You are on page 1of 6

APAPUN YANG KAMU PERBUAT PERBUATLAH UNTUK TUHAN

APA PUN JUGA YANG KAMU PERBUAT, PERBUATLAH DENGAN SEGENAP HATIMU SEPERTI UNTUK
TUHAN DAN BUKAN UNTUK MANUSIA.

Kamu tahu bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah.
Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya. Kol 3: 23 – 24*)

1. Jemaat yang pertama menerima dan membaca nasehat dan imbauan rasul Paulus ini, yaitu jemaat
Kolose, adalah jemaat yang kebanyakan terdiri dari budak dan bekas budak. Jemaat ini hidup di tengah
masyarakat yang sangat kuat membedakan dan memisahkan orang-orang merdeka dari para budak.
Namun di dalam jemaat Kolose, kedua golongan masyarakat ini dapat hidup bersama. Bahkan dicatat
rasul Paulus, bahwa iman mereka terhadap Kristus, kasih mereka terhadap semua orang kudus dan
pengharapan mereka telah terdengar di luar Kolose sendiri (1: 4.5a).

2. Hal ini mungkin, karena mereka telah menerima Kristus dan telah dibaptiskan. Dan dalam baptisan
itu – dikuburkan dengan Kristus dan turut dibangkitkan dalam Dia, 2: 12 – batal dan lenyaplah
perbedaan-perbedaan dan diskriminasi karena kelahiran dan nasionalitas, perbedaan seremonial dan
ritual, peradaban atau “kebiadaban”, dan perbedaan sosial: “dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau
orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang
merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu” (3: 11). Perubahan ini bukanlah
sesuatu kejadian seketika yang langsung selesai, melainkan merupakan proses yang harus terus dihayati
dan dikembangkan: “kamu telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah
mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui” ( 3: 9b 10 a). Dengan baptisan,
perbedaan warisan atau perbedaan buatan-manusia yang lain juga dinyatakan tidak berlaku lagi. Dan
kesetaraan kemanusiaan ini perlu dipelihara, dipraktekkan dan terus dihayati dalam kehidupan sehari-
hari. Dalam keadaan yang baru inilah mereka disapa oleh rasul Paulus.

3. Sebelum nas ini, dalam ay 22 rasul Paulus menasehati para budak, agar mereka mentaati tuan
mereka dalam segala hal, “jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka,
melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan.” Sesudah nas ini, dalam 4:1 rasul Paulus
mengimbau para tuan, agar mereka berlaku adil dan jujur terhadap para budak, serta mengingatkan
mereka bahwa masih ada tuan di atas mereka di sorga. Oleh sebab itu, ay 24b “Kristus adalah tuan dan
kamu adalah hamba-Nya” berlaku bagi kedua belah pihak, baik kepada para budak mau pun kepada
tuan-tuan. Kesetaraan hamba dan tuan ini dalam jemaat sangat penting dan menentukan, mengingat
pada waktu itu hamba tidak dipandang sebagai manusia dalam hukum kuno, melainkan hanya sebagai
mahkluk yang dapat diperlakukan tuannya secara sewenang-wenang.

4. Ada tiga hal yang disampaikan ay 23: (a) Dengan kata-kata “Apa pun juga yang kamu perbuat”,
agaknya rasul Paulus menempatkan tekanan bukan kepada kedudukan atau status sosial, bukan pula
pada sifat pekerjaan, melainkan pada orang yang melakukan perbuatan itu dan kepada perbuatan itu
sendiri. Hal ini membuktikan lagi mengenai kesetaraan yang telah diterima dalam baptisan. Dengan kata
apa pun segala perbedaan kegiatan, tugas dan pekerjaan sudah tidak memegang peranan prinsipial lagi.
(b) “perbuatlah dengan segenap hatimu”. Apakah seseorang melakukan tugas-budak atau tugas-tuan
tidak lagi menetukan, melainkan yang menentukan adalah apakah orang itu berbuat dengan segenap
hati atau tidak. Istilah “dengan segenap hati” berarti bersungguh-sungguh, tanpa pamrih atau pretensi.
Dalam kitab Ulangan ungkapan ini dipakai 8 kali untuk mengasihi TUHAN, beribadah kepada-Nya,
mentaati hukum-hukumnya, berbalik kepada TUHAN (bertobat). Dan Yesus juga mengutip Ul 6: 5 untuk
menjawab pertanyaan seorang Farisi tentang hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat (Mat
22: 34 – 40). Jadi berbuat dengan segenap hati hanya ditujukan kepada Tuhan. Itu sebabnya dikatakan,
(c) “seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia”. Ini adalah ajakan yang benar-benar untuk
bersungguh-sungguh, yang menuntut keikhlasan tanpa bandingan. Sebelumnya dalam ay 17 rasul Paulus
telah mengajak mereka “Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan,
lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah,
Bapa kita.” Ini berarti dengan kuasa Tuhan Yesus dan dalam ucapan syukur dan sukacita, bukan paksa.

5. Ayat 24 menyatakan sesuatu yang sama sekali baru. Pada zaman itu, seorang budak sama sekali tidak
berhak untuk menerima gaji atau upah. Apalagi sama sekali tidak pernah memikirkan menerima warisan
dari tuannya! Hukum Romawi tidak mengenal warisan untuk budak. Sekarang dikatakan, mereka diajak
berbuat dengan segenap hati seperti untuk Tuhan, dan mengetahui bahwa dari Tuhan mereka akan
menerima warisan sebagai hadiah. Itu yang dimaksud dengan “menerima bagian yang ditentukan
bagimu sebagai upah.” Pengetahuan mengenai apa yang pasti mereka dapat harapkan, pasti merubah
pandangan dan sikap mereka terhadap pekerjaan mereka.

6. Dari kedua ayat ini kita memperoleh beberapa hal penting, yang belakangan dikembangkan menjadi
pemahaman Kristen mengenai pekerjaan atau karya.

7. Pertama: Pada mulanya, orang-orang Kristen tidak dianjurkan untuk menyesuaikan diri dengan
kerangka dan orde (sistem dan susunan) masyarakat sekitarnya. Juga tidak dianjurkan untuk berusaha
merubahnya. Melainkan di tengah masyarakat waktu itu, mereka diharapkan menjalankan hidup yang
berakar pada orde yang sama sekali berbeda, yaitu “orde Kristus.” Para budak tidak dianjurkan memakai
kebebasan mereka untuk memberontak, melainkan menguasai diri mereka memegang teguh bahwa
loyalitas mereka yang utama adalah kepada Kristus. Mereka bekerja untuk menyenangkan hati Kristus.
Mereka tabah dan terhibur, karena berpengharapan akan menerima warisan dari Tuhan.

8. Belakangan kita mengamati dua perkembangan baru: yang satu adalah kecenderungan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan (bdn Rom 12: 2a “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia
ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah
kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna”). Cobaan dan
kecenderungan ini selalu dihadapi orang Kristen pada setiap zaman, termasuk masa kini. Yang satu lagi
adalah berusaha menghayati kebebasan yang diterima dari Kristus: “Supaya kita sungguh-sungguh
merdeka, Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan
kuk perhambaan” (Gal 5: 1.13b). Agaknya di jemaat Galatia juga ada banyak budak (hampir sama
dengan di jemaat Kolose, bdn Gal 3: 28 “…Dalam hal ini tidak ada…budak atau orang merdeka…”).
Bahwa perbudakan universal secara resmi baru dihapus berabad-abad kemudian, tidak menyangkal
kenyataan bahwa penghayatan kebebasan dari perbudakan itu sudah dimulai dalam kehidupan jemaat-
jemaat pertama. Memang harus dicatat, bahwa pada setiap zaman selalu timbul dalam masyarakat
usaha perbudakan gaya-baru, termasuk di zaman ini.

9. Kedua: Bekerja “seperti untuk Tuhan” berarti bekerja seperti milik Yesus Kristus sendiri. Ini berarti
bahwa orang Kristen bekerja bukan pertama-tama untuk gaji atau upah, ambisi atau memuaskan
majikan. Melainkan dia bekerja, agar pekerjaannya itu dapat dipersembahkan kepada Tuhan, yang
memperhatikan dan memperdulikan kebutuhan hidup sesama umat manusia, agar kehidupan dunia ini
dan umat manusia dapat berlangsung dan berkesinambungan.

10. Pemahaman pekerjaan juga berubah dengan perubahan zaman. Bila dalam masyarakat kita
sekarang secara resmi tidak diizinkan lagi perbudakan, pemahaman pekerjaan atau karya juga
mengalami pergeseran. Bila masyarakat kita secara teoretis adalah masyarakat egaliter, dalam arti
semua manusia dalam masyarakat itu sederajat, maka tujuan pekerjaan tidak lagi diarahkan kepada
tuan, melainkan kepada kepentingan bersama. Memang masih ada “pemilik” atau “pemberi kerja” dan
ada “pencari” atau “penerima kerja”. Demikian juga bertambahnya corak dan bentuk pekerjaan akibat
kemajuan yang dibawa perkembangan ilmu dan teknologi. Tetapi hubungan mereka tidak lagi seperti
hubungan tuan-budak di zaman dahulu. Memang pengaruh lama masih terus terasa di mana-mana,
bahkan perbudakan gaya-baru dapat kita lihat dalam perlakuan terhadap banyak “pembantu rumah-
tangga,” yang harus siap melayani 24 jam! Tetapi lambat laun makin disadari secara luas, bahwa setiap
pekerjaan itu bukan hanya bagi pemberi kerja atau penerima kerja saja, melainkan untuk kepentingan
yang lebih luas!

11. Pemahaman mengenai kepemilikan juga berada dalam terang Injil. Bila kita mengenal “pemilikan
swasta dan pribadi” dan “pemilikan Negara atau pemerintah”, dalam terang Firman Tuhan semua
pemilik harta, kuasa dan perusahaan, demikian juga pemerintah atau penguasa sebenarnya adalah
hanya pemelihara, penatalayan, atau pelayan yang harus memberikan pertangggung-jawaban kepada
Tuhan. Rasul Paulus mengatakan, dilihat dari “orde Kristus” maka “…segala sesuatu adalah milikmu…
Semuanya kamu punya…Tetapi kau adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah” (1 Kor 3: 21b.
22b. 23).

12. Ketiga: Dari sejak zaman Perjanjian Lama upah atau gaji telah dikenal. Selain dari pekerja tetap,
sudah dikenal juga pekerja harian, yang menerima upahnya pada akhir setiap hari. Hukum Israel
menetapkan hal itu. Imamat 19: 13b dengan tegas mengingatkan: “janganlah kautahan upah seorang
pekerja harian sampai besok harinya”. Ul 24: 15 “Pada hari itu juga haruslah engkau membayar upahnya
(pekerja harian) sebelum matahari terbenam; ia mengharapkannya, karena ia orang miskin; supaya ia
jangan berseru kepada TUHAN mengenai engkau dan hal itu menjadi dosa bagimu”. Pada zaman Yesus
juga dikenal pekerja-upahan harian seperti tercermin dalam perumpamaan dalam Mat 20: 1 – 16. Dan
menurut ahli sejarah Yosephus, pada zaman itu memang sangat banyak pengangguran.

13. Beberapa catatan mengenai perumpamaan dalam Mat 20: 1 –16. Setiap perumpamaan mempunyai
maksud asli yang ingin disampaikan, biasa disebut Pointe. Umumnya setiap perumpamaan itu
mempunyai satu atau dua puncaknya. Perumpamaan ini mempunyai dua puncak, dan biasanya puncak
kedualah yang memperoleh tekanan. Ay 1 – 8 mengenai tuan rumah yang menjewa pekerja harian
dalam waktu yang berbeda-beda, dan pada malam hari itu memberikan petunjuk kepada mandurnya,
yang menunjukkan kemurahan hatinya, untuk membayar upah-harian penuh kepada semua orang,
dengan jumlah yang sama, tanpa kecuali. Ini adalah kejutan kepada pekerja yang bekerja hanya satu
jam, tetapi menerima upah-harian penuh. Satu dinar adalah jumlah uang, cukup untuk menutupi biaya
hidup sekeluarga satu hari. Dan jumlah ini jugalah yang disepakati dengan pekerja-harian yang datang
pagi-pagi benar.

14. Ay 9 -15 Pembayaran upah pada malam hari itu menjadi kekecewaan besar bagi para pekerja yang
pertama. Dibanding dengan yang datang pukul 5 sore, mereka bekerja 12 jam dan di bawah panas terik
matahari. Sedang yang terakhir bekerja hanya satu jam di bawah kesejukan sore hari. Kemarahan,
kedongkolan dan protes dari mereka yang merasa dirugikan, dijawab dengan mengingatkan, bahwa
tidak ada pelanggaran keadilan, sebab upah yang disepakati adalah satu dinar. Di atas itu, yang mau
disampaikan perumpamaan ini adalah kemurahan hati tuan rumah yang memperdulikan kebutuhan
orang miskin, sebab upah satu jam tidak akan cukup untuk menutupi kebutuhan satu hari. Ini bukan
penghamburan tanpa batas, tetapi semua pekerja menerima suatu jumlah yang dibutuhkan untuk
mempertahankan eksistensi. Dengan kata lain, tuan rumah itu memberikan upah minimum yang
dibutuhkan tiap hari. Jadi perumpamaan ini tidak menggambarkan perbuatan sewenang-wenang,
melainkan perbuatan baik dari seorang yang berpikir baik, ramah, peduli dan sangat simpati dengan
orang miskin. Demikianlah Allah bertindak ramah, kata Yesus, dengan memberikan bagian kerajaan-Nya
kepada para pemungut cukai dan orang-orang berdosa, tanpa mereka sebenarnya mempunyai hak
(undeserved). Begitu besar kasih Allah! Dalam perumpamaan ini Yesus menjawab para pengkritik di
zaman-Nya. Karena Allah begitu baik dan ramah, Yesus juga! “Atau iri hatikah engkau, karena aku murah
hati?”

15. Saya menjelaskan sedikit tentang perumpamaan ini, sebab yang utama disampaikan di sini bukanlah
agar upah semua orang sama dalam pekerjaan sehari-hari. Pada waktu yang sama kita sadari, bahwa
bisa saja terjadi ketidak-adilan pada waktu mengadakan kontrak-kerja dan kelanjutannya. Dan ketidak-
adilan yang paling mencolok masa kini adalah tidak wajarnya seseorang digaji, dan kurangnya gaji bisa
mendorong seseorang melakukan korupsi.

16. Selanjutnya dalam merenungkan mengenai penggajian, ada baiknya kita menyegarkan ingatan kita
tentang beberapa hal lain lagi, yang mendasar sesuai iman kita. Pertama: Pada dasarnya, Allah-lah yang
memberikan makan manusia, dan memberinya cukup untuk tiap hari. Itulah yang disampaikan cerita
Manna dalam Kel 16. “Inilah roti yang diberikan TUHAN kepadamu menjadi makananmu. Beginilah
perintah TUHAN: Pungutlah itu, tiap-tiap orang menurut keperluannya; masing-masing kamu boleh
mengambil untuk seisi kemahnya, segomer seorang, menurut jumlah jiwa” (ay 15.d-16). Segomer sama
dengan kurang sedikit dari dua liter, suatu jumlah yang dapat mengenyangkan seseorang sekenyang-
kenyangnya setiap hari. Pemikiran cukup ini menolak pemikiran kekurangan atau berkelebihan (ay 18 “…
orang yang mengumpulkan banyak, tidak kelebihan dan orang yang mengumpulkan sedikit, tidak
kekurangan”).

17. Dalam situasi yang sudah berubah dan makin maju, maka pemahaman “segomer”, sebagai ukuran
minimal untuk dapat bertahan hidup tiap hari, dapat diartikan selain makanan sehari-hari, juga
mencakup pemondokan, pendidikan dan jaminan hari tua (bdn ay 23). Berlaku juga peringatan agar
jangan berlebihan, supaya jangan “berulat dan berbau busuk” ay 20b. 24b, atau dalam istilah modern,
polusi. Dan di tengah keadaan yang berkekurangan, Tuhan dengan perantaraan para nabinya
memperingatkan bahwa akibat ketidak-adilan adalah kemiskinan. Oleh sebab itu, cara utama mengatasi
kemiskinan adalah mengatasi ketidak-adilan, atau positif dikatakan: mengusahakan pemerataan
(equilibrium bdn 2 Kor 8: 13 -15). Cara Allah memberikan makanan kepada manusia tidak sama, dan
penyaluran makanan ini juga beraneka. Yang jelas, pemikiran cukup ini jugalah yang melatar-belakangi
ungkapan dalam Doa Bapa Kami, yang diajarkan Tuhan Yesus: “Bapa kami yang di sorga,…Berikanlah
kami pada hari ini makanan kami secukupnya.”

18. Kedua: Dalam perumpamaan Yesus Mat 25: 14 – 30, disebut mengenai seorang tuan yang mau
bepergian ke luar negeri, memberikan talenta kepada tiga orang hambanya “masing-masing menurut
kesanggupannya.” Menurut rasul Paulus, “Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia
kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendakinya” (1 Kor 12: 11). Dalam memilih
pekerjaan, ada baiknya setiap orang yang percaya menyadari talenta atau/dan karunia (kharisma) yang
ada padanya, sedini mungkin. Memelihara dan mengembangkan talenta dan/atau kharisma ini sangat
penting, terutama selama masa pendidikan formal dan seterusnya dalam pendidikan informal lanjutan,
sebagai usaha juga memahami “saluran” yang dipakai Tuhan untuk memberikan “makanan setiap hari”
kepada setiap orang. Keahlian dan ketrampilan hanya dapat diraih dan dikembangkan dalam kerangka
acuan talenta dan/atau karunia itu. Acap salah pilih jurusan pendidikan dan salah pilih pekerjaan adalah
penyebab “kekurangan penghasilan.”

19. Ketiga: Kemajuan pendidikan telah membawa kesadaran mengenai keluarga yang bertanggung-
jawab. Artinya, setiap suami-isteri harus menyadari bahwa melahirkan anak ke dunia ini membawa
tanggung-jawab untuk menyediakan yang perlu bagi anak itu. Dengan kata lain, Allah bagi anak
menyalurkan makanan sehari-hari kepadanya melalui bapa-ibunya. Oleh sebab itu, nilai budaya kuno
tentang anak sudah berubah: anak tidak boleh dilihat hanya sebagai aset dan kebanggaan dari orangtua,
melainkan pertama-tama sebagai tanggung-jawab, yaitu menyediakan makanan dan pendidikan, sampai
anak itu mandiri. Pengaturan Keluarga Bertanggung-jawab masa kini perlu dilakukan dalam takut akan
Tuhan, dan jangan juga melulu berdasarkan pertimbangan ekonomis.

20. Keempat: Dari sejak awal, manusia diharapkan bekerja dengan bersungguh-sungguh (acap
dikatakan “bekerja keras”, bukan sebagai kutuk “dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu
dari tanah seumur hidupmu” Kej 3: 17d), bahkan disarankan belajar dari semut terutama mengenai
keteraturan atau displin, dan kegigihan dan kerjasama (bdn Ams 6: 6dst). Tetapi yang terpenting dari
semua sifat-sifat yang diperlukan untuk dapat bekerja dengan baik adalah kepercayaan – trust .
Kepercayaan yang dimaksud selalu didampingi pekerjaan yang baik, dan bukan tanpa kegiatan. Hal ini
paling jelas kita lihat dalam perumpamaan Mat 25 tadi: kedua hamba yang menerima lima dan dan dua
taenta itu, disebut “hamba yang baik dan setia”(ay 21.23). Baik – artinya melaksanakan tugasnya
dengan bersungguh-sungguh sehingga membawa hasil yang besar; setia – artinya karena dapat
dipercayai “segera pergi”, “menjalankan uang itu” dan menyerahkan seluruhnya, modal dan hasil,
kepada yang memberikannya kepadanya. Sedang yang menerima satu talenta itu disebut “jahat dan
malas” (ay 26), sekalipun dia mengembalikan talenta yang satu itu kepada tuannya. Jahat – karena ganti
bekerja, dia “menghukumi” tuannya itu; malas – karena ganti menjalankan uang itu, dia ambil jalan
tergampang, yaitu menyembunyikan dalam tanah. Terutama di zaman ini, trust memegang peranan
yang sangat menetukan.

21. Terakhir: “memperbuat dengan segenap hati seperti untuk Tuhan” juga membuka kemungkinan
untuk bersikap kritis terhadap sistem dan aturan yang ada. Kritis dalam arti menempatkan sistem dan
aturan itu di bawah terang Firman Tuhan, dengan selalu menanyakan apakah sistem itu mencerminkan
keadilan dan pemerataan, dan apakah aturan-aturan itu membantu kehidupan semua untuk
berkecukupan. Merubah dan membarui sistem dan aturan yang tidak adil, termasuk tugas tanggung-
jawab orang yang percaya.

22. Semoga dengan memahami pekerjaan dan penggajian secara baru, kita dapat menghadapi
tantangan-tantangan berat yang dibawa zaman globalisasi ini, diperlengkapi kuat-kuasa Roh Kudus,
sebagaimana dijanjikan Yesus Kristus

You might also like