You are on page 1of 9

-1-

BAHAN – BAHAN UNTUK PEMAPARAN DISERTASI

A. ONTOLOGI – EPISTEMOLOGI – AXIOLOGI

Ontologi adalah studi tentang kenyataan, eksistensi, dan hubungan antara


objek di dunia. Ini berfokus pada apa yang ada, bagaimana objek
berinteraksi, dan bagaimana kategori-kategori didefinisikan. Ontologi
berkaitan dengan sifat eksistensi dan hubungan antara entitas atau objek
di dunia.

Dalam konteks ini, ontologi akan meninjau bagaimana kebijakan ekspor


garmen dan pengelolaan peti kemas saling berhubungan dan berdampak
terhadap eksistensi berbagai elemen, seperti:

1. Hubungan antara pemerintah, industri garmen, dan pelaku ekspor.


2. Eksistensi peti kemas sebagai sarana transportasi dan penyimpanan.
3. Eksistensi regulasi dan peraturan yang mengatur sistem kepabeanan.

Epistemologi adalah studi tentang pengetahuan dan bagaimana kita


memperolehnya (SUMBER PENGETAHUAN). Ini melibatkan pertanyaan
tentang asal-usul pengetahuan, metode validasi, dan batasan pengetahuan
manusia. Epistemologi berbicara tentang bagaimana pengetahuan
diperoleh, diuji, dan dikonfirmasi. Dalam konteks kebijakan ekspor
garmen dan pengelolaan peti kemas, epistemologi akan melibatkan proses
penyusunan dan pengujian kebijakan berdasarkan data dan informasi
yang ada. Langkah-langkahnya bisa mencakup:

1. Analisis data terkait ekspor garmen Indonesia dan pengelolaan peti


kemas.
2. Kajian literatur tentang kebijakan ekspor, pengelolaan peti kemas,
sistem kepabeanan, dan dampaknya terhadap perekonomian.
3. Konsultasi dengan pakar industri, ekonomi, dan kepabeanan.
4. Pengembangan model atau simulasi untuk memahami implikasi dari
berbagai kebijakan

Aksiologi adalah studi tentang nilai dan etika (KEGUNAAN ILMU


PENGETAHUAN). Ini mencakup pertanyaan tentang nilai-nilai baik dan
buruk, benar dan salah, serta bagaimana nilai-nilai ini membentuk
tindakan dan pandangan kita.

Axiologi berbicara tentang nilai-nilai yang mendasari tindakan dan


kebijakan. Dalam konteks kebijakan ekspor garmen dan pengelolaan peti
kemas, axiologi akan mencakup pertimbangan nilai-nilai seperti:
-2-

1. Nilai ekonomi: Bagaimana kebijakan ini dapat memberikan


kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan
lapangan kerja.
2. Nilai lingkungan: Bagaimana pengelolaan peti kemas dapat
memperhatikan dampak lingkungan dan keberlanjutan.
3. Nilai sosial: Bagaimana kebijakan ini dapat memengaruhi kondisi
sosial pekerja industri garmen dan sektor terkait lainnya.
4. Nilai etika: Bagaimana kebijakan ini memenuhi prinsip-prinsip etika
dalam perdagangan internasional dan pengelolaan logistik.

B. VARIABEL DISERTASI:

1. Kebijakan Ekspor Garment: Variabel ini merujuk pada keputusan-


keputusan pemerintah atau badan terkait yang mengatur aspek-aspek
ekspor produk garmen. Ini melibatkan pertimbangan seperti tarif
ekspor, regulasi perdagangan internasional, insentif untuk industri
garmen, serta peraturan yang mengarahkan arah dan skala ekspor
garmen dari Indonesia.

2. Pengelolaan Peti Kemas: Pengelolaan peti kemas melibatkan


serangkaian praktik yang berkaitan dengan transportasi,
penyimpanan, dan efisiensi penggunaan peti kemas dalam proses
ekspor. Ini mencakup bagaimana peti kemas diisi, disusun, dan dikelola
selama pengiriman barang, serta bagaimana penggunaan peti kemas
bisa dioptimalkan untuk mengurangi biaya dan risiko.

3. Pengembangan Sistem Kepabeanan dan Perekonomian Indonesia:


Variabel ini mencakup usaha-usaha pemerintah dalam
mengembangkan sistem kepabeanan yang lebih efisien, termasuk
perubahan dalam prosedur impor dan ekspor, integrasi teknologi
informasi, dan pelaksanaan kebijakan yang mendukung pertumbuhan
ekonomi. Pengembangan sistem kepabeanan ini diharapkan
memberikan dampak positif pada perekonomian Indonesia, seperti
peningkatan daya saing industri, peningkatan pendapatan negara, dan
penciptaan lapangan kerja.

Melalui analisis terhadap ketiga variabel ini, kita dapat memahami


hubungan antara kebijakan ekspor garmen dan pengelolaan peti
kemas, serta dampaknya terhadap pengembangan sistem kepabeanan
dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Analisis ini dapat
memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang bagaimana
interaksi antara faktor-faktor ini berkontribusi terhadap
perkembangan industri dan perekonomian negara.
-3-

C. POLITIK HUKUM & KEBIJAKAN HUKUM

Kebijakan hukum dan politik hukum adalah dua konsep yang terkait
namun memiliki perbedaan yang jelas. Kebijakan hukum berkaitan
dengan pengembangan kerangka hukum yang efektif dan adil untuk
mengatur kehidupan masyarakat. Fokusnya adalah pada penyusunan
undang-undang dan regulasi yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum.
Di sisi lain, politik hukum melibatkan aspek politik dalam pembentukan
hukum, dengan tujuan merumuskan tujuan hukum yang mencerminkan
pandangan politik atau ideologi tertentu. Politik hukum mendasarkan
keputusan hukum pada pertimbangan politik dan strategi kekuasaan,
sedangkan kebijakan hukum lebih didasarkan pada pertimbangan hukum
dan keadilan. Meskipun keduanya mempengaruhi bagaimana hukum
diterapkan dan dijalankan dalam masyarakat, perbedaan tujuan dan
pendekatan ini membedakan kebijakan hukum dan politik hukum dalam
konteks pembentukan dan pengembangan hukum.

D. PASAL 33 UUD 1945 KAITANNYA DENGAN JUDUL DISERTASI

Pasal 33 UUD 1945 mengusung filosofi ekonomi kerakyatan, di mana


negara memiliki peran dalam mengatur dan mengawasi sektor ekonomi
untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Ini memastikan keseimbangan
kekuasaan ekonomi, mendorong distribusi yang adil, dan mencegah
penyalahgunaan. Filosofi ini menekankan perlunya mengembangkan
ekonomi berkelanjutan dengan mengelola sumber daya secara bijaksana,
memastikan manfaat bersama, serta menjunjung tinggi prinsip keadilan
sosial.

Pasal 33 UUD 1945, yang mengadvokasi ekonomi kerakyatan dan peran


negara dalam mengawasi sektor ekonomi, memiliki kaitan kuat dengan
judul "Kebijakan Ekspor Garmen Terkait Pengelolaan Peti Kemas dalam
Pengembangan Sistem Kepabeanan dan Perekonomian Indonesia.

Ekonomi Kerakyatan dan Ekspor Garmen: Prinsip ekonomi kerakyatan


Pasal 33 menerapkan kebijakan ekspor garmen yang adil dan
berkelanjutan, menciptakan dampak positif lebih luas bagi perekonomian.

Pengelolaan Peti Kemas dan Sistem Kepabeanan: Dalam bingkai Pasal 33,
negara bertanggung jawab mengelola logistik dan pengelolaan
kepabeanan, mendukung pertumbuhan ekonomi yang seimbang.

Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat: Prinsip ini memengaruhi


kebijakan ekspor dan pengelolaan peti kemas yang berkaitan dengan
sistem kepabeanan, berpengaruh langsung pada perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat.
-4-

Integrasi Kebijakan: Dengan memadukan Pasal 33, kebijakan ekspor


garmen, pengelolaan peti kemas, dan pengembangan sistem kepabeanan
dapat membangun ekonomi inklusif.

Dengan demikian, Pasal 33 UUD 1945 memberikan panduan filosofis


dalam merancang kebijakan ekspor dan pengelolaan peti kemas yang
sejalan dengan prinsip ekonomi kerakyatan, mendukung perekonomian
dan kesejahteraan Indonesia.

E. INTISARI TEORI DALAM DISERTASI

1. Teori Negara Kesejahteraan:

Teori Negara Kesejahteraan adalah konsep di mana pemerintah


berperan aktif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui
program sosial dan ekonomi, serta redistribusi sumber daya untuk
mengurangi ketidaksetaraan. Negara bertanggung jawab untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program sosial dan
redistribusi ekonomi.

2. Teori Keadilan Pancasila:

Keadilan adalah memastikan perlakuan adil dan setara bagi semua,


tanpa memandang perbedaan latar belakang atau status, untuk
menciptakan harmoni dan mengurangi ketidaksetaraan.

Teori Keadilan Pancasila mengacu pada pandangan tentang keadilan


yang berakar pada nilai-nilai dasar Pancasila, filsafat negara Indonesia.
Inti dari teori ini adalah bahwa keadilan harus mencakup prinsip-
prinsip Pancasila seperti keadilan sosial, persatuan, demokrasi, dan
kemanusiaan yang adil dan beradab. Teori ini menggarisbawahi
perlunya keadilan yang tidak hanya memperhatikan aspek ekonomi,
tetapi juga aspek-aspek sosial, budaya, dan politik. Dengan merujuk
pada nilai-nilai Pancasila, teori ini mengajukan konsep keadilan yang
menyeluruh, yang mencerminkan semangat inklusivitas dan persatuan
dalam masyarakat Indonesia.

Keadilan yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila, mencakup aspek


ekonomi, sosial, budaya, dan politik.

3. Teori Hukum Pembangunan:

Inti dari teori ini adalah bahwa hukum bukan hanya alat untuk menjaga
ketertiban, tetapi juga harus menjadi motor penggerak pembangunan
ekonomi, sosial, dan politik suatu negara. Hukum harus berperan
-5-

dalam menciptakan kerangka kerja yang mendukung investasi,


mengatasi masalah sosial, dan melindungi hak-hak asasi manusia.
Dengan demikian, teori hukum pembangunan Mochtar
Kusumaatmadja menekankan bahwa hukum harus memiliki peran
aktif dalam mewujudkan tujuan pembangunan yang lebih luas. Hukum
menjadi alat untuk mendorong pembangunan ekonomi, sosial, dan
politik, serta melindungi hak asasi manusia.

F. PENELITIAN HUKUM KUALITATIF:

Penelitian hukum kualitatif adalah metode penelitian yang


mengutamakan pemahaman mendalam tentang fenomena hukum melalui
analisis kualitatif terhadap data non-angka, seperti teks, wawancara,
dokumen, atau observasi lapangan. Tujuannya adalah untuk menggali
pemahaman mendalam tentang konteks, pandangan, makna, dan interaksi
yang melibatkan aspek hukum. Penelitian hukum kualitatif sering
digunakan untuk menggali perspektif hukum yang kompleks,
mengidentifikasi pola perilaku, atau mengungkap konteks sosial dan
budaya yang mempengaruhi hukum. Metode ini lebih bersifat
interpretatif dan mengarah pada pemahaman mendalam daripada
generalisasi statistik.

G. PENDEKATAN YURIDIS – NORMATIF;

Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan dalam penelitian hukum


yang berfokus pada analisis terhadap norma-norma hukum yang tertulis,
seperti undang-undang, peraturan, putusan pengadilan, dan dokumen
hukum lainnya. Pendekatan ini bertujuan untuk mengidentifikasi,
menganalisis, dan menginterpretasi norma-norma hukum yang berlaku
serta menghubungkannya dengan isu atau permasalahan hukum yang
dihadapi. Pendekatan yuridis normatif mendasarkan penelitiannya pada
teks hukum dan prinsip-prinsip hukum yang ada, dengan tujuan untuk
memahami dan menjelaskan aspek hukum suatu permasalahan atau
fenomena.

H. IMPLIKASI & REKOMENDASI

Hasil penelitian menunjukkan bahwa model perjanjian ekspor garmen


dengan menggunakan purchasing order (PO) memiliki risiko wanprestasi
yang tinggi, berdampak pada terhambatnya ekspor dan ketidaktersediaan
petikemas. Implikasinya adalah diperlukan pendekatan kontrak yang
lebih terperinci dan aman. Sistem logistik yang efisien dan model National
Logistic Ecosystem (NLE) diperlukan untuk meningkatkan efektivitas
perdagangan, memerlukan regulasi yang mendukung, investasi
infrastruktur, dan teknologi. Rekomendasi mencakup nasihat kepada
-6-

praktisi hukum untuk mempertimbangkan alternatif kontrak, pembuat


kebijakan untuk menguatkan regulasi logistik, serta peran aktif
masyarakat dalam kolaborasi dan memberi masukan kepada pemerintah.
Diharapkan langkah ini memperlancar perdagangan, memajukan industri
garmen, dan menguatkan ekonomi.

I. TEMUAN DISERTASI (NOVELTY)

Temuan utama dari penelitian ini adalah dua aspek penting yang
mempengaruhi perdagangan ekspor garmen di Indonesia:

1. Kerentanan Model Purchasing Order (PO) dalam Perjanjian Ekspor


Garmen: Penelitian menyoroti bahwa model purchasing order
(PO) dalam perjanjian ekspor garmen memiliki risiko tinggi
terhadap terjadinya wanprestasi. Ini mengakibatkan
ketidakpastian dalam ekspor, ketidaktersediaan petikemas, dan
dampak negatif terhadap kesejahteraan ekonomi Indonesia serta
daya saing ekspor garmen. Penekanan terhadap paham liberalisme
dalam perjanjian ekspor juga memberikan ruang bagi kebebasan
dalam menentukan isi perjanjian, yang dapat menguntungkan
UKM dengan memberikan fleksibilitas dan kesempatan
beradaptasi dengan kondisi pasar.

2. Pentingnya Efektivitas Sistem Kepabeanan dan Penggunaan Model


National Logistic Ecosystem (NLE): Penelitian menunjukkan
bahwa efektivitas sistem kepabeanan di Indonesia memiliki peran
krusial dalam mempercepat proses ekspor dan impor serta
mengurangi biaya dan waktu dalam perdagangan internasional.
Penggunaan model National Logistic Ecosystem (NLE) dalam
ekspor garmen dapat meningkatkan efisiensi logistik dan
distribusi melalui optimalisasi rute, koordinasi yang lebih baik, dan
pemantauan kinerja. Konsep ini memberi dorongan bagi industri
logistik untuk berjalan lebih efisien dan produktif.

Selain itu, temuan penting lainnya adalah perlunya pembentukan Undang-


Undang logistik yang sesuai untuk mengatasi masalah kelangkaan
petikemas dan meningkatkan efisiensi dalam rantai pasok logistik.
Mengacu pada pedoman organisasi internasional seperti OECD akan
membantu mengarahkan pembuatan undang-undang ekspor garmen
yang sesuai dengan standar internasional dalam hal perdagangan dan
kualitas produk.
-7-

J. REKOMENDASI YANG URGEN

1. Revisi Model Perjanjian Ekspor: Langkah pertama yang urgen adalah


merevisi model perjanjian ekspor, terutama dalam penggunaan
purchasing order (PO). Eksportir dan importir perlu
mempertimbangkan alternatif kontrak yang lebih terperinci untuk
mengurangi risiko wanprestasi dan memastikan ketersediaan
petikemas.

2. Penguatan Sistem Kepabeanan: Pemerintah harus segera melakukan


reformasi dan penguatan pada sistem kepabeanan. Proses ekspor dan
impor harus dipercepat dengan menghilangkan hambatan birokrasi
yang tidak perlu, sehingga biaya dan waktu dalam perdagangan
internasional dapat dikurangi.

3. Penerapan Model National Logistic Ecosystem (NLE): Penggunaan


model NLE harus menjadi prioritas untuk meningkatkan efisiensi
logistik dan distribusi produk garmen. Langkah-langkah seperti
optimalisasi rute, koordinasi yang lebih baik, serta pemantauan kinerja
harus segera diimplementasikan untuk mempercepat distribusi
petikemas dan mendukung pertumbuhan industri garmen di pasar
internasional

K. INTI DARI DALIL – DALIL DISERTASI

1. Ketidaktersediaan peti kemas yang memadai dapat menghambat


ekspor garmen dan berdampak negatif pada ekonomi Indonesia karena
kebijakan atau tata kelola peti kemas yang belum mendukung.

2. Sistem kepabeanan Indonesia yang efektif, terutama melalui National


Logistic Ecosystem (NLE), dapat meningkatkan daya saing produk
garmen di pasar global dengan mempercepat proses ekspor dan
mengurangi biaya perdagangan.

3. Praktek perjanjian ekspor garmen berdasarkan prinsip liberalisme


hukum perdata dapat mendorong kerja sama fleksibel dan berdaya
saing, karena pihak dapat menyesuaikan isi perjanjian sesuai
kebutuhan.

4. Perlindungan hukum terhadap perjanjian ekspor garmen model


purchasing order (PO) diperlukan untuk mengurangi risiko
wanprestasi dan dampak negatif terhadap eksportir dan ekonomi
Indonesia.
-8-

5. Pembentukan Undang-Undang logistik yang efisien dapat mendukung


praktik ekspor garmen yang ramah lingkungan dan sosial, serta
menggambarkan komitmen sosial dalam kegiatan ekspor.

6. Mengacu pada pedoman organisasi internasional seperti OECD dalam


undang-undang ekspor garmen menunjukkan komitmen Indonesia
pada standar perdagangan global dan kualitas produk.

7. Pendidikan hukum harus lebih menitikberatkan pada pentingnya


sistem kepabeanan yang efektif sebagai faktor kunci dalam
pertumbuhan ekonomi, khususnya ekspor garmen, agar calon ahli
hukum mampu menciptakan regulasi yang mendukung ekonomi
Indonesia.

L. PEMBENTUKAN UU LOGISTIK : TAWARAN UNTUK KELANGKAAN


PETIKEMAS DI MASA YANG AKAN DATANG

Pembentukan Undang-Undang (UU) Logistik memiliki implikasi besar


terhadap efisiensi perdagangan dan distribusi di Indonesia. Berdasarkan
hasil penelitian, pembentukan UU Logistik merupakan salah satu langkah
yang sangat urgen. Berikut adalah beberapa alasan mengapa
pembentukan UU Logistik penting:

1. Regulasi yang Jelas: UU Logistik akan memberikan kerangka hukum


yang jelas untuk mengatur aspek-aspek logistik, termasuk penggunaan
dan pengelolaan petikemas. Hal ini akan membantu menghindari
ketidakpastian hukum dan memberikan panduan yang jelas bagi
semua pihak terkait dalam bisnis logistik.

2. Penyelesaian Masalah Kelangkaan Petikemas: UU Logistik dapat


diarahkan untuk mengatasi masalah kelangkaan petikemas yang sering
terjadi. Regulasi yang memfasilitasi penyediaan petikemas kosong dan
mengatur tata kelola petikemas akan membantu memastikan
ketersediaan petikemas yang memadai untuk mendukung kegiatan
ekspor dan impor.

3. Pendorong Investasi dan Teknologi: UU Logistik dapat merangsang


investasi dalam infrastruktur logistik yang lebih baik. Selain itu,
undang-undang ini juga dapat mendorong penerapan teknologi
canggih dalam manajemen logistik, seperti sistem pelacakan dan
pengawasan secara real-time.
-9-

4. Koordinasi yang Lebih Baik: Dengan adanya UU Logistik, koordinasi


antara berbagai pihak terkait dalam rantai pasok logistik dapat
ditingkatkan. Hal ini akan membantu mempercepat proses distribusi,
mengurangi hambatan, dan mengoptimalkan penggunaan sumber
daya.

5. Pengembangan Standar Internasional: Mengacu pada pedoman


organisasi internasional seperti OECD dalam pembentukan UU Logistik
akan membantu menciptakan undang-undang yang sesuai dengan
standar internasional. Ini akan memperkuat posisi Indonesia dalam
perdagangan global dan meningkatkan kualitas produk yang diekspor.

You might also like