You are on page 1of 16

MAKALAH

“KEBUDAYAAN DIPULAU SULAWESI


(BUGIS,TORAJA,GORONTALO”

Disusun Oleh Kelompok 10 :


Selmi Purnama Sari (2223250065)
Nanda Aisbella (2223250050)

Dosen Pengampuh :
Ulan Dwi Desari,M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik. Tak lupa pula kita kirimkan sholawat serta salam kepada
baginda Rosulullah nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW, yang mana telah
membawa kita dari alam yang penuh kegelapan menuju alam yang terang
benderang, dengan penuh kecanggihan tekhnologi dan kita dapat merasakan
nikmat dari buah ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan pada saat ini.
Makalah ini kami susun, dengan judul “Kebudayaan Di Pulau Sulawesi
(Bugsi,Toraja,Gorontalo” yang penulis susun dengan semaksimal mungkin dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
maupun kesalahan dalam penyusunan makalah ini, sebab kesempurnaan hanya
milik Allah SWT namun selaku manusia penulis menginginkan yang terbaik.
Karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah
diharapkan sekali demi untuk kebaikan dalam makalah dan penulisannya untuk
masa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dalam
kehidupan seharihari dan dapat mempelajari hal-hal penting yang ada dalam isi
makalah. Penulis sampaikan banyak terima kasih.
Wassalamualaikum wr.wb

Bengkulu, Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH.............................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kebudayaan Suku Bugis............................................................................2
B. Kebudayaan Suku Toraja..........................................................................5
1. Tongkonan...................................................................................................5
2. Ukiran Kayu................................................................................................5
3. Upacara Pemakaman..................................................................................7
4. Musik Dan Tarian.......................................................................................8
C. Kebudayaan Gorontalo..............................................................................9
1. Bahasa Daerah.............................................................................................9
2. Kerajinan Tangan.....................................................................................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................12
B. Saran..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan soal
budaya. Juga dalam kehidupan sehari-hari, orang tak mungkin berurusan
dengan hasil-hasil kebudayaan. setiap hari orang melihat, mempergunakan dan
kadang-kadang merusak kebudayaan. Namun apakah yang disebut kebudayaan
itu ? apakah masalah tersebut penting bagi kehidupan tersebut penting bagi
penyelidikan bagi kebudayaan ?
Kebudayaan sebenarnya secara khusus dan secara teliti dipelajari oleh
antropologi budaya. Akan tetapi, walaupun demikian, seorang yang
memperdalam tentang sosiologi sehingga memusatkan perhatiannya terhadap
masyarakat, tak dapat menyampingkan kebudayaan dengan begitu saja karena
dikehidupan nyata , keduanya tak dapat dipisahkan dan selamanya merupakan
dwi tunggal . Sebagaimana telah diuraikan dalam bab I yang berjudul
pendahuluan, masyarakat adalah yang hidup bersama yang menghasilkan
kebudayaan dengan demikian, tak ada masyarakat yang tidak memiliki
kebudayaan dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai
wadah dan pendukungnya. walaupun secara teoritas dan untuk kepentingan
analistis, kedua persoalan tersebut dapat dibedakan dan dipelajari secara
terpisah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja bagian kebudayaan dari suku bugis?
2. Apa saja bagian kebudayaan dari suku Toraja?
3. Apa saja bagian kebudayaan dari suku Gorontalo?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebudayaan Suku Bugis
Upacara perkawinan dalam suku Bugis disebut Mappabotting
sementara itu istilah perkawinan dalam suku bugis disebut siala yang
mempunyai arti saling mengambil satu sama lain. Perkawinan adalah
ikatan timbal balik antara dua manusia berlainan jenis kelamin untuk
menjalin sebuah hubungan kekeluargaan. Istilah perkawinan dalam
suku Bugis juga bisa disebut mabinne berarti menanam benih,
maksudnya menanam benih dalam kehidupan rumah tangga.

a. Perkawinan ideal menurut adat Bugis Makassar adalah :


 Assialang marola
yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kesatu,
baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
 Assialana memang
yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua, baik
dari pihak ayah maupun dari pihak ibu
 Ripanddeppe’ mabelae
yaitu perkawinan antara saudara sepupu sederajat ketiga, baik
dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.

2
Perkawinan tersebut, walaupun ideal, tidak diwajibkan sehingga
banyak pemuda yang menikah dengan gadis-gadis yang bukan
sepupunya.
b. Perkawinan yang dilarang atau sumbang (salimara’) adalah
perkawinan antara :
 Anak dengan ibu atau ayah.
 Saudara sekandung.
 Menantu dan mertua.
 Paman atau bibi dengan kemenakannya.
 Kakek atau nenek dengan cucu.
c. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebelum perkawinan
adalah
 Mappuce-puce,
yaitu kunjungan dari keluarga si laki-laki kepada keluarga si
gadis untuk mengadakan peminangan.
 Massuro,
yaitu kunjungan dari utusan pihak keluarga laki-laki kepada
keluarga si gadis untuk membicarakan waktu pernikahan, jenis
sunreng (mas kawin), dan sebagainya.
 Maduppa,
yaitu pemberitahuan kepada seluruh kaum kerabat mengenai
perkawinan yang akan datang.
1. Rumah Adat Suku Bugis
Setiap budaya memiliki Ciri Khas Rumah Adatnya Masing-masing.
Begitu Pula Dengan Bugis, rumah adat bugis itu terdiri dari tiga
Bagian. Yang Dimana Kepercayaan Tersebut terdiri atas :
a. Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang Dilakukan Oleh We
Tenriabeng)
b. Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi)

3
c. Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut) yang masih
mempercayai bahwa
Rumah ini bisa berdiri tampa mengunakan satu paku pun orang daluhu
kala mengantikan Fungsi Paku Besi menjadi Paku Kayu.
Rumah adat suku Bugis Makassar dapat di bedakan berdasarkan status
sosial orang yang menempatinya,
a. Rumah Saoraja (Sallasa) berarti rumah besar yang di tempati
oleh keturunan raja (kaum bangsawan)
b. bola adalah rumah yang di tempati oleh rakyat biasa.
Tipologi kedua rumah ini adalah sama-sama rumah panggung,
lantainya mempunyai jarak tertentu dengan tanah, bentuk denahnya
sama yaitu empat persegi panjang. Perbedaannya adalah saoraja dalam
ukuran yang lebih luas begitu juga dengan tiang penyangganya, atap
berbentuk prisma sebagai penutup bubungan yang biasa di sebut
timpak laja yang bertingkat-tingkat antara tiga sampai lima sesuai
dengan kedudukan penghuninya.

Bentuk Rumah Adat Suku Bugis

4
B. Kebudayaan Suku Toraja
1. Tongkonan
Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas
tumpukan kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan
kuning. Kata “tongkonan” berasal dari bahasa Toraja tongkon (“duduk”).
Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual
yang berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan
spiritual suku Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan
ikut serta karena Tongkonan melambangan hubungan mereka dengan
leluhur mereka. Menurut cerita rakyat Toraja, tongkonan pertama
dibangun di surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja turun ke
bumi, dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.
Pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan dan
biasanya dilakukan dengan bantuan keluarga besar. Ada tiga jenis
tongkonan. Tongkonan layuk adalah tempat kekuasaan tertinggi, yang
digunakan sebagai pusat “pemerintahan”. Tongkonan pekamberan adalah
milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan
tradisi lokal sedangkan anggota keluarga biasa tinggal di tongkonan batu.
Eksklusifitas kaum bangsawan atas tongkonan semakin berkurang seiring
banyaknya rakyat biasa yang mencari pekerjaan yang menguntungkan di
daerah lain di Indonesia. Setelah memperoleh cukup uang, orang biasa pun
mampu membangun tongkonan yang besar.

2. Ukiran Kayu
Bahasa Toraja hanya diucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan.
Untuk menunjukkan konsep keagamaan dan sosial, suku Toraja membuat
ukiran kayu dan menyebutnya Pa’ssura (atau “tulisan”). Oleh karena itu,
ukiran kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.

5
Setiap ukiran memiliki nama khusus. Motifnya biasanya adalah
hewan dan tanaman yang melambangkan kebajikan, contohnya tanaman
air seperti gulma air dan hewan seperti kepiting dan kecebong yang
melambangkan kesuburan. Gambar kiri memperlihatkan contoh ukiran
kayu Toraja, terdiri atas 15 panel persegi. Panel tengah bawah
melambangkan kerbau atau kekayaan, sebagai harapan agar suatu keluarga
memperoleh banyak kerbau. Panel tengah melambangkan simpul dan
kotak, sebuah harapan agar semua keturunan keluarga akan bahagia dan
hidup dalam kedamaian, seperti barang-barang yang tersimpan dalam
sebuah kotak. Kotak bagian kiri atas dan kanan atas melambangkanhewan
air, menunjukkan kebutuhan untuk bergerak cepat dan bekerja keras,
seperti hewan yang bergerak di permukaan air. Hal Ini juga menunjukkan
adanya kebutuhan akan keahlian tertentu untuk menghasilkan hasil yang
baik.
Keteraturan dan ketertiban merupakan ciri umum dalam ukiran
kayu Toraja (lihat desain tabel di bawah), selain itu ukiran kayu Toraja
juga abstrak dan geometris. Alam sering digunakan sebagai dasar dari
ornamen Toraja, karena alam penuh dengan abstraksi dan geometri yang
teratur. Ornamen Toraja dipelajari dalam ethnomatematika dengan tujuan
mengungkap struktur matematikanya meskipun suku Toraja membuat
ukiran ini hanya berdasarkan taksiran mereka sendiri. Suku Toraja
menggunakan bambu untuk membuat oranamen geometris.

6
3. Upacara Pemakaman
Dalam masyarakat Toraja, upacara pemakaman merupakan ritual
yang paling penting dan berbiaya mahal. Semakin kaya dan berkuasa
seseorang, maka biaya upacara pemakamannya akan semakin mahal.
Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar
pesta pemakaman yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan
biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa
hari. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang disebut rante biasanya
disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat
pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai
perangkat pemakaman lainnya yang dibuat oleh keluarga yang
ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi, tangisan dan ratapan
merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja tetapi
semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan
orang kelas rendah.
Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah
berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak
kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang
ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya
pemakaman. Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang
datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap
menuju Puya(dunia arwah, atau akhirat). Dalam masa penungguan itu,
jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah
tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai
upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan
ke Puya.
Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau.
Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang
disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok.
Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu
pemiliknya, yang sedang dalam “masa tertidur”. Suku Toraja percaya

7
bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan
akan lebih cepat sampai di Puya jika ada banyak kerbau. Penyembelihan
puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman
yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang
muncrat dengan bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan
kepada para tamu dan dicatat karena hal itu akan dianggap sebagai utang
pada keluarga almarhum.
Ada tiga cara pemakaman: Peti mati dapat disimpan di dalam gua,
atau di makam batu berukir, atau digantung di tebing. Orang kaya kadang-
kadang dikubur di makam batu berukir. Makam tersebut biasanya mahal
dan waktu pembuatannya sekitar beberapa bulan. Di beberapa daerah, gua
batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh anggota keluarga. Patung
kayu yang disebut tau tau biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke
luar. Peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing.
Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan
membuat petinya terjatuh.

4. Musik Dan Tarian


Suku Toraja melakukan tarian dalam beberapa acara, kebanyakan
dalam upacara penguburan. Mereka menari untuk menunjukkan rasa duka
cita, dan untuk menghormati sekaligus menyemangati arwah almarhum
karena sang arwah akan menjalani perjalanan panjang menuju akhirat.
Pertama-tama, sekelompok pria membentuk lingkaran dan menyanyikan
lagu sepanjang malam untuk menghormati almarhum (ritual terseebut
disebut Ma’badong). Ritual tersebut dianggap sebagai komponen
terpenting dalam upacara pemakaman. Pada hari kedua pemakaman, tarian
prajurit Ma’randing ditampilkan untuk memuji keberanian almarhum
semasa hidupnya. Beberapa orang pria melakukan tarian dengan pedang,
prisai besar dari kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan berbagai ornamen
lainnya. Tarian Ma’randing mengawali prosesi ketika jenazah dibawa dari
lumbung padi menuju rante, tempat upacara pemakaman. Selama upacara,

8
para perempuan dewasa melakukan tarian Ma’katia sambil bernyanyi dan
mengenakan kostum baju berbulu. Tarian Ma’akatia bertujuan untuk
mengingatkan hadirin pada kemurahan hati dan kesetiaan almarhum.
Setelah penyembelihan kerbau dan babi, sekelompok anak lelaki dan
perempuan bertepuk tangan sambil melakukan tarian ceria yang disebut
Ma’dondan.

Seperti di masyarakat agraris lainnya, suku Toraja bernyanyi dan


menari selama musim panen. Tarian Ma’bugi dilakukan untuk merayakan
Hari Pengucapan Syukur dan tarian Ma’gandangi ditampilkan ketika suku
Toraja sedang menumbuk beras. Ada beberapa tarian peran.

C. Kebudayaan Gorontalo
1. Bahasa Daerah
Pada dasarnya terdapat banyak bahasa daerah di Gorontalo. Namun
hanya tiga bahasa yang cukup dikenal masyarakat di wilayah ini, yaitu
Bahasa Gorontalo, Bahasa Suwawa (disebut juga Bahasa Bonda), dan
Bahasa Atinggola (Bahasa Andagile). Dalam proses perkembangannya
Bahasa Gorontalo lebih dominan sehingga menjadi lebih dikenal oleh
masyarakat di seantero Gorontalo. Saat ini Bahasa Gorontalo telah
dipengaruhi oleh Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu Manado, sehingga

9
kemurnian bahasanya agak sulit diperoleh dalam penuturan Orang
Gorontalo.
Demi menjaga kelestarian bahasa daerah, maka diterbitkanlah
Kamus Bahasa Gorontalo-Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Suwawa-
Bahasa Indonesia serta Kamus Bahasa Atinggola-Bahasa Indonesia. Selain
itu, telah berhasil diterbitkan dan disetujui oleh Kementerian Agama
Republik Indonesia perihal penerbitan Al-Qur'an yang dilengkapi
terjemahan bahasa Gorontalo (Al-Qur'an terjemahan Hulontalo). Disamping
itu, pendidikan muatan lokal Bahasa Gorontalo masih terus dipertahankan
untuk dijadikan bahan ajar di Sekolah Dasar. Meskipun Catatan Buku Tua
Gorontalo yang ada di masyarakat sepenuhnya ditulis menggunakan Aksara
Arab Pegon (Aksara Arab Gundul) akibat dari afiliasi agama Islam dengan
Adat Istiadat, Gorontalo sebenarnya memiliki aksara lokal sebagai identitas
kesukuan yang sangat tinggi nilainya, yaitu "Aksara Suwawa-Gorontalo".
Adapun contoh penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-
hari yang harus tetap dilestarikan:
 Permisi.... = Tabi' ....
 Silahkan... = Toduwolo ....
 Terima Kasih... = Odu'olo ...
 Iya ... = Jo ... (Kata Jo digunakan oleh laki-laki saat menjawab sesuatu)
 Iya ... = Saaya ... (huruf 'a' diawal dibaca panjang, kata Saaya digunakan
oleh perempuan saat menjawab sesuatu)

2. Kerajinan Tangan
Setiap daerah pasti memiliki ciri khasnya masing-masing. begitu
pula dengan jazirah semenanjung Gorontalo. Masyarakat Gorontalo
memiliki ciri khas "sandang" atau pakaian bersama aksesoris yang
melengkapinya. Adapun kerajinan tangan khas masyarakat Gorontalo yaitu:
1. Upiya Karanji atau Songkok Gorontalo, songkok ini terbuat dari
anyaman rotan dan sangat nyaman digunakan karena memiliki sirkulasi
udara yang sangat baik. Presiden RI ke-4, Bapak Abdurrahman Wahid

10
atau yang lebih dikenal dengan Gusdur pun setia menggunakan
Songkok Gorontalo ini.
2. Sulaman Karawo atau Sulaman Kerawang, Sulaman khas Gorontalo ini
menjadi kekayaan budaya tersendiri dan bernilai seni tinggi. Kini
sulaman Karawo tidak hanya diminati di dalam negeri namun juga di
luar negeri.
3. Batik Gorontalo, Batik Gorontalo pada dasarnya sama dengan Batik
pada umumnya, yang membedakannya hanya pada motif atau corak
yang dimuat pada kain batik itu sendiri.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebenarnya Indonesia memiliki ragam kebudayaan dan suku-suku
didalamnya, tetapi banyak masyarakat yang tidak mengenal kebudayaan apa
saja yang ada dinegerinya. Salah satu contohnya adalah Toraja,Bugis,dan
Gorontalo suku yang berdiam di Pulau Sulawesi ini memiliki banyak
kebudayaan-kebudayaan yang unik. Dari mulai suku-suku, bahasa, adat
perkawinan, upacara adat kematian, makanan khas, dan objek wisata yang
beragam dan unik.

B. Saran
Sebagai salah satu warisan budaya nusantara, sudah menjadi kewajiban
kita bersama untuk merawat dan melestarikan kebudayaan suku
bugis,Toraja,dan Gorontalo dengan cara menghormati dan menghargai mereka,
penyaringan budaya luar, tumbuhkan kecintaan sejak dini terhadap budaya
lokal, kususnya bagi kita sebagai guru harus lah mengerti dari mana anak anak
didik kita berasal, sebab berbeda suku atau etnis beda pula karakter individu
tersebut.

12
DAFTAR PUSTAKA

:http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bugis diakses tanggal 6 desember 2016

http://blogerbugis.blogspot.com/2013/04/adat-istiadat-suku-bugis-ade-siri-
na.html diakses tanggal 6 desember 2014

http://busbonecomunty.blogspot.com/2012/10/adat-istiadat-suku-bugis.html
diaksestanggal6desember2014

http://imbasadi.wordpress.com/agenda/data-karya-ilmiah-bebas/unhas/makna-
siri-na-pacce-dimasyarakat-bugis-makassar-friskawini/
diaksestanggal6desember2014

oleh: Ahmad, KERUKUNAN KELUARGA BUGIS WAJO


wawancara dengan masyarakata Ampera mengenai suku bugis.

13

You might also like