You are on page 1of 9

BAB 1

PENDAHULUAN

Hutan Kalimantan termasuk kekayaan alam yang Indonesia miliki. Namun, kerusakan
yang timbul akibat, pembukaan hutan dan alih fungsi lahan membuat hutan ini hancur.
Kebakaran hutan adalah suatu peristiwa terbakarnya hutan secara alami maupun oleh
perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang menimbulkan
kerugian. Kebakaran hutan adalah kejadian berulang setiap tahun yang pada umumnya terjadi
pada musim kemarau, baik di dalam kawasan hutan yang menjadi kewenangan pemerintah
maupun pada lahan-lahan milik masyarakat, namun demikian kebakaran hutan adalah
tanggung jawab kita bersama.
Penyebab dari kebakaran ini meliputi faktor-faktor berikut, kecerobohan manusia,
cuaca panas yang ekstrim dan faktor-faktor lainnya (Kaur et al., 2014). Kebakaran hutan
apabila ditinjau dari aspek faktor yang menyebabkan terjadinya bencana, termasuk dalam
kategori bencana alam dan non alam. Faktor alam yang dapat mempengaruhi terjadinya
bencana kebakaran hutan diantaranya iklim atau cuaca, jenis tanah, penutup lahan,
penggunaan lahan, dan sebagainya sedangkan faktor non alam yang mempengaruhi
terjadinya bencana alam diantaranya aktifitas manusia, pembukaan atau pembersihan lahan,
dan sebagainya.

1.1. Deskripsi Permasalahan Lingkungan


Kerusakan hutan telah meningkatkan emisi karbon hampir 20 %. Ini sangat signifikan
karena karbon dioksida merupakan salah satu gas rumah kaca yang berimplikasi pada
kecenderungan pemanasan global. Salju dan penutupan es telah menurun, suhu lautan dalam
telah meningkat dan level permukaan lautan meningkat 100-200 mm selama abad yang
terakhir. Bila laju yang sekarang berlanjut, para pakar memprediksi bumi secara rata-rata 1°C
akan lebih panas menjelang tahun 2025. Peningkatan permukaan air laut dapat
menenggelamkan banyak wilayah. Kondisi cuaca yang ekstrim yang menyebabkan
kekeringan, banjir dan taufan, serta distribusi organisme penyebab penyakit diprediksinya
dapat terjadi.
Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi.
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan
ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan

1
produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu
kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan
udara.
1.2. Lingkungan Yang Terkait
Lingkungan memainkan peran penting dalam hidup sehat dan keberadaan kehidupan
di planet bumi. Bumi adalah rumah bagi berbagai spesies makhluk hidup dan kita semua
bergantung pada lingkungan untuk makanan, udara, air, dan kebutuhan lainnya. Oleh karena
itu, penting bagi setiap individu untuk menyelamatkan dan melindungi lingkungan kita.
Adapun beberapa masalah jika keseimbangan alam tergganggu, sebagai berikut :

1.2.1. Lingkungan Prenatal


Lingkungan prenatal ialah lingkungan manusia sebelum lahir ataupun lingkungan
embrio/janin yang ada di dalam kandungan ibu. Bencana kabut asap akibat kebakaran hutan
sudah sangat berbahaya bagi masyarakat, termasuk untuk ibu hamil. Dr. dr. Ali Sungkar
SpOG(K), dokter spesialis kandungan dan kebidanan, mengatakan, jika paru-paru ibu hamil
terganggu kabut asap, hal itu bisa berakibat infeksi dan adanya penumpukan gas. Sehingga
ibu rentan mengalami hipoksia. Hipoksia merupakan kondisi di mana jaringan tubuh tidak
memiliki kadar oksigen di bawah batas normal. Jika si ibu mengalami hipoksia maka bayi
akan terdampak aliran darahnya tidak mengandung oksigen. adapun beberapa konsekuensi
serius yang akan dihadapi oleh ibu hamil yang terdampak polusi kabut asap, Seperti:
a. Berat Badan Lahir Rendah
b. Kelahiran Prematur
c. Autisme
d. Asma

1.2.2. Atmosfer
Atmosfer bumi adalah lapisan gas yang melingkupi bumi, ketinggian atmosfer antara
ketinggian 0 km di atas permukaan tanah hingga pada ketinggian sekitar 560 km dari atas
permukaan bumi. Zat – zat yang terkandung dalam asap kebakaran hutan antara lain, Karbon
Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida (NO2), dan Ozon Permukaan
(O3). Emisi dari kebakaran tentunya memiliki peran dalam pemanasan global. Belum lama
ini, sulit dibayangkan bumi akan mencapai 400 parts per million (ppm) karbon dioksida, batas
simbolis yang tidak pernah dicapai bumi sejak jutaan tahun yang lalu. Namun pada tahun

2
2019, konsentrasi CO2 sudah melebihi batas 400 ppm di angka 411 ppm. (Sebagai konteks,
konsentrasi karbon dioksida pra-industri berada di tingkat 280 ppm).

Gambar 1.1. Peningkatan suhu dan konsentrasi CO2 di atmosfer

1.2.3. Hidrosfer
Hidrosfer adalah jumlah total air di sebuah planet. Hidrosfer mencakup air di
permukaan planet, di bawah tanah dan di udara. Penurunan kualitas air; Salah satu fungsi
ekologis hutan adalah dalam daur hidrologis. Terbakarnya hutan memberikan dampak
hilangnya kemampuan hutan menyerap dan menyimpan air hujan. Sendimentasi sungai;
Debu dan sisa pembakaran yang terbawa erosi akan mengendap di sungai dan
menimbulkan pendangkalan.

1.2.4. Litosfer
Litosfer adalah lapisan batuan yang membentuk kulit bumi dan merupakan lapisan
bumi paling atas setebal 66 km yang terdiri dari batuan. kebakaran hutan mengakibatkan
hutan menjadi gundul, sehingga tidak mampu lagi menampung cadangan air di saat musim
hujan, hal ini dapat menyebabkan tanah longsor.

1.2.5. Biosfer
Biosfer adalah sistem ekologis global yang menyatukan seluruh makhluk hidup dan
hubungan antar mereka, termasuk interaksinya dengan unsur litosfer (batuan), hidrosfer
(air), dan atmosfer (udara). Hilangnya sejumlah spesies; selain membakar aneka flora,
kebakaran hutan juga mengancam kelangsungan hidup sejumlah binatang. Berbagai spesies
endemik (tumbuhan maupun hewan) terancam punah akibat kebakaran hutan.

3
1.2.6. Sosiosfer
Sosiosfer, adalah lingkungan sosial. Merupakan lingkungan yang muncul sebagai
akibat dari interaksi di antara manusia dengan manusia lainnya dalam kelompok masyarkat
ataupun interaksi manusia dengan komponen lingkungan lainnya.
Kebakaran hutan dapat terjadi oleh faktor yang disengaja dan tidak disengaja. Faktor
kesengajaan ini pada umumnya disebabkan oleh tindakan oknum tidak bertanggung jawab
yang membuang puntung rokok secara sembarangan dan pengusaha-pengusaha kelapa sawit
yang secara sengaja membakar dengan alasan ingin melakukan pembukaan lahan. Dalam hal
ini, ada pengusaha perkebunan sawit yang lebih memilih metode land clearing dengan cara
membakar daripada metode lain, pekerja pembuka lahan yang berasal dari masyarakat
setempat. Pemerintah memberikan hak penguasaan hutan (HPH) kepada pengusaha-
pengusaha perkebunan sawit.
Faktor ekonomi menjadi latar belakang kenapa metode ini lazim dilakukan. Pada
mulanya kerusakan lingkungan hanya terbatas pada tingkat domestik. Namun dalam waktu
yang tidak lama kerusakan lingkungan mulai merambah kawasan wilayah dan juga
mempengaruhi hubungan internasional di ASEAN. Faktor terbesar yang memainkan peran
dalam kerusakan hutan di Indonesia adalah sistem politik, hukum dan ekonomi di Indonesia
yang sangat lemah, sehingga masih banyak yang menganggap bahwa sumber daya hutan
merupakan sumber pendapatan yang dapat dieksploitasi untuk kepentingan politik serta
keuntungan pribadi

1.3. Agen Yang Terkait


Agen penyakit dapat berupa benda hidup atau mati. Pada kasus kebakaran di hutan,
didapati dua agen yang terlibat, yaitu :
a. Agen Fisik (Panas dan radiasi)
b. Agen Kimiawi (Dapat bersifat endogenous seperti asidosis, eksogenous seperti zat kimia,
allergen, gas, debu, dan lain-lain)
Sifat kimia dan fisika yang terjadi saat penyulutan, dilanjutkan dengan pembakaran
(combustion) ditambah dengan tersedianya beban api (fire load) maka kebakaran meningkat
intensitasnya, ditandai dengan kecepatan penjalaran dan panas yang tinggi dalam waktu yang
relatif singkat. Selain itu produk non-termal kebakaran lainnya selain asap, yakni gas-gas
hasil pembakaran (selain CO2 dan CO) seperti HCl dan HCN yang kerap tidak berwarna dan
tidak berbau namun sangat beracun (toxic) sehingga banyak menimbulkan korban.

4
Pulau kalimantan rawan terhadap kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Pulau
kalimantan memiliki pengaruh yang besar terhadap terjadinya polusi kabut asap yang melintas
batas negara, dimana pada umumnya kebakaran tersebut berada di lahan gambut yang
mendominasi wilayah ini sebesar 60 %. Berdasarkan tingkat decomposisinya gambut dapat
dikelompokkan ke dalam tiga tipe yaitu fibrik, hemik dan saprik.
Kebakaran gambut didominasi oleh proses smoldering yang menghasilkan emisi
partikel tinggi dan karbon monoksida. Pada waktu bahan bakar hutan terbakar, karbon
dilepaskan dalam bentuk karbon dioksida, karbon monoksida, hidrokarbon, bahan-bahan
partikel dan zat lain dengan jumlah yang menurun (Ward, 1990). CO2 merupakan emisi
terbesar yang dilepaskan ke atmosfir sebagai hasil dari pembakaran. Bersama dengan uap air
CO2 mencapai 90 % dari emisi atmosfir dari kebakaran. CO umumnya dihasilkan melalui
pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar lembab (basah) dan termasuk polutan udara.
Adapun kandungan gas lain yang dihasilkan dari kebakaran hutan dan lahan antara lain :
1. Karbon Monoksida tidak berasa & tidak berbau, > NAB 50ppm
2. Sulfur Dioksida (SO2) sangat beracun, menyebabakna gejala kerusakan sistem pernafasan
seperti bronchitis
3. Hidrogen Sulfida (H2S), > NAB 10ppm
4. Ammonia (MH3), > NAB 25ppm
5. Hydrogen Sianida (HCN), > NAB 10ppm
6. Acrolein (C3H4O), > NAB 0,1ppm
7. Gas hasil pembakaran zat sellulosa (kertas, kayu) seperti karbon monoksida, formaldehida,
asam formiat, asam karboksitat, metilalkohol, asam asetat, dll

Gambar 1.2. Tahapan Perkembangan Api Terhadap Waktu

Suhu Aman Manusia mempunyai batasan tertentu terhadap peningkatan suhu. Paparan
suhu tinggi dengan waktu yang cukup lama akan meyebabkan luka pada kulit dan bahkan bila

5
semakin besar suhunya dapat menyebabkan luka bakar pada tubuh yang dapat menyebabkan
kematian.

Tabel 1.1 Batas Kondisi Aman Huni Akibat Paparan Panas

Kondisi udara dan produksi gas pembakaran sangat mempengaruhi kondisi manusia
dapat bertahan hidup untuk mencapai lokasi aman saat evakuasi. Kondisi aman ruangan untuk
keselamatan kebakaran biasanya dikaitkan dengan konsentrasi Karbon Monoksida (CO),
Oksigen (O2), Kabon dioksisida (CO2) maupun gas beracun lain yang dihasilkan proses
pembakaran seperti Hidrogen Sianida (HCN).

Tabel 1.2 Batas Kondisi Aman Huni Akibat Gas Hasil Pembakaran

6
BAB 2
DAMPAK LINGKUNGAN & EFEK KESEHATAN

Kebakaran hutan mempunyai dampak yang sangat merugikan baik untuk skala lokal,
regional maupun global, diantaranya berpengaruh terhadap hilangnya keanekaragaman
hayati, meningkatnya pemanasan global, berkurangnya kualitas kesehatan dan kesempatan
berusaha atau pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat (Rianawati, 2005). Selain itu,
kebakaran hutan selain merugikan tanaman secara langsung juga sangat berpengaruh
terhadap kualitas tanah. Pengaruh dari kebakaran hutan dan lahan terhadap tanah akan
mempengaruhi tiga sifat tanah, yaitu sifat fisik tanah, sifat kimia tanah dan sifat biologi
tanah (Darwiati dan Nurhaedah, 2010).
Sebuah penelitian pada tahun 2018 menemukan bahwa dampak paparan asap
kebakaran hutan dapat meningkatkan risiko terhadap gangguan kesehatan serius pada sistem
pernapasan manusia. Bahkan, organisasi kesehatan dunia yakni World Health Organization
(WHO) mengungkapkan jika satu dari setiap delapan kematian di dunia disebabkan oleh
kondisi yang terkait dengan dampak pencemaran udara. Berikut adalah beberapa
kemungkinan risiko penyakit yang diakibatkan menghirup asap kebakaran hutan, di
antaranya.
1. Gangguan pernapasan, efek kabut asap kebakaran dapat memperburuk kondisi bagi
penderita alergi dan inflamasi pernapasan. Hal ini termasuk bronkitis, pneumonia, PPOK
(penyakit paru obstruktif kronik), sesak napas, hingga asma.
2. Menyebabkan iritasi mata, Menurut studi dari Hopkins Vision Sheila West, asap
kebakaran hutan memiliki efek yang buruk pada mata hingga gangguan kesehatan mata
secara umum.
3. Meningkatkan risiko mengalami kanker paru – paru, Mengutip Cancer Research UK,
bahaya asap kebakaran bagi kesehatan menyebabkan sekitar 1 dari 10 kasus kanker paru-
paru .

7
4. Mempengaruhi kehamilan dan janin, Berdasarkan data yang dipublikasi oleh eLife,
Hasil analisis tersebut menemukan peningkatan paparan 1 mikrogram per meter kubik
materi partikulat yang bersumber dari api dikaitkan dengan penurunan berat lahir 2,17
gram.
5. Memicu terjadinya penyakit jantung, asap kebakaran lahan gambut berkontribusi dan
dikaitkan dengan kematian lebih tinggi karena penyakit jantung atau kardiovaskular.

BAB 3
REKOMENDASI UNTUK MENURUNKAN DAMPAK
LINGKUNGAN & KESEHATAN
Kebakaran hutan memberi banyak kerugian bagi masyarakat dan juga berpengaruh
pada perekonomian negara serta gangguan kesehatan masyarakat akibat paparan asap
kebakaran. Sudah semestinya melakukan pencegahan dini. Berikut ini rekomendasi mengenai
upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
1. Analisa titik rawan kebakaran
Kebakaran hutan atau lahan gambut dapat terjadi oleh adanya titik api yang kemudian
menyebar hingga menjadi api besar. Ketika musim kemarau melanda Indonesia, muncul
banyak titik api yang umumnya berada di daerah Kalimantan. Titik api adalah daerah yang
dipenuhi oleh bahan-bahan yang mudah terbakar seperti rumput kering, kayu dan lainnya.
Untuk menentukan titik rawan kebakaran di suatu daerah, kita bisa menggunakan
metode Indeks Keetch Bryam. Metode ini dilakukan dengan penilaian bahaya kebakaran
hutan dengan indeks atau tingkat kekeringan pada daerah tertentu. Dengan analisa yang
akurat maka peluang terbakarnya lahan dapat dicegah dan ditangani lebih lanjut.

2. Mendeteksi kebakaran hutan atau lahan sedini mungkin


Meski sudah dilakukan tindakan pencegahan melalui analisa titik rawan kebakaran, hutan
masih berpeluang untuk terbakar. Untuk memaksimalkan langkah pencegahan kebakaran
hutan, antara lain:
a. Mendirikan menara pengawas yang memiliki jarak pandang jauh, lengkap dengan
teropong, alat deteksi dan komunikasi.
b. Membangun pos jaga di area hutan dan area perbatasan dengan penduduk atau lahan
usaha.
c. Melakukan analisa data dari penerbangan, satelit dan data cuaca pada area kawasan hutan.

8
9

You might also like