You are on page 1of 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjaun Bawang Dayak
2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Kerajaan : Plantae
Subkerajaan : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Subkelas : Liliidae
Ordo : Liliales
Familia : Iridaceae
Genus : Eleutherine
Species : Eleutherine pallmifolia L. (Indrawati, 2013)

Gambar 2.1. Bawang Dayak (Indrawati, 2013)

2.1.2 Sinonim
Tanaman bawang dayak secra turun temurun sudah dimanfaatkam oleh
penduduk Dayak sebagai tumbuhan obat. Bawang dayak mempunyai beberapa
nama lain. Bawang dayak sering juga disebut bawang sabrang, bawang mekah,
bawaang hutan, bawang kambe dan bawang berlian (Indrawati, 2013).

8
9

2.1.4 Morfologi Tanaman


Bawang Dayak membutuhkan cahaya matahari untuk mengalami
pertumbuhan. Bawang dayak tumbuh dengan umbi. Umbi bawang dayak mirip
dengan umbi bawang merah yaitu memiliki beberapa lapis dan setiap lapis
ketebalannya berbeda. Umbi bawang dayak tidak memiliki bau yang menyengat
dan tidak menyebabkan mata menjadi pedih, tidak seperti bawang merah. Daun
bawang dayak menjulang sejajar. Bawang dayak ini salah satu dari jenis anggrek
tanah sehingga bentuk daun sama yaitu bagian pangkal umbinya tumbuh daun
menjulang yang sejajar dan memiliki garis-garis yang arahnya sesuai dengan
bentuk tulang daun. Daun bawang dayak memilikin lebar 3-5 cm dan panjang 25-
20 cm. Bawang dayak memiliki akar serabut. Bunga dari bawang dayak memiliki
bentuk seperti anggrek tanah yang memiliki warna putih, mungil, dan memiliki
kelopak bunga berjumlah lima (Indrawati, 2013).
2.1.5 Penyebaran Bawang Dayak
Bawang Dayak adalah tanaman asli Borneo dengan jumlah yang sedikit
tetapi mempunyai manfaat yang sangat banyak. Untuk penyebaran bawang dayak
di Kalimantan cukup merata dari kota sampai ke desa. Umbi bawang dayak akan
tumbuh secara maksimal jika tumbuh di tanah yang berpasir. Karena jika bawang
dayak di tanamn di tanah yang mengandung banyak air maka umbi dari bawang
dayak akan cepat busuk (Indrawati, 2013).
Selain di Kalimantan bawang dayak juga tersebar di Semenanjung Malaysia
hingga Filiphina, Sumatera disebut dengan bawang kapal; Jawa disebut dengan
brambang sabrang, bawang siyem, teki sabrang, bebawangan, bureum; Sulawesi,
Nusa Tenggara (Sudarmawan, 2009).
2.1.6 Khasiat
Dalam bawang dayak terdapat banyak kandungan senyawa aktif dan
senyawa utama yaitu alkaloid, saponin, triterpenoid, steroid, glikosida, tannin,
fenolik, dan flavonoid (Indrawati, 2000). Bawang dayak memiliki manfaat yang
banyak digunakan untuk obat tradisional yang mampu digunakan untuk mengobati
penyakit seperti kanker kolon, kanker payudara, kencing manis, darah tinggi,
mengatasi LDL tinggi, stroke (Galingging, 2009) Menurut Rio de Janeiro di dalam
jurnal ilmiah Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, Vol. 98(5): 709-712, July
10

2003 dalam buku Indrawati (2013) bahwa bawang dayak memiliki kandungan
senyawa kimia yang memiliki khasiat sebagai antikanker. Zat aktif dalam umbi
bawang dayak yaitu Eleuterin mampu menghambat kerja dari suati enzim yaitu
enzim topoisomerase II yang berperan dalam fase replikasi dan poliferasi dari sel
kanker.
2.1.7 Kandungan Senyawa Kimia
Di dalam bawang dayak (Eleutherine palmifolia L.) terdapat suatu senyawa
yaitu, alkaloida, flavonoid, glikosida, steroid, fenol, dan tannin yang memiliki
potensi untuk dikembangkan untuk dijadikan tanaman obat (Galingging, 2009).
Selain itu, bawnag dayak juga terdapat kandungan golongan naftokuinon serta
turunanya (elenacine, eleutherine, eleutherol, eleutherenon) yang dapat digunakan
untuk anti kanker.
Senyawa alkaloid, flavonoid, glikosida dan saponin yang terdapat dalam
bawang dayak mempunyai aktivitas hipoglikemik (menurunkan kadar gula dalam
darah), sehingga memiliki manfaat untuk mengobati diabetes mellitus. Alkaloid
juga memiliki fungsi sebagai anti mikroba dan tannin memiliki fungsi untuk
mengobati sakit perut (Galingging, 2009).
Tabel II.1. Golongan Senyawa (Indrawati, 2013)

Golongan Senyawa Umbi Bawang Dayak


Alkaloid +
Steroid +
Glikosid +
Flavonoid +
Fenol +
Tannin +
Saponin +

2.1.8 Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder sebagai Antikanker


Tanaman mempunyai 2 senyawa metabolit, yaitu metabolit primer dan
sekunder. Metabolit primer untuk pertumbuhan dan metabolit sekunder tidak
meiliki peran langsung untuk pertumbuhan. Mrtabolit sekunder akan dihasilkan
oleh tanaman dalam kondisi tertentu. Contoh dari metabolit sekunder antara lain
11

untuk antibiotic, pigmen, toksin, efektor, kompetensi ekologi dan simbiosis


(Nofiani, 2008). Setiap jenis metabolit sekunder memiliki fungsi yang berbeda.
Senyawa ini tidak berperan penting untuk kelangsungan hidup pada tanaman dan
juga memiliki beberapa keuntungan. Metabolit sekunder tertentu dapat berfungsi
dan dimanfaatkan sebagai antioksidan, anti kanker, dan juga sebagai bahan baku
pembuatan obat. Hasil metabolit sekunder berupa senyawa alkaloid, flavonoid,
polifenol, terpenoid, dan juga antrakuinon yang memungkinkan senyawan tersebut
dapat digunakan sebagai antikanker (Puji et al., 2006).
1. Alkaloid
Alkaloid sebagai antikanker dengan menghalangi pembentukan
mikrotubula pada pembelahan sel tumor, sehingga sel tumor akan terhambat.
Alkaloid yang dimaksud adalah jenis alkaloid indole, piridin dan
piperidin(Kintzious dan Barberaki, 2003). Terdapat sekitar 2500 jenis alkaloid
yang didalamnya terkandung zat nitrogen. Biasanya atom nitrogen ini bergabung
menjadi system siklik (Indrawati, 2013). Sekitar 15 persen tanaman yang terdapat
di tanah dan lebih dari 150 famili tanaman mengandung alkaloid didalamnya
(Mohan and Jeyachandran, 2012).
Di dalam tumbuhan, senyawa alkaloid merupakan penghasil dari nitrogen
dan hasil dari metabolisme. Alkaloid memiliki sifat basa yang dapat menyebabkan
senyawa tersebut mengalami perunahan akibat adanya oksigen. Bahaya yang
disebabkan karena senyawa flavonoid ini dapat dikembangan dan dilakukan
penelitian sehingga memiliki aktivitas fisiologis yangmenonjol dan dapat
digunakan untuk pengobatan secara luas (Indrawati, 2013). Penelitian yang
dilakukan pada uji sitotoksisitas dari isolat spons Zyzzya fuliginosa ke kanker
leukimia dengan metode MTT assay didapatkan nilai IC50 0,12 µg/ml dimana
alkaloid bermanfaat sebagai pengobatan antikanker (Singla, et al., 2014).
2. Flavonoid
Flavonoid adalah jenis dari kelompok senyawa fenol yang terdapat di
tumbuhan yang memiliki pembuluh, misalnya buah dan sayuran. Fungsi dari
flavonoid adalah sebagai pigmen untuk menunjukan ciri khas dari suatu tanaman.
Dalam satu jenis tumbuhan terdapat beberapa macam flavonoid yang khas
(Indrawati, 2013). Flavonoid memiliki banyak jenis yaitu flavanon, flavon,
12

isoflavon, flavonol, glikoflavon, khalkon, auron, antosianidin, dan proantosianidin


(Boik, 2001). Struktur dari flavonoid adalah turunan dari senyawa induk flavon
yang mempunyai sifat yang sama. Flavonoid terdiri dari konfigurasi C6-C3-C6
yaitu dua cincin yang dijembatani oleh tiga karbon yang mampu atau tidak mampu
membentuk cincin ketiga (Indrawati, 2013).
Dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan, senyawa flavonoid
mempunyai aktivitas biologis yang dapat digunakan untuk antikakanker, antivirus,
antiinflamasi, mengurangi penyakit kardiovaskular, serta mampu mencegah
radikal bebas (Indrawati, 2013). Pada Penelitian (Pebriana, 2008) flavonoid
mampu menghambat proses apoptosis. Apoptosis merupakan suatu kematian sel
yang terprogram dan berperan penting dalam proses pertumbuhan sel kanker.
Penelitian yang dilakukan Fitria (2009) yaitu uji aktivitas antikanker secara in vitro
pada sel murine P-388 senyawa flavonoid dari akar tumbuhan tunjuk langit dengan
analisis menggunakan spektrum UV didapatkan hasil bahwa senyawa flavonoid
hasil isolasi dari fraksi etilasetat termasuk dalam kelompok flavon dengan sistem
orto-OH pada cincin B terletak pada posisi 30, 40. Hasil uji antikanker dengan
menggunakan bioassay pada sel murine P388 didapatkan nilai IC 50 2,4 μg/ml
artinya senyawa flavonoid sangat aktif sebagai antikanker (Fitriya and Anwar,
2009) Gugus OH pada senyawa flavonoida dapat memberikan aktivitas sebagai
antioksidan. Apabila jumlah gugus OH dalam senyawa flavonoida semakin tinggi,
maka aktivitas antioksidan semakin baik (Indrawati, 2013)
3. Terpenoid
Terpenoid adalah suatu senyawa aromatis yang didalamnya terkandung
karbon dan hidrogen atau karbon, hidrogen, dan oksigen. Dalam terpenoid terdapat
atom karbon yang memiliki jumlah kelipatan dari lima, namun tidak semua jenis
terpenoid. Senyawa terpenoid di klasifiksikan ke berbagai jenis yaitu monoterpen
(carvone, geraniol, d-limonen, dan perilil alcohol), diterpen (retinol dan trans-
retinoic acid), triterpen (asam betulinic, lupeol , asam oleanat, dan asam ursolik),
dan tetraterpen (α-karoten, β-karoten, lutein, dan ly-copene). Terpenoid sudah
ditemukan dan bermanfaat untuk pengobatan kanker. Terpenoid juga memiliki
aktovitas sebagai antimikroba, antijamur, antiparasit, antivirus, antiallergenic,
antiplasmodik, antihiperglikemik, antiinflamasi, dan ikatan yang tepat
13

imunomodulator. Triterpenoid dan jga turunanya mampu menghambat inisiasi dan


promosi karsinogenesis, menginduksi diferensiasi sel dan apoptosis. Senyawa ini
juga mampu menekan tumor angiogenesis, invasi dan metastasis melalui regulasi
berbagai transkripsi dan pertumbuhan faktor, serta mekanisme signaling yan terjadi
dalam intraseluler (Thoppil and Bishayee, 2011)
4. Polifenol
Polifenol merupakan senyawa yang berasal dari senyawa fenolik yang
mempunyai gugus hidroksi tidak hanya satu. Komponen fenol ini dibagi ke
komponen yang tidak larut, misalkan lignin dan komponen yang larut misalkan,
asam fenolik, phenylpropanoids, flavonoid, dan kuinon. Berdasarkan beberapa
penelitian senyawa fenolik diketahui mempunyai aktivitas biologis seperti
antioksidan, menangkap radikal bebas, mengkelat logam, serta mendonor elektron
(Indrawati, 2013)
Berdasarkan penelitian (Li et al., 2016) ditemukan bahwa fraksi etil asetat,
fraksi n-butanol, dan fraksi air dari ekstrak sugar beet molases dapat menghambat
pertumbuhan sel hepatoseluler, sel MCF-7 dan sel karsinoma usus besar pada
manusia. Namun, belum ada yang mengatakan bahwa polifenol yang terdapat pada
ekstrak MBS merupakan zat aktif yang berperan sebagai sitotoksik pada kanker
manusia.
5. Atrakuinon
Golongan senyawa antrakuinon yang memiliki potensi sebagai antikanker
adalah damnachantal, alizarin dan proxeronine, dan alizarin. Febriansah,(2012)
melakukan penelitian uji sitotoksisitas ekstrak etanol buah mengkudu ke sel
kanker payudara MCF-7 dengan menggunakan metode MTT assay diperoleh nilai
IC50 1,17 µg/ml dimana senyawa antrakuinon berpotensi sebagai antikanker
(Febriansah et al., 2012)
Kuinon merupakan senyawa yang berwarna dan mempunyai kromofor.
Golongan kuinon terbesar di alam adalah atrakuinon. Dia alam telah ada sekitar 40
turunan atrakuinon yang memiliki jenis berbeda beda (Gunawan, 2004).
2.2 Tinjauan Ektraksi
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu senyawa dari campuran dengan
suatu pelarut yang cocok. Proses ekstraksi akan diberhentikan jika antara
14

konsentrasi dari senyawa yang ada didalam pelarut dengan konsentrasi yang ada di
dalam sel dari suatu tanaman sudah seimbang (Mukhriani, 2014). Pengembangan
terhadap obat tradisional dilakukan mulai dari penelitian ilmiah hingga diproduksi
secara modern supaya dapat digunakan untuk obat yang berfungsi sebagai
kesehatan serta kesejahteraan masyarakat. Metode yang digunakan untuk
menemukan obat tradisional ialah metode ekstraksi. Terdapat beberapa sasaran
dilakukanya ekstraksi (Sarker, 2006):
1. Suatu senyawa bioaktif yang belum diketahui sebelumnya
2. Suatu senyawa yang sudah pasti terdapat dalam suatu organisme
3. Beberapa gabungan senyawa yang memiliki hubungan structural dalam suatu
organisme.
Ekstraksi dilakukan terutama untuk bahan dari tumbuhan adalah sebagai berikut:
1. Untuk membedakan bagian tumbuhan ( bunga, daun, dll )
2. Pemilihan suatu pelarut
3. Pelarut yang polar : etanol, air, methanol, dsb
Pelarut yang semipolar : diklorometana, etil asetat, dsb
Pelarut yang non-polar : kloroforom, n-heksan, kloroform, dsb.
Berikut merupakan metode ekstraksi yang biasanya digunakan :
2.2.1 Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi berfungsi untuk menarik zat yang berfungsi dan tahan pemanasan
atau tidak tahan pemanasan (Depkes, 2000). Maserasi adalah salah caru cara
ekstraksi yang sederhana. Dilakukan dengan merendamkan sampel di suhu kamar
menggunakan pelarut yang tepat dan mampu melarutkan analit yang terdapat pada
sampel. Supaya analit dapat terekstraksi secara sempurna maka ekstraksi dilakukan
secara berulang kali. Keuntungan dari maserasi adalah mampu digunakan untuk
analit yang tahan dengan panas atau tidak tahanpanas. Sedangkan kerugiannya
menggunakan pelarut yang banyak (Leba, 2017).
b. Perkolasi
Perkolasi dilaksanakan dengan cara memberi aliran pelarut perlahan yang
terdapat dalam sampel di percolator. Pada perkolasi digunakan pelarut yang baru
sehingga pelarut ditambahkan secara terus menerus (penmbahan dilakukan dengan
15

bertahap disesesuaikan dengan jumlah pelarut yang keluar. Ekstraksi dilaksanakan


sampai analit yang terdapat di dalam sampel terekstraksi semua (Leba, 2017).
Prinsip dari perkolasi ialah menggunakan bejana silinder dan serbuk simplisia
ditemapkan didalam bejana tersebut yang pada bagian bawah bejana diberi sekat
berpori (Depkes RI, 2000).
2.2.2 Cara Panas
a. Sokletasi
Sokletasi dilakukan dengan menggunakan alat yang bernama soklet.
Pelarut dan juga sampel ditempatkan di tempat yang berbeda. Ekstraksi dengan
menggunakan sokletasi menggunakan pelarut yang sedikit. Pelarut akan diuapkan
sampai mendapatkan ekstrak setelah proses sokletasi selesai, sehingga pelarut yang
digunakan akan mudah menguap dan mempunyai titik didih yang rendah. Proses
sokletasi dapat dihentikan dengan menghentikan proses pemanasan (Leba, 2017).
b. Refluks
Refluks merupakan proses ekstraksi berdasarkan titik didih dari suatu
pelarut dengan jumlah waktu tertentu dan juga jumlah pelarut terbatas yang sudah
konstan dengan terdapatnya proses pendinginan balik. Tekhnik pada refluks adalah
tekhnik kondensasi. Untuk mendapatkan hasil yang sempurna dalam proses
ekstraksi maka pengulangan proses dilakukan pada residu pertama sebanyak 3-5
kali (Depkes RI, 2000).
c. Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik (dilakukan dengan cara mengaduk
kontinyu) dengan suhu ruangan (suhu kamar) yaitu pada suhu 40-50°C (Depkes RI,
2000).
d. Destilasi Uap
Destilasi uap merupakan proses ekstraksi dari sennyawa yang dapat
menguap (minyak atsiri) dari suatu bahan yang baru dan masih segar atau bahan
simplisia. Destilasi uap dari bahan simplisia tidak dicelupkan ke air yang mendidih,
tetapi dilewati oleh uap air, sehingga senyawa yang memiliki kandungan yang
menguap akan ikut terdestilasi (Depkes RI, 2000).
16

2.3 Tinjauan Fraksinasi


Fraksinasi adalah suatu proces untuk memisahkan zat cair - zat cair yang
dilaksanakan secara bertahap atau bertingkat sesuai dengan tingkatan kepolaran
dimulai dari non-polar, semi polar, dan polar. Suatu senyawa yang memiliki sifat
non-polar akan larut kedalam pelarut non-polar, senyawa semi polar akan larut
dalam pelarut semi polar dan senyawa yang bersifat polar akan larut dalam pelarut
polar (Harbone, 1987) .Fraksinasi bertingkat adalah ekstraksii dengan
menggunakan saru atau lebih pelarut untuk melaritkan bahan yang diekstrak.
Kelebihannya akan didapatkan hasil dalam jumlah yang besar dengan suatu
senyawa yang memiliki perbedaan tingkat kepolaranya. Fraksinasi bertingkat
dilakukan secara berurutan dari pelarut non polar (kloroform), lalu pelarut semi
polar (etil asetat) dan selanjutnya dengan pelarut polar (methanol atau etanol)
(Sudarmadji et al., 2007)
2.4 Tinjauan Pelarut Etanol
Etanol merupakan jenis pelarut yang paling banyak dan sering digunakan.
Etanol mempunyai titik didih yang rendah yaitu 70° C. Dengan titik didih yang
rendah maka dapat digunakan untuk menarik senyawa-senyawa yang terkandung
dalam suatu bahan baku (Susanti et al., 2014). Pemilihan pelarut etanol juga
didasarkan sesuai dengan penyarian optimal. Dengan penyarian yang optimal ini
akan banyak senyawa bahan aktif yang terdapat pada bahan aktif tertarik (Pratiwi
et al., 2016).Etanol adalah salah satu senyawa organic yang terdiri dari karbon,
hidrogen, dan juga oksigen. Etanol juga termasuk dalam golongan larutan non-polar
. Etanol memiliki gugus OH yang dapat memberi kelarutan molekul polar dan ion-
ion, dan juga gugus alkilnya yang ada CH3CH2- mampu mengikat senyawa non-
polar yang ada. Sehingga etanol mampu digunakan sebagai pelarut untuk
melarutkan senyawa polar atau non-polar (Aziz et al., 2009)
2.5 Tinjauan KLT
Kromatografi adalah jenis metode yang paling umum dan sering digunakan
karena sederhana. Dikatakan sederhana karena peralatan yang digunakan adalah
bejana yang tertutup (chamber) yang didalamnya terdapat pelarut dan lempeng
KLT. Analisis KLT diawali dengan penotolan sampel kecil di salah satu fase diam.
Pemilihan fase diam dan fase gerak dalam KLT harus benar (Lestyo, 2011).
17

Eluen yang digunakan untuk pemisahan yang dilakukan dengan


menggunakan KLT (Kromatografi Lapis Tipis) memiliki tingkat kepolaran yang
berbeda untuk memperoleh pelarut yang sesuai yang dapat memberikan hasil
pemisahan yang baik dan memberikan noda yang memiliki warna bagus. Bercak
dari KLT akan diamati di sinar UV 254nm dan UV 365nm (Tsuchida, 2002)
a. Fase Diam
Fase diam pada KLT disebut juga penjerap, umumnya yang digunakan
adalah silica gel, aluminium oksida, kiesel gel, selulosa serta turunanya, poliamida
dll. Silika gel memberikan hasil perbedaan dalam efek pemisahan tergantung cara
pembuatanya. Fase diam yang digunakan untuk kromatografi lapis tipis juga
mengandung substansi yang dapat berpendar flour dalam sinar UV. Fase diam yang
lain dan sering digunakan adalah alumina-aluminium oksida.
b. Fase Gerak
Fase gerak yang paling sering digunakan adalah system yang paling
sederhana yaitu campuran dari 2 pelarut organik karena memiliki daya eluasi dari
dua campuran ini mudah digunakan dan diatur sehingga pemisahan akan terjadi
secara optimal (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.6 Siklus Sel
Sel kanker tumbuh secara tidak normal dengan cara membelah diri atau
mitosis dan berubah menjadi permanen dengan mutase diatur oleh DNA dan RNA.

Gambar 2.2. Siklus Sel (Boik, 2001)

Pada kondisi normal, sel kanker umunya terletak di fase Go (Zero Growth atau
yang disebut tidak adanya pertumbuhan). Pada fase G0 melalui empat tahap :
18

1. G1 (First growth/pertumbuhan pertama) atau yang disebut pertumbuhan


pertama
2. S (sintesis )
3. G2 (second growth/pertumbuhan kedua) atau yang disebut pertumbuhan
kedua
4. M (mitosis = pembelahan sel)
Kondisi yang menyebabkan berubahnya sel normal menjadi sel kanker yaitu
hyperplasia, dysplasia, dan juga neoplasia.
1. Hiperplasia merupakan suatu kondisi sel normal dalam suatu jaringan di
dalam tubuh tumbuh dan muncul secara berlebihan
2. Displasia merupakan suatu keadaan dimana sel tumbuh secara tidak normal
dan berkembang yang terlihat pada bagian inti sel (nukleus). Ukuran nucleus
bermacam-macam pada tahap displasia, pergerakan mitosis, dan tidak
nampak ciri khas dari suatu sitoplasma yang memiliki hubungan dengan
perbedaan sel pada suatu jaringan.
3. Neoplasia adalah suatu keadaan sel di jaringan yang sudah tumbuh
(berpoliferasi) abnormal dan mempunyai sifat invasive
Perkembangan yang abnormal dapat menyebabkan rusaknya DNA dan
menyebabkan mutase gen vital yang mengatur sel untuk membelah. Untuk
mengganti sel yang normal menjadi sel kanker diperlukan mutase. Kelainan siklus
sel dapat terjadi dimana saat perpindahan dari fase G1 ke fase S tanpa diikuti
aktivasi dari factor trankripsi (Subagja, 2014).
2.7 Tinjauan Tentang Kanker
2.7.1 Definisi Kanker
Menurut WHO kanker merupakan tumbuhnya sel baru yang tidak normal
atau disebut dengan istilah abnormal di bagian - bagian tubuh dan menyebar yang
berpengaruh pada aktivitas tubuh atau disebut dengan proses metastasis WHO,
2019). Sel kanker tidak selalu berkembang dari sel induk tetapi berasal dari sel
pemicu kanker. Kanker terjadi karena terjadi penyimpangan pembelahan sel.
Kanker merupakan suatru pemyakit sel yang memiliki tanda-tanda hilangnya atau
tidak stabilnya fungsi kontrol sel atas regulasi sel dan fungsi homeostasis sel pada
organisme multiseluler. Dengan hilangnya fungsi diatas, maka sel tidak mampu
19

melakukan poliferasi secara normal sehingga sel tersebut akan berpoliferasi terus
menerus sampai muncul jaringan abnormal (CCRC, 2014).
Kanker terjadi diawali dari sel-sel epitel. Kanker sering disebut juga dengan
karsinoma yang sering muncul atau berasal dari jaringan otot, jaringan lain yang
lunak dan tulang. Dikarenakan jaringan tersebut tidak mempunyai system limfe
seperti organ sel pada epitel, sarcoma tidak menjadi penyebab menyebarnya ke
kelenjar limfe (Jong, 2004). Sel kanker tumbuh dengan cepat sehingga
menyebabkan sel kanker menjadi cepat besar. Kanker tumbuh menyusup didalam
jaringan normal di sekelilingnya. Sel kanker juga membuat metastasis (menyebar)
ke bagian jaringan lain sehingga akan tumbuh sel kanker baru sehingga fungsi organ
menjadi terganggu. Kanker biasanya diakibatkan oleh tidak seimbangan hormon
dan proses penuaan dari bertumbuhnya sel itu sendiri (Setiati, 2009).
2.7.2 Sifat dan Karakteristik Sel Kanker
Sifat sel kanker secara umum :
1. Perkembangan yang berlebih yang biasanya berbentuk tumor
2. Gangguan diferensiansi yang terjadi dari sel serta jaringan
3. Memiliki sifat invasive dapat tumbuh di sekitar jaringan
4. Bersifat metastasis dapat menyebar ke jaringan lain
5. Turunan sel kanker dapat menyebabkan kanker.
Sel kanker memiliki pertumbuhan yang mikroevolusioner yang terjadi
selama beberapa bulan atau beberapa tahun, sehingga sel kanker memiliki banyak
karakteristik. Menurut Hanahan dan Weinberg (2000) sel kanker mempunyai
karakteristik yaitu :
1. Sel kanker dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan diri sendiri.
Pertumbuhan ini berupa sinyal yang berfungsi agar sel bisa terus membelah.
Sedangkan sel normal tidak membelah berbeda dengan sel kanker yang
terus membelah.
2. Sel kanker tidak sensistif atau tidak peka dengan sinyal anti pertumbuhan.
Artinya sel kanker tidak dapat merespon munculnya sinyal yang dapat
menghambat serta menghentikan proses terjadinya pembelahan,
pertumbuhan sel. Sehingga sel kanker akan terus mengalami pembelahan.
20

3. Sel kanker dapat menghindari proses apoptosis atau program mematikan


diri sel ketika sel tersebut mengalami kerusakan baik secara structural atau
secara fungsional. Sel kanker dapat menghindar dari kematian dengan
memblock jalur terjadinta apoptosis yang terjadi di dalam sel.
4. Sel kanker berpotensi untuk mengadakan replikasi yang tidak terbatas
5. Sel kanker dapat merangsang angiogenesis yang berfungsi sebagai pemasok
kebutuhan oksigen dan juga nutrisi.
6. Sel kanker dapat menginvasi jaringan di sekelilingnya dan memunculkan
anak sebar
2.7.3 Proses Karsinogenesis
Kanker muncul karena adanya paparan terhadap adanya suatu karsinogen
secara berulang ulang dan aditif pada suatu dosis tertentu dan pada dosis tunggal
dari karsinogen. Selain itu, ada berbagai macam factor yang menyebabkan
munculnya suatu kanker atau disebut dengan karsinogen. Paling sering terjadi
penyebab nya adalah zat kimia (asap rokok) pengaruh fisik (sinar radioaktif, sinar
ultraviolet dan rontgen) serta karsinogen biologis (virus) (Jong, 2004).
Karsinogenesis dibagi dalam empat tahapan : inisiasi, promosi, dan progresi
tumor (Rasjidi, 2013) :
1. Inisiasi
Pada tahap inisiasi terjadi mutasi DNA. Karsinogen kimia dapat
mengakibatkan salahnya genetic dengan cara memodifikasi struktur
molekul DNA sampai terjadi mutasi selama sintesis DNA. Modifikasi dari
struktur molekul DNA terjadi akibat pembentukan adduct karsinogen kimia
dan nukleotida DNA.
2. Promosi
Pada tahap promosi terjadi ekspansi sel yang terinisiasi secara selektif dan
menghasilkan lebih banyak sel yang mengacu perubahan genetic sehingga
menjadi ganas. Promotor dari kanker ini tidak bersifat mutagenic atau
karsinogenik dan efek biologinya tidak mengaktifkan metabolism. Apabila
promotor tumor memiliki sifat karsinogenik, dosis inisiator yang sangat
rendah sudah bisa memicu pembentukan kanker.
21

3. Progresi
Pada tahap progresi sel mengalami perubahan genetic dan epigenetic
dikarenakan aktivasi proto-onkogen dan inaktivasi gen supresor tumor.
2.7.4 Perbedaan Sel kanker dengan sel normal
Pada sel yang normal, sel akan memperbanyak diri dengan melakukan
pertumbuhan eksternal sedangkan pada sel kanker tidak melakukan pertumbuhan
eksternal tetapi tetap memperbanyak diri. Umur dan kematian pada sel normal lebih
pendek karena sebelum sel normal mati, sel normal hanya akan membelah sebanyak
50 kali. Sedangkan pada sel kanker jumlah pembelahan sel nya lebih banyak. Pada
sel normal pembelahan berhenti apabila terjadi kerusakan DNA dan pada sel kanker
akan terus membalah walaupun DNA telah rusak (Cell Biology and Cancer, 2015).
2.8. Tinjauan Tentang Kanker Payudara
2.8.1. Definisi Kanker Payudara
Kanker payudara merupakan jenis kanker kedua terbanyak yang terjadi
pada wanita Indonesia. Kanker payudara terjadi karena keganasan pada jaringan
payudara dari epitel duktus atau lobulusnya (Kemenkes RI, 2015). Pada umunya
kanker payudara berawal dari sel epithelial, jadi kanker payudara termasuk
karsinoma. Kanker payudara dikelompokan menjadi in situ karsinoma dan invasive
karsinoma. In situ karsinoma disebabkan oleh sel tumor di daerah duktus ataupun
di lobular tanpa adanya invasi melewati membrane basal menuju stroma di
sekitarnya. Invase karsinoma yang terjadi di bagian membrane basal akan rusak
sebagaian atau bahkan semua bagian sehingga sel kanker dapat menginvasi
jaringan di sekelilingnya membentuk sel metastatic (Hondermarck, 2003).
2.8.2. Etiologi
Pada awal mulanya sel kanker berawal dari tumor yang berukuran 1 cm
yang terus berkembang sehingga menjadi sel kanker. Sel kanker tersebut berada di
kelenjar payudara, sel-sel kanker yang berada di kelenjar payudara mampu
menyebar ke semua bagian tubuh melewati aliran darah. Kanker payudara bisa
terjadi karena kelainan hormonal, infeksi, kelainan bawaan, tumor, kelainan lain.
Selain itu kanker payudara juga dapat terjadi bila wanita memiliki saudara yang
pernah mengalami atau terkena kanker payudara (Diananda, 2009).
22

1. Kelainan Hormonal
Kelainan hormonal bisa menyebabkan nyeri dan sakit pada payudara,
biasanya disertai dengan adanya benjolan dan keluarnya cairan dari kedua
puting susu Biasanya gejala ini atau benjolan muncul saat terjadi
menstruasi. Saat menstruasi payudara dipengharuhi oleh hormone sehingga
lebih terasa padat dan kencang. Pada kondisi seperti ini biasanya benjolan
akan terasa.
2. Infeksi
Infeksi yang muncul ada dua jenis, yaitu infeksi yang muncul karena pada
saat menyusui dan infeksi biasanya umum terjadi dikarenakan bakteri yang
masuk dalam kelenjar payudara
3. Kelainan bawaan
Terjadi akibat terdapat gumpalan kelenjar payudara pada salah satu ketiak.
Perlu diwaspadai dari munculnya kelenjar payudara di ketiak ini
kemungkinan besr akan menyebabkan menjadi tumor karena kelenjar
payudara ini terus berkembang.
4. Tumor
Tumor dibagi menjadi dua yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Tumor ganas
inilah yang disebut juga dengan kanker. Gejala yang muncul berupa
benjolan berbentuk nodul, sakit pada payudara, munculnya cairan yang
tidak normal pada putting payudara.
5. Kelainan lain
Terjadinya benturan pada payudara atau disebut dengan trauma payudara.
2.8.3. Faktor Risiko
Banyaknya kasus kematian yang disebabkan oleh kanker payudara
berkaitan dengan factor risiko kanker yang bisa ditanggulangi. Faktor risiko yang
termasuk factor dari risiko perilaku dan juga pola makan antara lain:
1. Berat badan yang berlebih
2. Kurangnnya untuk mengkonsumsi buah buahan serta sayuran
3. Kurangnya aktifitas tubuh, seperti olahraga
4. Perokok
5. Mengkonsumsi alcohol yang berlebihan
23

Selain factor risiko perilaku dan pola makan ada juga factor risiko akibat paparan,
diantaranya:
a. Karsinogen fisik, berupa UV (ultraviolet) dan radiasi ion
b. Karsinogen kimia, berupa benzo(a)pyrene, formalin dan aflaktosin
(kontamina makanan), dan juga serat contohnya asbes
c. Karsinogen biologis, berupa infeksi yang versal dari virus, bakteri, dan
parasit
Untuk menurunkan kasus kanker perlu adanya kepedulian terhdapa factor
risiko. Diantara factor risiko dari kanker yang dapat dimodifikasi (Kemenkes RI,
2005) yaitu :
1. Mengkonsumsi rokok, penyebab kematian 1,5 juta yang disebabkan kanker
per tahunya
2. Obesitas dan kurangnya aktivits gerak fisik yang menjadi penyebab
kematian 274.000 akibat kanker pada tiap tahun
3. Mengkonsumsi alkohol yang berlebihan menjadi penyebab kematian
berkisar antara 351.000 akibat kanker pada tiap tahunya
4. Menularnya human papilloma virus (HPV) dengan hubungan seksual
menjadi penyebab kematian berkisar antara 235.000 akibat kanker per
tahunnya
5. Polusi udara di dalam ataupun di luar ruangan menjadi penyebab kematian
berkisar antara 71.000 akibat sel kanker pada tiap tahunya
6. Karsinogen di lingkungan kerja menjadi penyebab kematian berkisar antara
152.000 akibat sel kanker pada tiap tahunnya.
2.8.4. Tanda dan Gejala
Beberapa gejala kanker payudara yang perlu diwaspadai (Subagja, 2014) :
1. Terdapat benjolan di payudara yang terasa saat disentuh
Pada mulanya tidak terasa nyeri akan tetapi lama kelamaan benjolan akan
membesar dan menempel di kulit diikuti dengan rasa nyeri serta terjadinya
perubahan pada warna kulit dan juga payudara
2. Peradangan puting susu
Puting susu akan masuk ke dalam dan menjadi oedem serta timbulnya
borok. Eskema pada puting susu ditandai dengan
24

a. Bleeding pada putting susu


b. Putting susu akan terasa nyeri
c. Kelenjar getah bening di ketiak akan membengkak
Pada fase awal kanker payudara tidak ada atau tidak diketahui tanda dan
gejala yang muncul (asimtomatik). Biasanya yang umum terlihat dari tanda dan
gejala yaitu adanya benjolan pada payudara yang diketahui oleh penderita sendiri
secara kebetulan. Kebanyakan benjolan yang muncul bukan termasuk kanker
payudara, hanya sekitar 25% dari benjolan tersebut ditemukan ganas. Gejala yang
muncul secara lanjut dari kanker payudara yaitu kulit terlihat cekung, deviasi
putting susu, dan nyeri saat putting ditekan (Gale and Charette, 2000).
2.8.5. Stadium Kanker Payudara
a. Stadium I
Benjolan tidak dapat dideteksi dari luar tubuh karena berukuran kurang
lebih 2 cm. Pasien dapat sembuh apabila dilakukan perwawatan secara intensif dan
sistematis supaya sel kanker tidak menyebar dan berlanjut ke stadium selanjutnya.
b. Stadium II
Tingkat penyebaran sudah meluas hingga ke daerah ketiak karena benjolan
sudah mencapai 2 sampai 5 cm. Untuk pasien dapat sembuh pada stadium ini
dilakukan operasi dan penyinaran untuk mengetahui dan memastikan supaya tidak
ada sel sel kanker yang tersisa.
c. Stadium III A
Pada stadium ini benjolan sudah menyebar ke kelenjar limfa karena sudah
berukuran lebih dari 5 cm.
d. Stadium IIIB
Sel kanker sudah menyebar ke seluruh bagian payudara hingga ke kulit
dada, tulang rusuk, bahkan menyerang ke seluruh bagian limfa. Sehinga pilihan
cara untuk mengatasi hal ini dengan pengangkatan payudara.
e. Stadium IV
Sel-sel kanker sudah menyebar pada stadium IV hingga dapat menyerang
kulit serta kelenjar limfa yang terletak di leher. Tindakan yang dilakukan sama
seperti pada stadium III yaitu pengangkatan payudara
25

2.9. Tinjauan Pengobatan Kanker


2.9.1. Terapi Antikanker
Sebelum melaksanakan pengobatan kanker payudara, terlebih dahulu dokter
akan mempertimbangkan beberapa factor antara lain (Subagja, 2014) :
a. Grade kranker
Tingkatan kanker terjadi dimulai dari grade 1-3. Untuk tingkatan paling
bawah (tingkatan rendah) kanker tumbuh lambat. Sedangkan pada
tingkatan paling atas kanker akan tumbuh lebih cepat.
b. Status Hormon Reseptor
Pada beberapa sel kanker payudara terdapat hormone esterogen dan
progesterone yang melekat sebagai asupan untuk pertumbuhan sel kanker.
Apabila saat sampel diuji tidak terlihat adanya hormone esterogen dan
progesterone maka ER positif yang artinya saat dilakukan pengobatan
atau terapi hormone aka nada respon.
c. Status HER2
Pada semua penderita kanker payudara harus dilakukan pemeriksaan
HER2. HER2 adalah protein yang berlebih pada penderita kanker
payudara. Peningkatan HER2 disebut HER2 positif, artinya sel-sel
cenderung tumbuh dan juga menyebar dengan cepat.
Untuk pengobatan pada penderita sel kanker disesuaikan dengan tingkat keparahan
atau tingkat stadium, artinya apabila tingkat keparahan lebih rendah maka
pengobatan akan semakin gampang. Berikut langkah yang dilakukan untuk
mengobati kanker (Yellia, 2003) :
1. Operasi
Operasi bertujuan mengambil sel-sel kanker yang terdapat didalam
payudara yang dilakukan dengan mengambil sebagaian atau semua
payudara. Terdapat 3 jenis operasi yang dilakukan yaitu
a. Lumpektomi
Operasi dilakukan hanya pada bagian jaringan payudara yang terdapat
sel kanker yang ukuranya ≤ dari 2 cm dan terdapat di pinggir payudara.
Setelah operasi lalu dilakukan radioterapi.
26

b. Masektomi
Pengangkatan seluruh bagian payudara yang terdapat sel kanker
payudara serta otot dinding pada dada yang juga ditumbuhi sel kanker.
2. Operasi pengangkatan kelenjar getah bening
Dilakukan apabila kanker sudah menyebar dari payudara hingga
sampai ke kelenjar getah bening di ketiak.
3. Radioterapi
Tujuan dari radioterapi ini adalah untuk merusak sel-sel kanker yang
dilakukan dengan penyinaran ke bagian payudara yang terdapat sel-sel
kanker. Radioterapi dapat dilakukan setelah atau sebelum operasi.
4. Kemoterapi
Tujuan dari kemoterapi ini adalah untuk membunuh sel kanker pada
payudara dan seluruh tubuh dengan pemberian obat anti kanker.
Kemoterapi memiliki efek biasanya mual, muntah, dan rambut juga
akan rontok, namun efek samping dapat diatasi dengan pemberian obat.
5. Terapi Hormonal
Terapi hormonal dilakukan pada pasien kanker payudara stadium IV.
2.9.2. Obat Antikanker dari Produk Alam
Obat antikanker adalah suatu senyawa kemoterapeti digunakan mengobati
suatu kanker yang akan membahayakan kehidupan. Banyak obat kanker yang
memiliki mekanisme kerja dengan mempengaruhi atau bekerja pada metabolism
asam nukleat yaitu DNA atau pada biosintesis protein. Obat antikanker disebut juga
sebagai obat sitotoksik, sitotastik atau antineoplasm (Siswandono, & Soekardjo,
2016).
Antikanker yang berasal dari alam adalah suatu senyawa yang didapatkan
dari olahan alam dan berfungsi sebagai antikanker. Anti kanker produk dari alam
terbagi dalam tiga macam yaitu antibiotika antikanker, antikanker produk tanaman
dan antikanker produk rekayasa genetika (Siswandono & Soekardjo, 2016).
a. Antibiotika anti kanker
Antibiotik yang dikembangkan menjadi sebagai antikanker ini berawal dari
senyawa antibakteri yang ternyata mempunyai efek toksisitas yang tinggi.
Selanjutrnya antibakteri ini dievaluasi dan dikembangkan menjadi antikanker.
27

Antibiotika antikanker diberikan melalui parenteral, karena sulit diabsorbsi pada


saluran cerna. Contoh abtibiotika antikanker adalah Mitomisin C, Daktinomisin,
turunan antrasiklin (doksorubisin, epirubisin, idarubisin, dan daunorubisin),
pilkamisin, dan bleomisin.
1. Mitomisin C
Diperoleh dari kultur Streptomyces caespitolus dan S. verticillatus
dengan mekanisme kerja cross-linking complementary sebagai
antikanker. Mitomisin dimanfaatkan untuk pengobatan adenokarsinoma
pada payudara, lambung, dan kolorektal yang dikombinasi dengan 5-
fluorourasil dan adriamisin.
2. Daktinomisin
Diperoleh dari isolasi kultur Streptomyces chrysomallus, S. parvulus dan
S. antibioticus. Daktinomisin biasanya untuk mengobati leukemia
limfositik dan granulotik akut.
3. Turunan antrasiklin (epirubisin, doksorubisin, idarubisin, dan
daunorubisin)
Diperoleh dari kultur Streptomyces peucetius. Biasanya digunakan untuk
mengobati mielositik dan limfositik leukemia akut, penyakit Hodgkin,
beberapa limfoma, sarcoma dan karsinoma, neuroblastoma dan
hepatoma.
4. Plikamisin (Mitramicyn, Mitracin)
Diperoleh dari kultur Streptomyces plicatus, S. tanashiensis dan S.
argillaceus. Biasanya digunakan untuk mengobati tumor pada embrional
yang terdapat pada testis, penyakit Paget, dan kanker tulang.
5. Bleomisin (Bleomisin)
Merupakan isolasi glikopeptida dari kultur Streptomyces verticillatus.
Biasanya digunakan untuk mengobati kanker testis, limfoma malignan
dan karsinoma pada kepala, leher, uterus, vulva, dan isofagus.
b. Antikanker produk tanaman
1.Vinblastin sulfat (Erbablas)
Obat terpilih untuk mengobati tumor testicular dan penyakit Hodgkin.
Dikombinasikan dengan bleomisin dan sisplatin.
28

2. Vinkristin sulfat (Krebin)


Digunakan untuk pengobatan leukemia limfositik akut yang dikombinasi
dengan prednisone.
3. Vinorelbin tartat (Navelbine)
Biasanya digunakan untuk mengobati kanker paru dan juga kanker
payudara stadium lanjut yang dikombinasikan dengan obat antikanker
lainnya.
4. Etoposida (Lastet, Vepesid)
Merupakan turunan podofilotoksin. Biasanya digunakan untuk
mengobati karsinoma paru-paru, kanker pada testis, kariokarsinoma,
leukemia mielogenous akut dan limfoma
5. Paklitaksel (Taxol)
Digunakan mengobati karsinoma ovarium yang telah mengalami
metastasis, dan kanker payudara.
6. Dosetaksel ( Taxotere )
Mengobati karsinoma prostat yang telah metastasis, dan mengobati
kanker payudara
c. Antikanker Rekayasa genetika
1. Interferon α-2a (Roferon-A) dan Interferon α-2b (Intron-A)
Roferon-A untuk mengobati hairy cells leukemia. Biasanya turunan dari
interferon digunakan sebagai antivirus.
2. Rituksimab (Mabthera)
Untuk mengobati non-Hodgkin’s lymphomas sel B CD-20 (+).
3. Bevasizumab (Avastin)
Untuk mengobati kanker kolon atau rektal yang sudah metastasis,
dikombinasi dengan 5-fluorourasil dan asam folinat dan ditambah
dengan irinotekan.
4. Alemtuzumab (Mabcampath)
Untuk mengobati leukemia limfositik kronik pada pasien yang telah
gagal diterapi dengan senyawa pengalkilasi.
29

5. Nimotuzumab (Theracim)
Untuk mengobati glioma yang biasanya terjadi pada usia dini dan juga
remaja yang telah gagal dengan terapi yang lain.
6. Trastuzumab (Herceptin)
Untuk mengobati kanker payudara pilihan pertama yang telah mengalami
metastasis dan telah over ekspresi HER2.
2.9.3. Tinjauan Doxorubicin

Gambar 2.3. Doxorubicin


Doxorubicin adalah suati antibiotic golongan antrasiklin, sering berfungsi
untuk pengobatan terhadap sel kanker yaitu leukemia akut, kanker payudara, kanker
tulang dan ovarium (Childs et al., 2002). Doxorubicin merupakan hasil isolasi
Streptomyces peucetius (Siswandono, & Soekardjo, 2016). Biasanya penggunaan
doxorubicin akan dikombinasikan dengan antikanker lain (siklofosfamid, cisplatin
dan 5-FU). Untuk meningkan efek secara klinis dan mengurangi efek samping
maka lebih baik dikombinasikan dari pada hanya menggunakan doxorubicin saja
(Foege et al., 1995). Mekanisme kerja dari doxorubicin adalah menghambat
topoisomerase II, interkalasi DNA sehingga akan menghambat DNA dan RNA,
mengikat membrane sel sehingga aliran dan transport ion terhambat, melewati
proses tergantung besi dan proses reduktif diperantau enzim membentuk radikal
bebas semiquinon dan radikal bebas oksigen (Foege et al., 1995)
Efek toksik yang dihasilkan doxorubicin karena konversi metabolic
doxorubicin menjadi doxorubicinol oleh enzim karbonil reduktase. Mekanisme
utama dari toksisitas karena adanya interaksi doxorubicynol dengan besi sehingga
membentuk ROS (reactive oxygen species) yang akan menghancurkan
30

makromolekul sel (Minotti et al., 2004). Doxorubicin juga dapat menyebabkan


resistensi sehingga dibutuhkan suatu agen tambahan untuk menurunkan efek
samping dari penggunaan oxorubicin. Resistensi ini terjadi dengan mekanisme
overekspresi dari PgP sehingga mengakibatkan doxorubicin keluar dari sel dan
jumlah konsentrasi dari doxorubicin yang ada di dalam sel akan turun. Terjadi
perubahan secara biokimiawi terhadap sel yang resistensi terhadap doxorubicin
mampu meningkatkan aktivitas glutation peroksidase, aktivitas maupun mutasi
topoisomerase II, dan kemampuan sel untuk melakukan perbaikan kerusakan yang
terjadi di DNA (Foege et al., 1995)
2.10. Tinjauan Tentang Sel Vero
Sel vero adalah suatu sel ginjal normal yang didapatkan dari ginjal seekor
monyet hijau Afrika (Cercopithecus aetiops). Sel vero ini memiliki sifat yang tidak
berubah karena sel vero tidak kehilangan inhibisi kontak. Saat sel vero mengalami
konfluen sel vero akan berhenti tumbuh dan sel vero akan mati satu per satu. Oleh
sebab itu sel vero ini perlu dilakukan monitoring apabaila sudah membentuk lapisan
monolayer. Sel vero disimpan di dalam nitrogen cair atau pada suhu -80°C dan
aman untuk disimpan dalam jangka panjang atau lama (Ammerman et al., 2008)
2.11. Tinjauan Tentang MCF-7

Gambar 2.4. Sel Kanker Payudara MCF-7 (CCRC, 2014)

Sel kanker payudara MCF-7 diperoleh dari sel kanker payudara bagian
preural effusion breast adenocarcinoma pada pasien penderita kanker payudara
seorang wanita Kaukasian berusia 69 tahun, memiliki golongan darah O dan Rh
positif. Sel MCF 7 menunjukan atau membuktikan adanya deferensiasi
(pembentukan sel lebih khusus dari sel kanker payudara) yang teletak pada bagian
jaringan epitel mammae dan juga pada sintesis estradiol (CCRC,
2014).Pertumbuhan sel MCF 7 dapat diatasi atau dihambat pleh suatu tumor. Tumor
ini dinamakan necrosis factor alpha (TNF alpha (ATCC, 2019).
31

2.12. Perbedaan Sel MCF-7 dengan Sel T47D


Meskipun antara sel MCF-7 dan juga sel T47D sama-sama merupakan sel
kanker payudara, tetapi kedua sel ini mempunyai karakteristik yang berbeda. Padas
el MCF 7 mempunyai karakteristik antara lain resister terhadap agen kemoterapi,
mengespresikan reseptor esterogen, dan tidak mengekspresikan capase-3 (Onuki et
al., 2003). Pada sel T47D mengekspresikan protein p53 yang termutasi. Missence
mutasi terjadi saat buangan 194 dalam zinc-binding domain, L2 sehingga p53 tidak
mampu berikatan dengan response element pada DNA. Hal inilah yang mampu
menyebabkan berkurangnya bahkan sampai hilangnya kemampuan p53 untuk
melakukan regulasi cell cycle. Sel kanker payudara T47D merupakan sel kanker
payudara dengan ER/PR positif (Schafer et al., 2000).

Selain pada karakteristik sel MCF-7 dan sel T47D memiliki perbedaan pada
media kultur. Pada sel T47D media kultur yang digunakan adalah DMEM + 10%
FBS + 2mM L-Glutamin, diinkubasi dalam CO2 5% dengan temperature 37°C
(Abcam, 2007). Sedangkan pada MCF-7 media kultur yang digunakan adlah
DMEM atau RPMI yang mengandung foetal bovine serum (FBS) 10% dan
antibiotic Penicilin-Streptomycin 1% (ATCC, 2008).

2.13. Tinjauan Kultur Sel


Kultur sel adalah proses dimana pada sel hidup diletakan di dalam media
tersebut mampu membuat sel hidup tumbuh dan berkembang secara in vitro. Kultur
sel berupa sel primer atau cell line. Kultur primer adalah suatu kultur yang diawali
oleh sel, jaringan, organ yang didapatkan secara langsung dari organisme dimana
berasal. Kultur cell line adalah kultur yang didapatkan dari subkultur pertama dari
kultur primer. Terdapat dua metode dalam kultur yaitu kultur monolayer dan kultur
suspense. Apabila sel yang akan dilakukan kultur melekat maka menggunakan
kultur monolayer sedangkan apabila sel tidak melekat maka menggunakan kultur
suspense (Ma’at, 2011).
Dalam pembuatan media kultur harus memenuhi kriteria karena digunakan
untuk pertumbuhan sel. Pada media kultur konstituen dasar yang banyak digunakan
ialah BSS (Balanced Sald Solution), tediri dari garam anorganik, natrium
bikarbonat dan suplemen glukosa. Media kultur yang sering digunakan yaitu
EMEM, BME, RPMI. EMEM (Eagle’s Minimal Essential Medium) mengandung
32

asam amino, garam, glukosa, dan vitamin. BME (Basal Medium Eagle) digunakan
untul kultur sel Hela. RPMI (Roswell Park Memorial Institute) suatu medium yang
mengandung fosfat dalam total yang besar digunakan dalam bentuk yang tebebas
dari serum digunakan untuk pertumbuhan sel limfoid. Dalam menunjang
partumbuhan sel serum juga memiliki peranan penting yang digunakan media untuk
memperoleh hasil yang optimal. Serum yang sering digunakan adalah serum dari
anak sapi, serum fetus sapi, dan serum yang berasal dari manusia. Yang biasanya
digunakan adalah foetal bovine serum (FBS) (Ma’at, 2011).
2.14. Tinjauan Metode Uji Sitotoksisitas
2.14.1 Tinjauan MTT Assay
MTT merupakan suatu uji pewarnaan yang dilakukan untuk mengetahui
aktivitas dari metabolesme suatu sel. Enzim oksidoreduktase seluler dapat
mengubah dan mereduksi zat warna yang terdapat pada tetrazolium MTT3-(4,5-di
metil tiazol-2-yl)-2,5-di-fenil tetrazolium bromide menjadi formazan yang tidak
larut berwarna ungu (Berridge & Tan., 1993). Pada uji sitototoksik ini untuk
mengamati sel yang masih hidup menggunakan metode MTT Assay (3 – (4–5 –
dimetiltiazol-2-yl) – 2,5 – difenil tetrazolium bromid). MTT adalah suatu garam
tetrazolium dimana sel yang masih hidup akan mereduksi sehingga menghasilkan
Kristal formazan yang memiliki warna ungu. Sel kanker yang masih hidup akan
berkorelasi dengan Kristal fromazan sehingga menghasilkan warna ungu,
sedangkan pada sel yang mati tidak akan direduksi. Prinsip kerja dari MTT Assay
adalah garam tetrazolium ini di metabolism oleh suatu enzim yang bernama enzim
dehydrogenase mitokondria. Hasilnya adalah cincin tetrazolium putus sehingga
menjadinkristal formazam berwarna ungu. Hasil dari MTT Assay ini adalah
berubahnya warna ungu dari sel yang masih hidup (Mosmann, 1983). Warna ungu
dan absorbansi diukur dengan menggunakan ELISA reader. Panajng gelombang
yang digunakan adalah 550nm (Burgess, 1995). Nilai absorbansi yang dihasilkan
dapat digunakan untuk menghitung persentase sel yang masih hidup. Apabila
dihasilkan warna ungu yang semakin banyak maka nilai absorbansi yang dihasilkan
semakin besar dan sel yang masih hidup semakin banyak. Hal ini disebabkan karena
Internsitas warna ungu berbanding lurus dengan total sel yang masih hidup.
33

2.14.2. Tinjauan BSLT


Jenis metode yang digunakan untuk dapat mengetahui sitotoksisitas dari
senyawa dan merupakan suatu metode penapisan untuk mengetahui aktivitas
antikanker suatu senyawa kimia di dalam esktrak tanaman adalah BSLT (Brine
Shrimp Lethality Test), dengan menggunakan cara Meyer. Metode ini diujikan
terhadap tingkat mortalitas larva dari udang Arterimia salina L. Hasil yang
didapatkan dapat dihitung sebagai nilai LC50 (lethal concentration) ekstrak uji, ialah
jumlah dari dosis atau konsentrasi dari ekstrak uji yang mampu mengakibatkan
kematian larva udang sejumlah 50% sesudah dilakukan inkubasi selama 24 jam.
Suatu enyawa dengan menggunakan LC50 <1000 µg/ml mampu dianggap sebagai
senyawa aktif berdasarkan Meyer (Meyer et al., 1982).

You might also like