You are on page 1of 45

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPONATREMIA

Disusun Oleh

Nama : Rizky Rahayu Amas

Nim : 14420222153

Kelompok : 3

Perceptor Klinik Perceptor Institusi

Hj. Musdalifah. M, S.Kep., Ns Safruddin, S.Kep.,Ns.,MKep

DEPARTEMEN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT DAN KRITIS NURSING
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2023
A. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian
Hiponatremia merupakan kondisi dimana kadar natrium serum
kurang dari normal (kurang dari 135 mEq/L atau 135 mmol/L).
Konsentrasi natrium plasma menggambarkan rasio natrium tubuh
total terhadap air tubuh total. Penurunan rasio ini dapat terjadi dari
kuantitas natrium tubuh total yang rendah dengan penurunan yang
lebih sedikit pada air tubuh total, kandungan natrium tubuh total yang
normal dengan air tubuh total yang berlebihan dan natrium tubuh total
yang jauh lebih berlebihan dengan air tubuh total yang jauh lebih
berlebihan. Meskipun demikian keadaan hiponatermia dapat
menyertai kekurangan volume cairan atau kelebihan volume cairan
(Nabila, 2016).
Hiponatremia merupakan keadaan kadar natrium serum <135
mEq/L, merupakan gangguan keseimbangan elektrolit yang sering
dijumpai pada pasien di rumah sakit. Diagnosis yang cepat dan tepat
penting dilakukan karena hiponatremia berat dapat menyebabkan
komplikasi yang mengancam jiwa akibat edema otak dan
demielinisasi(Kristianus & Setijoso, 2023).
Jika kelebihan air tersebut sampai memasuki sel-sel otak dan sel
otak mengalami pembengkakan, seperti sel-sel tubuh lainnya, maka
yang terjadi selanjutnya dapat dipastikan adalah keadaan yang sangat
fatal. Tubuh akan mengalami kejang, koma, sistem pernapasan
terhenti, batang otak mengalami herniasi dan akhirnya berujung pada
kematian(Syarif & Kholiska, 2023).
2. Etiologi
Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan
air yang berlebihan pada cairan ekstrasel akan menyebabkan
penurunan konsentrasi natrium plasma. Kehilangan natrium klorida
primer biasanya terjadi pada dehidrasi hipoosmotik seperti pada
keadaan berkeringat selama aktivitas berat yang berkepanjangan,
berhubungan dengan penurunan volume ekstrasel seperti diare,
muntah-muntah, dan penggunaan diuretik secara berlebihan.
Hiponatermia juga disebabkan karena beberapa penyakit ginjal yang
menyebabkan glomerulus dan tubulus ginjal, penyakit Addison, serta
retensi air yang berlebihan over-hidrasi (hipo-osmotik) akibat
hormone anti diuretik. Kepustakaan lain menyebutkan bahwa respon
fisiologis dari hiponatermia adalah tertekannya pengeluaran ADH dari
hipotalamus (osmolaritas urin rendah)(Nabila, 2016).
3. Klasifikasi
1. Berdasarkan Osmolalitas Plasma
1) Hiponatremia Isotonik
Jika konsentrasi natrium plasma < 135 mEq/L dan
osmolalitas plasma normal yaitu 280 – 285
mOsm/Kg/H2O(Aggriani puspita ayua listiani, Ni
Nyoman indah sari,Reka spoiyanti,Sumia intan
romadina,Hendri Pratama yudi, 2020).
2) Hiponatremia Hipotonik
Jika konsentrat natrium plasma < 135 mEq/L dan
osmolalitas plasma normal yaitu < 280 mOsm/Kg/H 2O.
Hiponatremia hipotonik selalu menggambarkan
ketidakmampuan ginjal dalam mengekskresikan cairan
yang masuk(Aggriani puspita ayua listiani, Ni Nyoman
indah sari,Reka spoiyanti,Sumia intan romadina,Hendri
Pratama yudi, 2020).
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis dari hiponatermia bergantung pada penyebab,
keparahan, dan kecepatan terjadinya kekurangan. Meskipun mual dan
kram perut muncul kebanyak gejala bersifat neuropsikiatrik dan
kemungkinan berhubungan dengan pembengkakan seluler dan edema
serebral yang diakibatkan oleh hiponatermia. Umumnya pasien-pasien
yang mengalami penurunan akut dari kadar natrium serum
menunjukkan gejala lebih berat dan tingkat mortallitas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pasien yang mengalami hiponatermia
lebih lambat. Gambaran- gambaran hiponatermia yang berhubungan
dengan kehilangan natrium dan penambahan air termasuk anoreksia,
kram otot, dan perasaan kelelahan. Jika kadar natrium serum turun
dibawah 115 mEq/L atau 115 mmol/L tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial, seperti letargi, konfusi, kedutan otot, kelemahan
fokal, hemiparese, papiledema, dan kejang mungkin terjadi(Nabila,
2016)
Gejala hiponatremia bervariasi pada setiap penderita. Bila kadar
natrium dalam tubuh menurun secara bertahap, penderita
mungkin tidak mengalami gejala apapun. Namun jika kadar
natrium turun dengan cepat, gejala yang muncul bisa berbahaya
(Aggriani puspita ayua listiani, Ni Nyoman indah sari,Reka
spoiyanti,Sumia intan romadina,Hendri Pratama yudi, 2020).
Beberapa gejala yang umumnya dialami penderita hiponatremia
meliputi :
 Sakit Kepala
 Kebingungan
 Mual dan Muntah
 Lemas dan lelah
 Kram atau lemah otot
 Gelisah
 Kejang
 Penurunan kesadaran yang dapat berujung koma dan
bahkan kematian.
5. Patofisiologi
Dalam kondisi hiponatermia jumlah natrium serum <135 mmol/L.
Hal ini menyebabkan air bergerak masuk kedalam sel, sehingga
pasien mengalami kelebihan volume cairan CES dan kelebihan
volume CIS. Kondisi-kondisi yang mempengaruhi jenis hiponatermia
ini termasuk SIADH, hiperglikemia, dan peningkatan masukan cairan
pemberian cairan parentral yang kurang mengandung elektrolit.
SIADH merupakan jenis hiponatermia khusus yang dihubungkan
dengan aktivitas hormone anti diuretic (ADH) yang berlebihan
disebut sebagai ADH. Gangguan fisioligis dasar pada SIADH adalah
aktivitas ADH yang berlebihan dengan retensi air dan hiponatermia
delusional dan eksresi natrium pada urin yang tidak sesuai karena
terjadinya hiponatermia. SIADH dapat terjadi baik akibat sekresi
ADH terus-menerus oleh hipotalamus atau produksi suatu substansi
yang mirip ADH dari suatu tumor (produksi ADH yang
menyimpang). Kondisi-kondisi sel otak, cedera kepala, gangguan
endokrin dan pulmonal, dan penggunaan obat-obatan seperti pitoin,
siklofos, famid, vinkristin, dan amitriptilin(Nabila, 2016)
Hiponatermia yang disertai dengan retensi air yang berlebihan akan
menyebabkan dilusi natrium di cairan ekstraseluler. Keadaan
hiponatermia dapat ditandai dengan gangguan saluran pencernaan
berupa kram, diare, dan muntah(Nabila, 2016).

6. Komplikasi
Pada kondisi hiponatremia kronis,di mana kadar natrium turun
secara bertahap daam 2 hari atau lebih komplikasi yang muncul
belum berbahaya. Namun bila kadar natrium turun dalam waktu cepat
(hiponatremia akut), dapat terjadi pembengkakan otak yang biasa
menyebabkan koma dan bahkan kematian(Aggriani puspita ayua
listiani, Ni Nyoman indah sari,Reka spoiyanti,Sumia intan
romadina,Hendri Pratama yudi, 2020).
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium awal harus mencakup glukosa, natrium
plasma, osmolalitas plasma, fungsi ginjal dan hati, ditambah natrium
urin dan osmolalitas urin. Tes-tes lain untuk mendiagnosis penyebab
mungkin diperlukan seperti fungsi tiroid, lipid dan fungsi
adrenal(Nabila, 2016).
8. Penatalaksanaan Medis dan Farmakologis
Penatalaksanaan medis hiponatermia menurut (Nabila, 2016) terdiri
dari :
1. Penggantian Natrium.
Pengobatan yang paling nyata dari hiponatermia adalah
pemberian natrium yang hati-hati. Pemberian ini mungkin
diberikan melalui oral dengan nasogastrik atau secara parentral.
Bagi pasien yang mampu makan atau minum penggantian natrium
dapat dengan mudah dilakukan, karena natrium banyak terdapat
dalam diet normal. Untuk pasien yang tidak mampu menerima
natrium pernormal, Larutan Ringer Laktat atau saline isotonis
(0,9% natrium klorida) mungkin diberikan. Kebutuhan natrium
harian yang lazim pada orang dewasa adalah kurang lebih 100
mEq/L, jika tidak ada kehilangan yang abnormal.
Pada SIADH, saline yang hipertonis saja tidak dapat merubah
konsentrasi natrium plasma. Natrium yang berlebihan akan
dieksresikan dengan cepat dalam urin yang sangat pekat. Dengan
tambahan furosemid (Lasix) urin tidak pekat dan urin isotonis
dieksresikan dan mencapai suatu perubahan dalam keseimbangan
air. Selain itu pada pasien-pasien yang mengalami SIADH dimana
sulit dilakukan pembatasan air, lithium atau democlocyline dapat
melawan efek osmotik dari ADH pada tubulus koligentes
medularis.
2. Pembatasan Air
Jika hiponatermia terjadi pada pasien dengan volume cairan
normal atau berlebihan, pengobatan pilihannya adalah pembatasan
air. Hal ini jauh lebih aman dibandingkan pemberian natrium dan
biasanya cukup efektif. Meskipun demikian jika gejala neurologis
timbul mungkin perlu memberikan volume kecil larutan
hipertonis, seperti natrium klorida 3% atau 5%. Penggunaan yang
tidak benar dari cairan ini sangat berbahaya hal ini dapat dipahami
ketika perawat menganggap bahwa satu liter natrium klorida 3%
mengandung 513 mEq natrium dan satu liter liter larutan natrium
klorida 5% mengandung 855 mEq natrium.
Larutan natrium yang sangat hipertonis (natrium klorida
3% dan 5%) seharusnya diberikan hanya pada perawatan intensif
dibawah observasi yang ketat karena hanya jumlah kecil
dibutuhkan untuk meningkatkan kadar natrium serum dari nilai
rendah yang berbahaya. Cairan ini diberikan dengan perlahan-
lahan dan volume kecil sementara pasien dipantau dengan ketat
terhadap terjadinya kelebihan cairan.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Primer
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis,
pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi yang
diakibatkan oleh penyakit yang mengancam kehidupan. Tujuan
primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan memperbaiki
dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang
dilakukan pada primry survey antara lain (Reski, 2022) :
1) Airway
Kaji kepatenan jalan napas, observasi adanya lidah jatuh,
adanya benda asing pada jalan napas (bekas muntahan, darah,
dan secret yang tertahan), adanya edema pada mulut, faring,
laring, disfagia, suara stridor, gurgling, atau wheezing yang
mendadak adanya masalah jalan napas.
2) Breathing
Kaji keefektifan pola napas, respiratory rate, abnormalitas
pernapasan, pola napas bunyi napas tambahan, penggunaan otot
bantu napas, pernapasan cuping hidung dan saturasi oksigen.
3) Circulation
Kaji Heart Rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary
refill time, akral, suhu tubuh, warna kulit, kelembabab kulit,
dan perdarahan eksternal jika ada.
4) Disability
Kaji tingkat kesadaran dengan GCS (Glasgow Coma
Scale), respon nyeri, respon verbal dan reaksi pupil.
5) Exposure
Pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan
lainnya, serta kondisi lingkungan yang ada disekitar pasien.
b. Sekunder
Pengkajian sekunder merupakan pemeriksaan secara
lengkap yang dilakukan secara head to toe dari depan hingga
belakang. Pengkajian sekunder hanya dilakukan setelah kondisi
pasien mulai membaik, dalam artian tidak mengalami syok atau
tanda-tanda syok mulai membaik. Hal- hal yang perlu dikaji pada
pasien asma antara lain (Reski, 2022) :
1) Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna
untuk mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan
untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala asma sangat
bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu
sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali
sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan
kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu
serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa
adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas.
Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, sesak,
batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera
dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang
berlangsung terus untuk waktu yang lama.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat SAMPLE yang bisa
didapatkan dai pasien dan keluarga :
S : Sign/symptoms (tanda dan gejala)
A : Alergi (alergi makanan, obat-obatan, cuaca)
M : Medicine (obat-obatan yang dikonsumsi)
P : Past Medical History (riwayat penyakit pasien)
L : Last Oral Intake (makanan yang dikonsumsi terakhir
sebelum ke rumah sakit)
E : Event prior to the illnessor injury (kejadian sebelum sakit)
2) Pemeriksaan fisik (head to toe)
a) Kepala
Lakukan inspeksi dan palpasi secara keseluruhan apakah
trdapat laserasi, kontusio, ruam, nyeri tekan serta adanya
nyeri kepala.
b) Wajah
Inspeksi adanya kesimetrisan kiri dan kanan, dan pucat.
c) Mata
Inspeksi ukuran pupil apakah isokor atau anisokor serta
bagaimana refleks terhadap cahaya, apakah konjungtiva
anemis, adanya kemerahan, nyeri serta adanya perdarahan
subconjungtival.
d) Hidung
Inspeksi apakah ada penggunaan pernapasan cuping
hidung, penumpukan mucus dan palpasi apakah terdapat
nyeri tekan atau tidak.
e) Telinga
Periksa adanya nyeri tekan, menurunnya atau hilangnya
fungsi pendengaran.
f) Mulut dan faring
Inspeksi mukosa bibir, warna, kelembaban, posisi lidah,
dan apakah ada nyeri tekan.
g) Leher
Kaji adanya keluhan disfagia (kesulitan menelan), deviasi
trakea, dan palpasi adanya nyeri.
h) Thorax
Inspeksi dinding dada, apakah simetris atau tidak, kaji
frekuensi dan kedalaman pernapasan, apakah menggunakan
otot bantu pernapasan dan kelainan bentuk dada. Palpasi
taktil fremitus dan ekspansi dada, selain itu periksa adanya
abnormalitas seperti massa atau krepitus tulang dada.
Perkusi untuk mengetahui hipersonor dan keredupan.
Auskultasi dilakukan pada seluruh lapang paru, baik secara
anterior maupun posterior pada pasien dengan asma
bronchial biasanya didapatkan bunyi napas (ronchi, mengi,
wheezing) dibagian dinding dada sisi apeks paru.
i) Abdomen
Kaji apakah ada distensi abdomen,auskultasi bising usus,
perkusi abdomen untuk mendapatkan nyeri tekan lepas.
Palpasi untuk mengetahui apakah ada kekauan dan nyeri
tekan pada abdomen.
j) Ekstremitas
Kaji apakah ada edema pada ekstremitas, apakah ada nyeri
tekan.
k) Neurologis
Pemeriksaan meliputi pemeriksaan tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil, pemeriksaan motoric dan sensorik.
3) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium (sputum)
 Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel
cetakan) dari cabang bronkus.
 Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
 Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum,
umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang
tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b) Pemeriksaan darah
 Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi
dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau
asidosis.
 Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT
dan LDH.
 Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas
15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu
infeksi.
 Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi
peningkatan dari IgE pada waktu serangan dan menurun
pada waktu bebas dari serangan.
c) Pemeriksaan radiologi
Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi
pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapat adalah sebagai berikut :
 Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak- bercak di
hilus akan bertambah.
 Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka
gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
 Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran
infiltrate pada paru.
 Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
 Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks,
dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk
gambaran radiolusen pada paru-paru.
NO DIGNOSA KEPERAWATAN KODE
1. Perfusi perifer tidak efektif di tandai (D.0009)
kekurangan volume cairan
2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit di (D.0037)
tandai dengan ketidakseimbangan
cairan(mis.dehidrasi dan intoksikasi air)
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan (D.0054)
dengan penurunan kekuatan otot
4. Defisit perawatan diri berhubungan (D.0109)
dengan kelemahan
5. Defisit pengetahuan berhubungan (D.0111)
dengan kurang terpapar informasi
6. Resiko Jatuh di tandai dengan (D.0143)
penurunan tingkat kesadaran
7. Resiko syok di tandai dengan (D.0039)
kekurangan volume cairan
2. Diagnosa Keperawatan (PPNI, 2016)1

SDKI SLKI SIKI


1. Perfusi Perifer Tidak 1. Perfusi perifer(L.02011) 1. Manajemen Sensasi Perifer
efektif(D.0009) Setelah dilakukan tindakan (I.06195)
Penyebabnya : keperawatan selama 1 x 8 jam, maka Observasi
 Hiperglikemia perfusi perifer meningkat dengan 1) Identifikasi
 Penurunan kriteria hasil : penyebab perubahan
konsentrasi Denyut nadi perifer meningkat sensasi
hemoglobin Penyembuhan luka meningkat 2) Identifikasi
 Kekurangan Sensasi meningkat penggunaan alat
volume cairan Warna kulit pucat menurun pengikat,prosthesis,sepatu
 Penurunan aliran Edema perifer menurun dan pakaian
arteri dan atau Nyeri ekstremitas menurun 3) Periksa sensasi
vena Paraestesia menurun tajam dan tumpul
 Kurang terpapar Kelemahan otot menurun 4) Periksa sensai panas
informasi tentang Kram otot menurun dan dingin

1
PPNI. (2016). standar diagnosis keperawatan indonesia definisi dan indikator diagnostik (1 cetakan). DPP PPNI.
proses Briut femoralis menurun 5) Periksa kemampuan
penyakit(mis.diab Nekrosis menurun mengidentifikasi lokasi dan
etes tekstur benda
 melitus,hiperlipid 6) Monitor terjadinya
emia) parestesia,jika perlu
 Kurang aktifitas 7) Monitor perubahan
fisik kulit
8) Monitor adanya
tromboflebitis dan
tromboemboli vena
 Terapeutik
Hindari pemakaian benda –
benda yang berlebihan
suhunya(terlalu panas atau
dingin)
 Edukasi
9) Anjurkan
penggunaan thermometer
untuk menguji suhu air
10) Anjurkan
penggunaan sarung tangan
termal saat memasak
11) Anjurkn memakai
sepatu lembut dan bertumit
rendah
 Kolaborasi
12) Kolaborasi
pemberian analgesik, jika
perlu
13) Kolaborasi
pemberian
kortikosteroid,jika perlu

2. Resiko 2. Keseimbangan 2. Pemantauan Elektrolit (I.


elektrolit(L.03021)
Ketidakseimbangan 03122)
Setelah dilakukan tindakan
Elektrolit(D.0037)  Observasi
keperawatan selama 1 x 8 jam, maka
Faktor resiko : - Identifikasi kemungkinan
keseimbangan elektrolit meningkat
 Ketidakseimbangan penyebab
dengan kriteria hasil :
cairan(mis. ketidakseimbangan
 Serum natrium membaik
dehidrasi dan elektrolit
 Serum kalium membaik
intoksikasi air) - Monitor elektrolit serum
 Serum klorida membaik
 Kelebihan volume - Monitor mual, muntah dan
 Serum kalsium membaik
cairan diarae
 Serum magnesium membaik
 Gangguan - Monitor kehilangan cairan,
 Serum fosfor membaik
mekanisme jika perlu
regulasi(mis.diabete - Monitor tanda dan gejala
s) hiperkalemia(mis.
 Efek samping kelemahan otot,interval QT
prosedur(mis. memanjang, gelombang
pembedahan) U,kelelahan,parestesia
 Diare penurunan
 Muntah reflex,anoreksia,konstipasi,
 Disfungsi ginjal moltilitas usus
 Disfungsi regulasi menurun,pusing,depresi,
endokrin pernpasan)
- Monitor tanda dan gejala
hiperkalemia(mis. peka
rangsang,gelisah,mual,munt
ah,takikardi,mengarah ke
bradikardia,
fibrilasi,/takikardia
ventrikel,gelombang T
tinggi, gelombang P
datar,kompleks QRS
tumpul,blok jantung
mengarah asistol)
- Monitor tanda dan gejala
hiponatremia(mis.
disorientasi,otot
berkedut,sakit kepala,
membrane mukosa
kering,hipotensi
postural,kejang,latergi,penur
unan kesadaran)
- Monitor tanda dan gejala
hipernatremia(mis. haus,
demam, mual, muntah,
gelisah,peka
rangsang,membrane mukosa
kering,
takikardia,hipotensi,latergi,k
onfusi,kejang)
- Monitor tanda dan gejala
hipokalsemia(mis. peka
rangsang, tanda
chvostek(spasma otot
wajah),tanda
trousseau(Spasma karpa),
kram otot,interval QT
memanjang )
- Monitor tanda dan gejala
hiperkalsemia(mis. nyeri
tulang,
haus,anoreksi,latergi,kelema
han otot, segmen QT
memendek,gelombang T
lebar interval PR
memanjang)
- Monitor tanda dan gejala
hipomagnesemia(mis.
depresi
pernafasan,apatis,tanda
chvostek,trousseau,konfusi,
disitrimia
- Monitor tanda dan gejala
hipermagnesemia
(mis.kelemahan otot,
hiporefleks,bradikardia,depr
esi
SSP,latergi,koma,depresi)
 Terapeutik
- Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
- Dokumentasi hasil
pemantaun
 Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan,jika perlu

3. Gangguan mobilitas 3. Mobilitas fisik(L.05042) 3. Dukungan mobilisasi


fisik (D.0054) Setelah dilakukan tindakan  Observasi(I.05173)
Penyebab : keperawatan selama 1 x 8 jam, maka - Identifikasi adanya nyeri
 Kerusakan mobilitas fisik meningkat dengan atau keluhan fisik lainya
integritas struktur kriteria hasil : - Identifikasi toleransi fisik
tulang - Pergerakan Ekstremitas meningkat melakukan pergerakan
 Perubahan - Kekuatan otot meningkat - Monitor frekuensi jantung
metabolisme - Rentang gerak (ROM) meningkat dan dan tekanan darah
 Ketidakbugaran sebelum memulai mobilisasi
fisik - Monitor kondisi umum
 Penurunan kendali selama melakukan
otot mobilisasi
 Penurunan massa  Terapeutik
otot - Fasilitasi aktivitas
 Penurunan mobilisasi dengan alat
kekuatan otot bantu(misal. Pagar tempat
 Keterlambatan tidur)
perkembangan - Fasilitasi melakukan
 Kekakuan sendi pergerakan,jika perlu
 Kontraktur - Libatkan keluarga untuk
 Malnutrisi membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
 Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
- Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (misal. duduk di
tempat tidur,duduk di sisi
tempat tidur,pindah dari
tempat tidur ke kursi)

4. Defisit perawatan 4. Perawatan diri(L.11103) 4. Dukungan perawatan


diri (D.0109) Setelah dilakukan tindakan diri(I.11348)
Penyebab : keperawatan selama 1 x 8 jam, maka  Observasi
 Gangguan Perawatan diri meningkat dengan - Identifikasi kebiasaan
muskuloskletal kriteria hasil : aktivitas peawatan diri
 Gangguan  Kemampuan mandi meningkat sesuai usia
neuromuskuler  Kemampuan mengenakan - Monitor tingkat
 Kelemahan pakaian meningkat kemandirian
 Gangguan  Kemampuan makan meningkat - Identifikasi tingkat
psikologis dan/  Kemampuan ke kemandirian
atau psikotik toilet(BAB/BAK) membaik - Identifikasi kebutuhan alat
 Penurunan  Verbalisasi keinginan bantu kebersihan
motivasi/minat melakukan perawatan diri diri,berpakaian,berhias dan
meningkat makan
 Minat melakukan perawatan  Terapeutik
diri meningkat - Sediakan lingkungan yang
 Mempertahankan kebersihan terapeutik(mis. suasana
mulut meningkat hangat,rileks,privasi)
- Siapkan keperluan pribadi
(mis. parfum,sikat gigi, dan
sabun mandi)
- Dampingi dalam lakukan
perawatan diri sampai
mandiri
- Fasilitasi untuk menerima
keadaan ketergantungan
- Fasilitasi untuk menerima
keadaan ketergantungan
- Fasilitasi kemandirian,
bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan diri
- Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
Edukasi
Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konstitusi sesuai kemampuan

5. Defisit 5. Tingkat Pengetahuan (L.12111) 5. Edukasi Kesehatan(I.12383)


Pengetahuan(D.0111 Setelah dilakukan tindakan  Observasi
) keperawatan selama 1 x 8 jam, maka - Identifikasi kesiapan dan
Penyebab : tingkat pengetahuan meningkat kemampuan menerima
 Keterbatasan dengan kriteria hasil : informasi
kognitif -Perilaku sesuai anjuran meningkat - Identifikasi faktor – factor
 Gangguan fungsi  Verbalisasi minat dalam yang dapat meningkatkan
kognitif belajar meningkat dan menurunkan motivasi
 Kekeliruan  Kemampuan menjelaskan perilaku hidup bersih dan
mengikuti anjuran pengetahuan tentang suatu topik sehat
 Kurang terpapar meningkat  Terapeutik
informasi  Kemampuan menggambarkan - Sediakan materi dan media
 Kurang minat pengalaman sebelumnya yang pendidikan kesehatan
dalam belajar sesuai dengan topik meningkat - Jadwalkan pendidikan
 Kurang mampu  Perilaku sesuai dengan kesehatan sesuai kesepakatan
mengingat pengetahuan meningkat - Berikan kesempatan untuk
 Ketidaktahuan  Pertanyaan tentang masalah bertanya
menemuan sumber yang di hadapi menurun  Edukasi
informasi  Persepsi yang keliru terhadap -Jelaskan faktor risiko yang dapat
masalah menurun mempengaruhi kesehatan
 Menjalani pemeriksaan yang -Ajarkan perilaku hidup bersih
tidak tepat menurun dan sehat
-Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

6. Resiko 6. Tingkat Jatuh(14138) 6. Pencegahan Jatuh(I.14540)


Jatuh(D.0143) Setelah dilakukan tindakan
Penyebab : keperawatan selama 1 x 8 jam, maka  Observasi
 Usia > 65 tingkat Jatuh menurun dengan - Identifikasi faktor resiko
tahun(pada kriteria hasil : jatuh(mis.usia >65 tahun,
dewasa) atau > 2  Jatuh dari tempat tidur menurun penurunan tingkat
tahun(pada anak)  Jatuh saat berdiri menurun kesadaran,defisit
 Riwayat jatuh  Jatuh saat duduk menurun kognitif,hipotensi
 Anggota gerak  Jatuh saat berjalan menurun ortostatik gangguan
bawah  Jatuh saat dipindahkan menurun keseimbangan,gangguan
prosthesis(buatan  Jatuh saat naik tangga menurun penglihatan,neuropati)
)  Jatuh saat di kamar mandi - Idetifikasi risiko jatuh
 Penggunaan alat menurun setidaknya sekali setiap
bantu berjalan  Jatuh saat membungkuk shift atau sesuai dengan
 Penurunan menurun kebijakan institusi
tingkat kesadaran - Identifikasi faktor
 Perubahan fungsi lingkungan yang
kognitif meningkatkan resiko jatuh
 Lingkungan tidak (mis.lantai licin,
aman(mis.licin,g penerangan kurang)
elap,lingkungan - Hitung resiko jatuh
asing) dengan menggunakan
 Kondisi pasca skala(mis. fall morse
operasi scale,Humpty Dumpty
 Hipotensi scale), jika perlu
ortostatik - Monitor kemampuan
 Perubahan kadar berpindah dari tempat
glukosa darah tidur ke kursi roda dan
 Anemia sebaliknya
 Kekuatan otot  Terapeutik
menurun - Orientasikan ruangan pada
 Gangguan pasien dan keluarga
pendengaran - Pastikan roda tempat tidur
 Gangguan dan kursi roda selalu dalam
Keseimbangan kondisi terkunci
 Gangguan - Pasang handrall tempat
penglihatan(mis. tidur
glaukoma,katara - Atur tempat tidur mekanis
k, ablasio pada posisi terendah
retina,neuritis - Tempatkan pasien berisiko
optikus) tinggi jatuh dekat dengan
 Neropati pantauan perawat dari
 Efek agen nurse station
farmakologis(mis - Gunakan alat bantu
.sedasi,alkohol,a berjalan(mis. kursi
nastesi umum) roda,walker)
- Dekatkan bel pemanggil
dalam jangkauan pasien
 Edukasi
- Anjurkan memangil
perawat jika membutuhkan
bantuan untuk berpindah
- Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
- Anjurkan berkonsentrasi
untuk menjaga
keseimbangan tubuh
- Anjurkan melebarkan jarak
kedua kaki untuk
meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
- Ajarkan cara menggunakan
bel pemanggil untuk
perawat

7. Resiko Syok(D.0039) 7. Tingkat syok(L.033032) 7. Manajemen Syok (I.02048)


Penyebab : Setelah dilakukan tindakan  Observasi
 Hipoksemia keperawatan selama 1 x 8 jam, maka - Monitor status
 Hipoksia tingkat Jatuh menurun dengan kardiopulmonal( Frekuensi
 Hipotensi kriteria hasil : dan kekuatan nadi,frekuensi
 Kekurangan  Kekuatan nadi meningkat napas,TD,MAP)
volume cairan  Output Urine meningkat - Monitor status
 Sepsis  Tingkat kesadaran meningkat oksigen(oksimetri,nadi,AG
 Sindrom respon  Saturasi oksigen meningkat D)
inflamasi  Akral dingin menurun - Monitor status cairan
 Pucat menurun (masukan dan haluaran,
 Haus menurun turgor kulit, CRT)
 Konfusi menurun - Monitor tingkat kesadaran
 Letargi menurun dan pupil
 Asidosis metabolic menurun - Periksa seluruh permukaan
 Mean arteri pressure membaik tubuh terhadap adanya
 Tekanan darah diastolik DOTS(deformity,
membaik deformitas, open
 Tekanan darah sistolik wound/luka terbuka
membaik tendemess,/nyeri
 Tekanan nadi membaik tekan,swelling/bengkak
 Pengisian kapiler membaik  Terapeutik
 Frekuensi napas membaik - Pertahankan jalan napas
- Berikan oksigen untuk
untuk mempertahankan
saturasi oksigen,< 94%
- Persiapkan intubasi dan
ventilasi mekanis,jika perlu
- Berikan posisi
syok(modified
trendelenbreg
- Pasang jalur IV
- Pasang kateter urine untuk
menilai produksi urine
- Pasang selang nasogastrik
untuk dekompresi lambung
 Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
infuse cairan kristaloid 1- 2
L pada dewasa
- Kolaborasi pemberian infuse
cairan kristaloid 2 mL/kgBB
pada anak
- Kolaborasi pemberian
transfuse darah, jika perlu
8. Kajian Islami tentang Penyakit
Al-Qur’an diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw
kurang lebih abad ke-6 masehi, yang secara gambang banyak sekali
tertulis tentang makanan dan kesehatan. Tetapi orang mulai berbicara
masalah gizi dan kesehatan itu di awal abad 19, ditambah diakuinya ilmu
gizi dalam salah satu cabang ilmu kesehatan pada tahun 1926 ketika May
Swartz Rise dikukuhkan sebagai profesor ilmu gizi pertama di Universitas
Columbia, New York Amerika Serikat. Dalam literatur keagamaan,
bahkan dalam hadist-hadist Nabi, ditemukan sekian banyak perintah
untuk menjaga makanan dan kesehatan dari mulai perintah menutup
hidangan, mencuci tangan sebelum makan, larangan bernafas sambil
minum, tidak kencing atau buang air di tempat yang tidak mengalir atau
di bawah pohon, adalah contoh- contoh praktis dari sekian banyak
tuntunan Islam dalam konteks menjaga kesehatan.
Dari salah satu alasan inilah Islam sering disebut sebagai agama
yang sangat proporsional. Islam datang sebagai agama untuk kepentingan
duniawi dan ukhrawi secara menyeluruh. Tidak terbatas jalur hubungan
antara hamba dengan Tuhannya (horisontal) saja, tetapi Islam juga
mengatur hubungan secara vertikal. Hubungan horisontal dan vertikal
tersebut terikat oleh dua sumber utama; al- Qur’an dan Sunnah
sebagaimana firman Allah swt.

Dari ayat ini tersirat bahwa kaum muslim dituntut untuk


menyelesaikan masalah-masalah kontemporer secara relevan, realistis dan
rahmatan lil alamin yang semua prinsipnya ada dalam Al-Qur’an dan
Sunnah, baik yang terperinci maupun yang global (Mia, 2020)2.

2
Mia. (2020). Kajian Al-Qur’an dan Hadits Tentang Kesehatan Jasmani dan Rohani. Jurnal Tajdid, XV(1).
9. Terapi Komplementer Holistik/Komplementer Terkait Kasus
Adapun terapi komplementer yang dapat dilakukan pada kasus
adalah dengan memberikan obat dimana ini berupa obat-obatan
farmakologis untuk mengurangi gejala yang dialami oleh pasien. Dimana
terapi yang dilakukan dengan mengkonsumsi udang, dan mengkonsumsi
buah – buahan seperti jambu biji, markisa.
10. Mind Mapping
Nama : Nn. E
Usi : 18 Tahun Hasil pengkajian Primer
Jenis kelamin : Perempuan Airway : Jalan napas paten
DM : Hiponatremia Breathing : Gerakan dada simetris, tampak
pernafasan normal dengan frekuensi RR :
Penyebab : 22x/menit.
Mual,Muntah, Kejang – Circulation : Tidak terdapat pendarahan, dimana
Kejang dan lemas Patofisiologi : frekuensi nadi pasien yaitu 80x/menit
Hiponatremia terjadi saat Disability : Respon pasien alert, Kesadaran pasien
kehilangan air atau terlalu sedikit Apatis GCS : 12, keadaan umum pasien Lemah,
air dalam hubungannya dengan Exposure : Tidak terdapat kontusio serta abrasi.
sodium dan potassium dalam
tubuh. Osmolaritas plasma
Analisa Data
normalnya antara 275 – 290
DS :
mOsm/kg dan utamanya
- Keluarga klien mengatakan klien kejang - kejang
ditentukan oleh konsentrasi
- Keluarga klien mengatakan mulut klien berbusa
plasma sodium di mediasi oleh
- busa Hasil Pengkajian Sekunder
perubahan asupan dan ekskresi
- Keluarga klien mengatakan klien mual dan Keluhan utama : Lemas
air.
muntah Pada tanggal 2 September 2023 dilakukan pengkajian kepada
klien dengan didampingi oleh keluarganya.Keluarga klien
mengatakan klien mengalami demam sejak 5 hari yang lalu.
DO :
Keluarga klien mengatakan klien mengalami penurunan
- Klien tampak gelisah kesadaran , klien tidak bisa membuka matanya, klien tampak
gelisah, keadaan umum lemah, kekuatan otot menurun
- Tingkat kesadaran menurun
Tanda dan Gejala sehingga pemenuhan ADL klien dibantu. Hasil pengukuran
Apatis : GCS 12 1) Sakit kepala pada saat pengkajian TD :120/67
tanda-tanda vital
- TTV : 2) Kebingungan mmHg, N : 80 x/menit, RR : 22 x/menit, S : 37,3 oC.
- TD : 120/80 mmHg 3) Mual dan muntah .
- Klien tampak lemas 4) Lemas dan lelah Pemeriksaan Diagnostik
- Klien tampak pucat 5) Kram atau lemah otot Lab
6) Gelisah
- RR : 22 x/menit 7) Kejang
8) Koma dan bahkan kematian
Masalah Keperawatan (SDKI)
1. Perfusi Perifer Tidak efektif di tandai kekurangan volume cairan

Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam, maka
perfusi perifer meningkat dengan kriteria hasil :
1. Kekuatan nadi meningkat
2. Warna kulit pucat menurun

Intervensi Keperawatan
Manajemen sensasi perifer((I.06195)

Observasi :
1. Identifikasi penyebab perubahan sensasi
2. Monitor perubahan kulit
Terapeutik :
3. Hindari pemakaian benda – benda yang berlebihan suhunya(terlalu panas atau dingin)
Edukasi
4. Anjurkan penggunaan thermometer untuk menguji suhu air
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
Masalah Keperawatan (SDKI)

1. Resiko ketidakseimbangan Elektrolit di tandai dengan Ketidakseimbangan


cairan(mis. dehidrasi dan intoksikasi air)

Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam, maka
keseimbangan elektrolit meningkat dengan kriteria hasil :
1. Serum natrium membaik
2. Serum kalium membaik
3. Sensasi meningkat

Intervensi Keperawatan
1. Pemantauan Elektrolit(I. 03122)
Observasi :

1. Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit


2. Monitor tanda dan gejala hipernatremia(mis. haus, demam, mual, muntah,
gelisah,peka rangsang,membrane mukosa kering,
takikardia,hipotensi,latergi,konfusi,kejang)

terapeutik :

3. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien

Edukasi

4. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


Masalah Keperawatan (SDKI)

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot

Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam maka
diharapkanmobilitas fisik meningkat dengan kriteria hasil:

1. Kekuatan otot meningkat


2. Gerakan terbatas menurun
3. Kelemahan fisik menurun

Intervensi Keperawatan
Dukungan Mobilisasi(I.05173)

Observasi :

1. Identifkasi toleransi fisik melakukan pergerakan


Terapeutik :
2. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
3. Ajarkan moblisasi sederhana yang harus di lakukan (mis. duduk
ditempat tidur, duduk disisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur)
Masalah Keperawatan (SDKI)

1. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan

Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam maka
diharapkan perawatan diri meningkat dengan kriteria hasil:

1. Kemampuan menggenakan pakaian meningkat

Intervensi Keperawatan
Dukungan Perawatan Diri (I.11348)
Observasi :
1. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias,
dan makan

Terapeutik :

1. Dampingi dalam perawatan diri sampai mandiri


2. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Masalah Keperawatan (SDKI)
1. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam, maka
tingkat pengetahuan meningkat dengan kriteria hasil :
 Verbalisasi minat dalam belajar meningkat
 Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik
meningkat
 Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang
sesuai dengan topik meningkat
 Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
 Pertanyaan tentang masalah yang di hadapi menurun

Intervensi Keperawatan
Edukasi Kesehatan(I.12383)
Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
- Identifikasi faktor – factor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
Terapeutik :

- Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan


- Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
- Berikan kesempatan untuk bertanya
 Edukasi
- Jelaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
- Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
Masalah Keperawatan (SDKI)
Resiko Jatuh di tandai dengan penurunan tingkat kesadaran

Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam, maka
tingkat Jatuh menurun dengan kriteria hasil :
 Jatuh dari tempat tidur menurun
 Jatuh saat berdiri menurun
 Jatuh saat duduk menurun
 Jatuh saat berjalan menurun
 Jatuh saat dipindahkan menurun
 Jatuh saat naik tangga menurun
 Jatuh saat di kamar mandi menurun

Intervensi Keperawatan
Pencegahan Jatuh(I.12383)
Observasi :
 Observasi
- Identifikasi faktor resiko jatuh(mis.usia >65 tahun, penurunan tingkat kesadaran,defisit kognitif,hipotensi
ortostatik gangguan keseimbangan,gangguan penglihatan,neuropati)
- Idetifikasi risiko jatuh setidaknya sekali setiap shift atau sesuai dengan kebijakan institusi
Terapeutik :

- Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga


- Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu dalam kondisi terkunci

Edukasi

- Anjurkan memangil perawat jika membutuhkan bantuan untuk berpindah


- Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak licin
Masalah Keperawatan (SDKI)
Resiko syok di tandai dengan kekurangan volume cairan

Kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 8 jam, maka
tingkat syok menurun dengan kriteria hasil :
 Kekuatan nadi meningkat
 Output Urine meningkat
 Tingkat kesadaran meningkat
 Saturasi oksigen meningkat

Intervensi Keperawatan
Observasi

2. Manajemen Syok (I.02048)


 Observasi
- Monitor status kardiopulmonal( Frekuensi dan kekuatan nadi,frekuensi napas,TD,MAP)
- Monitor status oksigen(oksimetri,nadi,AGD)

Terapeutik :

- Pertahankan jalan napas


- Berikan oksigen untuk untuk mempertahankan saturasi oksigen,< 94%
- Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis,jika perlu

Kolaborasi :

- Kolaborasi pemberian infuse cairan kristaloid 1- 2 L pada dewasa


- Kolaborasi pemberian infuse cairan kristaloid 2 mL/kgBB pada anak
- Kolaborasi pemberian transfuse darah, jika perlu
11. Penyimpangan KDM

Osmolaritas serum

Kadar Natrium Tinggi Kadar Natrium Normal Kadar Natrium Rendah

>145 <136 - 144 <135

Perfusi Perifer Tidak efektif Hiponatremia


Hipernatremia

Risiko Penurunan osmolaritas


ketidakseimbangan plasma dan cairan ekstrasel
Elektrolit
Terbagi menjadi

Gangguan Tubuh beradaptasi dengan


mobilitas fisik menurunkan ekskresi air
Akut
Kronis
Tubuh mempertahankan
Berlangsung volume darah
Berlangsung
Sebentar
lama Resiko Jatuh

Hiponatremi Tubuh dapat


berat Hiponatremi
Tubuh tidak dapat mempertahankan
asimptomatik
mempertahankan
Risiko Syok
Defisit Defisit
perawatan diri pengetahuan
Daftar Pustaka

Aggriani puspita ayua listiani, Ni Nyoman indah sari,Reka spoiyanti,Sumia intan


romadina,Hendri Pratama yudi, L. (2020). Asuhan Keperawatan Pada
Hiponatremia. Makalah.
Kristianus, D., & Setijoso, R. E. (2023). Hiponatremia dan Insufisiensi Adrenal
pada Prolaktinoma. Cermin Dunia Kedokteran, 50(4), 206–209.
https://doi.org/10.55175/cdk.v50i4.860
Mia. (2020). Kajian Al-Qur’an dan Hadits Tentang Kesehatan Jasmani dan
Rohani. Jurnal Tajdid, XV(1).
Nabila. (2016). Asuhan Keperawatan Pada Bapak. B Yang Mengalami Gangguan
Elektrolit (Hiponatermia) Di Ruang Flamboyan Rsud Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda. In Paper Knowledge . Toward a Media History of
Documents (Vol. 5, Issue 2).
Reski. (2022). Manajemen Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosis Asma
Bronkial. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1), 8–61.
Syarif, M. M., & Kholiska, R. K. (2023). Analisis Term Ightarafa Ghurfatan
Biyadihi dalam Q . S . Al-Baqarah. 2(6), 89–90.
(2018).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

You might also like