Professional Documents
Culture Documents
Best Practice
Best Practice
NURHAYATI
Pengawas Sekolah Tingkat SD UPTD Wilayah 5 Kabupaten Aceh
Besar
ABSTRAK
A.PENDAHULUAN
1
desentralisasi pendidikan tersebut. Berhubungan dengan hal ini Susetio (2005:34)
mengemukakan Manajemen Berbasis Sekolah adalah :’Sebagai manajemen baru
paradigma pengembangan pendidikan, berorientasi pada kebutuhan masyarakat, yang
perlu diperkenankan dan bisa dijadikan suatu cara untuk menyelesaikan persoalan.
Konsep itu menekankan pentingnya peningkatan mutu terpadu sehingga dapat dijadikan
kebijakan strategi dalam implementasi pendidikan yang diprakarsai sekolah dan daerah’.
1. Latar Belakang
Keinginan pemerintah, agar pengelolaan pendidikan diarahkan pada desentralisasi, untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat secara aktif dan merealisasikan otonomi daerah.
Karena itu perlu pula kesiapan sekolah sebagai pelaksana operasional pendidikan yang
dapat mengakomodir seluruh elemen esensial diharapkan muncul dari pemerintah
Kabupaten/ Kota sebagai penerima wewenang otonomi. Era reformasi yang sedang
berjalan, diantaranya lahir Undang-Undang Nomor.22 Tahun 1999 tentang Otonomi
Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tentang perimbangan keuangan pusat dan
daerah, undang-undang tersebut membawa konsekwensi terhadap bidang-bidang
kewenangan daerah termasuk bidang pendidikan sangat tergantung atas kebijakan
pemerintah daerah sebagai bagian dari kewenangan yang dilimpahkan.
Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 direvisi dan diberlakukan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pelimpahan wewenang pusat kepada
daerah, dan salah satunya pengelolaan pendidikan. Pelimpahan wewenang kepada
daerah kabupaten/Kota ini merupakan peluang untuk meningkatkan kualitas pendidikan
yang berbasis keunggulan daerah. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan
ujung tombak pelaksanaan desentralisasi pendidikan tersebut. Berhubungan dengan hal
ini Susetio (2005:34) mengemukakan Manajemen Berbasis Sekolah adalah, ‘Sebagai
manajemen baru paradigma pengembangan pendidikan, berorientasi pada kebutuhan
masyarakat, yang perlu diperkenankan dan bisa dijadikan suatu cara untuk
menyelesaikan persoalan. Konsep itu menekankan pentingnya peningkatan mutu terpadu
sehingga dapat dijadikan kebijakan strategi dalam implementasi pendidikan yang
diprakarsai sekolah dan daerah’.
Keberhasilan pembangunan pendidikan di daerah otonom dapat dilihat
sejauhmana sekolah-sekolah itu mampu menunjukkan prestasinya dalam meningkatkan
mutu pendidikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah. Namun pada kenyataannya
desentralisasi di daerah belum sepenuhnya berhasil dalam peningkatan mutu pendidikan.
Hal ini ditegaskan Sagala (2008:2) sebagai berikut, ‘Desentralisasi malah kurang tersedia
atau kurang dioptimalkan terlalu sedikit mekanisme yang tersedia untuk memastikan
terjadinya penularan kegiatan-kegiatan efektif yang diinginkan sistem desentralisasi
proses desentralisasi dalam penyelenggaraan pendidikan belumlah terasa dengan baik,
meskipun pemerintah setiap saat melakukan kajian untuk mengatasi berbagai kendala
kebijakan desentralisasi pemerintah’.
Padahal pendidikan yang selama ini dikelola secara terpusat (sentralisasi) diubah
untuk mengikuti irama yang sedang berkembang, otonomi daerah sebagai
perkembangan politik ditingkat makro akan menjadi imbas terhadap otonomi sekolah
sebagai subsistem pendidikan nasional. Kebijakan yang sudah ada terkait dan sepadan
(link and match) dengan pengoperasian muatan lokal (local contant), masih belum tuntas
dilaksanakan sekarang dihadapkan pula pada otonomi daerah dengan model Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS)/ “School Based Management (SBM)”. Kondisi ini menuntut
pemikiran-pemikiran yang sistematis untuk merumuskan bentuk hubungan kerja yang
sesuai bagi dasar dalam kaitannya dengan otonomi daerah dan relevan pendidikan.
Melalui otonomi daerah pengelolaan pendidikan diharapkan pemenuhan kebutuhan
masyarakat lebih cepat, tepat, efisien, dan efektif. Selain itu, diharapkan aparat yang
bersih dan berwibawa, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sebelumnya
2
manajemen pendidikan merupakan wewenang pusat dengan berlakunya Undang-
Undang tersebut kewenangan tersebut dialihkan ke pemerintah kabupaten/kota.
Program pendidikan yang mengacu pada tema relevansi terus dilakukan sejak
Pelita I (awal Pemerintah Suharto ) sampai sekarang, walaupun sampai saat ini masih
banyak permasalahan dan tantangan yang perlu mendapat perhatian, pada dasarnya
prinsip-prinsip evaluasi merupakan prinsip umum yang digunakan di Indonesia disamping
prinsip efisien dan efektifitas, fleksibelitas program serta pendidikan seumur hidup (live
long education) (Mali, 1998:137). Dengan demikian, tujuan utama Manajemen Berbasis
Sekolah adalah untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan,
peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada
dan partisipasi masyarakat dalam penyederhanaan birokrasi peningkatan mutu diperoleh
melalui partisipasi orang tua, kelenturan pengelolaan sekolah, peningkatan
profesionalisme guru, adanya hadiah dan hukuman sebagai kontrol serta hal lain yang
dapat menumbuhkembangkan suasana yang kondusif.
Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat
terutama yang mampu dan peduli, sementara yang kurang mampu akan menjadi
tanggung jawab pemerintah. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah menuntut
adanya dukungan tenaga kerja yang terampil dan berkualitas agar dapat membangkitkat
motivasi kerja yang lebih produktif dan memberdayakan otoritas daerah setempat, serta
mengefesiensikan sistem dan menghilangkan birokrasi yang tumpang tindih.Dalam
konteks Manajemen Berbasis Sekolah, tingkat keberhasilan pengelolaan sekolah
menurut Suparno et al. (2002:59) dapat diukur dengan kriteria keberhasilan sebagai
berikut: (1) Angka tinggal kelas yang semakin kecil, terutama di kelas rendah; (2) angka
drop out yang semakin kecil; (3) Otonomi kepala sekolah dan para guru semakin
berkembang di sekolah sendiri; (4) Intensitas partisipasi orang tua, masyarakat atau BP3
yang semakin meningkat dalam memikirkan mutu; (5) Dukungan pihak pemerintah
daerah terhadap sekolah semakin banyak; dan (6) kegiatan belajar mengajar semakin
menarik dan menyenangkan bagi para siswa.
Keberhasilan seperti ini ditemukan di Meksiko sebab pemerintah pusat telah
melakukan pelatihan bagi personil yang akan dipekerjakan diberbagai tempat kerja yang
diperlukan malah di Chili menunjukkan adanya penurunan anggaran yang besar (pemuji,
2004:9). Manajemen Berbasis Sekolah memberikan peluang bagi kepala sekolah, guru
dan peserta didik untuk melakukan inovasi dan inprovisasi di sekolah, berkaitan dengan
masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial dan lain-lain sebagainya yang tumbuh dari
aktivitas, kreativitas dan profesionalisme yang dimiliki. Pelibatan masyarakat dan dewan
sekolah di bawah monitoring pemerintah, mendorong sekolah untuk lebih terbuka,
demokratis dan tanggung jawab. Pemberian kebebasan yang lebih luas memberikan
kemungkinan kepala sekolah untuk dapat menemukan jati dirinya dalam membina
peserta didik, guru, dan petugas lain yang ada di lingkungan sekolah. Sekolah yang
merupakan suatu organisasi yang diberikan kebebasan oleh pemerintah untuk
melaksanakan kegiatan yang menyangkut dengan proses belajar mengajar. Kegiatan
proses belajar mengajar untuk meningkatkan mutu siswa di sekolah tidak tercapai tanpa
adanya manajemen yang baik dan kuat. Manajemen Berbasis Sekolah dianggap sangat
cocok dalam mengoptimalisasikan kinerja organisasi sekolah.
Dukungan kewenangan yang diberikan kepada sekolah dalam bentuk
Manajemen Berbasis Sekolah menjadikan sekolah meningkatkan kinerja sekolah melalui
keputusan-keputusan yang berpihak pada kepentingan peserta. Prinsip-prinsip yang
harus dikembangkan dalam Manajemen Berbasis Sekolah menurut Nurkolis (2003:156),
adalah: “(1) ekuifinalitas (principle of equifinality), (2) desentralisasi (decentralization), (3)
sistem pengelolaan mandiri (self managing system), dan (4) inisiatif manusia (human
initiative)”. Prinsip otonomi dan profesional pengelolaan sekolah dengan pendekatan
budaya bermutu ditampilkan dalam setiap aktivitas organisasi. Hal ini dapat ditunjukkan
dari prilaku dan komitmen anggota organisasi dalam bentuk akuntabilitas, transparansi,
3
dan pengambilan keputusan yang demokratis. Keputusan-keputusan yang diambil oleh
sekolah berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan secara mikro, meso dan makro
dengan tidak mengabaikan peran anggota organisasi sekolah serta masyarakat. Dengan
memperhatikan berbagai fenomena, kondisi dan kenyataan serta masalah bagaimana
diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada 5 SD dalam
Gugus garot.
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah,
‘Bagaimana optmalisasi organisasi sekolah dalam meningkatkan kinerja guru?’ Secara
rinci permasalahan ini dapat disajikan dalam beberapa pertanyaan berikut, (1)
Bagaimanakah program kepala sekolah dalam mengoptimalkan organisasi sekolah untuk
meningkatkan kinerja guru SD dalam gugus Garot?, (2) Bagaimanakah pelaksanaan
optimalisasi untuk meningkatkan organisasi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru
pada SD dalam Gugus Garot?, dan (3) Hambatan-hambatan apa yang dialami kepala
sekolah dalam mengoptimalkan organisasi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru?
B.KAJIAN PUSTAKA
4
standar dan persyaratan kompetensi yang telah ditentukan”. Sementara itu, menurut
Russel Landsbury (2002:92), manajemen kinerja adalah “....the process of identifying,
evaluating, and developing the work performance of employe in the organization”.
Lalu, menurut Amstrong (1995:23), manajemen kinerja adalah “....is a means of
getting better result from the organization, teams, and individuals by understanding and
managing performance within an agreed framework of planned goal, standards and
attrribute/competence requirement”. Untuk lebih jelas dapat diuraikan bahwa manajemen
kinerja adalah cara mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim, dan individu
dengan memahami dan mengelola kinerja dalam kerangka yang disepakati tujuan
terencana, standar dan atribut/kompetensi kebutuhan, menurut Bacal (2001:3)
“manajemen kinerja adalah komunikasi yang berlangsung terus menerus, yang
dilaksanakan berdasarkan kemitraan, antara seorang karyawan dengan penyelia
langsungnya”. Menurut Ruky (2001:6), “manajemen kinerja berkaitan dengan usaha,
kegiatan atau program yang di prakarsai dan dilaksanakan oleh pimpinan organisasi
untuk merencanakan , mengarahkan dan mengendalikan prestasi karyawan”.
Selanjutnya menurut Noe, et al., (2006:71) manajemen kinerja adalah “...through
which managers ensure that employees’ activities and output congruent with the
organization’s goals”, artinya melalui mana manajer memastikan bahwa aktivitas
karyawan dan kongruen output dengan tujuan organisasi. Menurut Cascio, (2006:683),
anajemen kinerja adalah “....a broad process thet requires managers to define, facilittate,
and encourage performance by providing timely feedback and constantly focusing
everyone’s attention on the ultimate objective”, artinya sebuah proses yang luas yang
memerlukan manajer untuk mendefinikan, memfasilitasikan, dan mendorong kinerja
dengan memberikan umpan balik yang tepat waktu dan terus menerus memfokuskan
perhatian semua orang pada tujuan akhir. Menurut Wibowo (2007:9), “gaya manajemen
dalam mengelola sumber daya yang berorientasi pada kinerja yang melakukan proses
komunikasi secara terbuka dan berkelanjutan dengan menciptakan visi bersama dan
pendekatan strategis serta terpadu sebagai kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan
organisasi”.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa manajemen kinerja
merupakan suatu proses yang dapat mendorong pada pengembangan kinerja organisasi
kearah yang lebih baik dan berkualitas, melalui komunikasi yang berkesinambungan
antara pemimpin dengan pegawai sejalan dengan apa yang diharapkan oleh organisasi.
Manajemen kinerja memfokuskan diri pada upaya untuk menjadikan kinerja sebagai
pusat perhatian dalam meningkatkan kinerja individu dan tim agar dapat memberikan
kontribusi yang makin meningkat bagi organisasi sesuai dengan tujuan organisasi. Enos
(2000:4-6) mengemukakan beberapa faktor pentingnya manajemen kinerja yaitu: (a)
competition (b) an increase in costemer knowledge and demand, (c) rapid tecnology
changes, (d) human resources need an desiers, (e) the human being have powerful need
to be competent, and (f) incredible and growing knowledge availibality.
Dari landasan teori di atas, jika dikaitkan dengan organisasi pendidikan maka
dapat disimpulkan manajemen kinerja sekolah menekankan pada pengelolaan sekolah
sebagai sumber daya yang potensial, karena keberhasilan pengelolaan sekolah sangat
ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumber daya sekolah. Untuk terus
mengembangkan kinerja sekolah ke arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan baik
lokal (sekolah), regional maupun nasional serta tuntutan perubahan sekolah.
Pengembangan kinerja sekolah memerlukan respon yang adaptif dan proaktif, dimana
manajemen kinerja sekolah dapat dijadikan sebagai cara yang tepat untuk menentukan
suatu keberhasilan. Sekolah secara organisasi diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan dan motivasi kerja organisasi sekolah mulai tingkatan strategis sampai
dengan tingkatan individu, dan tim dalam menghadapi semua tuntutan akibat perubahan
yang terjadi yang didukung penuh oleh kepala sekolah sebagai pengambil kebijakan
tertinggi.
5
Secara rinci dapat dikatakan bahwa manajemen kinerja adalah proses yang
berkesinambungan dari supervisor dan karyawan bekerja sama untuk: Pertama,
mengatur ekspektasi kinerja terkait dengan tujuan organisasi. Kedua,menetapkan kriteria
terhadap yang individu dan kinerja unit dapat diukur. Ketiga, mengidentifikasikan
daerahuntuk peningkatan kompetensi. Keempat,memberikan umpan balik kinerja.
Kelima, terus-menerus meningkatkan kinerja. Tujuan dari manajemen kinerja adalah
untuk membantu karyawan meningkatkan kinerja dan efektivitasnya. Pendapat di atas
menunjukkan bahwa proses kerjasama yang terus menerus antara pemimpin atau
supervisor dan pekerja menjadi hal utama dalam manajemen kinerja dalam menentukan
harapan kinerja terkait dengan tujuan organisasi, menentukan kriteria dan pengukuran
kinerja individu, menentukan upaya perbaikan, menyediakan umpan balik serta
pengembangan kinerja yang berkesinambungan
C.PEMBAHASAN MASALAH
Hasil penelitian yang dilakukan Suharningsih (2009) menunjukkan: Pertama, Kinerja guru
sekolah dasar dalam melaksanakan proses pembelajaran diawali dengan penyusunan
rencana pembelajaran. Kedua, kesuksesan guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran merupakan keberhasilan guru dalam menciptakan suasana pembelajaran
yang menyenangkan, sehingga semua siswa termotivasi untuk terlibat secara aktif dalam
pembelajaran. Ketiga, kesuksesan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran
berkat: (a) kemampuan dan semangat guru yang tinggi; (b) pembinaan yang diberikan
kepala sekolah secara rutin baik di sekolah dengan memanfaatkan pertemuan sekolah
maupun di gugus dengan memfungsikan pertemuan KKG; (c) kemampuan kepala
sekolah dalam melaksanakan supervisi sehingga bisa melakukan pengawasan dan
pengendalian pelaksanaan pembelajaran dengan kegiatan kunjungan kelas dan diskusi
kelompok; dan (d) keberhasilan kepala sekolah menciptakan iklim sekolah yang kondusif
dengan menciptakan kondisi fisik sekolah dan sosio emosional yang menyenangkan
sehingga guru dalam melaksanakan proses pembelajaran bersemangat.
Penelitian Widiastuti (2005) menunjukkan bahwa: (1) Partisipasi warga sekolah
(stakeholder) baik intern maupun ekstern menunjukkan hasil yang positif berdasarkan
fakta dilapangan bahwa sekolah selalu melibatkan semua pihak yang berkepentingan
dalam pengambilan keputusan ataupun kegiatan-kegiatan di sekolah; (2) Trasparansi
dalam penggunaan dana merupakan hasil positif, perencanaan, pelaksanaan, maupun
evaluasi selalu diketahui oleh semua pihak. (3) Budaya mutu yang dilaksanakan oleh
sekolah menunjukkan hasil yang positif hal ini dapat dilihat dari upaya yang dilakukan
oleh sekolah untuk peningkatan kualitas pendidikan misalnya (KBK, yang didalamnya
mencakup; pembelajaran tuntas, penelitian tindakan kelas, moving kelas, pembinaan
guru setiap bulan, try out untuk siswa, dan masih banyak lagi indikator yang lainya); (4)
akuntabilitas di sekolah dapat ditunjukkan dari perolehan nilai UAN tertingi untuk sekolah
negeri di Bandung, prestasi-prestasi yang di raih siswa atau guru baik akademik maupun
non akademik dan dari keprcayaan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke
sekolah.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan Haryadi (2007) menunjukkan: pertama,
faktor-faktor yang mendukung terhadap pencapaian prestasi sekolah meliputi: sejauh
atau lamanya sekolah berdiri; status sebagai sekolah unggulan atau percontohan; kepala
sekolah dan guru-guru yang berpengalaman dan terseleksi; dukungan orang tua dan
masyarakat; komitmen ynag tinggi dari kepala sekolah. Kedua, pada sekolah berprestasi
ditemukan nilai-nilai budaya organisasi yang dikembangkan dan dijadikan acuan dalam
bekerja, meliputi: nilai, keunggulan, prestasi dan persaingan, efektivitas, kebersamaan,
6
kedisiplinan, nilai cinta kasih dan pelayanan; nilai kualitas; nilai pemberdayaan; nilai
perjuangan; dan nilai pengabdian.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu di atas dapat disimpulkan bahwa
Manajemen Berbasis Sekolah merupakan pendekatan untuk menciptakan kebersamaan
warga sekolah dalam rangka mengoptimalkan kinerja sekolahnya. Dengan pelibatan
masyarakat terhadap penentuan strategi sekolah meningkatkan kinerjanya memberi
nuansa baru bagi warga sekolah terhadap komitmen dan tanggung jawabnya kepada
sekolah. Selain itu muncul pula kesadaran yang tinggi warga sekolah untuk menegakkan
disiplin dalam melakukan tugas-tugas sekolah dalam hal ini berorientasi pada
kepentingan peserta didik.
Pada strategi pemecahan masalah ini, penulis mengelompokkan pokok bahasan meliputi
3 bagian yaitu, (1) Alasan pemilihan strategi pemecahan masalah, (2) Deskripsi strategi
pemecahan masalah, dan, (3) Tahapan Operasional Pelaksanaan. Setelah
pengelompokan ini, penulis menguraikan setiap kelompok secara rinci dengan sesekali
disertai contoh kontekstual
Kinerja masing-masing sekolah diukur dari lima criteria yang berkaitan dengan konsep
Managemen Berbasis Sekolah yang meliputi Optimalisasi administrasi sekolah,
Optimalisasi kepala sekolah, Optimalisasi pembelajaran, Optimalisasi disiplin sekolah, dan
Optimalisasi kebersihan sekolah. Skor penilaian kinerja sekolah pada masing-masing aspek
ini berada pada rentang 0 sampai 100. Penilaian kinerja sekolah ini diamati pada setiap
tahapan penelitian mulai dari tahapan presiklus sampai pada tahapan siklus 1, siklus 2, dan
siklus 3.
7
Pada bagian ini hanya akan disajikan 4 tahapan penting dan strategis dalam
menghasilkan bentuk ‘best practice’, Tahapan operasional strategis ini meliputi;
Persiapan - Pada tahapan ini semua dipersiapkan supaya pelaksanaan ‘best
practice’ berkaitan dengan penerapan Managemen Berbasis Sekolah (MBS)
dapat membawa kinerja sekolah menjadi baik atau sangat baik. Pesiapan konsep
MBS ini dengan melibatkan semua civitas sekolah untuk terlibat meningkatkan
kinerja sekolah. Karena itu perlu diidentifikasi siapa mengerjakan apa dan berapa
lama.
Pelaksanaan – Pada tahapan ini, mulai disajikan beberapa praktek dan kegiatan
pembelajaran yang berada dalam kategori baik yang memungkinkan siswa aktif,
produktif, dan kreatif. Sementara itu, semua civitas sekolah sibuk menyelesaikan
tugas yang diberikan. Khusus guru, selalu menyusun persiapan mengajar dalam
wujud RPP (Rencana Program Pembelajaran) secara sistematis dan terencana.
Pelaporan – Pada tahapan ini, penulis mencoba untuk meramu semua catatan
penting baik selama perencanaan maupun selamau pelaksanaan riil di kelas,
termasuk pelaksanaan uji coba. Pe nulis perlu menyajikan apa adanya dan tidak
perlu menyembunyikan kekurangan pada best practice yang disajikan.
Diskusi dan Pengukuhan – Pada tahapan ini, penulis memberi peluang kepada
siapa saja yang ingin memberikan masukan, komentar, dan saran perbaikan.
Tentu saja, untuk menerima dan menolak saran dan komentar ini, penulis perlu
menyusun criteria tertentu.
3. Pembahasan Masalah
Data penelitian ini mengumpulkan data tentang kinerja 5 SD yang dinilai melalui 5 kriteria
yaitu, Optimalisasi administrasi sekolah, Optimalisasi kepala sekolah, Optimalisasi
pembelajaran, Optimalisasi disiplin sekolah, dan Optimalisasi kebersihan sekolah.
Masing-masing criteria memiliki rentang skor antara 0 sampai 100. Nilai kinerja masing-
masing sekolah merupakan nilai akumulasi dari kelima criteria ini. Diketahui bahwa
jumlah SD yang memiliki kinerja baik meningkat tajam setelah pelaksaan program MBS
secara intens dan efektif.
Data kuantitatif penelitian menunjukkan bahwa sebelum penerapan model
Managemen Berbasis Sekolah (MBS), ternyata tidak ada satupun SD (0 %) dari 5 SD
yang menunjukkan kinerja organisasi siswa dalam kategori baik. Akan tetapi setelah
penerapan model Managemen Berbasis Sekolah (MBS), ternyata terjadi peningkatan
secara signifikan jumlah SD yang memiliki kinerja organisasi dalam kategori baik yaitu
sebanyak 4 SD (80 %) pada siklus 1 dan meningkat lagi menjadi semua SD sebanyak 5
SD (100 %) pada siklus 2. Semua data ini disajikan pada tabel gbr 1, 2, dan 3 serta grafik
pada gbr 4.
8
Gbr 2: Hasil penilaian kinerja sekolah pada presiklus
Optimalisa Optimalisa Optimalisasi Optimalisa Optimalisa
Sekola si si kepala pembelajara si disiplin si nilai Kategori
h administra sekolah n sekolah kebersihan rata baik
si sekolah sekolah -
rata
SD 1 35 50 50 45 45 45 KURAN
G
SD 2 55 55 55 55 55 55 KURAN
G
SD 3 50 50 50 50 50 50 KURAN
G
SD 4 60 60 50 50 55 55 KURAN
G
SD 5 80 80 80 80 80 80 BAIK
9
Pada bagian ini akan disajikan kesimpulan dan rekomendasi. Kesimpulan merupakan
ringkasan pembahasan analisis ‘best practice’ ini sedangkan rekomendasi merupakan
beberapa saran praktis yang diturunkan dari kesimpulan yang sudah dirumuskan.
1.KESIMPULAN
2.REKOMENDASI
DAFTAR PUSTAKA
Ainsworth, Murray et. Al. 2002. Managing Performance Managing People. Jakarta:
Bhuana Ilmu Populer (BIP).
10
Cascio, Wayne F. (2006). Outline & Highlights for Applied Psycology In Human Resouce
Management. USA: AIPI.
Dessler, Gary. (2005). Manajemen Sumber Dya Manusia. (nint ed.) Alih Bahasa Oleh Eli
Tanya. Jakarta: Indeks Kelompok Gramedia.
Grote, Dick. (2004). The Performance Appraisal Question and Answer Book: Survival
Guide for Managers. New York: AMACOM.
Harun, Cut Zahri. (2009). Manajemen Sumber Daya Pendidikan. Yogyakarta: Pena
Persada.
Haryadi, Rahmat. (2007). Budaya Organisasi Sekolah Berprestasi, Studi Multi Kasus
pada SD Negri, SD Katolik dan SD Islam Berprestasi di Kabupaten Semarang,
Jawa Tengah. Disertasi Doktor pada UPI Bandung, tidak diterbitkan.
Higgins, James M. (1982). 101 Creative Problem Solving Techniques: the Handbook of
New Ideas for Business. USA: New Management Pub.co.
Lipham, James M. And Hoeh, James A. Jr. (1974). The Principalship: Foundations and
Functions. New York: Harper and Row, Inc.
11
Moleong, Lexy J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurkolis. (2003). Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta:
Grasinda.
Pamuji. (2004). Ilmu Sebagai Landasan dalam Pemecahan Masalah dan Pengambilan
Keputusan. Makalah Falsafah Sains, Program Pascasarjana IPB Bogor, tidak
diterbitkan.
Sa’ud, Udin Syaefuddin & Makmun, Abin Syamsuddin (2007). Perencanaan Pendidikan,
Suatu Pendekatan Komprehensif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sedarmayanti. (2007). Tata Kerja & Produktivitas Kerja. Jakarta: Mandar Maju.
Sentana, Aso. (2004). Excellent Service & Costumer Satisfication. Jakarta: Elex Media
Komputindo Gramedia.
12
Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung: Alfabeta.
Susetyo, Benny. (2005). Politik Pendidikan Penguasa. Jakarta: LkiS Pelangi Aksara.
Usman, Husaini. (2009). Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. (third.ed.).
Jakarta: Bumi Aksara.
Usman, Nasir. (2007). Manajemen Peningkatan Kinerja guru. Bandung: Mutiara Ilmu.
Widiastuti, Rerta. (2005). Budaya Kerja Sekolah Efektif dalam Konteks Manajemen
Berbasis Sekolah. Skripsi Sarjana pada UPI Bandung, tidak diterbitkan.
13