelamin dengan nilai OR 11,81 (95% CI 5,829 – 23,934). Dengan demikian, variabel
jenis kelamin adalah variabel yang paling dominan berhubungan dengan perilaku
sedentari siswa SLTA di Kecamatan Tajurhalang, setelah dikontrol oleh status
ekonomi keluarga, pola asuh orang tua, dukungan teman sebaya dan peraturan
sekolah.
Universitas Indonesia
BAB 6
PEMBAHASAN
64
Universitas Indonesia
hasil penelitian di Kecamatan Cibinong mengenai perilaku sedentari didapatkan bahwa
perilaku sedentari
65
Universitas Indonesia
≥ 6 jam/ hari sebanyak 50,62%. Penelitian tersebut mendapatkan rata-rata perilaku
sedentari siswa yaitu 6 jam 12 menit per hari.
Perilaku sedentari yang dilakukan pada hari aktif di luar jam sekolah mempunyai
rata-rata 5 jam 41 menit per hari. Perilaku sedentari remaja lebih banyak dilakukan
ketika hari libur Sabtu dan Minggu yaitu rata-rata 7 jam 30 menit per hari
(Arihandayani, 2019). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa
perilaku sedentari paling sering dilakukan saat hari libur dibandingkan hari sekolah
(Salmon et al., 2011). Peningkatan rata-rata waktu yang digunakan untuk sedentari pada
saat akhir pekan/weekend disebabkan karena peluang waktu untuk melakukan perilaku
sedentari lebih banyak dibandingkan saat hari sekolah/weekday (Setyoadi et al., 2015).
Perilaku sedentari yang tinggi pada penelitian ini sejalan dengan penelitian di
Australia yang menyatakan bahwa remaja menghabiskan rata-rata 7,8 jam/hari dalam
total perilaku sedentari yang dilaporkan sendiri, 4,4 jam/hari dalam waktu layar, 9,1
jam/hari dalam waktu menetap yang diukur dengan ActiGraph, dan 9,5 jam/hari dalam
aktivitas waktu duduk yang diukur oleh Physical Activity Level (PAL) (Arundell et al.,
2019). Penelitian di Kota Debre Berhan Ethiopia mendapatkan bahwa perilaku sedentari
pada remaja dengan lama sedentari >2 jam per hari adalah 65,5% (Mohammed et al.,
2020). Penelitian di Brazil menunjukkan hal yang serupa bahwa remaja melakukan
perilaku sedentari cukup tinggi pada durasi 4 ± 2,7 jam/hari (Matias et al., 2018).
Demikian juga dengan Riset Kesehatan Dasar (2013) menyebutkan bahwa proporsi
masyarakat yang melakukan perilaku sedentari lebih dari 6 jam per hari di Indonesia
adalah 25% dan di Jawa Barat sebesar 33,0%.
Penelitian lain oleh Sari dan Nurhayati (2019) mendapatkan hasil bahwa siswa
melakukan perilaku sedentari dalam kategori tinggi berjumlah 159 siswa (76,44%).
Penelitian pada siswa kelas X MAN Kota Mojokerto menunjukkan bahwa perilaku
sedentari rata-rata 487,3 menit/hari dengan persentase kategori tinggi sebanyak 79,2%
(Pribadi & Nurhayati, 2018). Hasil penelitian di Kota Denpasar, anak usia > 10 tahun
yang melakukan perilaku sedentari selama 6 jam/hari yaitu sebesar 44,0% (Puspita &
Utami, 2020). Pada penelitian lain didapatkan bahwa jumlah remaja di SMA Kota
Bandung yang melakukan perilaku sedentari termasuk kategori tinggi sebanyak 84%
(Maidartati et al., 2022). .
Hasil penelitian ini berdasarkan rincian aktivitas sedentari didapatkan bahwa
aktivitas sedentari tertinggi yang dilakukan di luar jam sekolah yaitu menggunakan
komputer atau gadget untuk kesenangan seperti: main games, browsing, chatting, e-
sport, berselancar di social media dll dengan rata-rata waktu yang digunakan adalah 161
menit per hari (42,61%) dan aktivitas sedentari yang paling sedikit adalah les pelajaran
di luar jam sekolah (0,37%). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa remaja banyak
menghabiskan waktu dengan melakukan perilaku sedentari meliputi kebiasaan
menggunakan gadget, mengerjakan tugas dengan menggunakan internet dan tanpa
internet, menonton televisi, mengikuti kursus/les, mengaji dan berkumpul bersama
teman (Asnita et al., 2020). Perilaku menggunakan komputer untuk kesenangan: main
games, browsing, chatting termasuk tiga besar proporsi perilaku sedentari yang
dilakukan oleh remaja sebesar 14,7% (Arihandayani, 2019). Maidartati et al., (2022)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa aktivitas sedentari terbanyak adalah bermain
handphone (3,72 jam per hari) dan yang termasuk kategori rendah adalah les pelajaran
(0,16 jam/hari). Perilaku sedentari yang paling jarang dilakukan oleh siswa perempuan
adalah les pelajaran di luar jam sekolah (Sari & Nurhayati, 2019).
Komputer dan handphone pada saat ini sudah tidak asing di semua kalangan
terutama remaja. Tempat-tempat yang dilengkapi dengan jaringan internet sangat
mudah ditemukan sehingga remaja sangat leluasa untuk berkomunikasi melalui media
sosial, berselancar di internet, chatting, dan sebagainya (Maidartati et al., 2022).
Fletcher et al., (2014) menyebutkan 56,6% anak remaja memiliki akses ke komputer di
rumah, 37,5% menggunakannya pada hari kerja biasa, 49,4% menggunakan komputer
kelas selama 1 jam/minggu, dan 14,2% bermain game di komputer sekolah selama 5
jam/ minggu. Fajanah et al., (2018) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa proporsi
remaja yang melaporkan waktu layar lebih dari 2 jam per hari adalah 82,5%.
Penggunaan gadget pada siswa di jam belajar (weekdays) dengan durasi 2-4 jam
per hari yaitu sebanyak 50,6% dan meningkat menjadi > 4 jam per hari sebanyak 54%
pada waktu weekend (Ratnayani et al., 2022). Remaja tidak dapat lepas dari gadget di
mana saja seperti halnya saat menunggu angkutan umum di halte mereka juga sibuk
berselancar di internet dengan gadget, bahkan suatu penelitian menyebutkan sebanyak
42,5% responden menggunakan gadget pada saat sedang makan (Ratnayani et al.,
2022). Penggunaan gadget yang dilengkapi internet itulah mempengaruhi tingginya
perilaku sedentari karena penggunaan internet dilakukan tanpa menggerakkan anggota
tubuh selain jari (Maidartati et al., 2022).
Beberapa negara seperti Qatar, New Zealand, Kanada, Jerman, Australia, dan
Turki merekomendasikan untuk remaja tidak melakukan aktivitas/perilaku sedentari
seperti menggunakan komputer, menonton televisi, dan duduk santai lebih dari 2 jam
tanpa jeda istirahat dari perilaku tersebut. Jeda istirahat dalam perilaku sedentari
misalnya ketika posisi berdiam diri atau duduk sudah 2 jam, remaja harus menghentikan
perilaku tersebut dengan berdiri, peregangan, jalan kaki, atau aktivitas yang lainnya
(Leitzmann et al., 2018).
Intensitas perilaku sedentari cenderung meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia (Saragih & Andayani, 2022). Perilaku sedentari merupakan salah satu faktor risiko
penyakit tidak menular yang dapat mengganggu produktivitas siswa. Penyusunan
strategi komunikasi pencegahan perilaku sedentari siswa dengan pendekatan pada
tingkat individu, interpersonal dan komunitas perlu dilakukan oleh Dinas Kesehatan.
Pemberian promosi dan edukasi mengenai perilaku sedentari juga perlu ditekankan pada
batasan waktu yang direkomendasikan untuk sedentari sehingga mencegah dampak
buruk dalam jangka panjang bagi kesehatan individu.
6.3 Hubungan Faktor Individu (Jenis Kelamin, Status Ekonomi Keluarga Siswa,
Pengetahuan dan Sikap Siswa) dengan Perilaku Sedentari
6.4 Hubungan Faktor Interpersonal (Pola Asuh Orang Tua dan Dukungan Teman
Sebaya) dengan Perilaku Sedentari
7.1 Kesimpulan
1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata waktu perilaku sedentari siswa
adalah 6 jam 18 menit per hari. Proporsi perilaku sedentari ≥ 6 jam per hari
(kategori tinggi) pada siswa SLTA sebanyak 58,8%.
2. Aktivitas sedentari tertinggi yang dilakukan di luar jam sekolah yaitu
menggunakan komputer atau gadget untuk kesenangan (42,61%) dan aktivitas
sedentari yang paling sedikit adalah les pelajaran di luar jam sekolah (0,37%).
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden jenis kelamin
perempuan (63,3%); status ekonomi keluarga rendah (65,4%); pengetahuan
rendah (66,3%) dengan rata-rata skor pengetahuan 65,10 dari skala 100, sikap
negatif (66,3%) dengan rata-rata skor sikap 71,01 dari skala 100; pola asuh orang
tua tidak baik (88,3%) dengan rata-rata skor pola asuh orang tua 35,12 dari skala
100; tidak ada dukungan teman sebaya (84,2%) dengan rata-rata skor dukungan
teman sebaya 36,21 dari skala 100; fasilitas sekolah tidak cukup (67,5%) dengan
rata-rata skor fasilitas sekolah 62,08 dari skala 100; dan peraturan sekolah cukup
(52,5%) dengan rata-rata skor peraturan sekolah yang cukup 72,50 dari skala 100.
4. Faktor individu yang berhubungan dengan perilaku sedentari siswa SLTA di
Kecamatan Tajurhalang tahun 2023 adalah jenis kelamin dan status ekonomi
keluarga siswa. Pengetahuan dan sikap tidak berhubungan dengan perilaku
sedentari siswa.
5. Faktor interpersonal yang berhubungan dengan perilaku sedentari siswa SLTA di
Kecamatan Tajurhalang tahun 2023 adalah pola asuh orang tua dan dukungan
teman sebaya.
6. Faktor komunitas yaitu fasilitas sekolah tidak berhubungan dengan perilaku
sedentari siswa, sedangkan peraturan sekolah merupakan variabel confounding.
7. Faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku sedentari pada siswa
SLTA di Kecamatan Tajurhalang tahun 2023 adalah jenis kelamin. Siswa
perempuan berpeluang hampir 12 kali melakukan perilaku sedentari dibanding
siswa laki-laki setelah dikontrol oleh status ekonomi keluarga, pola asuh orang
tua, dukungan teman sebaya dan peraturan sekolah.
80
Universitas Indonesia
7.2 Saran