You are on page 1of 19

Rasbin Desentralisasi Fiskal dan Stabilitas Makroekonomi: Studi Kasus di Indonesia 17

DESENTRALISASI FISKAL DAN STABILITAS MAKROEKONOMI:


STUDI KASUS DI INDONESIA

FISCAL DECENTRALIZATION AND MACROECONOMIC STABILITY:


THE CASE IN INDONESIA

Rasbin
(Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Nusantara II, Lantai 2, DPR RI
Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270, Indonesia;
email: ras9bin@yahoo.co.id)

Naskah Diterima: 20 Januari 2016, direvisi: 15 Maret 2016,


disetujui: 31 Maret 2016

Abstract
Implementation of fiscal decentralization in Indonesia has been more than a decade. The benefit of fiscal decentralization should be
known clearly. Research on the impact of fiscal decentralization to macroeconomic stability are generally inconclusive. This study
is aimed to analyze the impact of fiscal decentralization on macroeconomic stability in Indonesia. To reach the goals, this study
used fixed effect panel method. The analysis is based on the time series annual data covering the period 2009 – 2013 toward 33
province in Indonesia. Based on the descriptive analysis of macroeconomic stability variables showed in 2013, most major MI index
is Banten Province while the lowest is in West Sulawesi Province. Based on that index, province of Banten is a province that has a
macroeconomic instability are the highest, while the high level of macroeconomic stability that occurs in West Sulawesi. In addition,
the study also found evidence that fiscal decentralization positive impact on macroeconomic stability but not significant. Indications
of this finding is that the relationship between fiscal decentralization and macroeconomic stability did not show a strong relationship.
Keywords: fiscal decentralization, revenue decentralization, expenditure decentralization, macroeconomic stability, misery index

Abstrak
Implementasi desentralisasi fiskal di Indonesia sudah lebih dari satu dekade. Manfaat pelaksanaan desentralisasi fiskal tersebut
harus bisa diketahui secara jelas. Studi-studi tentang pengaruh desentralisasi fiskal terhadap stabilitas makroekonomi secara umum
masih belum mendapatkan kesimpulan yang konklusif. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh desentralisasi fiskal
terhadap stabilitas makroekonomi di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, tulisan ini menggunakan metode estimasi panel
fixed effect. Analisis didasarkan pada data time series tahunan yang mencakup periode waktu 2009 – 2013 terhadap 33 provinsi di
Indonesia. Berdasarkan analisis deskriftif terhadap variabel stabilitas makroekonomi menunjukkan bahwa pada tahun 2013, indeks
MI paling besar adalah Provinsi Banten sedangkan indeks MI paling rendah adalah Provinsi Sulawesi Barat. Berdasarkan indeks
tersebut, Provinsi Banten merupakan provinsi yang memiliki ketidakstabilan makroekonomi yang paling tinggi sedangkan tingkat
kestabilan makroekonomi yang tinggi terjadi di Provinsi Sulawesi Barat. Studi ini juga menemukan bukti bahwa desentralisasi fiskal
berdampak positif terhadap stabilitas makroekonomi tapi tidak signifikan. Artinya hubungan antara desentralisasi fiskal dan stabilitas
makroekonomi tidak menunjukkan hubungan yang kuat.
Kata kunci: desentralisasi fiskal, desentralisasi penerimaan, desentralisasi pengeluaran, stabilitas makroekonomi, misery index

I. PENDAHULUAN amandemen. UU No. 22 Tahun 1999 diamandemen


A. Latar Belakang oleh UU No. 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah
sedangkan UU No. 25 Tahun 1999 diamandemen
Pada masa Orde Reformasi, Pemerintah
oleh UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Indonesia mengeluarkan suatu kebijakan yang
Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam pelaksanaannya,
dinamakan dengan desentralisasi atau otonomi
kedua UU ini didukung oleh Peraturan Pemerintah
daerah dalam bidang fiskal atau sering disebut juga
(PP) Nomor 129 Tahun 2000 Tentang Persyaratan
dengan Kebijakan Desentralisasi Fiskal. Kebijakan
Pembentukan, dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan
tersebut tertuang dalam Undang-undang (UU)
dan Penggabungan Daerah yang kemudian
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
diamandemen oleh PP Nomor 78 Tahun 2007.
dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Kebijakan desentralisasi fiskal tersebut
Fiskal dan Daerah. Dalam pelaksanaannya kedua UU
diharapkan dapat menjadi instrumen kebijakan
tersebut baru berjalan efektif pada bulan Januari
yang efektif untuk membantu perkembangan
2001. Namun, belum genap berjalan 5 (lima) tahun,
tepatnya tahun 2004, kedua UU tersebut mengalami
18 Kajian Vol. 21 No. 1 Maret 2016 hal. 17 - 35

pertumbuhan ekonomi terutama perekonomian


1
fiskal yakni bagi hasil pajak dan bukan pajak dimana
daerah. Karena salah satu tujuan dikeluarkannya variabel ini menurunkan pertumbuhan ekonomi.
kebijakan desentralisasi fiskal adalah mengurangi Selain itu studi yang lain menyimpulkan bahwa setelah
kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan pelaksanaan desentralisasi fiskal, kesenjangan antar
pemerintah daerah (vertical fiscal imbalance) dan wilayah di Indonesia semakin besar.6
antar daerah (horizontal fiscal imbalance) dalam Beberapa studi menyarankan bahwa kurangnya
penyelenggaraan pemerintahan. Ketimpangan ini bukti yang konsisten tentang hubungan antara
dapat diukur dari deviasi antara produk domestik desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi
regional bruto (PDRB) baik nominal maupun per menunjukkan pentingnya untuk melakukan
kapita setiap daerah dibandingkan dengan rata-rata investigasi tidak hanya tentang dampak langsung
nasional. Semakin kecil gap tersebut maka semakin desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan
berhasil pelaksanaan desentralisasi fiskal.2 ekonomi, tetapi juga kemungkinan dampak secara
Selain itu, desentralisasi fiskal juga diharapkan tidak langsung dari desentralisasi fiskal terhadap
dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik pertumbuhan ekonomi. Menurut studi-studi empiris
di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayan tentang desentralisasi fiskal, mungkin desentralisasi
publik antar daerah. Oleh karena itu, pemberlakuan fiskal mempengaruhi pertumbuhan ekonomi melalui
desentralisasi fiskal diharapkan dapat menjadikan beberapa variabel makroekonomi.7
tata kelola keuangan menjadi transparan dan Salah satu variabel makroekonomi yang
akuntabel sehingga kegiatan pengalokasian transfer merupakan jembatan antara desentralisasi fiskal
ke daerah menjadi tepat sasaran, tepat waktu, dan pertumbuhan ekonomi adalah variabel
efisien dan adil.3 stabilitas makroekonomi. Studi-studi empiris yang
Salah satu kesuksesan desentralisasi fiskal adalah menggunakan variabel stabilitas makroekonomi
desentralisasi fiskal dapat berdampak positif terhadap dalam tulisannya adalah studi yang dilakukan oleh
pertumbuhan ekonomi. Artinya desentralisasi Prud’homme tahun 1995, Fornasari, Webb dan Zou
fiskal dapat memperbesar pertumbuhan ekonomi tahun 2000, Martinez-Vazquez dan McNab tahun
secara langsung dengan meningkatnya efisiensi 2006, King dan Ma tahun 2001, Neyapti tahun 2004,
pengeluaran publik dan secara tidak langsung dan Martinez-Vazquez dan McNab tahun 2006. Studi-
melalui peningkatan efisiensi ekonomi, menciptakan studi empiris tersebut menemukan bukti bahwa
keseimbangan horizontal vertikal dan dengan desentralisasi fiskal berdampak positif terhadap
mempertahankan stabilitas makroekonomi.4 Dalam stabilitas makroekonomi.8
beberapa studi, desentralisasi fiskal berdampak Namun, studi-studi empiris lainnya seperti
positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Proksi studi Feltenstein dan Iwata tahun 2005, Shah tahun
variabel desentralisasi fiskal yaitu dana alokasi umum 2006 dan Thornton tahun 2007 menemukan bukti
(DAU) lebih menjanjikan pertumbuhan ekonomi yang berlawanan dengan studi-studi sebelumnya
dibandingkan dengan bentuk variabel desentralisasi bahwa desentralisasi fiskal mempunyai dampak
fiskal lainnya walaupun desain kebijakan DAU tidak negatif terhadap stabilitas makroekonomi,
mendukung pemerataan antar daerah.5 walaupun pengaruhnya tidak signifikan. Bahkan
Akan tetapi tidak selamanya desentralisasi fiskal studi Treisman tahun 2000, Rodden dan Wibbels
dapat berdampak positif terhadap pertumbuhan tahun 2002 dan Martinez-Vazquez dan McNab
ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari studi empiris yang tahun 2003 menyimpulkan bahwa bentuk
menggunakan bentuk variabel lain dari desentralisasi hubungan antara desentralisasi fiskal dan stabilitas
1
J. Martinez-Vazquez dan R. M. Macnab, “Fiscal
makroekonomi tidak diketahui secara jelas.9 Oleh
Decentralization, Macrostability and Growth”, Hacienda karena itu, berdasarkan literatur-literatur yang ada
Publica Espanola/Revista de Economia Publica, Vol. 179 (4), hubungan antara desentralisasi fiskal dan stabilitas
2006, hlm. 25-49. makroekonomi tidak memberikan bukti yang
2
Ika, Syahrir, dkk., Risiko Fiskal Daerah: Menjaga Kesehatan konklusif berkaitan dengan kesimpulan baik tanda
Fiskal dan Kesinambungan Pembangunan Cetakan Kedua,
arah maupun signifikansi hubungannya. Dengan
Solo: Era Adicitra Intermedia, 2013, hlm. 80.
3
Mifda, 2011, Percepatan Pembangunan dengan

6
Ika, Syahrir, dkk., Op. Cit, hlm. 81.
Desentralisasi Fiskal, (online), (http://www.kompasiana.

7
Philip Bodman, Harry Campbell, Kelly-Ana Heaton dan
com/mifda/percepatan-pembangunan-dengan-
Andrew Hodge, “Fiscal Decentralization, Macroeconomic
desentralisasi-fiskal_550df242a33311a22dba7e61,
Conditions and Economic Growth in Australia”,
diunduh 12 Januari 2015).
Macroeconomics Research Group, ISSN 1833-4474, 2009,
4
Nasir Iqbal dan Saima Nawaz, “Fiscal Decentralization
hlm. 4.
and Macroeconomic Stability: Theory and Evidence from

8
Nasir Iqbal dan Saima Nawaz, Op. Cit, hlm. 1.
Pakistan”, MPRA paper, No. 27184, 2010, hlm. 1.

9
Ibid.
5
Ika, Syahrir, dkk., Op. Cit, hlm. 81.
Rasbin Desentralisasi Fiskal dan Stabilitas Makroekonomi: Studi Kasus di Indonesia 19
begitu, dampak desentralisasi fiskal terhadap B. Perumusan Masalah
stabilitas makroekonomi adalah ambigu artinya bisa Salah satu peran provinsi setelah adanya
bertanda positif atau negatif.10 kebijakan desentralisasi fiskal adalah setiap provinsi
Umumnya studi-studi empiris tersebut memiliki kewajiban untuk terus memantau dan
menggunakan proksi tingkat inflasi sebagai mengendalikan perkembangan inflasi dan tingkat
indikator stabilitas makroekonomi, kecuali studi pengangguran di daerahnya agar tetap stabil. Hal
yang dilakukan oleh Iqbal dan Nawaz tahun 2010 ini dimaksudkan agar stabilitas makroekeonomi di
menggunakan Misery Index (MI) untuk memproksi daerah tersebut tetap terpelihara sehingga akhirnya
stabilitas makroekonomi. Namun demikian, studi menciptakan stabilitas makroekonomi secara
Iqbal dan Nawaz tahun 2010 dilakukan pada level nasional. Stabilitas makroekonomi dapat tercipta
nasional yaitu Pakistan. jika tingkat inflasi dan pengangguran baik di daerah
Pada dasarnya tulisan ini mengaplikasikan proksi maupun nasional dapat terjaga.
MI untuk stabilitas makroekonomi yang bertujuan Dalam kasus negara kesatuan seperti Indonesia
untuk mengidentifikasi pengaruh desentralisasi dimana kebijakan moneter masih merupakan
fiskal terhadap stabilitas makroekonomi. Akan wewenang pusat, desentralisasi dapat menyebabkan
tetapi, dibandingkan studi empiris sebelumnya upaya pengontrolan inflasi dan pengangguran
yang dilakukan oleh Iqbal dan Nawaz tahun 2010, sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan upaya
tulisan ini membuat suatu hal yang sedikit berbeda. koordinasi tidak mudah untuk dilakukan. Jika
Perbedaan tersebut adalah unit analisis yang koordinasi ini tidak berjalan baik maka tidak mungkin
digunakan yaitu tingkat sub-nasional (provinsi). tercipta kondisi makroekonomi yang stabil. Namun
Pertimbangannya adalah ketika data desentralisasi demikian, desentralisasi juga menyebabkan setiap
fiskal dan stabilitas makroekonomi yang digunakan provinsi mengetahui secara jelas faktor-faktor yang
adalah tingkat nasional maka data tersebut hanya menyebabkan terjadinya instabilitas makroekonomi
dapat menjelaskan bagaimana kedua variabel di daerahnya. Selain itu, setiap provinsi juga
tersebut berkorelasi di tingkat nasional (negara). mempunyai wewenang fiskal yang besar dalam
Fitur ini tidak bisa menjelaskan bagaimana hubungan mengendalikan dan mempertahankan stabilitas
antara kedua variabel tersebut pada masing-masing makroekonomi di daerahnya. Oleh karena itu,
daerah tertentu di dalam negara. Hingga saat ini, melalui desentralisasi setiap provinsi mampu untuk
literatur empiris mengenai dampak desentralisasi mengidentifikasi faktor-faktor penyebab instabilitas
fiskal terhadap stabilitas makroekonomi dengan makroekonomi dan menggunakan kebijakan untuk
proksi MI, khususnya di Indonesia belum penulis menyelesaikan permasalahan terkait stabilitas
temukan. makroekonomi.
Berdasarkan hal-hal tersebut, tulisan tentang Berdasarkan permasalahan-permasalahan
dampak desentralisasi fiskal terhadap stabilitas tersebut, ini menjadi hal yang krusial untuk dilakukan
makroekonomi Indonesia penting untuk terus analisis tentang pengaruh desentralisasi fiskal
dilakukan. Pertama, desentralisasi fiskal sudah terhadap stabilitas makroekonomi di Indonesia.
dilaksanakan di Indonesia lebih dari satu dekade Oleh karena itu, pertanyaan utama dalam tulisan ini
sehingga manfaat pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah bagaimanakah pengaruh desentralisasi fiskal
yang banyak mengeluarkan dana ke daerah tersebut terhadap stabilitas makroekonomi di Indonesia. Jika
harus bisa diketahui secara jelas, apakah memberikan desentralisasi fiskal dapat menciptakan stabilitas
dampak positif atau negatif terhadap perekonomian makroekonomi artinya saat desentralisasi fiskal
daerah tersebut termasuk kondisi stabilitas koordinasi antar daerah dapat berjalan baik dan
makroekonomi daerah tersebut. Jika kebijakan setiap daerah menggunakan wewenang fiskalnya
desentralisasi fiskal berdampak positif terhadap untuk mengendalikan dan mempertahankan
stabilitas makroekonomi maka kebijakan tersebut stabilitas makroekonomi. Begitu pula jika terjadi
wajib untuk diteruskan walaupun perlu ada revisi sebaliknya.
dalam hal pelaksanaannya. Sebaliknya, kebijakan
tersebut perlu untuk dikaji lebih mendalam apakah C. Tujuan Tulisan
masih perlu untuk diteruskan atau tidak. Kedua,
Berdasarkan perumusan masalah yang telah
tulisan ini bertujuan untuk mengisi gap research
diuraikan tersebut maka ada 2 (dua) tujuan dari
yang belum dilakukan oleh tulisan lain yaitu unit
tulisan ini. Pertama, tulisan ini bertujuan ingin
analisisnya adalah tingkat sub-nasional (provinsi)
mengetahui bagaimana perkembangan stabilitas
atau pemerintah daerah.
makroekonomi di provinsi-provinsi di Indonesia
selama pelaksanaan desentralisasi fiskal. Kedua,

10
Ibid, hlm. 1-2.
20 Kajian Vol. 21 No. 1 Maret 2016 hal. 17 - 35

tulisan ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi citizens. Administrative decentralization empower
bagaimana pengaruh desentralisasi fiskal yang sudah these government to hire and fire local staff
diterapkan di Indonesia terhadap kondisi stabilitas without any reference to higher level governments.
makroekonomi di provinsi-provinsi di Indonesia. Administrative decentralization, where decision
making is shifted to regional and local offices of the
D. Kerangka Pemikiran central government. Fiscal decentralization ensure
1. Konsep Desentralisasi Fiskal that all elected officials weigh carefully the joys of
spending some one else’s money as well as pains
Sebenarnya istilah desentralisasi sudah sejak
associated with rising revenues from the electrorate
lama diterapkan di Indonesia. Dalam UU No. 5
and facing the possibility of being voted out.14
Tahun 1974 yang mengatur tentang Pokok-Pokok
Dari perspektif politik, desentralisasi bertujuan
Pemerintahan Daerah diatur mengenai dasar-dasar
menciptakan distribusi pembagian kekuasaan yang
sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum
lebih adil antara pemerintah pusat dan pemerintah
dalam tiga prinsip, yaitu desentralisasi, dekonsentrasi
daerah (regional dan lokal). Dari perspektif
dan tugas perbantuan (medebewind). Dalam UU
administrasi, pemerintah pusat menyerahkan
tersebut, desentralisasi didefinisikan sebagai
sejumlah kewenangan untuk dikelola oleh
penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah
pemerintah daerah, sehingga dapat mempercepat
atau daerah tingkat atasnya kepada daerah.11
pelayanan kepada masyarakat. Dari perspektif
Dalam UU yang baru yakni UU No. 32 Tahun 2004
keuangan (fiskal), desentralisasi diarahkan untuk
Pasal 1 ayat 7 dan UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 1 ayat
memperkuat kapasitas fiskal daerah serta mengurangi
8, desentralisasi didefinisikan sebagai penyerahan
ketimpangan atau disparitas fiskal antar pemerintah
wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada
daerah (horizontal imbalances) maupun antara
daerah otonom, untuk mengatur dan mengurus
pemerintah pusat dan pemerintah daerah (vertical
urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
imbalances).15 Dalam konteks ini akan dibahas secara
Republik Indonesia (NKRI). Kebijakan desentralisasi
lebih mendalam tentang desentralisasi fiskal dimana
ini dilakukan dalam rangka untuk lebih mendorong
desentralisasi fiskal merupakan salah satu komponen
dan meningkatkan aktivitas pembangunan di seluruh
utama dari desentralisasi.
daerah sesuai dengan potensi dan permasalahan
Desentralisasi fiskal sudah tiga belas tahun
daerah bersangkutan serta aspirasi serta keinginan
diimplementasikan di Indonesia yakni sejak
masyarakat setempat.12 Desentralisasi merupakan
penerapan UU tentang Otonomi Daerah yang
alat untuk meningkatkan layanan publik dan
didalamnya mengatur tentang desentralisasi fiskal.
kesejahteraan masyarakat. Implementasi
Sejak saat itu terjadi proses pelimpahan berbagai
desentralisasi terutama terdiri dari pembagian
wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah
fungsi/tugas/kewenangan antar level pemerintah.
daerah/daerah otonom dalam bidang fiskal atau
Desentralisasi fiskal biasanya didahului reformasi
disebut juga desentralisasi fiskal. Seiring berlalunya
dari sisi pengeluaran, kemudian diikuti oleh sisi
waktu, tidak bisa disangkal bahwa otonomi daerah
penerimaan.
dan desentralisasi fiskal selama dekade terakhir
Secara umum, konsep desentralisasi terdiri atas
tersebut telah mampu membangun stabilitas politik
Desentralisasi Politik (Political Decentralization),
dan demokrasi yang dinamis. Sebenarnya apa itu
Desentralisasi Fiskal (Fiscal Decentralization),
desentralisasi fiskal?
Desentralisasi Administratif (Administrative
Secara teori, konsep desentralisasi fiskal itu
Decentralization) dan Desentralisasi Ekonomi
sendiri didefinisikan sebagai pemberian kewenangan
(Economic or Market Decentralization).13 Dari keempat
kepada daerah untuk menggali sumber-sumber
bentuk desentralisasi tersebut, desentralisasi
pendapatan, hak untuk menerima transfer dari
yang sudah diterapkan di Indonesia meliputi
pemerintahan yang lebih tinggi dan menentukan
Desentralisasi Politik, Desentralisasi Administratif,
belanja rutin dan investasi atau dengan kata lain
dan Desentralisasi Fiskal. Political or democratic
pemerintah daerah diberikan kesempatan untuk
decentralization implies directly local governments
menentukan regulasi terhadap anggaran.16 Ada juga
thereby making elected officials accountable to
yang mendefinisikan desentralisasi fiskal sebagai

11
Mudrajad Kuncoro, Dasar-dasar Ekonomika Pembangunan proses delegasi tanggungjawab fiskal kepada
Edisi Kelima, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2010, hlm. 201. pemerintah daerah termasuk mendelegasikan
12
Sjafrizal, Ekonomi Wilayah dan Perkotaan, Jakarta: Rajawali kekuasaan untuk pajak dan pengeluaran dengan
Press, 2012, hlm. 272.
13
D.S.Priyarsono, Dari Pertanian ke Industri: Analisis 14
Ika, Syahrir, dkk., Op. Cit, hlm. 13.
Pembangunan dalam Perspektif Ekonomi Regional, Bogor: 15
Ibid, hlm. 14.
IPB Press, 2011, hlm. 145. 16
Mifda, Op. Cit.
Rasbin Desentralisasi Fiskal dan Stabilitas Makroekonomi: Studi Kasus di Indonesia 21
pengaturan untuk mengkoreksi ketidakseimbangan yang sepadan dengan besarnya kewenangan urusan
antara sumber daya dan kewajiban.17 pemerintahan yang diserahkan kepada daerah
Selain itu, desentralisasi fiskal dapat didefinisikan otonom.22
sebagai penyerahan sebagian dari tanggung jawab Desentralisasi fiskal sebagai komponen utama
fiskal atau keuangan negara dari pemerintah pusat dalam desentralisasi, selain melakukan penyerahan
kepada jenjang pemerintahan dibawahnya (provinsi, sebagian wewenang pemerintah pusat ke daerah,
kabupaten atau kota).18 Ada juga yang mendefinisikan juga harus memastikan bahwa daerah mendapatkan
bahwa desentralisasi fiskal adalah suatu proses sumber-sumber keuangan yang memadai untuk
distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan menjalankan wewenang dan fungsinya.23 Oleh karena
yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang itu, desentralisasi fiskal dilakukan melalui pelimpahan
lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas tanggung jawab fiskal untuk belanja publik dan
pemerintahan dan pelayanan publik, sesuai dengan penciptaan atau pengumpulan pendapatan dari
banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang pemerintah pusat ke pemerintah provinsi atau
dilimpahkan.19 lokal.24 Salah satu tujuan dari desentralisasi fiskal
Desentralisasi fiskal juga dapat diartikan adalah memperbaiki ketidakadilan fiskal dan efisiensi
sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat fiskal yang timbul dari perbedaan kemampuan fiskal
pemerintah yang lebih tinggi kepada pemerintah daerah, memperbaiki struktur fiskal, dan memobilisasi
yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau pendapatan regional maupun nasional.25
tugas pemerintah dan pelayanan publik sesuai Ada tiga argumentasi tentang pentingnya
dengan banyaknya kewenangan dalam bidang desentralisasi fiskal.26 Pertama, jika unsur-unsur
pemerintahan yang dilimpahkan sesuai dengan belanja dan tingkat pajak ditentukan pada jenjang
peranan pemerintah yang mempunyai tiga fungsi pemerintahan yang lebih dekat ke masyarakat maka
utama yaitu distribusi, alokasi dan stabilisasi.20 layanan publik di daerah akan dapat diperbaiki dan
Pada intinya, gagasan dasar desentralisasi masyarakat akan lebih puas dengan layanan yang
fiskal ialah penyerahan beban tugas pembangunan, diberikan pemerintah. Kedua, pemerintah daerah
penyediaan layanan publik dan sumber daya yang lebih kuat akan menunjang pembangunan
keuangan dari pemerintah pusat ke pemerintah bangsa karena betapa pun masyarakat lebih
daerah sehingga tugas-tugas itu akan lebih dekat mudah mengidentifikasi diri dengan pemerintah
ke masyarakat. Dengan begitu, kemampuan daerah ketimbang pemerintah pusat. Apabila
pemerintah daerah akan dapat ditingkatkan dan tanggung jawab mengenai perpajakan, kebijakan
pertanggungjawaban akan dapat lebih terjamin. keuangan dan layanan publik diserahkan kepada
Secara umum, desentralisasi fiskal menghendaki pemerintah daerah, maka pemerintah daerah akan
adanya devolusi antar jenjang pemerintah dari peran saling bersaing untuk melakukan hal yang terbaik
keuangan, biasanya dari jenjang pemerintahan yang bagi rakyat yang tentunya juga akan memperbaiki
lebih tinggi ke jenjang yang lebih rendah.21 pembangunan bangsa.
Bagi Indonesia, desentralisasi fiskal merupakan Ketiga, keseluruhan mobilisasi sumber daya akan
salah satu mekanisme transfer dana dari Anggaran bertambah baik karena pihak pemerintah daerah
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam dapat lebih tanggap dan mudah menarik pajak dari
kaitannya dengan kebijakan keuangan negara. sektor-sektor ekonomi yang tumbuh cepat jika
Kebijakan keuangan negera tersebut untuk dibanding pemerintah pusat. Dalam memobilisasi
mewujudkan ketahanan fiskal yang berkelanjutan sumber daya, pemerintah pusat biasanya terkendala
(fiscal sustainability) dan memberikan stimulus oleh kondisi geografis dan rentang kendali. Oleh
terhadap aktivitas perekonomian masyarakat, sebab itu, apabila pemerintah daerah diberi tanggung
diharapkan dengan kebijakan fiskal akan menciptakan jawab yang lebih besar maka mobilisasi sumber daya
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah akan dapat dilakukan dengan lebih baik.
Umumnya, desentralisasi fiskal memiliki fungsi-

17
S. Malik, M. Hass dan S. Hussain, “Fiscal Decentralization and
fungsi sebagai berikut: (1) mengurangi peran
Economic Growth in Pakistan”, The Pakistan Development
Review, Vol. 45(4), 2006, hlm. 845-854. 22
Ani Sri Rahayu, Pengantar Kebijakan Fiskal, Jakarta: Bumi
18
Wahyu Kumorotomo, Desentralisasi Fiskal: Politik dan Aksara, 2010, hlm. 116.
Perubahan Kebijakan 1974-2004, Jakarta: Kencana, 2008, 23
Ika, Syahrir, dkk., Op. Cit, hlm. 179.
hlm. 1. 24
Nasir Iqbal, Musleh ud Din dan Ejaz Ghani, “Fiscal
19
Juli Panglima Saragih, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Decentralization and Economic Growth: Role of Democratic
Daerah dalam Otonomi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003, Institutions”, Pakistan Institute of Development Economics
hlm. 83. (PIDE) Working Papers, Vol. 89, 2013, hlm. 1.
20
D. S. Priyarsono, Op.Cit.,hlm. 146. 25
Ibid, hlm. 14.
21
Wahyu Kumorotomo, Op.Cit., hlm. 5-9. 26
Wahyu Kumorotomo, Op.Cit, hlm. 6.
22 Kajian Vol. 21 No. 1 Maret 2016 hal. 17 - 35

dan tanggung jawab di antara pemerintah pada daerah (PAD) dengan total pendapatan daerah, rasio
semua tingkat, (2) memperhitungkan bantuan atau antara PAD dengan pengeluaran atau belanja daerah,
transfer antar pemerintah, (3) memperkuat sistem rasio antara belanja sosial dengan total belanja
penerimaan daerah atau merumuskan penyediaan daerah, rasio antara belanja infrastruktur dengan
jasa-jasa lokal, (4) memprivatisasi Badan Usaha Milik total belanja daerah, koefisien ketimpangan fiskal
Daerah (BUMD), dan (5) menyediakan suatu jaringan vertikal, kesenjangan (ketimpangan) pendapatan
pengaman bagi fungsi redistribusi. Oleh karena itu, antar daerah, dampak desentralisasi fiskal terhadap
keberhasilan desentralisasi fiskal dapat dinilai dari pertumbuhan ekonomi, kesinambungan fiskal,
sejauh mana fungsi-fungsi diatas telah terlaksana.27 tujuan-tujuan spesifik sektoral dan kesejahteraan
Namun demikian, secara khusus desentralisasi sosial.31
fiskal mempunyai fungsi utama untuk memperbaiki
2. Pengaruh Desentralisasi Fiskal terhadap
efisiensi sektor publik dan mempengaruhi
Pertumbuhan Ekonomi
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dalam
jangka panjang. Efisiensi ekonomi ditingkatkan Dalam literatur-literatur ekonomi tentang
oleh desentralisasi karena provinsi dan pemerintah desentralisasi fiskal disebutkan bahwa desentralisasi
tingkat lokal mempunyai informasi lebih baik dan fiskal dapat mendorong pertumbuhan ekonomi
pengetahuan yang lengkap tentang daerahnya secara langsung melalui peningkatan efisiensi
dibandingkan pemerintah pusat. Pemerintah tingkat sektor publik.32 Salah satu teori yang dapat
lokal mempunyai hubungan yang erat dengan menjelaskan hubungan antara desentralisasi fiskal
institusi dan dapat mengendalikan mereka dengan dan pertumbuhan ekonomi adalah teori tradisional
tepat.28 federalisme fiskal. Teori tradisional federalisme
Efektivitas kebijakan desentralisasi fiskal fiskal memaparkan bagaimana desentralisasi fiskal
tergantung pada (1) tepatnya penempatan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yakni dalam
pengeluaran, sesuai pembagian fungsi antara bentuk kerangka normatif umum yang ditandai
berbagai tingkat pemerintahan yang tergantung dengan penyerahan fungsi ke berbagai tingkat
pada keuntungan komparatifnya (disebut prinsip pemerintahan. Menurut teori ini, proses dari
subsidiaritas), (2) tepatnya penempatan pajak atau desentralisasi fiskal dapat menghasilkan efisiensi
penerimaan, dan (3) desain yang efisien dari sistem ekonomi yang lebih besar dalam alokasi sumber daya
transfer dan pengimplementasian yang tepat.29 di sektor publik.33
Sementara itu, outcome dari desentralisasi fiskal Desentralisasi fiskal dan pertumbuhan
meliputi (1) pendapatan daerah yang meningkat, (2) ekonomi memiliki hubungan yang erat karena tiga
ketimpangan pendapatan atau kesejahteraan antar alasan berikut. Pertama, pertumbuhan ekonomi
daerah menurun, (3) tingkat mortalitas menurun, (4) dipandang sebagai tujuan dari desentralisasi fiskal
tingkat pendidikan dan standar hidup masyarakat dan efisiensi dalam alokasi sumber daya di sektor
meningkat, serta (5) civil society tumbuh.30 publik. Kedua, desentralisasi fiskal merupakan niat
Di Indonesia, desentralisasi fiskal sudah eksplisit pemerintah untuk mengadopsi kebijakan
berjalan lebih dari satu dekade. Besaran dana yang yang mempengaruhi kenaikan keberlanjutan dalam
dikucurkan dari pusat (APBN) ke daerah sudah pendapatan per kapita. Ketiga, pertumbuhan per
mengalami peningkatan yang signifikan. Oleh karena kapita lebih mudah untuk diukur dan diinterpretasikan
itu banyak pihak berharap bahwa desentralisasi fiskal dibandingkan indikator kinerja ekonomi lainnya.34
ini dapat berdampak positif terhadap perekonomian Penjelasan teoritik bagaimana desentralisasi
Indonesia. Ada banyak sudut pandang dari para fiskal dapat menciptakan efisiensi ekonomi dalam
ahli ekonomi dalam menentukan indikator sukses sektor publik sehingga akhirnya mempengaruhi
atau tidaknya pelaksanaan desentralisasi fiskal. pertumbuhan ekonomi dibedakan menjadi tiga
Namun begitu, ada sepuluh indikator suksesnya kelompok.35 Pertama, efisiensi ekonomi dapat
desentralisasi fiskal yaitu rasio antara pendapatan asli dihasilkan melalui mobilisasi sumber daya yang
terjadi melalui desentralisasi fiskal. Desentralisasi
27
D.S.Priyarsono, Op.Cit.,hlm. 146.
28
Muhammad Zahir Faridi, “Contribution of Fiscal 31
Ibid, hlm. 78-83.
Decentralization to Economic Growth: Evidence from 32
Nasir Iqbal dan Saima Nawaz, Op. Cit., hlm. 6.
Pakistan”, Pakistan Journal of Social Sciences, Vol. 31, No. 33
Nasir Iqbal, Musleh ud Din dan Ejaz Ghani, Op. Cit., hlm. 2.
1, Juni 2011, hlm. 1-2. 34
Ahmad Jafari Samimi, Saeed Karimi Petanlar, Gholamreza
29
ShahNawaz Malik, Mahmood-Ul-Hassan dan Shahzad Keshavarz Haddad dan Mohammad Alizadeh, “Fiscal
Hussain, “Fiscal Decentralization and Economic Growth in Decentralization and Economic Growth: A Nonlinear Model
Pakistan”, The Pakistan Development Review, 45:4, 2006, for Provinces of Iran”, Iranian Economic Review, Vol. 15,
hlm. 845. No. 26, 2010, hlm. 126.
30
Ika, Syahrir, dkk., Op. Cit, hlm. 18.
35
Ibid, hlm. 3-4.
Rasbin Desentralisasi Fiskal dan Stabilitas Makroekonomi: Studi Kasus di Indonesia 23
fiskal memberikan otonomi dan dana yang lebih besar stabilitas makroekonomi. Salah satu variabel
37

ke pemerintah sub nasional. Dengan tersedianya makroekonomi yang merupakan variabel perantara
dana dan otonomi yang lebih besar dalam proses dampak desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan
membuat keputusan, pemerintah daerah dipaksa ekonomi adalah stabilitas makroekonomi. Banyak
memobilisasi sumber daya yang tersedia dalam studi empiris tentang desentralisasi fiskal yang
yurisdiksi mereka sendiri, dibandingkan menunggu menggunakan variabel tersebut dalam studi-studinya
penyediaan barang dan jasa publik atau solusi yang untuk mengetahui pengaruh dari desentralisasi
berasal dari pemerintah pusat. Hal ini menyebabkan fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi seperti studi
penekanan yang lebih besar pada efisiensi ekonomi. Treisman tahun 2000, studi Rodden dan Wibbels
Kedua, teorema desentralisasi memberikan tahun 2002 dan studi Martinez-Vazquez dan McNab
mekanisme dimana desentralisasi fiskal dapat tahun 2003.
menyebabkan efisiensi ekonomi yang lebih besar. Namun, dalam studi-studi empiris tentang
Teorema ini menyatakan bahwa preferensi untuk desentralisasi fiskal dan stabilitas makroekonomi
barang dan jasa publik berbeda antar individu dan ada 2 (dua) pandangan yang berbeda tentang
wilayah. Tingkat kesejahteraan yang dicapai oleh dampak desentralisasi fiskal terhadap stabilitas
pemerintah nasional melalui penyediaan barang dan makroekonomi.38 Pertama, pandangan yang
jasa publik yang seragam selalu inferior terhadap apa menyatakan bahwa desentralisasi fiskal dan stabilitas
yang dapat dicapai dengan menyediakan barang- makroekonomi berhubungan negatif. Melalui
barang dan jasa-jasa publik dalam penyusunan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah mempunyai
desentralisasi yang memungkinkan untuk perbedaan kewenangan yang besar dalam menentukan tingkat
penyediaan barang dan jasa antar wilayah. Hal pengeluaran dan pendapatannya. Kondisi ini akhirnya
ini karena pemerintah daerah memiliki informasi akan membuat sistem manajemen fiskal menjadi
yang lebih baik tentang preferensi masyarakatnya lebih rumit terutama dalam sistem pengawasan yang
dibandingkan pemerintah pusat. Oleh karena itu, sangat penting untuk menanamkan pengelolaan
pemerintah daerah selalu berkinerja lebih baik dalam anggaran yang efisien. Selain itu, pemerintah
penyediaan barang-barang dan jasa-jasa publik daerah biasanya memiliki program pembangunan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal. sendiri yang mungkin berbeda dengan program
Ketiga, persaingan diantara yurisdiksi pembangunan pemerintah pusat sehingga akan
dipandang sebagai mekanisme penting untuk menyebabkan masalah dalam hal koordinasi.
mendorong efisiensi di bidang perpajakan, Selain itu, desentralisasi fiskal dianggap
regulasi dan penyediaan barang dan jasa. Dalam menyebabkan terjadinya pemborosan fiskal oleh
pendekatan pilihan publik, desentralisasi fiskal dapat pemerintah daerah. Karena desentralisasi fiskal
menyebabkan terjadinya persaingan antar yurisdiksi meningkatkan insentif bagi pemerintah daerah
untuk faktor-faktor produksi yang bergerak. untuk berperilaku oportunistik dengan mencoba
Berdasarkan hal-hal tersebut, desentralisasi mengalihkan beban pengeluaran daerah ke
fiskal merupakan strategi yang efektif untuk pusat secara keseluruhan. Hal ini akhirnya akan
mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menyebabkan koordinasi antara kebijakan fiskal dan
meningkatkan efisiensi sektor publik. Yakni melalui: moneter menghadapi tantangan terhadap stabilitas
(1) upaya yang merampingkan kegiatan sektor publik, ekonomi nasional.39
(2) mengurangi biaya operasional dan informasi dari Kedua, pandangan yang menyatakan bahwa
jasa pengiriman, dan (3) meningkatkan persaingan desentralisasi fiskal mempunyai dampak yang positif
antar pemerintah sub nasional dalam memberikan terhadap stabilitas makroekonomi. Pandangan
layanan publik.36 ini menganggap bahwa desentralisasi fiskal
menyebabkan mekanisme sharing pendapatan
3. Hubungan antara Desentralisasi Fiskal dan
antara pemerintah pusat dan daerah menjadi
Stabilitas Makroekonomi
jelas. Kondisi ini dapat menyebabkan kompetisi
Selain secara langsung mempengaruhi untuk sumber-sumber fiskal antara pemerintah
pertumbuhan ekonomi, desentralisasi fiskal juga
dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi 37
Jorge Martinez-Vazquez dan Robert Macnab, Op. Cit.
secara tidak langsung. Desentralisasi fiskal dapat 38
Ahmad Zafarullah Abdul Jalil, Mukaramah Harun dan Siti
mendorong pertumbuhan ekonomi secara tidak Hadijah Che Mat, “Macroeconomic Instability and Fiscal
Decentralization: An Empirical Analysis”, Prague Economic
langsung melalui peningkatan efisiensi ekonomi,
Papers, 2, 2012, hlm. 151.
penciptaan keadilan fiskal horizontal dan menjaga 39
Remy Prud’homme, “On The Dangers of Decentralization”,
The World Bank Policy Research Working Paper, 1252,
1995, hlm. 1 – 35.

36
Nasir Iqbal, Musleh ud Din dan Ejaz Ghani, Op. Cit., hlm. 1.
24 Kajian Vol. 21 No. 1 Maret 2016 hal. 17 - 35

pusat dan daerah menjadi berkurang. Oleh karena inflasi di China. Studi mereka menyimpulkan bahwa
itu, desentralisasi fiskal dapat berdampak positif desentralisasi fiskal mempunyai implikasi sebaliknya
terhadap stabilitas makroekonomi karena persaingan terhadap tingkat inflasi di China. Artinya desentralisasi
fiskal antar tingkat pemerintahan yang berbeda telah fiskal di China tidak bagus untuk stabilitas harga.44
terbukti melemahkan tujuan kebijakan fiskal nasional Ada juga studi yang dilakukan oleh Martinez-Vazquez
terutama dengan mendorong kebijakan fiskal yang dan McNab tahun 2006 yang meneliti dampak
pro-siklikal.40 desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi
Beberapa studi empiris tentang desentralisasi dan stabilitas makroekonomi. Mereka menemukan
fiskal dan stabilitas makroekonomi sudah dilakukan tapi bahwa desentralisasi fiskal berdampak positif
tidak sebanyak studi empiris yang mengkaitkan antara terhadap stabilitas harga di negara-negara maju dan
desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi. Selain secara positif mempengaruhi pertumbuhan ekonomi
itu, studi-studi empiris tersebut hampir semuanya melalui stabilitas harga.45
menggunakan tingkat inflasi sebagai indikator untuk Studi Shah tahun 2006 tentang desentralisasi
mengukur stabilitas makroekonomi, walaupun sudah fiskal juga menemukan fakta bahwa desentralisasi
ada studi-studi empiris yang menggunakan indikator fiskal berdampak negatif terhadap tingkat inflasi
lain untuk memproksi stabilitas makroekonomi. Studi sedangkan dampaknya terhadap manajemen inflasi
empiris yang menggunakan tingkat inflasi sebagai adalah positif, namun keduanya tidak signifikan.46
indikator stabilitas makroekonomi diantaranya Kemudian ada studi yang dilakukan oleh Thornton
studi yang dilakukan oleh Treisman tahun 2000. tahun 2007 dan Baskaran tahun 2007 dimana mereka
Treisman tahun 2000 menemukan bahwa pengaruh melakukan studi tentang pengaruh desentralisasi
desentralisasi fiskal terhadap tingkat inflasi untuk fiskal (dalam studinya desentralisasi fiskal diproksi
kelompok negara-negara tertentu dalam 87 negara oleh desentralisasi penerimaan) terhadap inflasi.
tidak jelas pengaruhnya. Artinya pada kelompok Studi Thornton tahun 2007 menemukan bukti
negara tertentu memberikan dampak yang positif tapi bahwa desentralisasi penerimaan tidak berdampak
dampak negatif jika dilakukan terhadap kelompok signifikan terhadap inflasi47, namun studi Baskaran
negara lain yang berbeda.41 tahun 2011 menemukan fakta bahwa desentralisasi
Kemudian ada studi King dan Ma tahun 2001 penerimaan secara signifikan berkorelasi negatif
yang mengidentifikasi pengaruh desentralisasi dengan inflasi. Artinya desentralisasi penerimaan
fiskal (dalam tulisannya variabel desentralisasi menyebabkan rendahnya tingkat inflasi.48
fiskal diproksi dengan degree of tax centralization) Untuk studi tentang desentralisasi fiskal yang
terhadap tingkat inflasi. Dalam tulisannya, King dan dilakukan di Indonesia diantaranya ada studi
Ma menemukan hubungan negatif dan signifikan Tirtosuharto dan Adiwilaga tahun 2013. Studi mereka
antara desentralisasi fiskal (yakni desentralisasi bertujuan untuk menganalisis pengaruh desentralisasi
penerimaan) dengan instabilitas makroekonomi fiskal terhadap inflasi regional di Indonesia. Tulisan
(diukur oleh rata-rata tingkat inflasi) di negara- ini menemukan bahwa desentralisasi berdampak
negara maju tapi tidak signifikan untuk keseluruhan terhadap inflasi regional di Indonesia, dimana kenaikan
sampel.42 Studi lain dilakukan oleh Neyapti tahun desentralisasi fiskal juga menaikkan volatilitas
2004 yang menginvestigasi hubungan antara inflasi regional. Hal ini terjadi karena pengeluaran
desentralisasi penerimaan dan inflasi dimana pemerintah daerah yang tidak efisien.49
studinya menemukan bukti bahwa hubungan antara
keduanya adalah negatif.43
44
Andrew Feltenstein dan Shigeru Iwata, “Decentralization
and Macroeconomic Performance in China: Regional
Selanjutnya ada studi Feltenstein dan Iwata tahun Autonomy has Its Costs”, Journal of Development Economics
2005 yang menginvestigasi dampak desentralisasi fiskal 76, 2005, hlm. 481 – 501.
dan ekonomi terhadap pertumbuhan ekonomi dan 45
Jorge Martinez-Vazquez dan Robert Macnab, Op. Cit., hlm.
25 – 49.
40
John Thornton, “Fiscal Decentralization and Economic 46
Anwar Shah, “Fiscal Decentralization and Macroeconomic
Growth Reconsidered”, Journal of Urban Economic, Vol. 61, Management”, International Tax Public Finance, Vol. 13,
2007, hlm. 64 – 70. 2006, hlm. 437 – 462.
41
Daniel Treisman, “Decentralization and Inflation: 47
John Thornton, “Further Evidence on Revenue
Commitment, Collective Action, or Continuity?”, American Decentralization and Inflation”, Economics Letters 95,
Political Science Review, Vol. 94, No. 4, 2000, hlm. 837 – 857. 2007, hlm. 140 – 145.
42
David King dan Yue Ma, “Fiscal Decentralization, Central 48
Thushyanthan Baskaran, “Revenue Decentralization and
Bank Independence, and Inflation”, Economics Letters 72, Inflation: A Re-evaluation”, MPRA Paper No. 36911, 2011,
2001, hlm. 95 – 98. hlm. 1 – 8.
43
Bilin Neyapti, “Fiscal Decentralization, Central Bank 49
Darius Tirtosuharto dan Handri Adiwilaga, “Decentralization
Independence, and Inflation: A Panel Investigation”, and Regional Inflation in Indonesia”, Buletin Ekonomi
Economics Letters 82, 2004, hlm. 227 – 230. Moneter dan Perbankan, Vol. 16 No. 2, 2013, hlm. 149 – 166.
Rasbin Desentralisasi Fiskal dan Stabilitas Makroekonomi: Studi Kasus di Indonesia 25
Selain menggunakan tingkat inflasi sebagai Studi Iqbal dan Nawaz tahun 2010 adalah
proksi dari stabilitas makroekonomi, ada juga studi studi yang pertama kali menghitung MI dan
empiris yang menggunakan proksi lain yaitu suatu menggunakannya dalam studi empiris. MI dihitung
indeks yang disebut Misery Index (MI). Indeks ini dengan menjumlahkan antara tingkat inflasi
merupakan penjumlahan antara tingkat inflasi dan dan tingkat pengangguran untuk periode yang
tingkat pengangguran. Studi empiris yang pertama bersangkutan.
kali menggunakan indeks tersebut adalah studi yang MI = UR + INF (1)
dilakukan oleh Iqbal dan Nawaz tahun 2010. Studi
Dimana MI adalah Misery Index, UR adalah tingkat
mereka dilakukan pada level nasional yaitu Pakistan.
pengangguran dan INF adalah tingkat inflasi.
Studi Iqbal dan Nawaz tersebut menemukan bukti
bahwa desentralisasi fiskal berdampak positif dan Asumsi utama dalam MI adalah meningkatnya
signifikan terhadap stabilitas makroekonomi. Studi- tingkat pengangguran dan tingginya inflasi
studi empiris tentang desentralisasi fiskal dan mempunyai dampak negatif terhadap pertumbuhan
stabilitas makroekonomi tersebut terangkum dalam ekonomi. Jadi, kenaikan indeks ini berarti
Tabel 1. memburuknya kondisi perekonomian, begitu pula

Tabel 1. Hubungan antara Desentralisasi Fiskal dan Stabilitas Makroekonomi


No. Peneliti (Tahun) Sampel Tulisan Metode Tulisan Hasil Tulisan
1. Treisman (2000) 87 negara pada periode 1970- Metode Panel Data Hubungan antara desentralisasi fiskal dan
an dan 1980-an inflasi tidak jelas untuk berbagai sampel
negara yang digunakan.
2. King dan Ma 49 negara pada periode 1973 Metode Panel Data Derajat sentralisasi pajak berkorelasi positif
(2001) – 1994 dengan inflasi yang tinggi
3. Neyapti (2004) Negara maju dan berkembang Metode Panel Data Hubungan antara desentralisasi fiskal dan
pada periode 1973 – 1994 inflasi adalah negatif.
4. Feltenstein dan China pada periode 1952 – Metode vector Desentralisasi fiskal tidak baik untuk
Iwata (2005) 1996 autoregressive (VAR) stabilitas harga.
5. Shah (2006) 40 negara pada periode 1995 Metode Panel Data Desentralisasi fiskal berdampak negatif
– 2000 terhadap tingkat inflasi namun tidak signifikan
6. Thornton (2007) 19 negara anggota OECD Metode Panel Data Desentralisasi fiskal berdampak negatif
terhadap tingkat inflasi namun tidak signifikan
7. Baskaran (2011) 19 negara anggota OECD Metode Panel Data Desentralisasi penerimaan berkorelasi
negatif secara signifikan dengan inflasi
8. Tirtosuharto dan 26 provinsi di Indonesia pada Metode Panel Data Kenaikan desentralisasi fiskal menaikkan
Adiwilaga (2013) periode 2003 – 2008 volatilitas inflasi regional
9. Iqbal dan Nawaz Pakistan pada periode 1979 Metode OLS dan Desentralisasi fiskal berdampak positif dan
(2010) – 2010 GMM signifikan terhadap stabilitas makroekonomi
Sumber: diringkas oleh penulis dari berbagai jurnal

D. Metodologi Penelitian sebaliknya. Kenaikan inflasi berbarengan dengan


1. Implementasi Empiris: Data dan Spesifikasi Model tingginya tingkat pengangguran menyebabkan
rendahnya pengeluaran konsumen dan berkontribusi
Umumnya studi empiris tentang desentralisasi
terhadap menurunnya perekonomian.51
fiskal dan stabilitas makroekonomi menggunakan
Stabilitas makroekonomi suatu negara
variabel inflasi sebagai proksi dari stabilitas
ditentukan oleh berbagai faktor ekonomi. Salah satu
makroekonomi. Namun demikian, studi Martinez-
faktor yang mempengaruhi stabilitas makroekonomi
Vazquez dan McNab tahun 2006 menyarankan
adalah desentralisasi fiskal. Oleh karena itu, stabilitas
bahwa proksi yang tepat untuk mengukur stabilitas
makroekonomi yang diproksi oleh MI, seperti dalam
makroekonomi adalah kombinasi antara tingkat
persamaan (1) merupakan fungsi dari desentralisasi
inflasi dan pengangguran. Menggunakan konsep yang
fiskal (DF) atau ditulis sebagai berikut.
diutarakan oleh Arthur Okun maka kombinasi tersebut
dibuat dalam suatu indeks yang disebut dengan MI.50 MI = f (DF) (2)


50
Nasir Iqbal dan Saima Nawaz, Loc. Cit., hlm. 6. 51
Ibid, hlm. 6 – 7.
26 Kajian Vol. 21 No. 1 Maret 2016 hal. 17 - 35

Persamaan (2) memberikan arti bahwa masalah-masalah fiskal. Selain itu, pemerintah pusat
desentralisasi fiskal dapat mempengaruhi mungkin memiliki kekuatan politik yang rendah
pertumbuhan ekonomi tapi melalui stabilitas untuk mendorong bank sentral mengejar kebijakan
makroekonomi. Desentralisasi fiskal digunakan inflasinya. Akan tetapi, desentralisasi penerimaan
sebagai pilihan kebijakan di negara-negara juga mungkin mempersulit koordinasi kebijakan
berkembang dan transisi yang dapat berdampak sehingga mengurangi kemampuan sektor publik
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi untuk berekasi terhadap tekanan inflasi. Oleh karena
melalui stabilitas makroekonomi. Pernyataan ini itu, hubungan antara desentralisasi penerimaan dan
diungkapkan oleh Prud’homme tahun 1995 dan stabilitas makroekonomi diduga akan ambigu.56
Martinez-Vazquez dan McNab tahun 2006. Namun Untuk mengantisipasi masalah bias akibat dari
demikian, argumentasi teoritis tentang hubungan variables ommited sehingga dapat mempengaruhi
antara stabilitas makroekonomi dan desentralisasi hubungan antara desentralisasi fiskal dan stabilitas
fiskal tidak memberikan kesimpulan yang definitif makroekonomi maka beberapa variabel kontrol
baik arah maupun signifikansi hubungannya.52 dimasukkan dalam spesifikasi model persamaan
Desentralisasi fiskal merupakan pelimpahan yang digunakan dalam tulisan ini. Oleh karena itu,
tanggung jawab kebijakan dari pemerintah pusat ke model persamaan (2) menjadi:
pemerintah daerah berkaitan dengan pengeluaran MI = f (DF, Z) (3)
(belanja) dan penerimaan pendapatan. Untuk
mengukur dampak dari desentralisasi fiskal, dalam dimana Z adalah vektor variabel-variabel kontrol.
tulisan ini menggunakan proksi desentralisasi Variabel-variabel kontrol disini adalah faktor-faktor
penerimaan (DFR) dan desentralisasi pengeluaran yang mempengaruhi stabilitas makroekonomi
(DFE).53 selain desentralisasi fiskal. Berdasarkan literatur-
Desentralisasi pengeluaran didefinisikan sebagai literatur ekonomi, stabilitas makroekonomi juga
rasio pengeluaran pemerintah daerah, dalam hal dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat dan
ini pemerintah provinsi, terhadap total belanja pertumbuhan ekonomi.57 Oleh karena itu, variabel-
nasional54 atau pengeluaran negara. Desentralisasi variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini
fiskal yang tinggi, dalam hal ini desentralisasi meliputi tingkat pendapatan per kapita (PPK) untuk
pengeluaran, mengimplikasikan bahwa pemerintah mengukur daya beli masyarakat dan pertumbuhan
daerah mempunyai otoritas yang besar dalam ekonomi daerah (GROWTH).
menggunakan seluruh kekayaan dan sumber daya Spesifikasi model ekonometrik secara eksplisit
di daerahnya dalam bentuk pengeluaran/belanja dalam tulisan ini, seperti model yang diadopsi oleh
daerah. Besarnya kontribusi pengeluaran pemerintah Iqbal dan Nawaz tahun 2010, adalah sebagai berikut:
daerah berpotensi menyebabkan instabilitas MIt = α0 + α1DFtE + α2DFtR + α3PPKt + α4GROWTHt
makroekonomi di daerah khususnya pengeluaran + εt (4)
yang dilakukan untuk program dan akitivitas yang dimana variabel dependen adalah Misery Index,
tidak produktif. Karena, alokasi sumber daya untuk sedangkan variabel independennya meliputi
pengeluaran/belanja pemerintah daerah menjadi desentralisasi pengeluaran, desentralisasi
tidak efisien. Hal ini menjelaskan bahwa hubungan penerimaan, tingkat pendapatan per kapita dan
antara desentralisasi pengeluaran dan stabilitas pertumbuhan ekonomi. Variabel tingkat pendapatan
makroekonomi berkorelasi secara positif. per kapita dalam tulisan ini dinyatakan dalam bentuk
Desentralisasi penerimaan didefinisikan sebagai logaritma.
rasio penerimaan pemerintah daerah (pemerintah Data yang digunakan dalam tulisan ini berasal
provinsi) terhadap penerimaan pemerintah pusat.55 dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS). Untuk
Desentralisasi penerimaan dapat meningkatkan membuat variabel MI, data yang digunakan
efektifitas pengumpulan penerimaan sehingga meliputi data tingkat pengangguran dan tingkat
mengurangi kebutuhan pemerintah untuk inflasi yang berasal dari Statistik Indonesia publikasi
menggunakan stabilitas makroekonomi (inflasi BPS berbagai edisi. Data tingkat pengangguran
dan/atau tingkat pengangguran) dalam menangani yang digunakan merupakan rata-rata tingkat

52
Ibid, hlm. 7.
pengangguran pada bulan Februari dan Agustus

53
Seperti studi yang dilakukan oleh Nasir Iqbal dan Saima tahun yang bersangkutan. Data inflasi menggunakan
Nawaz tahun 2010. tahun dasar 2007 = 100 dan merupakan hasil olahan

54
Seperti studi yang dilakukan oleh Darius Tirtosuharto dan
Handri Adiwilaga tahun 2013.

55
Seperti studi yang dilakukan oleh Nasir Iqbal, Musleh ud
56
Thushyanthan Baskaran, Op. Cit, hlm. 1 – 8.
Din dan Ejaz Ghani tahun 2013.
57
Nasir Iqbal dan Saima Nawaz, Op. Cit., hlm. 8 – 9.
Rasbin Desentralisasi Fiskal dan Stabilitas Makroekonomi: Studi Kasus di Indonesia 27
dari data indeks harga konsumen (IHK). Data 58
yang digunakan dapat menangkap variant baik unit/
untuk variabel pertumbuhan ekonomi dan tingkat cross sectional maupun time dari estimasinya. Untuk
pendapatan per kapita juga diperoleh dari Statistik estimasi model panel data digunakan perangkat
Indonesia publikasi BPS berbagai edisi. Sedangkan lunak STATA 11.
data untuk desentralisasi fiskal baik penerimaan Metode panel data menurut Gujarati tahun
maupun pengeluaran pemerintah provinsi diperoleh 2012 ada 3 (tiga) jenis yaitu Pooled Least Squares
dari Statistik Keuangan Pemerintah Provinsi publikasi (PLS), Fixed Effect (FE), dan Random Effect (RE).
BPS berbagai edisi. Untuk mendapatkan model panel data terbaik dari
3 jenis model tersebut akan digunakan beberapa
2. Strategi Estimasi
pengujian. Pertama, Chow test untuk memilih model
Struktur data pada tulisan ini adalah data panel panel data antara PLS dan FE. Kedua, Breusch Pagan
dengan cross-section sebanyak 33 provinsi dan time Lagrange Multiplier (LM) test untuk memilih model
series tahunan dengan periode waktu 2009 – 2013. panel data antara PLS dan RE. Ketiga. Hausman test
Penggunaan periode waktu pada rentang tersebut untuk memilih model panel data antara FE dan RE.
karena keterbatasan data yang tersedia pada 33
provinsi di Indonesia. Implikasi dari data yang II. HASIL DAN PEMBAHASAN
berbentuk panel tersebut maka spesifikasi model
A. Stabilitas Makroekonomi dan Desentralisasi
ekonometrik dalam persamaan (4) dapat ditulis
Fiskal di Indonesia
kembali dalam bentuk sebagai berikut:
Indonesia adalah salah satu negara yang
MIt = α0 + α1DFitE + α2DFitR + α3PPKit + α4GROWTHit
berbentuk kepulauan. Ketersediaan kebutuhan
+ εit (5)
masing-masing daerah tergantung pada daerah
Dimana i menyatakan cross-section yang digunakan lainnya. Hal ini mengakibatkan tingkat harga untuk
dalam tulisan ini sedangkan t adalah jumlah periode barang yang sama di setiap daerah akan berbeda.
waktu atau time series serta ε menyatakan error Kondisi tersebut mempunyai implikasi terhadap
term. tingkat inflasi antar daerah yang akan beraneka ragam.
Merujuk pada data yang berbentuk panel Selain mengakibatkan tingkat inflasi yang bervariasi,
tersebut, tulisan ini akan menggunakan metode setiap daerah di Indonesia juga mempunyai keadaan
estimasi panel data. Digunakannya metode estimasi ekonomi yang beragam. Ini berdampak terhadap
panel data dalam tulisan ini karena sifat data dari kesempatan kerja di setiap daerah yang berbeda-
variabel-variabel yang digunakan dalam tulisan ini beda. Akibatnya tingkat pengangguran di setiap
adalah variant baik unit/cross sectional maupun time. daerah akan berbeda-beda juga. Perbedaan tingkat
Dengan metode panel data, spesifikasi model empiris inflasi dan tingkat pengangguran di masing-masing
Gambar 1. Perkembangan Stabilitas Makroekonomi Seluruh Provinsi di Indonesia
Tahun 2013

Data inflasi dihitung menggunakan rumus berikut:


58 daerah akan berimplikasi terhadap beragamnya
 IHK t − IHK t −1 
*
dimana πt adalah tingkat inflasi pada nilai stabilitas makroekonomi tiap-tiap daerah di
πt =   100
 IHK t −1  Indonesia.
periode t.
28 Kajian Vol. 21 No. 1 Maret 2016 hal. 17 - 35

Stabilitas makroekonomi, dalam tulisan ini kewenangan secara lebih besar terhadap
diproksi oleh indeks MI, setiap provinsi di Indonesia pemerintah provinsi untuk menjaga kestabilan
pada tahun 2013 menunjukkan nilai yang bervariasi. makroekonominya di masing-masing daerahnya.
Pada tahun 2013, indeks MI yang paling besar Perkembangan desentralisasi fiskal di Indonesia pada
terjadi di Provinsi Banten yakni sekitar 17,59. Ini tahun 2013, diproksi oleh desentralisasi penerimaan
menunjukkan bahwa Provinsi Banten dibandingkan dan desentralisasi pengeluaran, dapat dilihat pada
provinsi-provinsi lainnya di Indonesia adalah Gambar 2.
Gambar 2. Perkembangan Desentralisasi Fiskal di Indonesia Tahun 2013

provinsi di Indonesia yang memiliki ketidakstabilan Desentralisasi fiskal yang sudah diterapkan
makroekonomi yang paling tinggi. Artinya pada tahun di seluruh provinsi di Indonesia sejak tahun 2011,
2013 Provinsi Banten memiliki tingkat pengangguran pada tahun 2013 menunjukkan nilai desentralisasi
dan tingkat inflasi yang paling tinggi. Hal ini merupakan fiskal yang beragam. Tulisan ini menggunakan
suatu ironi karena Provinsi Banten merupakan desentralisasi penerimaan dan desentralisasi
provinsi yang terletak di Pulau Jawa dimana wilayah pengeluaran untuk memproksi nilai desentralisasi
Jawa merupakan pusat distribusi barang dengan fiskal. Desentralisasi penerimaan diproksi oleh
rantai skala ritel yang luas sehingga mendorong harga rasio antara besarnya penerimaan setiap provinsi di
yang kompetitif. Selain itu, infrastruktur di wilayah Indonesia terhadap penerimaan negara. Penerimaan
Jawa jauh lebih berkembang dan lebih berintegrasi Pemerintah Provinsi meliputi pendapatan daerah
dibandingkan wilayah luar Jawa.59 Provinsi Banten dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah
juga merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mencakup pendapatan asli daerah (PAD) dan
secara geografis dekat dengan pusat pemerintahan dana perimbangan. PAD meliputi pajak daerah,
Indonesia, Jakarta, sehingga trickle down effect retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan
dari proses pembangunan di Jakarta harusnya lebih pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan
terasa untuk Provinsi Banten terutama masalah lain-lain PAD yang sah sedangkan dana perimbangan
ketenagakerjaan. Provinsi Sulawesi Barat adalah meliputi dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil bukan
provinsi dimana indeks MI-nya yang paling rendah, pajak/sumber daya alam, dana alokasi umum (DAU)
yaitu 3,76. dan dana alokasi khusus (DAK).
Beragamnya tingkat inflasi dan pengangguran Provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi di
di Indonesia membutuhkan suatu tindakan atau Indonesia yang memiliki penerimaan terbesar
kebijakan untuk mengatasinya. Policymaker yang dibandingkan provinsi-provinsi lainnya. Rasio
dapat mengetahui secara jelas faktor-faktor penyebab penerimaan Provinsi DKI Jakarta terhadap
terjadinya inflasi dan pengangguran tersebut adalah penerimaan negara mencapai angka 3,328 persen.
pemerintah daerah yang bersangkutan. Oleh karena Penerimaan Provinsi DKI Jakarta paling besar
itu, desentralisasi fiskal yang sudah diterapkan dibandingkan provinsi lainnya karena Provinsi DKI
di Indonesia diharapkan dapat memberikan Jakarta memiliki pajak dan retribusi daerah yang
paling besar. Pajak daerah dan retribusi daerah

59
Darius Tirtosuharto dan Handri Adiwilaga, Op. Cit., hlm. 157. Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2013 mencapai Rp
Rasbin Desentralisasi Fiskal dan Stabilitas Makroekonomi: Studi Kasus di Indonesia 29
23,37 triliun dan Rp 333,79 milyar dan total PAD-nya (Lampiran 3) sebesar 0,0025 atau lebih kecil dari
mencapai Rp 26,85 triliun. Untuk dana perimbangan, alfa 5 persen. LM test menunjukkan bahwa nilai
Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2013 hanya sebesar dari probabilitas F sebesar 0,0000 atau lebih kecil
Rp 9,39 triliun.60 dari alfa 5 persen (Lampiran 6). Artinya model panel
Penerimaan terendah adalah Provinsi Gorontalo data RE yang dipilih. Karena, berdasarkan Chow test
dimana nilai penerimaannya hanya sebesar 0,074 dan LM test model panel data FE dan RE yang dipilih
persen. Provinsi Gorontalo sangat mengandalkan maka digunakan Hausman test untuk memilih salah
dana yang berasal dari dana perimbangan. Pada satu dari kedua model tersebut yang akan digunakan
tahun 2013, dana perimbangan Provinsi Gorontalo dalam penelitian ini. Hasil estimasi Hausman test
sebesar Rp 722,1 milyar sedangkan nilai PAD-nya menunjukkan bahwa nilai probabilitas F-nya sebesar
hanya sebesar Rp 214,68 milyar meliputi pajak 0,0042 atau lebih kecil dari alfa 5 persen (Lampiran
daerah sebesar Rp 200,88 milyar dan retribusi daerah 7). Jadi, model estimasi panel data FE akan digunakan
sebesar Rp 571,21 juta.61 dalam penelitian ini.
Desentralisasi fiskal, selain diproksi oleh Hasil estimasi dengan menggunakan FE
desentralisasi penerimaan juga dapat diproksi terhadap model empiris yang digunakan dalam
oleh desentralisasi pengeluaran. Desentralisasi tulisan ini, persamaan (5), diringkas pada Tabel 2
pengeluaran disini didefinisikan sebagai rasio dan secara lebih lengkap tersaji dalam lampiran.
antara pengeluaran pemerintah provinsi terhadap Tabel 2 merupakan ringkasan dari berbagai hasil
belanja nasional. Pengeluaran pemerintah provinsi estimasi dimana variabel desentralisasi penerimaan
meliputi belanja langsung, belanja tidak langsung dan desentralisasi pengeluaran diestimasi secara
dan pembiayaan daerah. Belanja langsung meliputi terpisah dengan stabilitas makroekonomi. Selain itu,
belanja pegawai, belanja barang dan jasa dan belanja variabel desentralisasi penerimaan dan desentralisasi
modal sedangkan belanja tidak langsung mencakup pengeluaran juga diestimasi secara simultan. Dalam
belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, estimasi-estimasi tersebut, selain variabel-variabel
belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi desentralisasi fiskal juga dimasukkan beberapa
hasil, belanja bantuan keuangan dan pengeluaran variabel kontrol seperti tingkat pendapatan per
tidak terduga. kapita dan pertumbuhan ekonomi dari setiap
Pada tahun 2013, rasio pengeluaran pemerintah provinsi di Indonesia.
provinsi terhadap pengeluaran nasional adalah Tabel 2. Hasil Estimasi Desentralisasi Fiskal dan
provinsi DKI Jakarta sebesar 2,985 persen. Stabilitas Makroekonomi
Pengeluaran tersebut meliputi belanja tidak langsung
Dep.Var: MI Estimasi 1 Estimasi 2 Estimasi 3
yang mencapai Rp 13,15 triliun, belanja langsung
sebesar Rp 25,15 triliun dan pembiayaan daerah DFR 1,651425*** 1,422883
sebesar Rp 10,68 triliun. Rasio pengeluaran terendah DF E
1,977248 0,3083158
adalah Provinsi Gorontalo yang hanya mencapai
PPK -5,501859* -5,550686* -5,543277*
0,065 persen. Angka tersebut meliputi belanja tidak
langsung sebesar Rp 506,04 milyar, belanja langsung GROWTH 0,0003924 0,0007496 0,0007212
mencapai Rp 544,77 milyar dan pembiayaan daerah R Within
2
0,2167 0,2171 0,2171
berada pada besaran Rp 102,84 milyar.62
Observasi 165 165 165
B. Peranan Desentralisasi Fiskal terhadap Keterangan: *1 persen, **5 persen, dan ***10 persen
Sumber: data diolah STATA 11.0
Stabilitas Makroekonomi
Untuk meneliti dampak desentralisasi fiskal Hasil estimasi yang disajikan pada Tabel 2
terhadap stabilitas makroekonomi pada provinsi- menjelaskan bagaimana hubungan antara variabel
provinsi di Indonesia, analisis data panel dibangun stabilitas makroekonomi dengan variabel-variabel
dalam penelitian ini dengan menggunakan data desentralisasi fiskal dan variabel-variabel kontrol.
dari 33 provinsi pada selang periode 2009 – 2013. Berdasarkan Tabel 2, ketika variabel desentralisasi
Pemilihan model panel data terbaik digunakan pengeluaran diestimasi secara terpisah dan juga
beberapa pengujian. Berdasarkan hasil Chow test, diestimasi secara bersamaan dengan variabel
model panel data yang dipilih adalah FE. Hal ini desentralisasi penerimaan, variabel-variabel ini
bisa dilihat dari nilai probabilitas F dari estimasi FE bertanda positif tapi tidak signifikan mempengaruhi
stabilitas makroekonomi. Akan tetapi, ketika variabel
60
Badan Pusat Statistik, Statistik Keuangan Pemerintah desentralisasi penerimaan diestimasi secara terpisah
Provinsi 2010 – 2013, Jakarta: BPS, 2013, hlm. 40. dengan variabel desentralisasi pengeluaran, estimasi
61
Ibid. 2, variabel desentralisasi penerimaan berpengaruh
62
Badan Pusat Statistik, Op.Cit., hlm. 40.
30 Kajian Vol. 21 No. 1 Maret 2016 hal. 17 - 35

positif terhadap stabilitas makroekonomi dan tingkat pengangguran. Tingginya tingkat inflasi
signifikan pada tingkat kepercayaan 10 persen. dan tingkat pengangguran menyebabkan stabilitas
Tanda positif dan signifikan dalam estimasi 2 tersebut makroekonomi yang rendah (indeks MI yang tinggi).
mendukung studi-studi empiris yang dilakukan Tidak signifikannya dampak dari desentralisasi
sebelumnya seperti studi Prud’homme tahun 1995, fiskal terhadap stabilitas makroekonomi mendukung
Fornasari, Webb dan Zou tahun 2000, Martinez- hasil studi King dan Ma (2001) dan Neyapti (2004).
Vazquez dan McNab tahun 2006, King dan Ma tahun Secara bersama-sama, variabel desentralisasi
2001, Neyapti tahun 2004, Martinez-Vazquez dan penerimaan dan desentralisasi pengeluaran
McNab tahun 2006 dan Tirtosuharto dan Adiwilaga tidak berdampak signifikan terhadap stabilitas
tahun 2013 yang menyatakan bahwa desentralisasi makroekonomi memberikan indikasi bahwa
fiskal berdampak positif terhadap stabilitas hubungan antara desentralisasi fiskal dan stabilitas
makroekonomi. Tetapi, studi ini berlawanan dengan makroekonomi tidak menunjukkan bukti hubungan
hasil studi yang dilakukan oleh Iqbal dan Nawaz yang kuat. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa
tahun 2010. Studi Iqbal dan Nawaz tahun 2010 hal. Pertama, jika kepentingan lokal yang kuat maka
juga menggunakan proksi indeks MI untuk variabel desentralisasi, tanpa adanya akuntabilitas lokal,
stabilitas makroekonomi. dapat meningkatkan korupsi dan fragmentasi sosial.
Tanda positif hubungan antara desentralisasi Kedua, kapasitas kelembagaan dan administrasi dari
fiskal dan stabilitas makroekonomi mengindikasikan pemerintah daerah yang kurang dapat menghambat
bahwa rasio penerimaan dan pengeluaran daerah terciptanya manfaat dari desentralisasi fiskal
terhadap penerimaan dan belanja negara yang lebih itu sendiri. Ketiga, desentralisasi fiskal mungkin
tinggi berkaitan dengan tingginya indeks MI. Indeks menciptakan kompetisi dan ketegangan antara
MI yang tinggi menunjukkan tingkat pengangguran pemerintah daerah. Keempat, masalah koordinasi
dan tingkat inflasi yang tinggi juga. Atau dengan kata antar tingkat pemerintahan yang berbeda dapat
lain tingkat stabilitas makroekonominya rendah. Hal menghambat reformasi fiskal dan pelaksanaan
ini mengimplikasikan bahwa pemberian kekuasaan penyesuaian makroekonomi.66 Selain itu, tidak
yang lebih dari pemerintah pusat kepada pemerintah signifikannya dampak dari desentralisasi fiskal
daerah dan otoritas untuk menggunakan seluruh terhadap stabilitas makroekonomi karena (1)
kekayaan dan sumber daya di dalam wilayahnya tidak tepatnya penempatan pengeluaran, (2) tidak
masing-masing mungkin tidak sepenuhnya tepatnya penempatan pajak atau penerimaan, dan
memberikan dampak positif dalam menjaga (3) desain yang efisien dari sistem transfer dan
stabilitas makroekonomi di daerah.63 Karena diduga pengimplementasian yang tidak tepat.
pemerintah provinsi dan pemerintah tingkat lokal, Hasil estimasi yang disajikan pada Tabel 2
walaupun mempunyai informasi dan pengetahuan juga memperlihatkan bagaimana peranan variabel
lebih lengkap tentang daerahnya, akan tetapi tidak kontrol terhadap stabilitas makroekonomi. Hasil
dapat menggunakannya secara lebih tepat. estimasi menunjukkan bahwa pendapatan per
Berdasarkan literatur, besarnya kontribusi kapita berpengaruh negatif dan signifikan (pada
pengeluaran pemerintah (tingkat desentralisasi fiskal tingkat kepercayaan 1 persen) terhadap stabilitas
yang lebih tinggi) berpotensi menyebabkan inflasi makroekonomi. Temuan ini mendukung hasil studi
yang lebih tinggi (stabilitas makroekonomi yang Treisman tahun 2000 dan Baskaran tahun 2011
rendah), khususnya ketika pengeluaran ditujukan yang menemukan bahwa daerah dengan tingkat
untuk program-program dan aktivitas yang tidak pendapatan per kapita yang tinggi berkaitan
produktif. Hal ini bisa dilihat dari standar hidup erat dengan stabilitas makroekonomi yang tinggi
masyarakat yang mengalami penurunan karena (dalam hal ini tingkat inflasi yang rendah). Di lain
meningkatnya harga-harga dan menurunnya daya beli pihak, pertumbuhan ekonomi daerah ditemui tidak
masyarakat.64 Artinya pengeluaran daerah tersebut berperan secara signifikan terhadap penciptaan
tidak efisien sehingga dapat meningkatkan inflasi stabilitas makroekonomi.
karena berpotensi meningkatkan laju pertumbuhan
uang beredar.65 Selain itu, pengeluaran yang sia- III. KESIMPULAN DAN SARAN
sia juga berpotensi membuat kegiatan yang tidak A. Kesimpulan
dapat menyerap tenaga kerja. Hal ini berimplikasi
Tulisan tentang pengaruh kebijakan
terhadap banyaknya tenaga kerja yang tidak dapat
desentralisasi fiskal terhadap stabilitas
mendapatkan kesempatan kerja alias meningkatnya
makroekonomi belum mendapatkan hasil yang
63
Darius Tirtosuharto dan Handri Adiwilaga, Op. Cit., hlm. 155. konklusif tentang keuntungan dari desentralisasi
64
Ika, Syahrir, dkk., Op. Cit, hlm. 18.
65
Darius Tirtosuharto dan Handri Adiwilaga, Op. Cit., hlm. 155.
66
Nasir Iqbal dan Saima Nawaz, Op. Cit., hlm. 14.
Rasbin Desentralisasi Fiskal dan Stabilitas Makroekonomi: Studi Kasus di Indonesia 31
fiskal. Tulisan ini dilakukan dengan menggunakan DAFTAR PUSTAKA
data dari 33 provinsi di Indonesia dimana estimasi
yang digunakan adalah metode estimasi panel fixed.
Tulisan ini merupakan tulisan pertama yang dilakukan
di Indonesia menggunakan proksi indeks MI untuk Buku:
variabel stabilitas makroekonomi pada level provinsi. Kumorotomo, Wahyu. (2008). Desentralisasi Fiskal:
Stabilitas makroekonomi tiap provinsi di Politik dan Perubahan Kebijakan 1974-2004.
Indonesia menunjukkan nilai yang bervariasi. Pada Jakarta: Kencana.
tahun 2013, indeks MI paling besar adalah Provinsi
Banten sedangkan indeks MI paling rendah adalah Kuncoro, Mudrajad. (2010). Dasar-dasar Ekonomika
Provinsi Sulawesi Barat. Artinya Provinsi Banten Pembangunan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
adalah provinsi yang memiliki ketidakstabilan Priyarsono, D.S. (2011). Dari Pertanian ke Industri:
makroekonomi yang paling tinggi sedangkan tingkat Analisis Pembangunan dalam Perpektif Ekonomi
kestabilan makroekonomi yang tinggi terjadi di Regional. Bogor: IPB Press.
Provinsi Sulawesi Barat.
Rahayu, A. Sri. (2010). Pengantar Kebijakan Fiskal.
Studi ini juga menemukan bahwa
Jakarta: Bumi Aksara.
desentralisasi fiskal, dalam tulisan ini diproksi
oleh desentralisasi penerimaan dan desentralisasi Saragih, J. Panglima. (2003). Desentralisasi Fiskal
pengeluaran, berdampak positif terhadap stabilitas dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Jakarta:
makroekonomi ketika dua variabel desentralisasi Ghalia Indonesia.
tersebut diestimasi secara bersama-sama tapi tidak Sjafrizal. (2012). Ekonomi Wilayah dan Perkotaan.
signifikan. Akan tetapi, ketika diestimasi secara Jakarta: Rajawali Press.
terpisah kedua variabel tersebut mempunyai
pengaruh yang berbeda. Peranan desentralisasi
pengeluaran terhadap stabilitas makroekonomi Buku kumpulan artikel:
adalah tidak signifikan, sebaliknya desentralisasi Ika, Syahrir, dkk. (2013). Risiko Fiskal Daerah:
penerimaan mempunyai pengaruh yang signifikan. Menjaga Kesehatan Fiskal dan Kesinambungan
Indikasi ini menunjukkan bahwa hubungan antara Pembangunan Cetakan Kedua. Solo: Era Adicitra
desentralisasi fiskal dan stabilitas makroekonomi Intermedia.
tidak menunjukkan hubungan yang kuat.
Artikel dalam jurnal:
B. Saran
Baskaran, T. (2011). Revenue Decentralization and
Stabilitas makroekonomi tiap-tiap provinsi di
Inflation: A Re-Evaluation, MPRA paper No.
Indonesia yang bervariasi memerlukan koordinasi
36911.
antar daerah yang kuat dalam hal pengendalian
inflasi, begitu juga koordinasi dengan pemerintah Bodman, P., Campbell, H., Heaton, K.A., dan Hodge, A.
pusat. Dalam hal pengendalian tingkat pengangguran (2009). Fiscal Decentralization, Macroeconomic
di masing-masing daerah, penciptaan pengeluaran Conditions and Economic Growth in Australia,
yang efektif akan dapat mengurangi tingkat Macroeconomics Research Group, ISSN 1833-
pengangguran. 4474.
Penelitian yang diangkat dalam tulisan ini memiliki Faridi, M. Zahir. (2011). Contribution of Fiscal
keterbatasan. Salah satunya proksi untuk variabel Decentralization to Economic Growth: Evidence
desentralisasi fiskal dan stabilitas makroekonomi. from Pakistan, Pakistan Journal of Social
Kemungkinan ada proksi yang lebih baik untuk Sciences, Vol. 31, No. 1.
variabel desentralisasi fiskal. Selain itu, indeks yang
digunakan untuk stabilitas makroekonomi yaitu MI, Feltenstein, A. dan Iwata, S. (2005). Decentralization
sangat dimungkinkan untuk diubah formulanya. and Macroeconomic Performance in China:
Perubahan ini diharapkan dapat memperoleh indeks Regional Autonomy has Its Costs, Journal of
komposit stabilitas makroekonomi yang lebih baik. Development Economics 76, 2005.
Iqbal, N., Din, M. ud, dan Ghani, Ejaz. (2013). Fiscal
Decentralization and Economic Growth: Role
of Democratic Institutions, Pakistan Institute of
Development Economics (PIDE) Working Papers,
Vol. 89.
32 Kajian Vol. 21 No. 1 Maret 2016 hal. 17 - 35

Iqbal, Nasir dan Nawaz, Saima. (2010). Fiscal Treisman, D. (2000). Decentralization and Inflation:
Decentralization and Macroeconomic Stability: Commitment, Collective Action, or Continuity,
Theory and Evidence from Pakistan, MPRA American Political Science Review, Vol. 94 (4).
paper, No. 27184.
Jalil, A.Z.A., Harun, M., dan Mat, S.H.C. (2012). Dokumen Resmi:
Macroeconomic Instability and Fiscal Badan Pusat Statistik. (2010). Statistik Indonesia
Decentralization: An Empirical Analysis, Prague 2010. Jakarta: BPS.
Economic Papers, 2.
Badan Pusat Statistik. (2011). Statistik Indonesia
King, D. dan Ma, Y. (2001). Fiscal Decentralization, 2011. Jakarta: BPS.
Central Bank Independence, and Inflation,
Economic Letters 72. Badan Pusat Statistik. (2012). Statistik Indonesia
2012. Jakarta: BPS.
Malik, S., Hass, M. dan Hussain, S. (2006). Fiscal
Decentralization and Economic Growth in Badan Pusat Statistik. (2013a). Statistik Indonesia
Pakistan, The Pakistan Development Review, 2013. Jakarta: BPS.
Vol. 45(4). Badan Pusat Statistik. (2013b). Statistik Keuangan
Martinez-Vazquez, J. dan Macnab, R.M. (2006). Fiscal Pemerintah Provinsi 2009 – 2012. Jakarta: BPS.
Decentralization, Macrostability and Growth, Badan Pusat Statistik. (2013c). Statistik Keuangan
Hacienda Publica Espanola/Revista de Economia Pemerintah Provinsi 2010 – 2013. Jakarta: BPS.
Publica, Vol. 179(4).
Badan Pusat Statistik. (2014a). Statistik Indonesia
Neyapti, B. (2004). Fiscal Decentralization, Central 2014. Jakarta: BPS.
Bank Independence, and Inflation: A Panel
Badan Pusat Statistik. (2014b). Statistik Keuangan
Investigation, Economics Letters 82.
Pemerintah Provinsi 2011 – 2014. Jakarta: BPS.
Prud’homme, R. (1995). On The Dangers of
Badan Pusat Statistik. (2015). Statistik Keuangan
Decentralization, The World Bank Policy
Pemerintah Provinsi 2012 – 2015. Jakarta: BPS.
Research Working Paper, 1252.
Samimi, A. Jafari, Petanlar, S. Karimi, Haddad, G.
Buku Terjemahan:
Keshavarz dan Alizadeh, Mohammad. (2010).
Fiscal Decentralization and Economic Growth: Gujarati, Damodar N. dan Porter, Dawn C. (2012).
A Nonlinear Model for Provinces of Iran, Iranian Dasar-Dasar Ekonometrika, Buku 2, terjemahan
Economic Review, Vol. 15, No. 26. oleh Raden Carlos Mangunsong. Jakarta:
Salemba Empat.
Shah, A. (2006). Fiscal Decentralization and
Macroeconomic Management, International
Tax Public Finance, Vol. 13. Internet:
Mifda. (2011). Percepatan Pembangunan dengan
Thornton, John. (2007a). Fiscal Decentralization
Desentralisasi Fiskal, (online), (http://
and Economic Growth Reconsidered, Journal of
www.kompasiana.com/mifda/percepatan-
Urban Economic 61.
pembangunan-dengan-desentralisasi-fiskal_55
Thornton, John. (2007b). Further Evidence on 0df242a33311a22dba7e61, diunduh 12 Januari
Revenue Decentralization and Inflation, 2015).
Economics Letters 95.
Tirtosuharto, D. dan Adiwilaga, H. (2013).
Decentralization and Regional Inflation in
Indonesia, Buletin Ekonomi Moneter dan
Perbankan, Vol. 16 No. 2.
Rasbin Desentralisasi Fiskal dan Stabilitas Makroekonomi: Studi Kasus di Indonesia 33
LAMPIRAN
Lampiran 1. Estimasi Pooled Least Squares

Lampiran 2. Estimasi Random Effect


34 Kajian Vol. 21 No. 1 Maret 2016 hal. 17 - 35

Lampiran 3. Estimasi Fixed Effect

Lampiran 4. Estimasi Fixed Effect Alternatif 1


Rasbin Desentralisasi Fiskal dan Stabilitas Makroekonomi: Studi Kasus di Indonesia 35
Lampiran 5. Estimasi Fixed Effect Alternatif 2

Lampiran 6. Estimasi Breusch and Pagan Lagrangian Multiplier (LM) Test

Lampiran 7. Estimasi Hausman Test

You might also like