You are on page 1of 10

MAKALAH

PEMBAGIAN IRFANI
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Tafsir Irfani
Dosen Pengampu : Dr. Abdullah Mahmud, M.Ag

Disusun Oleh :

Wahyu Nur Sinta Sari G100210004


Putri Rahayuningtyas Sativara G100210025
Nadia Alisyia Nuri G100210026
Zidha Khira Himmah G100210028

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2023
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................ 1


DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG ...................................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................. 4
C. TUJUAN PENULISAN ................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 5
A. PENGERTIAN IRFANI .................................................................................................. 6
B. PEMBAGIAN IRFANI .................................................................................................... 7
BAB III...................................................................................................................................... 8
KESIMPULAN ...................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 10
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul konsep ilmu dalam prespektif islam
ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata
kuliah islam dan iptek. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan terkait
konsep ilmu dalam prespektif islam bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Pak Suharjianto, selaku dosen mata kuliah islam
dan iptek yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karna
itu kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Baik ‘irfān dan tasawuf dengan kedua pembagiannya positif dan negatif, tidak bisa
dibatasi pada agama tertentu dan budaya tertentu saja. Namun masih saja ada orang-orang yang
terpengaruh pada satu titik ekstrim dan juga pada titik ekstrim lainnya. Dari satu sisi orang-
orang muslim sangat berpegang teguh pada Qur’an dan sunnah, namun dari sisi lain mereka
terpengaruh oleh budaya sebelum Islam. Dari sini timbullah arus penyimpangan politik dan
akhlak yang mengajak untuk memisahkan agama dari politik pada periode pemerintahan
sebelumnya seperti dinasti Umayyah dan dinasti Abbasiyah.
Penyimpangan ini juga ditemukan dalam dunia Islam pada wilayah ‘irfān dan tasawuf.
Mereka menamakan diri mereka sendiri dengan zahid dan arif. Kemudian mereka
mengistilahkan diri mereka sendiri dengan mutaṣawwifah. Dalam ‘irfān teori mereka meyakini
inkarnasi (hulūl) dan penyatuan (ittihād) dan mereka memisahkan syariat dari tarikat dalam
‘irfān praktis (‘amalī). Mereka membangun khāneqāh-khāneqāh (tempat perkumpulan para
sufi ) sebagai pengganti pergi ke mesjid-mesjid. Mereka memisahkan diri mereka dari barisan
kaum Muslim. Mereka terbagi kepada aliran dan komunitas yang berbeda-beda. Sejarah Islam
dan sejarah fi lsafat dan ‘irfān menjadi bukti segala perubahan-perubahan tersebut dan
dilemadilema pemikiran dan politik. Karena itu pembahasan ini tidak bertujuan untuk
mempertahankan dan memaparkan segala pemikiran asing yang ada di dalam ‘irfān dan
tasawuf. Pembahasan ini untuk mempertahankan ‘irfān yang murni yang berasal dari Islam
yang berasal dari Qur’an dan sunnah.
‘Irfān dan tasawuf sejak dahulu telah masuk dalam bingkai ilmu humaniora
sebagaimana yang telah dibuktikan pada indikator dan dalildalil historis. Masing-masing dari
keduanya memiliki pengikut dan pendiri. Para penentangnya menyebut mereka dengan rafidah,
baik itu dari kalangan Muslim maupun dari kalangan orientalis.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian irfani?
2. Apa saja pembagian dari irfani?
3. Apa itu irfani amali?
4. Apa itu irfani nazhari?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Memahami pengertian dari irfani
2. Mengetahui pembagian irfani
3. Mengatahui pengertian irfani amali
4. Mengetahui pengertian irfani nazhari
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN IRFANI
Secara bahasa, kata „irfan berasal dari bahasa arab yang merupakan
bentuk mashdar dari kata „arafa, semakna dengan ma‟rifah, atau dalam istilah
Yunani disebut gnosis, yaitu pengetahuan tentang sesuatu yang diperoleh melalui
berfikir (tafakkur) dan kontemplasi (tadabbur). Dalam bahasa arab, ma‟rifah
berbeda dengan ilmu. Kalau ma‟rifah dihasilkan melalui keterhubungan langsung
dengan objek pengetahuan dalam artian subjek mengalami keterhubungannya
dengan objek. Sementara ilmu dihasilkan melalui transformasi (naql) ataupun
rasionalitas („aql). Menurut Alparslan keduanya berbeda karena lahir dari
instrument batin manusia yang berbeda juga, jika „ilm dihasilkan dari akal („aql)
sedangkan ma‟rifah dari hati (qalb).
Pengertian ma‟rifah tersebut senada dengan pemakaian kata dalam
alQur‟an: alladzina aataynaahum al-kitab ya‟rifuna kamaa ya‟rifuuna abna‟ahum.
Ayat tersebut berarti bahwa ahli Kitab telah mengenal Muhammad SAW
sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka. Disini berarti bahwa ma‟rifah
berhubungan dengan pengalaman dan pengetahuan langsung dengan objek
pengetahuan dalam artian adanya hubungan langsung (mu‟ayasah) dengan objek
yang diketahui.

B. PEMBAGIAN IRFANI
‘Irfāni berpegang teguh pada al-Qur’an, sunnah, sirah nabawiyah, dan sahabat-
sahabat yang agung, baik itu dalam ‘irfān ‘amalī maupun dalam ‘irfān nazarī
(teoritis) dan keduanya dapat menolong kehidupan manusia. Begitu juga yang
disebutkan oleh Muthahhari (2002) bahwa irfani dibagi menjadi dua yaitu: „irfan
praktis dan ‘irfan teoritis. Irfan praktis adalah bagian yang menjelaskan hubungan
dan pertanggungjawaban manusia terhadap dirinya. Bagian praktis „irfan ini
disebut perjalanan ruhani. Bagian ini menjelaskan bagaimana seseorang menempuh
ruhani (salik) yang ingin mencapai tujuan puncak kemanusiaan – yakni tauhid
(monoteisme) – harus mengawali perjalanan, menempuh tahapan (maqam)
perjalanan secara berurutan dan keadaan jiwa (hal) yang bakal dialaminya
sepanjang perjalanan. Bimbingan seorang pembimbing spiritual mutlak diperlukan
dalam „irfan praktis ini. „Irfan teoritis sendiri memfokuskan perhatiannya pada
masalah wujud (ontologi), mendiskusikan manusia, Tuhan dan alam semesta.

Berikut pemaparan terkait irfani ‘amali dan irfani nazhari:


Irfani ‘amali
Amali membahas tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Amali adalah seperti yang dipraktekan di dalam kelompok tarekat,
dimana dalam kelompok ini terdapat sejumlah sufi yang mendapat bimbingan dan
petujuk dari seorang guru tentang bacaan dan amalan yang harus ditempuh oleh
seorang sufi dalam mencapai kesempurnaan rohani agar dapat berhubungan
langsung dengan Allah.
Amali adalah ajaran yang dianut oleh pengikut tarekat (ashhâbut turuq)
yang meliputi menjauhi sifaf-sifat tercela, mengutamakan mujâhadah, menghadap
Allah dengan bersungguh-sungguh dan memutuskan hubungan dengan lainnya.
Amali lebih menekankan terhadap cara-cara mendekatkan diri kepada Allah swt,
baik melalui amalan lahiriah maupun batiniah. Tujuannya mendekatkan diri kepada
Allah swt dengan menghapuskan segala sifat yang tercela serta menghadap
sepenuhnya kepada Allah swt dengan berbagai amaliah atau riyadhah yang
dilakukan seperti memperbanyak wirid serta amaliah-amaliah lainnya.
Bentuk/praktik amali meliputi segala aspek ajaran Islam. Dicontohkan oleh
Rasulullah saw, para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in, serta para ulama secara berantai
hingga kini. Maka seiring perkembangan zaman praktiknya semakin banyak dan
beragam. Pada abad ke 13 H seorang ulama yang bernama syaikh Utsman ibn Hasan
ibn Ahmad Asy-Syakir Al-Khaubawi menjelaskan konsep tasawuf amali dalam
salah satu kitabnya Durrah An-Nasihin. Praktik amali yang beliau ajarkan
diperuntukan untuk semua orang, tidak harus kepada orang-orang khawas (ahli
ma’rifat dan zuhud) tetapi juga untuk orang-orang awam yang masih dangkal
pemahamannya juga dapat diamalkan dalam keseharian manusia. Seperti wara’,
taubat, berdoa, shalat tahajud, berpuasa 6 hari di bulan syawal, menafkahkan harta
di jalan Allah, berteman dengan fakir dan miskin serta istiqamah di jalan-Nya.
Wara’ adalah sikap kehati-hatian terhadap sesuatu. Seseorang yang
bersikap wara’ akan sangat berhati-hati dalam menjalani hidup. Dengan
mengedepankan sikap wara’ seseorang akan tehindar dari hal-hal yang syubhat dan
haram sehingga hatinya relatif bersih dan akan memudahkan dia untuk sampai
kepada Allah swt. Wara’ merupakan awal dari ketakwaan seseorang. Oleh karena
itu menumbuhkan sifat kesehajaan, tulus ikhlas, sikap sosial yang positif dan
menjauhkan dari sikap israf, egoisme, materialisme dan kesombongan. Betapapun
sikap wara’ sangat dianjurkan namun demikian jangan sampai terkena ghurur (tipu
daya) sikap wara’ yang ekstrem. Oleh karena itu, Allah mengutus Rasulullah saw
untuk menjadi uswah amali lebih menekankan terhadap cara-cara mendekatkan diri
kepada Allah swt, baik melalui amalan lahiriah maupun batiniah. Tujuannya
mendekatkan diri kepada Allah swt dengan menghapuskan segala sifat yang tercela
serta menghadap sepenuhnya kepada Allah swt dengan berbagai amaliah atau
riyadhah yang dilakukan seperti memperbanyak wirid serta amaliah-amaliah
lainnya.

Irfani Nazhari
Nazhari mendasarkan ajarannya pada pemikiran dan analisis,
memandang ayat al-Qur’an dari sudut pandang tasawuf yang sesuai dengan filosofi,
yaitu menafsirkan al-Qur’an melalui pemikiran analisis rasional. Aliran ini
memandang al-Qur’an sebagai sebuah buku petunjuk untuk umat manusia. Oleh
karena itu penafsiran ini tidak jarang menyimpang dari standar penafsiran yang
sering digunakan oleh ulama tafsir pada umumnya, mereka terkadang memberikan
penafsiran dan bertolak belakang dengan kandungan ayat serta kaedah bahasa yang
benar.
Selanjutnya al-Zahabi secara lebih panjang lebar menjelaskan
karekteristik atau ciri-ciri dalam penafsiran Nazhari yang dapat diringkas sebagai
berikut :

1. Dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’an tafsir Nazhari sangat besar dipengaruhi


oleh filsafat.
2. Di dalam tafsir al-Nazhari, hal-hal yang gaib dibawa ke dalam sesuatu yang
nyata atau tampak. Dengan perkataan lain, mengqiyaskan yang gaib ke yang nyata.
3. Terkadang tidak memperhatikan kaidah-kaidah nahwu dan hanya menafsirkan
apa yang sejalan dengan ruh dan jiwa sang mufassir.
Yang dimaksud tafsir nazhari adalah tafsir yang berdasarkan pada
penafsiran takwil, yang berbeda dengan tafsir. Nazhari dalam praktiknya tidak
memperhatikan kaidah-kaidah yang ada dan hasilnya sangat jauh dari apa yang
dimaksudkan ayat tersebut. Nazhari tampak hanya menekankan makna batin di atas
makna lahir.
Menurut al-Alusy : “Tidaklah seyogyanya bagi orang yang
kemampuannya terbatas dan ke-imanannya belum mendalam mengingkari bahwa
al-Quran mempunyai bagian-bagian batin yang dilimpahkan oleh Allah yang Maha
Pencipta dan Maha Pelimpah batin-batin hamba-Nya yang dikehendaki”. Al-Alusy
menyebutkan tentang isyarat yang diberikan Allah melalui firman-Nya dalam QS.
al- Baqarah ayat 45, sebagai berikut:

َ‫علَى ْالخَا ِشعِين‬


َ ‫يرة ٌ ِإ ََّّل‬
َ ‫ص ََلةِ ۚ َو ِإنَّ َها لَ َك ِب‬ َّ ‫َوا ْستَعِينُوا ِبال‬
َّ ‫صب ِْر َوال‬

“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang


demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'”.

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan sesungguhnya


yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu. Bahwa
shalat adalah sarana untuk memusatkan dan mengkon- sentrasikan hati untuk
menangkap tajally (penampakan diri) Allah dan hal ini sangat berat, kecuali bagi
orang-orang yang luluh dan lunak hatinya untuk menerima cahaya-cahaya dari
tajally-tajally Allah yang amat halus menangkap kekuasaan-Nya yang Maha
Perkasa. Merekalah orang-orang yang yakin, bahwa mereka benar-benar berada di
hadapan Allah dan hanya kepada-Nya lah mereka kembali, dengan menghancurkan
sifat-sifat kemanusiaan mereka (fana’) dan meleburkannya ke dalam sifat-sifat
Allah (baqa’), sehingga mereka tidak menemukan selain eksistensi Allah sebagai
raja yang Maha Halus dan Maha Perkasa.
KESIMPULAN
Bagian praktis „irfan ini disebut perjalanan ruhani. Bagian ini
menjelaskan bagaimana seseorang menempuh ruhani (salik) yang ingin mencapai
tujuan puncak kemanusiaan – yakni tauhid (monoteisme) – harus mengawali
perjalanan, menempuh tahapan (maqam) perjalanan secara berurutan dan keadaan
jiwa (hal) yang bakal dialaminya sepanjang perjalanan. Bimbingan seorang
pembimbing spiritual mutlak diperlukan dalam „irfan praktis ini. „Irfan teoritis
sendiri memfokuskan perhatiannya pada masalah wujud (ontologi), mendiskusikan
manusia, Tuhan dan alam semesta.
Amali membahas tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada
Allah SWT. Amali adalah seperti yang dipraktekan di dalam kelompok tarekat,
dimana dalam kelompok ini terdapat sejumlah sufi yang mendapat bimbingan dan
petujuk dari seorang guru tentang bacaan dan amalan yang harus ditempuh oleh
seorang sufi dalam mencapai kesempurnaan rohani agar dapat berhubungan
langsung dengan Allah.
Nazhari mendasarkan ajarannya pada pemikiran dan analisis,
memandang ayat al-Qur’an dari sudut pandang tasawuf yang sesuai dengan filosofi,
yaitu menafsirkan al-Qur’an melalui pemikiran analisis rasional. Aliran ini
memandang al-Qur’an sebagai sebuah buku petunjuk untuk umat manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Bustomi, A. G. et. all. (2020). Metode Irfani Dalam Epistemologi Islam. UIN Sunan
Gunung Jati Bandung, hlm. 6-7.

Alumni, R., Studi, P., Pascasarjana, I., Islam, U., Sumatera, N., Medan, U., Dengan, A.,
Kunci, K., & Epistemologi, P. (n.d.). Epistemologi ‘ irfani dalam tasawwuf.

Kouhsari, S. H. (2013). Hakikat ‘Irfan 1. 3(2), 243–262.

Mutholingah, S. (2020). Tasawuf ‘Irfani Dan Implementasinya Dalam Pendidikan Agama


Islam. Journal PIWULANG, 3(1), 35. https://doi.org/10.32478/piwulang.v3i1.503

You might also like