Professional Documents
Culture Documents
Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya 1.
Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasikronis paling sering
ditemukan pada diabetes mellitus. Resiko yang dihadapi pasien DM dengan ND antara
lain infeksi berulang, ulkus tidak sembuh-sembuh, dan amputasi jari atau kaki 2.
Neuropati diabetes adalah komplikasi kronis diabetes yang paling umum.
Kelompok kondisi heterogen ini mempengaruhi berbagai bagian sistem saraf dan muncul
dengan manifestasi klinis yang beragam. Pengenalan dini dan pengelolaan neuropati
yang tepat pada pasien dengan diabetes penting karena sejumlah alasan 7.
Manifestasi ND sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa
terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang sangat hebat.
Bisa keluhanya dalam bentuk neuropati local atau sistemik, yang semua itu tergantung
pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi 2.
Neuropati diabetik meningkatkan resiko amputasi sebesar 1.7 kali, 12 kali lipat
bila ada deformitas dan 36 kali lipat jika ada riwayat ulserasi sebelumnya. Neuropati
diabetik juga menganggu kualitas hidup penderita diabetes. Saat neuropati diabetik
otonom ditegakkan maka kehidupan akan berlangsung suram dan angka mortalitas akan
mencapai 25% hingga 50% dalam waktu 5 hingga 10 tahun. Penatalaksanaan terpadu
dalam mencegah kejadian neuropati diabetik sangat diperlukan 3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Sebuah penelitian besar di Amerika memperkirakan bahwa 47% pasien diabetes
memiliki beberapa neuropati perifer. Neuropati diperkirakan muncul pada 7,5% pasien
pada saat diagnosis diabetes. Lebih dari setengah kasus adalah polineuropati simetris
distal. Sindrom fokal seperti carpal tunnel syndrome (14-30%), radiculopathies /
plexopathies, dan neuropati kranial merupakan penyebab sisanya. Data prevalensi yang
solid untuk 2 sindrom yang kurang umum terakhir masih kurang 4. Di antara berbagai
bentuk neuropati diabetik, polineuropati simetris distal (DSPN) dan neuropati otonom
diabetik, terutama neuropati otonom kardiovaskular (CAN), adalah yang paling banyak
dipelajari. 7
2.3 Etiologi 4
Faktor risiko yang berhubungan dengan gejala yang lebih parah termasuk yang
berikut :
Kontrol glikemik yang buruk
Usia lanjut
Hipertensi
Hipertensi merupakan risiko terjadinya komplikasi DM, salah satunya yaitu
neuropati. Hal ini disebabkan karena hipertensi dapat membuat sel tidak sensitif
terhadap insulin. Insulin berperan dalam meningkatkan ambilan glukosa di
banyak sel sehingga apabila insulin tidak berfungsi dengan normal, maka aliran
darah ke bagian perifer juga akan mengalami gangguan 5.
Durasi DM yang lama
pada diabetisi terjadi kelainan sel saraf yang terdapat pada sel-sel schwan, selaput
myelin, dan akson. Gambaran kerusakan tersebut berupa demyelinisasi segmental,
kerusakan akson, dan penebalan membran basal yang mengelilingi permukaan sel
schwan. Semakin lama, akson sel saraf akan hilang sama sekali. Selain kelainan
morfologi, pada diabetisi juga akan ditemukan adanya kelainan fungsional berupa
gangguan kemampuan penghantaran implus, baik motorik maupun sensorik.
Secara biokimiawi, akan ditemukan adanya kelainan dalam jumlah dan bentuk-
bentuk protein sel saraf yang terkena 5.
Dislipidemia
Merokok
Kandungan nikotin yang terkandung dalam rokok akan menyebabkan kerusakan
endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya
akan terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance
lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Adanya aterosklerosis
ini akan memicu terjadi stres oksidatif 5.
Asupan alkohol yang banyak
2.4 Klasifikasi 3
Simetris
Polineuropati diabetik
Neuritis insulin
Polineuropati setelah ketoasidosis
Asimetris
Radiculoplexoneuropathies
Lumbosakral
Thoracic
Serviks
Mononeuropati
Neuropati kranial
Gambar 1 Diagram skematik yang menunjukkan jenis neuropati diabetik. (A) Neuropati
perifer simetris distal, (B) neuropati proksimal, (C) neuropati kranial dan batang tubuh, dan (D)
mononeuropati multipleks.
2
2.5 Patogenesis
Proses kejadian ND berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat
terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end products
(AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi
berbagai jalur tersebut berujung pada kurang nya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke
saraf berkurang dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah ND dalam sel
terjadilah ND. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kejadian ND berhubungan sangat
kuat dengan lama dan beratnya DM 2.
a. Faktor metabolik 2
Proses terjadinya ND berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan. Teori ini
mengemukakan, bahwa hiperglikemia menyebabkan kadar glucose intra seluler yang
meningkat, sehingga terjadi kejenuhan (saturation) dari jalur glikolitik yang biasa
digunakan (normal usedglycolitic pathway). Hiperglikemia persisten menyebabkan
aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-reduktase, yang
merubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol
dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf
merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas. Salah satu kemungkinannya ialah
akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler
sehingga mengakibatkan edem saraf. Peningkatan sintesis sorbitol berakibat
terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioinositol dan
akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stress osmotik yang akan merusak
mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase C (PKC). Aktivasi PKC ini akan
menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar Na intraseluler menjadi berlebihan, yang
berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf sehingga terjadi gangguan
transduksi sinyal pada saraf 2.
Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH saraf yang
merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena NADPH merupakan
kofaktor penting untuk glutathione dan nitric oxide synthase (NOS), pengurangan
kofaktor tersebut membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan
penurunan produksi nitric oxide (NO) 2.
Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia berkepanjangan akan
menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). AGEs ini sangat
toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs
dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO menurun. Yang berakibat vasodilatasi
berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel
saraf, terjadilah ND. Kerusakan aksonal metabolic awal masih dapat kembali pulih
dengan kendali glikemik yang optimal. Tetapi bila kerusakan metabolic ini berlanjut
menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan struktural akson tersebut tidak dapat
diperbaiki lagi 2.
2
b. Kelainan Vaskular
Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan
kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas
oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat
kerusakan endotel vaskular dan menetralisasi NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi
mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui penebalan
membrana basalis, thrombosis pada arteriol intraneural, peningkatan agregasi trombosit
dan berkurangnya deformabilitas eritrosit, berkurangnya aliran darah saraf dan
peningkatan resistensi vascular, stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada
saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan vascular masih
bisa dicegah dengan modifikasi faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang
tinggi, indeks massa tubuh, merokok dan hipertensi.
c. Mekanisme imun 2
Suatu penelitian menunjukkan bahwa 22% dari 120 penyandang DM tipe 1
memiliki complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% DM tipe 2
memperlihatkan hasil yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi tersebut
berperan pada pathogenesis ND. Bukti lain yang menyokong peran antibodi dalam
mekanisme patogenik ND adalah adanya antineural antibodies pada serum sebagian
penyandang DM. Autoantibody yang beredar ini secara langsung dapat merusak struktur
saraf motorik dan sensorik yang bisa di deteksi dengan imunofloresens indirek.
Disamping itu adanya penumpukan antibody dan komplemen pada berbagai komponen
saraf suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses imun pada pathogenesis ND.
d. Peran Nerve Growth Factor (NGF) 2
NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf.
Pada penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan
derajat neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen substance P dan calcitonin-gen-
regulated peptide (CGRP). Peptida ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi, motilitas
intestinal dan nosiseptif, yang kesemuanya itu mengalami gangguan pada ND.
Penilaian nyeri merupakan aspek penting dalam menentukan diagnosis nyeri neuropati
diabetik. Pada tahap awal diperlukan riwayat nyeri, lokasi nyeri, kualitas nyeri,
distribusi nyeri, bagaimana pengaruh terhadap rabaan atau sentuhan, faktor yang
meringankan atau memperberat. Pasien dapat memberi keluhan lebih dari satu tipe
nyeri, riwayat nyeri dapat membantu penderita untuk mengumpulkan keterangan
mengenai nyeri apakah tipe neuropati atau nosiseptif yaitu terjadinya nyeri yang
merupakan respon dari aktivitas reseptor nyeri terhadap stimulus noksisous.Untuk
menentukan tingkat beratnya nyeri atau yang berhubungan dengan karakteristik, pola
nyeri dapat menggunakan kuesioner nyeri McGill (MPQ). Sementara untuk
menentukan ada atau tidaknya nyeri dapat menggunakan Visual Analog Scale.
Gangguan motorik dapat berupa gangguan koordinasi, parese proksimal dan atau
distal, manifestasinya berupa sulit naik tangga, sulit bangkit dari kursi atau lantai,
sering terjatuh, sulit bekerja atau mengangkat lengan ke atas bahu, gerakan halus
tangan terganggu, mudah tersandung, kedua kaki mudah bertabrakan.
Gejala otonom berupa gangguan berkeringat, perasaan melayang pada posisi berdiri,
sinkop saat buang air besar, batuk atau bersin, impotensi, sulit ejakulasi, ejakulasi
retrograde, sulit menahan buang air besar atau kecil, diare saat malam hari, konstipasi,
gangguan adaptasi dalam gelap dan terang.
Pemeriksaan fisik 2,4,5
Pemeriksaan fisik pada pasien neuropati diabetik dilakukan pada semua sistem
tubuh, berkaitan dengan komplikasi yang mungkin terjadi pada DM. termasuk
pemeriksaan tekanan darah dan denyut jantung. Pasien dengan gejala atau tanda
gangguan pada ekstremitas perlu dilakukan pemeriksaan bising dan denyut nadi perifer
karena ada kemungkinan terjadi gangguan vaskuler oklusif. Bila ada keluhan lapang
pandang dilakukan pemeriksaan oftalmologi. Pemeriksaan kulit dilakukan terutama pada
daerah kaki, apakah ada luka yang sembuhnya lambat atau ulkus.
Pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan saraf kranial, tonus otot, kekuatan,
adanya fasikulasi, atrofi, pemeriksaan refleks tendon dalam patella dan Achilles.
Observasi mengenai cara berjalan, berjalan di tempat, berjalan dengan jari kaki dan tumit.
Pemeriksaan sensorik dilakukan dengan pemeriksaan vibrasi, temperatur, raba dan
pemeriksaan propioseptif.
Semua pasien dengan neuropati diabetik harus dilakukan pemeriksaan gula darah,
urinalisis, kadar HbA1c, kolesterol total, kolesterol HDL dan LDL, trigliserida, asam
urat, serta pemeriksaan lain bila ada indikasi seperti elektrolit, hitung jenis sel darah,
serum protein elektroforesis, vitamin B12, folat, keratin kinase, laju endap darah, antibodi
antinuclear, fungsi tiroid dan elektrokardiografi.
Radiologis
Pemeriksaan radiologis dapat berupa pemeriksaan MRI servikal, torakal dan atau
lumbal untuk menyingkirkan kausa sekunder dari neuropati, CT mielogram merupakan
suatu pemeriksaan alternatif untuk menyingkirkan lesi kompresi dan keadaan patologis
lain di kanalis spinal pada radikulopleksopati lumbosakral dan neuropati
torakoabdominal, MRI otak digunakan untuk menyingkirkan aneurisma intrakranial lesi
kompresi dan infark pada kelumpuhan nervus okulomotorius.
Consensus Development Conference pada Standarized Measure in Diabetic
Neuropathy merekomendasikan lima pengukuran yang dilakukan dalam diagnosis
neuropati diabetik sebagai berikut :
1. Pengukuran klinis
2. Analisis morfologi
3. Pengukuran elektrodiagnostik
B. Terapi Medikamentosa 2
Sejauh ini, selain kendali glikemik yang ketat, belum ada bukti kuat suatu terapi dapat
memperbaiki atau mencegah neuropati diabetic. Namun demikian, untuk mencegah
timbulnya atau berlanjutnya komplikasi kronik DM termasuk neuropati , saatini sedang
diteliti obat-obat yang berperan pada proses timbulnya komplikasi kronik diabetes yaitu:
a. Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan
sorbitol dan fruktosa
b. Penghambat ACE
c. Neurotropin
- Nerve growth factor
- Brain-derived neurotrophic factor
d. Alpha lipoic acid, suatu antioksidan kuat dapat membersihkan radikal hidroksil,
superoksida dan peroksil serta membentuk kembali glutation
e. Penghambat protein kinase C
f. Gangliosides, merupakan komponen utama membrane sel
g. Gamma linoleic acid (GLA), suatu precursor membrane fosfolipid
h. Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs
i. Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki gangguan neurologic maupun
non neurologic akibat penyakit auto imun
Pedoman pengelolaan neuropti diabetic dengan nyeri yang dianjurkan: 2
a. NSAID (ibuprofen 600mg4x/hari, sulindac 200mg 2x/hari
b. Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150mg malam hari, imipramine
100mg/hari, nortriptilin 50-150 malam hari, paroxetine 40mg/hari)
c. Antikonvulsan (gabapentin 900 mg 3x/hari, karbamazepin 200 mg/hari)
d. Antiaritmia (mexilletin 150-450 mg/hari)
e. Topical: capsaicin 0,075% 4x/hari
2.9 Komplikasi 6
Ketidaksadaran hipoglikemia. Kadar gula darah di bawah 70 miligram per
desiliter (mg / dL) biasanya menyebabkan gemetar, berkeringat, dan detak jantung
yang cepat. Tetapi jika Anda menderita neuropati otonom, Anda mungkin tidak
memperhatikan tanda-tanda peringatan ini.
Kehilangan jari kaki, kaki atau tungkai. Kerusakan saraf bisa membuat Anda
kehilangan rasa di kaki Anda, sehingga luka kecil pun bisa berubah menjadi luka
atau borok tanpa Anda sadari. Dalam kasus yang parah, infeksi dapat menyebar
ke tulang atau menyebabkan kematian jaringan. Pengangkatan (amputasi) jari
kaki, kaki atau bahkan tungkai bawah mungkin diperlukan.
Infeksi saluran kemih dan inkontinensia urin. Jika saraf yang mengontrol
kandung kemih rusak, Anda mungkin tidak dapat mengosongkan kandung kemih
sepenuhnya. Bakteri dapat menumpuk di kandung kemih dan ginjal,
menyebabkan infeksi saluran kemih. Kerusakan saraf juga dapat memengaruhi
kemampuan Anda untuk merasakan saat Anda perlu buang air kecil atau untuk
mengontrol otot yang mengeluarkan urin, yang menyebabkan kebocoran
(inkontinensia).
Penurunan tajam dalam tekanan darah. Kerusakan saraf yang mengontrol
aliran darah dapat memengaruhi kemampuan tubuh untuk menyesuaikan tekanan
darah. Hal ini dapat menyebabkan penurunan tekanan yang tajam saat Anda
berdiri setelah duduk, yang dapat menyebabkan pusing dan pingsan.
Masalah pencernaan. Jika kerusakan saraf menyerang saluran pencernaan Anda,
Anda bisa mengalami sembelit atau diare, atau keduanya. Kerusakan saraf terkait
diabetes dapat menyebabkan gastroparesis, suatu kondisi di mana perut
mengosongkan terlalu lambat atau tidak sama sekali, yang menyebabkan
kembung dan gangguan pencernaan.
Disfungsi seksual. Neuropati otonom seringkali merusak saraf yang
mempengaruhi organ intim. Pria mungkin mengalami disfungsi ereksi. Wanita
mungkin mengalami kesulitan dengan lubrikasi dan gairah.
Peningkatan atau penurunan keringat. Kerusakan saraf dapat mengganggu
kerja kelenjar keringat dan menyulitkan tubuh untuk mengontrol suhunya dengan
benar.
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Pemeriksaan Kepala
Ukuran dan bentuk kepala : Normocephali
Simetrisitas muka : Simetris
Pemeriksaan Mata
Kelopak : edema -/-, ptosis -/-
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : ikterik -/-
Kornea : keruh
Pupil : isokor
Pemeriksaan Leher
Inspeksi : tanda peradangan (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), pembengkakan (-)
Pemeriksaan trakea : deviasi (-)
Pemeriksaan kelenjar tiroid : pembesaran (-)
Pemeriksaan tekanan vena sentral : 5-2 cmH2O
Pemeriksaan thoraks
Pulmo anterior
Inspeksi : statis: simetris dada kanan dan kiri, normochest, massa(-),massa
(-)
dinamis: tidak ada keterlambatan gerak
Palpasi : fremitus taktil sama kuat/ normal
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Pemeriksaan Ekstremitas
Lengan :5|5
Tangan : CRT < 2 detik, jari-jari kebas
Tungkai : 5 | 5, nyeri
Kaki : CRT < 2 detik, nyeri pada telapak kaki
Sensoris : dpt melokalisir nyeri, dpt membedakan tajam tumpul, saat di lakukan
goresan dengan benda tumpul pada telapak kaki pasien merasa sakit
Distribusi dari fungsi saraf otonom cukup luas. Saraf ini memelihara sistem dan
organ-organ tubuh internal seperti sistem kardiovaskular, gastrointestinal, urogenital,
termoregulasi, dan okular. Selain itu bersama dengan kelenjar endokrin, aktivitas saraf
otonom diperlukan untuk menjaga kestabilan lingkungan termis dan biokimiawi internal
tubuh. Gangguan pada sistem termoregulasi terjadi akibat kelainan saraf simpatis pada
kelenjar keringat maupun akibat gangguan pada reflek vasomotor. Gangguan ini sering
kali muncul pada pasien dengan DM dan menimbulkan kerusakan otonom 5.
Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, nadi 98x/menit, frekuensi nafas 20x/menit, suhu 36 0C,
tekanan darah 170/90 mmHg. Pada pemeriksaan mata ditemukan lensa keruh. Pada
pemeriksaan abdome, palpasi: nyeri tekan pada regio epigastrium, pada pemeriksaan
ektremitas didapatkan adanya nyeri pada telapak tangan dan kaki serta rasa kebas pada
jari-jari tangan dan kaki. Pada pemeiksaan sensoris didapatkan dapat melokalisis nyeri,
membedakan benda tajam atau tumpul. Menurut teori pada tinjauan pustaka Pemeriksaan
fisik Pemeriksaan fisik pada pasien neuropati diabetik dilakukan pada semua sistem
tubuh, berkaitan dengan komplikasi yang mungkin terjadi pada DM. termasuk
pemeriksaan tekanan darah dan denyut jantung. Pasien dengan gejala atau tanda
gangguan pada ekstremitas perlu dilakukan pemeriksaan bising dan denyut nadi perifer
karena ada kemungkinan terjadi gangguan vaskuler oklusif. Bila ada keluhan lapang
pandang dilakukan pemeriksaan oftalmologi. Pemeriksaan kulit dilakukan terutama pada
daerah kaki, apakah ada luka yang sembuhnya lambat atau ulkus. Pemeriksaan neurologi
mencakup pemeriksaan saraf kranial, tonus otot, kekuatan, adanya fasikulasi, atrofi,
pemeriksaan refleks tendon dalam patella dan Achilles. Observasi mengenai cara
berjalan, berjalan di tempat, berjalan dengan jari kaki dan tumit. Pemeriksaan sensorik
dilakukan dengan pemeriksaan vibrasi, temperatur, raba dan pemeriksaan propioseptif.
Pada pemeriksaan penunjang berupa Hb: 11,9 gr/dl Leukosit: 6000 mm3
Trombosit: 277.000 mm3 Ureum: 37 mg/dl , Kreatinin: 1,3 mg/dl, GDR: 411 mg/dL’.
Menurut teori dalam tinjau pustaka Semua pasien dengan neuropati diabetik harus
dilakukan pemeriksaan gula darah, urinalisis, kadar HbA1c, kolesterol total, kolesterol
HDL dan LDL, trigliserida, asam urat, serta pemeriksaan lain bila ada indikasi seperti
elektrolit, hitung jenis sel darah, serum protein elektroforesis, vitamin B12, folat, keratin
kinase, laju endap darah, antibodi antinuclear, fungsi tiroid dan elektrokardiografi.
Terapi yang diberikan
• IVFD Nacl 0,9 % 12 jam/kolf
• Injeksi furosemide 1gr/hari
• Injeksi omeprazole 1 amp/12 jam
• Injeksi ondansetron 1gr/8 jam
• Clobazam 2x10
• Sucrafat syr 3x1
• Bisoprolol 1x2,5 mg
• Novorapid 20 IV
BAB V
KESIMPULAN
Dalam pencegahan dan pengelolaan neuropati diabetik pada pasien DM, yang
terpenting ialah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah dan perawatan kaki sebaik-
baiknya. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat simtomatik, dilakukan
dengan memberikan obat yang bekerja sesuai dengan mekanisme yang mendasari
keluhan nyeri tersebut. Pendekatan nonfarmakologi termasuk edukasi sangat diperlukan,
mengingat perbaikan total sulit dicapai 2.
DAFTAR PUSTAKA
6. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/diabetic-neuropathy/symptoms-
causes/syc-20371580