You are on page 1of 36

PROPOSAL

STUDI LITERATUR FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA)
PADA ANAK

BELINDA CHRISTHA MATULESSY

12114201170015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

AMBON

2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Kami menyatakan menerima dan menyetujui proposal ini yang disusun oleh Belinda
CHristha Matulessy dengan NPM 12114201170015 Untuk diseminarkan.

Ambon, Januari 2021

Pembimbing I Pembimbing II

(Ns. S.Embuai, S.Kep., M.Kep) (G.J. Wakanno, S.Kep, M.Kep)

NIDN. 1229098901 NIDN. 1214068401

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan

Ns. Sinthia. R. Maaelissa., M.Kep

NIDN. 1223038001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
penyertaan dan tuntunan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
Proposal yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Pada Anak”. Dengan segala
keterbatasan dan kekurangan penulis berusaha menyelesaikan proposal ini, namun
penulis menyadari sungguh bahwa kritik dan saran yang membangun sangat
diperlukan penulis untuk menyempurnakan penulisan ini.

Penulis juga menyadari sungguh bahwa selama perkuliahan sampai proposal


ini, banyak masalah dan tantangan yang dihadapi. Namun dengan doa dan semangat,
dorongan dan bantuan dari beberapa pihak mendorong penulis untuk dapat
menyelesaikan proposal ini.

Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis juga ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus dan sebesar- besarnya kepada:

1. Dr.G. J Damamain, M.Th selaku rektor Universitas Kristen Indonesia


Maluku yang telah banyak membantu dalam melancarkan proses perkuliahan
penulis dari awal sampai tahap ini.
2. Pembantu Rektor I, II, III, dan IV Universitas Kristen Indonesia Maluku yang
ikut berperan dalam melancarkan proses perkuliahan penulis.
3. B. Talarima, SKM, M.Kes Selaku Dekan Fakultas Kesehatan yang telah
berperan dalam membimbing dan membantu proses perkuliahan penulis
sampai pada tahap ini.
4. Para Pembantu Dekan I, II dan III Fakultas kesehatan, Universitas Kristen
Indonesia Maluku yang ikut serta berperan dalam membimbing dan
membantu penulis dalam proses perkuliahan.
5. Ns. S.R. Maelissa, S.kep, M.Kep selaku Ketua Program Studi Keperawatan
Fakultas Kesehatan Universitas Kristen Indonesia Maluku yang telah
berperan banyak dalam membimbing, memberi motivasi dan membantu
penulis dalam proses perkuliahan

iii
6. Ns. S.Embuai, S.Kep, M.Kep selaku Pembimbing I yang telah memberikan
masukan dan motivasi penulis dalam penyusunan proposal ini
7. G.J.Wakanno, S.Kep, M.Kep sebagai Pembimbing II yang telah memberikan
masukan dan motivasi penulis dalam penyusunan proposal ini.
8. Para Dosen Fakultas Kesehatan Program Studi Keperawatan, yang telah
membimbing dan membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama proses
perkuliahan di program studi keperawatan.
9. Keluarga yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan doa sehingga
menjadi motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan studi dengan baik.
10. Teman – Teman seperjuangan Fakultas Kesehatan Program Studi
Keperawatan angkatan 2017 yang telah memberikan dukungan dan doanya
bagi penulis.
11. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini, namun tidak
sempat penulis sebutkan namanya, penulis banyak mengucapkan banyak
terima kasih, semoga Tuhan Yesus memberkati kita semua.

Penulis menyadari dengan keterbatasan yang ada, proposal ini masih


memerlukan perbaikan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
semua pihak merupakan penghargaan tersendiri bagi penulis untuk terus berkarya
memperbaiki diri demi kesempurnaan karya berikutnya.

Ambon, Januari 2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

LEMBARAN JUDUL....................................................................................i
LEMBARAN PERSETUJUAN....................................................................ii
KATA PENGANTAR...................................................................................iii
DAFTAR ISI..................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR....................................................................................vii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................3
C. Tujuan Penelitian ...............................................................................4
D. Manfaat Penelitian..............................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum ISPA.........................................................................6
1. Pengertian ISPA.............................................................................6
2. Etiologi ISPA.................................................................................6
3. Patofisiologi ISPA.........................................................................7
4. Klasifikasi ISPA............................................................................8
5. Manifestasi ISPA...........................................................................9
6. Pencegahan ISPA..........................................................................10
7. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan ISPA........................11
B. Tinjauan Variabel Penelitian..............................................................14
1. Luas Ventilasi...............................................................................15
2. Perilaku Merokok.........................................................................15
3. Kepadatan Hunian ……………………………………………...16
C. Kerangka Konsep................................................................................17
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian...................................................................................19
B. Tahapan Sistematika Review..............................................................19
C. Populasi, Sampel Dan Teknik Sampling............................................22

v
D. Variabel Penelitian..............................................................................23
E. Analisa Data........................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................24
LAMPIRAN..................................................................................................26

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian.......................................................17


Gambar 3.1 Diagram PRISMA Tahapan Systematic Review........................21

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. SK Pembimbing .......................................................................27


Lampiran 2. Pencarian Pada Situs Google Scholar........................................28
Lampiran 3. Screening Pada Situs Google Scholar........................................28

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering


terjadi pada anak. Penyakit ini menyerang salah satu bagian atau lebih, dari
saluran nafas mulai hidung sampai alveoli termasuk bagian-bagiannya (sinus,
rongga telinga tengah, pleura). (Depkes. 2018). Penyakit ini menjadi penyebab
utama morbiditas penyakit infeksi di seluruh dunia dengan angka kejadian sebesar
18,8 miliar kasus dan jumlah kematian sebesar 4 juta orang setiap tahunnsya.
Secara global, ISPA menjadi penyebab ketujuh terbesar dari terjadinya kematian
(WHO, 2017).

Menurut World Health Organization (WHO) di New York jumlah penderita


ISPA adalah 48.325 anak dan memperkirakan di negara berkembang berkisar 30-
70 kali lebih tinggi dari ni,virus,maupun egara maju dan diduga 20% dari bayi
yang lahir di negara berkembang gagal mencapai usia 5 tahun dan 26-30% dari
kematian anak disebabkan oleh ISPA. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka
kesakitan dan kematian akibat ISPA. Kematian akibat penyakit ISPA pada balita
umur 0-1 tahun mencapai 12,4 juta dan sebanyak 80,3% kematian terjadi di
negara berkembang (WHO, 2017).

Menurut data Riskesdas (2018), di Indonesia ISPA menempati urutan


pertama penyakit yang diderita dengan prevalensi angka kesakitan (morbiditas)
5,2% (0,052) dan angka kematian (mortalitas) 39,3% (0,393). Karakteristik
penduduk Indonesia dengan ISPA tertinggi pada kelompok balita itu dengan
prevalensi 25,8% (0,258). Prevalensi ISPA tahun 2013 sebanyak 25% (0,25)dan
mengalami penurunan pada tahun 2018 sebanyak 9,3% (0,093). Sedangkan
prevalensi penyakit ISPA tahun 2016, di Indonesia menempati urutan ke 10 di
dunia dan telah mencapai 25% (0,25) dengan rentan kejadian yaitusekitar 17,5%
(0,175)- 41,4%(0,414), dan provinsi Maluku pada urutan ke 14 sebanyak 1,80%
(rentan: 0,8%- 4,6%). Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar penyakit
terbanyak di Rumah Sakit dan Puskesmas (Kemenkes, 2018).

1
Faktor resiko terjadinya ISPA terdiri dari 3 faktor yaitu faktor lingkungan,
faktor individu, dan faktor perilaku. Faktor lingkunga meliputi kualitas fisik
rumah (kepadatan hunian rumah), pencemaran udara dalam rumah (asap rokok
dan asap pembakaran bahan bakar untuk memasak). Faktor individu meliputi
umur, berat badan lahir, status gizi dan imunisasi. Sedangkan faktor perilaku
hubungan dengan pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan
balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang
dilakukan oleh ibu atau anggota keluargannya (Kemenkes RI, 2017).

Faktor lain yang dapat menyebabkan ISPA yaitu adanya pencemaran udara.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah, pencem aran udara
adalah masuk atau dimasukkannya zat, energi atau komponen lain ke dalam udara
ambien oleh kegiatan manusia sehingga melampaui mutu udara yang telah
ditetapkan. Pencemaran udara akibat kebakaran hutan, gas buang dari transportasi
dan industri, asap rokok, asap pembakaran di rumah tangga, dan asap obat
nyamuk bakar juga merupakan ancaman kesehatan lingkungan yang merupakan
penyebab terjadinya ISPA (Depkes RI, 2018).

Berdasarkan Data Profil Puskesmas Elat (2019) didesa depur terdapat 210
kepala keluarga (KK) dengan jumlahjiwa 1.283. Observasi awal yang dilakukan
peneliti pada bulan Mei 2019, ada beberapa kepala keluarga yang sebagian rumah
dihuni oleh banyak anggotakeluarga sehingga mempengaruhi kepadatan hunian
karena kurangnya udara didalam rumah. Pertukaran udara yang tidak memenuhi
syarat dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme yang
mengakibatkan munculnya gangguan kesehatan dan gejala infeksi saluran
pernapasan (Kemenkes, 2019). Luas ventilasi yang ada pada masing- masing
kepala keluarga juga ada yang tidak memenuhi syarat. Ventilasi digunakan untuk
pergantian udara. Hawa segar diperlukan dalam rumah guna menggantikan udara
ruangan yang sudah terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur
dan kelembapan udara dalam ruangan (Chandra, 2018).

Merokok merupakan kegiataan yang berbahaya dari kesehatan tubuh


karena menurut badan kesehatan dunia (WHO) rokok merupakan zat adiktif yang

2
memiliki kandungan kurang lebih 400 elemen, dimana 200 elemen didalamnya
berbahaya bagi kesehatan tubuh menambahkan bahwa racun yang utama dan
berbahaya pada rokok antara lain tar, nikotin, dan karbonmonoksida. Racun itulah
yang kemudian akan membahayakan kesehatan si perokok (Jaya, 2019).

Kebiasaan merokok orang tua di dalam rumah menjadikan anak sebagai


perokok pasif yang selalu terpapar asap rokok. Rumah yang orang tuannya
mempunyai kebiasaan merokok berpeluang meningkatkan kejadian ISPA sebesar
7,83 kali dibandingkan dengan rumah yang orang tuanya tidak merokok di dalam
rumah. Sementara itu jumlah perokok dalam suatu keluarga cukup tinggi dapat
meningkatkan angka kejadian ISPA (Salma ddk, 2019). Menurut Salma (2019)
Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok di dalam
rumah dengan kejadian ISPA pada anak. Hal ini menunjukan dengan semakin
berat kebiasaan merokok di dalam rumah maka semakin besar juga potensi anak
menderita ISPA. Keterpaparan asap rokok pada anak sangat tinggi pada saat
berada dalam rumah.

Berdasarkan hasil penelitian sari dan siregar (2019) menunjukan bahwa dari
31 yang kepadatanhunian dan mengalami ISPA sebanyak 14 (45.52%) orang dan
yang tidak mengalami ISPA sebanyak 17 (54.8%) orang sedangkan dari 23
yangtidakkepadatan hunian mengalami ISPA sebanyak 18 orang (78.3%) dan
tidak ISPA sebanyak 5 (21.7%) orang. Berdasarkan hasil uji statistik dengan Uji
Chi Square didapatkan nilai p (0.03) lebih kecil dari nilai α (0.05) dengan
demikian terdapat hubungan antara kepadatan dengan kejadian ISPA Desa
Marendal 1 Pasar V Kab. Deli Serdang tahun 2018.

Dengan demikian penulis tertarik untuk melakukan penelitian Faktor-Faktor


Yang Berhubungan Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Pada Anak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka dirumuskanlah masalah penelitian yaitu


apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak?

3
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
b. Mengetahui hubungan antara perilaku merokok dengan kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
c. Mengetahui hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
masyarakat dan petugas puskesas sebagai informasi terkait dengan faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA).
2. Bagi Praktis
a. Bagi Masyarakat
Memberikan gambaran kepada masyarakat tentan pentingnya
kesehatan lingkungan dan rumah dalam rangka penurunan angka kejadian
ISPA.
b. Bagi Perawat
Sebagai bahan masukan dan informasi mengenai faktor- faktor yang
berhubungan dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang
dapat mensosialisasikan kepada pasien mengenai faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
sehingga dapat menetahui cara pencegahan dan dapat melakukan
penanganan lebih dini jika menderita ISPA.
c. Bagi Peneliti Lain

4
Diharapkan dalam memberikan wawasan yang luas bagi penulis
tentang faktor-faktor penyebab terjadi ISPA pada anak.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum ISPA


1. Pengertian ISPA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan suatu infeksi yang
bersifat akut yang menyerang salah satu atau lebih saluran pernafasan mulai
dari hidung sampai alveoli termasuk (sinus, rongga telinga tengah, pleura)
(Depkes, 2018).
ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut mengandung dua unsur, yaitu
infeksi dan saluran pernafasan. Pengertian infeksi adalah masuknya kuman atau
mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga
menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2018).
Widoyono (2019) ISPA adalah penyakit saluran pernapasan akut dengan
perhatian khusus pada radang paru (pneumonia), dan bukan penyakit
tenggorokan dan telinga. Menurut Amin (2018) ISPA bila mengenai saluran
pernapasan bawah, khususnya pada bayi, anak-anak dan orang tua,
memberikan gambaran klinik yang berat dan jelek, berupa bronchitis, dan
banyak yang berakhir dengan kematian.
2. Etiologi
Etiologi ISPA terdiri dari agen infeksius dan agen non-infeksius. Agen
infeksius yang paling umum dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan
akut adalah virus, seperti Respiratory syncytial virus (RSV), Nonpolio
enterovirus (coxsackieviruses Adan B), Adenovirus, Parainfluenza, dan Human
metapneumoviruses. Agen infeksius selain virus juga dapat menyebabkan
ISPA, staphylococcus, haemophilus influenza, Chlamydia trachomatis,
mycoplasma, dan pneumococcus (Hockenberry dan Wilson,2017).
Misnadiarly (2018) menyebutkan bahwa selain agen infeksius, agen non-
infeksius juga dapat menyebabkan ISPA seperti inhalasi zat-zat asing seperti
racun atau bahan kimia, asap rokok, debu, dan gas. Proses patogenesis terkait
dengan tiga faktor utama, yaitu keadaan imunitas inang, jenis mikroorganisme

6
yang menyerang pasien, dan bernagai faktor yang berinteraksi satu sama lain
(Dahlan,2017).
Infeksi patogen mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-selepitel
mukosanya telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. ISPA melibatkan invasi
langsung ke dalam mukosa yang melapisi saluran pernafasan. Inokulasi atau
masuknya bakteri atau virus terjadi ketika tangan seseorang kontak dengan
patogen, kemudian orang tersebut memegang hidung atau mulut, atau ketika
seseorang secara langsung menghirup droplet dari batuk penderita ISPA.
Pasien dengan fungsi imun dan humoral yang kurang optimal
meningkatkan risiko tertular ISPA, dan mereka berada dalam risiko tinggi
untuk penyakit yang lebih lama dan berat. Menangkap dan membawa patogen
kembali ke faring dan dari situ patogen tersebut akan dibawa ke lambung.
Inflamatory cytokines dari sel host memediasi respon imun untuk menyerang
patogen. Flora normal nasofaring seperti spesies staphilokokus dan
sterptokokus membantu pertahanan melawan patogen yang potensial. Pasien
dengan fungsi imun dan humoral yang kurang optimal meningkatkan risiko
tertular ISPA, dan mereka berada dalam risiko tinggi untuk penyakit yang lebih
lama dan berat Penyebaran virus dari manusia ke manusia sering terjadi pada
ISPA. Patogen menyebabkan kerusakan dengan berbagai mekanisme seperti
dengan memproduksi toxin, protease, dan faktor dari bakteri sendiri seperti
pembentukan kapsul yang tahan terhadap fagositosis.
Waktu inkubasi sebelum munculnya gejala sangat bervariasi tergantung
dari jenis patogen yang meninfeksi. Rhinovirus dan grup A dari streptokokus
mungkin memiliki masa inkubasi 1–5 hari, influenza dan parainfluenza
mungkin memiliki masa inkubasi 1–4 hari, dan respiratory syncytial virus
(RSV) mungkin memiliki masa inkubasi sampai satu minggu. Infeksi awal
pada nasofaring mungkin menyerang beberapa struktur saluran nafas dan
menyebabkan sinusitis, otitis media, epiglottitis, laringitis, trakeobronkitis, dan
pneumonia. inflamasi yang menyerang pada level epiglotis dan larinsg dapat
membahayakan jalannya udara terutama pada balita.
3. Patofisiologi

7
Perjalanan klinis ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus ke saluran pernapasan maka silia yang ada pada
permukaan saluran napas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring.
Jika reflek tersebut gagal, virus dapat merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa saluran pernapasan. Sehingga menyebabkan timbulnya batuk kering.
Aktivitas kelenjar mukus yang berlebihan pada dinding saluran napas, sehingga
terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal dapat menimbulkan
gejala batuk dan muncul batuk (Wulandari & Meira, 2018).
Terjadi kerusakan pada mukosiliaris akibat infeksi virus yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernapasan terhadap infeksi bakteri.
Bakteri yang terdapat di saluran pernapasan menyerang mukosa yang rusak.
Bakteri menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran napas sehingga timbul sesak napas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya faktor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi, infeksi virus pada saluran napas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Wulandari & Meira, 2018).
Virus yang menyerang saluran napas atas dapat menyebar ke tempat-
tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam
dan juga bisa menyebar ke saluran napas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang
biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernapasan atas, sesudah terjadinya
infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia
bakteri (Wulandari & Meira, 2018).
4. Klasifikasi ISPA
a. Berdasarkan lokasi anatomik
1) Infeksi saluran pernafasan akut atas
Infeksi saluran pernafasan akut atau merupakan infeksi yang menyerang
saluran pernafasan bagian atas (faring). Terdapat beberapa gejala yang
ditemukan pada infeksi ini yaitu demam, batuk, sakit tenggorokan,
bengkak di wajah, nyeri telinga, ottorhea, dan mastoiditis (parthasarathy,
2018).

8
Beberapa penyakit yang merupakan contoh infeksi saluran pernafasan
akut atas yaitu sinusitis, fangitis, dan otitis media akut (ziady and small,
2017).
2) Infeksi saluran pernafasan bawah
Infeksi saluran pernafasan akut bawah merupakan infeksi yang
menyerang saluran pernafasan bagian bawah. Seseorang yang terkena
infeksi pada saluran pernafasan bawah biasanya akan ditemukan gejala
takipnea, retraksi dada, dan pernafasan wheezing (Parthasarathy, 2017).
Beberapa penyakit yang merupakan contoh infeksi saluran pernafasan
akut bawah yaitu bronchiolitis, bronchitis akut, dan pneumonia (Zuriyah,
2017).
b. Berdasarkan kelompok umur
1) Kelompok umur kurang dari 2 bulan
a) Pneumonia Berat: Selain batuk dan atau sukar bernafas, ditemukan
nafas cepat (>60 kali/menit) atau tarikan kuat dinding dada bagian
bawah ke dalam..
b) Bukan Pneumonia: Hanya ditemukan batuk dan atau sukar bernafas,
namun tidak ditemukan nafas cepat (nafas <60 kali/menit) dan tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam.
2) Kelompok umur 2 bulan -< 5 tahun)
a) Pneumonia Berat: Selain batuk dan atau sukar bernafas juga
ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (Chest
Indrawing, 2019).
b) Pneumonia: Tidak ditemukan tarikan dinding dada bawah ke dalam,
namun ditemukan nafas cepat sesuai golongan umur (2 bulan -< 1
tahun: 50 kali atau lebih/menit; 1-<5 tahun: 40 kali atau lebih/menit).
c) Bukan Pneumonia : Tidak ditemukan nafas cepat dan tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam, namun hanya ditemukan batuk dan atau
sukar bernafas.
5. Manifestasi Klinik
Saluran Pernafasan merupakan bagian tubuh yang seringkali terjangkit
infeksi oleh berbagai jenis mikroorganisme. Tanda dan gejala dari infeksi yang

9
terjadi pada saluran pernapasan tergantung pada fungsi saluran pernapasan
yang terjangkit infeksi, keparahan proses infeksi, dan usia seseorang serta
status kesehatan secara umum (Porth, 2017).
Djojodibroto (2017) menyebutkan tanda dan gejala ISPA sesuai dengan
anatomi saluran pernafasan yang terserang yaitu: Gejala infeksi saluran
pernafasan bagian atas. Gejala yang sering timbul yaitu pengeluaran cairan
(discharge) nasal yang berlebihan, bersin, obstruksi nasal, mata berair,
konjungtivitis ringan, sakit tenggorokan yang ringan sampai berat, rasa kering
pada bagian posterior palatum mole dan uvula, sakit kepala, malaise, lesu,
batuk seringkali terjadi, dan terkadang timbul demam gejala yang timbul
biasanya didahului oleh gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas seperti
hidung buntu, pilek, dan sakit tenggorokan. Batuk yang bervariasi dari ringan
sampai berat, biasanya dimualai dengan batuk yang tidak produktif. Setelah
beberapa hari akan terdapat produksi sputum yang banyak; dapat bersifat
mucus tetapi dapat juga mukopurulen. Pada pemeriksaan fisik, biasanya akan
ditemukan suara wheezing atau ronkhi yang dapat terdengar jika produksi
sputum meningkat.
Dan juga tanda dan gejala lainnya dapat berupa batuk, kesulitan bernafas,
sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala. Sebagian besar dari gejala
saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk, kesulitan bernapas,
sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit kepala tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotic (Rahmayatul, 2017).
6. Pencegahan ISPA
Menurut Depkes RI, (2019) pencegahan ISPA antara lain:
a. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik.
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah
kita atau terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA.
Misalnya dengan mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna,
banyak minum air putih, olah raga dengan teratur, serta istirahat yang
cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan kita tetap sehat. Karena dengan
tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita akan semakin meningkat,

10
sehingga dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang akan masuk ke tubuh
kita.
b. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak
maupun orang dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan
tubuh kita supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang
disebabkan oleh virus / bakteri.
c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan
mengurangi polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah,
sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap tersebut yang bisa
menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi yang baik 24 dapat
memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap segar dan sehat
bagi manusia.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/
bakteri yang ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini
melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini
biasanya berupa virus / bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol
(anatu suspensi yang melayang di udara). Adapun bentuk aerosol yakni
Droplet, nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari
tubuh secara droplet dan melayang di udara), yang kedua duet (campuran

antara bibit penyakit).


7. Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan ISPA
a. Faktor Individu
1) Umur
Umur mempunyai pengaruh cukup besar untuk terjadinya ISPA. Anak
dengan umur <2 tahun merupakan faktor resiko terjadinya ISPA. Hal ini
disebabkan karena anak dibawah dua tahun imunitasnya belum sempurna
dan saluran nafas lebih sempit. Kejadian ISPA pada bayi dan balita akan
memberikan gambaran klinik yang lebih besar dan jelek, hal ini
disebabkan karena ISPA pada bayi dan balita merupakan kejadian infeksi

11
pertama serta belum terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara
alamiah.
2) Status Gizi
Dalam keadaan gizi yang baik, tubuh mempunyai cukup kemampuan
untuk mempertahankan diri terhadap penyakit infeksi. Jika keadaan gizi
menjadi buruk maka reaksi kekebalan tubuh akan menurun yang berarti
kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap serangan infeksi
menjadi turun. Oleh karena itu, setiap bentuk gangguan gizi sekalipun
dengan gejala defisiensi yang ringan merupakan pertanda awal dari
terganggunya kekebalan tubuh terhadap penyakit. Penelitian yang
dilakukan di berbagai negara menunjukkan bahwa infeksi protozoa pada
anak-anak yang tingkat gizinya buruk akan jauh lebih parah
dibandingkan dengan anak-anak yang gizinya baik (Notoatmodjo, 2018).
3) Status Imunisasi
Imunisasi berarti memberikan kekebalan terhadap suatu penyakit
tertentu. Salah satu strategi untuk mengurangi kesakitan dan kematian
akibat ISPA pada anak adalah dengan pemberian imunisasi. Pemberian
imunisasi dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada balita
tertutama penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Setiap anak
harus mendapatkan imunisasi dasar terhadap tujuh penyakit utama
sebelum usia satu tahun yaitu imunisasi BCG, DPT, hepatitis B, polio,
campak. Imunisasi bermafaat untuk mencegah beberapa jenis penyakit
infeksi seperti campak, polio, TBC, difteri, pertusis, tetanus dan hepa-titis
B. Bahkan imunisasi juga dapat mencegah kematian dari akibat penyakit-
penyakit tersebut. Sebagian besar kasus ISPA merupakan penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit yang tergolong ISPA yang
dapat dicegah dengan imunisasi adalah difteri dan batuk rejan.
b. Faktor Perilaku
1) Kebiasaan Merokok
Satu batang rokok rokok dibakar maka akan mengeluarkan sekitar 4.000
bahan kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogenoksida,
hidrogen cianida, acrolein, acetilen, benzol dehide, urethane, methanol,

12
conmarin, 4-ethyl cathecol, ortcresorperyline dan lainnya, sehinggga
dibahan kimia tersebut akan beresiko teserang ISPA.
c. Faktor Lingkungan
1) Kepadatan Hunian
Setiap rumah harus mempunyai bagian ruangan yang sesuai fungsinya.
Penentuan bentuk, ukuran dan jumlah ruangan perlu memperhatikan
standar minimal jumlah ruangan. Sebuah rumah tinggal harus
mempunyai ruangan yaitu kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, dapur,
kamar mandi dan kakus.
Berdasarkan Kepmenkes RI No.829 tahun 2009 tentang kesehatan
perumahan menetapkan bahwa luas ruang tidur minimal 8 m² dan tidak
dianjurkan digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu kamar tidur.
Bangunan yang sempit dan tidak sesuai dengan jumlah penghuninya akan
mempunyai dampak kurangnya oksigen di dalam ruangan sehingga daya
tahan penghuninya menurun, kemudian cepat timbulnya penyakit saluran
pernafasan seperti ISPA. Kepadatan di dalam kamar terutama kamar
balita yang tidak sesuai dengan standar akan meningkatkan suhu ruangan
yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan yang akan meningkatkan
kelembaban akibat uap air dari pernapasan tersebut. Dengan demikian,
semakin banyak jumlah penghuni ruangan tidur maka semakin cepat
udara ruangan mengalami pencemaran gas atau bakteri.
Dengan banyaknya penghuni, maka kadar oksigen dalam ruangan
menurun dan diikuti oleh peningkatan CO2 dan dampak peningkatan
CO2 dalam ruangan adalah penurunan kualitas udara dalam ruangan.
2) Ventilasi Rumah
Ventilasi yaitu proses penyediaan udara atau pengerahan udara ke atau
dari ruangan baik secara alami maupun secara mekanis. Fungsi dari
ventilasi dapat dijabarkan sebagai berikut:
a) Mensuplai udara bersih yaitu udara yang mengandung kadar oksigen
yang optimum bagi pernapasan.
b) Membebaskan udara ruangan dari bau-bauan, asap ataupun debu dan
zat-zat pencemar lain dengan cara pengenceran udara.

13
c) Mensuplai panas agar hilangnya panas badan seimbang.
d) Mensuplai panas akibat hilangnya panas ruangan dan bangunan.

B. Tinjauan Variabel Penelitian


1. Luas Ventilasi
a. Pengertian Ventilasi
Ventilasi adalah proses penyedian udara segar kedalam dan
pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup secara alamiah maupun
mekanis. Tersedianya udara segar dalam rumah atau ruangan amat
dibutuhkan manusia, sehingga apabila suatu ruangan tidak mempunyai
sistem ventilasi yang baik maka akan menimbulkan keadaan yang dapat
merugikan kesehatan (Rahayu ddk, 2017).
Luas ventilasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1077/MENKES/PER/V/2011yaitu minimal 10%
luaslantai. Luas ventilasi yang memenuhi syarat kesehatan adalah ≥ 10%
dari luas lantai, sedangkan yang tidak memenuhi syarat kesehatan ≤ 10%
dari luas lantai. Luas ventilasi yang kurang akan penyebab suplai udara
segar yakni oksigen (02) masuk kedalam ruangan tidak mencukupi,
sementara pengeluaran udara kotor yakni karbondioksida (C02) dalam
ruangan juga tidak maksimal. Tidak cukupnya ventilasi juga akan
menyebabkan kelembabpan udara di dalam ruangan naik karena terjadinya
proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Beberapa ketentuan ‘
agar dapat diperoleh kesegaran udara dalam ruangan, yaitu udara yang
mengalir masuk harus sama dengan volume udara yang mengalir keluar
ruangan, dan udara atau bau kamar mandi/ WC (Keputusan Menteri
Pemukiman dan Prasarana Wilayah No 403 tahun 2002).
b. Tujuan Pengadaan Ventilasi
Adapun tujuan pengadaan ventilasi sebagai berikut:
1) Mengeluarkan kontaminan
2) Mengatur panas atau dingin didalam ruangan
3) Menyengarkan ruangan dengan pertukaran udara
4) Mengencerkan konsentasi kontaminan dalam udara

14
5) Mencegah terjadinya peledakan atau kebakaran
c. Jenis- Jenis Ventilasi Alami
Menurut cara membukanya, ventilasi alami ada dua macam yaitu
ventilasi alami yang terbuka permanen, ataupun ventilasi alami temporer
yang dapat dibuka atau ditutup. Ventilasi permanen untuk menjamin
pertukaran udara minimal setiap hari, ventilasi temporer untuk difungsikan
apabila memerlukan kondisi penghawaan yang lebih baik.
2. Perilaku Merokok
a. Pengertian Merokok
Perilaku merokok adalah aktivitas seseorang yang merupakan respons
orang tersebut terhadap rangsangan dari luar yaitu faktor- faktor yang
mempengaruhi seseorang dan dapat di amati secara langsung. Merokok
adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap isisnya, baik
menggunakan okok maupun menggunakan pipa.
b. Tahap- Tahap Perilaku Merokok
Ada empat tahap dalamperilaku merokok, yaitu:
1) Tahap Preparatory
Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai
merokok dengan cara mendengar, melihat, atau dari hasil bacaan
sehingga menimbulkan niat untuk m erokok.
2) Tahap Initation
Tahap perintisan merokok, yaitu tahap apakah seseorang akan
meneruskan ataukah tidak terdapat perilaku merokok.
3) Tahap Becoming A Smoker
Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang
per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.
4) Tahap Maintaining
Pada tahap ini merokk sudah menjadi salha satu bagian dari cara
pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan untuk
memperoleh efek yang menyenangkan.
c. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok

15
Perilku merokok selain disebabkan dari faktor dalam diri (internal) juga
disebabkan faktor lingkungan (eksternal).
1) Faktor dalam diri (internal)
Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu dan ingin
melepaskan diri dari rasa sakit dan kebosanan. Merokok juga memberi
image bahwa merokok dapat menunjukan kejantanan (kebanggan diri)
dan menunjukan kedewasaan (individu juga merokok dengan alasan
sebagai alat menghilangkan stres).
2) Faktor lingkungan (eksternal)
Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap perilaku merokokadalah
keluarga, saudara, maupun teman sebaya yang merokok, dan iklan.
d. Hubungan Paparan Rokok Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA)
Kebiasaan merokok orang tua di dalam rumah menjadikan balita
sebagai perokok pasif yang selalu terpapar asap rokok. Rumah yang orang
tuanya mempunyai kebiasaan merokok berpeluang meningkatkan kejadian
ISPA sebesar 7,83 kali dibandingkan dengan rumah balita yang orang
tuanya tidak merokok di dalam rumah. Sementara itu jumlah perokok
dalam suatu keluarga cukup tinggi (Rahmayatul, 2017).
Asap rokok dari orang tua atau penghuni rumah yang satu atap dengan
anak balita merupakan bahan pencemaran dalam ruangan tempat tinggal
yang serius serta akan menambah resiko kesakitan dari bahan toksik pada
anak balita. Paparan yang terus- menerus akan menimbulkan gangguan
pernapasan terutama memperberat timbulnya infeksi saluran pernapasan
akut dan gangguan pada paru-paru. Semakin banyak rokok yang dihisap
oleh keluarga semakin besar memberikan resiko terhadap kejadian ISPA,
khususnya apabila merokok dilakukan oleh ibu bayi (Syahidi, 2018).
3. Kepadatan Hunian
Kepadatan hunian merupakan suatu prasyarat terjadinya proses penularan
penyakit akibat perkembangbiakan mikroorganisme didalam rumah, semakin
padat penghuni rumah maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit melalui
udara akan semakin mudah dan cepat menular. Penyakit ISPA merupakan

16
penyakit yang dapat ditularkan melalui media udara dari satu penderita ke
orang sehat, maka kepadatan hunian memiliki peran dalam terjadinya penyakit
ini. Rumah yang memiliki kepadatan hunian tinggi akan menhasilkan sirkulasi
dan pertukaran udara lebih rendah, juga memiliki kemungkinan lebih mudah
terserang penyakit jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit (Ditjen
P2PL, 2017).
Hasil penelitian Taksande & Yeole (2018) menunjukan bahwa penderita
ISPA seperti penderita yang tinggal di lingkungan rumah yang dengan
kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat memiliki resiko 3,84 kali lebih
tinggi untuk terkena ISPA dibandingkan dengan penderita yang tinggal di
rumah dengan kepadatan hunian yang memenuhi syarat. Fakunle, Ana &
Bayede (2019) juga menemukan bahwa anak- anak yang tinggal di rumah
dengan kamr yang di huni lebih dari 2 orang memiliki 14 kali resiko yang lebih
besar untuk terkena ISPA dari pada anak- anak yang tinggal di rumah dengan
kamar yang di huni oleh kurang dari 2 orang.
Kepadatan hunian dapat dilihat dari jumlah ruangan atau kamar berserta
penghuninya. Ruang atau kamar diperhitungkan berdasarkan jumlah penghuni
didalam satu rumah dengan persyaratan 8 m² per orang. Berdasarkan keputusan
Menter Kesehatan nomor 829, tentang kesehatan perumahan menetapkan
bahwa luar ruang tidur minimal 8 m² dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari
2 orang di dalam satu ruangan (Chandra, 2018).

C. Kerangka Konsep Penelitian


Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:

Luas Ventilasi

Perilaku Merokok Kejadian ISPA

Kepadatan Hunian

Keterangan:
: Variabel Independen

17
: Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

BAB III
METODE PENELITIAN

18
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah desktitif dengan menggunakan
metode Systematic Review (SR) yakni sebuah sintesis dari studi literatur yang
bersifat sistematik, jelas, menyeluruh dengan mengidentifikasi, menganalisis,
mengevaluasi melalui pengumpulan data –data yang sudah ada dengan metode
pencarian yang eksplisit dan melibatkan proses telaah kritis dalam pemilihan
studi. Tujuan dari metode ini adalah untuk membantu peneliti lebih memahami
latar belakang dari penelitian yang menjadi subjek topik yang dicari serta
memahami bagimana hasil dari penelitian tersebut sehingga dapat menjadi acuan
bagi penelitian baru.

B. Tahapan Systematic Review


Dalam penelitian yang menggunakan motede Systematic Review adalah
beberapa tahapan yang harus dilakukan sehingga hasil dari studi literatur tersebut
dapat diakui kerebilitasnya. Adapun tahapan-tahapan tersebut sebagai berikut:
1. Identifikasi Pertanyaan Penelitian
Judul ” Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak”.
Berdasarkan judul penelitian diatas peneliti dapat menentukan PICO
(Population in Question, Intervention of interest, Comparator dan Outcome )
tersebut.
a. (P) Populasi : Anak dengan ISPA
b. (I) Intervensi) : Tidak ada intervensi
c. (C) Comparator : Tidak ada perbandingan/intervensi lainnya
d. (O) Outcome : Mengetahui fakor- fakor yang berhubungan dengan
kejadian ISPA.
Pertanyaan penelitian berdasarkan PICOadalah Jurnal penelitian nasional
yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak.
2. Menyusun Protokol
Merupakan detail perencanaan yang dipersiapkan secara matang, yang
mencakup beberapa hal seperti lingkup dari studi, prosedur, kriteria untuk

19
menilai kualitas (Kriteria inklusi dan eklusi), skala penelitian yang akan
dilakukan untuk menyusun protokol review kita menggunakan metode
PRISMA (Preferred Reporting Items For Systematic Reviews and Meta
Analyses).
a. Pencarian Data
Pencarian data mengacu pada sumber data base seperti Google
Scholar Direct, dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang
disesuaikan dengan judul penelitian abstrak dan kata kunci yang digunkan
untuk mencari artikel kata kunci ini dapat disesuaikan dengan pertanyaan
penelitian yang telah dibuat sebelumnya.
b. Skrining Data
Skrining adalah penyaringan atau pemilihan data (artikel penelitian)
yang bertujuan untuk memilih masalah penelitian yang sesuai dengan topik
atau judul, abstrak dan kata kunci yang teliti.
c. Penilaian Kualitas (Kelayakan)
Penilaian kualitas atau kelayakan didasarkan pada data (artikel
penelitian dengan teks lengkap (full teks) dengan memenuhi kriteria yang
ditentukan ( kriteria inklusi eksklusi).
d. Hasil Pencarian Data
Semua data (Artikel penelitian) berupa artikel penelitian kuatitatif atau
kualitatif yang memenuhi semua syarat dan kriteria untuk dilakukan analisis
lebih lanjut. Kualitatif dan kuantitatif yang memenuhi semua syarat dan
kriteria untuk dilakukan analisis lebih lanjut.

20
Pencarian pada situs Google Scholar
(n = 6.460)

Hasil jurnal secara keseluruhan


(n = 6.460)

Screening :
a. Rentang waktu 5
Screening tahun terakhir (2017-
(n = 3.890) 2021).
b. Jurnal menggunakan
Bahasa Indonesia.

Jurnal yang dapat diakses


Full text
full text
a. Google Scholar
(n = 237)

Jurnal yang berkaitan: Faktor-


faktor yang berhubungan
dengan kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut
Jurnal akhir yang sesuai dengan (ISPA) pada Anak.
kriteria inklusi

(n = 10)

Gambar 3.1 Diagram PRISMA Tahap Systematic Review

3. Meyusun Strategi Perencanan


Strategi pencarian dilakukan mengacu pada protokol yang telah dibuat
dan menentukan lokasi atau sumber data base untuk pencaria data serta dapat
mekibatkan orang lain untuk memenuhi review.

21
4. Ekastraksi Data
Ekastrakasi daya dapat dilakukan setelah proses protocol telah dilakukan
dengan metode PRISMA, ekstrasi data dapat dilakukan secara manual dengan
membuat formulir yang berisi tentang; tipe artikel, nama jurnal atau konferensi,
tahun , judul, kata kunci, metode penelitian dan lain-lain.
C. Populasi, Sampel , dan Teknik Sampling
1. Populasi
Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
oleh peneliti (Nursalam 2015). Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian
ini adalah jurnal nasional dan internasional yang berkaitan dengan judul
penelitian “Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak”.
2. Sampel
Sampel terdiri atas bagian populasi yang dapat dipergunakan sebagai
subjek penelitian melalui total sampling (uraikan pertimbangan ditetapkan
jumblah sampel). Sebagai contoh sampel dalam penelitian ini artikel nasional
yang berkaitan dengan judul penelitian “Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak”.
3. Teknik Sampling
Teknik samping merupakan cara-cara digunkan dalam pengambilan
sampel, agar memperoleh sampel yang sesuai dari keseluruhan subjek
penelitian. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
purvosipe sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih
sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti ( tujuan dari
masalah dalam penelitian). Sehingga sampel dapat mewakili karakterstik
populasi yang telah diketauhi, maka dibuat kriteria inklusif dan eklusif. Kriteria
inklusif adalah semua aspek harus ada dalam sebuah penelitian yang akan kita
review dan kriteria eksklusif adalah efektifitas yang dapat menyebabkan
sebuah penelitia menjadi tidak layak untuk di review sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusif
1) Jurnal penelitian nasional yang berkaitan dengan Faktor- faktor yang
berhubungan dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

22
2) Jurnal diterbitkan dalam rentang waktu 5 tahun terahkir (2017-2021).
3) Jurnal yang diakses full text.
b. Kriteria Eksklusi
1) Jurnal penelitian nasional dan internasional tidak berkaitan dengan Jurnal
penelitian nasional yang berkaitan dengan faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
pada Anak.

D. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu:
1. Variabel Independen (Bebas) : luas ventilasi, perilaku merokok dan kepadatan
hunian
2. Variabel dependen (Terikat) : Kejadian ISPA

E. Analisis Data
Setelah melewati tahap protocol sampai pada ekstraksi data, maka analisis
data dilakukan dengan mengsgabungkan semua data yang telah memenuhi kriteria
inklusi menggunakan teknik secara deskritif untuk memberikan gambaran sesuai
permasalahan penelitian yang diteliti.

23
DAFTAR PUSTAKA

Akhavani, M.A. (2017). Steam inhalation treatment for children. British Journal of
General Practice.
Behrman, dkk. 2019.Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta.
Depkes RI, 2018.Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
DepKesRI.Direktorat JenderalPPM&PLP .Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Jakarta.2018
Hidayat, A. Aziz Alimul,2018, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta:
Salemba Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul,2018, Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: Salemba
Medika.
Hockenberry,M.J.&Wilson,D,2017,Wong’s Nursing Careof Infantsand Children,
9thed,Missouri:Elseive

Kemenkes RI. Perilaku Merokok Masyarakat Indonesia. Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan RI. InfoDATIN: Hari Tanpa Tembakau Sedunia; 2018.

Kementerian Kesehatan.Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut.


Jakarta: Kementerian Kesehatan; 2019.

Markum, A.H, 2019. Imunisasi, Edisi Ketiga, Fakultas Kedokteran UI Press.

Misnadiarly.2018. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada Anak Orang


Dewasa, Usia Lanjut. Ed. 1Jakarta, Pustaka Obor Populer..

Muttaqin, 2018.Infeksi Saluran Pernafasan Akut. EGC. Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2018.Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni.Jakarta : PT


Rineka Cipta.

Rahajeng E, Tuminah S. 2015. Prevalensi Determinannya ISPA di Indonesia.


Jakarta: Pusat Penelitian Biomedis dan Farmasi Badan Penelitian Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

24
Rahmayatul, F. Hubungan lingkungan dalam rumah terhadap ispa Jakarta: UINJKT;
2017

Riskerdas.(Riset Kesehatan Dasar). 2018. Jakarta: Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Suhandayani, 2017. Infeksi Saluran Pernafasan Akut dan Penanggulangannya.


Medan: Universitas Sumatera Utara.

Suliha, dkk 2012.Pendidikan Kesehatan dalam Keperawatan. Cetakan I. Jakarta :


EGC.

Trisnawati, Y. & Juwarni. Hubungan Perilaku Merokok Orang Tua dengan Kejadian
ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang Kabupaten
Purbalingga. Jurnal Kesmasindo. 2017.

WHO. (2017). Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pedoman bagi
Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota (1st ed). Jakarta:
WHO.
World Health Organization, Media centre (2017), Pneumonia. http://
www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/index.html,diperoleh21 Februari
2019.

25
LAMPIRAN

26
Lampiran 1. SK Pembimbing Skripsi

27
Lampiran 2. Hasil pencarian pada situs google scholar

Lampiran 3. Hasil screening pada situs google scholar

28

You might also like