You are on page 1of 37

TTM 2

Nama : Ryan Firdaus

NIM : 047977609

Matkul : ISBD

Kelas : PIK BKN XVI

RANGKUMAN ARTIKEL

Dampak globalisasi terhadap berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi,
sosial dan budaya dll. Hilangnya budaya asli daerah atau negara, lunturnya nilai-nilai budaya, merosotnya
nasionalisme dan patriotisme, hilangnya kekeluargaan dan gotong royong, hilangnya rasa percaya diri, cara
hidup yang bertentangan dengan kebiasaan kita. Masalah lain yang muncul adalah adanya masalah yang
tidak dapat dihindari terkait dengan keberadaan budaya daerah. Salah satunya adalah melemahnya
kecintaan terhadap budaya yaitu jati diri bangsa, tergerusnya nilai-nilai budaya, munculnya akulturasi
budaya.

terhadap budaya massa. Atau budaya juga dapat diartikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan
atau konsep dimana hal-hal tersebut diwujudkan dalam kesenian tradisional kita. Budaya setiap bangsa
berjuang untuk globalisasi dan menjadi peradaban dunia yang mencakup manusia secara keseluruhan.
Simon Kemoni menjelaskan bahwa globalisasi dalam bentuk alaminya menekankan budaya dan nilai-nilai
budaya yang berbeda.

Proses globalisasi bukanlah suatu proses yang baru dimulai akhir-akhir ini, setelah menyebarnya internet,
TV kabel, dan slogan pasar bebas yang berkaitan dengan program APEC. Seperti pernyataan Sahlins yang
dikutip di atas, setiap masyarakat di muka bumi ini pada dasarnya merupakan suatu “masyarakat global”
(Sahlins, 1994: 387). Proses globalisasi sudah ada sejak dulu dan tak pernah absen dari kehidupan kita.
Indonesia pada masa lalu, pada zaman kerajaan Sriwijaya, Majapahit atau pun pada masa kolonial, selalu
merupakan masyarakat kosmopolitan di mana pengaruh kebudayaan mancanegara dari India, Cina, Arab,
maupun Eropa menemukan tempat persemaian yang subur.

Sumbangsih yang dapat diberikan oleh Antropologi dalam menghadapi era sepertiini adalah dengan
mengungkapkan kodrat setiap kebudayaan yang bersifat dinamis, cair dan hybrid dengan menghindari
serta mengkritik representasi budaya yang bersifat esensialis dan statis. Dengan semakin sadar akan
karakteristik dinamika kebudayaan yang demikian, kita pun akan menjadi sadar bahwa proses globalisasi
dan perubahan budaya tak pernah absen dari kehidupan social manusia. Maka kewaspadaan akan
hilangnya jati diri dalam proses globalisasi tak perlu menjadi kekhawatiran berlebihan yang menjurus pada
xenophobia.

Namun dalam proses ini, negara harus memperkuat dimensi budayanya dan mempertahankan struktur
nilai-nilainya, agar tidak terdesak oleh budaya asing. Perubahan budaya yang terjadi pada masyarakat
tradisional yaitu peralihan dari masyarakat tertutup ke masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai homogen
ke pluralisme nilai dan norma sosial, merupakan salah satu dampak globalisasi. Peristiwa lintas budaya
seperti itu mempengaruhi eksistensi kesenian kita. Sebaliknya, kesenian tradisional kita adalah bagian dari
khasanah budaya bangsa yang harus dilestarikan.

Globalisasi memiliki dampak besar pada budaya. Kontak budaya melalui komunikasi massa
membangkitkan kesadaran dan menerangi keberadaan nilai-nilai budaya lain, berbeda dengan yang
dikenal dan dikenal saat ini. Derasnya globalisasi budaya harus dilawan dengan memperkuat identitas
budaya bangsa. Berbagai kesenian tradisional yang sejatinya merupakan aset kekayaan budaya bangsa,
jangan dijadikan alat atau semboyan orang kaya saja, terutama pemerintahan, pariwisata, politik, dll

Dalam konteks kebudayaan global ada dua kategori pembagian kebudayaan besar, yaitu Kebudayaan Barat
dan Kebudayaan Timur.Bangsa Indonesia yang berada di wilayah Nusantara ini termasuk dalam kategori
Kebudayaan Timur. Artinya nilai-nilai Budaya Timur menjadi acuan atau pedoman normative bagi warga
atau masyarakat etnis yang bersangkutan dalam melakukan aktivitas hidupnya.Nilai-nilai tersebut menjadi
penuntun, pengarah, pembentuk pola fikir, dalam bersikap dan bertindak dalam upaya memenuhi
kebutuhan hidupnya.

a) Matinya Bentuk-Bentuk Kesenian Tradisional/Kearifan Lokal dikarenakan Dampak Teknologi


Budaya Nusantara kini menghadapi tantangan global yang sangat serius , adapun Budaya Nusantara
terdapat di kantong-kantong budaya di seluruh Nusantara termasuk di kota-kota yang memiliki
predikat Urban, Metropolitan, maupun Cosmopolitan.

b) Perubahan Tata Nilai di Masyarakat


Secara tradisional, bangsa-bangsa di wilayah Timur, pada umumnya memiliki orientasi nilai Budaya
yang bersifat mistis, magis, kosmis dan religius.Bangsa yang berorientasi pada nilai Budaya seperti
ini, secara umum ingin hidup menyatu dengan alam karena mereka menyadari bahwa dirinya
merupakan bagian dari alam. Alam sebagai sumber kehidupan memiliki kekuatan atau potensi
tertentu yang memberi atau mempengaruhi hidupnya. (Ratna, 2007:63). Oleh karena itu segala
sesuatunya diarahkan untuk menuju kehidupan yang harmoni dengan alam dan berusaha
menghindari segala hal yang berakibat bertentangan dengan atau melawan alam.Dalam pandangan
seperti itu alam adalah makrokosmos dan manusia adalah mikrokosmos.Oleh karena itu jika ingin
kehidupan ini sejahtera dan selamat, maka manusia sebagai mikrokosmos haruslah berusaha
menyatukan, menyelaraskan atau mengharmoniskan kehidupannya dengan alam sebagai
makrokosmos.
Pengembangan budaya yang secara terus menerus dilakukan dapat mendukung keberlangsungan
kehidupan budaya, yang berpengaruh dan berkarakter, identitas, dan integritas bangsa Indonesia. Hal
itu menjadi salah satu faktor yang menentukan kekuatan atau ketangguhan budaya Indonesia
terhadap pengaruh budaya dari dalam maupun dari luar atau disebabkan oleh faktor internal dan
eksternalnya.

Bentuk budaya Nusantara yang diharapkan mampu menjawab tantangan globalisasi :

a) Perlunya Pemahaman Dan Pemberdayaan Kearifan Lokal


Pentingnya pemberdayaan Kearifan local juga dapat menciptakan, harmonisasi kehidupan tetap
terjaga, dapat menuntun masyarakat untuk selalu bersikap dan berperilaku arif terhadap lingkungan.
b) Kondisi Kearifan Lokal Yang diharapkan
Kearifan lokal yang merupakan bagian dari kebudayaan lokal atau kebudayaan daerah, sebagai
sesuatu yang dibedakan dengan kebudayaan nasional. Pengembangan budaya dilakukan dengan
menanamkan kesadaran terhadap pentingnya kebudayaan dan kearifan lokal bagi kehidupan
masyarakat.Dengan kesadaran itu, maka diharapkan masyarakat luas merasa memiliki dan bangga
terhadap kebudayaannya.

c) Upaya Pemberdayaan Kearifan Lokal


Menurut Edy Sedyawati, pembinaan kebudayaan dapat dikelompokan ke dalam usaha-usaha yang
menurut sifatnya dapat dibagi ke dalam lima kelompok, Yaitu:
• Pemeliharan, perawatan, dan pemugaran
• Penggalian dan pengkajian
• Pengemasan informasi budaya dan penyebarluasannya
• Perangsangan inovasi dan kreasi
• Perumusan nilai-nilai ideal bangsa dan sosialisasinya.

Tujuan pembinaan itu untuk “memperkukuh jati diri bangsa”, memperkuat ketahanan bangsa”,
meningkatkan kesadaran sejarah,” serta memperlancar dialog budaya” ..(Sedyawati : 2007:80).
Untuk melaksanakan kebijakan yang dirumuskan, terdapat beberapa strategi sebagai berikut:

• Revitalisasi kearifan lokal dan jati diri bangsa


• Membentuk lembaga yang mengelola pengembangan budaya.
• Mengimplementasikan peraturan perundang-undangan tentang pemberdayaan kearifan lokal.

Kesimpulan :

Apapun tantangan yang dihadapi Budaya Nusantara di era global. Maka sangatlah penting menumbuhkan
kesadaran bagi generasi muda untuk lebih memahami budaya yang dimilikki bangsa ini dengan
mencintainya, memahami nilai nilai yang terkandung serta melestarikannya..keberadaannya. Dengan cara
memberdayaan kearifan lokal yang tumbuh di kantong-kantong budaya di seluruh persada Nusantara.
Vol. 2 No. 1 Tahun 2021
http://jurnal.staiddimakassar.ac.id/index.
php/adrsb

Dampak Globalisasi terhadap Eksistensi Budaya


Andika
HMI Cabang Gowa Raya, Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
*Correspondence author: andiikaa02@gmail.com

Abstract. Globalization as a door to step into the outside world. Interacting with the
outside world, but the entry of globalization does not only have positive impacts but
also negative impacts. Globalization shifts the values of nationalism and culture that
already exist in Indonesia. Globalization creates various problems in the cultural field,
for example: loss of the original culture of a region or a country, erosion of cultural
values, a decrease in nationalism and patriotism, loss of kinship and mutual cooperation,
loss of self-confidence, a lifestyle that is not in accordance with custom we. Therefore it
is necessary for us to limit which scope of globalization should be applied and which
should be rejected.
Keywords: Globalization, Culture, Identity

Abstrak. Globalisasi sebagai pintu untuk melangkah ke dunia luar. Saling berinteraksi
dengan dunia luar, namun masuknya globalisasi tidak semata mata berdampak positif
tapi ada pula dampak negatif. Globalisasi menggeser nilai nilai nasionalisme dan
kebudayaan yang telah ada di Indonesia. Globalisasi menimbulkan berbagai masalah
dalam bidang kebudayaan,misalnya: hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu
negara, terjadinya erosi nilai-nilai budaya, menurunnya rasa nasionalisme dan
patriotisme, hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong, kehilangan kepercayaan
diri, gaya hidup yang tidak sesuai dengan adat kita. Oleh sebab itu perlulah bagi kita
untuk membatasi lingkup globalisasi yang mana yang harus diterapkan dan yang mana
yang harus ditolak.
Kata Kunci: Globalisasi, Budaya, Identitas

PENDAHULUAN

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 2(1), 2021 |1


Globalisasi sebagai fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak
terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses kehidupan
manusia . Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat
akselerasi proses globalisasi . Globalisasi yang terjadi menyentuh seluruh aspek yang
penting dalam kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan
permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan
globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Globalisasi selalu diperbincangkan oleh
banyak orang, di seluruh dunia .
Dalam globalisasi terkandung suatu pengetian akan hilangnya satu situasi
dimana berbagai pergerakan barang dan jasa antar negara diseluruh dunia dapat
bergerak bebas dan terbuka . Dengan terbukanya satu negara terhadap negara lain,
yang terjadi adalah masuknya bukan hanya barang dan jasa, tetapi juga teknologi,
pola konsumsi, pendidikan, nilai budaya dan lainlain. Konsep akan globalisasi
menurut Robertson (1992), mengacu pada penyempitan dunia secara insentif dan
peningkatan kesadaran kita akan dunia, yaitu semakin meningkatnya koneksi global
dan pemahaman kita akan koneksi tersebut. Proses penyempitan dunia dapat
dipahami dalam konteks institusi modernitas dan intensifikasi kesadaran dunia
dapat dipersepsikan refleksif dengan lebih baik secara budaya.
Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian
orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan
dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil. Sebagian lainnya
menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat dunia dari sisi
gaya hidup, orientasi, dan budaya. Pengertian lain dari globalisasi seperti yang
dikatakan oleh Barker (2004) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi global
ekonomi, sosial, budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di
seluruh penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita. Produksi global atas
produk lokal dan lokalisasi produk global.
Globalisasi dianggap sebagai proses dimana berbagai peristiwa, keputusan dan
kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi
berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain. Proses perkembangan
globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi informasi dan

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 2(1), 2021 |2


komunikasi. Yang akirnya merupakan penggerak globalisasi. Dari kemajuan bidang
ini kemudian mempengaruhi sektorsektor lain dalam kehidupan, seperti bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Di belahan bumi manapun akan dapat
mengakses informasi dari belahan dunia yang lain secara cepat. Hal ini akan terjadi
interaksi antar masyarakat dunia secara luas, yang akhirnya akan saling
mempengaruhi satu sama lain.
Menurut pendapat Krsna (Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme
Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang.internet.public jurnal.september
2005). Sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi
antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu
makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi
berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Teknologi informasi dan
komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Perkembangan
teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan
kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia.Oleh karena itu globalisasi tidak
dapat kita hindari kehadirannya
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu
negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh
positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan
seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain.Di sisi lain
globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan,misalnya :
hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara, terjadinya erosi nilai-nilai
budaya, menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme, hilangnya sifat
kekeluargaan dan gotong royong, kehilangan kepercayaan diri, gaya hidup yang
tidak sesuai dengan adat kita.
Persoalan lain yang muncul adalah mungkin tak terelakkan masalah terhadap
eksistensi kebudayaan daerah, salah satunya adalah terjadinya penurunan rasa cinta
terhadap kebudayaan yang merupakan jati diri suatu bangsa, erosi nilai-nilai budaya,
terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya berkembang menjadi budaya massa.

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 2(1), 2021 |3


METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini digunakan metode pendekatan kualitatif yaitu menerima
informasi dalam bentuk data berupa kalimat atau narasi yang diperoleh melalui
teknik pengumpulan data kualitatif. Penulis melakukan penelusuran literature untuk
mengumpulkan data.
Metode analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode analisis
deskriptif. Data-data yang sudah diperoleh kemudian dianalisis dengan metode
analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif dilakukan dengan menyusun data yang
diperoleh kemudian diinterprestasikan dan dianalisis sehingga memberikan
informasi yang baik(Glinka, 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Konsep Globalisasi
Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang
maknanya ialah universal. Globalisasi adalah sebagai suatu proses menjadikan
sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa
dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali
sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana
orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau
proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan
negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan
baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis,
ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung
oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif
atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah
kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya
praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak
berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh
besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang
lain seperti budaya dan agama.

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 2(1), 2021 |4


Ada beberapa pendapat tentang bahasa globalisasi adalah sebagai
berikut:Internasionalisasi, Liberalisasi, Universalisasi, Westernisasi, Hubungan
transplanetari dan suprateritorialitas.
Menurut Cochrane dan Pain kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi
teoritis yang dapat dilihat, yaitu:
1. Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki
konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia
berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang
diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para
globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses
tersebut.
2. Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan
semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat
dunia yang toleran dan bertanggung jawab. Para globalis pesimis berpendapat
bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya
adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa
sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu
yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok
untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
3. Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka
berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang
ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi
sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami
saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan
perdagangan kapital.
4. Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka
setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis.
Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal
keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya
dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni
melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung".
Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 2(1), 2021 |5


negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan. Adanya globalis pesimis menyebabkan
adanya gerakan anti globalisasi.

Adanya globalis pesimis memang tidak bisa di egah. Karena tiap orang
memiliki daya pikir sendiri sendiri dan kita tidak bisa memaksa kepada setiap orang
untuk menerima munculnya globalisasi.
"Antiglobalisasi" dianggap oleh sebagian orang sebagai gerakan sosial,
sementara yang lainnya menganggapnya sebagai istilah umum yang mencakup
sejumlah gerakan sosial yang berbeda-beda. Apapun juga maksudnya, para peserta
dipersatukan dalam perlawanan terhadap ekonomi dan sistem perdagangan global
saat ini, yang menurut mereka mengikis lingkungan hidup, hak-hak buruh,
kedaulatan nasional, dunia ketiga, dan banyak lagi penyebabpenyebab lainnya.
Namun, orang-orang yang dicap "antiglobalisasi" sering menolak istilah itu,
dan mereka lebih suka menyebut diri mereka sebagai Gerakan Keadilan Global,
Gerakan dari Semua Gerakan atau sejumlah istilah lainnya.
B. Ciri-ciri Globalisasi

Berikut ini ada beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya


fenomena globalisasi di dunia.
1) Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang
seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa
komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa
semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang
berbeda.
2) Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling
bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional,
peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam
World Trade Organization (WTO).
3) Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama
televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita
dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai
halhal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion,
literatur, dan makanan.

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 2(1), 2021 |6


4) Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis
multinasional, inflasi regional dan lain-lain.

C. Globalisasi dan Budaya Daerah


Gaung globalisasi, yang sudah mulai terasa sejak akhir abad ke-20, telah
membuat masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia harus bersiap-siap
menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek kehidupan
bangsa. Salah satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan. Terkait dengan
kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh
masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap
berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang
mencakup gagasan atau ide, dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian
tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan
aspekaspek kejiwaan atau psikologis. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting
artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa
yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil
pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem
dari kebudayaan Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan merupakan salah satu
kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk
keseniannya. Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia
tidak luput dari pengaruh globalisasi.
Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat, hal ini
tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh
akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan
menjadi suatu masalah yang paling krusial atau penting dalam globalisasi, yaitu
kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai oleh negara-negara
maju. Mengakibatkan negara-negara berkembang selalu khawatir akan tertinggal
dalam arus globalisai dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya,
termasuk kesenian kita. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu
mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan transportasi internasional telah
menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa.
Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 2(1), 2021 |7
Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan
menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Simon
Kemoni menjelaskan bahwa globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan
berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini, setiap bangsa akan
berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan perkembangan baru sehingga
mereka dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari kehancuran. Tetapi dalam
proses ini, negara-negara harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan
memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing. Dalam
rangka ini, berbagai bangsa haruslah mendapatkan informasi ilmiah yang
bermanfaat dan menambah pengalaman mereka.
Proses saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar
masyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain telah mengalami
proses dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan berubah merupakan sifat
yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan daerah yang kita
miliki tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah.
Perubahan yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat. Hanya dalam jangka
waktu satu generasi banyak negaranegara berkembang telah berusaha
melaksanakan perubahan kebudayaan, padahal di negaranegara maju perubahan
demikian berlangsung selama beberapa generasi. Pada hakekatnya bangsa
Indonesia, juga bangsa-bangsa lain, berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh
luar. Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang
terjadi dalam proses globalisasi. Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya soal
ekonomi namun juga terkait dengan masalah atau isu makna budaya dimana nilai
dan makna yang terlekat di dalamnya masih tetap berarti.
D. Dampak Globalisasi Terhadap Budaya Lokal (Budaya yang Bertahan atau
Tersisihkan)

Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni


perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari
nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma social
merupakan salh satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan
teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana
Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 2(1), 2021 |8
transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa.
Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi
peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja
khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna
globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Misal kita bisa menyimak tayangan film di tv
yang bermuara dari negara-negara maju melalui stasiun televisi di tanah air. Belum
lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang kini makin
banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Sementara itu, keseniankesenian populer lain
yang tersaji melalui kaset, vcd, dan dvd yang berasal dari manca negara pun makin
marak kehadirannya di tengahtengah kita. Fakta yang demikian memberikan bukti
tentang betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil
memegang kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga.
Peristiwa transkultural seperti itu akan berpengaruh terhadap keberadaan
kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah
kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Di saat yang lain dengan
teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak
alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih
menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan teknologi kita
bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal
dari berbagai belahan bumi. Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat
semakin tersisihnya kesenian tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat
Indonesia yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia.
Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses
industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian
kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian-
kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun
demikian, bukan berarti semua kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada
berbagai kesenian yang masih menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif
terus berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi.
Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi
sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 2(1), 2021 |9


beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati
berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan
mereka. Misalnya saja kesenian tradisional wayang orang kini tampak sepi. Hal ini
sangat disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu bentuk kesenian
tradisional Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan merupakan
salah satu agen penanaman nilai-nilai moral yang baik.
Contoh lainnya adalah kesenian Ludruk, ketoprak sekarang ini tengah
mengalami “mati suri”. Wayang orang dan ludruk merupakan contoh kecil dari
mulai terdepaknya kesenian tradisional akibat globalisasi. Bisa jadi fenomena
demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa tradisional, melainkan juga dalam
berbagai ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat di Indonesia. Sekalipun
demikian bukan berarti semua kesenian tradisional mati begitu saja dengan
merebaknya globalisasi. Di sisi lain, ada beberapa seni pertunjukan yang tetap eksis
tetapi telah mengalami perubahan fungsi.
Ada pula kesenian yang mampu beradaptasi dan mentransformasikan diri
dengan teknologi komunikasi yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat,
misalnya saja kesenian tradisional “Ketoprak” yang dipopulerkan ke layar kaca oleh
kelompok Srimulat. Kenyataan di atas menunjukkan kesenian ketoprak
sesungguhnya memiliki penggemar tersendiri, terutama ketoprak yang disajikan
dalam bentuk siaran televisi, bukan ketoprak panggung. Dari segi bentuk
pementasan atau penyajian, ketoprak termasuk kesenian tradisional yang telah
terbukti mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.
Selain ketoprak masih ada kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu
beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu wayang kulit. Arus globalisasi saat ini
telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia .
Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah
kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian
budaya. Perkembangan 3T (Transportasi, Telekomunikasi, dan Teknologi)
mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri.
Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan bergeser
dengan budaya barat. Globalisasi telah merasuki berbagai sistem nilai sosial dan

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 2(1), 2021 | 10


budaya (termasuk Indonesia ) sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi
dan nilai-nilai asli.
Peran kebijaksanaan pemerintah yang harus lebih mengarah kepada
pertimbangan-pertimbangan cultural atau budaya dari pada semata-mata hannya
ekonomi yang merugikan suatu perkembangan kebudayaan. Maka pemerintah
perlu mengembalikan fungsi pemerintah sebagai pelindung dan pengayom
kesenian-kesenian tradisional tanpa harus turut campur dalam proses estetikanya.
Memang diakui bahwa kesenian rakyat saat ini membutuhkan dana dan bantuan
pemerintah sehingga sulit untuk menghindari keterlibatan pemerintah dan bagi
para seniman rakyat ini merupakan sesuatu yang sulit pula membuat keputusan
sendiri untuk sesuai dengan keaslian (oroginalitas) yang diinginkan para seniman
rakyat tersebut.
Oleh karena itu pemerintah harus „melakoni‟ dengan benar-benar peranannya
sebagai pengayom yang melindungi keaslian dan perkembangan secara estetis
kesenian rakyat tersebut tanpa harus merubah dan menyesuaikan dengan
kebijakan-kebijakan politik. Globalisasi informasi dan budaya yang terjadi menjelang
millenium baru seperti saat ini adalah sesuatu yang tak dapat dielakkan. Kita harus
beradaptasi dengannya karena banyak manfaat yang bisa diperoleh. Harus diakui
bahwa teknologi komunikasi sebagai salah produk dari modernisasi bermanfaat
besar bagi terciptanya dialog dan demokratisasi budaya secara masal dan merata.
Globalisasi mempunyai dampak yang besar terhadap budaya. Kontak budaya
melalui media massa menyadarkan dan memberikan informasi tentang keberadaan
nilainilai budaya lain yang berbeda dari yang dimiliki dan dikenal selama ini. Kontak
budaya ini memberikan masukan yang penting bagi perubahan-perubahan dan
pengembangan-pengembangan nilainilai dan persepsi dikalangan masyarakat yang
terlibat dalam proses ini. Kesenian bangsa Indonesia yang memiliki kekuatan etnis
dari berbagai macam daerah juga tidak dapat lepas dari pengaruh kontak budaya ini.
Sehingga untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan-
perubahan diperlukan pengembanganpengembangan yang bersifat global namun
tetap bercirikan kekuatan lokal atau etnis.

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 2(1), 2021 | 11


Globalisasi budaya yang begitu pesat harus diantisipasi dengan memperkuat
identitas kebudayaan nasional. Berbagai kesenian tradisional yang sesungguhnya
menjadi aset kekayaan kebudayaan nasional jangan sampai hanya menjadi alat atau
slogan para pemegang kebijaksanaan, khususnya pemerintah, dalam rangka
keperluan turisme, politik dsb. Selama ini pembinaan dan pengembangan kesenian
tradisional yang dilakukan lembaga pemerintah masih sebatas pada unsur
formalitas belaka, tanpa menyentuh esensi kehidupan kesenian yang bersangkutan.
Akibatnya, kesenian tradisional tersebut bukannya berkembang dan lestari, namun
justru semakin dijauhi masyarakat. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi oleh
kesenian rakyat cukup berat. Karena pada era teknologi dan komunikasi yang
sangat canggih dan modern ini masyarakat dihadapkan kepada banyaknya alternatif
sebagai pilihan, baik dalam menentukan kualitas maupun selera. Hal ini sangat
memungkinkan keberadaan dan eksistensi kesenian rakyat dapat dipandang dengan
sebelah mata oleh masyarakat, jika dibandingkan dengan kesenian modern yang
merupakan imbas dari budaya pop. Untuk menghadapi hal-hal tersebut di atas ada
beberapa alternatif untuk mengatasinya, yaitu meningkatkan Sumber Daya Manusia
(SDM ) bagi para seniman rakyat. Selain itu, mengembalikan peran aparat
pemerintah sebagai pengayom dan pelindung, dan bukan sebaliknya justru
menghancurkannya demi kekuasaan dan pembangunan yang berorientasi pada
dana-dana proyek atau dana-dana untuk pembangunan dalam bidang ekonomi saja.

KESIMPULAN
Pengaruh globalisasi disatu sisi ternyata menimbulkan pengaruh yang negatif
bagi kebudayaan bangsa Indonesia . Norma-norma yang terkandung dalam
kebudayaan bangsa Indonesia perlahan-lahan mulai pudar. Gencarnya serbuan
teknologi disertai nilai-nilai interinsik yang diberlakukan di dalamnya, telah
menimbulkan isu mengenai globalisasi dan pada akhirnya menimbulkan nilai baru
tentang kesatuan dunia. Bila globalisasi telah mendunia dan tidak dapat dipisahkan
dalam segala aspek kehidupan kita maka dengan demikian dapat dikatakan negara
Menjadi satu dalam lingkup globalisasi.

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 2(1), 2021 | 12


Oleh karena itu perlu dipertahanan aspek sosial budaya Indonesia sebagai
identitas bangsa. Caranya adalah dengan penyaringan budaya yang masuk ke
Indonesia dan pelestarian budaya bangsa. Bagimasyarakat yang mencoba
mengembangkan seni tradisional menjadi bagian dari kehidupan modern, tentu
akan terus berupaya memodifikasi bentuk-bentuk seni yang masih berpolakan masa
lalu untuk dijadikan komoditi yang dapat dikonsumsi masyarakat modern.
Budaya daerah adalah kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya
dan tidak dimiliki bangsabangsa asing. Oleh sebab itu, sebagai penerus yang
merupakan pewaris budaya bangsa, kita akan selalu memelihara seni budaya yang
sangat mahal. Dengan globalisasi yang memudahkan manusia dalam kehidupan,
tetapi eksistensi budaya daerah harus tetap dipertahankan.

DAFTAR PUSTAKA
Poloma, Margareth. 2010, Sosiologi Kontemporer, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Mansyur, Fakih. 2011, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Insis Press,
Yogyakarta
Hirst, Paul. 2001, Globalisasi Adalah Mitos, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta
Wardhana, Wisnu A. 2010, Dampak Pemanasan Global, Andi Ofset, Yogyakarta
Soekanto, Soerdjono. 2006, Sosiologi Suatu Pengantar Raja Grafindo Persada,
Jakarta
Nur, A. (2020). Paradigma Masyarakat dan Keredupan Masa Depan Pendidikan di
Desa (Potret Pendidikan Masyarakat Desa Allamungeng Patue, Kabupaten
Bone, Sulawesi Selatan).
Nur, A. (2021). Fundamentalisme, Radikalisme dan Gerakan Islam di Indonesia:
Kajian Kritis Pemikiran Islam. Al-Ubudiyah: Jurnal Pendidikan dan Studi
Islam, 2(1), 28-36.
Hanapi, S. R. R., & Nur, A. (2020). Budaya Konsumerisme dan Kehidupan Modern;
Menelaah Gaya Hidup Kader Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Gowa
Raya. Jurnal Khitah: Kajian Islam, Budaya dan Humaniora, 1(1), 42-49.

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 2(1), 2021 | 13


Nur, A. (2021). Fundamentalisme, Radikalisme dan Gerakan Islam di Indonesia:
Kajian Kritis Pemikiran Islam. Al-Ubudiyah: Jurnal Pendidikan dan Studi
Islam, 2(1), 28-36.
Nur, A. (2020). Sastra Populer dan Kekalahan Diskursus Kemasyarakatan.
Nur, A. (2020). Mistisisme tradisi mappadendang di Desa Allamungeng Patue,
Kabupaten Bone. Jurnal Khitah: Kajian Islam, Budaya dan Humaniora, 1(1), 1-16.
Makmur, Z., Arsyam, M., & Alwi, A. M. S. (2020). Strategi Komunikasi Pembelajaran
Di Rumah Dalam Lingkungan Keluarga Masa Pandemi. KOMUNIDA: Media
Komunikasi dan Dakwah, 10(02), 231-241.
Makmur, Z., Arsyam, M., & Delukman, D. (2021). The Final Destination's
uncomfortable vision to the environmental ethics. Journal of Advanced
English Studies, 4(2), 76-82.
Nur, A. (2020). Interelasi Masyarakat Adat Kajang dan Pola Kehidupan Modern.
Nur, A. (2021). The Culture Reproduction In the Charles Dickens’ Novel “Great
Expectations” (Pierre-Felix Bourdieu Theory). International Journal of Cultural
and Art Studies, 5(1), 10-20. https://doi.org/10.32734/ijcas.v5i1.4866
Nur, A. (2021, December). GHAZWUL FIKR AND CAPITALISM SPECTRUM: ISLAMIC
STUDENTS ON OLIGARCHY SHADES. In Proceedings of the International
Conference on Social and Islamic Studies (SIS) 2021.
Nur, A. (2020). Mistisisme tradisi mappadendang di Desa Allamungeng Patue,
Kabupaten Bone. Jurnal Khitah: Kajian Islam, Budaya dan Humaniora, 1(1), 1-16.
Nur, A., & Makmur, Z. (2020). Implementasi Gagasan Keindonesiaan Himpunan
Mahasiswa Islam; Mewujudkan Konsep Masyarakat Madani Indonesian
Discourse Implementation of Islamic Student Association; Realizing Civil
Society Concept. Jurnal Khitah, 1(1).
Syam, M. T., Makmur, Z., & Nur, A. (2020). Social Distance Into Factual Information
Distance about COVID-19 in Indonesia Whatsapp Groups. Jurnal Ilmu
Komunikasi, 18(3), 269-279

Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial dan Budaya 2(1), 2021 | 14


JURNAL CAKRAWARTI, Vol. 01, No. 02, Agst 2018- Jan2019 ISSN: 2620-5173

Globalisasi dan Perubahan Budaya:


Perspektif Teori Kebudayaan Modern

I Gusti Ngurah Mayun Susandhika


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
ngurah_yun@yahoo.co.id

Abstract - Makalah ini membahas relevansi teori budaya untuk memahami globalisasi
dan perubahan budaya yang terjadi di Indonesia. Isu globalisasi dan perubahan budaya
baru-baru ini menonjol dalam berbagai wacana di Indonesia, terutama dalam kaitannya
dengan pertanyaan tentang bagaimana Indonesia adalah identitas budaya yang harus di-
jaga dalam menghadapi proses global seperti itu. Makalah ini berpendapat bahwa teori
budaya kontemporer dapat membantu kita memahami konsep-konsep seperti budaya na-
sional dan identitas bukan sebagai entitas statis, esensialis, melainkan sebagai konstruksi
sosial yang dinamis yang terus direproduksi dan diinovasi oleh subyek individu. Argumen
seperti itu dikemukakan dalam makalah ini dengan memperkenalkan aspek-aspek teori
budaya yang belum mendapat banyak perhatian di Indonesia, yaitu praktik, proses, kon-
teks dan wacana tentang konstruksi budaya.
Kata kunci: Budaya, Globalisasi

Abstract - This paper discusses the relevance of culture theories for understanding glo-
balization and cultural change taking place in Indonesia. The issue of globalization and
cultural change has recently figured prominently in various discourses in Indonesia, es-
pecially in relation to the question of how Indonesia is cultural identities should be main-
tained in the face of such a global process. This paper argues that the contemporary cul-
ture theory can help us understand such concepts as national culture and identity not as a
static, essentialist entity, but rather as a dynamic social construction that is continuously
reproduced and innovated by individual subjects. Such an argument is put forth in this
paper by introducing aspects of culture theory that have not received much attention in
Indonesia, i.e. practice, process, context and discourse concerning cultural construction.

Keywords: culture, globalization

PENDAHULUAN mempertajam pengertian kebudayaan se-


Makalah ini bertujuan membahas ma- bagai “pola-pola arti yang terwujud sebagai
salah “Globalisasi dan Perubahan Budaya” simbol-simbol yang diwariskan secara his-
dari perspektif teori kebudayaan yang tel- toris.......... dengan bantuan mana manu-
ah berkembang dalam Antropologi secara sia mengomunikasikan, melestarikan, dan
khusus menyoroti teori-teori kebudayaan mengembangkan pengetahuan serta sikap
mutakhir dan modern. Modern semakin terhadap hidup” (1973: 89), teori-teori
berkembang menjadi acuan penelitian ini. kebudayaan telah memberi berbagai sum-
Antropologi adalah suatu displin ilmu bangsih bagi pemahaman kehidupan so-
yang telah lama berusaha merumuskan sial.
konsep kebudayaan sebagai salah satu Dalam perkembangannya di Indone-
konstruksi teoritis utama dalam peneli- sia, Antropologi juga telah menghasilkan
tian sosial. Mulai dari definisi kebudayaan beragam teori kebudayaan. Koentjaranin-
“klasik” seperti yang berasal dari Tylor, grat (1985: 180), misalnya pada dekade
yang melihat kebudayaan sebagai “suatu 1970-an mendefinisikan kebudayaan se-
kesatuan kompleks yang terdiri dari pen- bagai keseluruhan sistem gagasan, tinda-
getahuan, kepercayaan, hukum, moralitas, kan dan hasil karya manusia dalam rangka
dan adat-istiadat”, hingga pendekatan in- kehidupan masyarakat yang dijadikan mi-
terpretatif Clifford Geertz yang mencoba lik manusia dengan belajar. Di awal dekade

I Gusti Ngurah Agung Susandhika 1


JURNAL CAKRAWARTI, Vol. 01, No. 02, Agst 2018- Jan2019 ISSN: 2620-5173

1980-an Parsudi Suparlan (1986) mencoba Sebaliknya, dengan memahami bagaimana


melihat kebudayaan sebagai pengetahuan kebudayaan itu dikonstruksi melalui wa-
yang bersifat operasional, yaitu sebagai ke- cana dan praksis, misalnya dapat meman-
seluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh faatkan proses globalisasi sebagai sarana
manusia sebagai makhluk sosial; yang isin- untuk memperkaya kemajemukan kebu-
ya adalah perangkat-perangkat dan mod- dayaan-kebudayaan di Indonesia.
el-model pengetahuan yang secara selek-
tif dapat digunakan untuk memahami dan PRAKSIS, PROSES, DAN KONTEKS
menginterpretasi lingkungan yang dihada- Pendekatan interpretatif Clifford
pi; dan untuk mendorong dan menciptakan Geertz yang melihat kebudayaan sebagai
tindakan-tindakan yang diperlukannya. “suatu sistem konsepsi yang diwariskan
Dalam membahas masalah “Global- (dari generasi sebelumnya) dan diek-
isasi dan Perubahan Budaya” makalah ini spresikan dalam bentuk simbolik; dengan
akan menyoroti teori-teori kebudayaan bantuan kebudayaan manusia mengomu-
mutakhir yang berkembang setelah tampil- nikasikan, mengabadikan, dan mengem-
nya pendekatan interpretatif Geertz mau- bangkan pengetahuan dan sikap terhadap
pun definisi kebudayaan yang operasional kehidupan (1973: 89)” telah banyak me-
seperti dikemukakan Suparlan. Teori-teori mengaruhi kajian-kajian Antropologi sejak
kebudayaan demikian, yang sering dijuluki tahun 1970-an hingga pertengahan 1980-
beragam sebutan seperti “post-modernis”, an.
“post-strukturalis”, “repleksif”, dan lain- Berdasarkan konsep kebudayaan de-
lain, berusaha menghindari esensialisme mikian, dalam pendekatan interpretatif
dan reifikasi dalam penggambaran suatu Geertz “agama” misalnya diteliti sebagai
kebudayaan, dengan menekankan berb- suatu “sistem kebudayaan” yang didefi-
agai aspek kebudayaan yang sebelumnya nisikan sebagai “suatu sistem simbol yang
kurang menonjol dalam bahasan Antro- bertindak untuk meningkatkan suasana
pologis, seperti: (1) wacana (eg. Foucault, hati (moods) dan motivasi (motivations)
1980; Said, 1978); (2) praksis (Alam, yang kuat, mendalam dan bertahan lama,
1995a, 1995b, 1997; Bourdieu, 1977); (3) dengan cara memformulasikan konsep-
proses (Moore, 1987); dan (4) kebudayaan si-konsepsi mengenai tatanan dasar alam
sebagai konteks (Keesing, 1994; Sahlins, dan kehidupan, dengan menyelimuti kon-
1994). sepsi-konsepsi tersebut dengan suatu sua-
Teori-teori kebudayaan demikian sana yang faktual sehingga suasana hati
membantu kita memahami secara lebih rin- dan motivasi yang ditimbulkannya terasa
ci implikasi proses “Globalisasi dan Peru- nyata” (1973: 90).
bahan Budaya” yang sering menjadi pokok Walaupun pendekatan interpretatif
bahasan di negeri kita dewasa ini. Misalnya demikian telah memberikan sumbangsih
saja, studi-studi antropologis yang bertum- besar dalam memperkaya pengertian kita
pu pada teori-teori ini menunjukkan bah- akan makna-makna yang terkandung dalam
wa proses globalisasi bukanlah suatu pros- kehidupan sosial dan kehidupan beragama
es yang baru mulai akhir-akhir ini, yang pada umumnya, kelemahan-kelemahann-
disebabkan oleh lonjakan perkembangan ya telah banyak dikritik sejak pertengahan
sistem komunikasi, tapi sejak masa lalu se- tahun 1980-an (eg. Clifford, 1988: 40 --
tiap masyarakat di muka bumi ini merupa- 41; Crapanzano, 1988; Shankman, 1984).
kan suatu “masyarakat global” (Sahlins, Salah satu kritik yang paling tajam dalam
1994: 397). Begitu juga, kemajemukan mengungkapkan kelemahan konsep kebu-
kebudayaan terwujud bukan karena ter- dayaan Geertz adalah yang dikemukakan
isolasinya kelompok-kelompok sosial, me- oleh Asad (1983).
lainkan justru karena adanya kontak secara Kritik Asad sebenarnya ditujukan ke-
terus-menerus antara kelompok-kelompok pada definisi agama Geertz, namun kri-
tersebut (Lévi-Strauss, dikutip dalam Sah- tiknya juga mengungkapkan kelemahan
lins, 1994: 387). konsep kebudayaannya. Menurut Asad
Temuan-temuan demikian mengajar- (1983: 50), walaupun definisi agama yang
kan kita bahwa proses “Globalisasi dan dikemukakan oleh Geertz sangat kaya da-
Perubahan Budaya” tidak perlu dihadapi lam menggambarkan bagaimana agama
dengan sikap menutup diri yang ekstrim. membentuk pengetahuan dan sikap manu-
I Gusti Ngurah Agung Susandhika 2
JURNAL CAKRAWARTI, Vol. 01, No. 02, Agst 2018- Jan2019 ISSN: 2620-5173

sia terhadap hidup, definisi ini sama sekali ologi Weber dan pendekatan interpretatif
tidak menyinggung proses sebaliknya, yai- Geertz, lihat tulisan James Peacock ber-
tu bagaimana kehidupan manusia memen- judul “The Third Stream: Weber, Parson,
garuhi, mengondisikan, dan membentuk Geertz” (1981)). Berbeda dengan konsep
simbol-simbol keagamaan. Dengan kata tindakan yang dalam tradisi sosiologi We-
lain, definisi agama yang demikian meng- ber cenderung dilihat sebagai pencerminan
gambarkan hubungan antara simbol-sim- ide-ide yang terkandung dalam kebudayaan
bol keagamaan dan kehidupan sosial se- si pelaku, konsep praksis menekankan
bagai suatu “hubungan satu arah” di mana adanya hubungan timbal balik antara si
simbol-simbol keagamaan yang mengin- pelaku dan apa yang oleh Bourdieu disebut
formasikan, memengaruhi, dan mem- sebagai “struktur objektif” yang mencakup
bentuk kehidupan sosial. Dengan melihat juga “kebudayaan” sebagai sistem konsepsi
simbol-simbol keagamaan sebagai suatu yang diwariskan dari generasi ke generasi
yang sui generis, sama sekali tidak ditun- (Bourdieu, 1977: 83). Bourdieu menggam-
jukkan dalam definisi Geertz ini bagaima- barkan hubungan timbal balik di antara
na perspektif keagamaan dipengaruhi oleh keduanya sebagai (1) struktur objektif di-
pengalaman-pengalaman manusia dalam reproduksi secara terus-menerus dalam
kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut Asad praksis para pelakunya yang berada dalam
mengemukakan bahwa kelemahan utama kondisi historis tertentu; (2) dalam proses
pendekatan Geertz ini disebabkan oleh tersebut para pelaku mengartikulasikan
definisi kebudayaan sebagai “suatu totali- dan mengapropriasi simbol-simbol bu-
tas arti yang bersifat a priori (seolah-olah daya yang terdapat dalam struktur objektif
diterima “jadi” dari generasi sebelumnya), sebagai tindakan strategis dalam konteks
yang sama sekali dipisahkan dari proses sosial tertentu; (3) sehingga proses timbal
pembentukan kekuasaan dan efek-efeknya” balik secara terus-menerus antara praksis
(a notion of culture as an a priori totality of dan struktur objektif dapat menghasilkan
meanings, divorced from processes of for- baik perubahan maupun konstinuitas.
mation and effects of power) (Asad, 1983: Pemahaman konsep praksis sesung-
251). Sebagai akibat dari konsepsi kebu- guhnya memerlukan pembahasan kon-
dayaan demikian, menurut Asad terwu- sep-konsep Bourdieu lainnya, seperti hab-
judlah dalam pendekatan Geertz “jurang itus, doxa, dan lain-lain, namun hal itu
pemisah” (hiatus) antara “sistem kebu- tidak dapat dilakukan dalam presentasi
dayaan” dan “realitas sosial” (1983: 252). ini. Implikasi utama dari konsep praksis
Konsep teoritis yang mencoba mengisi seperti yang dijabarkan di atas, khususn-
kelemahan definisi kebudayaan demikian ya bagi konsep kebudayaan, ialah bahwa
adalah konsep practice, yang dalam maka- simbol-simbol maupun konsepsi-konsepsi
lah ini diterjemahkan sebagai “praksis”. yang terkandung dalam suatu kebudayaan
Konsep ini dikemukakan oleh Bourdieu senantiasa bersifat cair, dinamis, dan se-
(1977) pada akhir tahun 1970-an, tetapi mentara, karena keberadaannya tergantung
mulai menarik perhatian para antropolog pada praksis para pelakunya yang berada
baru pada pertengahan tahun 1980-an (eg. pada konteks sosial tertentu, yang sudah
Moore, 1987; Ohnuki-Tierney, 1995; Ort- barang tentu mempunyai “kepentingan”
ner, 1984), bahkan ada artikel yang secara tertentu. Kebudayaan dalam arti ini mer-
eksplisit membandingkan konsep kebu- upakan suatu konstruksi sosial yang ber-
dayaan Geertz dan Bourdieu (Lee, 1988). kaitan erat dengan kepentingan maupun
Dalam presentasi ini tidak dapat diber- kekuasaan yang dimiliki si pelaku. Pen-
ikan uraian rinci mengenai teori praksis gertian kebudayaan sebagai praksis sep-
Bourdieu karena terbatasnya waktu. Pokok erti ini sama sekali tidak terungkap dalam
pikiran teori praksis yang paling relevan pendekatan interpretatif yang telah lama
dalam pembahasan ini adalah bahwa kon- mendominasi kajian-kajian antropologis.
sep “praksis” (practice) Bourdieu dibeda- Implikasi lainnya dari konsep kebu-
kan dari konsep “tindakan” (action) yang dayaan demikian adalah bahwa kebudayaan
merupakan salah satu konstruksi teoritis sebagai senantiasa terwujud sebagai pros-
utama sosiologi Weber, yang diwariskan es; proses interaksi timbal balik antara si
dalam pendekatan interpretatif Geertz pelaku dan simbol-simbol budaya dalam
(Mengenai hubungan antara tradisi sosi- upaya si pelaku untuk mengartikulasikan
I Gusti Ngurah Agung Susandhika 3
JURNAL CAKRAWARTI, Vol. 01, No. 02, Agst 2018- Jan2019 ISSN: 2620-5173

dan mengapropriasikan simbol-simbol verbal yang berkaitan erat dengan “kepent-


tersebut demi kepentingannya. ingan” si penutur, sehingga dapat merupa-
Terakhir, kebudayaan yang terwujud kan suatu akumulasi konsep ideologis yang
sebagai praksis dan proses akan juga ber- didukung oleh tradisi, kekuasaan, lemba-
fungsi sebagai “konteks” bagi tindakan si ga, dan berbagai macam modus penyeb-
pelaku. Kebudayaan dalam arti konteks aran pengetahuan (Foucault, 1980). Perlu
seperti ini menawarkan sejumlah konsep- diperhatikan bahwa dalam arti adanya ket-
si yang menjadi bahan pertimbangan si erlibatan “subjektivitas” demikian, wacana
pelaku dalam menentukan tindakannya. dibedakan dari “teks” yang merupakan pe-
nuturan verbal yang telah lepas dari posisi
WACANA si penutur.
Pembahasan konsep kebudayaan dari Dengan pengertian wacana demikian,
segi teori praksis di atas mencoba men- kita dapat melihat bahwa setiap wacana
gungkapkan kelemahan pendekatan kebu- tentang kebudayaan juga tidak terlepas
dayaan yang banyak memengaruhi kaji- dari “kepentingan” dan “kekuasaan”. Yang
an-kajian Antropologi hingga dewasa ini. dimaksud dengan “kekuasaan” dalam pre-
Aspek lain konsep kebudayaan yang ma- sentasi ini bukanlah semata-mata kekua-
sih sangat jarang disinggung dalam kaji- saan politik, namun kekuasaan dalam arti
an-kajian Antropologi di Indonesia adalah power seperti yang dimaksud oleh Foucalt,
hubungan antara kebudayaan dan wacana kekuasaan yang dapat beredar. Kemudian
(discourse). dalam satu masyarakat pun dapat dijump-
Lepas dari berbagai orientasi teoritis ai berbagai macam wacana tentang kebu-
yang terdapat dalam disiplin Antropolo- dayan masyarakat bersangkutan yang dapat
gi, hampir semua teori-teori kebudayaan saja saling bertentangan, namun dengan
yang dikemukakan dalam Antropologi me- mendapat dukungan dari kekuasaan, wa-
lihat kebudayaan sebagai suatu kenyataan cana tertentu dapat menjadi wacana yang
empiris. Apakah kebudayaan itu dilihat dominan.
sebagai gagasan, tindakan, atau hasil tin- Walaupun wacana-wacana Antropol-
dakan, Antropologi senantiasa melihatnya ogis mengenai kebudayaan juga tidak ter-
sebagai suatu kenyataan empiris yang dapat lepas dari kepentingan-kepentingan ter-
diamati, dimengerti atau pun diinterpretasi tentu seperti kepentingan akademis, karier,
oleh si peneliti. Apa yang belum terjamah dan lain-lain. Wacana Antropologis dapat
dalam perspektif seperti ini ialah dimensi memberi konstribusi tersendiri dengan
kebudayaan sebagai wacana. Pendekatan membeberkan adanya kepentingan-kepent-
praksis seperti yang diuraikan di atas men- ingan tertentu dalam setiap wacana kebu-
gandung implikasi bahwa kebudayaan se- dayaan, dan menggambarkan bagaimana
lalu terwujud dalam praksis, dan salah satu kepentingan-kepentingan tersebut ikut me-
praksis yang berfungsi mereproduksi kebu- warnai isi dari setiap wacana.
dayaan adalah praksis kewacanaan (discur-
sive practice). GLOBALISASI DAN PERUBAHAN
Perspektif demikian mempunyai suatu BUDAYA
perbedaan tajam dengan sudut pandang Pengertian kebudayaan dari segi prak-
konvensional yang semata-mata melihat sis dan wacana seperti ini membawa imp-
kebudayaan sebagai kenyataan empiris, likasi cukup berarti bagi pemahaman suatu
karena pendekatan ini mengisyaratkan gejala sosial budaya yang dewasa ini sering
bahwa tulisan-tulisan Antropologi seper- kita sebutkan proses “globalisasi”. Den-
ti etnografi pada dasarnya tidak lebih dari gan memahami kebudayaan sebagai prak-
suatu bentuk wacana tentang kebudayaan, sis dan wacana, maka kebudayaan tampak
yang dalam aspek konstruksi sosial tidak sebagai, seperti apa yang dikatakan oleh
beda efeknya dari wacana tentang kebu- Umar Kayam, “sebuah proses, sosokn-
dayaan yang muncul dalam dunia politik, ya bersifat sementara, cair, dan tanpa ba-
ekonomi, sastra, seni, iptek, dan lain-lain. tas-batas yang jelas” (Kompas, 2 Agustus
Perbedaan antara jenis-jenis wacana terse- 1995). Dalam arti ini, perbedaan antara ke-
but bukan dalam “objektivitas”nya, tetapi budayaan “modern” dan “tradisional”; “as-
dalam audiencenya. ing” dan “pribumi”; “barat” dan “timur”;
Wacana adalah suatu bentuk penuturan “asli” dan “campuran” hanyalah merupa-
I Gusti Ngurah Agung Susandhika 4
JURNAL CAKRAWARTI, Vol. 01, No. 02, Agst 2018- Jan2019 ISSN: 2620-5173

kan perbedaan-perbedaan yang semu dan yarakat di muka bumi ini pada dasarnya
sementara. merupakan suatu “masyarakat global”
Kajian-kajian Antropologis dewasa (Sahlins, 1994: 387). Keistimewaan kondi-
ini telah banyak sekali mengungkapkan si sosial dewasa ini dengan segala macam
contoh-contoh di mana bentuk-bentuk perangkat komunikasi dan informasi mu-
kebudayaan yang dianggap sebagai suatu takhir bukan terletak pada kadar maupun
yang “asli” ternyata merupakan hasil kon- intensitas proses globalisasi, tetapi pada
struksi sosial yang terjadi dalam konteks kejelasan, keterbukaan, dan sifat “kasat
sosial tertentu dengan mengacu kepada mata” pengaruh berbagai macam kebu-
kebudayaan “asing”. Tari kecak yang kini dayaan dunia. Proses globalisasi sudah
kita kenal sebagai bentuk tari “tradision- ada sejak dulu dan tak pernah absen dari
al” Bali, menurut Vickers (1989) dan Ya- kehidupan kita. Indonesia pada masa lalu,
mashita (1992) merupakan hasil kreasi pada zaman kerajaan Sriwijaya, Majapahit
pelukis Barat Walter Spies yang mengom- atau pun pada masa kolonial, selalu mer-
binasikan tari Sanghyang dengan motif upakan masyarakat kosmopolitan di mana
cerita Ramayana pada dasawarsa 1930-an. pengaruh kebudayaan mancanegara dari
Penelitian yang dilakukan oleh Laurie J. India, Cina, Arab, maupun Eropa mene-
Sears mengungkapkan bahwa wayang ku- mukan tempat persemaian yang subur.
lit Jawa baru dianggap mengandung filsafat Sumbangsih yang dapat diberikan oleh
bertaraf tinggi setelah adanya kontak den- Antropologi dalam menghadapi era seperti
gan gerakan teosofi barat pada tahun 1910 ini adalah dengan mengungkapkan kodrat
-- 1920 (Kompas, 15 Agustus 1997). Kon- setiap kebudayaan yang bersifat dinamis,
sep kewanitaan Jepang, yang secara umum cair dan hybrid dengan menghindari ser-
dikenal dengan istilah “ryosai kenbo” (is- ta mengkritik representasi budaya yang
teri baik, ibu bijaksana, yang seringkali bersifat esensialis dan statis. Dengan se-
dianggap sebagai konsep kewanitaan khas makin sadar akan karakteristik dinamika
Jepang yang membentuk karakter wanita kebudayaan yang demikian, kita pun akan
Jepang yang setia, penurut, dan lain-lain. menjadi sadar bahwa proses globalisasi
Ternyata adalah konsep yang dibuat dan di- dan perubahan budaya tak pernah absen
populerkan oleh pemerintah Meiji dengan dari kehidupan sosial manusia. Seperti
mengombinasikan ajaran Konfusianisme dikatakan Lévi-Strauss, identitas atau jati
dan nilai-nilai rumah tangga Eropa Barat diri para pendukung suatu kebudayaan
abad ke-19 untuk memajukan proses in- menjadi kuat bukan karena isolasi tetapi
dustrialisasi (Tamanoi, 1990: 26). justru karena adanya interaksi antara bu-
Semua contoh ini menujukkan bahwa daya. Maka kewaspadaan akan hilangnya
sesungguhnya proses globalisasi bukanlah jati diri dalam proses globalisasi tak perlu
suatu proses yang baru dimulai akhir-akhir menjadi kekhawatiran berlebiha yang men-
ini, setelah menyebarnya internet, TV ka- jurus pada xenophobia. Karena kontinuitas
bel, dan slogan pasar bebas yang berkaitan budaya, seperti dikemukakan oleh Sahlins
dengan program APEC. Seperti pernyataan (1994: 389), justru terwujud sebagai mo-
Sahlins yang dikutip di atas, setiap mas- dus perubahan budaya.

DAFTAR KEPUSTAKAAN _____. 1997. Cultural and Religious Iden-


tities in Okinawa Today: A Case
Alam, Bactiar. 1995a. Diverging Spiritual- Study of the Seventh-day Adventist
ity: Religious Processes in A Northem Proselytization in A Northem Okina-
Okinawan Village. Ph.D. Disserta- wa Village. Nippon (2) 5: 5-22.
tion, Departement of Anthropology.
Harvad University: Cambridge, Mas- Asad, Talal. 1983. “Antropological Con-
sachusetts. ceptions of Religion: Reflection on
Geertz”. Man 18 (2): 237-259.
_____. 1995b. Okinawa no Amercian-
ization saikoosatsu [Rethinking the Bourdieu, Pierre. 1977. Outline of a The-
“Americanization” of Okinawa]. ory of Practice. Cambridge, England:
Shisò no kagaku 33: 19-32. Cambridge University Press.

I Gusti Ngurah Agung Susandhika 5


JURNAL CAKRAWARTI, Vol. 01, No. 02, Agst 2018- Jan2019 ISSN: 2620-5173

Clifford, James. 1988. The Predicament Ortner, Sherry. 1984. ‘Theory in Anthro-
of Culture: Twentieth-Century Eth- pology Since the Sixties’, Compara-
nography, Literature, and Art. Cam- tive Studies in Societies and History
bridge, Massachusetts: Harvard Uni- (26): 126 -166.
versity Press. Peacock, James L. 1981. ‘The Third
Crapanzano, Vicent. 1986. ‘Hermes’ Di- Stream; Weber, Persons, Geertz’,
lemma’, dalam James Clifford (ed.). Journal of Anthropological Society
The Predicament of Culture: Twenti- of Oxford. 12: 122 -- 129.
eth-Century Ethnography, Literature, Picard, Michell. 1990. ‘Cultural Tourism
and Art. Cambridge, Massachusetts: in Bali’. Indonesia. 49: 37 -- 74.
Harvard University Press.
Said, Edward. 1977. Orientalism. New
Foucault, Michel. 1972. Power/Knowl- York: Pantheon.
edge. New York: Pantheon.
Sahlins, Marshall. 1994. ‘Goodbye to
Geertz, Clifford. 1973. The Interpretation Tristes Tropique: Ethnography in the
of Cultures. New York: Basic Books. Context of Modem World History’.
Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Ilmu dalam R. Borofsky, (ed.) Assessing
Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Cultural Anthropology. New York:
Mc. Graw-Hill, Inc., halaman 377 --
Keesing, Roger. 1994. “Theories of Cul- 395.
ture Revisited” dalam Borofsky, (ed.)
Assessing Cultural Anthropology Shankman, P. 1983. The Thick and The
R. Pp. 301 -- 311. New York: Mc- Thin: On The Interpretive Theoreti-
Graw-Hill, Inc. cal Program of Clifford Geertz. Cur-
rent Anthropology. 25: 261 -- 279.
Lee III, Orville. 1986. ‘Observations on
Anthropological Thinking About The Suparlan, Parsudi. 1986. ‘Kebudayaan dan
Culture Concept; Clifford Geertz and Pembangunan’. Media IKA. 14: 2 --
Pierre Bourdieu’. Berkeley Journal of 19.
Sociology 33: 115. Tamanoi, Mariko A. 1986. ‘Women’s
Moore, Sally F. 1987. ‘Explaining The Voices: Their Critique of The An-
thropology of Japan’. Annual Review
Present: Theoretical Dilemmas in of Anthropology. 19: 17 -- 37.
Processual Etnography’, American
Ethnologist. 14 (4); 727 -- 736. Yamashita, Shinji. 1992. From ‘Theater
State’ to ‘Tourist Paradise’ [dalam
Ohnuki-Tierney, Emiko. 1994. ‘Structure, Bahasa Jepang]. Bulletin of The Na-
Event, and Historical Metaphor: Rice tional Museum of Ethnology (17). 1:
and Identities in Japanese history’. 1 -- 34.
The Journal of Royal Anthropologi-
cal Institute 1 (2).

I Gusti Ngurah Agung Susandhika 6


Edisi Ketiga/2017
ISSN 2541-1349

Tari Gajah Munggang dalam Perspektif Sosio-Kultural Masyarakat Suku Sawang Belitung 1
Efita Elvandari

Pembelajaran Tari Indang Menggunakan Model Pembelajaran Tutor Sebaya Kepada Siswa 13
Kelas VII Sekolah Menengah Pertama SMP 14 Palembang
Irnawilis

Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Menyanyikan Lagu Wajib 27
Nasional Bagimu Negeri Kepada Siswa Kelas VII SMP Negeri 35 Palembang
Kusniarti

Pembelajaran Membuat Ragam Hias Menggunakan Media Bambu Dengan Metode 35


Demonstrasi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Talang Kelapa
Lili purnama sari dan mainur

Pembelajaran Lagu Daerah Sik Sik Sibatumahikam Dengan Media Instrument Kolintang 51
Untuk PIKPP (Persatuan Ibu-Ibu Karyawan PT Pusri Palembang) Sumatera Selatan
Rio eka putra

Seni Tari Antara Ruang Dan Waktu 63


Rully rochayati

Pembelajaran Notasi Balok Dengan Pendekatan Metrum 76


Silo siswanto

Menjadi Seniman Jawa 95


Treny hera

Tantangan Budaya Nusantara Dalam Kehidupan Masyarakat Di Era Globalisasi 106


Naomi diah budi setyaningrum

Struktur Penyajian Sastra Tutur Guritan Pada Masyarakat Trans Muara Dua 114
Kecamatan Gumay Ulu Kabupaten Lahat
Nofroza Yelli dan Juliana Tata Parista
SITAKARA

JURNAL PENDIDIKAN SENI DAN SENI BUDAYA

DEWAN REDAKSI :
1. Penanggung Jawab : Dra. Andinasari, M.M., M.Pd.
2. Ketua Dewan Redaksi : Rully Rochayati, M.Sn.
3. Wakil Dewan Redaksi : Nofroza Yeli, M.Sn.
4. Sekretaris : Treny Hera, S.Pd., M.Sn.
5. Penyunting Pelaksana : 1. Evita Elfandari, M.Sn.
2. Auzi Madona Adoma, M.Sn.
3. Irfi Sri Wahyuni, S.Sn., M.Pd.
6. Penyunting Ahli : 1. Yayan Hariyansyah, M.Sn. (UIGM)
2. Desi Wardiyah, M.Pd. (UPGRI)
3. Dr. Slamet, M.Hum. (ISI Surakarta)
4. Hajizar, M.Sn. (ISI Padang Panjang)
7. Setting : 1. Drs. Marah Adiel, M.Sn.
2. Mainur, S.Pd., M.Sn.
3. Arfani, S.Pd., M.Sn.

Alamat Redaksi
Program Studi Pendidikan Sendratasik
Jurusan Pendidikan Kesenian
FKIP Universitas PGRI Palembang
Jl. A. Yani Lorong Gotong Royong 9/10 Ulu Palembang
Telp. 0711-510043 Fax. 0711-514782 E-mail: jurnalsitakarasendratasik@yahoo.com
Ketentuan Penulisan Artikel Jurnal Sitakara

1. Naskah berbahasa Indonesia bertemakan Seni Budaya yang meliputi hasil penelitian pengajaran seni
budaya, cabang seni, dan kebudayaan.
2. Naskah harus asli dan belum pernah dimuat dalam media lain. Naskah dapat berupa hasil penelitian
perorangan atau kelompok. Naskah ditulis dengan cara-cara yang sesuai dengan ketentuan penulisan artikel
ilmiah menggunakan bahasa Indonesia yang baku, berupa ketikan, beserta soft line dalam CD-RW atau
dengan mengirimkan email pada redaksi Jurnal Sitakara dengan alamat email:
jurnalsitakarasendratasik@yahoo.com, spasi 1,5 jenis huruf Arrial Narrow ukuran 12, dengan panjang
naskah antara 8-15 halaman pada kertas A4.
3. Artikel hasil penelitian memuat:
JUDUL : XXX (HURUF KAPITAL)
NAMA PENULIS : (disertai jabatan dan institusi)
ABSTRAK : (Bahasa Indonesia yang memuat 100- 150 kata
diikuti kata kunci, dengan jenis huruf Arrial Narrow
dan ukuran huruf 11 serta dicetak miring).
A. PENDAHULUAN : (Memuat latar belakang masalah, tinjauan pustaka
Secara ringkas, masalah dan tujuan penelitian).
B. METODE PENELITIAN
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
D. SIMPULAN : (Berisi simpulan)
4. Artikel kajian konseptual memuat :
JUDUL : XXX (HURUF KAPITAL)
NAMA PENULIS : (disertai jabatan dan institusi)
ABSTRAK : (Bahasa Indonesia yang memuat 100- 150 kata
diikuti kata kunci, dengan jenis huruf Arrial Narrow
dan ukuran huruf 11 serta dicetak miring)
PENDAHULUAN : (Memuat latar belakang masalah, tinjauan pustaka
secara ringkas, masalah penelitian dan tujuan
penelitian)
SUB JUDUL : Sesuai dengan kebutuhan (tanpa numbering)
SIMPULAN : (Berisi simpulan dan saran)
DAFTAR PUSTAKA : (Berisi pustaka yang dirujuk dalam uraian naskah)

5. Referensi sumber dalam teks artikel ditulis dengan menggunakan side note, contoh: (Jalalluddin, 1991:79);
(Taufik, 2005;350); (Hamid dan Madjid, 2011:43). Sementara penulisan daftar pustaka disusun dengan
ketentuan. Nama Pengarang. Tahun Terbit. Judul (dicetak miring). Kota Terbit: Nama Penerbit. Contoh:
Koentjaraningrat. 2010. Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Daftar pustaka hanya memuat pustaka/sumber yang dirujuk dalam uraian dan disusun menurut abjad, tanpa
nomor urut.
6. Naskah yang dimuat akan disunting kembali oleh redaksi tanpa mengubah isinya.
7. Naskah yang ditolak (tidak bisa dimuat) akan dikirim kembali ke penulis dengan pemberitahuan tertulis dari
redaksi atau alamat email.
8. Penulis yang naskahnya dimuat akan mendapatkan 1 (satu) majalah nomor yang bersangkutan.
9. Contact Person: Treny Hera (085357344704) dan Mainur (081373165553).
DAFTAR ISI

Tari Gajah Munggang dalam Perspektif Sosio-Kultural Masyarakat Suku Sawang Belitung 1
Efita Elvandari

Pembelajaran Tari Indang Menggunakan Model Pembelajaran Tutor Sebaya Kepada Siswa 13
Kelas VII Sekolah Menengah Pertama SMP 14 Palembang
Irnawilis

Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Menyanyikan Lagu Wajib 27
Nasional Bagimu Negeri Kepada Siswa Kelas VII SMP Negeri 35 Palembang
Kusniarti

Pembelajaran Membuat Ragam Hias Menggunakan Media Bambu Dengan Metode 35


Demonstrasi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Talang Kelapa
Lili purnama sari dan mainur

Pembelajaran Lagu Daerah Sik Sik Sibatumahikam Dengan Media Instrument Kolintang 51
Untuk PIKPP (Persatuan Ibu-Ibu Karyawan PT Pusri Palembang) Sumatera Selatan
Rio eka putra

Seni Tari Antara Ruang Dan Waktu 63


Rully rochayati

Pembelajaran Notasi Balok Dengan Pendekatan Metrum 76


Silo siswanto

Menjadi Seniman Jawa 95


Treny hera

Tantangan Budaya Nusantara Dalam Kehidupan Masyarakat Di Era Globalisasi 105


Naomi diah budi setyaningrum

Struktur Penyajian Sastra Tutur Guritan Pada Masyarakat Trans Muara Dua Kecamatan Gumay 114
Ulu Kabupaten Lahat
Nofroza Yelli dan Juliana Tata Parista
TANTANGAN BUDAYA NUSANTARA DALAM KEHIDUPAN
MASYARAKAT DI ERA GLOBALISASI

Oleh:

Naomi Diah Budi Setyaningrum, M.Sn.


(Dosen FKIP Program Studi Pendidikan Sendratasik Universitas PGRI Palembang)

ABSTRAK

Mengangkat permasalahan Tantangan Budaya Nusantara Dalam Kehidupan Masyarakat di Era Globalisasi:
Untuk mengungkap fenomena tersebut digunakan metode penelitian deskripsi kualitatif dengan melalui
pendekatan tekstual dan kontekstual. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, observasi lapangan
dan wawancara.Dalam membedah masalah perubahan budaya di masyarakat maka digunakan teori perubahan
menggunakan teori Alvin Boskoff, dalam bukunya “Reecent Teories of Social Change”, dalam Sosiology of
History: Theories And Research.Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor-faktor yang menjadi tantangan bagi
Budaya Nusantara adalah perubahan tata nilai-nilai budaya dalam masyarakat, serta matinya bentuk-bentuk
Seni Pertunjukan Tradisional dibeberapa wilayah Nusantara, yang disebabkan oleh teknologi di era global.
Apapun tantangan yang dihadapi Budaya Nusantara di era global kususnyadengan masuknya teknologi modern
telah membawa dampak yang positif dan negative bagi keberlangsungan budaya suatu bangsa. Maka
sangatlah penting menumbuhkan kesadaran bagi generasi muda untuk lebih memahami budaya yang dimilikki
bangsa ini dengan mencintainya, memahami nilai nilai yang terkandung serta melestarikannya..keberadaannya.
Dengan cara memberdayaan kearifan lokal yang tumbuh di kantong-kantong budaya di seluruh persada
Nusantara.

Kata Kunci: Tantangan, Budaya Nusantara, global.

A. PENDAHULUAN

Secara etimologis kebudayaan dari bahasa Sansekerta “Budayah”, yaitu bentuk jamak dari budhi yang
berarti budi atau akal. Sedangkan ahli Antropologi memberikan definisi kebudayaan secara sistimatis ilmiah
adalah E.B. Tylor dalam buku yang berjudul “Primitive Culture”, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan
kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan lain, serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai
anggota masyarakat. E.B. Taylor (dalam Koentjaraningrat 1980: 108).
Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil
kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar dan semuanya tersusun
dalam kehidupan masyarakat. (Koentjaraningrat. 1980 108 ).

105
Indonesia memiliki wilayah yang luas, serta memiliki kekayaan budaya dan dan kearifan yang tersebar
di seluruh pelosok tanah air di Indonesia. Perubahan kebudayaan yang berakibat pada perubahan pola fikir,
gaya hidup, dan kebudayaan masyarakat yang berdampak pada perubahan kearifan lokal, terjadi pergeseran
atau mulai ditinggalkannya kearifan lokal.
Fenomena perubahan dan pergeseran budaya yang diakibatkan oleh pengaruh global ini sangat menarik untuk
diteliti, maka untuk itulah peneliti tertarik untuk mengungkapkannya.Penelitian ini lebih difokuskan pada
permasalahan Tantangan Budaya Nusantara Dalam Menghadapi Era Global.

Rumusan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang lebih meluas, penulis membatasi permasalahan ini mengenai “Tantangan
Budaya Nusantara dalam kehidupan masyarakat di era globalisasi.” Berdasarkan permasalahan yang telah
diungkapkan maka rumusan permasalahan ini adalah:
1. Faktor-faktor apa saja yang menjadi tantangan budaya Nusantara dalam menghadapi era globalisasi?
2. Bagaimanakah bentuk budaya Nusantara yang diharapkan mampu menjawab tantangan globalisasi?

Tujuan Penelitian
a. Mengurai faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab tantangan budaya
b. Mengurai bentuk-bentuk budaya yang mampu menjawab tantangan globalisasi.

Manfaat Penelitian
a. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai pendalaman budaya Nusantara.

Tinjauan Pustaka Dan Landasan Teori

Tinjauan Pustaka
Guna memperoleh wawasan yang lebih luas, khususnya di dalam mendapatkan informasi yang relevan
dengan maksut penelitian ini, maka digunakan sumber dari beberapa tulisan sebagai sumber acuan tertulis.
Edi Sedyawati, 2007. Dalam bukunya Keindahan dalam Budaya Buku 1 KebutuhanMembangun
Bangsa Yang Kuat.Buku ini membahas tentang ketahanan Budaya diartikan sebagai kemampuan sebuah
kebudayaan untuk mempertahankan jatidirinya, tidak dengan menolak semua unsure asing, melainkan dengan
menyaring, memilih, dan jika perlu memodifikasi unsure-unsur budaya luar, sedemikian rupa sehingga tetap
sesuai dengan karakter dan citra bangsa. (Sedyawati, Edy. 2007: 80)
Sejarah Teori Antropologi I, oleh Koentjaraningrat, yang memberikan suatu pemahaman bahwa fungsi
selalu mengarahkan kepada suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan manusia, yang terkait dengan fungsi
religius, sosial.(Koentjaraningrat. Teori Antropologi I: 171)

106
Landasan Teori
Untuk mencari jawaban terhadap pernyataan yang telah dirumuskan, secara teorietis, maka digunakan
beberapa teori para ahli yang diperkirakan mampu menjelaskan permasalahan penelitian ini. Buku yang
digunakan sebagai sumber utama di antaranya adalah; teori tentang fungsi unsur-unsur kebudayaan dari
Malinowski dalam bukunya Koentjaraningrat yang berjudul Sejarah Teori Antropologi I, teori Alvin Boskoff dalam
tulisannya “Recent Teories of Social Change” dalam Sociology of History: Theory and Research, mengenai teori
perubahan sosial, Abdul Syani, “Sosiologi dan Perubahan Masyarakat”.
Melalui pendekatan tekstual yang digunakan untuk mengungkap karya-karya seni sebagai produk
budaya yang akan menjelaskan bentuk visual dari kesenian ini. Pendekatan kontekstual dimaksudkan untuk
mengungkap faktor-faktor apa yang melatar belakangi perubahan cara pandang masyarakat terhadap budaya
yang dimilikinya.

B. METODE PENELITIAN

Di dalam penelitian tentang Tantangan Budaya Nusantara Dalam Kehidupan Masyarakat di Era
Globalisasi ini menggunakan metode penelitian kualitatif.
1. Teknik Pengumpulan Data
Studi Pustaka
Melakukan studi pustaka, terhadap beberapa buku yang relevan dengan maksud dan tujuan penelitian
ini.Beberapa buku yang digunakan sebagai sumber utama di antaranya1).Sejarah Teori Antropologi I, oleh
Koentjaraningrat, yang memberikan suatu pemahaman bahwa fungsi selalu mengarahkan kepada suatu usaha
untuk memenuhi kebutuhan manusia, yang terkait dengan fungsi religius, sosial dan estetik. (Koentjaraningrat :
1980 : 81).
Untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan budaya pada masyarakatnya maka
digunakan, teori perubahan sosial Alvin Boskoff yang berjudul 2).“Recent Theories of Social Change” dalam
Sociologi and History: Theory and Research, menurut pandangan Tegart mengenai perubahan sosial, yaitu
teori perubahan yang didasarkan pada faktor internal dan eksternal. yang terjadi di dalam bentuk-bentuk budaya
yang kita miliki. (Alvin Boskoff).

1.2 Observasi
Observasi (pengamatan)Observasi dilakukan dengan dua cara, yaitu sebagai pengamat dan pengamat
terlibat (participant observer). (R.M Soedarsono, 2001 : 146-148).
Metode participant observation menjadi pilihan utama untuk mengamati secara rinci tentang fenomena-
fenomena yang terjadi dalam keberlangsungan Budaya yang di miliki bangsa Indonesia.

107
1.3 Wawancara
Metode wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan jalan mengadakan komunikasi
langsung dengan informan yang dapat memberikan keterangan yang berkaitan dengan permasalahan yang
dibahas.
1.4. Analisa Data
Semua data yang diperoleh baik melalui studi pustaka maupun studi lapangan kemudian diseleksi dan
dipilih serta berorientasi pada konteksnya.Untuk menjelaskan fungsi dan bentuk digunakan metode deskripsi
analisis yang tidak meninggalkan analisis secara kritis dalam mengetengahkan dan menginteprestasi dari
kacamata yang dilihat langsung oleh peneliti.
 Kelompok data kualitatif dianalisis dengan tiga alur kegiatan yang dilakukan secara bersamaan yaitu reduksi
data, penyajian data, penarikan kesimpulan (verivikasi) dengan model interaktif.Matthew B Miles dan A
Michael Hubermen (dalam Tjetjep Rohendi Rohidi 1992 : 19-20)
 Reduksi data sebagai proses pemilahan dan pemusatan perhatian pada data-data yang sangat signifikan
terhadap masalah-masalah yang terkait dengan budaya, perubahan budaya dan perkembangan budaya ,
fungsi budaya faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan,
 Data yang terkumpul di dalam penelitian lapangan dan perpustakaan kemudian diseleksi, diolah untuk dapat
memperoleh kekuatan sumber data. Penyajian data dilakukan untuk menggabungkan berbagai informasi
supaya tersusun data lebih sistimatis, dan penarikan kesimpulan dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan.

C. PEMBAHASAN

Penelitian ini berjudul “Tantangan Budaya NusantaraDalam Kehidupan Masyarakat Di Era Globalisasi“.
1. Faktor-Faktor Budaya Yang Menjadi Tantangan Budaya NusantaraDi Era Global
Secara fisik Nusantara adalah pulau-pulau yang terletak di antara Benua Asia dan benua Australia,
mereka adalah pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa yang dahulunya dikenal sebagai Kepuauan
Sunda Besar, pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Timor, dan Flores yang dahulu disebut Kepulauan Sunda
Kecil; Ambon, Halmahera. Buru, Saparua, dan Seram yang dikenal sebagai Kepulauan Maluku; dan Irian atau
Papua, itulah Nusantara secara geografis, secara geopolitik terbagi atas wilayah Indonesia, Malaysia, Brunai
Darusalam Timor Leste, dan Papua New Guinea, Secara kultur Nusantara terdiri dari ratusan budaya sesuai
dengan budaya suku bangsanya, akan tetapi mereka mempunyai benang merah misalnya budaya agraris
sehingga dapat dikatakan Budaya Nusantara.
Dalam konteks kebudayaan global ada dua kategori pembagian kebudayaan besar, yaitu Kebudayaan
Barat dan Kebudayaan Timur.Bangsa Indonesia yang berada di wilayah Nusantara ini termasuk dalam kategori
Kebudayaan Timur.Artinya nilai-nilai Budaya Timur menjadi acuan atau pedoman normative bagi warga atau
masyarakat etnis yang bersangkutan dalam melakukan aktivitas hidupnya.Nilai-nilai tersebut menjadi penuntun,
pengarah, pembentuk pola fikir, dalam bersikap dan bertindak dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.
a) Matinya Bentuk-Bentuk Kesenian Tradisional/Kearifan Lokal dikarenakan Dampak Teknologi

108
Budaya Nusantara kini menghadapi tantangan global yang sangat serius , adapun Budaya Nusantara
terdapat di kantong-kantong budaya di seluruh Nusantara termasuk di kota-kota yang memiliki predikat Urban,
Metropolitan, maupun Cosmopolitan. Kita sudah jarang menemukan Gambang Kromong, Rebana Ketimpring,
Tajidor, dan lain sebagainya di kota Metro Politan Jakarta; Kidungan ,Mamaca, Ngremo, dan sebagainya di
Surabaya. Di Sumatera adaTembang Batang Hari Sembilan, Sastra Tutur, Teater Tradisional Dul Muluk, dan
yang lainnya.Sejauh pengamatan peneliti, Budaya Nusantaramenghadapi tantangan Global, hal tersebut dapat
dilihat dari pertumbuhan seni pertunjukan yang ada banyak mengalami pasang surut dalam kehidupannya,
bahkan ada beberapa yang telah mengalami mati suri.
Aplikasi teknologi modern di kalangan masyarakat petani, sedemikian rupa telah mengubah sikap mental
perilaku masyarakat petani, Hadirnya teknologi modern di era global lambat laun juga telah mengubah
kepercayaan petani terhadap penguasa padi “Sangyang Sri”’ Sehingga kesehatan dan hasil panen padi
sekarang bukan karena anugrah “Sangyang Sri”,, melainkan karena hasil teknologi modern seperti mesin giling,
mesin bajak sawah, pupuk sintetis obat inteksida, yang semuanya diperoleh dengan uang. Maka hal tersebut
sangatlah berpengaruh terhadap sikap atau kehidupan berkesenian masyarakat petani.
Kekayaan seni pertunjukan Nusantara adalah hasil karya masyarakat petani. Bahkan Seni Pertunjukan
Istana (Kraton) banyak juga yang berasal dari masyarakat petani hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh
Prof. Roestopo dalam tulisannya yang berjudul Seni Pertunjukan masyarakat petani dan Teknologi,
mengungkapkannya sebagai berikut:
Dahulu ada kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat Kraton, (Surakarta), apabila gending “Anglir
Mendung”, disajikan akan mempengaruhi awan dan akibatnyaturun hujan. Sebaliknya “Gending Pacul
Gowang”,, apabila disajikan dapat menghentikan hujan angin yang meresahkan. Kepercayaan seperti ini juga
dimiliki masyarakat petani pedesaan, Ujungan atau Ujung, adalah tari perang antara dua laki-laki (ada beberapa
pasang) yang saling mencambuk atau menggebug dan menangkis di lapangan terbuka atau di tengah sawah,
disaksikan oleh seluruh warga desa yang masing-masing membawa sesaji.Di beberapa puluh tahun yang lalu
dapat dilihat di Purbalingga (Jateng), Trenggalek (Jatim), Madura dan Flores, Tari ini merupakan tari ritual untuk
meminta hujan.Penari yang terluka kena cambuk dengan darah tercecer ke atas tanah merupakan keberhasilan
dari ritual itu.Karena darah yang menetes ke atas tanah itu dipercaya sebagai jaminan turunnya hujan.Tari Ritual
ini sudah tidak diperlukan lagi ketika bendungan dan saluran irigasi dibangun. Kekeringan diupayakan dengan
membuat hujan buatan yaitu dengan menyuntikan zat nitrogen kea wan dengan pesawat terbang. (
Roestopo2002: 162.)
Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa jika kita mau jujur, kekayaan Seni Pertunjukan Nusantara
adalah sebagian besar hasil karya masyarakat petani.begitupula pula seni pertunjukan Istana Kraton dapat
dihubungkan selalu berhubungan dengan kepercayaan sebagai sarana ritual mereka. Hal tersebut juga
diperkuat oleh pernyataan Soedarsono dalam Konsep Mandalanya yang mengupas tentang tata hubungan
manusia dengan alam dan Sang Pencipta, dalam paparannya diungkapkan tentang Konsep Mandala antara lain:

109
Konsep Mandala dalam Budaya Nusantara. Dimana konsep ini menjelaskan pandanganmasyarakat
terhadaphubungan mikrokosmos dan makrokosmos, Jose and Mariam Aguelles mengkaitkan dengan bentuk
ritual pada konsep mandala (mandala conseps) yaitu: Hubungan interaksi yang kemudian membentuk satu
kesatuan dan keseimbangan kosmos “centering”. (Yose and Mariam Aguelles 1972:85). Konsep mandala
membentuk keseimbangan, keselarasan dan kesatuan dan masing/masing member kekuatan/energy secara
sentral (centering of life).Masyarakat Nusantara mengenal system waktu dalam kosmos, hubungan yang tak
terpisahkan antara dirinya dengan alam semesta. Pandangan ini olehmasyarakat Jawa dikenal dengan keblat
papat ke lima pancer , istilah dalam kosmologi Jawa
Keblat papat kelima pancer dalam konsep Mandala.
 Bumi (Tanah) dilambangkan dengan warna hitam dengan arah utara menunjukkan nafsu lauwamah.
 Api, yang dilambangkan dengan warna merah dengan arah Selatan bersifat nafsu amarah.
 Angin: dilambangkan dengan warna kuning dengan arah Barat menunjukkan nafsu supiah, artinya birahi,
menimbulkan watak rindu, membangkitkan keinginan, kesenangan dan sebagainya.
 Air dilambangkan dengan warna putih dengan arah Timur bersifat mutmainah jujur artinya ketentraman,
punya watak kebaikan, tanpa mengenal batas kemampuan
 Tengah (batin/Jiwa kita): dengan posisi tengah dilambangkan dengan warna hijau bersifat kama (budi),
merupakan penggambaran subyek dari nafsu batin manusia. Apabila kita mampu mengendalikan 4 nafsu
tersebut maka kita akan mendapatkan Sinar terang/sinar kemuliaan Tuhan. ( Kartika. 2013: 70)
Jika kita pahami dewasa ini nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki bangsa ini lambat laun telah memudar
dikarenakan kemajuan teknologi yang ada yang disebabkan pengaruh dampak teknologi di era global sekarang
ini.Dengan kata lain bentuk-bentuk Seni Pertunjukan yang ada sudah kehilangan Nilai Budaya.

b) Perubahan Tata Nilai di Masyarakat

Secara tradisional, bangsa-bangsa di wilayah Timur, pada umumnya memiliki orientasi nilai Budaya
yang bersifat mistis, magis, kosmis dan religius.Bangsa yang berorientasi pada nilai Budaya seperti ini, secara
umum ingin hidup menyatu dengan alam karena mereka menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari
alam.Alam sebagai sumber kehidupan memiliki kekuatan atau potensi tertentu yang memberi atau
mempengaruhi hidupnya. (Ratna, 2007:63). Oleh karena itu segala sesuatunya diarahkan untuk menuju
kehidupan yang harmoni dengan alam dan berusaha menghindari segala hal yang berakibat bertentangan
dengan atau melawan alam.Dalam pandangan seperti itu alam adalah makrokosmos dan manusia adalah
mikrokosmos.Oleh karena itu jika ingin kehidupan ini sejahtera dan selamat, maka manusia sebagai
mikrokosmos haruslah berusaha menyatukan, menyelaraskan atau mengharmoniskan kehidupannya dengan
alam sebagai makrokosmos.
Karya-karya seni tradisional yang dihasilkan baik seni rupa, seni musik maupun seni tari dan seni
pertunjukan yang lainnya sering dikemas untuk suatu kepentingan peristiwa budaya tertentu, misalnya dalam
berbagai upacara adat atau keagamaan.Globalisasi tanpa disadari telah membawa perubahan tata nilai

110
dimasyarakat.Perubahan itu nampak terjadinya pergeseran system nilai budaya serta sikap dan pandangan
yang telah berubah terhadap nilai-nilai budaya.Pengaruh global tanpa disadari telah menimbulkan mobilitas
sosial, yang diikuti oleh hubungan tata nilai budaya yang bergeser dalam kehidupan masyarakat..
Didalam menghadapi era globalisasi, maka kita dituntut mampu mengembangkan dan memanfaatkan
kekayaan budaya yang memiliki (kearifan-kearifan local/ local genius). Oleh karena itu pentingnya memahami
budaya-budaya daerah yang dimiliki bangsa ini serta mengembangkan karya-karya seni melalui pendekatan
filsafat Nusantara yang dikenal sebagai Filsafat Mistika . ( Kartika :2012:2)
Di dalam makalahnya memaparkan bahwa tujuan mempelajari Filsafat Mistika (Mystical Philosophy),
adalah mencari kesempurnaan sejati (ngudi kasampurnan jati). Yakni barang siapa hidup selaras dengan dirinya
sendiri, akan selaras dengan masyarakatnya, maka hidup selaras juga dengan Tuhannya dan mampu
menjalankan hidup yang benar.
Kearifan lokal merupakan bagian dari kebudayaan yang bernilai tinggi, atau mengandung nilai-nilai
yang luhur.Budaya yang tercipta membentuk serta menumbuhkan identitasnya sebagai manusia
seutuhnya.Setiap orang memiliki identitas yang dibangun oleh budayanya, dan kearifan lokal hadir dalam
budaya yang membentuk identitas manusia itu.
Pemberdayaan kearifan lokal dalam pengembangan kebudayaan daerah perlu dilakukan karena
hilangnya kearifan lokal di Indonesia bisa berdampak Ketahanan Budaya dan terhambatnya pencapaian tujuan
nasional. Sementara itu pengembangan kebudayaan daerah ditekankan pula pada keberlanjudan kehidupan
seni tradisi, baik kesenian keraton maupun kesenian rakyat.Upaya pelestarian dan pengembangan melalui
pendidikan formal dan non formal.
Pengembangan budaya yang secara terus menerus dilakukan dapat mendukung keberlangsungan
kehidupan budaya, yang berpengaruh dan berkarakter, identitas, dan integritas bangsa Indonesia.Hal itu
menjadi salah satu faktor yang menentukan kekuatan atau ketangguhan budaya Indonesia terhadap pengaruh
budaya dari dalam maupun dari luar atau disebabkan oleh faktor internal dan eksternalnya.
Menurut Sedyawati, ketahanan Budaya diartikan sebagai kemampuan sebuah kebudayaan untuk
mempertahankan jatidirinya, tidak dengan menolak semua unsure asing, melainkan dengan menyaring, memilih,
dan jika perlu memodifikasi,unsure-unsur budaya luar, sedemikian rupa sehingga tetap sesuai dengan karakter
dan citra bangsa. (Sedyawati : 2007: 80)
Untuk menghadapi pengaruh budaya asing itu, maka diperlukan kreatifitas atau daya kreatif dan kritis
untuk menanggapi segala pengaruh dalam kehidupan.

1. Bentuk budaya Nusantara yang diharapkan mampu menjawab tantangan globalisasi


a) Perlunya Pemahaman Dan Pemberdayaan Kearifan Lokal
Untuk menjawab permasalahan tantangan global maka sangatlah penting mengembalikan kesadaran
masyarakat betapa pentingnya memahami akan budaya yang dimiliki. Pentingnya pemberdayaan Kearifan lokal
juga dapat menciptakan, harmonisasi kehidupan tetap terjaga, dapat menuntun masyarakat untuk selalu
bersikap dan berperilaku arif terhadap lingkungan.

111
b) Kondisi Kearifan Lokal Yang diharapkan
Kearifan lokal yang merupakan bagian dari kebudayaan lokal atau kebudayaan daerah, sebagai
sesuatu yang dibedakan dengan kebudayaan nasional. Identitas budaya bangsa Indonesia (dalam makna
kebudayaan nasional Indonesia) mempunyai dua sisi yaitu segala sesuatu yang diciptakan dalam konteks ke
Indonesiaan.Maknanya adalah sejak masa Pergerakan Nasional, hingga kini; dan puncak-puncak budaya yang
diangkat dari berbagai tradisi suku-suku bangsa yang ada di Indonesia, yang diterima sebagai milik bersama
seluruh bangsa Indonesia.Adapun yang dihadapi masa kini adalah bahwa kedua substansi kebudayaan
Indonesia itu kini cenderung agak kurang dikenal oleh khalayak ramai, termasuk oleh generasi muda, hal ini
terjadi dikarenakan masuknya budaya popular yang berkonotasi terkait sebagai bagian dari Budaya Global.
(Sedyawati : 2007: 70).
Pengembangan budaya dilakukan dengan menanamkan kesadaran terhadap pentingnya kebudayaan
dan kearifan lokal bagi kehidupan masyarakat.Dengan kesadaran itu, maka diharapkan masyarakat luas merasa
memiliki dan bangga terhadap kebudayaannya.
C.Upaya Pemberdayaan Kearifan Lokal
Menurut Edy Sedyawati, pembinaan kebudayaan dapat dikelompokan ke dalam usaha-usaha yang
menurut sifatnya dapat dibagi ke dalam lima kelompok, Yaitu:
 Pemeliharan, perawatan, dan pemugaran
 Penggalian dan pengkajian
 Pengemasan informasi budaya dan penyebarluasannya
 Perangsangan inovasi dan kreasi
 Perumusan nilai-nilai ideal bangsa dan sosialisasinya.
Usaha tersebut dilakukan dalam kaitannya dengan warisan budaya yang diperoleh melalui proses
sejarah, ataupun karya-karya actual yang bersifat menjawab tantangan-tantangan masa kini. Di samping itu,
usaha-usaha pembinaan budaya dapat berkenaan dengan karya-karya budaya yang “tangible” (wadag, dapat
diraba) maupun yang “intangible” (Tak dapat diraba, berupa wujud-wujud yang berlaku dalam waktu atau bersifat
non material, berupa konsep dan gagasan)..
Tujuan pembinaan itu untuk “memperkukuh jatidiri bangsa”, memperkuat ketahanan bangsa”,
meningkatkan kesadaran sejarah,” serta memperlancar dialog budaya” ..(Sedyawati : 2007:80).

Untuk melaksanakan kebijakan yang dirumuskan, terdapat beberapa strategi sebagai berikut:
 Revitalisasi kearifan lokal dan jatidiri bangsa
 Membentuk lembaga yang mengelola pengembangan budaya.
 Mengimplementasikan peraturan perundang-undangan tentang pemberdayaan kearifan lokal.

112
D. SIMPULAN

Apapun tantangan yang dihadapi Budaya Nusantara di era global . Maka sangatlah penting
menumbuhkan kesadaran bagi generasi muda untuk lebih memahami budaya yang dimilikki bangsa ini dengan
mencintainya, memahami nilai nilai yang terkandung serta melestarikannya..keberadaannya. Dengan cara
memberdayaan kearifan lokal yang tumbuh di kantong-kantong budaya di seluruh persada Nusantara.

DAFTAR PUSTAKA

Boskoff , Alvin .“Recent Theories of Social Change” dalam Weaner J. Cahnman & Alvin.

Boskoff (ed.),Sociologi and History: Theory andResearch, London: The Free Press of Glencoe, 1964.

Darsono, Sony Kartika. 2013.”Budaya Nusantara Pendekatan Filsafat Mistika”(Mystical Philosopy).

Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi 1.

Kutha Ratna, Nyoman. 2007. “Estetika Sastra dan Budaya”. Yogyakarta, Penerbit, Pustaka Pelajar.

Matthew B Miles dan A Michael Hubermen, Analisis Data Kualitatif, terj. Tjetjep Rohendi.

Rohidi (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia 1992). 2011.hal.Bende. Vo. VI No 2 Juni 2011.

Roestopo, 2002 ” Seni Pertunjukan Masyarakat Petani dan Teknologi, dalam Jurnal DewaRuci Volume 1, No 2
Oktober 2002.

Sedyawati, Edi. 2007. Keindahan dalam Budaya Buku 1 KebutuhanMembangun Bangsa Yang Kuat.Jakarta:
Wedatama Widya Sastra.

---------------------, 2008.Keindonesiaan dalam Budaya Buku 2 Dialog Budaya:Nasional dan Etnik, Peranan Industri
Budaya dan Media Masa, Warisan Budaya, dan Pelestarian Dinamis.Jakarta: Wedatama Widya Sastra

113

You might also like