You are on page 1of 12

BAB 2

PRA PERENCANAAN DAN PERENCANAAN AUDIT INVESTIGATIF

A. Tujuan Audit Investigatif

Audit investigatif merupakan sebuah kegiatan sistematis dan terukur untuk mengungkap
kecurangan/fraud sejak diketahui atau diidikasikannya sebuah peristiwa/kejadian/transaksi yang
dapat memberikan cukup keyakinan; serta dapat digunakan sebagai bukti yang memenuhi
pemastian suatu kebenaran dalam menjelaskan kejadian yang telah diasumsikan sebelumnya dalam
rangka mencapai keadilan (search of the truth).

Dalam pelaksanaannya audit investigatif diarahkan untuk menentukan kebenaran permasalahan


melalui suatu proses pengujian, pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti yang relevan dengan
perbuatan fraud, dan untuk mengungkapkan fakta-fakta fraud mencakup:

1. Adanya perbuatan fraud (Subyek)


2. Mengidentifikasi pelaku fraud (Obyek)
3. Menjelaskan modus Operandi fraud (Modus)
4. Mengkuantifikasi nilai kerugian dan dampak yang ditimbulkannya.

Audit investigatif merupakan kegiatan pengumpulan fakta-fakta dan bukti-bukti dengan tujuan
untuk mengungkapkan terjadinya fraud. Perbedanan yang paling mendasar antara audit Investigatif
dengan jenis audit lainnya terletak pada tujuan audit, yaitu untuk mengungkapkan fraud, bukan
memberikan opini atau pendapat tentang fraud yang diduga terjadi.

Ketatnya batasan terhadap fakta-fakta dan bukti-bukti audit investigatif yang harus dikumpulkan
untuk dijadikan dasar dalam pengambilan simpulan akan terjadinya fraud antara lain adalah sebagai
akibat dari seriusnya dampak yang akan dihadapi oleh pihak-pihak yang terlibat dan
bertanggungjawab dalam kejadian fraud tersebut. Disamping itu auditor dapat pula menghadapi
tuntutan hukum dari pihak yang merasa dirugikan akibat kesalahan auditor yang mengambil
kesimpulan dari fakta- fakta yang tidak lengkap.

Dalam audit investigatif terdapat tiga hal yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu
sama lain, yaitu mutu (quality), waktu (time) dan biaya (cost). Ada atau tidaknya temuan yang
diperoleh dalam suatu audit investigatif bukanlah merupakan ukuran utama atas bermutu atau
tidaknya audit Investigatif yang dilakukan.

Suatu audit investigatif akan dikatakan memiliki kualitas yang baik apabila seluruh proses yang
dilakukan dalam keglatan audit investigatif dapat dipertanggung- jawabkan secara profesional. Mutu
hasil audit investigatif senantiasa akan sangat dipengaruhi oleh waktu (time) dan blaya (cost) yang
digunakan dalam pelaksanaan audit investigatif. Namun demikian, penggunaan waktu dan biaya
yang sangat besar dan cenderung tidak rasional tidaklah dengan sendirinya menjamin mutu hasil
audit vestigatif.

Penggunaan waktu dan biaya dan sumber daya lainnya yang tersedia untuk pelaksanaan audit
investigatif harus direncanakan dengan baik. Perencanaan dalam audit investigatif bertujuan untuk
mencapai mutu audit Investigatif yang optimal melalui kegiatan audit investigatif yang terarah
dengan pengelolaan waktu dan blaya secara efisien. Audit investigatif yang direncanakan dengan
baik akan sangat membantu mengarahkan para staff/auditor dalam melaksanakan audit investigatif.
Perencanaan audit investigatif akan dapat disusun dengan baik apabila tersedia informasi yang
cukup berkaitan dengan apa yang direncanakan akan dikerjakan.

Dalam audit investigatif, informasi yang memadai berkaitan dengan fakta-fakta fraud sangat
jarang tersedia, sehingga menyulitkan dalam penyusunan rencana audit Investigatif. Agar
perencanaan dalam audit Investigatif dapat dilakukan dengan baik, maka harus dilakukan beberapa
kegiatan dalam tahap pra perencanaan (preliminary planning activities).

Kegalatan pada tahap pra-perencanaan dalam audit investigatif meliputi proses kegiatan :

• pengidentifikasian masalah yang memerlukan kegiatan audit investigatif,

• Penyusunan hipotesa awal atas masalah yang diidentifikasikan, dan •Pengolahan hipotesa hingga
ditetapkannya simpulan berupa layak atau tidaknya dilakukan suatu audit investigatif terhadap
masalah tersebut.

Dengan kata lain, keputusan awal untuk melakukan atau tidak dilakukannya audit investigatif
ditetapkan berdasarkan hasil kegiatan pra-perencanaan. Di samping itu, hasil dari kegiatan yang
dilakukan dalam tahap pra-perencanaan juga sangat bermanfaat sebagai dasar dalam penyusunan
rencana audit Investigatif.

B. Pendekatan Dalam Audit Investigatif

Audit Investigatif dilaksanakan berdasarkan pada pendekatan dan penilaian logis terhadap:

1. Individu dan segala sesuatu/benda yang terkait dengan perbuatan fraud. Individu mencakup;
korban, pelapor, saksi, pelaku yang secara keseluruhan akan menjadi subyr: wawancara dalam
pelaksanaan investigatif.

2. Benda mencakup; sarana dan segala jenis peralatan yang terkait untuk melakukan perbuatan
fraud, yang akan menjadi subyek pembuktian fisik.

Melalui pendekatan dan untuk mencapai tujuan audit Investigatif sebagaimana disebutkan di atas,
proses audit Investigatif dilaksanakan mencakup sejumlah tahapan yang secara umum dapat
dikelompokkan sebagai berikut:

1. Penelaahan Informasi Awal.


2. Perencanaan
3. Pelaksanaan
4. Pelaporan
5. Tindak Lanjut

Pembahasan lebih lanjut mengenai pelaporan dan tindak lanjut audit investigatif dibahas secara
khusus pada Laporan Audit Investigatif

C. Penelaahan Informasi Awal

Penelahaan Informasi Awal

Audit investigatif pada dasarnya merupakan response atau tanggapan terhadap sinyalemen atau
dugaan adanya tindakan fraud yang diterima oleh Unit Kerja Audit. Sinyalemen atau dugaan
terjadinya fraud merupakan informasi awal yang berfungsi sebagai alat untuk membuka langkah
pelaksanaan pekerjaan audit investigatif. Informasi awal dapat berupa pengaduan masyarakat,
berita media massa, permintaan untuk melakukan audit investigatif ataupun informasi dalam bentuk
dan dari sumber lainnya.

Pengaduan masyarakat, permintaan audit, atau informasi lainnya berkaitan dengan tindakan fraud
yang diterima oleh Unit Kerja Audit dapat berasal dari berbagai sumber. Laporan/pengaduan yang
berisi informasi tentang terjadinya fraud dapat pula berasal Di samping dari sumber-sumber didalam
organisasi, dari pihak-pihak lain diluar organisasi, baik dari orang-orang yang memiliki

Kepedulian maupun dari orang-orang yang memiliki kepentingan. Sumber informasi dari luar
berasal dari berbagai pihak, seperti rekanan pemasok (supplier), pembeli (buyer), LSM (terkait
dengan lingkungan, persaingan, perburuhan, HAM) dan kelompok masyarakat lainnya.

Informasi awal tentang terjadinya fraud yang bersumber dari dalam organisasi dapat berasal baik
dari unit-unit lain maupun dari individu-individu yang ada di dalam organisasi. Unit Kerja Auditor
dapat memperoleh permintaan untuk melakukan audit investigatif dari unit kerja yang mensinyalir
terjadinya fraud di unitnya atau di unit lain. Orang-orang yang bekerja di dalam organisasi yang
memiliki kepedulian terhadap integritas organisasi dan orang-orang di dalamnya tidank akan tinggal
diam apabila mengetahul terjadinya fraud.

Proses Penanganan Informasi Awal

Agar dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, Unit Kerja Audit harus mengembangkan saluran-
saluran informasi yang dapat digunakan untuk memperoleh informasi berkaitan dengan adanya
fraud. Saluransaluran yang disediakan untuk menyampaikan informasi adanya fraud juga harus
dipublikasikan agar dapat diketahui oleh orang-orang yang ada di dalam organisasi maupun oleh
masyarakat luas,

Informasi yang disampaikan kepada unit kerja auditor harus diterima dan di dokumentasikan
dengan baik. Penerimaan dan respon yang baik terhadap informasi awal yang disampaikan kepada
Unit Kerja Audit akan memberikan kesan positif bagi pemberi informasi. Kesan positif yang tumbuh
ini akan membuat pemberi informasi senantiasa mempercayakan informasi tentang fraud yang
diketahuinya kepada Unit Kerja Audit untuk ditindaklanjuti.

Apabila dimungkinkan, harus digall informasi yang selengkap-lengkapnya dari orang yang
menyampaikan informasi pada saat informasi awal diterima. Hal ini akan Tebih memudahkan
pelaksanaan audit investigasi. Informasi yang diterima oleh Unit Kerja Audit dari laporan/pengaduan
tentang terjadinya tindankan fraud pada umumnya tidak berisi hal-hal yang spesifik, tetapi sangat
umum dan bersifat tendensius. Sebagai unit yang independen dan profesional, Unit Kerja Auditor
harus melihat dan menangani informasi awal tersebut secara obyektif dengan melakukan analisis
atau penelaahan terhadap informasi tersebut.

Penelaahan dilakukan dengan mendalami muatan fakta dan data yang ada di dalam informasi yang
disampaikan. Auditor harus menganalisis apakah fakta-fakta yang diungkapkan di dalam pengaduan
tersebut merupakan fakta-fakta yang aktual, logis atau hanya merupakan hasil imajinasi si Pelapor.
Dalam hal ini, Auditor yang melakukan penelaahan harus dapat menyelami jalan pikiran si Pelapor
agar tidank terjadi perbedanan persepsi dalam menerjemahkan dan memahami apa yang
sesungguhnya hendak disampaikan dalam pengaduan tersebut. Data yang dimuat didalam
pengaduan juga harus dianalisis untuk menguji apakah data tersebut relevan dan logis mendukung
fakta-fakta yang dimuat dalam pengaduan.

Apabila fakta dan data yang termuat dalam pengaduan tidak mencukup auditor harus melengkapi
pengaduan tentang terjadinya tindak fraud dengan informasi tambahan lainnya. Informasi tambahan
dapat dikumpulkan secara terbatas dari berbagai sumber tanpa harus berhubungan secara langsung
dengan pihak yang diduga melakukan fraud, seperti informasi dari pemasok (supplier), pembell dan
konsumen pengguna barang/jasa, pemberitaan media massa, internet, atau dari informasi yang
dimiliki oleh Unit Kerja Auditor. Unit Kerja Audit yang baik akan membangun profil dari auditan-
auditannya berdansarkan data dan informasi histories mengenal tindankan fraud yang pernah
terjadi pada kegiatan/orang /lingkungan yang dilaporkan, data dan informasi mengenal kelemahan
pengendallan dan data mengenai tingkat risiko yang terkandung pada kegiatan/orang/lIngkungan
yang dilaporkan. Auditor yang melakukan penelaahan harus membandingkan informasi pengaduan
yang diperoleh baik dengan data dan informasi yang sudah dimiliki oleh unit audit internal maupun
dengan data dan informasi lain yang diperoleh selama kegiatan penelaahan.

Untuk dapat mengambil simpulan dari hasil penelaahan terhadap informasi mengenai tindankan
fraud, kemudian dari informasi-informasi dan data yang diperoleh disusun hipotesa tentang fraud
yang terjadi. Hipotesa adalah keterangan sementara dari hubungan fenomena-fenomena yang
kompleks. Hipotesa juga merupakan pernyataan sementara yang bersifat terkaan dari hubungan
antara dua atau lebih variabel. Hipotesa adalah suatu taksiran atau referensi yang dirumuskan serta
diterima untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta ataupun kondisi-kondisi yang diduga
mengandung penyimpangan dan digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan langkah-langkah
audit Investigatif selanjutnya. Dari penjelasan tersebut, jelas bahwa hipotesa yang disusun tersebut
merupakan keterangan, pernyataan atau taksiran sementara yang harus diuji validitasnya. Hipotesa
yang disusun dalam pra perencanaan akan sangat bermanfaat dalam audit Investigatif untuk:

1. Memberikan batasan serta mempersempit ruang lingkup audit sehingga mengefisienkan


pelaksanaan audit investigatif. Keterbatasan sumber daya dan dana yang dimiliki oleh Unit
Kerja Audit menyebabkan setiap audit investigatif yang akan dilaksanakan harus
direncanakan terlebih dahulu. Landansan yang dapat digunakan dalam perencanaan audit
investigatif adalah hipotesa yang disusun dalam tahap pra perencanaan. Dari hipotesa
tersebut dapat diperoleh gambaran tentang, apa yang terjadi, dimana, kapan, oleh siapa dan
mengapa suatu hal terjadi. Dari gambaran tersebut, audit Investigatif dapat diarahkan
sehingga penetapan batasan dan ruang lingkup audit investigatif yang lebih sempit dapat
dilakukan dengan dansar yang dapat dipertanggngjawabkan. Melalui penetapan batasan dan
ruang lingkup yang sempit tersebut, pekerjaan-pekerjaan yang dimasukkan dalam
perencanaan audit investigati danpat diidentifikasi dengan lebih baik dan terarah. Dengan
demikian, sumber daya dan dana yang ada danpat digunakan secara efisien.
2. Menyiagakan auditor terhadap semua fakta dan hubungan antar fakta yang telah
teridentifikasi. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, hipotesa disusun berdasarkan
fakta-fakta dan data yang ada dalam pengaduan setelah diolah dan dipadukan dengan fakta-
fakta dan data yang dikumpulkan pada saat penelaahan dilakukan. Pengujian valitidas
hipotesa dilakukan antara lain dengan melakukan pengujian terhadap validitas semua fakta
dan data yang telah teridentifikasi dan digunakan dalam penyusunan hipotesa tersebut. Di
samping itu, terhadap fakta-fakta dan data yang telah teridentifikasi pada saat penyusunan
hipotesa harus diuji hubungannya dengan membandingkan fakta dan data yang telah
teridentifikasi dan digunakan dalam penyusunan hipotesa tersebut dengan fakta dan data
yang diperoleh pada saat audit investigatif dilaksanakan. Dengan digunakannya hipotesa
sebagai panduan dalam kegiatan pengujiannya, auditor akan senantiasa waspada terhadap
semu fakta dan hubungan antar fakta yang telah teridentifikasi.
3. Sebagai alat dalam membangun fakta-fakta yang terceral-berai tanpa koordinasi ke dalam
suatu kesatuan penting dan menyeluruh. Hipotesa yang disusun dalam tahap pra
perencanaan merupakan format bingkai yang masih harus diisi dan dilengkapi dengan fakta-
fakta dan data sehingga diperoleh gambaran yang utuh dan sebenar-benarnya atas suatu
peristiwa yang berkaitan dengan tindank fraud Fakta-fakta yang diperoleh dalam
pelaksanaan audit investigatif seringkali tidak diterima secara berurutan sesuai dengan
kejadian sesungguhnya. Untuk dapat mengkoordinasikan fakta-fakta yang terceral-beral
tersebut ke dalam suatu gambaran sementara yang utuh, fakta-fakta tersebut harus
dimasukkan dan dibangun dalam bingkai hipotesa yang telah disusun sebelumnya.
4. Sebagai pedoman dalam pengujian fakta dan hubungan antar fakta. Hipotesa yang disusun
dalam tahap pra perencanaan merupakan alat untuk yang menjadi pedoman untuk
menentukan apakah fakta-fakta yang dikumpulkan pada saat pelaksanaan audit investigatif
merupakan faktafakta yang relevan yang dapat menguji validitas hipotesa. Di samping itu,
hipotesa juga dapat digunakan sebagai pedoman dalam menguji apakah antara fakta-fakta
yang terkumpul dalam kegiatan audit investigatif memiliki hubungan antara satu dengan
lainnya atau hanya merupakan fakta-fakta yang berdiri sendiri tanpa keterkaitan.

Dari hipotesa yang telah disusun dalam tahap pra perencanaan, dapat diidentifikasikan hal-hal yang
berkaitan dengan pelanggaran apa yang dilakukan ketentuan-ketentuan apa yang dilanggar, slapa,
kapan, bagaimana dan dimana terjadinya pelanggaran tersebut. Dari hipotesa tersebut selanjutnya
dirumuskan Simpulan yang berupa cukup atau tidaknya indikasi untuk pelaksanaan audit investigatif.
Apabila simpulan yang dirumuskan menyatakan tidak diperoleh Indikasi yang cukup berkaitan
teriadinya fraud, maka unit kerja audit tidak perlu ragu untuk menyatakan bahwa audit investigatif
tidak perlu dilaksanakan. Sebaliknya, apabila simpulan yang dirumuskan menyatakan bahwa
terdapat indikasi yang cukup mengenal terjadinya tindakan fraud, maka segera harus ditindaklanjuti
dengan melakukan persiapan untuk melaksanakan audit investigatif. Kriteria yang digunakan dalam
pengar illan kesimpulan akan, layak atau tidaknya suatu audit investigatif dilakukan adalah
terpenuhinya unsur-unsur delik dari aturan hukum yang dikenakan.

1. Sumber Informasi
Informasi awal sebagai dasar penugasan audit investigatif biasanya dapat berasal salah satu
atau gabungan dari sumber-sumber informasi berikut ini:
a. Pengaduan masyarakat, LSM atau fokus grup.
b. Media massa, cetak, visual dan terbitan berkala lainnya.
c. Pihak lembaga pengatur (regulator) seperti; Bapeper-LK, Bank Indonesia,
Departemen Teknis dll.
d. Pihak aparat penegak hukum; Kejaksaan, Kepolisian, KPK, Pengadila Dsb-nya.
e. Hasil audit reguler, seperti audit operasional, audit kepatuhan, audit kinerja atau
jenis audit lainnya yang temuannya perlu dikembangkan/ pendalaman lebih lanjut
karena diduga mengandung unsur-unsur melawan hukum dan merugikan keuangan
organisasi lembaga atau perusahaan.

Khusus terhadap informasi yang bersumber dari pengaduan masyarakat dan media
massa, umumnya masih memerlukan penelaahan lebih mendalam untuk menentukan
apakah cukup alasan untuk dilakukan audit investigatif.

2. Mengembangkan Hipotesa Awal

Hipotesa awal disusun untuk menggambarkan perkiraan suatu tindak kecurangan itu terjadi. Dalam
hipotesa awal ini diungkapkan berbagai aspek yang berkaitan dengan tindak kecurangan dengan
menjawab berbagal pertanyaan sebagai berikut:

a. Apa yang menjadi masalah atau kasus indikasi fraud yang terjadi
DiDiorganisasib

b. Siapa yang diduga sebagai pelaku indikasi korupsi potensial? Dalam hal ini auditor harus berusaha
untuk dapat:

• Menentukan posisi pelaku dalam struktur organisasi.

• Menentukan tugas dan wewenang mereka, berdasarkan hasil review atas uraian tugas (job
description).

• Menentukan tugas-tugas khusus mereka; kepada siapa melapor; siapa, jika ada, yang melapor
kepada mereka; dengan siapa mereka berinteraksi dalam organisasi Identifikas keahlian khusus yang
di butuhkan untuk pekerjaan mereka (misalnya: programmer komputer, pemegang kas, pejabat
pembuat komitmen, dan seterusnya).

• Mereview arsip data kepegawaian mereka untuk memastikan pendidikan, pengalaman, dan
preseps pribadi (misal: pegawal yangbaik, pegawai yang membawa masalah).

• Jika memungkinkan, telusuri latar belakang dan gaya hidup orang- orang yang di duga terlibat
dalam indikasi fraud.

c. Dimana indikasi fraud dianggap terjadi? Informasi dapat berasal dari sumber atau informan
sebagaimana diidentifikasi di atas. Informasi ini diperkuat dengan data historis mengenal indikasi
korupsi yang terjadi di area dimana indikasi korupsi sekarang dianggap telah terjadi untuk
memperoleh gambaran umum mengenai kelemahan "historis" dalam lingkungan tersebut. Informasi
ini dapat berasal dari divisi audit, hukum, manajemen risiko, sekuriti, atau manajemen senior.

d. Bilamana indikasi fraud tersebut terjadi? Informasi ini juga dapat berasal dari berbagai sumber
sebagaimana telah dildenifikasi di atas.

e. Bagaimana indikasi fraud terjadi? Jawaban pertanyaan ini adalah uraian tentang cara terjadinya
indikasi fraud, termasuk tindakan-tndakan pihak yang diduga terlibat, sehingga memberikan
gambaran adanya kerjasama pihak-pihak yang bersangkutan. Juga menguraikan mengenal
bagaimana prosedur yang seharusnya berlaku atas kegiatan yang diduga menyimpang, hal inl dapat
membantu menentukan jenis penyimpangannya (dugaan unsur melawan hhukum

3. Menyusun Hasil Telaahan Informasi Awal

Hasil penelaahan informasi awal tersebut dituangkan dalam bentuk "Resume Penelaahan Informasi
Awal sehingga tergambar secara ringkas mengenal :

a. Gambaran Umum Organisasi.


Gambaran umum ini berisi penjelasan singkat mengenal Tugas Pokok dan Fungsi dari
Organisasi dan Struktur serta Uralan Tugas dari masing masing unit pada struktur organisasi.
Dalam gambaran umum dijelaskan pula mengenai kuat lemaha

pengendalian yang ada, meliputi pengendalian intern, pengendalian Manajemen dan


lingkungan pengendalian organisasi dan latar belakang terjadinya suatu tindak kecurangan.
b. Indikasi Bentuk-bentuk Penyimpangan,
Berisi uraian mengenai dugaan penyimpangan-penyimpangan, baik terhadap peraturan
perundang-undangan yang ada, maupun terhadap standar operasional dan prosedur yang
berlaku dan pihak-pihak yang berperan secara langsung maupun tidak langsung dalam
indikas! Penyimpangan tersebut.
c. Besarnya estimasi potensi nilai kerugian organisasi, lembaga atau perusahaan yang
terindikasi.
Penjelasan mengenal dana yang terkait dengan kasus yang terjadi yang dapat diindikasikan
dari besarnya dugaan blaya-biaya yang fiktif, besarnya keuangan organisasi, lembaga atau
perusahaan yang hilang, besarnya nilai ketidakefisienan dan ketidakefektifan biaya yang di
keluarkan.
d. Hipotesa
Merupakan gambaran atau matriks dugaan skenario terjadinya kasust berikut gambaran
dugaan modus operandi.
e. Pihak-pihak yang diduga terkait.
Berisi perkiraan pihak-pihak yang terlibat dengan kasus, yang disusun berdasarkan
keterkaitan hubungan kerja, tanggung jawab dalam organisasis maupun hubungan-
hubungan lainnya.
f. Rekomendasi Penanganan.
Dalam rekomendasi ini berisi tindak lanjut yang diperlukan atas hasil telaahan yang dapat
berupa:
• Layak untuk dilanjutkan dengan audit investigatif. Apabila kemungkinan ini yang terjadi,
maka dilanjutkan dengan tahap persiapan audit. Biasanya, keputusan tersebut diambil
karena materi pengaduan cukup informatif yakni telah menyajikan gambaran tentang
penyimpangan, pihak-pihak yang diduga terlibat serta memuat informasi lainnya, sehingga
dapat dijadikan dasar menyusun Program Kerja Audit (PKA).
• Dapat dilanjutkan dengan audit investigatif setelah dipenuhi terlebih dahulu kekurangan
informasi melalui pengumpulan data dan informasi tambahan.
Dalam hal ini masih diperlukan penelaahan lebih mendalam terhadap materi yang
diinformasikan pihak pengadu/media massa sebelum diputuskan cukup tidaknya alasan
untuk melakukan audit.
• Tidak cukup alasan untuk dilanjutkan pada audit investigatif. Apabila kemungkinan ini
yang terjadi, maka berdasarkan resume penelaahan informasi, penanggung jawab au lit
memutuskan untuk tidak dilakukan audit. Dalam hal ini materi yang diadukan kurang
informatif/ sumir, sehingga apabila dilakukan audit, sangat kecil kemungkinannya dapat
berhasil.

Sumber, Bentuk dan Prioritas Penanganan Informasi Awal

1. Informasi awal adalah informasi yang terindikasi adanya penyimpangan/ kecurangan


dalam Perseroan, antara lain dapat bersumber dari:
a. Hasil audit reguler yang memerlukan pengembangan lebih lanjut;
b. Karyawan/Unit/Sub Dir atau satuan kerja dilingkungan perseroan;
c. Laporan Pengaduan melalui Whistleblower System (WBS);
d. Hasil audit pihak eksternal yang dapat/perlu ditindaklanjuti secara
internal;
e. Permintaan Ketua Ketua Komite Audit dan/atau Direksi.

2. Informasi awal yang diterima dapat berbentuk tertulis atau lisan, berupa :
a. Surat permintaan untuk dilakukan audit Investigasi;
b. Surat pengaduan dari internal maupun ekternal;
c. Pengaduan lisan baik secara langsung maupun melalui teknologi informasi;
d. Informasi yang diterima melalui sarana Pengaduan Resmi seperti Whistleblower
System (WBS) dan/atau sarana lainnya yang dapat diterima.
3. Pelayanan Internal Auditor Atas Informasi Awal. Apabila ada pihak yang
menyampaikan langsung kepada seorang atau lebih Internal auditor, informasi
tentang suatu penyimpangan, baik di dalam maupun di luar Perseroan, yang
merugikan kepentingan Perseroan, maka auditor yang bersangkutan melakukan
tindakan sebagai berikut:
a. Jika dimungkinkan, menyarankan kepada pihak yang bersangkutan agar
meneruskan bantuannya untuk menyampaikan laporan tertulis kepada
Perseroan sesuai saluran yang tersedia.
b. Pada kesempatan pertama menyampaikan laporan lisan tentang informasi
penyimpangan tersebut kepada atasan auditor yang bersangkutan.
c. Menuliskan secara lengkap dan ringkas informasi tersebut dengan
menggunakan Formulir Lembar Pengaduan dan menyampakana kepada
atasan auditor yang bersangkutan.
d. Internal auditor penerima informasi wajib menjaga kerahasiaan pihak
yang memberikan informasi

4. Prioritas Penanganan Informasi Awal. Dengan tidak mengurangi arti penting dari setiap informasi
yang diterima, perlu ditetapkan prioritas penanganan informasi awal untuk menjaga efisiensi dan
efektifitas penggunaan sumber daya. Prioritas penanganan informasi ditentukan berdasarkan
sumber, bentuk, dan arti penting Informasi dengan memperhatikan situasi, kondisi, dan dinamika
yang berkembang. Urutan prioritas penanganan informasi awal (Penelaahan informasi awal) dan
pelaksanaan audit investigasi adalah sebagai berikut:

a. Disposisi Direksi termasuk permintaan Dekom dan/atau Ketua Kornite


audit
b. Pengembangan Audit Reguler
c. Pengaduan melalui Whistleblower
d. Surat pengaduan di luar Whistleblower
e. Media massa

Laporan Hasil Penelaahan Awal

Hasil penelaahan yang telah dilakukan terhadap informasi awal dan simpulan Dituangkan ke dalam
laporan hasil penelaahan awal. Laporan ini sekurang- kurangnya harus memuat hal-hal sebagal
berikut: Dalam bagian ini diuraikan Identitas pihak yang menyampaikan informasi

1. Sumber Informasi
Dan asal informasi tindak fraud diperoleh Unit Kerja Audit.
2. Materi Pengaduan
Dalam bagian ini diuraikan secara jelas materi pengaduan yang ada dalam
surat pengaduan.
3. Hasil Telaahan
Dalam bagian ini diuraikan hasil analisis yang dilakukan terhadap materi
pengaduan dan informasi tambahan yang berhasil diperoleh untuk
Melengkapi materi pengaduan tersebut. Dalam bagian ini penelaah
mengungkapkan hipotesa awal yang dapat dibangun berdasarkan seluruh
informasi yang berhasil dihimpun tanpa mempertimbankan apakah
hipotesa tersebut memperkuat ataupun melemahkan materi pengaduan
yang diterima.
4.Simpulan dan Rekomendasi
Dalam bagian ini diuraikan simpulan penel ah atas surat pengaduin dan
rekomendasi yang diajukan atas simpulan tersebut.
Laporan juga harus ditandatangani oleh petugas yang melakukan
penelaahan dan dicantumkan identitasnya, Laporan ini selanjutnya
direview oleh Pejabat yang berwenang dalam organisasi untuk
memberikan keputusan akhir apakah simpulan hasil penelaahan awal
tersebut dapat ditindaklanjuti ataukah ada fakta-fakta atau data lainnya
yang harus dipertimbangkan oleh penelaah untuk memperbaiki telaahan
dan simpulannya.

4.Keputusan Pelaksanaan Audit investigatif

Keputusan untuk menentukan cukup/ tidaknya alasan melakukan audit fraud tergantung dari apa
yang diinformasikan, dan tidak mempermasalahkan siapa yang menginformasikan, sehingga
walaupun surat pengaduan tersebut tanpa idinstitusi (surat kaleng) juga dapat dijadikan dasar untuk
melakukan audit. Namun satu hal yang perlu disadari bahwa suatu audit fraud baru dapat dilakukan
apabila telah ada suatu predikasi (predication) yang valid, yaitu keadaan-keadaan yang menunjukkan
bahwa fraud telah, sedang dan atau akan terjadi.

Selain itu, informasi adanya fraud dapat bersumber dari hasil audit keuangan, audit operasional,
atau audit lainnya. Pendalaman audit (penerbitan Surat Tugas Audit) dapat langsung dilakukan tanpa
harus melalul tahapan penelaahan informasi, apabila informasinya sudah cukup jelas seperti halnya
pada contoh kasus di atas. Kepala Unit Audit Internal Departemen ABC dapat langsung menerbitkan
Surat Tugas Audit investigatif tanpa melalul tahapan penelaahan informasi.

Sehubungan dengan hal di atas perlu ditegaskan bahwa kegiatan penelaahan informasi agar
ditingkatkan intensitas dan kualitasnya sedemikian rupa, sehingga dapat dipergunakan sebagai salah
satu bahan dalam pengambilan keputusan untuk menerbitkan Surat Tugas Audit Investigatif yang
berpotensi terbukti kebenarannya,

D. Perencanaan Audit Investigatif


1. Penetapan Sasaran, Ruang Lingkup dan Susunan Tim Sasaran dan ruang lingkup
audit investiagtif ditentukan berdasarkan hasil penelaahan informasi awal. Apabila
dari hasil audit keuangan, audit operasional, atau jenis audit lainnya
menginformasikan adanya fraud yang memerlukan pendalaman, penanggung jawab
audit harus menerbitkan Surat Tugas Audit yang baru, walaupun dapat tetap
menunjuk tim audit yang lama untuk melakukan Surat Tugas Audit terhadap fraud
dimaksud.
Penerbitan Surat Tugas Audit yang baru harus dilakukan karena sasaran, ruang
lingkup, bentuk laporan dan pengguna laporan audit investigatif berbeda dengan
hasil audit lainnya.
2. Penyusunan Program Kerja
Seperti pada jenis audit lainnya, untuk melakukan audit investigatif juga perlu
menyusun program kerja audit, yang berisi langkah-langkah kerja audit yang akan
dijadikan arah/pedoman bagi auditor yang bersangkutan. Secara umum program
kerja audit disusun dengan memperhatikan hasil penelaahan informasi awal yang
ditujukan untuk dapat mengungkapkan hal-hal berikut:
a. Unsur melawan hukum/melanggar hukum.
b. Unsur memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi. C. Unsur merugikan keuangan
organisasi, lembaga atau Perusahaan atau perekonomian negara.
c. Unsur menyalahgunakan wewenang e. Alat bukti/barang bukti yang cukup untuk
membuktikan unsur- unsur di atas.
d. Kasus posisi dan modus operandi. G. Pihak-pihak yang diduga terlibat/bertanggung jawab.

Untuk menyusun langkah-langkah kerja audit perlu terlebih dahulu Memahami tentang kegiatan
yang diaudit, antara lain pemahaman tentang :

a. Susunan organisasi dan uraian pembagian tugas.


b. Peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kegiatan yang diaudit.
c. Mekanisme kegiatan yang diperiksa termasuk formulir yang digunakan.
d. Pihak-pihak lain yang terkait dengan kegiatan organisasi/Institusi yang diaudit

Sering terjadi bahwa pemahaman secara rinci terhadap hal-hal di atas baru benar-benar
diketahui oleh tim audit pada saat melaksanakan audit di lapangan, sehingga perlu dilakukan
revisi/ penambahan/ penyempurnaan langkah-langkah audit yang disesuaikan dengan kondisi di
lapangan.

3.Jangka Waktu den Anggaran Biaya

Jangka waktu audit hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan dan dicantumkan dalam Surat
Tugas Audit. Jika diperlukan perpanjangan waktu audit, penanggung jawab audit
menerbitkan surat perpanjangan waktu audit dan disampaikan kepada organisasi/institusi
yang diaudit (auditan), Anggaran biaya audit direncanakan dengan seefisien mungkin tanpa
mengurangi pencapaian tujuan audit.

4.Perencanaan Audit investigatif Dengan Metode SMEAC

Terdapat beragam jenis model perencanaan yang dapat dipergunakan dalam menyusun
rencana investigatif. Yang perlu diingat adalah bahwa model perencanaan yang baik adalah
model yang paling baik bisa dijalankan sesuai dengan kondisi dan sumber daya yang dimiliki.
Rencana yang disusun haruslah cukup fleksibel, sesuai dengan jenis investigatif yang akan
dijalankan dengan sumber daya yang tersedia.
Walaupun demikian, terdapat beberapa hal penting yang sangat mempengaruhi
pelaksanaan penugasan investigatif, yaitu:
1) Waktu
2) Biaya
3) Kualitas / mutu
Ketiga unsur tersebut memiliki tingkat ketergantungan satu dengan yang lainnya. Untuk
memperoleh hasil investigatif yang sangat berkualitas (bermutu tingi), tentu diperlukan
waktu dan biaya yang cukup tinggi. Kadangkala, waktu yang tersedia sangat terbatas
sehingga hasil investigatif pun menjadi berkurang kualitasnya.
Model perencanaan SMEAC menggunakan pendekatan terstruktur yang mencakup semua
elemen dasar dalam pelaksanaan satu operasi atau operasi dan dapat digunakan pula
digunakan sebagai kerangka untuk mengembangkan perencanaan yang lebih detail untuk
memenuhi kondisi- kondisi tertentu. SMEAC merupakan singkatan dari lima kata yang harus
dirancang dalam proses perencanaan penugasan investigatif.

S > Situation (Situasi)


Situasi merupakan suatu pernyataan singkat dan seharusnya hanya berisi fakta-fakta yang
sudah diketahui. Jangan menggunakan asumsi dalam pernyataan situasi. Lebih baik lagi, bila
terdapat perubahan situasi selama proses pelaksanaan penugasan investigatif, manajer
mengkomunikasikan perubahan yang terjadi tersebut kepada timnya.

M = Mission (M’si)

Setelah dirumuskan situasi dan kondisi yang ada, kemudian ditentukan misi yang ingin
dicapai oleh tim investigatif. Bagian ini berisi pernyataan mengenal hasil yang ingin dicapai
dari penugasan investigatif yang akan dilaksanakan. Dalam operasi yang relatif besar dan
komplex, misi dijabarkan dalam submisi yang saling terkait antara satu dengan yang lainnya
untuk mencapai misi utama secara keseluruhan.
Sangat penting bagi semua anggota tim untuk memahami misi dan peranan mereka dalam
pencapaian misi tersebut.

E = Execution (Pelaksanaan)

Bagian ini merupakan bagian utama dari perencanaan dan berisi langkah- langkah detail
bagaimana misi tersebut akan dicapai. Tercakup di dalamnya adalah komponen-komponen
yang diperlukan dalam melaksanakan penugasan investigatif dan menyediakan secara detall
peranan dari masing- masing individu yang bertanggung atas pelaksanaan penugasan
investigatif.

A = Administration & Logistics

Ada beberapa bagian, yang pertama kali adalah nama, posisi, dan lokasi Semua orang yang
terlibat dalam penugasan.
1 Di dalamnya harus dinyatakan dengan jelas tugas-tugas, dengan tujuan dan hasil yang
diharapkan dan rencana waktu yang akan digunakan,
2 Rincian jasa spesialis pendukung yang diperlukan harus dimasukkan Dan bagaimana
mereka digunakan, dan dalam hal apa mereka akan Digunakan,
3. Pendelegasian wewenang dan pemisahan fungsi harus jelas,
4. Peralatan khusus yang tersedia dan yang diperlukan, serta Orang-orang yang
bertanggung jawab atas peralatan tersebut,
5. Rencana kontinjensi dalam hal terjadi kondisi tertentu yang tidak diharapkan,
6. Identifikasi risiko yang akan dihadapi, baik risiko bagi Instansi maupun risiko bagi
para investigatornya,

C = Communication/ Komunikasi.

Hal terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah komunikasi. Banyak penugasan
investigatif yang gagal hanya karena buruknya komunikasi selama penugasan
investigatif dibandingkan karena sebab lainnya. Untuk itu diperlukan matriks
komunikasi yang menjelaskan secara rinci arus informasi (siapa menginformasikan
kepada slapa) dan waktu pelaporan yang diwajibkan serta kepada siapa pelaporan
tersebut disampaikan, Model apapun yang akan dipergunakan untuk merencanakan
penugasan investigatif, seharusnya tetap ada matriks komunikasi.

You might also like