Professional Documents
Culture Documents
Budaya Austronesia Di Papua
Budaya Austronesia Di Papua
Abstract
Papua has a strategic location in the western Pacific region, as a connector between
South East Asia and Pacific Region that makes it a strategic place to transit from
both west and east. On 1500 to 1000 BC there were a new wave of migration from
Austronesia. The colonist left a vivid track about their journey through ocean and
islands which can be seen form their archaeological sites. These sites were found in
Admiralty island on the north of New Guinea to the east of Samoa island on West
Polynesia. The strongest evidence on the migration of the Austronesian in Pacific
is the language. The imigrant from Austronesia who came to Pacific settled accross
the coastal area of north Papua. The influence of Austronesian culture in Papua that
is only on north coast Papua, the Cendrawasih bay and the Bird’s Head Peninsula is
particularly the Melanesian language, which actually a development of local Papua
language influenced by the Austronesian language. Other influence they made is the
tradition of the making and utilization of vessels. It is because this tradition was widely
unknown in mid Papua mountains and south-coast Papua. Then the other Austronesian
characteristics are the structured hierarchical organization, which applied hereditary
and tattoo tradition.
Keywords: Austronesian narrator, the influence of Austronesian culture, North-coast
Papua
Pendahuluan
Orang Austronesia ini meninggalkan Taiwan 5000 tahun yang lalu dan
menyebar ke arah selatan. Mereka mengadakan perjalanan laut menggunakan perahu
sampan maupun perahu layar, pertama-tama mencapai Filipina bagian utara. Mereka
kemudian mengadakan perjalanan ke arah selatan. Dari selatan Filipina mereka
memisahkan diri dalam 2 kelompok: kelompok pertama berlayar ke arah barat daya,
sedangkan kelompok kedua berlayar ke arah tenggara. Kelompok pertama kemudian
mencapai Pulau Kalimantan, Malaysia, Sumatera dan Jawa. Bisa dikatakan kelompok
pertama inilah yang menjadi nenek moyang orang Malaysia serta orang Indonesia Barat.
Kelompok kedua-yang bergerak ke arah tenggara- akhirnya mencapai Halmahera dan
Kepulauan Bismarck. Dari Bismarck, mereka melanjutkan perjalanannya ke Pulau
Solomon, Vanuatu, New Kaledonia, Fiji, dan terus ke arah timur sampai akhirnya
mereka menetap di wilayah Polinesia (Muller, 2008:48-49).
Kebudayaan dan teknologi orang Austronesia ini sudah sangat maju. Mereka
telah menjinakkan berbagai jenis hewan (ayam, anjing dan babi) serta membiakkan
tanaman impor yang bermanfaat. Perkakas yang mereka pergunakan sudah lebih baik.
Organisasi kemasyarakatannya pun sudah terstruktur dengan sistem hirarki dimana
Letak geografis Papua yang sangat strategis, bagian dari wilayah Pasifik
paling ujung barat, sebagai daratan penghubung kawasan Asia Tenggara dengan
kawasan Pasifik dan merupakan tempat yang strategis untuk persinggahan lalu lintas
dari barat ke timur. Tulisan ini mencoba menguraikan tentang bukti-bukti arkeologis
dan hasil budaya lainnya yang membuktikan keberadaan budaya Austronesia di Papua.
Pembahasan
makanan. Makanan dimasak dengan batu panas. Hal yang sama diungkapkan oleh
Peter Bellwood (2000:129) bahwa gerabah tidak ditemukan di Dataran Tinggi New
Guinea.
Terdapat bukti konkrit tentang transaksi antara Asia Tenggara dan Papua.
Barang-barang yang dijadikan komoditi transaksi adalah benda-benda perunggu
produksi Dongson. Kepingan-kepingan dari tiga nekara perunggu telah ditemukan
dekat Danau Aimaru di daerah Kepala Burung, dan barang-barang perunggu lain yang
berasal dari Dongson juga ditemukan jauh ke timur di wilayah Danau Sentani.
Penutup
menunjukkan Papua merupakan bagian dari suatu jaringan perdagangan dari Indonesia
bagian barat ke timur.
DAFTAR PUSTAKA
Ambrose, W. 1988. An Early Bronze Artifact from Papua New Guinea. Antiquity 62.
Hlm. 483-491.
Bellwood, Peter. 1978. Man Conquest of the Pacific. The Prehistory of South East
Asia and Oceania. Auckland: William Collins Publisher Ltd.
Flassy, Don A.L. 2007. Etno Artistik Sentani Motif Gaya Rias. Jakarta: Balai
Pustaka.
Howel, W.W. 1943. “The Racial Elements of Melanesia” dalam Coon C. S. dan J. M.
Andrews (ed.). Hlm. 38-49.
Jacob, T. 2008. “Ras, Etnik, dan Bangsa dalam Arkeologi Indonesia” dalam PIA IX
Kediri 23-28 Juli 2002. Jakarta: IAAI.
Lin, J. Tan Soe. 1963. “Orang Muyu” dalam Penduduk Irian Barat (Koentjaraningrat
dan Harsja W. Bachtiar eds.). Jakarta: PT Penerbitan Universitas. Hlm. 233-
251.
Moeliono, A. M. 1963. “Ragam Bahasa di Irian Barat” dalam Penduduk Irian Barat
(Koentjaraningrat dan Harsja W. Bachtiar eds.). Jakarta: PT Penerbitan
Universitas. Hlm. 28-37.
Naber, S.P.P.H. 1915. “Nieuw-Guinea, Nova Guinea, Nieuw Guinee” dalam Tijdshrift
van het Koninklijk Nederlandsch Aardrijksundig Genootschap. XXXII. Hlm.
527-533.
Sujatni. 1963. “Orang Waropen” dalam Penduduk Irian Barat (Koentjaraningrat dan
Harsja W. Bachtiar eds.). Jakarta: PT Penerbitan Universitas.Hlm. 136-158.
Wanane, Teddy K dan Trien Kambu, 2007. “Ragam Rias Orang Mey Brat Jazirah
Kepala Burung Tanah Papua” dalam Refleksi Seni Rupa di Tanah Papua (Don
A. L. Flassy ed.). Jakarta: Balai Pustaka. Hlm. 64-71.