You are on page 1of 74

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR FISIOLOGIS


PADA BAYI NY. D SEGERA SETELAH LAHIR
DI PUSKESMAS MATESIH

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan


Praktik Kebidanan Fisiologis Holistik Bayi Baru Lahir

Program Studi Profesi Bidan

Disusun oleh :
Rachma Fatikasari
P27224022346
Prodi Profesi Bidan Reguler

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2022
HALAMAN PERSETUJUAN
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR FISIOLOGIS


PADA BAYI NY. D SEGERA SETELAH LAHIR
DI PUSKESMAS MATESIH

Disusun oleh :

Nama : Rachma Fatikasari


NIM : P27224022346
Kelas : Program Studi Profesi Kebidanan Reguler

Tanggal Pemberian Asuhan : 26 Agustus 2022


Disetujui :

CI/Pembimbing Lahan
Tanggal : 26 Agustus 2022
Di : Puskesmas Matesih

Dosen Pembimbing
Tanggal : 26 November 2022
Di : Poltekkes Kemenkes Surakarta
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peristiwa kelahiran merupakan waktu dinamik yang berpusat di sekitar
kebutuhan segera bayi baru lahir. Walaupun sebagian proses persalinan terfokus
pada ibu tetapi proses tersebut merupakan proses pengeluaran hasil kehamilan
(bayi), maka penatalaksanaan suatu persalinan dikatakan berhasil apabila selain
ibunya, bayi yang dilahirkan juga berada dalam kondisi yang optimal.
Memberikan pertolongan dengan segera, aman dan bersih adalah bagian
essensial dari asuhan bayi baru lahir. Sebagian besar (85% - 90 %) persalinan
adalah normal, tetapi gangguan dalam kehamilan dan proses persalinan dapat
mempengaruhi kesehatan bayi-bayi yang baru dilahirkan (Kemenkes, 2016).
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu unsur
penentu status kesehatan. Pelayanan kesehatan neonatal dimulai sebelum bayi
dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil.
Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode neonatal merupakan periode
yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi.
Salah satu tujuan upaya kesehatan anak adalah menjamin kelangsungan
hidup anak melalui upaya menurunkan angka kematian bayi baru lahir, bayi dan
balita. Tren angka kematian anak dari tahun ke tahun sudah menunjukkan
penurunan. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2017 menunjukkan AKN sebesar 15 per 1.000 kelahiran hidup, AKB 24 per
1.000 kelahiran hidup, dan AKABA 32 per 1.000 kelahiran hidup. Meskipun
demikian, angka kematian neonatus, bayi, dan balita diharapkan akan terus
mengalami penurunan. Intervensi-intervensi yang dapat mendukung
kelangsungan hidup anak ditujukan untuk dapat menurunkan AKN menjadi 10
per 1000 kelahiran hidup dan AKB menjadi 16 per 1000 kelahiran hidup di
tahun 2024. Sementara, sesuai dengan Target Pembangunan Berkelanjutan,
AKABA diharapkan dapat mencapai angka 18,8 per 1000 kelahiran hidup di
tahun 2030 (Profil Kesehatan RI, 2019).
Pada tahun 2019, penyebab kematian neonatal terbanyak adalah kondisi
berat badan lahir rendah (BBLR). Sebesar 46.4 % kematian Neonatal di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2019 disebabkan karena BBLR. AKB Propinsi
Jawa Tengah tahun 2019 sebesaar 8.2 % per 1000 kelahiran hidup (Profil
Kesehatan Povinsi Jateng, 2019). Penyebab kematian lainnya di antaranya
asfiksia, kelainan bawaan, sepsis, tetanus neonatorium, dan lainnya. Pada masa
neonatal (0-28 hari) terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan di
dalam rahim dan terjadi pematangan organ hampir pada semua sistem. Bayi
hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko
gangguan kesehatan paling tinggi dan berbagai masalah kesehatan bisa muncul,
sehingga tanpa penanganan yang tepat, bisa berakibat fatal.
Beberapa upaya kesehatan dilakukan untuk mengendalikan risiko pada
kelompok ini di antaranya dengan mengupayakan agar persalinan dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan serta menjamin
tersedianya pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan bayi baru lahir.
Indikator yang menggambarkan upaya kesehatan yang dilakukan untuk
mengurangi risiko kematian pada periode neonatal yaitu 6-48 jam setelah lahir
adalah cakupan Kunjungan Neonatal Pertama atau KN1. Pelayanan dalam
kunjungan ini (Manajemen Terpadu Balita Muda) antara lain meliputi termasuk
konseling perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, pemberian vitamin K1
injeksi dan Hepatitis B0 injeksi (bila belum diberikan).
Di PMB Retno Indarti capaian KN 1 sudah sesuai target sebanyak 125 dari
bulan Januari-Oktober 2020. Asuhan di KN 1 ini sangat penting karena
merupakan periode awal bayi baru lahir beradaptasi dengan lingkungan serta
deteksi dini adanya komplikasi. Berdasarkan uraian diatas, pada laporan kasus
ini akan dibahas mengenai Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir di Wilayah
Kerja Puskesmas Matesih, Kab. Karanganyar.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat ditarik rumusan masalah yakni
“Bagaimanakah Asuhan Kebidanan Fisiologis Holistik Pada Bayi Baru Lahir di
Wilayah Kerja Puskesmas Matesih, Kab. Karanganyar?”

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk menerapkan Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir Normal di Wilayah
Kerja Puskesmas Matesih, Kab. Karanganyar.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian data subjektif dan data objektif
b. Melakukan interpretasi data
c. Menentukan diagnose potensial
d. Menentukan tindakan segera
e. Membuat perencanaan
f. Melakukan penatalaksanaan
g. Melakukan evaluasi tindakan

D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan
pengalaman penulis dalam melaksanakan asuhan kebidanan pada Bayi
Baru Lahir fisiologis holistic.
2. Bagi Profesi
Memberikan wawasan bagi profesi atau tenaga kesehatan lainnyadalam
melaksanakan asuhan kebidanan pada Bayi Baru Lahir fisiologis
holistik.
3. Bagi Institusi
Meningkatkan mutu atau kualitas pelayanan kesehatan dalammelaksanakan
asuhan kebidanan pada Bayi Baru Lahir fisiologis holistik.
4. Pendidikan
Menambah referensi dan sebagai wacana bagi mahasiswa diperpustakaan
mengenai asuhan kebidanan pada Bayi Baru Lahir fisiologis holistik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Litterature Review
1. Pengertian Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah.
a. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang
kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37
minggu sampai dengan 42 minggu dengan berat badan antara 2500 gr
APGAR sampai 4000 gram nilai APGAR >7 dan tanpa cacat bawaan.
(Rukiyah, 2010; hal. 2)
b. Neonatus adalah bayi baru lahir sampai 28 hari pertama kehidupan
(Surasmi, 2003).
c. Bayi adalah manusia yang berusia 28 hari sampai usia 24 bulan.
d. Balita adalah singkatan dari bawah lima tahun. Manusia dalam masa balita
berumur 2 sampai 5 tahun. Pada masa-masa balita balita biasanya sudah
dapat berjalan atau berlari, menggunakan banyak energi untuk melakukan
aktivitas.
e. Anak pra sekolah yaitu anak yang berusia aniara 3-6 tahun menurut
Biechler dan Snowman (1993).
2. Bayi Baru Lahir
a. Ciri-ciri Umum Bayi Baru Lahir Normal
1) Berat badan 2500-4000 gram;
2) Panjang badan 48-52 cm;
3) Lingkar dada 30-38 cm;
4) Lingkar kepala 33-35 cm;
5) Bunyi jantung dalam menit pertama kira-kira 180 kali/menit,
kemudian menurun sampai 120-140 denyut/menit;
6) Pernapasan pada menit pertama cepat kira-kira 80 kali/menit,
kemudian menurun setelah tenang kira-kira 40 kali/menit;
7) Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subcutan yang cukup
terbentuk dan diliputi verniks kaseosa;
8) Rambut lanugo tidak terlihat lagi, rambut kepala biasanya telah
sempurna;
9) Kuku agak panjang dan lunak;
10) Genetalia : labia mayora sudah menutupi labia minora (pada
perempuan), testis sudah turun (pada laki-laki);
11) Reflek sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik
12) Reflek moro sudah baik, bayi ketika dikejutkan akan memperlihatkan
gerakan tangan seperti memeluk;
13) Eliminasi baik, urine dan mekonium akan keluar dalam 48 jam
pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan (Wahyuni, 2012).
b. Masa Adaptasi Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi usia 0 – 28 hari, selama periode
ini bayi harus menyesuaikan diri dengan lingkungan ekstra uteri, yang
terbagi dalam dua masa antara lain :
1) Masa Portunate : Masa portunate pada bayi berlangsung antara 15 - 30
menit pertama sejak bayi lahir sampai tali pusatnya dipotong.
2) Masa Neonate: Masa neonate berlangsung dari pemotongan dan
pengikatan tali pusar sampai akhir mingggu kedua dari kehidupan
pascamatur. Ada empat penyesuaian utama yang harus dilakukan
sebelum anak dapat memperoleh kemajuan perkembangan tingkah
laku, yaitu :
a) Perubahan suhu dalam rahim ibu dengan suhu lingkungan.
b) Perubahan pernafasan, sebelum lahir bayi bernafas dengan
plasenta dan setelah lahir bernafas dengan paru-paru.
c) Dan menelan sebagai cara untuk memperoleh makanan yang
semula dari plasenta melalui tali pusat.
d) Cara pembuangan melalui organ-organ sekresi yang mana sebelum
lahir melalui plasenta dan tali pusat.
Pada masa neonatus, bayi akan lebih banyak tidur dan untuk
mempertahankan hidupnya dengan beberapa kemampuan antara lain :
1) Insting
Insting adalah kemampuan yang ada sejak lahir, bersifat psikofisis
yang bertujuan untuk memberikan reaksi terhadap lingkungan dengan
rangsangan yang khas dan terjadi tanpa belajar. Misalnya : reaksi
menyusui, kebutuhan akan rasa aman, insting sosial yang
memungkinkan anak berkomunikasi dengan lingkungan misalnya
senyum bila ibu mengajak bayi bicara.
2) Reflek
Refleks adalah gerakan yang terjadi secara otomatis/spontan tanpa
disadari pada bayi yang normal. Macam-macam reflek pada bayi
antara lain :
a) Tonic Neck reflek (reflek tonus leher) adalah gerakan spontan otot
kuduk, apabila bayi ditengkurapkan, maka secara spontan bayi
akan memiringkan kepalanya.
b) Rooting reflek (reflek menghisap) adalah reflek apabila ada yang
menyentuh disekitar mulut bayi, maka bayi akan membuka
mulutnya dan memiringkan kepalanya kearah yang menyentuh.
c) Graps reflek (reflek menggenggam), apabila tangan kita
menyentuh telapak tangan bayi, maka bayi akan berusaha
menggenggam tangan kita dengan kuat.
d) Moro reflek adalah reaksi emosional yang timbul di luar kemauan
atau kesadaran bayi. Reflek ini seolah-olah bayi mendekatkan
tubuhnya pada orang yang mendekapnya.
e) Startle reflek (reflek mengehntak) adalah rekasi emosional berupa
hentakan dan gerakan seperti mengejang pada lengan dan tangan
dan sering diikuti dengan tangisan rasa takut.
f) Stapping reflek bersifat reflek belajar seolah-olah akan berjalan.
(Rukiyah : 2013)
3) Kemampuan untuk belajar
c. Perubahan Fisiologis Bayi Baru Lahir
Adaptasi neonatal (bayi baru lahir) adalah proses penyesuaian
fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus.
1) Sistem pernapasan
Selama didalam uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran
gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir pertukaran gas harus melalui
paru-paru bayi. Rangsangan untuk gerakan pernapasan pertama :
a) Tekanan mekanik torak sewaktu melalui jalan lahir (stimulasi
mekanik).
b) Penurunan O2 dan kenaikan CO2 merangsang kemoreseptor yang
terletak di sinus karotikus (stimulasi kimiawi).
c) Rangsangan dingin di daerah muka dan penurunan suhu didalam
uterus (stimulasi sensorik).
Pernapasan pertama pada bayi baru lahir normal terjadi dalam
waktu 30 detik pertama sesudah lahir. (Indrayani & Moudy, 2013).
2) Sirkulasi darah
Pada masa fetus darah dari plasenta melalui vena umbilikalis
sebagian ke hati, sebagian langsung ke serambi kiri jantung, kemudian
ke bilik kiri jantung. Dari bilik kiri darah dipompa melalui aorta ke
seluruh tubuh. Dari bilik kanan darah di pompa sebagian ke paru dan
sebagian melalui duktus arteriosus ke aorta. Setelah bayi lahir, paru
akan berkembang mengakibatkan tekanan arteriol dalam paru
menurun. Tekanan darah pada waktu lahir dipengaruhi oleh jumlah
darah yang melalui transfusi plasenta dan pada jam-jam pertama
sedikit menurun, untuk kemudian naik lagi dan menjadi konstan kira-
kira-kira 85/40 mmHg (Indrayani & Moudy, 2013).
3) Perlindungan termal (termoregulasi)
Mekanisme pengaturan suhu tubuh ada bayi baru lahir belum
berfungsi sempurna, untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan
kehilangan panas dari tubuh bayi karena bayi beresiko mengalami
hipotermi. Beberapa mekanisme kehilangan panas tubuh pada BBL
menurut Wahyuni (2012) :
a) Evaporasi: Kehilangan panas terjadi karena menguapnya cairan
pada tubuh bayi.
b) Konduksi: kehilangan panas melalui kontak langsung antara tubuh
bayi dan benda atau permukaan yang temperaturnya lebih rendah.
c) Konveksi: kehilangan panas yang terjadi pada saat tubuh bayi
terpapar udara atau lingkungan yang bertemperatur dingin.
d) Radiasi: Kehilangan panas badan bayi melalui pancaran/ radiasi
dari tubuh bayi ke lingkungan sekitar bayi yang lebih dingin.
4) Metabolisme
Luas permukaan tubuh neonatus, relatif lebih luas dari tubuh orang
dewasa sehingga metabolisme basal per KgBB akan lebih besar,
sehingga BBL harus menyesuaikan diri dengan lingkungan baru
sehingga energi diperoleh dari metabolisme karbohidrat dan lemak.
5) Keseimbangan air dan fungsi ginjal
Fungsi ginjal belum sempurna karena :
a) Jumlah nefron masih belum sebanyak orang dewasa.
b) Ketidak seimbangan luas permukaan glomerulus dan volume
tubulus proksimal.
c) Renal blood flow relatif kurang bila dibanding dengan orang
dewasa (Indrayani & Moudy, 2013).
6) Immunoglobulin
a) Pada neonatus tidak terdapat sel plasma pada sumsum tulang
belakang dan lamina propia ilium dan apendiks.
b) Plasenta merupakan sawar sehingga fetus bebas dari antigen dan
stress imunologis.
c) Pada BBL hanya terdapat gama globulin G, sehingga imunologi
dari ibu dapat melalui plasenta karena berat molekulnya kecil.
d) Tetapi bila ada infeksi yang dapat melalui plasenta (Lues,
toksoplasma, herpes simpleks) reaksi imunologis dapat terjadi
dengan pembentukan sel plasma dan antiboti gama A, G dan M
(Indrayani & Moudy, 2013)
7) Traktus digestivus
Traktus digestivus mengandung zat yang berwarna hitam kehijauan
yang disebut mekonium. Pengeluaran mekonium biasanya dalam 10
jam pertama dan dalam 4 hari biasanya tinjanya sudah berbentuk dan
berwarna biasa. Gumoh sering terjadi akibat dari hubungan esophagus
bawah dengan lambung belum sempurna, dan kapasitas dari lambung
juga terbatas yaitu + 30 cc (Indrayani & Moudy, 2013).
8) Hati
Segera setelah lahir, terjadi kenaikan kadar protein dan penurunan
kadar lemak dan glikogen.
9) Keseimbangan asam basa
PH darah pada waktu lahir rendah karena glikolisis anaerobik.
(Indrayani & Moudy, 2013).
d. Pemeriksaan Pada BBL
Pengkajian setelah lahir terjadi dalam tiga tahapan. (Suwanti : 2007)
1) Tahap I
Segera selama menit-menit pertama kelahiran menggunakan system
scoring APGAR untuk fisik dan skrining GRAY untuk interaksi bayi
dengan orang tua.
Klasifikasi klinik :
a) Nilai 7-10 : bayi normal
b) Nilai 4-6 : bayi asfiksia ringan-sedang
c) Nilai 0-3 : bayi asfiksia berat
Skor
Tanda
0 1 2
A : Apperance colon Biru Badan merah, Seluruh tubuh
(warna kulit) pucat ekstermitas biru kemerahan
P : Pulse (frekuensi Tidak <100 >100
jantung) ada
G : Grimage Tidak Sedikit gerakan, Menangis,
(rangsangan) ada minim batuk, bersin
Lumpuh Ekstermitas Gerakan aktif
A : Activity
dalam sedikit
(aktivitas tonus otot)
fleksi
R : Respiration Tidak Lemah, tidak Menangis kuat
(pernafasan) ada teratur

2) Tahap II: Transisional selama aktivitas yaitu pengkajian selama 24 jam


pertama juga penting.
3) Tahap III
Periodic, pengkajian, setelah 24 jam pertama yaitu masing-masing
sistem tubuh diperiksa.
a) Penilaian APGAR dilakukan pada :
1’ : menentukan pelaksanaan resusitasi aktif (untuk mengetahui
apakah bayi menderita asfiksia atau tidak.
5’ : menentukan kemungkinan adanya gangguan neurologi di
kemudian hari untuk menghindari APGAR <7 maka penanganan
sebagai berikut :
a) Dilakukan pemeriksaan lendir serta cairan pada mulut, hidung,
dan mata dengan kassa.
b) Posisi badan dibuat kepala lebih rendah agar cairan atau lender
keluar dari trachea dan faring, kemudian lendir dihisap dengan
penghisap lendir.
b) Keadaan umum : Bayi tampak sehat, aktif, tonus otot baik,
menangis kuat.
c) Vital sign
Berat Badan, BAK ± 3-8x/hari, BAB 1x/hari
Kemampuan menghisap
Warna kulit
Tidur 18-20 jam/hari
d) Pemeriksaan Reflek
Anak yang dilahirkan mempunyai sejumlah reflek, ini
merupakan dasar bayi untuk mengadakan reaksi dan tindakan aktif.
(1).Reflek Permanen
Reflek urat achialis (kontraksi otot/bisa urat daging dipukul)
Reflek urat patelair (kontraksi bawah lutut bila dipukul)
Reflek pupil (pupil mengecil bila ada sinar)
(2).Reflek sementara
Reflek morro/reflek peluk (reflek berkejut).
Reflek tonic neck (reflek otot leher) : anak akan mengangkat
leher dan menoleh jika ditelungkupkan
(3).Reflek rooting : timbul karena stimulasi taktil pada pipi dan
daerah mulut anak bereaksi dengan memutar kepala seakan-
akan mencari putting susu.
(4).Reflek sucking : timbul bersama rangsangan pipi untuk
menghisap putting susu dan menelan ASI.
(5).Reflek babinsky : bila ada rangsangan pada telapak kaki, ibu
jari akan bergerak ke atas.
(6).Reflek staping : jika bayi dibuat posisi berdiri, maka akan ada
gerakan seperti kaki melangkah ke depan walaupun belum
dapat berjalan.
e. Pemantauan Tanda-Tanda Vital
Suhu tubuh, nadi, pernafasan bayi baru lahir bervariasi dalam berespon
terhadap lingkungan.
1) Suhu bayi
Suhu bayi dalam keadaan normal berkisar antara 36,5-37,50 C pada
pengukuran diaxila.
2) Nadi
Denyut nadi bayi yang normal berkisar 120-140 kali permenit.
3) Pernafasan
Pernafasan pada bayi baru lahir tidak teratur kedalaman, kecepatan,
iramanya. Pernafasannya bervariasi dari 30 sampai 60 kali permenit.
4) Tekanan darah
Tekanan darah bayi baru lahir rendah dan sulit untuk di ukur secara
akurat. Rata-rata tekanan darah pada waktu lahir adalah 80/64 mmHg.
f. Penatalaksanaan Awal Pada Bayi Baru Lahir
1) Membersihkan jalan nafas
Bayi normal akan menangis spontan segera setelah lahir. Bila bayi
baru lahir segera menangis spontan atau segera menangis, hindari
melakukan penghisapan secara rutin pada jalan nafasnya karena
penghisapan pada jalan nafas yang tidak dilakukan secara hati-hati
dapat menyebabkan perlukaan pada jalan nafas hingga terjadi infeksi,
serta dapat merangsang terjadinya gangguan denyut jantung dan
spasme (gerakan involuter dan tidak terkendali pada otot, gerakan
tersebut diluar kontrol otak). Pada laring dan tenggorokan bayi. Bayi
normal akan segera menangis segera setelah lahir. Apabila tidak
langsung menangis maka lakukan :
a) Letakkan bayi pada posisi telentang di tempat yang keras dan
hangat.
b) Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah ke belakang.
c) Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan jari
tangan yang dibungkus kassa steril.
d) Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2 – 3 kali atau gosok kulit
bayi dengan kain kering dan kasar agar bayi segera menangis.
2) Memotong dan merawat tali pusat
Setelah bayi lahir, tali pusat dipotong 5 cm dari dinding perut bayi
dengan gunting steril dan diikat dengan pengikat steril. Luka tali pusat
dibersihkan dan dirawat dengan perawatan terbuka tanpa dibubuhi
apapun.
3) Mempertahankan suhu tubuh bayi
Cegah terjadinya kehilangan panas dengan mengeringkan tubuh
bayi dengan handuk atau kain bersih kemudian selimuti tubuh bayi
dengan selimut atau kain yang hangat, kering, dan bersih. Tutupi
bagian kepala bayi dengan topi dan anjurkan ibu untuk memeluk dan
menyusui bayinya serta jangan segera menimbang atau memandikan
bayi baru lahir karena bayi baru lahir mudah kehilangan panas
tubuhnya.
4) Pemberian vitamin K
Kejadian perdarahan karena defisiensi Vitamin K pada bayi baru
lahir dilaporkan cukup tinggi, sekitar 0,25 – 0,5 %. Untuk mencegah
terjadinya perdarahan tersebut, semua bayi baru lahir normal dan
cukup bulan perlu diberi Vitamin K peroral 1 mg/hari selama 3 hari,
sedangkan bayi resiko tinggi diberi Vitamin K perenteral dengan dosis
0,5-1 mg IM.
5) Upaya profilaksis terhadap gangguan mata.
Pemberian obat tetes mata Eritromisin 0,5% atau Tetrasiklin 1%
dianjurkan untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia (penyakit
menular seksual). (Abdul Bari Saifuddin, 2009). Tetes mata / salep
antibiotik tersebut harus diberikan dalam waktu 1 jam pertama setelah
kelahiran. Upaya profilaksis untuk gangguan pada mata tidak akan
efektif jika tidak diberikan dalam 1 jam pertama kehidupannya.
Teknik pemberian profilaksis mata :
a) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir.
b) Jelaskan pada keluarganya tentang apa yang anda lakukan,
yakinkan mereka bahwa obat tersebut akan sangat menguntungkan
bayi.
c) Berikan salep / teki mata dalam satu garis lurus, mulai dari bagian
mata yang paling dekat dengan hidung bayi menuju ke bagian luar
mata.
d) Jangan biarkan ujung mulut tabung / salep atau tabung penetes
menyentuh mata bayi.
e) Jangan menghapus salep / tetes mata bayi dan minta agar
keluarganya tidak menghapus obat tersebut.
6) Identifikasi
Apabila bayi dilahirkan di tempat bersalin yang persalinannya
mungkin lebih dari satu persalinan, maka sebuah alat pengenal yang
efektif harus diberikan kepada setiap bayi baru lahir dan harus tetap di
tempatnya sampai waktu bayi dipulangkan. Peralatan identifikasi bayi
baru lahir harus selalu tersedia di tempat penerimaan pasien, di kamar
bersalin, dan di ruang rawat bayi. Alat yang digunakan hendaknya
kebal air, dengan tepi yang halus dan tidak mudah melukai, tidak
mudah sobek dan tidak mudah lepas. Pada alat identifikasi harus
tercantum: nama (bayi, nyonya), tanggal lahir, nomor bayi, jenis
kelamin, unit, nama lengkap ibu. Di setiap tempat tidur harus di beri
tanda dengan mencantumkan nama, tanggal lahir dan nomor
identifikasi. Sidik telapak kaki bayi dan sidik jari ibu harus dicetak di
catatan yang tidak mudah hilang. Sidik telapak kaki bayi harus dibuat
oleh personil yang berpengalaman menerapkan cara ini, dan dibuat
dalam catatan bayi. Bantalan sidik jari harus disimpan dalam ruangan
bersuhu kamar. Ukurlah berat lahir, panjang bayi, lingkar kepala,
lingkar perut dan catat dalam rekam medik.
7) Mulai Pemberian ASI
Pastikan bahwa pemberian ASI dimulai dalam waktu 1 jam setelah
bayi lahir. Jika mungkin, anjurkan ibu untuk memeluk dan mencoba
untuk menyusukan bayinya segera setelah tali pusat diklem dan
dipotong berdukungan dan bantu ibu untuk menyusukan bayinya.
Keuntungan pemberian ASI :
a) Merangsang produksi air susu ibu
b) Memperkuat reflek menghisab bayi
c) Mempromosikan keterikatan antara ibu dan bayinya
d) Memberikan kekebalan pasif segera kepada bayi melalui
kolostrum
e) Merangsang kontraksi uterus
Posisi untuk menyusui :
a) Ibu memeluk kepala dan tubuh bayi secara urus agar muka bayi
menghadapi ke payudara ibu dengan hidung di depan puting susu
ibu.
b) Perut bayi menghadap ke perut ibu dan ibu harus menopang
seluruh tubuh bayi tidak hanya leher dan bahunya.
c) Dekatkan bayi ke payudara jika ia tampak siap untuk menghisap
puting susu, karena dapat :
(1) Membantu bayinya untuk menempelkan mulut bayi pada puting
susu di payudaranya.
(2) Dagu menyentuh payudara ibu.
(3) Mulut terbuka lebar.
(4) Mulut bayi menutupi sampai ke areola.
(5) Bibir bayi bagian bawah melengkung keluar.
(6) Bayi menghisap dengan perlahan dan dalam, serta kadang-
kadang berhenti.
g. Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir
1) Sebelum bayi lahir, segera di periksakan di ruang VK. Alat-alat yang
dibutuhkan :
a) Alat penghisap lendir (aseptor aspirator).
b) Tabung oksigen dan alat untuk membantu pernafasan bayi.
c) Alat resusitasi untuk pemasaran seperti laringaskop kecil, kanula
trachea, masker ventilaton kecil.
d) Obat-obatan lain seperti glukosa 40%, larutan bikarbonat 75%,
kalorfin sebagai antidotum morfin dan bethidin.
e) Alat pemotong tali pusat, alat pengikat tali pusat, obat antiseptic,
kain kassa steril untuk merawat tali pusat.
f) Tanda pengenal bayi (identifikasi) sesuai dengan ibunya.
g) Tempat tidur berserta kain katon/selimut, dan incubator
h) Kapas, baju steril yang dipakai penolong.
i) Stopwatch dan thermometer.
j) Ruang yang sesuai dengan bayi, suhu 30⁰C
2) Pertolongan Pada Waktu Bayi Baru Lahir
a) Mulai melakukan pembersihan lendir. Pada saat keluar dengan
membersihkan mulut, hidung, dan mata dengan kassa steril.
b) Jam lahir di catat dengan stopwatch.
c) Lendir dihisap sebersih mungkin sambil bayi ditidurkan dengan
kepala lebih rendah dari kaki dan kaki dalam posisi sedikit
ekstensi, supaya lendir mudah keluar.
d) Tali pusat diikat dengan baik dan bekas luka diberi antiseptic
kemudian dijepit dengan klem jepit plastic atau ikat dengan benang
tali pusat.
e) Segera setelah lahir, bayi sehat akan menangis kuat, bernafas, serta
menggerakkan tangan dan kakinya, kulit berwarna kemerahan.
f) Bayi dibersihkan dari lumuran darah, air ketuban, mekonium,
vernik kaseosa.
g) Menilai APGAR score.
h) Bayi ditimbang berat badannya dan diukur panjang badannya saat
setelah lahir kemudian catat hasilnya,
i) Perawatan mata bayi, dibersihkan kemudian beri salep/obat.
(1) Metode crase : dengan tetesan nitras 1-2% sebanyak 2 tetes
pada masing-masing mata.
(2) Penicillin salep atau geramicin salep mata.
j) Pemeriksaan anus, alat genetalia eksterna dan jenis kelamin bayi.
Pada bayi laki-laki, periksa apakah ada atau didapatkan fimosis
desconsus testis krilorum telah lengkap atau belum. Di beberapa
Negara barat pada bayi laki-laki segera lakukan, apalagi bila
terjadi femosis.
k) Bayi akhirnya diperlihatkan kepada ibu, ayah, dan keluarga yang
mendampingi. (Mochtar, 1998)
3. Bayi, Balita, dan Anak Pra Sekolah
a. Kebutuhan Imunisasi
1) Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu usaha untuk meningkatkan kekebalan aktif
seseorang terhadap suatu penyakit dengan memasukkan vaksin ke
dalam tubuh bayi atau anak. Imunisasi dasar adalah pemberian
imunisasi untuk mencapai kadar kekebalan diatas ambang
perlindungan (Depkes, 2005). Yang dimaksud dengan imunisasi dasar
lengkap menurut Ranuh dkk (2001), adalah pemberian imunisasi BCG
1x, hepatitis B 3x DPT 3x, polio 4x, dan campak 1x sebelum bayi
berusia 1 tahun.
2) Tujuan Pemberian Imunisasi
Untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan
menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia
seperti pada imunisasi cacar (Ranuh dkk, 2000). Memberikan
kekebalan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi
yaitu polio, campak, difteri, pertusis, tetanus, TBC, dan hepatitis B
(Depkes, 2000).
3) Syarat Imunisasi
Menurut Depkes RI (2005), dalam pemberian imunisasi ada syarat
yang harus diperhatikan yaitu : diberikan pada bayi atau anak yang
sehat, vaksin yang diberikan harus baik, disimpan pada lemari es dan
belum lewat masa berlakunya, pemberian imunisasi dengan teknik
yang tepat, mengetahui jadwal imunisasi dengan melihat umur dan
jenis imunisasi yang telah diterima, meneliti jenis vaksin yang
diberikan, memberikan dosis yang akan diberikan, mencatat nomor
batch pada buku anak atau kartu imunisasi serta memberikan informed
concent kepada orang tua atau keluarga sebelum melakukan imunisasi
yang sebelumnya telah dijelaskan kepada orang tuanya tentang
manfaat dan efek samping atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
(KIPI) yang timbul setelah pemberian imunisasi.
4) Macam-macam Imunisasi Dasar Menurut Theophilus (2007)
a) Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerrin)
Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette Guerrin
hidup yang dilemahkan, diberikan secara intra cutan dengan dosis
0,05 ml pada insertio muskulus deltoideus. Kontraindikasi untuk
vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan
(misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani
pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV). Reaksi
yang mungkin terjadi :
(1) Reaksi local : 1-2 minggu setelah penyuntikkan, pada tempat
suntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba
keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustule
(gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka
terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan
dalam waktu 8-12 minggu dengam meningkatkan jaringan
parut yang disebut scar.
(2) Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau
leher tanpa disertai nyeri tekan maupun demam yang akan
menghilang dalam waktu 3-6 bulan. Kemungkinan yang
mungkin timbul :
(a) Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat
penyuntikkan karena penyuntikkan terlalu dalam. Abses
ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat
penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya
dilakukan aspirasi (penghisapan abses dengan
menggunakan jarum) dan bukan disayat.
(b) Limfadenis supurativa, terjadi jika penyuntikkan
dilakukan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu
tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6
bulan.
b) Imunisasi DPT (Difteri Pertusis dan Tetanus)
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3 in 1 yang melindungi
terhadap difetri, pertusis, dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi
bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan
komplikasi yang serius dan fatal. Pertusis (batuk rejak) adalah
infeksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk
hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking.
Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi yang serius seperti
pneumonia, kejang, dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi
yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.
Vaksin DPT dapat diberikan kepada anak yang berumur
kurang dari 7 bulan. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk
suntikan, yang disuntikkan pada otot paha secara sub kutan.
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada anak saat
umur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II), 4 bulan (DPT III), selang
waktu tidak kurang dari 4 minggu dengan dosis 0,5 ml.
c) Imunisasi Polio
Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
poliomyelitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan
pada salah satu maupun kedua lengan atau tungkai. Polio juga bisa
menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot
untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian. Imunisasi dasar
polio diberikan 4 kali (polio I,II,III, dan IV) dengan interval tidak
kurang dari 4 minggu. Vaksin polio diberikan sebanyak 2 tetes (0,2
ml) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok
yang berisi air gula.
d) Imunisasi Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit campak. Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis
pada saat anak berumur 9 bulan dan diulang 6 bulan kemudian.
Vaksin disuntikkan secara sub kutan sebanyak 0,5 mL. jika terjadi
wabah campak, dan ada bayi yang belum berusia 9 bulan, maka
imunisasi campak boleh diberikan.
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit,
diare, konjungtivitis, dan gejala katarak serta ensefalitis (jarang).
e) Imunisasi HB (Hepatitis B)
Imunisasi HB memberikan kekebalan terhadap hepatitis B.
Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan
kanker hati dan kematian. Dosis pertama (HB 0) diberikan segera
setelah bayi lahir atau kurang dari 7 hari setelah kelahiran. Pada
umur 2 bulan, bayi mendapat imunisasi HB 1 dan 4 minggu
kemudian mendapat imunisasi HB II. Imunisasi dasar diberikan
sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan. Vaksin disuntikkan
pada otot paha secara sub kutan dalam dengan dosis 0,5 ml.
Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya
ditunda sampai anak benar-benar pulih. Efek samping dari vaksin
HB adalah efek local (nyeri di tempat suntikan) dan sistemik
(demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran
pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari.

b. Jadwal Imunisasi
1) Imunisasi Dasar
Umur Jenis
0 bulan Hepatitis B0
1 bulan BCG, Polio 1
2 bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan DPT-Hb-Hib 3, Polio 4
9 bulan Campak

2) Imunisasi lanjutan pada anak <3 tahun (imunisasi booster)


Umur Jenis
18 bulan DPT-HB-Hib
24 bulan Campak

3) Imunisasi lanjutan pada anak usia sekolah dasar


Waktu
Sasaran Imunisasi
Pelaksanaan
Campak Agustus
Kelas 1 SD
DT November
Kelas 2 SD Td November
Kelas 3 SD Td November

B. Manajemen Kebidanan Bayi Baru Lahir


1. Manajemen Kebidanan
Menurut Hallen Varney ada 7 langkah dalam manajemen kebidanan yaitu:
a. Langkah I : Pengkajian (Pengumpulan Data Dasar)
Pengkajian atau pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua
data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan
langkah pertama untuk mengumpulkan semua informasi yang akurat dari
semua sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien. (Ambarwati, 2010),
meliputi :
1) Data Subjektif
Yaitu informasi yang dicatat mencakup identitas, keluhan yang
diperoleh dari hasil wawancara langsung kepada pasien atau klien
(anamnesis) atau dari keluarga (Hidayat, 2008).
a) Biodata Pasien :
(1) Nama bayi : Digunakan untuk membedakan antar bayi yang
satu dengan yang lain. (Marmi, 2012)
(2) Umur: Untuk menginterprestasi apakah data pemeriksaan
klinis bayi tersebut normal sesuai dengan umurnya.
(Matondang, 2013)
(3) Tanggal/jam lahir: Untuk mengetahui kapan bayi lahir.
(Kosim, 2004)
(4) Berat badan/panjang badan: Untuk mengetahui berat badan
bayi, mengidentifikasi dan mengantisipasi masalah yang
berhubungan dengan berat lebih rendah dan untuk mengukur
panjang badan bayi. Normal berat badan bayi adalah 2500-
4000 gram dan panjang badan bayi 48-52 cm. (Putra, 2012)
(5) Jenis kelamin: Untuk penilaian data pemeriksaan klinis,
misalnya nilai-nilai baku, insiden seks, penyakit-penyakit seks.
(Matondang, 2013)
(6) Nama ibu/ayah: Nama jelas dan lengkap, agar tidak keliru
dengan orang lain. (Matondang, 2013)
(7) Umur: Untuk menambah keakuratan data. (Matondang, 2013)
(8) Pekerjaan: Guna untuk mengetahui dan mengukur tingkat
social ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi
pasien tersebut. (Ambarwati, 2010)
(9) Agama dan suku bangsa: Untuk memantapkan identitas serta
untuk mengetahui perilaku seseorang tentang kesehatan dan
penyakit yang sering berhubungan dengan agama dan suku
bangsa. (Matondang, 2013)
(10) Pendidikan: Berperan dalam pendekatan selanjutnya sesuai
tingkat pengetahuannya. (Matondang,2013)
(11) Alamat: Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah
bila diperlukan. (Matondang, 2013)
b) Data Ibu
Data ibu yang meliputi :
Riwayat obstetri, frekuensi ANC, Imunisasi TT, Obat/jamu yang
dikonsumsi, kenaikan BB, riwayat penyakit penyerta, komplikasi
selama hamil, serta riwayat persalinan terakhir.
c) Keadaan BBL
2) Data Objektif
Pencatatan dilakukan dari hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan
khusus kebidanan, data penunjang. (Hidayat, 2008).
a) Pemeriksaan Khusus
Dilakukan dengan pemeriksaan apgar score pada menit
pertama, kelima, dan kesepuluh untuk mengetahui gejala sisa,
meliputi : Appearance (warna kulit), Pulse rate (frekuensi nadi),
Grimace (reaksi rangsang), Activity (tonus otot), Respiration
(pernafasan). (Kosim, 2005)
b) Pemeriksaan Umum
(1) Keadaan umum: Untuk mengetahui keadaan umum baik,
sedang, lemah dari pasien (Saifuddin, 2003).
(2) Kesadaran: Untuk mengetahui kesadaran bayi meliputi tingkat
kesadaran (sadar penuh yaitu memberikan respon yang cukup
terhadap stimulus yang diberikan, apatis yaitu acuh tak acuh
terhadap keadaan sekitarnya, gelisah yaitu tidak responsive
terhadap rangsangan ringan dan masih memberikan respon
terhadap rangsangan yang kuat, koma yaitu tidak dapat
bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan apapun) gerakan
yang ekstrem dan ketegangan otot. (Hidayat, 2009)
(3) Tanda-tanda Vital, meliputi :
(a) Nadi: Untuk mengetahui jumlah denyut nadi bayi dalam
satu menit, sehingga diketahui normal atau tidaknya nadi
bayi tersebut. Normalnya yaitu 120-160 kali/menit.
(Putra, 2012)
(b) Pernafasan BBL normal 30-60 kali/menit, tanpa retraksi
dada dan tanpa suara merintih pada fase ekspirasi.
(Sudarti, 2013)
(c) Suhu: Untuk mengetahui bayi hipotermi atau tidak. Suhu
bayi normalnya adalah 36,5-37,7⁰C. (Sudarti, 2013)
c) Pemeriksaan Fisik
(1) Kepala: Periksa sutura, molase, caput succedaneum, cephal
hematoma, hidrosefalus, ubun-ubun kecil. (Sudarti, 2013)
(2) Keluar nanah, bengkak pada kelopak mata, perdarahan
subkonjungtiva dan kesimetrisan. (Sudarti, 2013)
(3) Hidung: Periksa kebersihannya. (Sudarti, 2013)
(4) Telinga: Untuk memeriksa posisi telinga, apakah bayi
terkejut/menangis dalam reaksi terhadap bunyi yang keras.
(Varney, 2007)
(5) Mulut: Adakah kemungkinan adanya kelainan kongenital
labio-palatoskisis, trush, sianosis, mukosa kering/basah.
(Sudarti, 2013).
(6) Leher: Adakah pembesaran kelenjar tiroid, adakah keretakan
pada clavikula (normal, rata atau tanpa gumpalan di sepanjang
tulang simetris). (Varney,2007)
(7) Dada: Periksa bentuk dada, putting susu, bunyi jantung, dan
pernafasan. (Sudarti, 2013)
(8) Abdomen: Penonjolan sekitar tali pusat saat menangis, bentuk,
perdarahan tali pusat, dinding perut, adanya benjolan,
gastroskisis, omfalokel. (Sudarti, 2013)
(9) Kulit: Memeriksa adanya laserasi, tanda lahir, ruam,
mongolian, memar, dan setiap trauma kelahiran. (Chapman,
2006)
(10) Genetalia
Kelamin laki-laki : testis berada dalam penis berlubang dan
ada di ujung penis. Kelamin perempuan : vagina, uretra
berlubang, labia mayora, dan labia minora. (Sudarti, 2013)
(11) Ekstermitas: Adakah kelainan seperti polidaktili atau
sinidaktili, adakah tulang yang retak misalnya clavikula.
(Varney, 2007)
(12) Tulang Punggung Adakah kerusakan yang terlihat misalnya
masa, lekuk atau tonjolan. (Varney, 2007)
(13) Anus: Berlubang atau tidak, fungsi spingter ani. (Sudarti,
2013)
d) Pemeriksaan Reflek
(1) Reflek morro: Tangan pemeriksa menyangga pada punggung
dengan posisi 45 derajat, dalam keadaan rileks kepala
dijatuhkan 10 derajat, normalnya akan terjadi abduksi sendi
bahu dan ekstensi lengan. (Dewi, 2012)
(2) Reflek rooting Yaitu mencari putting susu dengan rangsangan
taktil pada pipi dan daerah mulut. (Dewi, 2012)
(3) Reflek walking Yaitu bayi akan menunjukkan respon berupa
gerakan berjalan dan kaki akan bergantian dari fleksi ke
ekstensi. (Dewi, 2012)
(4) Reflek grasping: Bayi akan menggenggam dengan kuat saat
pemeriksa meletakkan jari telunjuk pada palmar yang ditekan
dengan kuat. (Dewi, 2012)
(5) Reflek sucking: Reflek menghisap dan menelan yaitu dilihat
pada waktu bayi menyusu. (Dewi, 2012)
(6) Reflek tonic neck: Letakkan bayi dalam posisi terlentang, putar
kepala ke satu sisi dengan badan ditahan, ekstermitas
terekstensi pada sisi kepala yang diputar, tetapi ekstermitas
padda ssi lain fleksi. Pada keadaan normal, bayi akan berusaha
untuk mengembalikan kepala ketika diputar ke sisi pengujian
saraf asesori. (Dewi, 2012)
e) Pemeriksaan Antropometri
(1) Lingkar kepala: Pengukuran ini dilakukan dengan meletakkan
pita melingkar pada lingkar oksipito-frontal. Pengukuran yang
dicatat adalah rata-rata dari tiga kali pengukuran, normlanya
pada bayi 32-37 cm. (Chapman, 2006)
(2) Lingkar dada: Deteksi dini bayi berat lahir rendah, normalnya
adalah 30-38 cm. (Putra, 2012)
(3) Berat badan: Menimbang berat badan tujuannya untuk
mengetahui pertumbuhan bayi sehingga diketahui normal atau
tidaknya pertumbuhannya. Berat badan normal bayi adalah
2500-4000 gram. (Putra, 2012)
(4) Panjang badan: Bervariasi antara 48-52 cm. (Dewi, 2012)

f) Pola Eliminasi
Bayi baru lahir normal biasanya BAK lebih dari 6 kali per hari.
Dicurigai diare apabila frekuensi meningkat, tinja hijau atau
mengandung lender atau darah. (Sudarti, 2013)
g) Data Penunjang
Data yang diperoleh dari pemeriksaan laboratorium (Sulistyawati,
2009)
b. Langkah II : Interpretasi Data
Pada langkah ini melakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosis, masalah, dan kebutuhan bayi berdasarkan data-data yang telah
dikumpulkan. (Sudarti, 2013)
1) Diagnose kebidanan
Menurut Hani dkk (2010), diagnose kebidanan adalah diagnose
yang tegakkan bidan dalam lingkup praktik kebidanan dan memenuhi
standart nomenklatur diagnosis kebidanan.
a) Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang menggambarkan
pendokumentasian hanya pengumpulan data klien melalui
anamnesis tanda gejala subjektif yang diperoleh dari bertanya dari
pasien dan atau keluarga. (Rukiyah dkk, 2009)
b) Data Objektif
Data objektif adalah data yang menggambarkan
pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien, yang dirumuskan
dalam data focus. (Rukiyah dkk, 2009)
2) Masalah
Adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang
ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis. (Hani
dkk, 2010)
3) Kebutuhan
Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan belum
teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah yang didapatkan dengan
melakukan analisis data. (Hani dkk, 2010)
c. Langkah III : Diagnosa Potensial
Pada langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnose potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah yang sudah diidentifikasi. Langkah ini
membutuhkan antisipasi memungkinkan dilakukan pencegahan dan
kolaborasi dengan dokter dapat dilakukan, menunggu sambil menunggu
pasien, bidan bersiap-siap bila masalah potensial ini benar-benar terjadi
(Varney, 2007).
d. Langkah IV : Antisipasi
Pada langkah ini perlunya tindakan segera bidan atau dokter dan atau
ada hal yang perlu dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota
tim kesehatan yang lain sesuai kondisi bayi. (Sudarti, 2013)
e. Langkah V : Perencanaan
Langkah-langkah ini ditemukan oleh langkah-langkah sebelumnya
yang merupakan lanjutan dari masalah atau diagnose yang telah
teridentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak
hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari setiap
masalah yang berkaitan, tetapi juga berkaitan dengan kerangka pedoman
antisipasi bagi pasien tersebut yaitu apa yang akan terjadi berikutnya
(Ambarwati, 2010)
f. Langkah VI : Implementasi
Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan dilaksanakan secara efisien dan aman (Sulistyawati, 2009).
g. Langkah VII : Evaluasi
Merupakan tahap akhir dalam manajemen kebidanan, yakni dengan
melakukan evaluasi dari perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan
bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses yang dilakukan secara terus-
menerus untuk meningkatkan pelayanan secara komprehensif dan selalu
berubah sesuai dengan kondisi atau kebutuhan klien. (Hidayat, 2008)
C. Prioritas Masalah :
Dalam menentukan prioritas masalah kami lakukan dengan menggunakan
metode USG (Urgency, Seriousness, Growth). Metode USG merupakan salah
satu cara menetapkan urutan prioritas masalah dengan metode teknik scoring 1-
5 dan dengan mempertimbangkan tiga komponen dalam metode USG.
1. Urgency Seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan
waktu yang tersedia serta seberapa keras tekanan waktu tersebut untuk
memecahkan masalah yang menyebabkan isu tadi.
2. Seriousness Seberapa serius isu tersebut perlu dibahas dikaitkan dengan
akibat yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang
menimbulkan isu tersebut atau akibat yang menimbulkan masalah-masalah
lain kalau masalah penyebab isu tidak dipecahkan. Perlu dimengerti bahwa
dalam keadaan yang sama, suatu masalah yang dapat menimbulkan
masalah lain adalah lebih serius bila dibandingkan dengan suatu masalah
lain yang berdiri sendiri.
3. Growth Seberapa kemungkinan-kemungkinannya isu tersebut menjadi
berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab isu akan semakin
memburuk kalau dibiarkan.Dalam menentukan prioritas masalah dengan
metode USG ini, penulis lakukan bersama suami dalam diskusi penentuan
prioritas masalah di Puskesmas Gatak. Dimana, suami yang hadir
memberikan skornya terhadap tiap masalah yang ada

D. Teori EBM Tentang Effects On Themother And The Newborn


1. Memulai Pemberian ASI Dini dan Ekslusif
Berdasarkan evidence based yang up to date, upaya untuk peningkatan
sumber daya manusia antara lain dengan jalan memberikan ASI sedini
mungkin (IMD) yang dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan dan gizi
bayi baru lahir yang akhirnya bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian
Bayi (AKB).
Menurut Dwi Sunar Prasetyono (2009), Inisiasi menyusu dini (IMD)
adalah perilaku pencarian puting payudara ibu sesaat setelah bayi lahir.
Pemberian ASI dimulai segera setelah bayi lahir, maksimal setengah jam
pertama setelah persalinan. Hal ini merupakan titik awal yang penting
apakah bayi nanti akan cukup mendapatkan ASI atau tidak. Ini didasari oleh
peran hormon pembuat ASI, antara lain hormon prolaktin, hormon prolaktin
dalam peredaran darah ibu akan menurun setelah satu jam persalinan yang
disebabkan oleh lepasnya plasenta.
Pada prinsipnya IMD merupakan kontak langsung antara kulit ibu dan
kulit bayi, bayi ditengkurapkan di dada atau di perut ibu selekas mungkin
setelah seluruh badan dikeringkan (bukan dimandikan), kecuali pada telapak
tangannya. Kedua telapak tangan bayi dibiarkan tetap terkena air ketuban
karena bau dan rasa cairan ketuban ini sama dengan bau yang dikeluarkan
payudara ibu, dengan demikian ini menuntun bayi untuk menemukan puting.
Lemak (verniks) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan tetap
menempel. Kontak antar kulit ini bisa dilakukan sekitar satu jam sampai bayi
selesai menyusu. Selain mendekatkan ikatan kasih sayang (bonding) antara
ibu dan bayi pada jam-jam pertama kehidupannya, IMD juga berfungsi
menstimulasi hormon oksitosin yang dapat membuat rahim ibu berkontraksi
dalam proses pengecilan rahim kembali ke ukuran semula. Proses ini juga
membantu pengeluaran plasenta, mengurangi perdarahan, merangsang
hormon lain yang dapat meningkatkan ambang nyeri, membuat perasaan
lebih rileks, bahagia, serta lebih mencintai bayi.
Menurut Roesli U (2008), tatalaksana inisiasi menyusu dini:
a. Inisiasi dini sangat membutuhkan kesabaran dari sang ibu, dan rasa
percaya diri yang tinggi dan membutuhkan dukungan yang kuat dari
sang suami dan keluarga, jadi akan membantu ibu apabila saat inisiasi
menyusu dini suami atau keluarga mendampinginya.
b. Obat-obatan kimiawi, seperti pijat, aroma therapi, bergerak,
hypnobirthing dan lain sebagainya coba untuk dihindari.
c. Ibulah yang menentukan posisi melahirkan, karena dia yang akan
menjalaninya.
d. Setelah bayi dilahirkan, secepat mungkin keringkan bayi tanpa
menghilangkan vernix yang menyamankan kulit bayi.
e. Tengkurapkan bayi di dada ibu atau perut ibu dengan skin to skin
contact, selimuti keduanya dan andai memungkinkan dan dianggap
perlu beri si bayi topi.
f. Biarkan bayi mencari puting ibu sendiri. Ibu dapat merangsang bayi
dengan sentuhan lembut dengan tidak memaksakan bayi ke puting
ibunya.
g. Dukung dan bantu ibu untuk mengenali tanda-tanda atau perilaku bayi
sebelum menyusu (pre-feeding) yang dapat berlangsung beberapa menit
atau satu jam bahkan lebih, diantaranya:
1) Istirahat sebentar dalam keadaan siaga, menyesuaikan dengan
lingkungan.
2) Memasukan tangan ke mulut, gerakan mengisap, atau mengelurkan
suara.
3) Bergerak ke arah payudara.
4) Daerah areola biasanya yang menjadi sasaran.
5) Menyentuh puting susu dengan tangannya.
6) Menemukan puting susu, reflek mencari puting (rooting) melekat
dengan mulut terbuka lebar.
7) Biarkan bayi dalam posisi skin to skin contact sampai proses
menyusu pertama selesai.
h. Bagi ibu-ibu yang melahirkan dengan tindakan seperti operasi, berikan
kesempatan skin to skin contact
i. Bayi baru dipisahkan dari ibu untuk ditimbang dan diukur setelah
menyusu awal. Tunda prosedur yang invasif seperti suntikan vit K dan
menetes mata bayi.
j. Dengan rawat gabung, ibu akan mudah merespon bayi. Andaikan bayi
dipisahkan dari ibunya, yang terjadi kemudian ibu tidak bisa merespon
bayinya dengan cepat sehingga mempunyai potensi untuk diberikan
susu formula, jadi akan lebih membantu apabila bayi tetapi bersama
ibunya selama 24 jam dan selalu hindari makanan atau minuman pre-
laktal.
k. Setelah pemberian Inisiasi Menyusu Dini (IMD), selanjutnya bayi
diberikan ASI secara eksklusif. Yang dimaksud dengan pemberian ASI
secara eksklusif di sini adalah pemberian ASI tanpa makanan dan
minuman tambahan lain pada bayi berumur 0 - 6 bulan. Setelah bayi
berumur 6 bulan, baru ia mulai diperkenalkan dengan makanan padat,
sedangkan ASI dapat terus diberikan sampai bayi berusia 2 tahun atau
lebih. ASI eksklusif sangat penting untuk peningkatan SDM di masa
yang akan datang, terutama dari segi kecukupan gizi sejak dini.
Memberikan ASI secara eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan akan
menjamin tercapainya pengembangan potensial kecerdasan anak secara
optimal. Hal ini karena ASI merupakan nutrien yang ideal dengan
komposisi yang tepat serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi.
1. Regulasi Suhu Bayi Baru Lahir dengan Kontak Kulit ke Kulit
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan
mengalami stress dengan adanya perubahan lingkungan dari dalam rahim ibu
ke lingkungan luar yang suhunya lebih tinggi. Suhu dingin ini menyebabkan
air ketuban menguap lewat kulit pada lingkungan yang dingin, pembentukan
suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi
untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya. Kontak kulit bayi dengan ibu
dengan perawatan metode kangguru dapat mepertahankan suhu bayi dan
mencegah bayi kedinginan/ hipotermi. Keuntungan cara perawatan bayi
dengan metode ini selain bisa memberikan kehangatan, bayi juga akan lebih
sering menetek, banyak tidur, tidak rewel dan kenaikan berat badan bayi
lebih cepat. Ibu pun akan merasa lebih dekat dengan bayi, bahkan ibu bisa
tetap beraktivitas sambil menggendong bayinya. (Rochmah, 2012).
Cara melakukannya:
a. Gunakan tutup kepala karena 25% panas hilang pada bayi baru lahir
adalah melalui kepala.
b. Dekap bayi diantara payudara ibu dengan posisi bayi telungkup dan
posisi kaki seperti kodok serta kepala menoleh ke satu sisi.
c. Metode kangguru bisa dilakukan dalam posisi ibu tidur dan istirahat
d. Metode ini dapat dilakukan pada ibu, bapak atau anggota keluarga
yang dewasa lainnya.
Kontak kulit ke kulit sangat berguna untuk memberi bayi kesempatan
dalam menemukan puting ibunya, sebelum memulai proses menyusui untuk
pertama kalinya. Inilah kunci dari inisiasi menyusui dini yang akan sangat
berpengaruh dalam proses ASI Eksklusif selama 6 bulan setelahnya
(Sarwono, 2010).
2. Pemotongan Tali Pusat
Berdasarkan evidence based, pemotongan tali pusat lebih baik
ditunda karena sangat tidak menguntungkan baik bagi bayi maupun bagi
ibunya. Mengingat fenomena yang terjadi di Indonesia antara lain tingginya
angka morbiditas ataupun mortalitas pada bayi salah satunya yang
disebabkan karena Asfiksia Hyperbillirubinemia/ icterik neonatorum, selain
itu juga meningkatnya dengan tajam kejadian autis pada anak-anak di
Indonesia tahun ke tahun tanpa tahu pemicu penyebabnya. Ternyata salah
satu asumsi sementara atas kasus fenomena di atas adalah karena adanya
ICC (Imediettly Cord Clamping) di langkah APN yaitu pemotongan tali
pusat segera setelah bayi lahir. Benar atau tidaknya asumsi tersebut,
beberapa hasil penelitian dari jurnal-jurnal internasional di bawah ini
mungkin bisa menjawab pertanyaan di atas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kinmond, S. et al.
(2013) menunjukkan bahwa pada bayi prematur, ketika pemotongan tali
pusat ditunda paling sedikit 30 menit atau lebih, maka bayi akan:
a. Menunjukkan penurunan kebutuhan untuk tranfusi darah
b. Terbukti sedikit mengalami gangguan pernapasan
c. Hasil tes menunjukkan tingginya level oksigen
d. Menunjukkan indikasi bahwa bayi tersebut lebih viable dibandingkan
dengan bayi yang dipotong tali pusatnya segera setelah lahir
e. Mengurangi resiko perdarahan pada kala III persalinan
f. Menunjukkan jumlah hematokrit dan hemoglobin dalam darah yang
lebih baik.
Dalam jurnal ilmiah yang dilakukan oleh George Marcom Morley
(2007) dikatakan bahwa seluruh proses biasanya terjadi dalam beberapa
menit setelah kelahiran, dan pada saat bayi mulai menangis dan kulitnya
berwarna merah muda, menandakan prosesnya sudah komplit. Menjepit dan
memotong tali pusat pada saat proses sedang berlangsung, dari sirkulasi
oksigen janin menjadi sistem sirkulasi bayi sangat menggangu sistem
pendukung kehidupan ini dan bisa menyebabkan penyakit serius. Dalam
penelitian ini dikatakan bahwa saat talipusat dilakukan pengekleman, pulse
rate dan cardiac out put berkurang 50% karena 50% dari vena yang kembali
ke jantung telah dimatikan (clamped off). Banyak sekali akibat yang tidak
menguntungkan pada pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir dan
dalam penelitian ini dikatakan resiko untuk terjadinya brain injury, cerebral
palsy, asfiksia, autis, kejadian bayi kuning bahkan anemia pada bayi
sangatlah banyak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Eillen K. Hutton (2007)
bahwa dengan penundaan pemotongan tali pusat dapat:
a. Peningkatan kadar hematokrit dalam darah
b. Peningkatan kadar hemoglobin dalam darah
c. Penurunan angka Anemia pada bayi
d. Penurunan resiko jaudice/ bayi kuning
Mencermati dari hasil-hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan
bahwa pemotongan tali pusat segera setelah bayi lahir sangat tidak
menguntungkan baik bagi bayi maupun bagi ibunya. Namun dalam praktek
APN dikatakan bahwa pemotongan tali pusat dilakukan segera setelah bayi
lahir. Dari situ kita bisa lihat betapa besarnya resiko kerugian, kesakitan
maupun kematian yang dapat terjadi (Sodikin, 2009).
3. Perawatan Tali Pusat
Saat bayi dilahirkan, tali pusat (umbilikal) yang menghubungkannya
dan plasenta ibunya akan dipotong meski tidak semuanya. Tali pusat yang
melekat di perut bayi, akan disisakan beberapa senti. Sisanya ini akan
dibiarkan hingga pelan-pelan menyusut dan mengering, lalu terlepas dengan
sendirinya. Agar tidak menimbulkan infeksi, sisa potongan tadi harus
dirawat dengan benar (Sodikin, 2009).
Menurut WHO (2009), cara merawatnya adalah sebagai berikut:
a. Saat memandikan bayi, usahakan tidak menarik tali pusat.
Membersihkan tali pusat saat bayi tidak berada di dalam bak air.
Hindari waktu yang lama bayi di air karena bisa menyebabkan
hipotermi.
b. Setelah mandi, utamakan mengerjakan perawatan tali pusat terlebih
dahulu.
c. Perawatan sehari-hari cukup dibungkus dengan kasa steril kering tanpa
diolesi dengan alkohol. Jangan pakai betadine karena yodium yang
terkandung di dalamnya dapat masuk ke dalam peredaran darah bayi
dan menyebabkan gangguan pertumbuhan kelenjar gondok.
d. Jangan mengolesi tali pusat dengan ramuan atau menaburi bedak
karena dapat menjadi media yang baik bagi tumbuhnya kuman.
e. Tetaplah rawat tali pusat dengan menutupnya menggunakan kasa steril
hingga tali pusat lepas secara sempurna.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK BAYI BARU LAHIR


PADA BAYI NY. D SEGERA SETELAH LAHIR
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MATESIH

Tanggal, Jam : 26 Agustus 2022, jam 19.28 WIB

A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas/Biodata
Bayi
a. Nama : By. Ny. D
b. Tanggal/ Jam Lahir: 26 Agustus 2022 , 09.28 WIB
c. Jenis Kelamin : Laki-laki
Orang Tua
Ibu Ayah
a. Nama : Ny. D Tn. H
b. Umur : 26 tahun 31 tahun
c. Agama : Islam Islam
d. Pekerjaan : IRT Wiraswasta
e. Alamat : Koripan 11/5, Matesih

2. Riwayat Kehamilan Ibu


a. Riwayat Obstetri : G1P0A0 Usia Kehamilan : 38+5 minggu
b. Frekuensi ANC : 8 x di bidan dan Puskesmas
c. Imunisasi TT : lengkap
d. Obat-obatan/Jamu yang diminum : hanya multivitamin dari bidan
e. Kenaikan BB : ± 12 kg
f. Riwayat Penyakit Penyerta : tidak ada
3. Komplikasi selama hamil : tidak adaRiwayat Persalinan
a. Jenis persalinan : spontan
b. Penolong : bidan
c. Lama Persalinan
Kala I : 6 jam Kala II : 15 menit
Kala III : 10 menit Kala IV : 2 jam
d. Air ketuban : jernih
e. Komplikasi/penyulit : tidak ada

B. DATA OBJEKTIF
Bayi lahir spontan, tidak ada meconium, segera menangis, warna kulit
kemerahan, dan tonus otot baik.

C. ANALISIS
Bayi Ny. D segera setelah lahir fisiologis

D. PENATALAKSANAAN
1. Mengklem tali pusat dan memotong tali pusat
Rasionalisasi :
Jika tali pusat tidak diklem terlebih dahulu dalam beberapa saat setelah lahir,
darah dalam plasenta akan mengalir ke bayi untuk meningkatkan volume
darah pada bayi yang dapat membantu mengalirkan darah ke organ penting
bayi termasuk paru-paru.
Hasil :
Tali pusat bayi telah dijepit dan dipotong
2. Melakukan penilaian sepintas pada bayi
Rasionalisasi :
Untuk menilai apakah ada kelainan pada bayi
Hasil :
Kulit bayi kemerahan, menangis spontan, gerak aktif
3. Mengeringkan bayi dengan kain bersih dan kering
Rasionalisasi :
Mencegah terjadinya hipotermi pada bayi baru lahir
Hasil :
Bayi sudah dikeringkan
4. Meletakkan bayi diatas perut ibu untuk dilakukan IMD
Rasionalisasi :
Inisiasi menyusui dini adalah langkah penting untuk memudahkan bayi
dalam memulai proses menyusui dimana banyak sekali manfaat yang bisa
didapatkan oleh ibu maupun bayi.
Evaluasi :
Bayi sudah diletakkan diatas perut ibu
5. Menjaga kehangatan bayi dengan memakaikan topi bayi dan menyelimuti
bayi dengan kain bersih
Rasionalisasi :
Setelah dilakukan semua perawatan bayi segera setelah lahir melaukan
menjaga kehangatan bayi seperti memakaikan selimut dan topi untuk
mencegah terjadinya hipotermi.
Hasil :
Bayi sudah diberi topi bayi dan diselimuti.

CATATAN PERKEMBANGAN I

Tanggal : 26 Agustus 2022


Jam : 21.40 WIB
Tempat : Ruang Bersalin Puskesmas Matesih
A. DATA SUBJEKTIF
1. Ibu mengatakan bayinya menangis kuat
2. Ibu mengatakan bayinya sudah BAK, belum BAB

B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum : Baik
b. Tanda-Tanda Vital
Suhu : 37°C
N : 137 kali/menit
RR : 48 kali/menit
c. Antopometri
Berat Badan : 2980 gram
Panjang Badan : 48 cm
Lingkar Kepala : 34 cm
Lingkar Dada : 32 cm
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Bentuk simetris, rambut bersih, warna rambut hitam, sutura sagitalis
datar, tidak ada molase, tidak ada caput succedaneum ataupun cephal
hematoma.
b. Mata
Simetris, konjungtiva merah muda, sklera tidak ikterik, kelopak mata
tidak cekung.
c. Hidung
Simetris, terdapat lubang hidung dan tidak terdapat secret, tidak ada
pernafasan cuping hidung.
d. Mulut
Simetris, tidak ada labioskisis dan tidak ada labiopalatoskisis
e. Telinga
Simetris, terdapat dua daun telinga, tidak terdapat kelainan
f. Leher
Tidak terdapat pembengkakan maupun pembesaran pada kelenjar
getah bening, parotis, tiroid maupun vena jugularis
g. Dada
Bentuk simetris, putting susu simetris, tidak ada tarikan dinding dada,
bunyi jantung regular, suara nafas bersih.
h. Abdomen
Bentuk bulat, tidak ada benjolan abnormal, tali pusat bersih, tidak ada
perdarahan pada tali pusat.
i. Ekstermitas Atas
Tangan berjumlah 2, simetris, tonus otot baik, jumlah jari lengkap,
j. Ekstermitas Bawah
Kaki berjumlah 2, simetris, tonus otot baik, jumlah jari lengkap.
k. Genetalia
1) Uretra : Berlubang
2) Labia : Terdapat labia minor dan mayor
3) Kelainan (keluhan) :Tidak ada
4) BAK : Sudah BAK
l. Anus : Anus tampak berlubang
Mekonium : Mekonium sudah keluar
m. Punggung
Tidak terdapat spina bifida, tidak ada kelainan pada tulang belakang
n. Kulit
Terdapat verniks caseosa, tidak terdapat tanda lahir dan warna kulit
kemerahan
3. Reflek
a. Moro : Baik, bayi bila diangkat memperlihatkan gerakan
seperti memeluk
b. Rooting : Baik, bayi mencari benda yang ditempelkan di
pipinya
c. Sucking : Baik, bayi menghisap dengan kuat
d. Tonick neck : Ada, bayi dapat menggerakkan kepalanya

e. Graphs : Baik, saat tangan bayi diberi telunjuk maka tangan


bayi akan menggenggam.
4. Pemeriksaan Penunjang : tidak ada

C. ANALISIS DATA
Bayi. Ny. T usia 2 jam dengan Bayi Baru Lahir fisiologis

D. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu ibu/orang tua bahwa hasil pemeriksaan pada bayi. Berat
badan bayi 2900 gr, PB : 48 cm, LK : 34 cm, LD : 32 cm, tidak ada cacat
maupun kelainan.
Rasionalisasi :
Dengan mengetahui kondisi bayinya dalam keadaan baik akan membuat
psikologis ibu tenang dan tidak mengkhawatirkan bayinya
Hasil :
Ibu merasa senang dan bahagia mengetahui kondisi bayi laki-lakinya dalam
keadaan baik
2. Memberikan Vitamin K1 dengan dosis 1 mg sebanyak 0,5 ml secara IM di
paha kiri
Rasionalisasi :
Vitamin K1 merupakan bahan pembentuk faktor pembekuan darah. Karena
itu, vitamin K1 sangat berperan penting dalam proses pembekuanan darah.
Kekurangan vitamin K1 dapat memperpanjang proses pembekuan darah
pada kulit, selaput lendir dan organ lain dalam tubuh. Fungsi vitamin K1
pada bayi baru lahir adalah mencegah terjadinya perdarahan pada otak,
selain itu merupakan bahan pembentuk faktor pembekuan darah pada kulit,
selaput lendir, dan organ lain dalam tubuh bayi (Utami, 2008)
Semua bayi baru lahir harus diberikan vitamin K1 injeksi 1 mg (dosis
tunggal) intramuskuler dipaha kiri sesegera mungkin untuk mencegah
perdarahan pada bayi baru lahir (perdarahan intracranial) akibat defisiensi
vitamin K1 yang dialami oleh sebagian bayi baru lahir (Ikatan Bidan
Indonesia, 2007)
Hasil :
Bayi Ny. D telah diberikan injeksi vitamin K1 1 mg sebanyak 0,5 ml di
paha kiri.
3. Memberikan salep mata untuk mencegah infeksi
Rasionalisasi : Pemberian salep atau tetes mata diberikan untuk
pencegahan infeksi mata. Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika
profilaksis (tetrasiklin 1%, oxytetrasiklin 1% atau antibiotika lain).
Pemberian salep atau tetes mata harus tepat 1 jam setelah kelahiran. Upaya
pencegahan infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari 1 jam
setelah kelahiran (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Hasil :
Bayi Ny. D telah diberikan salep mata pada mata kanan dan kiri.
4. Membungkus tali pusat menggunakan kassa steril
Rasionalisasi :
Perawatan tali pusat pada prinsipnya adalah menjaga kondisi tali pusat
tetap kering, tidak lembab dan bersih. Untuk menjaga kondisi tersebut
dianjurkan untuk tidak memberikan bahan atau ramuan apapun pada tali
pusat, cukup dengan membersihkan dan membalut dengan kassa steril
(Marjono, 2007).
Hasil :
Tali pusat By.Ny. Dtelah dibungkus menggunakan kassa steril
5. Menjaga kehangatan bayi dengan memakaikan pakaian bayi dan
membedong bayi.
Rasionalisasi :
Pada waktu bayi lahir, bayi belum mampu mengatur tetap suhu badannya
dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap hangat.
Hasil :
Bayi telah dipertahankan suhunya agar tetap dalam keadaan normal.
6. Menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dengan
pemberian ASI (Kolostrum)
Rasionalisasi :
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar
payudara, mengandung tissue debris dan residual material yang terdapat
dalam alveoli dan duktus dari kelenjar payudara sebelum dan setelah masa
puerperium, disekresi oleh kelenjar payudara dari hari pertama sampai hari
ketiga atau keempat (Soetjiningsih, 2012)
Kolostrum sangat penting bagi pertahanan tubuh bayi karena
kolostrum merupakan imunisasi pertama bagi bayi. Manfaat kolostrum
antara lain :
a. Membantu mengeluarkan mekonium dari usus bayi karena kolostrum
merupakan pencahar (pembersih usus bayi) yang membersihkan
mekonium sehingga mukosa usus bayi yang baru lahir segera bersih
dan siap menerima ASI.
b. Melindungi bayi dari diare karena kolostrum mengandung zat
kekebalan tubuh 10-17 kali lebih banyak dibandingkan susu matang.
c. Melawan zat asing yang masuk ke tubuh bayi
d. Melawan infeksi penyakit oleh zat-zat kekebalan tubuh
e. Menghalangi saluran pencernaan menghidrolisis (menguraikan)
protein
f. Mengeluarkan kelebihan bilirubin sehingga bayi tidak mengalami
jaundice (kuning) dimana kolostrum mempunyai efek laktasif
(Pencahar).
g. Berperan dalam gerak peristaltik usus (gerakan mendorong makanan)
h. Menjaga keseimbangan cairan sel
i. Merangsang produksi susu matang (mature)
j. Mencegah perkembangan kuman-kuman patogen
(Nazara, 2011:4)
Hasil :
Bayi Ny. D sudah di berikan ASI untuk dipenuhi kebutuhan nutrisinya
dengan memberikan ASI (Kolostrum).
7. Melakukan rawat gabung pada bayi dengan cara membiarkan bayi berada
disamping ibu
Rasionalisasi :
Tujuan rawat gabung adalah agar Ibu dapat menyusui bayinya sedini
mungkin kapan saja dibutuhkan, ibu dapat melihat dan memahami cara
perawatan bayi yang benar seperti yang dilakukan oleh petugas, ibu
mempunyai pengalaman dalam merawat bayinya sendiri selagi ibu masih
di pelayanan kesehatan dan ibu memperoleh bekal keterampilan merawat
bayi serta menjalankannya setelah pulang. Rawat gabung juga
memungkinkan suami dan keluarga dapat terlibat secara aktif untuk
mendukung dan membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya
secara baik dan benar, selain itu ibu mendapatkan kehangatan emosional
karena ibu dapat selalu kontak dengan buah hati yang sangat dicintainya,
demikian pula sebaliknya bayi dengan ibunya
Hasil : Bayi Ny. D telah berada di samping ibunya
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan uraian asuhan bayi yang telah dilakukan pada bayi Ny. D dari
pengkajian data subjektif dan objektif didapatkan diagnosis bayi baru lahir Ny. D
normal dan tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus. Penatalaksanaan
asuhan sudah sesuai dengan standar asuhan kebidanan pada bayi baru lahir yaitu
melakukan penilaian awal bayi baru lahir, memotong tali pusat, melakukan inisiasi
menyusu dini (IMD), menjaga kehangatan bayi,
Terkait asuhan yang dilakukan pada bayi Ny. H, penulis tertarik untuk membahas
dua topik asuhan yang diberikan pada klien yakni bounding attachment momen yang
baik untuk ibu dan bayi pada saat pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan
perawatan tali pusat.
Dari kedua topik yang telah ditentukan, penulis melakukan analisis urgensi
masalah dengan menggunakan metode USG yakni:
1. Urgency (dilihat dari ketersediaan waktu, mendesak atau tidaknya masalah
tersebut diselesaikan).
2. Seriousness (tingkat keseriusan masalah).
3. Growth (tingkat perkembangan masalah).
Berdasarkan penilaian dengan menggunakan skala likert yakni poin 1 (sangat
kecil), 2 (kecil), 3 (sedang), 4 (besar), dan 5 (sangat besar) ditemukan hasil
penilaian sebagai berikut.
U S G
Masalah Total
(Urgency) (Seriousness) (Growth)
Pelaksanaan IMD 5 4 5 14
Perawatan tali pusat 4 4 4 12
Analisis Penyebab Masalah
1. Pelaksanaan IMD
Inisiasi menyusu dini (Early initiation) adalah permulaan kegiatan
menyusu dalam satu jam pertama setelah bayi lahir. Inisiasi dini juga bisa
diartikan sebagai cara bayi menyusu satu jam pertama setelah lahir dengan
usaha sendiri dengan kata lain menyusu bukan disusui. Cara bayi melakukan
inisiasi menyusu dini ini dinamakan The Breast Crawl atau merangkak
mencari payudara (Roesli Utami, 2008).
Menurut Dwi Sunar Prasetyono (2009), Inisiasi menyusu dini (IMD)
adalah perilaku pencarian puting payudara ibu sesaat setelah bayi lahir.
Pemberian ASI dimulai segera setelah bayi lahir, maksimal setengah jam
pertama setelah persalinan. Hal ini merupakan titik awal yang penting apakah
bayi nanti akan cukup mendapatkan ASI atau tidak. Ini didasari oleh peran
hormon pembuat ASI, antara lain hormon prolaktin, hormon prolaktin dalam
peredaran darah ibu akan menurun setelah satu jam persalinan yang
disebabkan oleh lepasnya plasenta.
Pada prinsipnya IMD merupakan kontak langsung antara kulit ibu dan
kulit bayi, bayi ditengkurapkan di dada atau di perut ibu selekas mungkin
setelah seluruh badan dikeringkan (bukan dimandikan), kecuali pada telapak
tangannya. Kedua telapak tangan bayi dibiarkan tetap terkena air ketuban
karena bau dan rasa cairan ketuban ini sama dengan bau yang dikeluarkan
payudara ibu, dengan demikian ini menuntun bayi untuk menemukan puting.
Lemak (verniks) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan tetap
menempel. Kontak antar kulit ini bisa dilakukan sekitar satu jam sampai bayi
selesai menyusu. Selain mendekatkan ikatan kasih sayang (bonding) antara
ibu dan bayi pada jam-jam pertama kehidupannya, IMD juga berfungsi
menstimulasi hormon oksitosin yang dapat membuat rahim ibu berkontraksi
dalam proses pengecilan rahim kembali ke ukuran semula. Proses ini juga
membantu pengeluaran plasenta, mengurangi perdarahan, merangsang
hormon lain yang dapat meningkatkan ambang nyeri, membuat perasaan
lebih rileks, bahagia, serta lebih mencintai bayi.
Pada bayi Ny. D sudah dilakukan IMD. Namun, sarana dan prasarana
yang ada di klinik dan ibu sudah kelelahan sehingga IMD tidak dilakukan
selama 1 jam dan bayi belum mencapai puting susu. Pada segi urgency topik
ini mendapat poin 3 dikarenakan pelaksanaan IMD kurang maksimal. Pada
segi seriousness dan growth mendapat poin 5.
Menurut teori Green (2010), perilaku ditentukan atau terbentuk dari 3
faktor antara lain:
a. Faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap dan
kepercayaan
1) Pengetahuan : hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Seorang ibu akan
melakukan IMD jika mengetahui pentingnya IMD, keluarga atau
petugas kesehatan menyarankan IMD.
2) Sikap : merupakan penerapan perilaku dari hasil tahu yang
didapat ibu mengenai IMD
3) Kepercayaan : merupakan tradisi di masyarakat tentang IMD.
Sebagian masyarakat masih ada yang menganggap bahwa cairan
kuning yang keluar beberapa saat setelah ibu melahirkan tidak bagus
diberikan kepada bayi.
b. Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau
tidak tersedianya fasilitas atau sarana dapat berupa ruang untuk ibu IMD.
c. Faktor pendorong terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan,
keluarga. Peran petugas yang mendukung atau keluarga yang tidak
mendukung atau sebaliknya sangat memengaruhi sikap ibu terhadap
IMD. Jika dapat terkondisi peran petugas dan keluarga yang mendukung
IMD maka jelas ibu akan berperilaku IMD.
2. Perawatan Tali pusat
Perawatan tali pusat merupakan upaya untuk mencegah infeksi tali pusat
yang sesungguhnya merupakan tindakan sederhana, yang terpenting adalah
tali pusat dan daerah sekitar tali pusat selalu bersih dan kering, dan selalu
mencuci tangan dengan air bersih dan menggunakan sabun sebelum merawat
tali pusat. Pada bayi normal dipotong sampai denyut nadi tak teraba pada tali
pusat, sedangkan pada bayi resiko tinggi dipotong secepat mungkin, agar
dapat dilakukan resusitasi. Saat bayi dilahirkan, tali pusat (umbilikal) yang
menghubungkannya dan plasenta ibunya akan dipotong meski tidak
semuanya. Tali pusat yang melekat di perut bayi, akan disisakan beberapa
senti. Sisanya ini akan dibiarkan hingga pelan-pelan menyusut dan
mengering, lalu terlepas dengan sendirinya. Agar tidak menimbulkan infeksi,
sisa potongan tadi harus dirawat dengan benar. (Sodikin, 2009).
Pada bayi Ny. D sebenarnya tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada
tali pusat. Namun, ibu dan keluarga belum mengetahui cara melakukan
perawatan tali pusat yang benar. Pada segi urgency topik ini mendapat poin 4
dikarenakan dapat menimbulkan masalah jika ibu dan keluarga belum
mengetahui perawatan tali pusat yang benar pada saat di rumah. Hal ini tentu
mengkhawatirkan karena dapat mengakibatkan infeksi jika tali pusat tidak
dilakukan perawatan dengan benar. Pada segi seriousness dan growth
mendapat poin 3. Menurut analisis dan pengkajian masalah dengan metode
fishbone, ditemukan beberapa akar permasalahan diantaranya:
Menurut Bara (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
ibu terhadap perawatan tali pusat pada bayi baru lahir.
a. Faktor teknik perawatan tali pusat, antara lain masalah hygiene, tadisi
memberikan serbuk atau ramuan mempercepat keringnya tali pusat.
b. Faktor paritas yang berhubungan dengan pengalaman ibu dalam
melakukan perawatan tali pusat.
c. Faktor masih rendahnya pendidikan ibu sehingga pengetahuan ibu
tentang perawatan tali pusat minim
d. Faktor sumber informasi yang masih kurang tentang perawatan tali
pusat.
Menurut WHO (2009), cara merawatnya adalah sebagai berikut:
a. Saat memandikan bayi, usahakan tidak menarik tali pusat.
Membersihkan tali pusat saat bayi tidak berada di dalam bak air. Hindari
waktu yang lama bayi di air karena bisa menyebabkan hipotermi.
b. Setelah mandi, utamakan mengerjakan perawatan tali pusat terlebih
dahulu.
c. Perawatan sehari-hari cukup dibungkus dengan kasa steril kering tanpa
diolesi dengan alkohol. Jangan pakai betadine karena yodium yang
terkandung di dalamnya dapat masuk ke dalam peredaran darah bayi
dan menyebabkan gangguan pertumbuhan kelenjar gondok.
d. Jangan mengolesi tali pusat dengan ramuan atau menaburi bedak karena
dapat menjadi media yang baik bagi tumbuhnya kuman.
Tetaplah rawat tali pusat dengan menutupnya menggunakan kasa steril
hingga tali pusat lepas secara sempurna.

A. Alternatif Pemecahan Masalah


1. Pelaksanaan IMD
Dari penjelasan di atas, ditemukan salah satu akar permasalahan
ialahnya minimnya pengetahuan ibu tentang IMD dan ibu merasa kelelahan
dan sarana danprasarana yang ada di klinik sehingga IMD tidak dilakukan
secara maksimal. Edukasi mengenai manfaat IMD diharapkan mampu
memberikan motivasi dan menentukan sikap dan perilaku ibu terhadap IMD.
Edukasi terhadap keluarga juga diperlukan agar keluarga menyadari
manfaat IMD dan mendukung untuk dilakukannya IMD . Ibu dan keluarga
mengetahui bahwa IMD dapat meningkatkan produksi oksitosin. Hormon ini
berperan dalam kontraksi uterus dan pengeluaran ASI selama bayi
menghisap. Selain itu, IMD membentuk keterikatan emosional antara ibu
dan bayi (Gabriel M, 2009).
2. Perawatan Tali Pusat
Dari penjelasan di atas, ditemukan salah satu akar permasalahan
ialahnya minimnya sumber informasi yang dapat meningkatkan pengetahuan
ibu tentang perawatan tali pusat. Edukasi mengenai perawatan tali pusat
diharapkan mampu membantu ibu untuk melakukan perawatan tali pusat
dengan benar sehingga mencegah terjadinya infeksi tali pusat.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada bayi Ny. D segera setelah lahir, maka
dapat disimpulkan:
1. Data subjektif
Dalam kasus ini data subjektif dilaksanakan tanggal 26 Agustus 2022, mulai
dari jam 19.20 WIB. Data subjektif dilaksanakan dengan cara pengambilan
data melalui metode wawancara dan pemeriksaan pada Ny. D Pada saat
dilakukan wawancara pada Ny. D ibu lebih kooperatif dengan bidan.
2. Data Objektif
Dalam kasus ini pengkajian dilaksanakan tanggal 26 Agustus 2022. Data
objektif dilaksanakan dengan cara pengambilan data melalui pemeriksaan
secara langsung pada By.Ny. D didapat tidak ada kelainan ataupun kecatatan.
3. Analisis Data
Berdasarkan data subjektif dan objektif yang telah dilaksanakan diagnosa
dapat ditentukan yaitu Bayi Ny. Dsegera setelah lahir fisiologis
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asuhan kebidanan dibuat sesuai dengan diagnosa, masalah
dan kebutuhan segera dan di evaluasi hasilnya, evaluasi yang didapat adalah
ibu telah mengetahui dan bersedia melaksanakan anjuran dari bidan.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat mengerti mengenai penatalaksanan pada
bayi baru lahir dan mahsiswa mampu menganalisa keadaan pada bayi baru
lahir dan mengerti tindakan segera yang harus dilakukan.Bagi Lahan Praktek
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi lahan peraktek dalam
rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pelaksanan Asuhan
kebidanan pada bayi baru lahir sesuai standar pelayanan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat bermanfaat dan bisa dijadiakn sebagaii sumber
referensi, sumber bahan bacaan dan bahan pengajaran terutama yang
berkaitan dengan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
DAFTAR PUSTAKA

Alibekova, Rushan, et al. 2016. Effects of smoking on perinatal depression and


anxiety in mothers and fathers: A prospective cohort study. Taipe : Elsevier
Anderson. 2007. Management of the Umbilical Cord: Care Regimens, Colonization,
Infection, and Separation. Articleneonatology, Vol.5. US : Nurse Journal
Depkes RI. 2010. Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis
Perlindungan Anak. Jakarta : Depkes RI
Depkes RI. 2009. Buku kesehatan ibu dan anak. Jakarta: Depkes RI
Eveline. 2010. Panduan Pintar Merawat Bayi dan Balita. Jakarta: PT Wahyu Media.
Gustafsson, Ida., et al. 2017. Midwives’ lived experience of caring of new mothers
with initial berastfeeding difficulties : A phenomenological study. Sweden :
Elsevier
Hamilton. 2005. Dasar- DasarKeperawatan Maternitas..Jakarta: EGC
Hidayat, A. A. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep
Keperawatan Buku 1. Jakarta: Salemba Medika
Insani, Aldini Ayunda, et al. Berpikir Kritis Dasar Bidan Dalam Manajemen Asuhan
Kebidanan. Padang : UNAND
Janssen. 2007. To Dyeor Notto Dye: A Randomized, Clinical Trialofa Triple Dye
/Alcohol Regime Versus Dry Cord Care PEDIATRICS, Vol.111, No.1:15-20.
UK : Pediatric Journal
Lim, Robin. 2007. ASI Eksklusif Dong!. Bali : Yayasan Bumi Sehat
Lu, Hong, et al. 2011. Perceived Family Perceptions of Breastfeeding and Chinese
New Mothers’ breastfeeding behaviors. Beijing : Elsevier
Lubis, Namora Lumangga. 2011. Memahami Dasar-dasar Konseling dalam Teori
dan Praktek. Jakarta : Kencana
Moore, Elizabeth R and Anderson, Gene C. 2007. Randomized Controlled Trial of
Very Early Mother–Infant Skin-to-Skin Contact and Breastfeeding Status.
Florida : Journal of Midwifery and Women’s Healt
Muslihatun. 2009. Dokumentasi Kebidanan. Yogyakarta : Fitramaya
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012. Pemberian Air
Susu Ibu Eksklusif. Jakarta : Depkes
Permenkes RI. 2014. Pelayanan Neonatal Esensial. Jakarta : Menkes
Pitre, S. 2012. Effect of Massage on Physiological and Behaviorral Parameters
Among Low Birth Weight Bebies Volume 3, No.5.. US : International Journal of
Sciene and Research.
Prawirohardjo. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Rahmawati, M.D. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian Asi
Eksklusif Pada Ibu Menyusui Di Kelurahan Pedalangan Kecamatan
Banyumanik Kota Semarang. Solo : Kusuma Husada
Rejeki et al. 2017. Praktik Perawatan tali Pusat Oleh Ibu dengan kejadian Infeksi
Tali Pust Bayi Baru lahir Di Semarang. Semarang : URECOL
Roesli, U. 2008. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI EKsklusif. Jakarta : Pustaka Bunda
Serrano, Doren dan Wilson. 2010. Teaching Chilean Mothers to Massage Their Full-
Term Infants: Effects on Maternal Breast-Feeding and Infant Weight Gain at
Age 2 and 4 Months Vol. 24, No. 2. USA : Journal of Perinatal & Neonatal
Nursing.
Shafique. 2006. Alcohol Application Versus Natural Drying of Umbilical Cord
Volume 31 Number 2 . Pakistan : The Journal of the Pakistan Medical
Association Rawal pindi–Islamabad
Siti, S. 2013. Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perawatan Tali Pusat Di BPS
Finulia Sri Surjati Banjarsari Surakarta Tahun 2013. Solo : Stikes Kusuma
Husada
Smith, Emily R, et al. 2017. Delayed Breastfeeding Initiation Is Associated with
Infant Morbidity. Boston : The Journal Of Pediatrics
Tabuchi, Takahiro, et al. 2015. Maternal and paternal indoor or outdoor smoking
and the risk of asthma in their children: A nationwide prospective birth cohort
study. Tokyo : Elsevier
JURNAL REFLEKSI KRITIS
PEMBELAJARAN PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGIS HOLISTIK
BAYI BARU LAHIR FISIOLOGIS

A. Harapan akan Proses Pembelajaran Klinik


Kenapa saya mempelajari materi ini ? dengan memberikan asuhan persalinan secara
holistik dan dapat secara nyata menganalisa terhadap pemberian asuhan pada
persalinan normal, terutama dalam pelaksanaan pertolongan persalinan normal akan
lebih berkualitas dan nbersikap secara humoniora terhadap pasien terseut dan lebih
berkualitas.
Apa yang saya siapkan dalam mempelajari topik ini? dalam mempelajari perolongan
persalinan materi yang siapkan materi persalinan normal, BBL, evidance based
persalinan, pendokumetasian, penyakit komplikasi pesalina, KB.
Apa yang saya harapkan dalam mempelajari topik ini ?Dapat memberika pelayanan
asuhan kebidanan secara holistik dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan
pertolongan persalianan. dan pada perubahan yang leih baik sehingga dapat
mengambil keputusan terbaik saat akan memberikan pelayanan.
Apa yang perlu saya perhatikan dalam mempelajari topik ini ? Bagaimana
perencanaannya ? lebih dicermati dalam mempelajari asuhan kebidanan terhadap
persalinan dannmendapatkan ilmu baru ataupun dapat menemukan teknik yang lebih
baik dalam memberikan layanan persalinan. sehingga akan membantu menurunkan
AKI dan AKB. rencana tindak lanjut antara lain sebagai bidan harus mempperhatikan
minimal 5 aspek
1. Aspek pemecahan masalah yang diperlukan dakam menentukan pengambilan
keputusan klinik
2. Aspek sayang ibu dan bayi
3. Aspek pebcegahan infeksi
4. Aspek pencatatan
5. Aspek rujukan

B. Refleksi Kritis dari Materi yang Dipelajari

Sebutkan capaian pembelajaran yang tertera pada panduan:


The objectif of study this was to evaluate the protective effect of new device for
reducing perineal tears during vaginal childbirth.

Bagi saya, satu hal yang paling penting dalam capaian pembelajaran tersebut adalah:
dapat diterapka di tempat praktik persalinan terutama dalam pencegahan timbulnya
ruptur perinium yang sering terjadi pada primi gravidarum.

Saya mengidentifikasi sumber informasi menarik dalam topik pembelajaran ini


adalah: Efektivitas Masase Effleurage Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri
Persalinan Kala I Fase Aktif Di Puskesmas Kota Yogyakarta

Capaian pembelajaran yang paling saya butuhkan untuk terus saya kerjakan adalah :
Merubah dari suatu tindakan kebiasaan menjadi suatu tehnik menganalisa suatu
kajian yang akhirnya dapat membarikan suatu intervensi yang sesuai dan bermagna
terhadap hasil dan dampak terhadap masyarakat yang lebih baik

Selama pembelajaran klinik, masalah-masalah yang menghalangi proses


pembelajaran saya adalah:
Terjadi perbedaan lingkungan dan budaya sangat berpengaruh pada tindakan dalam
pelayanan.
Kebijakan yang berbeda dapat mempengaruhi hasil layanan kesehatan.

Masalah-masalah yang saya temui selama proses pembelajaran klinik pada topik ini
adalah, dan Saya berencana untuk membahasnya melalui:
Pertemuan atau penyampaian melalui paparan kasus di forum di tempat prktek
yang sudah di sepakati
Lembar Kerja EBM (Evidence Based Medicine)
RANDOMIZED CONTROLLED TRIAL OF EARLY SKIN-TO-SKIN
CONTACT: EFFECTS ON THE MOTHER AND THE NEWBORN

1. Apakah hasil penelitian valid?


Apakah pasien pada penelitian Ya. Dilakukan randomisasi. Hal ini
dirandomisasi? dijelaskan pada
a. abstrak halaman 1630.
A randomized control study was
performed with 137 patients in each
branch of the study.
b. Pada design halaman 1630
A randomized controlled study was
performed during 4 months in the
Madrid-Torrelodones Hospital
Apakah pengambilan sampel dilakukan Ya, pengambilan dilakukan selama 4
secara rinci? bulan dan terdapat kriteria inklusi dan
eksklusi. Hal ini dijelaskan dalam
design halaman 1630.
A randomized controlled study was
performed during 4 months in the
Madrid-Torrelodones Hospital. The
research protocol was fully approved
by the institutional ethics committee
and the investigation local area
committee. Patients were informed
prenatally and asked to sign a letter of
consent before their participation in the
project.
Participation criteria included healthy
mothers with single pregnancies and
documented prenatal care who were
admitted at term or nearly term (35–42
weeks gestation) to the hospital delivery
room.
Exclusion criteria included mothers
who showed signs offoetal distress
during labour, mothers who required
caesarean section, and those infants
that needed any type of resuscitation
such as positive pressure or intubation
procedures. Infants with meconial
amniotic fluid and without respiratory
effort were also excluded.
Apakah follow-up kepada pasien cukup Ya. follow up dilakukan selama ibu dan
panjang dan lengkap? bayi tinggal di rumah sakit. Dam
dilanjutkan follow up melalui telepon 1
bulan setelah keluar dari rumah sakit.
Hal ini dijelaskan dalam prosedur
halaman 1631.
The mother–infant dyads were followed
up during the infants’ stay in the
hospital. In addition, follow-up
telephone calls were made 1 month
after hospital discharge to monitor the
duration of breastfeeding. Exclusive
breastfeeding was considered when the
baby was only breastfed. Partial
breastfeeding was considered when the
baby received breastfeeding at least
once a day. Lack of information about
breastfeeding status at 1 month old was
considered if no answer was obtained
after three phone calls (5.8% SSC
group vs 13.1% CG).
Apakah pasien dianalisis di dalam grup Ya. pasien dianalisis menjadi 2 grup
di mana mereka dirandomisasi? yaitu grup SSC dan grup kontrol. Hal
ini dijelaskan dalam Procedure halaman
1631.
Paediatricians who assisted delivery
were randomized according to the first
letter of his ⁄ her surname into two
groups at the beginning of the study: an
SSC group (n = 6) and a control group
(CG) (n = 7). If a delivery was assisted
by a paediatrician of the SSC group,
he ⁄ she always performed skin-to-skin
care, and if a delivery wa assisted by a
paediatrician of the CG, he ⁄ she always
made resuscitation on the examination
table.
Apakah pasien, klinisi, dan peneliti Pasien tidak mengetahui apakah ia
blind terhadap terapi? termasuk kelompok kontrol atau SSC.
Hal ini dijelaskan dalam procedure
halaman 1631
Mothers were blinded to their
paediatrician group (SSC or CG
assignment).
Apakah grup pasien diperlakukan Ya, setiap grup diperlakukan sama
sama, selain dari terapi yang diberikan? selain dari intervensi yang diberikan.
Hal ini dijelaskan dalam procedure
halaman 1631.
In the SSC group, the umbilical cord
was clamped 10– 15 sec after birth and
all babies were immediately placed
over the mother’s abdomen. The infants
were carefully dried and only clothed in
a diaper and a cap, and held upright
between the mother’s breasts. Finally,
the baby and the mother were covered
with a warm blanket around the
infant’s back during SSC to ensure
maintenance of infant body
temperature. The identification process
was performed during SSC. After 2 h of
continuous SSC, the babies were
separated from the mother following
hospital routines, which included
weighing, anthropometric
measurements, eye and vitamin K
prophylaxis, and the administration of
hepatitis B vaccine. The babies were
then dressed and given back to their
parents.
In the CG, the umbilical cord was
clamped 10–15 sec after birth and all
babies were immediately placed on an
examination table with a heater above.
The infants were carefully dried and
only dressed with a diaper and a cap.
The identification process was
performed on the warming table.
Finally, babies were wrapped with a
warm blanket and then given back to
their parents at an average of 10 min of
life. After 2 h without SSC, routine
procedures were made as in the SSC
group.
Apakah karakteristik grup pasien sama Ya, karakteristik grup pasien sama pada
pada awal penelitian, selain dari terapi awal penelitian yaitu yang memenuhi
yang diberikan? kriteria inklusi. Hal ini dijelaskan dalam
design halaman 1630.
Participation criteria included healthy
mothers with single pregnancies and
documented prenatal care who were
admitted at term or nearly term (35–42
weeks gestation) to the hospital delivery
room. Exclusion criteria included
mothers who showed signs of foetal
distress during labour, mothers who
required caesarean section, and those
infants that needed any type of
resuscitation such as positive pressure
or intubation procedures. Infants with
meconial amniotic fluid and without
respiratory effort were also excluded.
2. Apakah hasil penelitian penting?
Seberapa penting hasil penelitian ini? Ya. penting. Penelitian ini
menunjukkan bahwa SSC membuat
regulasi termal lebih baik dan proporsi
ASI eksklusif yang lebih baik saat
keluar dari rumah sakit. Sesuai dengan
kesimpulan penelitian pada abstrak
halaman 1630.
This study shows that skin-to-skin care
implies better thermal regulation and
a better proportion of exclusive
breastfeeding at hospital discharge.
Seberapa tepat estimasi dari efek terapi?

Eksperimen Control
Terekspos 129 119
Tidak terekspos 8 18

Control event rate (CER) = 18/137 = 0,13 = 13 %


Experimental event rate (EER) = 8/137 = 0,06 = 6 %

Relative Risk Absolute Risk Number Needed


Reduction (RRR) Reduction (ARR) to Treat (NNT)
CER EER CER-EER/ CER CER-EER 1/ARR
13 6 7/13 = 0,54 7 1/7 = 14 %
95% CI
95% CI = +/- 1,96 √[0,13 x (1-0,13)/ 137 + 0,06 x (1-0,06)/137]
= +/- 1,96 √[0,13 x 0,87 / 137 + 0,06 x 0,94 /137]
= +/- 1,96 √[0,00082+0,00041] = +/- 1,96 √0,00123
= +/- 0,69
Artinya setiap setiap 69 pasien yang diberikan SSC akan tampak 1 insiden yang
menurunkan hipotermi. artinya kita perlu melakukan SSC terhadap 69 pasien agar
regulasi termal bayi lebih baik dan angka keberhasilan ASI eksklusif meningkat.
3. Apakah hasil penelitian yang valid dan penting tersebut applicable (dapat
diterapkan) dalam praktek sehari-hari?
Apakah hasilnya dapat diterapkan kepada pasien kita? Ya dapat diterapkan apabila
usia kehamilan ibu aterm, persalinan normal, dan bayi tidak memerlukan
resusitasi.

Apakah karakteristik pasien kita sangat Tidak.


berbeda dibandingkan pasien pada
penelitian sehingga hasilnya tidak dapat
diterapkan?
Apakah hasilnya mungkin dikerjakan di Ya. dapat diterapkan.
tempat kerja kita?
Skin-to-skin contact (SSC) is defined as holding the baby naked against the
mother’s or father’s skin near the chest. Some authors have performed different
studies demonstrating the benefits of SSC on the initiation and duration of
breastfeeding, body temperature control, analgesic effect during painful
procedures, physiological stabilization of the newborn or feeling of competence in
parents. It also decreased the incidence of postpartum depression in mothers of
preterm infants, but these data are only supported by a few published studies. SSC
increases oxytocin levels in the maternal blood. The importance of this hormone
for its role in uterine contraction and ejection of breast milk during infant suckling
is well known, in addition to the emotional process that takes place between the
mother and the infant during childbirth.
Metode I: f Risiko terhadap pasien kita, relatif
terhadap pasien pada penelitian

Diekspresikan dalam bentuk desimal:


0,5

NNT/f = 14/0,5 = 28
(NNT bagi pasien kita)
Metode II: 1/ (PEERxRRR) PEER (patient’s expected event rate)
adalah event rate dari pasien kita bila
mereka menerima kontrol pada
penelitian tersebut = 0,5

1/ (PEERxRRR) = 1/0,5 = 2

(NNT bagi pasien kita)


Apakah value dan preferensi pasien dipenuhi dengan terapi ini?
Apakah kita dan pasien kita mempunyai Ya. penilaian dilakukan dengan
penilaian yang jelas dan tepat akan melakukan follow up 1 bulan setelah
value dan preferensi pasien kita? perawatan dengan menggunakan
telepon.
Apakah value dan preferensi pasien kita Ya. terpenuhi.
dipenuhi dengan terapi yang akan kita
berikan?
f adalah faktor dorongan. f merupakan perkiraan berapa tinggi atau rendahnya risiko
kematian pasien kita dibandingkan pasien pada penelitian. Bila pasien kita
kemungkinan meninggalnya 2 kali lebih besar dibandingkan pasien pada penelitian,
maka besar f adalah 2. Bila pasien kita kemungkinan meninggalnya 2 kali lebih kecil
dibandingkan pasien pada penelitian, maka besar f adalah 0,5.

Referensi:
Gabriel M, et. All (2009). Randomized controlled trial of early skin-to-skin contact:
effects on the mother and the newborn. Journal Compilation Foundation Acta
Pædiatrica/Acta Pædiatrica (99), pp. 1630–1634

You might also like