You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya 1.
Neuropati diabetik (ND) merupakan salah satu komplikasikronis paling sering
ditemukan pada diabetes mellitus. Resiko yang dihadapi pasien DM dengan ND antara
lain infeksi berulang, ulkus tidak sembuh-sembuh, dan amputasi jari atau kaki 2.
Neuropati diabetes adalah komplikasi kronis diabetes yang paling umum.
Kelompok kondisi heterogen ini mempengaruhi berbagai bagian sistem saraf dan muncul
dengan manifestasi klinis yang beragam. Pengenalan dini dan pengelolaan neuropati
yang tepat pada pasien dengan diabetes penting karena sejumlah alasan 7.
Manifestasi ND sangat bervariasi, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa
terdeteksi dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang sangat hebat.
Bisa keluhanya dalam bentuk neuropati local atau sistemik, yang semua itu tergantung
pada lokasi dan jenis saraf yang terkena lesi 2.
Neuropati diabetik meningkatkan resiko amputasi sebesar 1.7 kali, 12 kali lipat
bila ada deformitas dan 36 kali lipat jika ada riwayat ulserasi sebelumnya. Neuropati
diabetik juga menganggu kualitas hidup penderita diabetes. Saat neuropati diabetik
otonom ditegakkan maka kehidupan akan berlangsung suram dan angka mortalitas akan
mencapai 25% hingga 50% dalam waktu 5 hingga 10 tahun. Penatalaksanaan terpadu
dalam mencegah kejadian neuropati diabetik sangat diperlukan 3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Neuropati Diabetik


Istilah deskriptif yang menunjukan adanya gangguan, baik klinis maupun sub klinis,
yang terjadi pada diabetes mellitus tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. Gangguan
neuropati ini termasuk manifestasi somatic dan atau otonom dari sistem saraf perifer 2.
American Diabetes Association (ADA) mendefinisikan neuropati sebagai adanya
gejala yang muncul pada bagian perifer tubuh diakibatkan karena disfungsi saraf perifer
pada pasien DM. Neuropati perifer merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular
karena gangguan saraf disebabkan kenaikan kadar gula darah persisten dan dialami 50%
dari jumlah pasien DM tipe 2 1.

2.2 Epidemiologi
Sebuah penelitian besar di Amerika memperkirakan bahwa 47% pasien diabetes
memiliki beberapa neuropati perifer. Neuropati diperkirakan muncul pada 7,5% pasien
pada saat diagnosis diabetes. Lebih dari setengah kasus adalah polineuropati simetris
distal. Sindrom fokal seperti carpal tunnel syndrome (14-30%), radiculopathies /
plexopathies, dan neuropati kranial merupakan penyebab sisanya. Data prevalensi yang
solid untuk 2 sindrom yang kurang umum terakhir masih kurang 4. Di antara berbagai
bentuk neuropati diabetik, polineuropati simetris distal (DSPN) dan neuropati otonom
diabetik, terutama neuropati otonom kardiovaskular (CAN), adalah yang paling banyak
dipelajari. 7
2.3 Etiologi 4
Faktor risiko yang berhubungan dengan gejala yang lebih parah termasuk yang
berikut :
 Kontrol glikemik yang buruk
 Usia lanjut
 Hipertensi
Hipertensi merupakan risiko terjadinya komplikasi DM, salah satunya yaitu
neuropati. Hal ini disebabkan karena hipertensi dapat membuat sel tidak sensitif
terhadap insulin. Insulin berperan dalam meningkatkan ambilan glukosa di
banyak sel sehingga apabila insulin tidak berfungsi dengan normal, maka aliran
darah ke bagian perifer juga akan mengalami gangguan 5.
 Durasi DM yang lama
pada diabetisi terjadi kelainan sel saraf yang terdapat pada sel-sel schwan, selaput
myelin, dan akson. Gambaran kerusakan tersebut berupa demyelinisasi segmental,
kerusakan akson, dan penebalan membran basal yang mengelilingi permukaan sel
schwan. Semakin lama, akson sel saraf akan hilang sama sekali. Selain kelainan
morfologi, pada diabetisi juga akan ditemukan adanya kelainan fungsional berupa
gangguan kemampuan penghantaran implus, baik motorik maupun sensorik.
Secara biokimiawi, akan ditemukan adanya kelainan dalam jumlah dan bentuk-
bentuk protein sel saraf yang terkena 5.
 Dislipidemia
 Merokok
Kandungan nikotin yang terkandung dalam rokok akan menyebabkan kerusakan
endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya
akan terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance
lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Adanya aterosklerosis
ini akan memicu terjadi stres oksidatif 5.
 Asupan alkohol yang banyak

2.4 Klasifikasi 3

Klasifikasi klinis neuropati diabetik

Simetris

 Polineuropati diabetik

 Neuropati otonom yang menyakitkan

 Neuropati distal yang menyakitkan dengan "cachexia diabetik" penurunan berat


badan

 Neuritis insulin
 Polineuropati setelah ketoasidosis

 Polineuropati dengan gangguan glukosa

 Polineuropati demielinasi inflamasi kronis dengan diabetes mellitus

Asimetris

 Radiculoplexoneuropathies

 Lumbosakral
 Thoracic
 Serviks
 Mononeuropati

 Neuropati median di pergelangan tangan

 Neuropati ulnaris di siku

 Neuropati peroneal di kepala fibular

 Neuropati kranial

Gambar 1 Diagram skematik yang menunjukkan jenis neuropati diabetik. (A) Neuropati
perifer simetris distal, (B) neuropati proksimal, (C) neuropati kranial dan batang tubuh, dan (D)

mononeuropati multipleks.
2
2.5 Patogenesis
Proses kejadian ND berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang berakibat
terjadinya peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation end products
(AGEs), pembentukan radikal bebas dan aktivasi protein kinase C (PKC). Aktivasi
berbagai jalur tersebut berujung pada kurang nya vasodilatasi, sehingga aliran darah ke
saraf berkurang dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel terjadilah ND dalam sel
terjadilah ND. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kejadian ND berhubungan sangat
kuat dengan lama dan beratnya DM 2.
a. Faktor metabolik 2
Proses terjadinya ND berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan. Teori ini
mengemukakan, bahwa hiperglikemia menyebabkan kadar glucose intra seluler yang
meningkat, sehingga terjadi kejenuhan (saturation) dari jalur glikolitik yang biasa
digunakan (normal usedglycolitic pathway). Hiperglikemia persisten menyebabkan
aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-reduktase, yang
merubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisasi oleh sorbitol
dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf
merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas. Salah satu kemungkinannya ialah
akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan keadaan hipertonik intraseluler
sehingga mengakibatkan edem saraf. Peningkatan sintesis sorbitol berakibat
terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioinositol dan
akumulasi sorbitol secara langsung menimbulkan stress osmotik yang akan merusak
mitokondria dan akan menstimulasi protein kinase C (PKC). Aktivasi PKC ini akan
menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar Na intraseluler menjadi berlebihan, yang
berakibat terhambatnya mioinositol masuk ke dalam sel saraf sehingga terjadi gangguan
transduksi sinyal pada saraf 2.
Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunnya persediaan NADPH saraf yang
merupakan kofaktor penting dalam metabolisme oksidatif. Karena NADPH merupakan
kofaktor penting untuk glutathione dan nitric oxide synthase (NOS), pengurangan
kofaktor tersebut membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan
penurunan produksi nitric oxide (NO) 2.
Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia berkepanjangan akan
menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). AGEs ini sangat
toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs
dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO menurun. Yang berakibat vasodilatasi
berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mioinositol dalam sel
saraf, terjadilah ND. Kerusakan aksonal metabolic awal masih dapat kembali pulih
dengan kendali glikemik yang optimal. Tetapi bila kerusakan metabolic ini berlanjut
menjadi kerusakan iskemik, maka kerusakan struktural akson tersebut tidak dapat
diperbaiki lagi 2.
2
b. Kelainan Vaskular
Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan
kerusakan mikrovaskular. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas
oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat
kerusakan endotel vaskular dan menetralisasi NO, yang berefek menghalangi vasodilatasi
mikrovaskular. Mekanisme kelainan mikrovaskular tersebut dapat melalui penebalan
membrana basalis, thrombosis pada arteriol intraneural, peningkatan agregasi trombosit
dan berkurangnya deformabilitas eritrosit, berkurangnya aliran darah saraf dan
peningkatan resistensi vascular, stasis aksonal, pembengkakan dan demielinisasi pada
saraf akibat iskemia akut. Kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan vascular masih
bisa dicegah dengan modifikasi faktor risiko kardiovaskular, yaitu kadar trigliserida yang
tinggi, indeks massa tubuh, merokok dan hipertensi.
c. Mekanisme imun 2
Suatu penelitian menunjukkan bahwa 22% dari 120 penyandang DM tipe 1
memiliki complement fixing antisciatic nerve antibodies dan 25% DM tipe 2
memperlihatkan hasil yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa antibodi tersebut
berperan pada pathogenesis ND. Bukti lain yang menyokong peran antibodi dalam
mekanisme patogenik ND adalah adanya antineural antibodies pada serum sebagian
penyandang DM. Autoantibody yang beredar ini secara langsung dapat merusak struktur
saraf motorik dan sensorik yang bisa di deteksi dengan imunofloresens indirek.
Disamping itu adanya penumpukan antibody dan komplemen pada berbagai komponen
saraf suralis memperlihatkan kemungkinan peran proses imun pada pathogenesis ND.
d. Peran Nerve Growth Factor (NGF) 2
NGF diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan pertumbuhan saraf.
Pada penyandang diabetes, kadar NGF serum cenderung turun dan berhubungan dengan
derajat neuropati. NGF juga berperan dalam regulasi gen substance P dan calcitonin-gen-
regulated peptide (CGRP). Peptida ini mempunyai efek terhadap vasodilatasi, motilitas
intestinal dan nosiseptif, yang kesemuanya itu mengalami gangguan pada ND.

2.6 manifestasi klinis


kerusakan Presentasi klinis dari neuropati tergantung dari mekanisme
patofisiologi dan lokasi anatomi yang mengalami saraf. Bagian yang paling sering
mengalami kerusakan adalah bagian perifer Saraf perifer memiliki fungsi khusus,
sehingga akan muncul berbagai macam gejala ketika saraf mengalami kerusakan.
Tiga komponen sistem saraf tersebut yaitu saraf sensorik, motorik, dans otonom 5.
Kerusakan fungsi saraf sensorik dapat terjadi karena mekanisme peningkatan
stres oksidatif sehingga proses penghantaran implus terganggu.Kerusakan saraf
sensorik melibatkan serabut saraf kecil yang berfungsi untuk merasakan nyeri dan
sensasi suhu, sedangkan serabut besar digunakan untuk persepsi vibrasi dan sensasi
sentuhan. Dampak dari kerusakan ini mengakibatkan gangguan di dalam mengenali
sensitivitas ataupun sentuhan yang diberikan 5.
Kerusakan yang mengenai saraf motorik akan mengakibatkan perubahan
biomenika kaki dan seringkali ditemukan adanya perubahan bentuk kaki
(deformitas). Deformitas yang muncul bisa berbagai macam bentuk bahkan bisa
muncul gabungan dari berbagai deformitas 5.
Distribusi dari fungsi saraf otonom cukup luas. Saraf ini memelihara sistem dan
organ-organ tubuh internal seperti sistem kardiovaskular, gastrointestinal, urogenital,
termoregulasi, dan okular. Selain itu bersama dengan kelenjar endokrin, aktivitas
saraf otonom diperlukan untuk menjaga kestabilan lingkungan termis dan
biokimiawi internal tubuh. Gangguan pada sistem termoregulasi terjadi akibat
kelainan saraf simpatis pada kelenjar keringat maupun akibat gangguan pada reflek
vasomotor. Gangguan ini sering kali muncul pada pasien dengan DM dan
menimbulkan kerusakan otonom 5.
2.7 Diagnosis
Anamnesis
Melalui anamnesis dapat dicari keluhan atau gejala yang berhubungan dengan
neuropati diabetik seperti 2,4,5 :
 Gangguan sensorik, gejala negatif muncul berupa rasa baal, rasa geli, seperti memakai
sarung tangan, sering menyerang distal anggota gerak, terutama anggota gerak bawah.
Rasa nyeri dapat timbul bersama-sama atau tanpa gejala di atas.

 Penilaian nyeri merupakan aspek penting dalam menentukan diagnosis nyeri neuropati
diabetik. Pada tahap awal diperlukan riwayat nyeri, lokasi nyeri, kualitas nyeri,
distribusi nyeri, bagaimana pengaruh terhadap rabaan atau sentuhan, faktor yang
meringankan atau memperberat. Pasien dapat memberi keluhan lebih dari satu tipe
nyeri, riwayat nyeri dapat membantu penderita untuk mengumpulkan keterangan
mengenai nyeri apakah tipe neuropati atau nosiseptif yaitu terjadinya nyeri yang
merupakan respon dari aktivitas reseptor nyeri terhadap stimulus noksisous.Untuk
menentukan tingkat beratnya nyeri atau yang berhubungan dengan karakteristik, pola
nyeri dapat menggunakan kuesioner nyeri McGill (MPQ). Sementara untuk
menentukan ada atau tidaknya nyeri dapat menggunakan Visual Analog Scale.

 Gangguan motorik dapat berupa gangguan koordinasi, parese proksimal dan atau
distal, manifestasinya berupa sulit naik tangga, sulit bangkit dari kursi atau lantai,
sering terjatuh, sulit bekerja atau mengangkat lengan ke atas bahu, gerakan halus
tangan terganggu, mudah tersandung, kedua kaki mudah bertabrakan.

 Gejala otonom berupa gangguan berkeringat, perasaan melayang pada posisi berdiri,
sinkop saat buang air besar, batuk atau bersin, impotensi, sulit ejakulasi, ejakulasi
retrograde, sulit menahan buang air besar atau kecil, diare saat malam hari, konstipasi,
gangguan adaptasi dalam gelap dan terang.
Pemeriksaan fisik 2,4,5
Pemeriksaan fisik pada pasien neuropati diabetik dilakukan pada semua sistem
tubuh, berkaitan dengan komplikasi yang mungkin terjadi pada DM. termasuk
pemeriksaan tekanan darah dan denyut jantung. Pasien dengan gejala atau tanda
gangguan pada ekstremitas perlu dilakukan pemeriksaan bising dan denyut nadi perifer
karena ada kemungkinan terjadi gangguan vaskuler oklusif. Bila ada keluhan lapang
pandang dilakukan pemeriksaan oftalmologi. Pemeriksaan kulit dilakukan terutama pada
daerah kaki, apakah ada luka yang sembuhnya lambat atau ulkus.
Pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan saraf kranial, tonus otot, kekuatan,
adanya fasikulasi, atrofi, pemeriksaan refleks tendon dalam patella dan Achilles.
Observasi mengenai cara berjalan, berjalan di tempat, berjalan dengan jari kaki dan tumit.
Pemeriksaan sensorik dilakukan dengan pemeriksaan vibrasi, temperatur, raba dan
pemeriksaan propioseptif.

Pemeriksaan penunjang 2,4,5


 Laboratorium

Semua pasien dengan neuropati diabetik harus dilakukan pemeriksaan gula darah,
urinalisis, kadar HbA1c, kolesterol total, kolesterol HDL dan LDL, trigliserida, asam
urat, serta pemeriksaan lain bila ada indikasi seperti elektrolit, hitung jenis sel darah,
serum protein elektroforesis, vitamin B12, folat, keratin kinase, laju endap darah, antibodi
antinuclear, fungsi tiroid dan elektrokardiografi.
 Radiologis

Pemeriksaan radiologis dapat berupa pemeriksaan MRI servikal, torakal dan atau
lumbal untuk menyingkirkan kausa sekunder dari neuropati, CT mielogram merupakan
suatu pemeriksaan alternatif untuk menyingkirkan lesi kompresi dan keadaan patologis
lain di kanalis spinal pada radikulopleksopati lumbosakral dan neuropati
torakoabdominal, MRI otak digunakan untuk menyingkirkan aneurisma intrakranial lesi
kompresi dan infark pada kelumpuhan nervus okulomotorius.
Consensus Development Conference pada Standarized Measure in Diabetic
Neuropathy merekomendasikan lima pengukuran yang dilakukan dalam diagnosis
neuropati diabetik sebagai berikut :
1. Pengukuran klinis

2. Analisis morfologi

3. Pengukuran elektrodiagnostik

4. Tes kuantitatif sensoris dan

5. Tes sistem saraf otonom

2.8 Penatalaksanaan 2,4


A. Pengendalian Glukosa Darah
berdasarkan patogenesisnya, maka langkah pertama yang harus dilakukan ialah
pengendalian glukosa darah dan monitor HbA1c secara berkala. Disamping itu
pengendalian faktor metabolik lain seperti hemoglobin, albuin, dan lipid sebagai
komponen tak terpisahkan 2,4.
Studi Diabetes Control And Complikastion Trial (DCCT), kelompok pasien dengan
terapi intensif yang berhasil menurunkan HbA1c dari 9 ke 7%, telah menurunkan resiko
timbul dan berkembangnya komplikasi mikrovaskular, termasuk menurunkan resiko
timbulnya neuropati sebesar 60% dalam 5 tahun. 2,4

B. Terapi Medikamentosa 2
Sejauh ini, selain kendali glikemik yang ketat, belum ada bukti kuat suatu terapi dapat
memperbaiki atau mencegah neuropati diabetic. Namun demikian, untuk mencegah
timbulnya atau berlanjutnya komplikasi kronik DM termasuk neuropati , saatini sedang
diteliti obat-obat yang berperan pada proses timbulnya komplikasi kronik diabetes yaitu:
a. Golongan aldose reductase inhibitor, yang berfungsi menghambat penimbunan
sorbitol dan fruktosa
b. Penghambat ACE
c. Neurotropin
- Nerve growth factor
- Brain-derived neurotrophic factor
d. Alpha lipoic acid, suatu antioksidan kuat dapat membersihkan radikal hidroksil,
superoksida dan peroksil serta membentuk kembali glutation
e. Penghambat protein kinase C
f. Gangliosides, merupakan komponen utama membrane sel
g. Gamma linoleic acid (GLA), suatu precursor membrane fosfolipid
h. Aminoguanidin, berfungsi menghambat pembentukan AGEs
i. Human intravenous immunoglobulin, memperbaiki gangguan neurologic maupun
non neurologic akibat penyakit auto imun
Pedoman pengelolaan neuropti diabetic dengan nyeri yang dianjurkan: 2
a. NSAID (ibuprofen 600mg4x/hari, sulindac 200mg 2x/hari
b. Antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150mg malam hari, imipramine
100mg/hari, nortriptilin 50-150 malam hari, paroxetine 40mg/hari)
c. Antikonvulsan (gabapentin 900 mg 3x/hari, karbamazepin 200 mg/hari)
d. Antiaritmia (mexilletin 150-450 mg/hari)
e. Topical: capsaicin 0,075% 4x/hari

2.9 Komplikasi 6
 Ketidaksadaran hipoglikemia. Kadar gula darah di bawah 70 miligram per
desiliter (mg / dL) biasanya menyebabkan gemetar, berkeringat, dan detak jantung
yang cepat. Tetapi jika Anda menderita neuropati otonom, Anda mungkin tidak
memperhatikan tanda-tanda peringatan ini.
 Kehilangan jari kaki, kaki atau tungkai. Kerusakan saraf bisa membuat Anda
kehilangan rasa di kaki Anda, sehingga luka kecil pun bisa berubah menjadi luka
atau borok tanpa Anda sadari. Dalam kasus yang parah, infeksi dapat menyebar
ke tulang atau menyebabkan kematian jaringan. Pengangkatan (amputasi) jari
kaki, kaki atau bahkan tungkai bawah mungkin diperlukan.
 Infeksi saluran kemih dan inkontinensia urin. Jika saraf yang mengontrol
kandung kemih rusak, Anda mungkin tidak dapat mengosongkan kandung kemih
sepenuhnya. Bakteri dapat menumpuk di kandung kemih dan ginjal,
menyebabkan infeksi saluran kemih. Kerusakan saraf juga dapat memengaruhi
kemampuan Anda untuk merasakan saat Anda perlu buang air kecil atau untuk
mengontrol otot yang mengeluarkan urin, yang menyebabkan kebocoran
(inkontinensia).
 Penurunan tajam dalam tekanan darah. Kerusakan saraf yang mengontrol
aliran darah dapat memengaruhi kemampuan tubuh untuk menyesuaikan tekanan
darah. Hal ini dapat menyebabkan penurunan tekanan yang tajam saat Anda
berdiri setelah duduk, yang dapat menyebabkan pusing dan pingsan.
 Masalah pencernaan. Jika kerusakan saraf menyerang saluran pencernaan Anda,
Anda bisa mengalami sembelit atau diare, atau keduanya. Kerusakan saraf terkait
diabetes dapat menyebabkan gastroparesis, suatu kondisi di mana perut
mengosongkan terlalu lambat atau tidak sama sekali, yang menyebabkan
kembung dan gangguan pencernaan.
 Disfungsi seksual. Neuropati otonom seringkali merusak saraf yang
mempengaruhi organ intim. Pria mungkin mengalami disfungsi ereksi. Wanita
mungkin mengalami kesulitan dengan lubrikasi dan gairah.
 Peningkatan atau penurunan keringat. Kerusakan saraf dapat mengganggu
kerja kelenjar keringat dan menyulitkan tubuh untuk mengontrol suhunya dengan
benar.
BAB III

ILUSTRASI KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. Z
Jenis Kelamin : laki- laki
Umur : 55 tahun
Pekerjaan : petani
Alamat : Jl. Sipang pasir
Agama : Islam
No. Rekam Medis : 22-50-1628
Tanggal Masuk : 21-08-2020

1.2 ANAMNESIS (autoanamnesis dan alloanamnesis)


Keluhan Utama :
Nyeri pada telapak tangan dan kaki sejak 1 bulan
Riwayat Penyakit Sekarang :
 Pasien datang dengan keluhan nyeri pada tangan dan kaki sejak 1 bulan
yang lalu, nyeri meningkat sejak 7 hari belakangan ini,nyeri terutama pada
sendi, telapak tangan dan kaki, nyeri seperti di tusuk- tusuk, nyeri terus
menerus, nyeri saat berjalan
 Jari-jari tangan dan kaki terasa kebas sejak 1 bulan, meningkat lebih kurang
dalam 1 minggu ini
 Pasien juga merasakan nyeri panggul kanan menjalar ke kaki kanan
 Pasien juga merasakan badanya lemas sejak 2 hari ini, nafsu makan
menurun
 Pasien post rawat 1 minggu yang lalu kerena sakit gula dan jantung
 Penurunan berat badan
 Demam (-), batuk (-), sesak (-)
 Mual (-), muntah (-) , nyeri ulu hati (+)
 BAB(+), BAK(+)

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat DM lebih kurang 10 tahun,minum obat metformin , riwayat hipertensi
lebih kurang 10 tahun, minum obat amlodipine 1x1. Asma (-), maagh (-)

Riwayat Penyakit Keluarga :


Dikeluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama, DM(-), HT(-)
Riwayat Pengobatan :
Obat gula dan hipertensi

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan


Pekerjaan pasien sebagai petani. Riwayat merokok sejak remaja

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


 Status Generalisata
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis
Tinggi badan : 155cm
Berat badan : 60 kg
Status gizi : 24,9 (baik )
 Pemerisaan Tanda Vital
Tekanan darah :170/90mmHg
Frekuensi denyut nadi : 98x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit
Suhu tubuh : 36,7oC

 Pemeriksaan Kepala
Ukuran dan bentuk kepala : Normocephali
Simetrisitas muka : Simetris
 Pemeriksaan Mata
Kelopak : edema -/-, ptosis -/-
Konjungtiva : anemis -/-
Sklera : ikterik -/-
Kornea : keruh
Pupil : isokor

 Pemeriksaan Leher
Inspeksi : tanda peradangan (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), pembengkakan (-)
Pemeriksaan trakea : deviasi (-)
Pemeriksaan kelenjar tiroid : pembesaran (-)
Pemeriksaan tekanan vena sentral : 5-2 cmH2O

 Pemeriksaan thoraks
Pulmo anterior
Inspeksi : statis: simetris dada kanan dan kiri, normochest, massa(-),massa
(-)
dinamis: tidak ada keterlambatan gerak
Palpasi : fremitus taktil sama kuat/ normal
Perkusi : Sonor kedua lapang paru

Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-


Pulmo posterior
Inspeksi : simetris
Palpasi : fremitus taktil sama kuat
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba ICS V
Perkusi : batas atas jantung : ICS II linea parasternalis dextra
batas kanan jantung : ICS IV linea parasternal dextra
batas kiri jantung :ICS IV linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : perut tampak datar, spider nervi (-)
Auskultasi : bising usus (+)
Perkusi : timpani 4 kuadran
Palpasi : soepel, nyeri tekan (+) pada regio epigastrium
Pemeriksaan ginjal : balotemen tidak teraba
Pemeriksaan nyeri CVA : nyeri CVA (-)
Pemeriksaan hepar : tidak teraba
Pemeriksaan lien : tidak teraba
Pemeriksaan asites : shifting dullness (-)

 Pemeriksaan Ekstremitas
Lengan :5|5
Tangan : CRT < 2 detik, jari-jari kebas
Tungkai : 5 | 5, nyeri
Kaki : CRT < 2 detik, nyeri pada telapak kaki
Sensoris : dpt melokalisir nyeri, dpt membedakan tajam tumpul, saat di lakukan
goresan dengan benda tumpul pada telapak kaki pasien merasa sakit

1.4 Resume Pemeriksaan Fisik


Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kornea keruh, adanya riwayat katarak 1
tahun yg lalu, terdapat nyeri pada ekstremitas atas dan bawah terutama pada telapak
tangan dan kaki
1.5 Diagnosis
Diagnosis kerja : neuropati diabetik
Diagnosis Banding:
1.6 Tindakan Diagnostik atau Pemeriksaan Penunjang
 Hematologi
 Darah Rutin
Hb : 11,9 gr/dl
Leukosit : 6000 mm3
Trombosit : 277.000 mm3
Eosinophil : 1%
Basophil : 0%
Netrofil batang : 0%
Netrofil segmen : 62%
Limfosit : 32%
Monosit ` :5%
Jumlah Eritrosit : 4.140.000 mm3
MCV :85 FL
MCH :28 PG
MCHC :33 %
Hematokrit : 38%
RDW : 12,5%
 Faal ginjal
Ureum : 37 mg/dl
Kreatinin : 1,3 mg/dl
 Elektrolit/ gas darah
Natrium : 127 mmol/l
Kalium : 4,4 mmol/l
Klorida : 94 mmol/l
 GDR : 411 mg/dL
1.7 Tindakan Terapi
 IVFD Nacl 0,9 % 12 jam/kolf
 Injeksi furosemide 1gr/hari
 Injeksi omeprazole 1 amp/12 jam
 Injeksi ondansetron 1gr/8 jam
 Clobazam 2x10
 Sucrafat syr 3x1
 Bisoprolol 1x2,5 mg
 Novorapid 20 IV
1.8 Prognosis
Ad Vitam : dubia ad Bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP

Tanggal Keluhan Pemeriksaan Perencanaan


Pemeriksaan
22-08-2020 Nyeri telapak kaki dan TD: 150/90
tangan,kesemutan/kebas,pusing(-), N: 85x/menit
mual muntah (-) RR:
20x/menit
T: 36oC
24-08-2020 Nyeri telapak kaki dan tangan sudah TD: 150/80
berkuang,kesemutan/kebas,pusing( N: 80x/menit
-), mual muntah (-) RR:
20x/menit
T: 36 oC
25-08=2020
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pasien ini, didiagnosis neuropati deabetik berdasarkan anamnesis yaitu


pasien dengan keluhan keluhan nyeri pada tangan dan kaki sejak 1 bulan yang lalu, nyeri
meningkat sejak 7 hari belakangan ini,nyeri terutama pada sendi, telapak tangan dan kaki,
nyeri seperti di tusuk- tusuk, nyeri terus menerus, nyeri saat berjalan. Jari-jari tangan dan
kaki terasa kebas sejak 1 bulan, meningkat lebih kurang dalam 1 minggu ini. Nyeri pada
kaki menjalar ketungkai, badan lemas, nyeri pada epigastrium. Menurut teori pada
tinjauan pustaka yang mana kerusakan Presentasi klinis dari neuropati tergantung dari
mekanisme patofisiologi dan lokasi anatomi yang mengalami saraf. Bagian yang paling
sering mengalami kerusakan adalah bagian perifer Saraf perifer memiliki fungsi khusus,
sehingga akan muncul berbagai macam gejala ketika saraf mengalami kerusakan. Tiga
komponen sistem saraf tersebut yaitu saraf sensorik, motorik, dans otonom 5.
Kerusakan fungsi saraf sensorik dapat terjadi karena mekanisme peningkatan stres
oksidatif sehingga proses penghantaran implus terganggu.Kerusakan saraf sensorik
melibatkan serabut saraf kecil yang berfungsi untuk merasakan nyeri dan sensasi suhu,
sedangkan serabut besar digunakan untuk persepsi vibrasi dan sensasi sentuhan. Dampak
dari kerusakan ini mengakibatkan gangguan di dalam mengenali sensitivitas ataupun
sentuhan yang diberikan 5.
Kerusakan yang mengenai saraf motorik akan mengakibatkan perubahan
biomenika kaki dan seringkali ditemukan adanya perubahan bentuk kaki (deformitas).
Deformitas yang muncul bisa berbagai macam bentuk bahkan bisa muncul gabungan dari
berbagai deformitas 5.

Distribusi dari fungsi saraf otonom cukup luas. Saraf ini memelihara sistem dan
organ-organ tubuh internal seperti sistem kardiovaskular, gastrointestinal, urogenital,
termoregulasi, dan okular. Selain itu bersama dengan kelenjar endokrin, aktivitas saraf
otonom diperlukan untuk menjaga kestabilan lingkungan termis dan biokimiawi internal
tubuh. Gangguan pada sistem termoregulasi terjadi akibat kelainan saraf simpatis pada
kelenjar keringat maupun akibat gangguan pada reflek vasomotor. Gangguan ini sering
kali muncul pada pasien dengan DM dan menimbulkan kerusakan otonom 5.
Pada pemeriksaan fisik yang ditemukan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang, kesadaran compos mentis, nadi 98x/menit, frekuensi nafas 20x/menit, suhu 36 0C,
tekanan darah 170/90 mmHg. Pada pemeriksaan mata ditemukan lensa keruh. Pada
pemeriksaan abdome, palpasi: nyeri tekan pada regio epigastrium, pada pemeriksaan
ektremitas didapatkan adanya nyeri pada telapak tangan dan kaki serta rasa kebas pada
jari-jari tangan dan kaki. Pada pemeiksaan sensoris didapatkan dapat melokalisis nyeri,
membedakan benda tajam atau tumpul. Menurut teori pada tinjauan pustaka Pemeriksaan
fisik Pemeriksaan fisik pada pasien neuropati diabetik dilakukan pada semua sistem
tubuh, berkaitan dengan komplikasi yang mungkin terjadi pada DM. termasuk
pemeriksaan tekanan darah dan denyut jantung. Pasien dengan gejala atau tanda
gangguan pada ekstremitas perlu dilakukan pemeriksaan bising dan denyut nadi perifer
karena ada kemungkinan terjadi gangguan vaskuler oklusif. Bila ada keluhan lapang
pandang dilakukan pemeriksaan oftalmologi. Pemeriksaan kulit dilakukan terutama pada
daerah kaki, apakah ada luka yang sembuhnya lambat atau ulkus. Pemeriksaan neurologi
mencakup pemeriksaan saraf kranial, tonus otot, kekuatan, adanya fasikulasi, atrofi,
pemeriksaan refleks tendon dalam patella dan Achilles. Observasi mengenai cara
berjalan, berjalan di tempat, berjalan dengan jari kaki dan tumit. Pemeriksaan sensorik
dilakukan dengan pemeriksaan vibrasi, temperatur, raba dan pemeriksaan propioseptif.

Pada pemeriksaan penunjang berupa Hb: 11,9 gr/dl Leukosit: 6000 mm3
Trombosit: 277.000 mm3 Ureum: 37 mg/dl , Kreatinin: 1,3 mg/dl, GDR: 411 mg/dL’.
Menurut teori dalam tinjau pustaka Semua pasien dengan neuropati diabetik harus
dilakukan pemeriksaan gula darah, urinalisis, kadar HbA1c, kolesterol total, kolesterol
HDL dan LDL, trigliserida, asam urat, serta pemeriksaan lain bila ada indikasi seperti
elektrolit, hitung jenis sel darah, serum protein elektroforesis, vitamin B12, folat, keratin
kinase, laju endap darah, antibodi antinuclear, fungsi tiroid dan elektrokardiografi.
Terapi yang diberikan
• IVFD Nacl 0,9 % 12 jam/kolf
• Injeksi furosemide 1gr/hari
• Injeksi omeprazole 1 amp/12 jam
• Injeksi ondansetron 1gr/8 jam
• Clobazam 2x10
• Sucrafat syr 3x1
• Bisoprolol 1x2,5 mg
• Novorapid 20 IV
BAB V

KESIMPULAN

Neuropati diabetic merupakan salah satu komplikasi kronik DM dengan


prevalensi dan manifestasi klinis amat bervariasi. Dari 4 faktor ( metabolic, vascular,
imun dan NGF) yang berperan pada mekanisme patogenik neuropati diabetik,
hiperglikemi berkepanjangan sebagai komponen faktor metabolic merupakan dasar utama
pathogenesis neuropati diabeti 2.

Dalam pencegahan dan pengelolaan neuropati diabetik pada pasien DM, yang
terpenting ialah diagnosis diikuti pengendalian glukosa darah dan perawatan kaki sebaik-
baiknya. Usaha mengatasi keluhan nyeri pada dasarnya bersifat simtomatik, dilakukan
dengan memberikan obat yang bekerja sesuai dengan mekanisme yang mendasari
keluhan nyeri tersebut. Pendekatan nonfarmakologi termasuk edukasi sangat diperlukan,
mengingat perbaikan total sulit dicapai 2.
DAFTAR PUSTAKA

1. PERKENI. 2015. KONSENSUS PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN


DIABETES MELITUS TIPE 2 DI INDONESIA 2015

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014.

3. V Bansal , J Kalita , dan UK Misra.2006. Diabetic neuropathy.


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2596705/

4. Dianna Quan. 2020. Diabetic Neuropathy.


https://emedicine.medscape.com/article/1170337-overview

5. Khana Rosyida.2016. Gambaran Neuropati Perifer Pada Diabetisi Di Wilayah


Kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang. Skripsi

6. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/diabetic-neuropathy/symptoms-
causes/syc-20371580

7. ADA. 2017. Diabetic Neuropathy: A Position Statement by the American


Diabetes Association Diabetes Care 2017;40:136–154

You might also like